tonsilitis akut
TRANSCRIPT
Tonsilitis Akut
Definisi
Tonsilitis akut adalah radang akut pada tonsil akibat infeksi kuman terutama
Streptokokus hemolitikus (50%) atau virus. Jenis Streptokokus meliputi Streptokokus Beta
hemolitikus, Streptokokus viridans dan Streptokokus piogenes. Bakteri penyebab tonsilitis akut
lainnya meliputi Stafilokokus Sp., Pneumokokus, dan Hemofilus influenzae. Hemofilus
influenzae menyebabkan tonsilitis akut supuratif.
Tonsilitis akut paling sering terjadi pada anak-anak, terutama berusia 5 tahun dan 10
tahun. Penyebarannya melalui droplet infection, yaitu alat makan dan makanan.
Anatomi
Cincin waldeyer merupakan jaringan limfoid yang mengelilingi faring. Bagian
terpentingnya adalah tonsil palatina dan tonsil faringeal (adenoid). Unsur yang lain adalah tonsil
lingual, gugus limfoid lateral faring dan kelenjar-kelenjar limfoid yang tersebar dalam fosa
Rosenmuller, di bawah mukosa dinding posterior faring dan dekat orifisium tuba eustachius.
a.Tonsil Palatina
Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil pada kedua
sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot
palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing- masing tonsil
mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi
seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar. Tonsil
terletak di lateral orofaring. Dibatasi oleh:
1
Lateral : m. konstriktor faring superior
Anterior : m. palatoglosus
Posterior : m. palatofaringeus
Superior : palatum mole
Inferior : tonsil lingual
Secara mikroskopik tonsil terdiri atas 3 komponen yaitu jaringan ikat, folikel germinativum
(merupakan sel limfoid) dan jaringan interfolikel (terdiri dari jaringan linfoid).
b. Fosa Tonsil
Fosa tonsil atau sinus tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior adalah
otot palatoglosus, batas lateral atau dinding luarnya adalah otot konstriktor faring superior. Pilar
anterior mempunyai bentuk seperti kipas pada rongga mulut, mulai dari palatum mole dan
berakhir di sisi lateral lidah. Pilar posterior adalah otot vertikal yang ke atas mencapai palatum
mole, tuba eustachius dan dasar tengkorak dan ke arah bawah meluas hingga dinding lateral
esofagus, sehingga pada tonsilektomi harus hati- hati agar pilar posterior tidak terluka. Pilar
anterior dan pilar posterior bersatu di bagian atas pada palatum mole, ke arah bawah terpisah dan
masuk ke jaringan di pangkal lidah dan dinding lateral faring.
c. Kapsul Tonsil
Bagian permukaan lateral tonsil ditutupi oleh suatu membran jaringan ikat, yang disebut
kapsul. Walaupun para pakar anatomi menyangkal adanya kapsul ini, tetapi para klinisi
menyatakan bahwa kapsul adalah jaringan ikat putih yang menutupi 4/5 bagian tonsil.
d. Plika Triangularis
Diantara pangkal lidah dan bagian anterior kutub bawah tonsil terdapat plika triangularis
yang merupakan suatu struktur normal yang telah ada sejak masa embrio. Serabut ini dapat
2
menjadi penyebab kesukaran saat pengangkatan tonsil dengan jerat. Komplikasi yang sering
terjadi adalah terdapatnya sisa tonsil atau terpotongnya pangkal lidah.
e. Pendarahan
Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang A. karotis eksterna, yaitu 1) A.
maksilaris eksterna (A. fasialis) dengan cabangnya A. tonsilaris dan A. palatina asenden; 2) A.
maksilaris interna dengan cabangnya A. palatina desenden; 3) A. lingualis dengan cabangnya A.
lingualis dorsal; 4) A. faringeal asenden. Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh A.
lingualis dorsal dan bagian posterior oleh A. palatina asenden, diantara kedua daerah tersebut
diperdarahi oleh A. tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi oleh A. faringeal asenden dan A.
palatina desenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus
dari faring. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah dan pleksus
faringeal.
f. Aliran getah bening
Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening servikal
profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah M. Sternokleidomastoideus, selanjutnya
ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh
getah bening eferan sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada.
g. Persarafan
Tonsil bagian atas mendapat sensasi dari serabut saraf ke V melalui ganglion
sfenopalatina dan bagian bawah dari saraf glosofaringeus
h. Imunologi Tonsil
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit, 0,1-0,2% dari
keseluruhan limfosit tubuh pada orang dewasa. Proporsi limfosit B dan T pada tonsil adalah
3
50%:50%, sedangkan di darah 55-75%:15-30%. Pada tonsil terdapat sistim imun kompleks yang
terdiri atas sel M (sel membran), makrofag, sel dendrit dan APCs (antigen presenting cells) yang
berperan dalam proses transportasi antigen ke sel limfosit sehingga terjadi sintesis imunoglobulin
spesifik. Juga terdapat sel limfosit B, limfosit T, sel plasma dan sel pembawa IgG.
Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan
proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu 1)
menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif; 2) sebagai organ utama produksi
antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik.
i. Tonsil Faringeal (Adenoid)
Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid yang
sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusun teratur seperti suatu
segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau kantong diantaranya. Lobus ini tersusun
mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal sebagai bursa faringeus.
Adenoid tidak mempunyai kriptus. Adenoid terletak di dinding belakang nasofaring. Jaringan
adenoid di nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat
meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius. Ukuran adenoid bervariasi pada
masing- masing anak. Pada umumnya adenoid akan mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7
tahun kemudian akan mengalami regresi.
Patologi Tonsilitis Akut
Tonsil dibungkus oleh suatu kapsul yang sebagian besar berada pada fosa tonsil yang
terfiksasi oleh jaringan ikat longgar. Tonsil terdiri dari banyak jaringan limfoid yang disebut
4
folikel. Setiap folikel memiliki kanal (saluran) yang ujungnya bermuara pada permukaan tonsil.
Muara tersebut tampak oleh kita berupa lubang yang disebut kripta.
Saat folikel mengalami peradangan, tonsil akan membengkak dan membentuk eksudat
yang akan mengalir dalam saluran (kanal) lalu keluar dan mengisi kripta yang terlihat sebagai
kotoran putih atau bercak kuning. Kotoran ini disebut detritus. Detritus sendiri terdiri atas
kumpulan leukosit polimorfonuklear, bakteri yang mati dan epitel tonsil yang terlepas. Tonsilitis
akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis. Tonsilitis akut dengan detritus yang
menyatu lalu membentuk kanal-kanal disebut tonsilitis lakunaris.
Detritus dapat melebar dan membentuk membran semu (pseudomembran) yang menutupi
tonsil. Adanya pseudomembran ini menjadi alasan utama tonsilitis akut didiagnosa banding
dengan angina Plaut Vincent, angina agranulositosis, tonsilitis difteri, dan scarlet fever.
Diagnosis Tonsilitis Akut
Penderita tonsilitis akut awalnya mengeluh rasa kering di tenggorok. Kemudian berubah
menjadi rasa nyeri di tenggorok dan rasa nyeri saat menelan. Makin lama rasa nyeri ini semakin
bertambah nyeri sehingga anak menjadi tidak mau makan. Nyeri hebat ini dapat menyebar
sebagai referred pain ke sendi-sendi dan telinga. Nyeri pada telinga (otalgia) tersebut tersebar
melalui nervus glossofaringeus (IX).
Keluhan lainnya berupa demam yang suhunya dapat sangat tinggi sampai menimbulkan
kejang pada bayi dan anak-anak. Rasa nyeri kepala, badan lesu dan nafsu makan berkurang
sering menyertai pasien tonsilitis akut. Suara pasien terdengar seperti orang yang mulutnya
penuh terisi makanan panas. Keadaan ini disebut plummy voice. Mulut berbau busuk (foetor ex
ore) dan ludah menumpuk dalam kavum oris akibat nyeri telan yang hebat (ptialismus).
5
Pemeriksaan tonsilitis akut ditemukan tonsil yang udem, hiperemis dan terdapat detritus
yang memenuhi permukaan tonsil baik berbentuk folikel, lakuna, atau pseudomembran. Ismus
fausium tampak menyempit. Palatum mole, arkus anterior dan arkus posterior juga tampak udem
dan hiperemis. Kelenjar submandibula yang terletak di belakang angulus mandibula terlihat
membesar dan ada nyeri tekan.
Komplikasi Tonsilitis Akut
Meskipun jarang, tonsilitis akut dapat menimbulkan komplikasi lokal yaitu abses
peritonsil, abses parafaring dan otitis media akut. Komplikasi lain yang bersifat sistemik dapat
timbul terutama oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus berupa sepsis dan infeksinya dapat
tersebar ke organ lain seperti bronkus (bronkitis), ginjal (nefritis akut & glomerulonefritis akut),
jantung (miokarditis & endokarditis), sendi (artritis) dan vaskuler (plebitis).
Terapi Tonsilitis Akut
Tonsilitis akut pada dasarnya termasuk penyakit yang dapat sembuh sendiri (self-
limiting disease) terutama pada pasien dengan daya tahan tubuh yang baik. Pasien dianjurkan
istirahat dan makan makanan yang lunak. Berikan pengobatan simtomatik berupa analgetik,
antipiretik, dan obat kumur yang mengandung desinfektan. Berikan antibiotik spektrum luas
misalnya sulfonamid. Ada yang menganjurkan pemberian antibiotik hanya pada pasien bayi dan
orang tua. Tonsilektomi dilakukan jika terdapat indikasi.
6
Tonsilektomi
Definisi
Tonsilektomi didefinisikan sebagai operasi pengangkatan seluruh tonsil palatina.
Tonsiloadenoidektomi adalah pengangkatan tonsil palatina dan jaringan limfoid di nasofaring
yang dikenal sebagai adenoid atau tonsil faringeal.
Indikasi Tonsilektomi
Indikasi tonsilektomi dulu dan sekarang tidak berbeda, namun terdapat perbedaan
prioritas relatif dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat ini. Dulu tonsilektomi
diindikasikan untuk terapi tonsilitis kronik dan berulang. Saat ini, indikasi yang lebih utama
adalah obstruksi saluran napas dan hipertrofi tonsil.
Untuk keadaan emergency seperti adanya obstruksi saluran napas, indikasi tonsilektomi
sudah tidak diperdebatkan lagi (indikasi absolut). Namun, indikasi relatif tonsilektomi pada
keadaan non emergency dan perlunya batasan usia pada keadaan ini masih menjadi perdebatan.
Sebuah kepustakaan menyebutkan bahwa usia tidak menentukan boleh tidaknya dilakukan
tonsilektomi.
1.Indikasi Absolut
a. Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas, disfagia berat,
gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmoner
b. Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan drainase
c. Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam
d. Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi anatomi
7
2. Indikasi Relatif
a. Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi antibiotik adekuat
b. Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian terapi medis
c. Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak membaik dengan
pemberian antibiotik Beta-laktamase resisten
Pada keadaan tertentu seperti pada abses peritonsilar (Quinsy), tonsilektomi dapat dilaksanakan
bersamaan dengan insisi abses.
Saat mempertimbangkan tonsilektomi untuk pasien dewasa harus dibedakan apakah
mereka mutlak memerlukan operasi tersebut atau hanya sebagai kandidat. Dugaan keganasan dan
obstruksi saluran nafas merupakan indikasi absolut untuk tonsilektomi. Tetapi hanya sedikit
tonsilektomi pada dewasa yang dilakukan atas indikasi tersebut, kebanyakan karena infeksi
kronik. Akan tetapi semua bentuk tonsilitis kronik tidak sama, gejala dapat sangat sederhana
seperti halitosis, debris kriptus dari tonsil (³cryptictonsillitis´) dan pada keadaan yang lebih berat
dapat timbul gejala seperti nyeri telinga dan nyeri atau rasa tidak enak di tenggorok yang
menetap. Indikasi tonsilektomi mungkin dapat berdasarkan terdapat dan beratnya satu atau lebih
dari gejala tersebut dan pasien seperti ini harus dipertimbangkan sebagai kandidat untuk
tonsilektomi karena gejala tersebut dapat mempengaruhi kualitas hidup walaupun tidak
mengancam nyawa.
Kontraindikasi
Terdapat beberapa keadaan yang disebutkan sebagai kontraindikasi, namun bila
sebelumnya dapat diatasi, operasi dapat dilaksanakan dengan tetap memperhitungkan imbang
³manfaat dan risiko´. Keadaan tersebut adalah:
8
1. Gangguan perdarahan
2. Risiko anestesi yang besar atau penyakit berat
3. Anemia
4. Infeksi akut yang berat
Anamnesis dan Rekam Medik
Riwayat kesehatan. Adanya penyulit seperti asma, alergi, epilepsi, kelainan maksilofasial
pada anak dan pada orang dewasa asma, kelainan paru, diabetes melitus, hipertensi, epilepsi,
dll.riwayat kelahiran (trauma lahir, berat dan usia kelahiran), imunisasi, infeksi terakhir terutama
infeksi saluran napas khususnya pneumonia, Penyakit kronik terutama paru-paru dan jantung,
kelainan anatomi, obat yang sedang dan pernah digunakan beserta dosisnya. Riwayat operasi
terdahulu dan riwayat anestesi
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum Status gizi: malnutrisi ,Penilaian jantung dan paru: peningkatan tekanan
darah, murmur pada jantung, tanda-tanda gagal jantung kongestif dan penyakit paru obstruktif
menahun. Perlu perhatian khusus terutama bagi dokter spesialis THT untuk pasien dengan
penyulit berupa kelainan anatomis, kelainan kongenital di daerah orofaring dan kelainan
fungsional. Pada pasien ini, kelainan yang telah ada dapat menyulitkan proses operasi. Selain itu
penting untuk mendokumentasikan semua temuan pemeriksaan fisik dalam rekam medik.
9
Pemeriksaan Penunjang
Berdasarkan hasil kajian HTA Indonesia 2003 tentang persiapan rutin prabedah elektif,
maka pemeriksaan penunjang yang direkomendasikan untuk tonsilektomi adalah sebagai berikut:
1)Pemeriksaan darah tepi: Hb, Ht, leukosit, hitung jenis, trombosit
2)Pemeriksaan hemostasis: BT/CT, PT/APTT
Informed consent
Informed consent perlu diberikan kepada pasien sehubungan dengan risiko dan
komplikasi yang potensial akan dialami pasien.
Persiapan praoperasi
Puasa harus dilakukan sebelum operasi dilakukan berdasarkan umur pasien.
Teknik Operasi Tonsilektomi
Pengangkatan tonsil pertama sebagai tindakan medis telah dilakukan pada abad 1 Masehi
oleh Cornelius Celsus di Roma dengan menggunakan jari tangan. Selama bertahun-tahun,
berbagai teknik dan instrumen untuk tonsilektomi telah dikembangkan. Sampai saat ini teknik
tonsilektomi yang optimal dengan morbiditas yang rendah masih menjadi kontroversi, masing-
masing teknik memiliki kelebihan dan kekurangan. Tidak seperti kebanyakan operasi dimana
luka sembuh per primam, penyembuhan luka pada tonsilektomi terjadi per sekundam.
Diskusi terkini dalam memilih jenis teknik operasi difokuskan pada morbiditas seperti
nyeri, perdarahan perioperatif dan pascaoperatif serta durasi operasi. Selain itu juga ditentukan
oleh kemampuan dan pengalaman ahli bedah serta ketersediaan teknologi yang mendukung.
10
Beberapa teknik dan peralatan baru ditemukan dan dikembangkan di samping teknik
tonsilektomi standar.
Di Indonesia teknik tonsilektomi yang terbanyak digunakan saat ini adalah teknik
Guillotine dan diseksi.
1.Guillotine
Tonsilektomi cara guillotine dikerjakan secara luas sejak akhir abad ke 19, dan dikenal
sebagai teknik yang cepat dan praktis untuk mengangkat tonsil. Namun tidak ada literatur yang
menyebutkan kapan tepatnya metode ini mulai dikerjakan. Tonsilotom modern atau guillotine
dan berbagai modifikasinya merupakan pengembangan dari sebuah alat yang dinamakan
uvulotome. Uvulotome merupakan alat yang dirancang untuk memotong uvula yang edematosa
atau elongasi.
Laporan operasi tonsilektomi pertama dilakukan oleh Celcus pada abad ke-1, kemudian
Albucassis di Cordova membuat sebuah buku yang mengulas mengenai operasi dan pengobatan
secara lengkap dengan teknik tonsilektomi yang menggunakan pisau seperti guillotine.
Greenfield Sluder pada sekitar akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 merupakan seorang ahli
yang sangat merekomendasikan teknik Guillotine dalam tonsilektomi. Beliau mempopulerkan
alat Sluder yang merupakan modifikasi alat Guillotin.
Hingga kini, di UK tonsilektomi cara guillotine masih banyak digunakan. Hingga
dikatakan bahwa teknik Guillotine merupakan teknik tonsilketomi tertua yang masih aman untuk
digunakan hingga sekarang. Negara-negara maju sudah jarang yang melakukan cara ini, namun
di beberapa rumah sakit masih tetap dikerjakan. Di Indonesia, terutama di daerah masih lazim
dilkukan cara ini dibandingkan cara diseksi.
11
Kepustakaan lama menyebutkan beberapa keuntungan teknik ini yaitu cepat, komplikasi
anestesi kecil, biaya kecil.
2.Diseksi
Kebanyakan tonsilektomi saat ini dilakukan dengan metode diseksi. Hanya sedikit ahli
THT yang secara rutin melakukan tonsilektomi dengan teknik Sluder. Di negara-negara Barat,
terutama sejak para pakar bedah mengenal anestesi umum dengan endotrakeal pada posisi Rose
yang mempergunakan alat pembuka mulut Davis, mereka lebih banyak mengerjakan
tonsilektomi dengan cara diseksi. Cara ini juga banyak digunakan pada pasien anak.
Walaupun telah ada modifikasi teknik dan penemuan peralatan dengan desain yang lebih
baik untuk tonsilektomi, prinsip dasar teknik tonsilektomi tidak berubah. Pasien menjalani
anestesi umum (general endotracheal anesthesia). Teknik operasi meliputi: memegang tonsil,
membawanya ke garis tengah, insisi membran mukosa, mencari kapsul tonsil, mengangkat dasar
tonsil dan mengangkatnya dari fossa dengan manipulasi hati-hati. Lalu dilakukan hemostasis
dengan elektokauter atau ikatan. Selanjutnya dilakukan irigasi pada daerah tersebut dengan salin.
Bagian penting selama tindakan adalah memposisikan pasien dengan benar dengan mouth gag
pada tempatnya. Lampu kepala digunakan oleh ahli bedah dan harus diposisikan serta dicek
fungsinya sebelum tindakan dimulai. Mouth gag diselipkan dan bilah diposisikan sehingga pipa
endotrakeal terfiksasi aman diantara lidah dan bilah. Mouth gag paling baik ditempatkan dengan
cara membuka mulut menggunakan jempol dan 2 jari pertama tangan kiri, untuk
mempertahankan pipa endotrakeal tetap di garis tengah lidah. Mouth gag diselipkan dan
didorong ke inferior dengan hati-hati agar ujung bilah tidak mengenai palatum superior sampai
tonsil karena dapat menyebabkan perdarahan. Saat bilah telah berada diposisinya dan pipa
12
endotrakeal dan lidah di tengah, wire bail untuk gigi atas dikaitkan ke gigi dan mouth gag
dibuka. Tindakan ini harus dilakukan dengan visualisasi langsung untuk menghindarkan
kerusakan mukosa orofaringeal akibat ujung bilah. Setelah mouth gag dibuka dilakukan
pemeriksaan secara hati-hati untuk mengetahui apakah pipa endotrakeal terlindungi adekuat,
bibir tidak terjepit, sebagian besar dasar lidah ditutupi oleh bilah dan kutub superior dan inferior
tonsil terlihat. Kepala di ekstensikan dan mouth gag dielevasikan. Sebelum memulai operasi,
harus dilakukan inspeksi tonsil, fosa tonsilar dan palatum durum dan molle.
Mouth gag yang dipakai sebaiknya dengan bilah yang mempunyai alur garis tengah untuk
tempat pipa endotrakeal (ring blade). Bilah mouth gag tersedia dalam beberapa ukuran. Anak
dan dewasa (khususnya wanita) menggunakan bilah no. 3 dan laki-laki dewasa memerlukan
bilah no. 4. Bilah no. 2 jarang digunakan kecuali pada anak yang kecil. Intubasi nasal trakea
lebih tepat dilakukan dan sering digunakan oleh banyak ahli bedah bila tidak dilakukan
adenoidektomi.
Penyulit
Berikut ini keadaan-keadaan yang memerlukan pertimbangan khusus dalam melakukan
tonsilektomi maupun tonsiloadenoidektomi pada anak dan dewasa:
1. Kelainan anatomi: Submucosal cleft palate (jika adenoidektomi dilakukan), Kelainan
maksilofasial dan dentofasial
2. Kelainan pada komponen darah: Hemoglobin < 10 g/100 dl, Hematokrit < 30 g%,
Kelainan perdarahan dan pembekuan (Hemofilia)
3. Infeksi saluran nafas atas, asma, penyakit paru lai
4. Penyakit jantung kongenital dan didapat (MSI)
13
5. Multiple Allergy
6. Penyakit lain, seperti: Diabetes melitus dan penyulit metabolik lain, Hipertensi dan
penyakit kardiovaskular, Obesitas, kejang demam, epilepsi
14