theories of personality - jess feist, gregory j. feist

36
THEORIES of PERSONALITY - Edisi Keenam Feist, Jess and Feist, Gregory J. 2008. Theories of Personality. Edisi Keenam. Edisi Bahasa Indonesia. Yudi Santoso (Penerjemah). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. ALFRED ADLER: “Psikologi IndividuSekilas Psikologi Individu (hlm.59) Alfred Adler bukanlah seorang teroris atau seorang abnormal yang didorong kegilaan karena ambisi. Bahkan Psikologi Individual miliknya menyajikan sebuah pandangan yang optimistik tentang manusia dengan menitikberatkan sepenuhnya pada konsep kepedulian sosial (social interest), yaitu sebuah perasaan kesatuan dengan seluruh umat manusia. Sebagai tambahan bagi pandangan Adler yang lebih optimistik tentang manusia, sejumlah perbedaan lain menjadikan hubungan Freud dan Adler semakin renggang. Pertama, Freud mereduksi semua motivasi tindakan manusia kepada seks dan agresi saja, sementara Adler melihat manusia kebanyakan dimotivasikan oleh pengaruh-

Upload: kakashi-laksamana

Post on 05-Aug-2015

1.619 views

Category:

Documents


142 download

TRANSCRIPT

Page 1: Theories of Personality - Jess Feist, Gregory J. Feist

THEORIES of PERSONALITY - Edisi Keenam

Feist, Jess and Feist, Gregory J. 2008. Theories of Personality. Edisi Keenam. Edisi Bahasa Indonesia. Yudi Santoso (Penerjemah). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

ALFRED ADLER: “Psikologi Individu”

Sekilas Psikologi Individu (hlm.59)

Alfred Adler bukanlah seorang teroris atau seorang abnormal yang didorong

kegilaan karena ambisi. Bahkan Psikologi Individual miliknya menyajikan

sebuah pandangan yang optimistik tentang manusia dengan menitikberatkan

sepenuhnya pada konsep kepedulian sosial (social interest), yaitu sebuah perasaan

kesatuan dengan seluruh umat manusia. Sebagai tambahan bagi pandangan Adler

yang lebih optimistik tentang manusia, sejumlah perbedaan lain menjadikan

hubungan Freud dan Adler semakin renggang.

Pertama, Freud mereduksi semua motivasi tindakan manusia kepada seks

dan agresi saja, sementara Adler melihat manusia kebanyakan dimotivasikan oleh

pengaruh-pengaruh sosial dan oleh perjuangan mereka menuju keunggulan atau

keberhasilan.

Kedua, Freud berasumsi bahwa manusia memiliki sedikit saja pilihan

bahkan tidak sama sekali dalam membentuk kepribadian mereka, sementara Adler

yakin manusia bertanggung jawab sepenuhnya untuk menjadi siapa diri mereka.

Ketiga, Freud berasumsi bahwa perilaku saat ini disebabkan oleh

pengalaman-pengalaman masa lalu, bertentangan langsung dengan konsep Adler

bahwa perilaku saat ini dibentuk oleh pandangan manusia mengenai masa depan.

Page 2: Theories of Personality - Jess Feist, Gregory J. Feist

Keempat, Freud sangat menekankan komponen-komponen bawah sadar

tingkah laku, Adler percaya bahwa manusia yang sehat secara psikologis biasanya

menyadari apa yang sedang mereka kerjakan dan alasan mereka mengerjakannya.

Seperti sudah kita lihat, Adler adalah anggota asli lingkaran dokter Wina

yang bertemu di rumah Freud setiap Rabu sore untuk mendiskusikan topik-topik

psikologis. Namun ketika perbedaan-perbedaan teoretis dan personal antara Freud

dan Adler semakin lebar, Adler meninggalkan lingkaran Freud dan membangun

sebuah teori yang sama sekali berlawanan. Teori ini kemudian dikenal dengan

Teori Psikologi Individu.

Pendahuluan bagi teori Adlerian (hlm.62)

Meskipun Adler memiliki pengaruh besar bagi teoretisi berikutnya, seperti

Harry Stack Sullivan, Karen Horney, Julian Rotter, Abraham H. Maslow, Carl

Rogers, Albert Ellis, Rollo May dan masih banyak lagi (Mosak &

Maniacci,1999), tetapi namanya kurang begitu terkenal dibandingkan dengan

Freud atau Carl Jung. Minimal ada tiga alasan kenapa hal ini terjadi. Pertama,

Adler tidak mendirikan sebuah organisasi yang dilajalankan secara ketat untuk

mewadahi dan mengembangkan teori-teorinya. Kedua, dia bukan penulis

berbakat, dan kebanyakan bukunya disusun dari serangkaian editorial terhadap

kuliah-kuliah Adler yang terpisah-pisah. Ketiga, kebanyakan pandangannya sudah

merasuk dan dikembangkan oleh karya-karya para teoretisi berikutnya, seperti

Maslow, Rogers, dan Ellis, sehingga tidak perlu diasosiasikan lagi dengan nama

Adler.

Page 3: Theories of Personality - Jess Feist, Gregory J. Feist

Meskipun tulisan-tulisannya banyak berisi inspirasi besar tentang

kedalaman dan kompleksitas kepribadian manusia namun, Adler sebenarnya

hanya mengembangkan sebuah teori yang pada dasarnya sederhana dan efisien.

Bagi Adler, manusia dilahirkan dengan tubuh yang lemah dan inferior – sebuah

kondisi yang mengarah kepada perasaan-perasaan inferioritas dan

ketergantungan pada orang lain. Oleh karena itu, suatu perasaan menyatu dengan

orang lain (kepedulian sosial) sangat inheren dalam manusia dan menjadi standar

tertinggi dalam kesehatan psikologis. Uniknya lagi, nada utama teori Adlerian

dapat dituliskan dalam sebuah kerangka pendek. Kerangka berikut ini diadaptasi

dari sebuah daftar yang mewakili pernyataan akhir Psikologi Individu

(Adler,1964).

1. Satu-satunya kekuatan dinamis di balik perilaku manusia adalah

perjuangan menuju keberhasilan atau keunggulan (striving for success or

superiority).

2. Persepsi-persepsi subjektif (subjective perceptions) manusia membentuk

perilaku dan kepribadian mereka.

3. Kepribadian merupakan sebuah kesatuan dan konsisten-dalam-diri

(unified and self-consistent).

4. nilai semua aktivitas manusia harus dilihat dari sudut pandang kepedulian

sosial (social interest).

5. Struktur kepribadian yang selalu konsisten-dalam-diri ini berkembang

menjadi gaya hidup (style of life) pribadi tersebut.

6. Gaya hidup dibentuk oleh daya kreatif (creative power) manusia.

Page 4: Theories of Personality - Jess Feist, Gregory J. Feist

Kepedulian Sosial (Social Interest) (hlm.68)

Diktum keempat Adler adalah: Nilai semua aktivitas manusia harus dilihat

dari sudut pandang kepedulian sosial.

Social interest (kepedulian sosial) adalah terjemahan bahasa Inggris yang

keliru terhadap istilah asli Adler dalam bahasa Jerman, Gemeinschaftsgefuhl.

Terjemahan yang lebih tepat mestinya adalah kepedulian sosial, sebuah “rasa

bersosial” atau “rasa berkomunitas” namun, Gemeinschaftsgefuhl sendiri memang

memiliki makna tambahan lain yang tidak bisa diungkapkan sepenuhnya oleh kata

atau frasa berbahasa Inggris apa pun. Singkatnya, istilah ini berarti rasa persatuan

dengan semua umat manusia; hal ini menyatakan secara tidak langsung

keanggotaan komunitas sosial seluruh manusia. Seorang pribadi dengan

dorongan-dorongan Gemeinschaftsgefuhl yang sudah berkembang baik tidak lagi

tertuju pada keunggulan pribadi semata, melainkan lebih pada kesempurnaan

seluruh umat manusia dalam sebuah komunitas yang ideal. Kepedulian Sosial

dapat didefinisikan sebagai sebuah sikap keterhubungan dengan kemanusiaan

pada umumnya, sebuah empati bagi setiap anggota komunitas manusia. Dia

memanifestasikan diri sebagai kerja sama dengan orang lain demi kemajuan

sosial, lebih daripada perolehan pribadi semata (Adler,1964).

Kepedulian sosial adalah kondisi alamiah spesies manusia dan perekat yang

mengikat masyarakat secara bersama-sama (Adler,1927). Inferioritas alamiah

individu adalah prasyarat utama bagi penyatuan bersama seluruh manusia ketika

membentuk sebuah masyarakat. Tanpa perlindungan dan dukungan ayah atau ibu,

seorang bayi akan mati. Tanpa perlindungan dari keluarga atau klan, nenek

Page 5: Theories of Personality - Jess Feist, Gregory J. Feist

moyang kita akan dihancurkan oleh hewan-hewan liar yang lebih kuat, lebih

kejam dan diperlengkapi indra yang tajam. Kepedulian sosial, kalau begitu,

merupakan prasyarat yang diperlukan untuk melindungi spesies manusia.

Pentingnya Kepedulian Sosial (hlm.69)

Kepedulian sosial adalah tongkat pengukur Adler untuk menentukan

kesehatan psikologis seseorang dan “satu-satunya kriteria bagi nilai-nilai

manusia” (Adler,1926:167). Menurut Adler, kepedulian sosial adalah satu-satunya

alat yang digunakan untuk menilai harga sebuah pribadi. Sebagai barometer

normalitas, dia menjadi standar yang digunakan untuk menentukan daya guna

sebuah kehidupan. Jika sampai manusia memiliki kepedulian sosial, dia sudah

mencapai kedewasaan psikologis. Manusia yang tidak dewasa tidak akan

memiliki Gemeinschaftsgefuhl, lebih memusatkan diri pada sendiri, dan berjuang

demi kekuasaan dan keunggulan pribadi terhadap manusia lainnya. Individu yang

sehat benar-benar memedulikan masyarakat dan memiliki tujuan keberhasilan

yang menjadi kompas kesejahteraan semua orang.

Kepedulian sosial tidak sama dengan kedermawanan (charity) dan

ketidakegoisan (unselfishness). Tindakan-tindakan filantropis dan kebaikan hati

bisa saja dimotivasikan atau tidak dimotivasikan oleh Gemeinschaftsgefuhl.

Seorang perempuan kaya mungkin secara teratur memberikan sejumlah besar

uang kepada orang miskin yang membutuhkan bukan karena dia merasa menjadi

satu dengan mereka, melainkan sebaliknya, karena dia berharap tetap terpisah dari

mereka. Sebuah hadiah bisa berbunyi “Kamu lemah (inferior), aku unggul

(superior), dan kedermawanan ini bukti superioritas/keunggulanku.” Adler yakin

Page 6: Theories of Personality - Jess Feist, Gregory J. Feist

bahwa nilai dari semua tindakan seperti itu bisa dianggap bertentangan dengan

kriteria kepadulian sosial.

Ringkasnya, manusia memulai hidup dengan daya juang dasar yang

diaktifkan oleh kekuarangan-kekurangan fisik yang pernah ada. Kelemahan

organis ini mengarah secara tak terelakkan kepada perasaan inferioritas. Oleh

karena itu, semua orang memiliki perasaan inferioritas, dan semua perangkat

tujuan akhir dimulai sekitar usia empat atau lima tahun. Namun begitu,

individu yang tidak sehat secara psikologis akan mengembangkan perasaan-

perasaan inferioritas secara berlebihan dan berusaha mengngompensasikannya

dengan menetapkan tujuan yang berbentuk keunggulan pribadi. Mereka lebih

termotivasi oleh pencapaian pribadi daripada kepedulian sosial, sementara

manusia yang sehat termotivasi oleh perasaan-perasaan normal ketidaklengkapan

dan tingkat kepedulian sosial yang tinggi. Kelompok yang kedua ini

memperjuangkan tujuan keberhasilan, didefinisikan dari sudut pandang

penyempurnaan dan penyelesaian bagi setia orang.

Gambar 3.1 menggambarkan daya juang bawaan berkombinasi dengan

kelemahan-kelemahan fisik tak terelakkan menghasilkan perasaan-perasaan

universal inferioritas yang bisa dilebih-lebihkan bentuknya atau normal-normal

saja. Perasaan inferoritas yang dilebih-lebihkan mengarah kepada sebuah gaya

hidup neurotic, sementara perasaan inferioritas yang normal menghasilkan gaya

hidup yang sehat. Apakah sebuah pribadi membentuk sebuah gaya hidup yang

secara sosial tidak berguna atau berguna bergantung kepada bagaimana pribadi itu

memandang perasaan inferioritas yang tidak bisa dielakkannya.

Page 7: Theories of Personality - Jess Feist, Gregory J. Feist

HARRY STACK SULLIVAN : “Teori Interpersonal”

Sekilas Teori Interpersonal (hlm.186)

Harry Stack Sullivan, orang Amerika pertama yang mengontruksi sebuah

teori kepribadian yang komprehensif, yakni bahwa manusia mengembangkan

kepribadian mereka dalam sebuah konteks sosial. “Sebuah kepribadian tidak

pernah diisolasikan dari kompleks relasi-relasi antarpribadi yang di

dalamnya ia tinggal dan membuat keberadaannya jadi demikian” (Sullivan,

1953a:10). Sullivan menegaskan bahwa pengetahuan tentang kepribadian

manusia bisa dicapai hanya melalui studi ilmiah tentang hubungan-

hubungan antarpribadi.

Karena itulah, teori interpersonal Sullivan menekankan tentang pentingnya

beragam tahap perkembangan – masa bayi, masa kanak-kanak, masa anak muda,

masa praremaja, masa remaja awal, masa remaja akhir, dan masa dewasa.

Perkembangan manusia yang sehat terletak di atas kemampuan sebuah pribadi

untuk membuat keintiman dengan pribadi lain namun, sayangnya, kecemasan bisa

lahir dari hubungan-hubungan antarpribadi yang tidak memuaskan di usia berapa

pun.

Menurut Sullivan, tahap perkembangan kepribadian yang paling krusial

sesungguhnya bukan pada masa kanak-kanak awal melainkan pada masa pra-

remaja – sebuah periode ketika pertama kali mempunyai kemampuan untuk

menjalin persahabatan yang intim, dan belum sepenuhnya terganggu oleh

ketertarikan-ketertarikan hawa nafsu. Sullivan percaya bahwa manusia dapat

Page 8: Theories of Personality - Jess Feist, Gregory J. Feist

mencapai perkembangan yang sehat ketika mereka sanggup mengalami keintiman

sekaligus hawa nafsu terhadap pribadi lain yang sama.

Ironisnya, hubungan Sullivan sendiri dengan orang lain jarang yang

memuaskan dirinya. Sebagai seorang anak, dia sering merasa kesepian dan secara

fisik dikucilkan. Ketika remaja, dia menderita minimal minimal satu episode

skozofrenik. Dan ketika dewasa, dia mengalami hanya hubungan-hubungan

antarpribadi yang dibuat-buat yang ambivalen. Meskipun begitu, bahkan mungkin

karena kesulitan-kesulitan hubungan antarpribadi ini, Sullivan banyak

memberikan kontribusi bagi kita untuk memahami kepribadian manusia.

Meminjam kata-kata Leston Haven (1987:84), “Sullivan membuat kontribusi

hanya dengan menggunakan satu kakinya saja…..dia tidak pernah mencapai

spontanitas, kerelaan menerima dan kemampuan meraih keintiman padahal

pemikirannya sendiri tentang hubungan antarpribadi sudah membantu banyak

orang.”

Tabel Ringkasan Tahap-Tahap Perkembangan Sullivan (hlm.203)

Tahapan UsiaPribadi Lain yang

SignifikanProses Antarpribadi Pembelajaran yang penting

Masa Bayi 0 – 2 Ibu pengasuh KelembutanIbu-baik/ ibu-jahat/ aku-baik/

aku-jahatMasa Kanak-

Kanak2 – 6 Orangtua

Melindungi rasa aman lewat teman bermain

Bahasa sintaksis

Masa Anak Muda

6 – 8,5Teman bermain

yang setara statusnya

Orientasi menuju kehidupan di dunia teman-teman

sebaya

Kompetisi, kompromi, dan kerja sama

Masa Pra-Remaja

8,5 – 13 Satu sahabat KeintimanAfeksi dan penghargaan dari

rekan-rekan sebaya

Masa Remaja Awal

13 – 15 Beberapa sahabatKeintiman dan nafsu

terhadap orang-orang yang berbeda-beda

Keseimbangan antara nafsu, keintiman operasi aman dan

operasi rasaMasa Remaja-

Akhir15 – 17/18 Kekasih

Penyatuan keintiman dan nafsu

Penemuan diri dan dunia di luar diri

Masa Dewasa 17/18 – akhir - - -

Page 9: Theories of Personality - Jess Feist, Gregory J. Feist

ERIK ERIKSON: “Teori Post-Freudian” Psikososial

Sekilas Teori Post-Freudian (hlm.212)

Pribadi yang diperkenalkan di atas tentunya adalah Erik Erikson, seorang

tokoh yang selalu dikaitkan dengan istilah krisis identitas. Erikson tidak memiliki

gelar apa pun dari bidang studi apa pun namun, kurangnya pendidikan formal ini

tidak mencegah dia mencapai ketenaran mendunia di beragam bidang studi yang

mengesankan, seperti psikoanalisis, antropologi, psikosejarah, dan pendidikan.

Tidak seperti para teoretisi psikodinamis sebelumnya yang pernah terikat

sepenuhnya dengan psikoanalisis Freudian, Erikson memaksudkan teorinya untuk

mengembangkan asumsi-asumsi Freud – bukan menentangnya – dan menawarkan

“sebuah cara baru melihat berbagai hal” (Erikson,1963:403). Teori Post-

Freudian memperluas tahap-tahap perkembangan infantile Freud menuju masa

remaja, masa dewasa, dan usia senja. Erikson yakin bahwa di setiap tahapan,

sebuah pergulatan psikososial spesifik memberikan kontribusi bagi pembentukan

kepribadian. Dari masa remaja sampai seterusnya, pergulatan itu mengambil

bentuk krisis identitas – sebuah titik balik dalam hidup seseorang yang bisa

memperkuat atau memperlemahkan kepribadian.

Eriksn menganggap teori post-Freudiannya perluasan psikoanalisis, sesuatu

yang mungkin sudah dilakukan juga oleh Freud pada masanya. Meskipun dia

menggunakan teori Freud sebagai fondasi bagi pendekatannya tentang siklus-

siklus kepribaadian, Erikson berbeda dari Freud dalam beberapa hal. Selain itu,

untuk mengelaborasikan tahapan-tahapan psikoseksual selanjutnya setelah masa

Page 10: Theories of Personality - Jess Feist, Gregory J. Feist

kanak-kanak, Erikson menekankan lebih banyak kepada pengaruh-pengaruh

sosial dan historis.

Teori Post-Freudian dari Erikson, seperti halnya teori kepribadian lainnya,

adalah refleksi dari latar belakang penciptanya, sebuah latar belakang yang

meliputi seni, perjalanan yang luas, pengalaman-pengalaman dengan ragam

budaya, dan pencarian seumur hidup identitasnya sendiri seperti yang sudah kita

sebutkan di atas.

Ringkasan Delapan Tahap Siklus Hidup Erikson

TahapanUsia/ tahun

Mode Psikoseksual

Krisis PsikososialKekuatan

DasarPatologi Inti

Relasi-Relasi yang

Signifikan1

Masa Bayi0 – 2

Respiratori-oral:

kinestetika-sensori

Rasa percaya vs. rasa tidak percaya

mendasarHarapan Penarikan-diri

Pengasuh utama (biasanya ibu)

2Masa

Kanak-Kanak Awal

2 – 3Muskuler-anal-uretra

Otonomi vs. rasa malu, ragu-ragu

Kehendak Kompulsi Orangtua

3Usia

Bermain3 – 5

Lokomotor-genital infantil

Inisiatif vs. rasa bersalah

Tujuan Penghambatan Keluarga

4Usia

Sekolah6 – 12/13 Latensi

Industri vs. inferioritas

KompetensiInersia/

kelembamanTetangga dan teman sekolah

5Masa

Remaja

12/13 – 18

PubertasIdentitas vs. kebingungan

identitasKesetiaan

Penolakan peran

Kelompok sebaya

6Dewasa Muda

19 – 30 GenitalitasKeintiman vs.

isolasiCinta Eksklusivitas

Pasangan seksual dan

teman-teman7

Masa Dewasa

31 – 60 ProkreativitasGenerativitas vs.

stagnasiPerhatian Penolakan

Teman sekerja dan rumah

tangga8

Usia Senja60 – akhir

Generalisasi mode-mode

sensual

Integritas vs. rasa putus asa

KebijaksanaanPerasaan

diabaikan/ diremehkan

Semua kemanusiaan

GORDON ALLPORT : “Psikologi Individu”

Sekilas Psikologi Individu Allport (hlm.325)

Dari beberapa teoretisi kepribadian lainnya, Gordon Allport-lah yang

menekankan keunikan individu. Dia yakin bahwa upaya untuk menjelaskan

Page 11: Theories of Personality - Jess Feist, Gregory J. Feist

manusia berdasarkan sifat-sifat umum sudah merampas keunikan individualitas

mereka. Karena alasan inilah, Allport keberatan tentang teori-teori karakter dan

faktor kepribadian yang cenderung mereduksi perilaku individu kepada ciri

umumnya. Dia menegaskan, contohnya, derajad kebebalan seseorang berbeda dari

orang lain, begitu pula cara kebebalan berinteraksi dengan ekstraversi dan

kreativitas tidak bisa ditiru orang lain.

Yang konsisten dalam penekanan Allport terhadap keunikan individu adalah

kesediaannya untuk mempelajari secara mendalam terhadap individu. Dia

menyebut studi tentang individu ini Ilmu Morfogenis (morfogenic science) yang

dipertentangkan dengan Metode Nomotetis (nomothetic method) yang digunakan

kebanyakan psikolog saat itu. Metode morfogenis lebih banyak mengumpilkan

data dari satu individu tunggal, sementara metode nomotetis mengumpulkannya

dari sekelompok orang. Allport juga menggunakan pendekatan Eklektis untuk

membangun teorinya. Dia menerima kontribusi dari Freud, Maslow, Rogers,

Eysenck, Skinner dan lain-lain; namun dia yakin bahwa tak satu pun teoretisi ini

sanggup menjelaskan secara adekuat pertumbuhan total dan keunikan pribadi.

Bagi Allport, teori yang kuat dan komprehensif lebih banyak disukai ketimbang

teori yang sempit dan spesifik meskipun teori yang luas tidak banyak

membangkitkan hipotesis yang bisa diuji.

Di sisi lain, Allport juga menentang partikularisme atau teori-teori yang

menekankan satu aspek tunggal kepribadian saja. Di sebuah klaim yang terkenal

terhadap teoretisi lain, dia menyerukan agar mereka “tidak melupakan apa yang

kalian putuskan untuk diabaikan” (Allport,1968:23). Dengan kata lain, tidak ada

Page 12: Theories of Personality - Jess Feist, Gregory J. Feist

teori yang sungguh-sungguh tak tertandingi, dan psikolog harus selalu sadar kalau

banyak hakikat manusia yang tidak bisa tercakup dalam satu kerangka teori apa

pun. Bagi Allport, sekali lagi, teori yang luas dan komprehensif lebih banyak

disukai ketimbang teori yang sempit dan spesifik meskipun tidak bisa

membangkitkan banyak hipotesis yang bisa diuji.

Terminologi dan Konsep Kunci (hlm.343)

Allport adalah seorang eklektis, membenarkan dan menerima ide-de dari

berbagai sumber.

Dia mendefinisikan kepribadian sebagai pengorganisasian dinamis dalam diri

individu di mana sistem psikofisiknya menentukan perilaku dan pikirannya.

Manusia yang sehat secara psikologis sebagian besar termotivasi oleh proses-

proses sadar; memiliki konsep diri yang luas, berhubungan dengan orang lain

dalam kehangatan, memiliki persepsi yang realistik terhadap dunia; dan

memiliki wawasan, humor, dan filsafat hidup yang menyatukan.

Allport mendukung posisi proaktif manusia, yaitu konsep bahwa manusia

memiliki kapasitas besar untuk mengontrol secara sadar hidupnya.

Sifat umum adalah karakteristik yang dimiliki banyak orang, berguna untuk

membandingkan suatu kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat

lainnya.

Sifat individu (disposisi personal) khas bagi individu dan memiliki

kemampuan mengubah stimuli yang berbeda untuk secara fungsional

ekuivalen, dan untuk memulai serta menuntun perilaku.

Page 13: Theories of Personality - Jess Feist, Gregory J. Feist

Tiga tingkatan Disposisi Personal adalah (1) disposisi esensial, yang hanya

dimiliki segelintir orang dan begitu menyolok sehingga tidak bisa

disembunyikan, (2) disposisi sentral, biasanya 5 sampai 10 sifat individual

yang membuat seseorang menjadi unik, dan (3) disposisi sekunder, yang

kurang terbedakan namun jauh lebih banyak daripada disposisi sentral.

Disposisi Personal yang menginisiatifkan tindakan disebut sifat-sifat

motivasional.

Disposisi Personal yang menuntun tindakan disebut sifat-sifat gaya.

Proprium mengacu kepada perilaku dan disposisi personal yang hangat dan

sentral bagi hidup kita dan yang dianggap sebagai khas milik kita.

Otonomi fungsional mengacu kepada motif yang dipertahankan dan kemudian

menjadi independent dari motif awalnya, bertanggung jawab bagi perilaku

tertentu.

Otonomi fungsional ketergantungan mengacu pada kebiasaan dan perilaku

yang bukan bagian dari Proprium.

Otonomi fungsional kemanfaatan mencakup semua motivasi yang

dipertahankan karena berkaitan dengan Proprium.

Allport menggunakan prosedur-prosedur Morfogenik seperti catatan harian

dan surat-surat untuk mencari pola-pola perilaku dalam diri individu tunggal.

Page 14: Theories of Personality - Jess Feist, Gregory J. Feist

ALBERT BANDURA: “Teori Kognitif Sosial”

Sekilas Teori Kognitif Bandura (hlm.407)

Teori Kogitif Sosial Albert Bandura menyoroti pertemuan yang kebetulan

(chance encounters) dan kejadian tak terduga (fortuitous events) dengan serius

meskipun tahu bahwa pertemuan dan peristiwa ini tidak serta merta mengubah

jalan hidup manusiaa. Cara manusia beraksi terhadap pertemuan dan kejadian

yang diharapkan itulah yang biasanya lebih kuat daripada peristiwanya sendiri.

Teori Kognitif Sosial berdiri di atas sejumlah asumsi dasar.

Pertama, karakteristik menakjubkan dari manusia adalah keplastisannya –

yaitu fleksibilitas untuk mempelajari beragam perilaku di beragam situasi.

Bandura setuju dengan Skinner (Bab 10) bahwa manusia dapat dan sudah belajar

lewat pengalaman langsung namun, dia menekankan lebih banyak kepada

pembelajaran yang terencana, yaitu belajar dari mengamati orang lain. Bandura

juga menekankan gagasan bahwa penguatan bisa beragam – bahwa penguatan

bisa terjadi dengan mengamati pribadi lain menerima penghargaan. Penguatan

tidak langsung ini juga memberikan kontribusi yang penting bagi titik-titik

penting pembelajaran manusia.

Kedua, melalui model penyebab resiprok triadik yang terdiri atas perilaku,

lingkungan, dan faktor-faktor kepribadian, manusia memiliki kapasitas untuk

mengatur hidup mereka. Manusia dapat mentransformasi kejadian-kejadian yang

sudah berlalu menjadi cara-cara yang relatif konsisten untuk mengevaluasi dan

meregulasi lingkungan sosial-budaya mereka. Tanpa kemampuan seperti ini,

manusia hanya akan sanggup bereaksi terhadap pengalaman-pengalaman indrawi

Page 15: Theories of Personality - Jess Feist, Gregory J. Feist

saja sehingga tidak mampu mengantisipasi peristiwa, menciptakan gagasan baru

atau menggunakan standar-standar internal untuk mengevaluasi pengalaman

mereka saat ini. Dua kekuatan lingkungan yang penting dalam model triadik ini

adalah pertemuan kebetulan dan peristiwa tak terduga.

Ketiga, teori kognitif sosial menggunakan perspektif keagenan, artinya

manusia memiliki kapasitas untuk melatih pengontrolan atas alam dan kualitas

hidup mereka sendiri. Manusia adalah produsen sekaligus produk sistem sosial.

Komponen penting model penyebab resiprok triadik ini adalah kepercayaan–diri.

Performa manusia umumnya berkembang ketika mereka memiliki kepercayaan –

diri yang tinggi, yaitu keyakinan bahwa mereka dapat menampilkan perilaku yang

akan menghasilkan perilaku yang diinginkan dalam situasi tertentu. Selain

kepercayaan–diri, tindak–perwakilan, dan penghargaan–kolektif juga dapat

digunakan untuk memprediksi perilaku. Dengan tindak–perwakilan, manusia

dapat bersandar kepada orang lain atas penyediaan barang dan jasa, sedangkan

Efficacy–kolektif mengacu pada keyakinan bersama bahwa orang lain dapat

membawa perubahan.

Keempat, manusia mengatur hubungan mereka melalui faktor-faktor

eksternal dan internal. Faktor eksternal mencakup lingkungan fisik dan sosial,

sedangkan faktor internal mencakup pengamatan–diri, penilaian, dan reaksi–diri.

Kelima, ketika manusia menemukan dirinya dalam situasi yang ambigu

secara moral, mereka selalu berupaya mengatur perilaku mereka melalui

tindakan–moral, yang mencakup pendefinisian–ulang perilaku,

Page 16: Theories of Personality - Jess Feist, Gregory J. Feist

pendehumanisasian atau menyalakan korban atas perilaku mereka, dan pengalihan

atau pelemparan tanggung jawab atas tindakan-tindakan mereka.

Terminologi dan Konsep Kunci (hlm.431)

Pembelajaran dengan mengamati memampukan seseorang belajar tanpa harus

melakukan perilaku tertentu.

Pembelajaran dengan mengamati mensyaratkan: (1) perhatian kepada suatu

model; (2) pengorganisasian dan ketekunan mengamati; (3) memproduksi

tingkah laku; dan (4) motivasi untuk melakukan perilaku yang dimodelkan.

Pembelajaran dengan bertindak bisa disebut berhasil ketika respons-respons

kita menghasilkan konsekuensi yang diinginkan.

Pemfungsian manusia adalah produk dari interaksi mutalistik antara kejadian

lingkungan, perilaku, dan faktor-faktor kepribadian, sebuah model yang

disebut penyebab resiprok triadik.

Pertemuan kebetulan dan kejadian tak terduga adalah dua faktor lingkungan

penting yang memengaruhi hidup manusia dengan cara-cara yang tidak

terencana dan tidak terduga.

Pengorganisasian–diri berarti seseorang dapat dan sudah melatih sejumlah

ukuran pengontrol atas hidup mereka sendiri.

Self–efficacy (kemampuan–diri–untuk–memengaruhi–hasil–yang–diharapkan)

berarti keyakinan seseorang bahwa mereka sanggup melakukan perilaku yang

menghasilkan keluaran yang diinginkan dalam situasi tertentu.

Page 17: Theories of Personality - Jess Feist, Gregory J. Feist

Tindak–perwakilan muncul ketika manusia memiliki kapasitas untuk

menggantungkan diri kepada orang lain atas barang dan jasa yang mereka

berikan.

Collective–efficacy (kemampuan–untuk–memengaruhi–hasil–yang-diharapkan

secara kolektif) mengacu pada keyakinan bahwa sekelompok manusia dapat

mengombinasikan upaya yang menghasilkan perubahan sosial.

Manusia memiliki kemampuan pengaturan diri, dan mereka menggunakan

faktor eksternal ataupun internal untuk mewujudkannya.

Faktor-faktor eksternal pengaturan–diri menyediakan bagi kita standar-

standar untuk mengevaluasi perilaku selain penguatan eksternal dalam bentuk

penghargaan yang kita terima dari orang lain.

Faktor-faktor internal pengaturan–diri mencakup: (1) observasi-diri; (2)

proses menilai-diri; dan (3) reaksi diri.

Melalui aktivasi selektif dan pemisahan control internal, manusia dapat

memisahkan diri dari konsekuensi tindakan-tindakan mereka yang sifatnya

melukai.

Empat teknik utama aktivasi selektif dan pemisahan control internal adalah:

(1) meredefinisi perilaku, (2) mengalihkan atau memindahkan tanggung

jawab, (3) tidak mengindahkan atau mendistorsi konsekuensi-konsekuensi

perilaku, dan (4) mendehumanisasi atau mengkambing-hitamkan korban atas

luka-luka yang diderita.

Perilaku-perilaku disfungsional seperti depresi, fobia, dan agresi dibentuk

lewat interaksi resiprok lingkungan, faktor-faktor kepribadian dan perilaku.

Page 18: Theories of Personality - Jess Feist, Gregory J. Feist

Terapi kognitif sosial mengandalkan jembatan kognitif, khususnya

pemahaman tentang efficacy (kemapuan-diri-untuk memengaruhi-hasil-yang-

diharapkan).

JULIAN ROTTER & WALTER MISCHEL: “Teori Belajar Sosial Kognitif”

Sekilas Teori Belajar Sosial Kognitif (hlm.434)

Teori belajar sosial kognitif Julian Rotter dan Walter Mischel sama-sama

berdiri di atas asumsi-asumsi bahwa faktor-faktor koginitif membantu manusia

membentuk raksi terhadap kekuatan lingkungan. Kedua teoretisi ini tidak setuju

dengan penjelasan Skinner bahwa perilaku dibentuk oleh penguatan langsung.

Mereka lebih yakin jika ekspektansi akan peristiwa di masa depanlah determinan

utama semua perilaku.

Rotter yakin perilaku manusia dapat diprediksi paling baik dengan

memahami interaksi manusia dan lingkungannya yang paling bermakna. Sebagai

seorang interaksionis, dia yakin bukan lingkungannya atau individu yang

mendasari perilaku. Sebaliknya, dia yakin jika kognisi manusia, sejarah masa

lalunya, dan ekspektansi terhadap masa depanlah kunci untuk memprediksi

perilakunya. Dalam hal ini, dia berbeda dari Skinner yang percaya bahwa

penguatan pada dasarnya berasal dari lingkungan.

Teori sosial kognitif Mischel memiliki banyak kemiripan dengan teori

kognitif sosial Bandura dan teori belajar sosial Rotter. Seperti Bandura dan Rotter,

Mischel percaya bahwa faktor-faktor kognitif sperti ekspektansi, persepsi

subjektif, nilai, tujuan, dan standar pribadi berperan penting dalam membentuk

Page 19: Theories of Personality - Jess Feist, Gregory J. Feist

kepribadian. Kontribusinya bagi teori kepribadiansudah berkembang dari riset

tentang penundaan pemuasan sampai kepada riset tentang kekonsistenan atau

ketidakkonsistenan kepribadian, dan yang terbaru, kerja sama dengan Yuichi Soda

meneliti pengembangan sistem kepribadian afektif-kognitif.

Pendahuluan Bagi Teori Belajar dari Rotter

Teori belajar sosial berdiri di atas lima hipotesis dasar.

Asumsi pertama adalah manusia berinteraksi dengan lingkungan yang

bermakna bagi mereka (Rotter,1982). Reaksi manusia kepada stimuli lingkungan

bergantung kepada pemaknaan atau pentingnya mereka melekat kepada suatu

peristiwa. Penguatan tidak bergantung kepada stimuli eksternal saja namun juga

pemaknaan tertentu menurut kemampuan kognitif individu. Begitu pula

karakteristik pribadi seperti kebutuhan atau sifat tidak bisa dengan sendirinya

menyebabkan perilaku. Sebaliknya, Rotter yakin jika perilaku manusia berasal

dari interaksi antara faktor pribadi dan faktor lingkungan.

Asumsi kedua teori Rotter adalah kepribadian manusia merupakan sesuatu

yang dipelajari. Artinya, kepribadian tidak ditentukan atau dibatasi oleh usia

perkembangan tertentu, melainkan dapat diubah atau dimodifikasi selama manusia

masih sanggup belajar.meskipun akumulasi kita tentang pengalaman-pengalaman

sebelumnya memberikan kepribadian sejumlah stabilitas namun, kita selalu

cenderung untuk berubah lewat pengalaman-pengalaman baru. Kita belajar dari

masa lalu namun pengalaman-pengalaman itu tidak selamanya konstan karena

Page 20: Theories of Personality - Jess Feist, Gregory J. Feist

akan diwarnai oleh pengalaman-pengalaman intervensif sehingga memengaruhi

persepsi-persepsi saat ini.

Asumsi ketiga teori belajar sosial adalah kepribadian memiliki kesatuan

dasar, artinya kepribadian relatif stabil. Manusia dapat belajar mengevaluasi

pengalaman-pengalaman baru berdasarkan penguatan sebelumnya. Evaluasi yang

relatif konsisten ini mengarah pada stabilitas dan kesatuan kepribadian lebih

besar.

Asumsi keempat Rotter adalah motivasi mengarah pada tujuan tertentu. Dia

menolak konsep bahwa manusia termotivasi untuk mengurangi tegangan dan

mencari kesenangan, menegaskan bahwa penjelasan terbaik perilaku manusia

terletak dalam harapannya bahwa perilaku dapat mengembangkan diri mereka

kepada tujuan-tujuan yang diinginkan. Contohnya, kebanyakan mahasiswa

memiliki tujuan untuk lulus dan akan bersedia untuk menahan tekanan dan

tegangan untuk kemudian bekerja keras demi mencapai tujuan tersebut. Bukannya

demi meredakan tegangan, prospek dari sejumlah tahun sulit di kelas-kelas

perguruan tinggi malah bisa dianggap meningkatkan kualitas hidupnya.

Meskipun banyak memiliki peluang, manusia paling sering diperkuat oleh

perilaku yang menggerakkan mereka ke arah tujuan-tujuan yang sengaja

diantisipasinya. Pernyataan ini disebut Rotten Hukum Empiris Efek (empirical

law of effect), yang “menentukan penguatan tindakan, kondisi atau peristiwa apa

pun yang memengaruhi gerakan individu menuju suatu tujuan” (Rotter &

Hochreich,1975:95).

Page 21: Theories of Personality - Jess Feist, Gregory J. Feist

Asumsi kelima Rotter adalah manusia sanggup mengantisipasi peristiwa

yang akan terjadi di depan. Selain itu mereka dapat menggunakan gerakan

sebelumya ke arah antisipasi peristiwa sebagai kriteria untuk mengevaluasi

penguat-penguatnya.

Berangkat dari lima asumsi umum ini, Rotter membangun sebuah teori

kepribadian yang berusaha memprediksi perilaku manusia.

Pendahuluan Bagi Teori Kepribadian Mischel (hlm.449)

Secara umum, teori kepribadian terbagi menjadi dua bentuk – yang melihat

kepribadian sebagai entitas dinamis yang dimotivasikan oleh dorongan, persepsi,

kebutuhan, tujuan, dan ekspektansi, dan yang melihat kepribadian sebagai fungsi

dari sifat atau disposisi pribadi yang relatif stabil.

Kategori pertama mencakup teori-teori Adler, Maslow, dan Bandura.

Pendekatan ini menekankan dinamika kognitif dan afektif yang berinteraksi

dengan lingkungan untuk menghasilkan perilaku.

Kategori kedua menekankan pentingnya sifat-sifat dari disposisi pribadi

yang relatif stabil. Teori-teori Allport,Eysenck, dan McCrae-Costa bisa

dikategorikan di kelompok ini. Pendekatan mereka dimotivasikan oleh sejumlah

dorongan atau sifat personal tertentu yang cenderung menjadikan perilaku

sesorang konsisten.Walter Mischel (1973) awalnya merasa keberatan dengan

penjelasan teori sifat terhadap perilaku seperti ini. Sebaliknya, dia mendukung

gagasan bahwa aktivitas-aktivitas kognitif dan situasi-situasi spesifik memainkan

peran utama dalam menentukan perilaku. Namun belakangan ini, Mischel dan

Page 22: Theories of Personality - Jess Feist, Gregory J. Feist

koleganya mulai merekonsiliasikan pendekatan dinamis mereka dengan

pendekatan disposisi pribadi. Teori Kepribadian Afektif-Kognitif Mischel

kemudian yakin jika perilaku berasal dari campuran antara disposisi pribadi yang

relatif stabil dan proses-proses afektif-kognitif yang berinteraksi dengan situasi

tertentu.

Terminologi dan Konsep Kunci (hlm.463)

Teori belajar sosial kognitif Rotter dan Mischel berusaha mensintesiskan

kekuatan dari teori penguatan dan teori kognitif.

Menurut Rotter, perilaku manusia pada situasi tertentu adalah fungsi dari

ekspektansi mereka terhadap penguatan dan besarnya nilai kebutuhan yang

dipuaskan oleh penguatan-penguatan tersebut.

Pada situasi tertentu, perilaku dihitung dengan rumus presiksi dasar, yaitu

potensi perilaku yang sudah ada untuk muncul kembali sebagai fungsi dari

ekspektansi plus nilai penguatan.

Rumus prediksi umum menyoroti potensi kebutuhan sebagai fungsi dari

kebebasan bergerak plus nilai kebutuhan.

Potensi kebutuhan adalah kemunculan paling mungkin dari seperangkat

perilaku fungsional yang mengarah kepada pemuasan satu tujuan tertentu atau

seperangkat tujuan yang serupa.

Kebebasab bergerak adalah ekspektansi rata-rata bahwa seperangkat perilaku

akan diperkuat.

Nilai kebutuhan adalah derajad seseorang menyukai seperangkat penguatan

ketimbang perangkat penguatan lainnya.

Page 23: Theories of Personality - Jess Feist, Gregory J. Feist

Di bayak situasi, manusia mengembangkan ekspektansi umum terhadap

keberhasilan karena perangkat pengalaman yang serupa sudah diperkuat

sebelumnya.

Lokus control adalah ekspektansi umum yang didasarkan pada keyakinan bisa

tidaknya mereka mengontrol hidup mereka.

Kepercayaan antarpribadi adalah ekspektansi umum bahwa kata-kata orang

lain bisa diandalkan.

Perilaku mala-adaptif mengacu pada tindakan-tindakan yang gagal

menggerakkan seseorang lebih dekat kepada tujuan yang diinginkan.

Metode psikoterapi Rotter dimaksudkan untuk mengubah tujuan hidup dan

menghilangkan ekspektansi yang rendah terhadap keberhasilan.

Sistem kepribadian afektif-kognitif (CAPS) Mischel menyatakan bahwa

perilaku manusia sebagian besar dibentuk oleh interaksi antara sifat

kepribadian yang relatif stabil dengan situasi yang mengandung beragam

variabel pribadi.

Disposisi pribadi memiliki konsistensi jika dilihat dalam waktu yang agak

panjang namun memiliki sedikit saja konsistensi jika dilihat dari peralihan

satu situasi ke situasi lain.

Disposisi kepribadian yang relatif stabil berinteraksi dengan unit-unit afektif-

kognitif untuk menghasilkan perilaku tertentu.

Unit-unit afektif-kognitif mencakup strategi pengodean, atau cara manusia

mengonstrak dan mengategorikan informasi; kompetensi dan rencana

pengaturan-diri, atau apa yang dapat mereka lakukan dan strategi-strategi

Page 24: Theories of Personality - Jess Feist, Gregory J. Feist

untuk melakukannya; ekspektansi dan keyakinan mereka tentang konsekuensi

yang diperkirakan akanmuncul dari tindakan-tindakan mereka; tujuan-tujuan

yang ditetapkan dan nilai-nilai yang dianut; dan respons-respons afektif

manusia.