tugas farmakoterapi terapan
TRANSCRIPT
TUGAS FARMAKOTERAPI TERAPAN
DEMAM BERDARAH DENGUE
Valdis Reinaldo Agnar
260112120071
PROGRAM PROFESI APOTEKER
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PADJADJARAN
2011/2012
DEMAM BERDARAH
I. DEFINISI
Demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever/DHF)
adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue, yang ditularkan
oleh nyamuk. Penyakit ini ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis, dan
menjangkit luas di banyak negara Asia Tenggara. Penyakit ini pertama kali
ditemukan di Filipina pada tahun 1953 dan selanjutnya menyebar ke
berbagai negara. Di Indonesia penyakit ini pertama kali dilaporkan pada
tahun 1968 di Surabaya dengan jumlah penderita 58 orang dengan kematian
24 orang (41,3%).
Penyakit Demam Berdarah Dengue dapat menyerang semua
golongan umur. Sampai saat ini penyakit Demam Berdarah Dengue lebih
banyak menyerang anak-anak tetapi dalam dekade terakhir ini terlihat
adanya kecenderungan kenaikan proporsi penderita Demam Berdarah
Dengue pada orang dewasa.
Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat
menyebabkan demam berdarah, baik ringan maupun fatal. Pada DBD terjadi
perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan
hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan
dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang
ditandai oleh renjatan/syok.
Virus dengue tergolong dalam famili/suku/grup Flaviviridae dan
dikenal ada 4 serotipe. Dengue 1 dan 2 ditemukan di Irian ketika
berlangsungnya Perang Dunia ke-II, sedangkan dengue 3 dan 4 ditemukan
pada saat wabah di Filipina tahun 1953-1954. Dengue 3 merupakan serotipe
yang paling banyak beredar.
II. PATOFISIOLOGI
1
Demam berdarah umumnya ditandai oleh demam tinggi mendadak,
sakit kepala hebat, rasa sakit di belakang mata, otot dan sendi, hilangnya
napsu makan, mual-mual dan ruam. Gejala pada anak-anak dapat berupa
demam ringan yang disertai ruam.
Demam berdarah yang lebih parah ditandai dengan demam yang
tinggi yang bisa mencapai suhu 40-41 3C selama dua sampai tujuh hari,
wajah kemerahan, dan gejala lainnya yang menyertai demam berdarah
ringan. Berikutnya dapat muncul kecenderungan pendarahan seperti memar,
hidung dan gusi berdarah, dan juga pendarahan dalam tubuh. Pada kasus
yang sangat parah, mungkin berlanjut pada kegagalan saluran pernapasan,
shock dan kematian. Setelah terinfeksi oleh salah satu dari empat virus,
tubuh akan memiliki kekebalan terhadap virus itu, tapi tidak menjamin
kekebalan terhadap tiga jenis virus lainnya. Jangka masa inkubasi adalah 3
sampai 14 hari, umumnya 4 sampai 7 hari.
Derajat I Demam mendadak 2–7 hari disertai gejala klinis lain, dengan manifestasi perdarahan yang paling ringan, yaitu Rumple Leed positif (jumlah bintik-bintik merah di lengan lebih dari 20 setelah uji Torniquet dengan menggunakan manset).
Derajat II Lebih berat dari derajat I karena ditemukan pula perdarahan kulit dan manifestasi perdarahan lain, yaitu mimisan (epistaksis), perdarahan gusi, muntah darah (hematemesis) dan atau buang air besar yang mengandung darah (melena).
DerajatIII Terjadi kegagalan sirkulasi darah, denyut nadi lemah dan tekanan darah turun, tampak dari kulit yang menjadi dingin terutama di ujung jari, bibir biru, pucat, tubuh lemah, dan gelisah.
Derajat IV Terjadi shock berat, dimana tensi dan nadi tidak terukur.
Derajat Beratnya Penyakit Demam Berdarah
Demam berdarah ditularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk
betina Aedes yang tersinfeksi virus dengue. Penyakit ini tidak dapat
ditularkan langsung dari orang ke orang. Penyebar utama virus dengue yaitu
2
nyamuk Aedes aegepti, tidak ditemukan di Hong Kong, namun virus dengue
juga dapat disebarkan oleh spesies lain yaitu Aedes albopictus.
Cara penyebaran virus
1. Virus masuk kedalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk (air
liur nyamuk).
2. Virus berlokalisasi dan bereplikasi dalam berbagai organ.
3. Virus lepas dari jaringan dan menyebar melalui darah dan
menginfeksi sel darah putih dan jaringan.
4. Virus lepas dari jaringan ini kemudian beredar dalam sirkulasi darah.
III. MANIFESTASI KLINIK
Infeksi virus dengue dapat asimptomatik atau dapat menyebabkan
undifferentiated febrile illness (viral syndrome), demam dengue, atau
demam berdarah dengue termasuk syndrome shock dengue. Infeksi dengan
satu serotype dengue memberi imunitas jangka panjang pada serotype
particular, namun tidak ada proteksi silang untuk serotype yang lain.
Manifestasi klinik bergantung pada usia, status imun host, dan strain virus.
a. Demam undifferentiated
Bayi, anak-anak dan beberapa orang dewasa yang pernah diinfeksi virus
dengue untuk pertama kali (infeksi dengue primer) akan
mengembangkan demam sederhana yang tidak dapat dibedakan dari
infeksi virus yang lain. Ruam maculopapular dapat menyertai demam
atau dapat muncul selama defervescence.
b. Demam dengue
3
Demam dengue adalah paling biasa pada anak-anak yang lebih tua dan
dewasa. Secara umum demam biphasic akut dengan sakit kepala,
myalgia, arthralgia, ruam, dan leukopenia. Walaupun demam dengue
biasa jinak, namun dapat menjadi penyakit incapacitating dengan
beberapa nyeri otot dan tulang sendi (demam patah tulang), terutama
pada dewasa dan kadang dengan pendarahan yang tidak biasa. Pada area
endemik dengue, demam dengue jarang terjadi di antara penduduk
asli/pribumi.
c. Demam berdarah dengue
Demam berdarah dengue paling biasa pada anak-anak kurang dari 15
tahun, namun ini juga terjadi pada dewasa. DBD dicirikan dengan onset
akut demam dan dihubungkan gejala dan tanda konstitusional
nonspesifik.
Terdapat diathesis pendarahan dan kecenderungan untuk
berkembang menjadi shock fatal (sindrom shock dengue). Hemostatis
abnormal dan kebocoran plasma adalah perubahan patofisiologi utama,
dengan trombositopenia dan hemokonsentrasi ditemukan dalam keadaan
konstan. Walaupun DBD terjadi paling biasa pada anak-anak yang punya
pengalaman infeksi dengue kedua, hal ini juga didokumentasikan pada
infeksi primer.
a. Dengue Primer
- IgM meningkat 3 - 5 hari setelah infeksi bertahan selama 30-90 hari
- IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14
b. Dengue Sekunder
- IgM meningkat 3 - 5 hari setelah infeksi (70% kasus)
- IgG meningkat pada hari ke-2 setelah infeksi (90% kasus)
IV. DIAGNOSIS
Kriteria untuk Diagnosis Klinik DBD adalah:
a. Demam: onset akut, tinggi dan berlanjut 2 hingga 7 hari
4
b. Beberapa manifestasi hemoragik mengikuti (termasuk tes tourniquet
positif): petechiae, purpura, ecchymosis, epistaxis, gum bleeding, dan
haematemesis dan/atau melena
- pembesaran liver (hepatomegali) diobservasi pada beberapa tahap
penyakit pada 90-98% anak-anak Thai, namun frekuensi ini dapat
bervariasi pada negara lain
- shock, dimanifestasikan oleh denyut cepat dan lemah dengan
terbatas pada tekanan denyut (20mmHg atau kurang) atau
hipotensi, dengan keberadaan pilek, kulit lembap dan kegelisahan.
- Pada awal terjadinya demam, DHF sulit dibedakan dengan infeksi
lain yang disebabkan oleh berbagai jenis virus, bakteri atau parasit.
Setelah hari ketiga atau keempat baru pemeriksaan darah dapat
membantu diagnosa.
c. Trombositopenia/penurunan jumlah trombosit (100.000 sel/mm3 atau
kurang) Penghitungan langsung menggunakan mikroskop fase kontras
(normal 200.000-500.000/mm3). Pada praktiknya, untuk outpatient,
kira-kira perhitungan untuk pulasan cairan darah peripheral dapat
diterima. Pada orang normal, 4-10 platelet per oil-immersion field
“(rata-rata diobservasi dari 10 field yang direkomendasikan)
mengindikasikan jumlah platelet cukup. Rata-rata 2-3 platelet per oil-
immersion field atau kurang dipertimbangkan rendah (kurang dari
100.000/ mm3)
d. Hemokonsentrasi; Peningkatan konsentrasi sel darah/hematokrit (>
20% di atas rata-rata nilai normal). Hasil laboratorium semacam ini
biasanya ditemukan pada hari ke-3 sampai hari ke-7.
Dua kriteria klinik pertama, plus trombositopenia dan
hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit, cukup untuk menentukan
diagnosis klinis DBD, efusi pleura (terlihat pada sinar X dada) dan/atau
hipoalbuminemia memberikan bukti kebocoran plasma. Hal ini secara
partikular berguna pada pasien anemia dan/atau memiliki hemoragi parah.
Pada kasus shock, hematokrit tinggi dan penanda trombositopenia
mendukung diagnosis DBD.
5
V. HASIL TERAPI YANG DIINGINKAN
1. Tampak perbaikan secara klinis
2. Tidak demam selaina 24 jam tanpa antipiretik
3. Tidak dijumpai distrespernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau
asidosis)
4. Hematokrit stabil
5. Jumlah trombosit cenderung naik > 50.000/pl
6. Nafsu makan membaik
7. Mengurangi sakit dan mencegah komplikasi
8. Lemas yang berkurang dan tubuh terasa segar kembali.
VI. PENANGANAN
Terapi Non Farmakologi
Terapi nonfarmakologis yang diberikan meliputi tirah baring (pada
trombositopenia yang berat) dan pemberian makanan dengan kandungan
gizi yang cukup, lunak dan tidak mengandung zat atau bumbu yang
mengiritasi saluaran cerna. Sebagai terapi simptomatis, dapat diberikan
antipiretik berupa parasetamol, serta obat simptomatis untuk mengatasi
keluhan dispepsia. Pemberian aspirin ataupun obat antiinflamasi nonsteroid
sebaiknya dihindari karena berisiko terjadinya perdarahan pada saluran
cerna bagaian atas (lambung/duodenum).
Pencegahannya dapat dilakukan melalui:
Demam berdarah dapat dicegah dengan memberantas jentik-jentik
nyamuk Demam Berdarah (Aedes Aegypti) dengan cara melakukan
PSN (Pembersihan Sarang Nyamuk).
Bersihkan (kuras) tempat penyimpanan air (seperti : bak mandi /
WC, drum, dan lain-lain) sekurang-kurangnya seminggu sekali.
Gantilah air di vas bunga, tempat minum burung, perangkap semut dan
lain-lain sekurang-kurangnya seminggu sekali.
6
Tutuplah rapat-rapat tempat penampungan air, seperti tampayan,
drum, dan lain-lain agar nyamuk tidak dapat masuk dan berkembang
biak di tempat itu.
Kubur atau buanglah pada tempatnya barang-barang bekas, seperti
kaleng bekas, ban bekas, botol-botol pecah, dan lain-lain yang dapat
menampung air hujan, agar tidak menjadi tempat berkembang biak
nyamuk. Potongan bambu, tempurung kelapa, dan lain-lain agar dibakar
bersama sampah lainnya.
Tutuplah lubang-lubang pagar pada pagar bambu dengan tanah atau
adukan semen.
Lipatlah pakaian/kain yang bergantungan dalam kamar agar nyamuk
tidak hinggap disitu.
Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras,
taburkan bubuk ABATE ke dalam genangan air tersebut untuk
membunuh jentik-jentik nyamuk. Ulangi hal ini setiap 2-3 bulan sekali.
Sebagai pertahanan tubuh, konsumsi vitamin C minimal 60 mg dan
air sebanyak 1 liter setiap hari.
Terapi Farmakologi
A. DBD
Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportif dan simtomatis.
Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat
kebocoran plasma dan memberikan terapi substitusi komponen darah
bilamana diperlukan. Dalam pemberian terapi cairan, hal terpenting yang
perlu dilakukan adalah pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris.
Pemberian cairan sebagai komponen utama penatalaksanaan DBD
dewasa mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol WHO. Protokol ini
terbagi dalam 5 kategori, sebagai berikut:
1. Penanganan tersangka DBD tanpa syok
7
2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa diruang rawat
3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit>20%
8
4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa
5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa
Terapi Untuk Bayi dan Anak
Fase Demam
Tatalaksana DBD fase demam bersifat simtomatik dan suportif yaitu
pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak
9
dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut yang
berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan. Jenis minuman
yang dianjurkan adalah jus buah, air teh manis, sirup, susu, serta larutan
oralit. Pasien perlu diberikan minum 50 ml/kg BB dalam 4-6 jam pertama.
Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi anak diberikan cairan rumatan 80-
100 ml/kg BB dalam 24 jam berikutnya. Antipiretik kadang-kadang
diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat
mengurangi lama demam pada DBD.
Penggantian Volume Plasma
Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi
pada fase penurunan suhu (fase a-febris, fase krisis, fase syok) maka dasar
pengobatannya adalah penggantian volume plasma yang hilang. Walaupun
demikian, penggantian cairan harus diberikan dengan bijaksana dan berhati-
hati. Kebutuhan cairan awal dihitung untuk 2-3 jam pertama, sedangkan
pada kasus syok mungkin lebih sering (setiap 30-60 menit). Tetesan dalam
24-28 jam berikutnya harus selalu disesuaikan dengan tanda vital, kadar
hematokrit, dan jumlah volume urin. Penggantian volume cairan harus
adekuat, seminimal mungkin mencukupi kebocoran plasma. Secara umum
volume yang dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%.
Cairan intravena diperlukan, apabila:
1. Anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga
tidak rnungkin diberikan minum per oral.
2. Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala.
Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan
kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam larutan NaCl
0,45%. Bila terdapat asidosis, diberikan natrium bikarbonat 7,46% 1-2
ml/kgBB intravena bolus perlahan-lahan. Apabila terdapat hemokonsentrasi
10
20% atau lebih maka komposisi jenis cairan yang diberikan harus sama
dengan plasma.
Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung dari
umur dan berat badan pasien serta derajat kehilangan plasma, yang sesuai
dengan derajat hemokonsentrasi. Pada anak gemuk, kebutuhan cairan
disesuaikan dengan berat badan ideal untuk anak umur yang sama.
Kebutuhan cairan rumatan dapat diperhitungan dari tabel 3 berikut :
Jenis cairan untuk penatalaksanaan DBD yang direkomendasi WHO:
1. Kristaloid
- Larutan ringer laktat (RL)
- Larutan ringer asetat (RA)
- Larutan garam faali (GF)
- Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL)
- Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA)
- Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF)
(Catatan:Untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA tidak
boleh larutan yang mengandung dekstran)
2. Koloid
- Dekstran 40
- Plasma
11
- Albumin
Terapi Untuk Dewasa
DBD Dewasa Tanpa Perdarahan & Tanpa Syok Observasi dan Pemberian
Cairan di Ruang Rawat
Pada pasien DBD dewasa tanpa perdarahan masif (uji tourniquet
positif petekie, purpura, epistaksis ringan, perdarahan gusi ringan) dan tanpa
syok diruang rawat: pemberian cairan Ringer laktat merupakan pilihan
pertama. Cairan lain yang dapat dipergunakan antara lain cairan dekstrosa
5% dalam ringer laktat atau ringer asetat, dekstrosa 5% dalam NaCl 0,45%,
dekstrosa 5% dalam larutan garam atau NaCl 0,9%.
Jumlah cairan yang diberikan dengan perkiraan selama 24 jam,
pasien mengalami dehidrasi sedang, maka pada pasien dengan berat badan
sekitar 50-70 kg diberikan ringer laktat per infus sebanyak 3.000 cc dalam
waktu 24jam. Pasien dengan berat badan kurang dari 50 kg pemberian
cairan infus dapat dikurangi dan diberikan 2.000 cc/24 jam, sedangkan
pasien dengan berat badan lebih dari 79 kg dapat diberikan cairan infus
sampai dengan 4.000cc/ 24 jam. Jumlah cairan infus yang diberikan harus
diperhitungkan kembali pada pasien DBD dewasa dengan kehamilan
terutama pada usia kehamilan 28-32 minggu atau pada pasien dengan
kelainan jantung/ginjal atau pada pasien lanjut usia lanjut serta pada pasien
dengan riwayat epilepsi. Pada pasien dengan usia 40 tahun atau lebih
pemeriksaan elektrokardiografi merupakan salah satu standar prosedur
operasional yang harus dilakukan.
Tanda-tanda syok dini yang harus segera dicurigai apabila pasien
tampak gelisah, atau adanya penurunan kesadaran, akral teraba lebih dingin
dan tampak pucat, serta jumlah urin yang menurun kurang dari
0,5ml/kgBB/jam. Gejala-gejala diatas merupakan tanda-tanda berkurangnya
aliran/perfusi darah ke organ vital tersebut. Tanda-tanda lain syok dini
adalah tekanan darah menurun dengan tekanan sistolik kurang dari 100
mmHg, tekanan nadi kurang dari 20 mmHg, nadi cepat dan kecil. Apabila
didapatkan tanda-tanda tersebut pengobatan syok harus segera diberikan.
12
Pasien DBD dengan trombositopenia tanpa perdarahan masif tidak
diberikan transfusi suspensi trombosit. Pasien dapat dipulang apabila :
1. Keadaan umum /kesadaran dan hemodinamik baik, serta tidak
demam
2. Pada umumnya Hb, Ht dan jumlah trombosit dalam batas normal
serta stabil dalam 24 jam, tetapi dalam beberapa keadaan, walaupun
jumlah trombosit belum mencapai normal (diatas 50.000) pasien
sudah dapat dipulangkan.
Apabila pasien dipulangkan sebelum hari ketujuh sejak masa
sakitnya atau trombosit belum dalam batas normal, maka diminta kontrol ke
poiliklinik dalam waktu 1x24 jam atau bila kemudian keadaan umum
kembali memburuk agar segera dibawa ke UGD kembali.
DBD dengan Perdarahan Spontan/Masif, Tanpa Syok Observasi dan
Pemberian Cairan di ruang Rawat
13
Perdarahan spontan dan masif pada pasien DBD dewasa misalnya
perdarahan hidung/epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberi
tampon hidung, perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena atau
hematoskesia), perdarahan saluran kencing (hematuria), perdarahan otak
dan perdarahan tersembunyi, dengan jumlah perdarahan sebanyak 4-5
ml/kgBB/jam. Pada keadaan seperti ini jumlah dan kecepatan pemberian
cairan ringer laktat tetap seperti keadaan DBD tanpa syok lainnya 500 ml
setiap 4 jam. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan dan jumlah urin
dilakukan sesering mungkin dengan kewaspadaan terhadap tanda-tanda
syok sedini mungkin. Pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit serta hemostase
harus segera dilakukan dan pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit sebaiknya
diulang setiap 4-6 jam. Heparin diberikan apabila secara klinis dan
laboratoris didapatkan tanda-tanda KID. Transfusi komponen darah
diberikan sesuai indikasi. Fresh Frozen Plasma (FFP) diberikan bila
didapatkan defisiensi faktor-faktor pembekuan (PT dan PTT yang
memanjang), Packed Red Cell (PRC) diberikan bila nilai Hb kurang dari 10
g%. Transfusi trombosit hanya diberikan pada DBD dengan perdarahan
spontan dan masif dengan jumlah trombosit kurang dari 100.OOOipl
disertai atau tanpa KID.
Pada kasus dengan KID pemeriksaan hemostase diulang 24 jam
kemudian, sedangkan pada kasus tanpa KID pemeriksaan hemostase
dikerjakan bila masih ada perdarahan. Penderita DBD dengan gejaia-gejala
tersebut diatas, apabila dijumpai di Puskesmas perlu dirujuk dengan infus.
Idealnya menggunakan plasma expander (dextran) 1-1,5 liter/24jam. Bila
tidak tersedia, dapat digunakan cairan kristaloid.
14
DBD Dewasa Dengan Syok dan Perdarahan Spontan
Kewaspadaan terhadap tanda syok dini pada semua kasus DBD
sangat penting, karena angka kematian pada SSD sepuluh kali lipat
dibandingkan pasien DBD tanpa syok. SSD dapat terjadi karena
keterlambatan penderita DBD mendapatkan pertolongan/pengobatan,
penatalaksanaan yang tidak tepat termasuk kurangnya kewaspadaan
terhadap tanda syok dini, dan pengobatan SSD yang tidak adekuat.
Pada kasus SSD, ringer laktat adalah cairan kristaloid pilihan
pertama yang sebaiknya diberikan karena mengandung Na laktat sebagai
korektor basa. Pilihan lainya adalah NaCl 0,9%. Selain resustasi cairan,
pasien juga diberi oksigen 2-4 liter/menit, dan pemeriksaan yang harus
dilakukan adalah elektrolit natrium, kalium, klorida serta ureum dan
kreatinin. Pada Ease awal ringer laktat diberikan sebanyak 20 ml/kgBB/jam
(infuscepat/guyur) dapat dilakukan dengan memakai jarum infus yang
besar/nomor12), dievaluasi selama 30-120 menit. Syok sebaiknya dapat
diatasi segera/secepat mungkin dalam waktu 30 menit pertama. Syok
15
dinyatakan teratasi bila keadaan umum pasien membaik, kesadaran/keadaan
sistem saraf pusat baik, tekanan sistolik 100 mmHg atau lebih dengan
tekanan nadi lebihdari 20 mmHg, frekwensi nadi kurang dari 100/menit
dengan volume yang cukup, akral teraba hangat dan kulit tidak pucat, serta
diuresis 0,5-1ml/kgBB/jam.
Apabila syok sudah dapat diatasi pemberian ringer laktat selanjutnya
dapat dikurangi menjadi 10 ml/kgBB/jam dan evaluasi selama 60-120 menit
berikutnya. Bila keadaan klinis stabil, maka pemberian cairan ringer
selanjutnya sebanyak 500 cc setiap 4 jam. Pengawasan dini kemungkinan
terjadi syok berulang harus dilakukan terutama dalam waktu 48 jam pertama
sejak terjadinya syok, oleh karena selain proses patogenesis penyakit masih
berlangsung, juga sifat cairan kristaloid hanya sekitar 20% saja yang
menetap dalam pembuluh darah setelah 1 jam dari saat pemberiannya. Oleh
karena itu apabila hemodinamik masih belum stabil dengan nilai Ht lebih
dari 30°/o dianjurkan untuk memakai kombinasi kristaloid dan koloid
dengan perbandingan 4:1 atau 3:1, sedangkan bila nilai Ht kurang dari 30
vol % hendaknya diberikan transfusi sel darah merah (packed red cells).
Apabila pasien SSD sejak awal pertolongan cairan diberikan
kristaloid dan ternyata syok masih tetap belum dapat diatasi, maka
sebaiknya segera diberikan cairan koloid. Bila hematokrit kurang dari 30 vol
% dianjurkan diberikan juga sel darah merah. Cairan koloid diberikan dalam
tetesan cepat 10-20 ml/kgBB/jam dan sebaiknya yang tidak
mempengaruhi/menggangu mekanisme pembekuan darah. Gangguan
mekanisme pembekuan darah ini dapat disebabkan terutama karena
pemberian dalam jumlah besar, selain itu karena jenis koloid itu sendiri.
Oleh sebab itu koloid dibatasi maksimal sebanyak 1000-1500 ml dalam 24
jam.Saat ini ada 3 golongan cairan koloid yang masing-masing mempunyai
keunggulan dan kekurangannya, yaitu :
1. Dekstran
Larutan 10% dekstran 40 dan larutan 6% dekstran 70 mempunyai sifat
isotonik dan hiperonkotik, maka pemberian dengan larutan tersebut
akan menambah volume intravaskular oleh karena akan menarik cairan
16
ekstravaskular. Efek volume 6% Dekstran 70 dipertahankan selama 6-8
jam, sedangkan efek volume 10°/o Dekstran 40 dipertahankan selama
3,54,5 jam. Kedua larutan tersebut dapat menggangu mekanisme
pembekuan darah dengan cara menggangu fungsi trombosit dan
menurunkan jumlah fibrinogen serta faktor VIII, terutama bila
diberikan lebih dari 1000 ml/24 jam. Pemberian dekstran tidak baleh
diberikan pada pasien dengan KID.
2. Gelatin
Haemasel dan gelafundin merupakan larutan gelatin yang mempunyai
sifat isotonik dan isoonkotik. Efek volume larutan gelatin menetap
sekitar 2-3 jamdan tidak mengganggu mekanisme pembekuan darah.
3. Hydroxy ethyl starch (HES)
6% HES 200/0,5; 6% HES 200/0,6; 6% HES 450/0,7 adalah larutan
isotonik dan isonkotik, sedangkan 10% HES 200/0,5 adalah larutan
isotonik dan hiponkotik. Efek volume 6%/10°/o HES 200/0,5 menetap
dalam 4-8 jam, sedangkan larutan 6% HES 200/0,6 dan 6% HES
450/0,7 menetap selama 8-12 jam. Gangguan mekanisme pembekuan
tidak akan terjadi bila diberikan kurang dari 1500cc/24 jam, dan efek ini
terjadi karena pengenceran dengan penurunan hitung trombosit
sementara, perpanjangan waktu protrombin dan waktu tromboplastin
parsial, serta penurunan kekuatan bekuan.
Pada kasus SSD apabila setelah pemberian cairan koloid syok dapat
diatasi, maka penatalaksanaan selanjutnya dapat diberikan ringer laktat
dengan kecepatan sekitar 4-6 jam setiap 500cc. Bila syok belum dapat
diatasi, selain ringer laktat juga dapat diberikan obat-obatan vasopresor
seperti dopamin, dobutamin, atau epinephrin. Bila dari pemeriksaan
hemostasis disimpulkan ada KID, maka heparin dan transfusi kompunen
darah diberikan sesuai dengan indikasi seperti tersebut diatas.
Pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit dilakukan setiap 4-6 jam.
Pemeriksaan hemostasis ulangan pada kasus dengan KID dilakukan 24 jam
kemudian sejak dimulainya pemberian heparin, sedangkan pada kasus tanpa
KID; pemeriksaan hemostasis ulangan hanya dilakukan bila masih terdapat
17
perdarahan. Indikasi lain pemakaian antibiotik pada DBD, bila
didapatkannya infeksi sekunder di tempat/organ lainnya, dan antibiotik yang
digunakan hendaknya yang tidak mempunyai efek terhadap sistem
pembekuan.
DBD Dewasa Dengan Syok Tanpa Perdarahan
Pemeriksaan secara klinis maupun laboratorium (Hb, Ht, trombosit)
perlu dilakukan secara teliti dan seksama untuk menentukan kemungkinan
adanya perdarahan yang tersembuyi disertai dengan KID, maka pemberian
heparin dapat diberikan. Tetapi bila tidak didapatkan tanda-tanda
18
perdarahan, walaupun hasil pemeriksaan hemostasis menunjukkan adanya
KID, maka heparin tidak diberikan, kecuali bila ada perkembangan kearah
perdarahan.
VII. EVALUASI HASIL TERAPI
Perlu diobservasi teliti terhadap penemuan dini tanda renjatan, yaitu:
- Keadaan umum memburuk
- Hati makin membesar
- Masa perdarahan memanjang karena trombositopenia
- Hematokrit meninggi pada pemeriksaan berkala
- Dalam hal ditemukan tanda-tanda dini tersebut, infus harus disiapkan
dan terpasang pada pasien. Observasi meliputi pemeriksaan tiap jam
terhadap keadaan umum, nadi, tekanan darah, suhu dan pernafasan;
19
serta Hb dan Ht setiap 4-6 jam pada hari-hari pertama pengamatan,
selanjutnya tiap 24 jam.
DAFTAR PUSTAKA
20
Chen, K., Pohan, H.T., dan Sinto, R. 2009. Diagnosis dan Terapi Cairan pada Demam Berdarah Dengue. Medicinus Vol.22, No.1, Edisi Maret-Mei 2009.
Depkes RI. 2007. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Depkes RI. Jakarta.
DiPiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Wells, B.G., and Posey, L.M. 2005. Pharmacotheraphy : A Pathophysiologic Approach. 6th Edition. McGraw-Hill Companies. New York.
Ganiswarna, Rianto S., Frans, D. S., Purwantyastuti, dan Nafrialdi. 1995. Farmakologi dan Terapi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Reinaldo, P. 2010. Demam Berdarah Dengue Stadium II. http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=Demam+Berdarah+Dengue+stadium+II+ [diakses 29 November 2010].
Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof.Dr.Sulianti Saroso. 2005. Demam Berdarah. http://www.Infeksi.com [diakses tanggal 12 November 2010].
Setiawan, B., Zulkarnain, I., Pohan H.T. 2001. Diagnosis dan Penatalaksanaan Malaria. PIPB FK UI. Jakarta.
Tjay, T. H. dan Raharhja, K. 2002. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya. PT Elex Media Komputindo. Jakarta.
WHO. 2007. Dengue Haemorrhagic Fever: Diagnosis, Treatment, Prevention and Control. 2nd edition. WHO. Geneva.
21