studi aktivitas antibakteri dan identifikasi …/studi-a… · bab iv hasil penelitian dan...
TRANSCRIPT
-
i
STUDI AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN
SENYAWA EKSTRAK AKTIF ANTIBAKTERI BUAH LABU SIAM
(Sechium edule Swartz)
Disusun oleh:
NUR INDAH SULISTIYANI
M0304011
SKRIPSI
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi
sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Kimia
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAMUNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
-
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini dibimbing oleh :
Pembimbing I
Venty Suryanti, M.Phil
NIP. 19720817 199702 2001
Pembimbing II
Ahmad Ainurofiq, MSi. Apt.
NIP. 19780319 200501 1003
Dipertahankan didepan TIM Penguji Skripsi pada :
Hari : Selasa
Tanggal : 9 Juni 2009
Anggota TIM Penguji :
1. Prof.Dra. Neng Sri Suharty, MS.PhD
NIP. 19490816 198103 1003
2. Yuniawan Hidayat, MSi.
NIP. 19790605 200501 1001
1.
2.
Disahkan oleh
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Ketua Jurusan Kimia,
Drs. Sentot Budi Rahardjo, PhD
NIP. 19560507 198601 1001
-
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi saya yang berjudul
STUDI AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN
SENYAWA EKSTRAK AKTIF ANTIBAKTERI BUAH LABU SIAM (Sechium
edule Swartz)" adalah benar - benar hasil penelitian sendiri dan tidak terdapat
karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat kerja atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara
tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, Agustus 2009
Nur Indah Sulistiyani
-
iv
ABSTRAK
Nur Indah Sulistiyani, 2009. STUDI AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA EKSTRAK AKTIF ANTIBAKTERI BUAH LABU SIAM (Sechium edule Swartz). Skripsi. Jurusan Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sebelas Maret.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak buah labu siam (Sechium edule Swartz) terhadap bakteri patogen. Serbuk buah labu siam diekstraksi menggunakan metanol dengan metode maserasi. Kemudian ekstrak metanol diekstraksi berturut turut menggunakan heksana, kloroform, etil asetat, dan butanol. Aktivitas antibakteri ekstrak ekstrak diuji dengan metode difusi lubang. Ekstrak yang mempunyai aktivitas antibakteri paling tinggi diidentifikasi golongan senyawa kimianya dengan penapisan fitokimia dan Kromatografi Lapis Tipis (KLT), diuji Konsentrasi Hambat Minimal (KHM), dibandingkan dengan ampisilin.
Ekstrak metanol mempunyai aktivitas antibakteri terhadap S. aureus, B. subtilis, P. aeruginosa, dan E. coli tetapi tidak mempunyai aktivitas antibakteri terhadap E. aerogenes, S. typhi, dan S. dysenteriae. Ekstrak etil asetat mempunyai aktivitas antibakteri paling tinggi terhadap P. aeruginosa dan E. coli. Ekstrak etil asetat mengandung fenolat, tanin terkondensasi, flavonoid, dan terpenoid. Ekstrak etil asetat mempunyai KHM sebesar 50 mg/ml untuk S. aureus, B. subtilis, P. aeruginosa, dan E. coli. Aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat dibandingkan dengan ampisilin, yaitu sebesar 0,0041% untuk S. aureus; 0,0051% untuk B. subtilis; 0,0065% untuk P. aeruginosa; 0,0039% untuk E. coli.
Kata kunci : Labu siam, Sechium edule Swartz, aktivitas antibakteri, ekstrak metanol, ekstrak etil asetat
-
v
ABSTRACT
Nur Indah Sulistiyani, 2009. STUDY OF ANTIBACTERIAL ACTIVITY AND CLASS OF COMPOUNDS IDENTIFICATION OF ANTIBACTERIAL ACTIVE EXTRACT OF CHAYOTE (Sechium edule Swartz) FRUIT. Thesis. Department of Chemistry. Mathematics and Sciences Faculty. Sebelas Maret University.
The purpose of this research was to evaluate the antibacterial activity of Chayote (Sechium edule Swartz) extract against bacterial pathogens. Fruit powder of Chayote was extracted with methanol using maceration method. Methanol extract was then extracted with hexane, chloroform, ethyl acetate and buthanol solvents, respectively. The antibacterial activity extracts were tested by well diffusion agar method. The extract which had the highest antibacterial activity was identified regarding their class of compounds by phytochemical screenings and Thin Layer Chromathograpy (TLC), determined Minimun Inhibitory Concentration (MIC), compared with ampicillin.
The methanol extract showed antibacterial activity against S. aureus, B. subtilis, P. aeruginosa, and E. coli but showed no antibacterial activity against E. aerogenes, S. typhi, and S. dysenteriae. The ethyl acetate extract had the highest antibacterial activity againts P. aeruginosa and E. coli. The ethyl acetate extract possessed phenolics, condensed tannins, flavonoids, and terpenoids. The ethyl acetate extract had MIC of 50 mg/ml againts E. coli and P. aeruginosa. The antibacterial activity of the ethyl acetate extract were 0.0041% for S. aureus; 0.0051% for B. subtilis; 0.0065% for P. aeruginosa; 0.0039% for E. coli as compared with ampicillin. Keywords : Chayote, Sechium edule Swartz, antibacterial activity, methanol extract, ethyl acetate extract
-
vi
MOTTO
Wahai orang oarng yang beriman! Bersabarlah kamu dan kuatkanlah
kesabaranmu dan tetaplah bersiap siap (diperbatasan negerimu) dan bertaqwalah
kepada Allah agar kamu beruntung (Q.S. Ali Imran : 200).
Mereka menjawab, Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa
yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha
Mengetahui, Mahabijaksana (Q.S. Al-Baqarah : 32).
Seluruh wadah itu menyempit dengan apa yang diletakkan didalamnya,
kecuali wadah ilmu karena sesungguhnya ia akan bertambah luas
(Ali ibn Abi Tholib Kw).
Kita bukan kaya karena yang kita miliki melainkan kaya
karena yang mampu kita perbuat tanpa kekayaan itu (Immanuel Kant).
Impian adalah inspirasi tuk terus berkarya tanpa terhalang
ruang dan waktu, hingga segalanya terwujud nyata (viosa).
-
vii
PERSEMBAHAN
Anugerah terindah dari A llah SWT yang tak ternilai hingga terciptalah sebuah
karya sederhana yang ingin penulis persembahkan kepada:
Ibu dan Bapak, atas bimbingan, cinta, kasih sayang, dan kepercayaan yang
telah diberikan selama ini.
Mbak Naim, Havit, Nia, dan Mas Slamet yang selalu memberikan semangat
hidupku untuk terus melangkah ke depan...
Bidadari kecilku, Naura Iftina Azifa, yang membuat ceria hidupku...
Para pengajar yang telah membagikan ilmunya dengan penuh kesabaran dan
keikhlasan. Ingin kulanjutkan perjuangan tak terbatas di masa dan ruang
yang berbeda...
Sahabatku: TW (Tri Wahyuni), Widi, Pak Dhe (Tristiyanto), dan Ika, terima
kasih telah menjadi sahabat terbaik yang telah melukiskan pelangi dalam
hidupku. (Masa akan selalu berganti tapi kenangan akan tetap lekat di hati.)
Teman seperjuangan: Rizal, Rikha, Tika, Retno, Maya, Fitri, Astri W., Sri,
Desi, Dyah, Maulida, Wiwit, Ade, Denis, Ica, Syifa, Agus, Eni, NH, Pije,
Anto, Lanjar, Faqih, Andi Lala, Hasan, dan seluruh teman teman
Jurusan Kimia, terutama angkatan 2004, 2002 (Mbak Rani), 2003 (Mbak
Esti), 2005 (Tita, Nindy, Wahyu, Syarief, Rahmat), 2006 (Yiyis, Nida, dan
Vivi), Andy D.P., atas kebaikan dan kebersamaannya selama ini.
Keluargaku di kost Ratna Bahari, Rose 2, Inabah (Mbak Ice, Mbak Endah,
Mbak Pay, Mbak Eni, TW, Ririn, Anik, Dewi, Etyx, Endah, Lele, Eny, Oka,
Nita, Yuyun, Irma, Tika, Wahyu, Mariyati, dkk.,), terima kasih telah menjadi
teman berbagi di segala waktu.
-
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan nikmat dan
karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang
berjudul STUDI AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN IDENTIFIKASI
GOLONGAN SENYAWA EKSTRAK AKTIF ANTIBAKTERI BUAH LABU
SIAM (Sechium edule Swartz)". Sholawat dan salam senantiasa penulis haturkan
kepada Rasulullah SAW sebagai pembimbing seluruh umat manusia.
Skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari banyak pihak,
karena itu dengan kerendahan hati penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Drs. Sutarno, MSc. PhD. Selaku Dekan FMIPA UNS
2. Bapak Drs. Sentot Budi Rahardjo, PhD. selaku Ketua Jurusan Kimia
3. Ibu Venty Suryanti, M.Phil selaku selaku pembimbing pertama yang telah
memberikan petunjuk, bimbingan, dan masukan untuk terselesaikannya
skripsi ini
4. Bapak Ahmad Ainurofiq, MSi. Apt. selaku selaku pembimbing kedua yang
telah memberikan petunjuk, bimbingan, dan masukan untuk terselesaikannya
skripsi ini
5. Ibu Triana Kusumaningsih, MSi. dan Ibu Nestri Handayani, MSi. Apt. selaku
Pembimbing Akademis
6. Bapak Dr. rer. nat. Fajar Rakhman Wibowo, MSi. selaku Ketua Sub
Laboratorium Kimia Laboratorium Pusat FMIPA UNS dan semua staffnya.
7. Ibu Sholichatun selaku Ketua Sub Laboratorium Biologi Laboratorium Pusat
FMIPA UNS, Bapak Susilo, Bapak Hartono, dan staff lainnya
8. Bapak I.F. Nurcahyo, MSi. selaku Ketua Laboratorium Kimia FMIPA UNS
beserta staffnya : Mbak Nanik dan Mas Anang
9. Bapak dan Ibu Dosen di Jurusan Kimia FMIPA UNS atas semua ilmu yang
berguna dalam penyusunan skripsi ini
10. Pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
Semoga Allah SWT membalas jerih payah dan pengorbanan yang telah
diberikan dengan balasan yang lebih baik. Amiin.
-
ix
Penulis menyadari terdapat banyak kekurangan dalam penulisan skripsi
ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran untuk
menyempurnakannya. Namun demikian, penulis berharap semoga karya kecil ini
bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan kita semua. Amiin.
Surakarta, Agustus 2009
Nur Indah Sulistiyani
-
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN....................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN........................................................................ iii
HALAMAN ABSTRAK............................................................................... iv
HALAMAN ABSTRACT............................................................................. v
HALAMAN MOTTO................................................................................... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... vii
KATA PENGANTAR.................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................ x
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Perumusan Masalah..................................................................... 2
1. Identifikasi Masalah............................................................... 2
2. Batasan Masalah .................................................................... 3
3. Rumusan Masalah.................................................................. 4
C. Tujuan Penelitian......................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian....................................................................... 4
BAB II LANDASAN TEORI ....................................................................... 5
A. Tinjauan Pustaka ......................................................................... 5
1. Labu Siam ............................................................................. 5
2. Bakteri Uji ............................................................................. 7
3. Antibakteri............................................................................. 15
4. Senyawa Antibakteri Ampisilin dan Senyawa Senyawa
Metabolit Sekunder yang Mempunyai Aktivitas Antibakteri... 16
5. Metode Pengujian Aktivitas Antibakteri ................................. 23
6. Ekstraksi................................................................................ 25
-
xi
7. Penapisan Fitokimia............................................................... 35
8. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ............................................ 39
B. Kerangka Pemikiran .................................................................... 40
C. Hipotesa ...................................................................................... 41
BAB III METODOLOGI PENELITIAN....................................................... 42
A. Metode Penelitian..................................................................... 42
B. Tempat dan Waktu Penelitian.................................................... 42
C. Alat dan Bahan ......................................................................... 42
1. Alat..................................................................................... 42
2. Bahan ................................................................................. 43
D. Prosedur Penelitian ................................................................... 43
E. Teknik Analisa dan Pengumpulan Data ..................................... 49
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................ 50
A. Pembuatan Serbuk Simplisia..................................................... 50
B. Ekstraksi Maserasi Serbuk Simplisia dengan Pelarut Metanol... 50
C. Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol ...................... 51
D. Ekstraksi Bertahap terhadap Ekstrak Metanol ........................... 55
E. Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak ekstrak Hasil
Ekstraksi Bertahap.................................................................... 55
F. Penapisan Fitokimia Ekstrak Aktif Antibakteri.......................... 58
G. Penegasan Penapisan Fitokimia Ekstrak Etil Asetat dengan
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ............................................... 62
H. Penetapan KHM Ekstrak Etil Asetat ......................................... 64
I. Penetapan KHM Ampisilin dan Nilai Banding Ekstrak Etil
Asetat ....................................................................................... 65
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN......................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 70
LAMPIRAN ................................................................................................. 79
-
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.
Tabel 2.
Tabel 3.
Tabel 4.
Tabel 5.
Tabel 6.
Tabel 7.
Tabel 8.
Tabel 9.
Tabel 10.
Identifikasi Cepat dan Presumtif Bakteri Gram Negatif Suku
Enterobacteriaceae .......................................................................................
Reaksi Biokimia Bakteri Gram Negatif Suku
Enterobacteriaceae .......................................................................................
Pelarut untuk Ekstraksi ................................................................
Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Buah
Labu Siam Konsentrasi 20mg/lubang, 15mg/lubang, dan
10mg/lubang ................................................................................................
Hasil Ekstraksi Labu Siam dengan Berbagai
Pelarut................. .......................................................................
Hasil Penapisan Fitokimia terhadap Ekstrak Aktif Antibakteri. .........................
Hasil Penapisan Fitokimia dan Penegasan Penapisan
Fitokimia dengan KLT Ekstrak Etil Asetat.....................................................
Hasil Pengujian KHM Ekstrak Etil Asetat ........................................................
Hasil Pengujian KHM Ampisilin................................................................
Nilai Banding Ekstrak Etil Asetat terhadap Bakteri Uji..............
Halaman
9
10
26
52
55
59
63
64
66
67
-
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Gambar 2.
Gambar 3.
Gambar 4.
Gambar 5.
Gambar 6.
Gambar 7.
Gambar 8.
Gambar 9.
Gambar 10.
Gambar 11.
Gambar 12.
Gambar 13.
Gambar 14.
Gambar 15.
Gambar 16.
Gambar 17.
Gambar 18.
Gambar 19.
Buah Labu Siam ................................................................
Struktur Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif...............................
Cara Kerja Antimikroba ................................................................
Interaksi Penisilin dengan Enzim Transpeptidase ................................
Reaksi Penghambatan Enzim Transpeptidase oleh
Ampisilin ................................................................................................
Struktur Beberapa Senyawa Fenol Antibakteri ................................
Kompleks DHFR-6MAPI.....................................................
Kompleks DHFR-6MLU................................................................
Struktur Beberapa Tanin Terkondensasi Antibakteri ................................
Struktur Alkaloid Antibakteri...............................................
Struktur Beberapa Terpenoid Antibakteri................................
Struktur Saponin Antibakteri ................................................................
Perkiraan Interaksi Serin pada Enzim Transpeptidase
dengan Senyawa Metabolit Sekunder yang Berpotensisi
sebagai Antibakteri...............................................................
Struktur Senyawa Fenol yang Dapat Diekstraksi dengan
Metanol.................................................................................
Struktur Flavonoid yang Dapat Diekstraksi dengan
Metanol.................................................................................
Struktur Tanin Terkondensasi yang Dapat Diekstraksi
dengan Metanol....................................................................
Struktur Terpenoid yang Dapat Diekstraksi dengan
Metanol.................................................................................
Struktur Saponin yang Dapat Diekstraksi dengan
Metanol.................................................................................
Struktur Alkaloid yang Dapat Diekstraksi dengan
Metanol.................................................................................
Halaman
6
8
16
16
17
18
19
19
20
20
21
21
22
27
27
28
29
29
30
-
xiv
Gambar 20.
Gambar 21.
Gambar 22.
Gambar 23.
Gambar 24.
Gambar 25
Gambar 26.
Gambar 27.
Gambar 28.
Gambar 29.
Gambar 30.
Gambar 31.
Struktur Terpenoid yang Dapat Diekstraksi dengan
Kloroform.............................................................................
Struktur Flavonoid yang Dapat Diekstraksi dengan
Kloroform.............................................................................
Struktur -amirin (1) dan -amiran-3-one (2)......................
Perkiraan Reaksi Uji Senyawa Fenol...................................
Reaksi Uji Flavonoid............................................................
Reaksi Uji Tanin....................................................................
Reaksi Uji Terpenoid dengan vanillin H2SO4..................
Reaksi Hidrolisis Saponin dalam Air....................................
Perkiraan Reaksi Uji Wagner................................................................
Reaksi Uji KLT Flavonoid....................................................
Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol
Buah Labu Siam Konsentrasi 15mg/lubang dan
10mg/lubang ................................................................................................
Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Heksana
(H), Ekstrak Kloroform (K), Ekstrak Etil Asetat (EA),
Ekstrak Butanol (B), Ekstrak Air (A) ............................................................
32
32
33
36
36
37
38
38
39
40
53
56
.
-
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Lampiran 2.
Lampiran 3.
Lampiran 4.
Lampiran 5.
Lampiran 6.
Lampiran 7.
Lampiran 8.
Lampiran 9.
Lampiran 10
Lampiran 11.
Bagan Prosedur Penelitian.................................................
Surat Keterangan Determinasi Sampel ..............................
Perhitungan Konsentrasi Sampel Uji Aktivitas
Antibakteri Ekstrak Metanol dan Ekstrak Hasil Ekstraksi
Bertahap.............................................................................
Perhitungan Konsentrasi Sampel KHM Ampisilin dan
KHM Ekstrak Etil Asetat...................................................
Perhitungan Rendemen Ekstrak Metanol Buah Labu
Siam ................................................................................................
Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol
Buah Labu Siam Konsentrasi 10mg/lubang,
15mg/lubang, dan 20mg/lubang........................................
Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol
Buah Labu Siam Konsentrasi 10mg/lubang dan
15mg/lubang ................................................................................................
Hasil Uji Statistik ANOVA dan Uji Lanjutan LSD Data
Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Buah
Labu Siam (Pengaruh Variasi Bakteri pada
Masing masing Konsentrasi)..........................................
Hasil Uji Statistik ANOVA Data Pengujian Aktivitas
Antibakteri Ekstrak Metanol Buah Labu Siam (Pengaruh
Variasi Konsentrasi pada Masing masing
Bakteri)..............................................................................
Hasil Ekstraksi Bertahap Ekstrak Metanol Buah Labu
Siam dengan Berbagai Pelarut..........................................
Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Heksana,
Ekstrak Kloroform, Ekstrak Etil Asetat, Ekstrak Butanol,
Ekstrak Air................................................................................................
Halaman
79
82
83
84
85
86
88
90
92
93
94
-
xvi
Lampiran 12
Lampiran 13.
Lampiran 14.
Lampiran 15.
Lampiran 16.
Lampiran 17.
Lampiran 18.
Lampiran 19.
Lampiran 20.
Lampiran 21.
Lampiran 22.
Hasil Uji Statistik ANOVA dan Uji Lanjutan LSD Data
Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Ekstrak Hasil
Ekstraksi Bertahap Buah Labu Siam (Pengaruh Variasi
Bakteri pada Masing masing Ekstrak)............................
Hasil Uji Statistik ANOVA dan Uji Lanjutan LSD Data
Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Ekstrak Hasil
Ekstraksi Bertahap Buah Labu Siam (Pengaruh Variasi
Ekstrak pada Masing masing Bakteri.............................
Hasil Penapisan Fitokimia terhadap Ekstrak-ekstrak
Buah Labu Siam................................................................
Hasil Penapisan Fitokimia dan Penegasan Penapisan
Fitokimia dengan KLT Ekstrak Etil Asetat................................
Gambar Hasil Penegasan Penapisan Fitokimia ekstrak
Etil Asetat dengan KLT ....................................................
Hasil Uji KHM Ekstrak Etil Asetat 30, 100, 300, 750
mg/ml.................................................................................
Hasil Uji KHM Ekstrak Etil Asetat 25, 50, 100, 200
mg/ml.................................................................................
Hasil Uji Statistik ANOVA dan Uji Lanjutan LSD Data
Pengujian KHM Ekstrak Etil Asetat Buah Labu Siam
(Pengaruh Variasi Bakteri pada Masing masing
Konsentrasi).......................................................................
Hasil Uji Statistik ANOVA dan Uji Lanjutan LSD Data
Pengujian KHM Ekstrak Etil Asetat Buah Labu Siam
(Pengaruh Variasi Konsentrasi pada Masing masing
Bakteri)..............................................................................
Hasil Uji KHM Ampisilin.................................................
Hasil Uji Statistik ANOVA dan Uji Lanjutan LSD Data
Pengujian KHM Ampisilin (Pengaruh Variasi Bakteri
pada Masing masing Konsentrasi).................................
97
100
103
104
105
111
112
113
116
119
121
-
xvii
Lampiran 23.
Lampiran 24.
Lampiran 25.
Lampiran 26.
Lampiran 27.
Lampiran 28.
Hasil Uji Statistik ANOVA dan Uji Lanjutan LSD Data
Pengujian KHM Ampisilin (Pengaruh Variasi
Konsentrasi pada Masing masing Bakteri)....................
Grafik Hubungan antara Logaritma Konsentrasi (mg/ml)
Ampisilin dengan Rata rata DDH (mm) terhadap
S. aureus............................................................................
Grafik Hubungan antara Logaritma Konsentrasi
Ampisilin (mg/ml) dengan Rata rata DDH (mm)
terhadap B. subtilis...........................................................
Grafik Hubungan antara Logaritma Konsentrasi
Ampisilin (mg/ml) dengan Rata rata DDH (mm)
terhadap P. aeruginosa.....................................................
Grafik Hubungan antara Logaritma Konsentrasi
Ampisilin (mg/ml) dengan Rata rata DDH (mm)
terhadap E. coli..................................................................
Penetapan Nilai Banding...................................................
125
131
132
133
134
135
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Mikroorganisme dapat menyebabkan penyakit infeksi terhadap organisme
lain, baik berupa infeksi ringan sampai pada kematian organisme tersebut
(Fitriani, 2006). Resistensi mikroorganisme terhadap beberapa antibiotik
menimbulkan masalah dalam mengatasi penyakit infeksi (Davis, 1994 dalam
Goud, Komraiah, Rao, Ragan, Raju, and Charya, 2008). Penyebaran bakteri
resisten semakin bertambah pada tahun 1990-an (Dwiprahasto, 2005).
Pemberdayaan dan penelitian kimiawi tumbuh tumbuhan sebagai sumber utama
antibakteri baru merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi penyakit yang
disebabkan bakteri patogen yang telah resisten.
Indonesia adalah negara tropis yang terkenal dengan keanekaragaman
jenis tumbuhan. Tumbuhan yang terdapat di hutan tropis Indonesia sekitar 30.000
species, 7.000 species diantaranya merupakan tumbuhan obat (Indrayani,
Soetjipto, and Sihalase, 2006). Sejak zaman dahulu masyarakat Indonesia telah
menggunakan tumbuhan obat sebagai salah satu upaya menanggulangi masalah
kesehatan.
Labu siam (Sechium edule Swartz) merupakan salah satu tumbuhan obat
Indonesia dari suku Cucurbitaceae yang sekarang belum banyak diteliti. Tanaman
ini tersebar di seluruh Indonesia. Buahnya bisa dibuat sayuran, manisan serta
berkhasiat untuk memperlancar buang air kecil, penurun panas, dan menurunkan
tekanan darah tinggi (Rukmana, 1998).
Buah labu siam mengandung senyawa fenol, flavonoid, tanin
terkondensasi, alkaloid, saponin, vitamin A, asam amino (Saade, 1996; Marliana,
Suryanti, dan Suyono, 2005; Melo, Lima, Maciel, Caetano, and Leal, 2006).
Komposisi kimia buah labu siam tiap 100 g, yaitu air (92,30g), protein (0,6 g),
lemak (0,1 g), karbohidrat (6,7 g), Ca (14 mg), P (25 mg), Fe (0,5 mg), vitamin B1
(0,02 mg), vitamin C (18 mg) (Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 1981
dalam Rukmana, 1998).
-
2
Beberapa tanaman yang termasuk dalam suku Cucurbitaceae telah diteliti
aktivitas antibakterinya, antara lain: Lagenaria breviflora, Coccinia grandis L.
(kemarungan), dan Momordica charantia L. (pare). Ekstrak metanol buah
L. breviflora mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus,
Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Pseudomonas aeruginosa (Tomori, Saba,
and Dada-Adegbola, 2007). Ekstrak heksana daun kemarungan mempunyai
aktivitas antibakteri terhadap S. aureus, E. coli, Salmonella typhi dan
P. aeruginosa (Farrukh, Shareef, Mahmud, Ali, and Rizwani, 2008). Ekstrak
metanol buah pare mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Enterobacter
aerogenes (Parekh and Chanda, 2007). Ekstrak etanol daun pare yang
mengandung saponin, flavonoid, dan triterpenoid mempunyai aktivitas antibakteri
terhadap S. aureus secara in vitro (Wirandari, 2006).
Kandungan senyawa fenol, flavonoid, tanin terkondensasi, alkaloid, dan
saponin dalam buah labu siam berpotensi sebagai antibakteri. Besarnya aktivitas
antibakteri buah labu siam belum pernah diteliti. Oleh karena itu, perlu dilakukan
pengujian aktivitas antibakteri buah labu siam dalam upaya pencarian antibakteri
baru dan pendayagunaan potensi sumber daya alam sebagai tanaman obat.
B. Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Beberapa permasalahan yang perlu dibahas dalam penelitian ini adalah:
a. Metode isolasi senyawa kimia buah labu yang dapat digunakan, yaitu
ekstraksi secara maserasi, soxhlet, dan perkolasi. Pemilihan pelarut yang tepat
dapat mempengaruhi senyawa kimia yang terekstrak.
b. Metode pengujian aktivitas antibakteri yang dapat digunakan, yaitu metode
difusi dan metode dilusi. Metode difusi digunakan untuk menentukan
Diameter Daerah Hambat (DDH), Konsentrasi Hambat Minimal (KHM), dan
nilai banding antara ekstrak aktif antibakteri tertinggi dengan antibakteri
sintetik. Metode dilusi digunakan untuk menentukan KHM dan Konsentrasi
Bunuh Minimal (KBM).
c. Jenis bakteri yang digunakan untuk pengujian aktivitas antibakteri yaitu
-
3
bakteri patogen.
d. Jenis golongan senyawa kimia buah labu siam diidentifikasi dengan cara
penapisan fitokimia dan penegasan penapisan fitokimia dengan Kromatografi
Lapis Tipis (KLT).
2. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka dibuat batasan masalah
sebagai berikut:
a. Isolasi senyawa kimia buah labu siam dilakukan dengan cara ekstraksi
maserasi menggunakan pelarut metanol dilanjutkan ekstraksi bertahap dengan
pelarut yang meningkat kepolarannya (heksana, kloroform, etil asetat dan
butanol).
b. Pengujian aktivitas antibakteri ekstrak buah labu siam dengan menggunakan
metode difusi lubang untuk menentukan DDH. Ekstrak aktif antibakteri
tertinggi dilanjutkan penentuan KHM dan nilai banding dengan antibakteri
sintetik, yaitu ampisilin.
c. Bakteri yang digunakan untuk uji antibakteri yaitu S. aureus, B. subtilis,
E. coli, S. typi, P. aeruginosa, E. aerogenes, dan, atau Shigella dysenteriae.
d. Golongan senyawa kimia ekstrak buah labu siam yang mempunyai aktivitas
antibakteri diidentifikasi dengan cara penapisan fitokimia, yaitu fenolat,
flavonoid, tanin dan polifenol, terpenoid, saponin, dan, atau alkaloid.
Golongan senyawa kimia ekstrak aktif antibakteri tertinggi selanjutnya
diidentifikasi dengan cara penegasan penapisan fitokimia dengan KLT.
3. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah tersebut, maka dibuat rumusan masalah
sebagai berikut:
a. Apakah ekstrak metanol buah labu siam mempunyai aktivitas antibakteri
terhadap bakteri uji?
b. Ekstrak hasil ekstraksi bertahap manakah dari ekstrak heksana, ekstrak
kloroform, ekstrak etil asetat, ekstrak butanol, dan ekstrak air yang
-
4
mempunyai aktivitas antibakteri tertinggi dan golongan senyawa kimia apa
sajakah yang terkandung dalam ekstrak tersebut?
c. Berapa KHM dan nilai banding ekstrak aktif antibakteri tertinggi?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak metanol buah labu siam terhadap
bakteri uji.
2. Mengetahui jenis ekstrak hasil ekstraksi bertahap yang mempunyai aktivitas
antibakteri tertinggi dan golongan senyawa kimia yang terkandung di
dalamnya.
3. Mengetahui KHM dan nilai banding ekstrak aktif antibakteri tertinggi buah
labu siam.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai aktivitas
antibakteri buah labu siam dan golongan senyawa kimia ekstrak aktif antibakteri
tertinggi buah labu siam. Sehingga dapat memberikan sumbangan tentang manfaat
buah labu siam dan membuka peluang untuk pembudidayaan buah labu siam
sebagai sumber obat alternatif dalam pengobatan modern.
-
5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Labu Siam
Labu siam dikenal sebagai jipang, manisah, waluh siam (Indonesia),
chayote (Amerika Tengah, Kolombia), labooh selyem (Malaysia), chocho, xuxu,
chuchu (Brazil) (Rukmana, 1998; Saade, 1996). Masa produktif labu siam
mencapai lima tahun. Daerah penyebarannya meliputi Jawa Barat, Jawa Tengah,
Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Lampung, NTT, Maluku, dan beberapa propinsi
lainnya di Indonesia (Rukmana, 1998). Produksi labu siam di Indonesia tahun
2004 2007, yaitu: 179,845 ton (2004); 180,029 ton (2005); 212,697 ton (2006);
254,056 ton (2007) (http://www.hortikultura.deptan.go.id, 3 April 2009).
Sedangkan produksi labu siam di Jawa Tengah tahun 2004 2006, yaitu : 170,41
kwintal (2004); 454,77 kwintal (2005); 338,80 kwintal (2006)
(http://www.jawatengah.go.id/framer.php?SUB=potensi&DATA=perkebunan, 3
April 2009).
Tanaman ini mempunyai klasifikasi, deskripsi, kandungan, dan manfaat
tertentu.
a. Klasifikasi Tanaman
Kingdom (Kerajaan) : Plantae (tumbuhan)
Divitio (Divisi) : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Sub divitio (Sub Divisi) : Angiospermae (berbiji tertutup)
Classis (Kelas) : Dicotyledonae (biji berkeping dua)
Ordo (Bangsa) : Cucurbitales
Familia (Suku) : Cucurbitaceae
Genus (Marga) : Sechium
Spesies (Jenis) : Sechium edule (Jacq.) Swartz
(Rukmana, 1998)
http://www.hortikultura.deptan.go.id/http://www.jawatengah.go.id/framer.php?SUB=potensi&DATA=perkebunan
-
6
b. Deskripsi Tanaman
Labu siam dapat ditanam di dataran rendah maupun dataran tinggi. Akan
tetapi, tempat yang berhawa sejuk dan lembab (pegunungan) paling disukai. Di
dataran rendah sebaiknya labu siam ditanam di pinggir pinggir kolam. Labu
siam tumbuh merambat ke para para. Batang tanaman kecil, tetapi sangat
panjang. Buah berbentuk lampu dan beralur alur sebanyak 5 10 buah. Buahnya
lunak (berdaging) dan banyak mengandung air. Pada permukaan buah tumbuh
bulu bulu yang tajam dan jarang seperti duri. Biji buahnya besar dan lunak.
Buah labu siam ditunjukkan pada Gambar 1. Daun labu siam menjari dan berbulu
tajam. Akarnya tunggang dengan akar samping yang agak dalam dan kuat
(Sunarjono, 2003).
Gambar 1. Buah Labu Siam
4. Kandungan dan Manfaat Tanaman
Ekstrak etanol buah labu siam mengandung alkaloid, saponin,
kardenolin/bufadienol, dan flavonoid berdasarkan penapisan fitokimia (Marliana,
dkk., 2005). Penelitian Melo, et al. (2006) menghasilkan bahwa daging buah labu
siam mengandung fenolat, tanin terkondensasi 75,73 3,25 mg katekin/100 g
labu siam basah, dan flavonoid 1,92 0,09 mg kuersetin/100 g labu siam basah.
Penelitian Saade (1996) menunjukkan bahwa buah labu siam mengandung
vitamin A; asam amino, seperti asam aspartat, asam glutamat, alanin, arginin,
sistein, penillalanin, glisin, histidin, isoleusin, leusin, metionin, prolin, serin,
tirosin, threonin, dan valin.
Komposisi kimia buah labu siam tiap 100 gram, yaitu air (92,30 g),
-
7
protein (0,6 g), lemak (0,1 g), karbohidrat (6,7 g), Ca (14 mg), P (25 mg), Fe (0,5
mg), vitamin B1 (0,02 mg), vitamin C (18 mg) (Direktorat Gizi Departemen
Kesehatan RI, 1981 dalam Rukmana, 1998).
Labu siam dikenal sebagai sayuran buah yang menyehatkan. Buahnya bisa
dibuat sayuran, manisan serta berkhasiat untuk memperlancar buang air kecil,
penurun panas, menurunkan tekanan darah tinggi (Rukmana, 1998). Labu siam
juga berfungsi untuk asam urat, kencing manis, gusi berdarah (Ekowahyuni,
2002).
2. Bakteri Uji
Bakteri tersebar di alam, antara lain di tanah, udara, air, dan makanan.
Sifat taksonomi utama bakteri adalah pewarnaan Gram. Bakteri diwarnai dengan
zat warna violet dan yodium, dibilas dengan alkohol, kemudian diwarnai lagi
dengan zat warna merah. Struktur dinding sel akan menentukan respon
pewarnaan. Bakteri gram positif yang sebagian besar dinding selnya terdiri dari
peptidoglikan akan menjerat warna violet. Bakteri gram negatif memiliki lebih
sedikit peptidoglikan, yang terletak di suatu gel periplasmik antara membran
plasma dan suatu membran bagian luar. Zat warna violet yang digunakan dalam
pewarnaan Gram sangat mudah dibilas dari bakteri gram negatif, tetapi selnya
tetap menahan zat warna merah. Struktur bakteri gram positif dan bakteri gram
negatif ditunjukkan pada Gambar 2. Diantara bakteri patogen yang menyebabkan
penyakit, bakteri gram negatif umumnya lebih berbahaya dibandingkan dengan
bakteri gram positif (Manalu, 2003).
Morfologi bakteri dapat dibagi dalam tiga bentuk utama, yaitu: kokus,
basilus, dan spiral. Kokus adalah bakteri yang berbentuk bulat seperti bola. Kokus
terdiri dari mikrokokus (tersendiri), diplokokus (berpasangan dua dua), tetrade
(tersusun rapi dalam kelompok empat sel), sarsina (kelompok delapan sel yang
tersusun rapi dalam bentuk kubus), streptokokus (tersusun seperti rantai), dan
stafilokokus (bergerombol tak teratur seperti untaian buah anggur). Basilus adalah
bakteri yang berbentuk silindris atau seperti batang dengan ukuran dan panjang
yang bervariasi. Ujung basilus bervariasi, yaitu persegi, bundar, dan meruncing
atau lancip seperti ujung cerutu. Kadang kadang basilus tetap saling melekat
-
8
satu dengan lainnya, ujung dengan ujung sehingga memberikan penampilan
rantai. Spiral terdiri dari vibrio (berbentuk batang bengkok), spirilum (berbentuk
spiral kasar dan kaku), dan spirokhatea (berbentuk spiral halus, elastik, dan
fleksibel) (Hadioetomo, Imas, Tjitrosomo, dan Angka, 1986). Bakteri berbentuk
kokus contohnya: S. aureus, Streptococcus pneumoniae, dan Treponema palidum.
Bakteri berbentuk basilus contohnya: B. subtilis, P. aeruginosa, dan S. typhi.
Identifikasi bakteri dapat dilakukan dengan mengenali bentuknya maupun uji
lainnya melalui pemeriksaan laboratorium.
Gambar 2. Struktur Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif (Salton and Kim, 4 Mei 2009)
Pemeriksaan laboratorium S. aureus dapat dilakukan dengan cara
pemeriksaan langsung dan perbenihan. Pemeriksaan langsung dari nanah, bakteri
dapat terlihat tersusun sendiri, berpasangan, bergerombol, dan bahkan dapat
tersusun seperti rantai pendek. Perbenihan bakteri pada lempeng agar akan
-
9
menghasilkan koloni yang khas setelah diinkubasi selama 18 jam pada suhu 37C,
tetapi hemolisis dan pembentukan pigmen baru terlihat setelah beberapa hari
dibiarkan pada suhu kamar. Jika bahan pemeriksaan mengandung
bermacam macam bakteri, dapat dipakai perbenihan yang mengandung NaCl
7,5%. Garam tersebut menghambat sebagian besar bakteri lainnya tetapi tidak
menghambat S. aureus. Pada suatu perbenihan yang mengandung telurit, S. aureus
membentuk koloni berwarna hitam karena dapat mereduksi telurit
(Syahrurachman, dkk., 1994; Mudihardi, dkk., 2005).
Pemeriksaan B. subtilis dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan
mikroskopik, bahan yang diambil dari luka, pus, jaringan atau makanan akan
dilihat batang positif gram yang biasanya tanpa spora. Perbenihan bakteri pada
lempeng agar darah, organisme membentuk koloni kelabu tidak hemolitik dengan
morfologi mikroskopik yang khas (Syahrurachman, dkk., 1994; Tonang, 1991)
Pemeriksaan laboratorium bakteri gram negatif yang termasuk suku
Enterobacteriaceae dapat dilakukan dengan mengambil bahan berupa air kemih,
darah, nanah, cairan spinal, dahak, atau zat lainnya seperti dinyatakan oleh lokasi
proses penyakit. Bahan pemeriksaan diletakkan pada lempeng agar darah dan
pada perbenihan diferensial yang mengandung zat warna dan karbohidrat
khusus; ini memungkinkan pengenalan koloni koloni peragi laktosa dan bukan
peragi laktosa dengan cepat ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Identifikasi Cepat dan Presumptif Bakteri Gram Negatif Suku Enterobacteriaceae
Cepat Meragi Laktosa Lambat Meragi Laktosa
Tidak Meragi Laktosa
Escherichia coli: Mengkilat seperti logam pada perbenihan diferensial, bergerak, koloni rata tidak liat. Enterobacter aerogenes: Koloni meninggi, tidak ada kilatan logam, sering bergerak, pertumbuhan lebih liat.
Edwardsiella, Serratia, Citrobacter, Arizona, Providencia, Erwinia.
Jenis Shigella: Tidak bergerak, tidak membentuk gas dari deksrosa. Jenis Salmonella: Bergerak, biasanya membentuk asam dan gas dari dekstrosa. Jenis Pseudomonas: Pigmen larut, biru-hijau, dan fluorescein, tercium bau manis
-
10
Perbenihan pada Mac Conkey atau agar eosin metilen blue (EMB),
koloni koloni E. coli mempunyai kilatan logam yang khas. Organisme yang
diisolasi pada perbenihan diferensial selanjutnya diidentifikasi dengan tes
biokimia dan tes serologik ditunjukkan pada Tabel 2 (Tonang, 1991).
Tabel 2. Reaksi Biokimia Bakteri Gram Negatif Suku Enterobacteriaceae
Agar tri gula besi
Organisme Glu kosa
Lak tosa
Sukrosa
Ma nitol
Meng hasil kan H2S
Slant Butt
Lisin Dekar boksi lase
Ornitin Dekar bosi lase
Arginin Dekar boksi lase
P. aeruginosa - - - Alk A - - -
E. coli AG AG AG - A AG
S. typhi A - - A Alk A + - t+
S. dysenteriae A - - - - Alk A - - -
E. aerogenes AG AG AG - A AG + + -
Keterangan : () Variabel (-) Negatif (AG) Asam dan gas (+) Positif (A) Asam (kuning) (Alk) Alkali (t) Terlambat
Berikut ini bakteri yang digunakan untuk uji:
a. S. aureus
Sistematika dari bakteri S. aureus adalah sebagai berikut:
Divisi : Protophyta
Kelas : Schizomycetes
Bangsa : Eubacterialis
Suku : Micrococcoceae
Marga : Staphylococcus
Jenis : Staphylococcus aureus (Salle, 1961)
S. aureus merupakan bakteri gram positif yang berbentuk bola dengan
diameter 1 m tersusun dalam kelompok kelompok yang tidak teratur
(stafilokokus). Pada media cair terlihat tunggal, berpasangan, tetrad, dan
membentuk rantai. S. aureus biasanya membentuk koloni abu abu hingga
kuning emas. Bakteri ini tumbuh dengan cepat pada temperatur 37C. Sebagian
besar galur S. aureus mempunyai koagulase atau faktor penggumpalan dinding
-
11
sel; ikatan koagulase secara non enzimatik pada fibrinogen, menyebabkan
agregasi pada bakteri (Mudihardi, dkk., 2005). S. aureus bersifat invasif,
penyebab hemolisis, membentuk enterotoksin yang bisa menyebabkan keracunan
makanan (Syahrurachman, dkk., 1994).
b. B. subtilis
Sistematika dari bakteri B. subtilis adalah sebagai berikut:
Divisi : Protophyta
Kelas : Schizomycetes
Bangsa : Eubacterialis
Suku : Bacillaceae
Marga : Bacillus
Jenis : Bacillus subtilis (Salle, 1961)
B. subtilis merupakan bakteri gram positif, berbentuk batang (basilus),
berspora (endospora), aerob yang membentuk rantai, ukurannya 0,3-2,2 x 1,2-7,0
m (Syahrurachman, dkk., 1994). Kebanyakan B. subtilis merupakan organisme
saprofit yang terdapat dalam tanah, air, udara, dan tumbuh tumbuhan
(Mudihardi, dkk., 2005). Organisme ini dapat menyebabkan meningitis,
endokarditis, infeksi mata (Syahrurachman, dkk., 1994).
c. P. aeruginosa
Sistematika dari bakteri P. aeruginosa adalah sebagai berikut:
Divisi : Protophyta
Kelas : Schizomycetes
Bangsa : Eubacterialis
Suku : Pseudomonaceae
Marga : Pseudomonas
Jenis : Pseudomonas aeruginosa (Salle, 1961)
P. aeruginosa merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang (basilus),
ukurannya 0,5 1,0 x 3,0 4,0 m. Umumnya mempunyai flagel polar, tetapi
kadang kadang 2 3 flagel. Bila tumbuh pada perbenihan tanpa sukrosa terdapat
lapisan lendir polisakarida ekstraseluer (Syahrurachman, dkk., 1994).
P. aeruginosa bersifat aerobik obligat yang tumbuh dengan cepat pada berbagai
-
12
tipe media, kadang memproduksi bau manis, seperti anggur atau seperti jagung.
Beberapa galur P. aeruginosa menghemolisis darah. Bakteri ini tumbuh baik pada
temperatur 37 42C (Mudihardi, dkk., 2005).
P. aeruginosa menyebabkan infeksi pada luka dan luka bakar,
menghasilkan nanah warna hijau biru; meningitis jika masuk melalui fungsi
lumbal; dan infeksi saluran kencing jika masuk melalui keteter dan instrumen.
Penyerangan pada saluran nafas, khususnya respirator yang tercemar,
mengakibatkan pneumonia nekrotika. Pada bayi dan orang yang lemah
P. aeruginosa mungkin masuk aliran darah dan mengakibatkan sepsis yang fatal.
Hal ini biasanya terjadi pada pasien dengan leukimia atau limfoma yang
mendapatkan terapi antineoplastik atau terapi radiasi dan pada pasien dengan luka
bakar berat (Mudihardi, dkk., 2005).
d. E. coli
Sistematika dari bakteri E. coli adalah sebagai berikut:
Divisi : Protophyta
Kelas : Schizomycetes
Bangsa : Eubacterialis
Suku : Enterobacteriaceae
Marga : Escherichia
Jenis : Escherichia coli (Salle, 1961)
E. coli merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang pendek
(basilus), ukuran 0,4 0,7 x 1,4 m. E. coli tumbuh baik pada hampir semua
media yang biasa dipakai di laboratorium, sebagian besar E. coli tumbuh sebagai
koloni yang meragi laktosa. E. coli banyak ditemukan dalam usus besar manusia
sebagai flora normal. Beberapa strain E. coli menghasilkan hemolisis dalam agar
darah (Syahrurachman, dkk., 1994; Mudihardi, dkk., 2005; Tonang, 1991).
E. coli menjadi patogen ketika mencapai jaringan di luar intestinal normal
atau tempat flora normal yang kurang umum. Kebanyakan tempat yang sering
mengalami infeksi klinis adalah saluran air kemih, sistem biliary. Beberapa tempat
anatomi (bakterimia, kelenjar prostat, paru paru, tulang, meningen) dapat
menjadi tempat penyakit. E. coli merupakan penyebab paling banyak dari infeksi
-
13
saluran kencing dan jumlah infeksi saluran kencing pertama kurang lebih 90%
pada wanita muda (Mudihardi, dkk., 2005). Beberapa kasus diare para pelancong
diakibatkan toksin yang dihasilkan oleh strain E. coli yang didapat dari orang lain
melalui makanan atau air yang terkontaminasi (Manalu, 2003). E. coli yang
ditemukan dalam air atau susu sebagai bukti adanya kontaminasi tinja. Adanya
E. coli dalam jumlah besar dalam air minum menunjukkan adanya kontaminasi
permukaan (Tonang, 1991).
e. S. typhi
Sistematika dari bakteri S. typhi adalah sebagai berikut:
Divisi : Protophyta
Kelas : Schizomycetes
Bangsa : Eubacterialis
Suku : Enterobacteriaceae
Marga : Salmonella
Jenis : Salmonella typhi (Salle, 1961)
S. typhi merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang (basilus),
ukuran 1 3,5 x 0,5 0,8 m, tidak berspora, mepunyai flagel peritrikh, besar
koloni rata rata 2 4 mm. Organisme ini tumbuh pada suasana aerob dan
fakultatif anaerob, pada suhu 15 41C (suhu pertumbuhan optimum 37,5C),
dan pH pertumbuhan 6 8. S. typhi berada dalam air, es, debu, sampah kering
(Syahrurachman, dkk., 1994).
S. typhi merupakan penyebab utama infeksi pada manusia. Organisme
hampir selalu masuk melalui jalan oral, biasanya dengan mengkontaminasi
makanan dan minuman. S. typhi menyebabkan demam enterik (demam typhoid).
Ketika salmonella mencapai usus kecil, kemudian masuk ke getah bening dan
aliran darah. S. typhi dibawa oleh darah ke beberapa organ, termasuk usus.
Organisme tersebut meningkat di dalam jaringan getah bening intestinal dan
dikeluarkan dalam tinja. Selain itu, S. typhi juga dapat menyebabkan penyakit
enterokolitis (Mudihardi, dkk., 2005).
-
14
f. E. aerogenes
Sistematika dari bakteri E. aerogenes adalah sebagai berikut:
Divisi : Protophyta
Kelas : Schizomycetes
Bangsa : Eubacterialis
Suku : Enterobacteriaceae
Marga : Enterobacter
Jenis : Enterobacter aerogenes (Salle, 1961)
E. aerogenes merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang (basilus),
mempunyai kapsul yang kecil. Organisme ini dapat ditemukan hidup bebas juga
dalam saluran usus, dan menyebabkan infeksi sistem saluran kencing dan sepsis
(Mudihardi, dkk., 2005).
g. S. dysenteriae
Sistematika dari bakteri S. dysenteriae adalah sebagai berikut:
Divisi : Protophyta
Kelas : Schizomycetes
Bangsa : Eubacterialis
Suku : Enterobacteriaceae
Marga : Shigella
Jenis : Shigella dysenteriae (Salle, 1961)
S. dysenteriae merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang yang
tipis (basilus), bersifat nonmotil, dan biasanya tidak memfermentasikan laktosa
tetapi memfermentasikan karbohidrat lain, memproduksi asam tetapi tanpa gas.
Organisme ini menghasilkan eksotoksin yang tidak tahan panas yang
mempengaruhi usus dan susunan syaraf pusat. Pada manusia, eksotoksin dapat
menyebabkan diare, menghambat penyerapan gula dan asam amino pada usus
kecil. Berlaku seperti neurotoksin, materi ini menyebabkan rasa sakit yang
hebat dan infeksi S. dysenteriae yang fatal dan pada reaksi susunan syaraf pusat
yang diamati pada mereka (misalnya: meningimus, koma). S. dysenteriae dapat
menyebar secara luas melalui makanan, jari, tinja, dan lalat dari orang ke orang
(Mudihardi, dkk., 2005).
-
15
3. Antibakteri
Antibiotika adalah senyawa kimia khas yang dihasilkan oleh
mikroorganisme hidup termasuk turunan senyawa dan struktur analognya yang
dibuat secara sintetik dan dalam kadar yang rendah mampu menghambat proses
penting dalam kehidupan suatu mikroorganisme. Pada awalnya antibiotik diisolasi
dari mikrooorganisme, tetapi sekarang beberapa antibiotik didapatkan dari
tumbuhan tingkat tinggi dan binatang (Soekardjo dan Siswandono, 2000). Salah
satu contoh antibiotik adalah obat antibakteri.
Antibakteri merupakan bahan yang dapat mengganggu pertumbuhan dan
metabolisme bakteri. Antibakteri dapat bersifat bakteriostatik yaitu menghambat
pertumbuhan bakteri atau bakterisidal sebagai bahan yang dapat mematikan
bakteri (Schlegel and Schmidt, 1994). Sebagian besar bakteriostatik menjadi
bakterisidal pada dosis sangat tinggi, yang biasanya terlalu toksis untuk diberikan
kepada manusia. Pada dosis tertentu, obat dapat berdaya bakterisidal untuk suatu
mikroba dan hanya baktriostatik bagi mikroba lain (Tjay dan Rahardja, 2002).
Penggolongan antibakteri yang sering digunakan adalah berdasarkan luas
aktivitasnya, artinya aktif terhadap banyak atau sedikit jenis bakteri, yaitu
antibakteri spektrum sempit dan luas. Antibakteri aktivitas sempit hanya bekerja
pada beberapa jenis bakteri tertentu, contohnya penisilin-G dan penisilin-V hanya
bekerja pada bakteri gram positif. Sedangkan streptomisin, gentamisin khusus
aktif terhadap bakteri gram negatif. Antibakteri aktivitas luas bekerja terhadap
jenis bakteri gram positif maupun gram negatif, contohnya: sulfonamida,
ampisilin, tetrasiklin (Tjay dan Rahardja, 2002).
Cara kerja antimikroba dapat digolongkan menjadi lima kelompok
ditunjukkan pada Gambar 3, yaitu (1) menghambat sintesis dinding sel; (2)
menghambat sintesis protein; (3) merusak membran sel; (4) menghambat sintesis
DNA atau RNA; dan (5) menghambat sintesis metabolit yang penting (Tortora,
Funke, and Case, 1995; Fulks, 12 Oktober 2008). Penisilin dapat menghambat
tahap akhir sintesis dinding sel bakteri melalui interaksi antara penisilin dengan
enzim transpeptidase ditunjukkan pada Gambar 4 (Atteridge and Tromblay, 15
Juli 2009).
http://www.middlebury.edu/%7Eatteridghttp://www.middlebury.edu/%7Etromblay
-
16
Gambar 4. Cara Kerja Antimikroba (Fulks, 12 Oktober 2008)
Gambar 4. Interaksi Penisilin dengan Enzm Transpeptidase
(Atteridge and Tromblay, 15 Juli 2009)
4. Senyawa Antibakteri Ampisilin dan Senyawa senyawa Metabolit Sekunder yang Mempunyai Aktivitas Antibakteri
Salah satu contoh antibiotik turunan penisilin yang berfungsi menghambat
tahap akhir sintesis dinding sel bakteri, yaitu ampisilin. Ampisilin dapat
(1)
(3) (4)
(5)
(2)
http://www.middlebury.edu/%7Eatteridghttp://www.middlebury.edu/%7Etromblay
-
17
menghambat kerja enzim transpeptidase dengan cara mengikat enzim melalui
ikatan kovalen sehingga mencegah pembentukan dinding sel bakteri. Pada tingkat
molekul, mekanisme kerjanya ditunjukkan oleh serangan nukleofil dari gugus
hidroksil serin enzim transpeptidase pada karbonil karbon cincin -laktam yang
bermuatan positif, sehingga terjadi hambatan biosintesis peptidoglikan.
Akibatnya dinding sel menjadi lemah dan karena adanya tekanan turgor dari
dalam, dinding sel akan pecah atau lisis sehingga bakteri mati. Reaksi
penghambatan enzim transpeptidase oleh ampisilin ditunjukkan pada Gambar 5
(Siswandono dan Soekardjo, 2000).
HC C
NH2
OHN
HC CH
CO N CH
S
COOH
C
CH3
CH3
O
HC C
NH2
OHN
HC CH
HN CH
S
COOH
C
CH3
CH3CO
O
Tranpeptidase Tranpeptidase
Gambar 5. Reaksi Penghambatan Enzim Transpeptidase oleh Ampisilin (Siswandono dan Soekardjo, 2000)
Senyawa senyawa metabolit sekunder yang mempunyai aktivitas
antibakteri termasuk dalam golongan senyawa fenol, flavonoid, tanin, terpenoid,
saponin, dan alkaloid. Aktivitas antibakteri masing masing golongan senyawa
tersebut berbeda beda. Turunan senyawa fenol dapat menyebabkan denaturasi
protein melalui proses adsorpsi yang melibatkan ikatan hidrogen. Pada kadar
rendah, terbentuk kompleks protein-fenol dengan ikatan lemah dan segera
mengalami peruraian, diikuti penetrasi fenol ke dalam sel dan menyebabkan
presipitasi serta denaturasi protein. Pada kadar tinggi, fenol menyebabkan
koagulasi protein dan sel membran mengalami lisis, mengubah permeabilitas
membran bakteri (Siswandono dan Soekardjo, 2000). Senyawa fenol dalam
ekstrak gambir berperan dalam menghambat pertumbuhan S. aureus dan
B. subtilis (Pambayun, Gardjito, Sudarmadji, dan Kuswanto, 2007). Beberapa
senyawa fenol yang berpotensi sebagai antibakteri ditunjukkan pada Gambar 6.
-
18
HO
HO
katekol
OCH3
H2C
OH
eugenol
O
HO
asam sinamat
O O
kuinon
Gambar 6. Struktur Beberapa Senyawa Fenol Antibakteri (Cowan, 1999; El-Fadaly and El-Badrawy, 2001)
Flavonoid yang diisolasi dari Artemisia, yaitu 6-methoxylapigenin atau
methoxy-6 trihydroxy-5,7,4 flavone (6MAPI) dan 6-methoxyluteolin atau
methoxy-6 tetrahydroxy-5,7,3,4 flavone (6MLU) dapat berinteraksi dengan
enzim dihydrofolate reductase (DHFR) pada E. coli. Enzim DHFR berperan
dalam mensintesis basa nitrogen inti sel bakteri. Hal ini menyebabkan inti sel
bakteri tidak terbentuk sehingga bakteri mati. Mekanisme penghambatan 6MAPI
terhadap enzim DHFR melalui dua interaksi hidrofobik dengan Ala7 dan Ser49,
serta enam ikatan hidrogen dengan Ala7, Ser49, Tyr100 dan Ile94 ditunjukkan
pada Gambar 7, sedangkan 6MLU membentuk delapan interaksi hirofobik dengan
Leu28, Phe31, Thr46, Ile50, Leu54 and Ile 94 serta empat ikatan hidrogen dengan
Ile50, Arg52, dan Leu54 ditunjukkan pada Gambar 8 (Bensequeni, Abdelouahab,
and Mustapha, 26 April 2009).
Tanin terkondensasi mempunyai aktivitas antibakteri karena dapat
mengikat dinding sel bakteri, menghambat pertumbuhan dan aktivitas protease
(Jones, 1994 dalam Cowan, 1999). Contoh tanin terkondensasi, yaitu: B-3
(katekin-(4->8)-katekin) dan B-4 (katekin-(4->8)-katekin) ditunjukkan pada
gambar 9 (Hagerman, 2002). Alkaloid juga mempunyai aktivitas antibakteri
dengan cara mengganggu terbentuknya jembatan seberang silang komponen
penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak
terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut (Ajizah, 2004).
Contoh alkaloid bersifat antibakteri, yaitu: lupanine atau 2-oxosparteine dan
-
19
S-calycotomine. Kedua jenis alkaloid tersebut diisolasi dari Genista microcepala
dan terbukti efektif menghambat petumbuhan Enterobacter sp., E. coli,
P. aeruginosa, Staphlococcus blanc (Zellagui, Rhouati, Creche, Tth, Ahmed, and
Par, 2004). Struktur beberapa alkaloid ditunjukan pada Gambar 10.
OOH
OH O
OH
OH
OC
NH
CH2OH
HN
OC
O
CO
HN
H
HN
OC
Tyr100
Ile94
Ser49Ala7
O
H3C
6MAPI
Gambar 7. Kompleks DHFR-6MAPI (Bensequeni, et al., 26 April 2009)
OOH
HO O
OH
H3CO
H
NHCO
HN
OC
OC NH
CHOH CO
NH
HN
NH(CH)3HN
NH
H
CO NH
HNOC
Phe31
Leu28 Ile50 Ile94
Thr46
Leu54
Arg52
6MLU
Gambar 8. Kompleks DHFR-6MLU (Bensequeni, et al., 26 April 2009)
-
20
OH
HO O
OH
OH
OH
HO O
OH
OHOH
OH
OH
HO O
OH
OH
OH
HO O
OH
OHOH
OH
B-3 (katekin-(4->8)-katekin) B-4 (katekin-(4->8)-katekin)
Gambar 9. Struktur Beberapa Tanin Terkondensasi (Hagerman, 2002)
N
N
H
O
H
NH
O
O
OH
4a4
8a 1
10
11
5
4
3
21
109
8
717
11
12
13
14
15
lupanine atau 2-oxosparteine S-calycotomine
Gambar 10. Struktur Beberapa Alkaloid Antibakteri (Zellagui, et al., 2004)
Terpenoid dapat bersifat antibakteri dengan merusak membran sel bakteri
(Cowan, 1999). Terpenoid phytadiene dan 1,2-seco-cladiellan yang terkandung
dalam herba meniran (Phyllanthus niruri Linn) terbukti aktif melawan S. aureus
dan E. coli (Gunawan, Bawa, Sutrisnayanti, 2008). Terpenoid asam kaurenoat dari
Pseudognaphalium vira vira dapat merusak membran sel S. aureus melalui ikatan
hidrogen gugus karboksilat asam kaurenoat dengan atom oksigen fosforil
membran sel, yaitu CO2H---O=P dengan jarak 1,91 (Urza, Rezende,
Mascayano, and Vsquez, 2008).
Terpenoid 6-[1-(1,13-dimetil-4,5,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17dodekahidro-
1H-siklopenta [alpa] phenan tren-17-il)]-3-metil-3,6-dihidro-2H-piranon yang
diiisolasi dari Elephantopus scaber dapat menghambat aktivitas enzim autolisin
pada S. aureus dengan membentuk interaksi yang kuat pada sisi aktif residu
enzim. Enzim autolisin terdapat pada peptidoglikan dinding sel bakteri yang
-
21
dibutuhkan dalam proses pertumbuhan sel, peremajaan dinding sel, pembentukan
peptidoglikan, pembelahan sel, pemisahan, motilitas, kemotaksis, kemampuan
genetik, dan pengeluaran protein (Daisy, Mathew, Suveena, and Rayan, 2008).
Struktur terpenoid ditunjukkan pada Gambar 11.
1,2-seco-cladiellan phytadiene
OH OCH3
O
O
CH3
CH3
O O
22 26
27
24
20
21
19
17 16
24
11
8910
5
18
1
3
6-[1-(10,13-dymethyl-4, 5, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17 dodec
6-[1-(1,13-dimetil-4,5,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17dodekahidro-1H-siklopenta [alpa] phenan tren-17-il)]-3-metil-3,6-dihidro-2H-piranon
Gambar 11. Struktur Beberapa Terpenoid Antibakteri
Saponin ada yang berfungsi sebagai antimikroba (Padmawinata, 1995).
Menurut Dwijoseputro (1994) saponin memiliki molekul yang dapat menarik air
atau hidrofilik dan molekul yang dapat melarutkan lemak atau lipofilik sehingga
dapat menurunkan tegangan permukaan sel yang akhirnya menyebabkan
hancurnya bakteri (Istiana, 2005). Berikut ini contoh saponin yang mempunyai
aktivitas antibakteri terhadap E. coli dan B. subtilis, yaitu erylosides A. Struktur
erylosides A ditunjukkan pada Gambar 12 (Fouad, Al-Trabeen, Badran, Wray,
Edrada, Proksch, and Ebel, 2004).
CO2H
H
ent-16-asam kaurenoat
-
22
HO
H
H
OO
HO
O
HO
OHO
CH2OH
OHOH
erylosides A
-D-Gal
CH2OH
Gambar 12. Struktur Saponin Antibakteri (Fouad, et al., 2004)
Senyawa fenol, tanin terkondensasi, flavonoid, terpenoid, saponin, dan
alkaloid yang berpotensi sebagai antibakteri mempunyai korelasi dengan
ampisilin yaitu sama sama dapat menghambat pembentukan dinding sel dengan
membentuk ikatan hidrogen pada asam amino sisi aktif enzim transpeptidase.
Perkiraan cara penghambatan senyawa metabolit sekunder tersebut mirip dengan
penghambatan flavonoid 6MAPI dan 6MLU terhadap enzim dehidrofolase
reduktase pada E. coli maupun naringenin (flavonon) dan apigenin (flavon)
terhadap -Ketoacyl acyl carrier protein synthase (KAS) III pada jalur sintesis
asam lemak Enterococcus faecalis (Bensegueni, et al., 26 April 2009; Jeong, Lee,
and Kim, 2007).
5. Metode Pengujian Aktivitas Antimikroba
Aktivitas antimikroba diukur secara in vitro untuk menentukan potensi zat
antibakteri dalam larutan, konsentrasinya dalam cairan tubuh atau jaringan, dan
kepekaan suatu bakteri terhadap konsentrasi obat yang digunakan. Metode yang
digunakan untuk uji aktivitas antimikroba secara in vitro ada dua macam, yaitu
metode difusi dan metode dilusi.
a. Metode difusi
Metode difusi yang sering digunakan yaitu metode cakram kertas dan
metode lubang (perforasi). Pada metode cakram kertas, digunakan cakram kertas
saring dengan diameter tertentu yang telah dibasahi dengan larutan uji, kemudian
ditempatkan pada permukaan medium padat yang sebelumnya telah diinokulasi
-
23
bakteri uji pada permukaannya. Setelah inkubasi, diameter daerah hambat (DDH)
sekitar cakram terlihat sebagai daerah jernih. Metode ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor kimia dan fisika, selain faktor antara zat antibakteri dengan
bakteri (misalnya: sifat medium dan kemampuan difusi, ukuran molekular dan
stabilitas zat antibakteri) (Mudihardi, dkk., 2005). Metode difusi lubang, yaitu
membuat sumuran pada medium agar dengan garis tengah tertentu dan diisi
dengan larutan uji yang digunakan (Kristanti, Aminah, Tanjung, dan Kurniadi,
2008).
Metode difusi dapat digunakan untuk menentukan diameter daerah hambat
(DDH), KHM, dan nilai banding. DDH ekstrak daun Polyalthia longifolia, KHM
ekstrak air panas, ekstrak air dingin, ekstrak etanol daun Sida acuta, serta KHM
ekstrak metanol-air Hibiscus sabdariffa ditentukan dengan metode difusi lubang
(Ghosh, Das, Chatterjee, and Chandra, 2008; Iroha, Amadi, Nwuzo, and Afiukwa,
2009; Olaleye and Tolulope, 2007)
KHM adalah konsentrasi terendah bahan antimikroba yang masih dapat
menghambat pertumbuhan mikroba. KHM merupakan petunjuk konsentrasi
antibiotik yang mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan juga
memberikan petunjuk mengenai dosis yang diperlukan dalam pengobatan
penyakit. Metode ini memberikan petunjuk mengenai konsentrasi antibiotik yang
harus dicapai pada lokasi infeksi agar dapat menghambat mikroorganisme.
Apabila KHM dan sifat cairan tubuh seperti darah dan urine telah diketahui, maka
dapat ditentukan jenis antibiotik yang ampuh untuk pengobatan, besarnya dosis
yang diperlukan, dan cara pemberian antibiotik. Umumnya batas keamanan
penggunaan antibiotik untuk pengobatan penyakit adalah sepuluh kali dosis KHM
(Lay, 1994).
Nilai banding merupakan kesetaraan aktivitas antibakteri ekstrak yang
diuji dengan antibakteri sintetik. Penetapan nilai banding ekstrak aktif antibakteri
dengan antibakteri sintetik dapat dilakukan dengan metode difusi lubang maupun
metode difusi cakram kertas. Sejumlah konsentrasi antibakteri sintetik diuji
aktivitas antibakterinya. Berdasarkan hasil pengukuran DDH antibakteri sintetik,
dibuat persamaan garis antara logaritma konsentrasi dengan DDH antibakteri
-
24
sintetik. Selanjutnya, DDH ekstrak aktif antibakteri ditarik garis lurus yang
memotong kurva standar sehingga diperoleh harga log konsentrasi dan kemudian
dihitung antilognya untuk mendapatkan konsentrasi yang sebenarnya. Nilai
banding sampel terhadap antibakteri sintetik dapat dihitung dengan persamaan:
%100xSebenarnyaSampeliKonsentras
KurvadariSampeliKonsentrasbandingNilai =
(Sukandar, Suwendar, dan Ekawati, 2006; Yuliani, 2001)
b. Metode Dilusi
Metode dilusi dengan menggunakan zat antibakteri dengan kadar menurun
secara bertahap, baik dengan media cair atau padat. Kemudian media diinokulasi
bakteri uji dan diinkubasi. Tahap akhir yaitu dilarutkan zat antibakteri dengan
kadar yang menghambat atau mematikan. Uji kepekaan cara dilusi memakan
waktu dan penggunaannya dibatasi pada keadaan tertentu saja (Mudihardi, dkk.,
2005).
Metode dilusi dapat digunakan untuk menentukan KHM dan KBM. Pada
penentuan KHM, inokulum baku mikroorganisme ditambahkan pada deretan
pengenceran tabung yang berisi antibiotik dan pertumbuhan pertumbuhan
mikroorganisme dilihat dari kekeruhan dalam tabung. Kekeruhan tabung setelah
waktu inkubasi menunjukkan bahwa konsentrasi antibiotik dalam tabung tidak
dapat menghambat pertumbuhan mikroorganime. Sebaliknya tidak adanya
kekeruhan menunjukkan bahwa mikroorganisme peka terhadap konsentrasi
antibiotik dalam tabung (Lay, 1994).
KBM adalah konsentrasi terendah bahan antimikroba yang dapat
mematikan mikroba. KBM ditentukan dengan cara mengambil suspensi
menggunakan ose dari tabung-tabung yang digunakan untuk menentukan nilai
KHM dan menyebarkannya pada permukaan agar Mueller-Hinton secara sektoral.
Kemudian cawan petri tersebut diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35C.
Konsentrasi terendah yang menunjukkan tidak ada pertumbuhan bakteri
ditetapkan sebagai KBM (Rollins, Temenak, Shields, and Joseph, 2003).
-
25
6. Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses pemisahan komponen yang diinginkan dari
penyusun penyusun lain dalam suatu campuran berdasarkan perbedaan kelarutan
komponen tersebut terhadap pelarut yang digunakan. Metode ekstraksi yang tepat
tergantung dari tekstur, kandungan air bahan tumbuhan yang akan diekstraksi, dan
jenis senyawa yang diisolasi (Padmawinata dan Soediro, 1996).
Pelarut eter, petroleum eter, dan kloroform digunakan untuk memisahkan
lipid dan terpenoid (Padmawinata dan Soediro, 1996). Kloroform juga dapat
digunakan untuk memisahkan flavonoid dan terpenoid (Ayafor, et al., 1994 and
Perrett, et al., 1995 dalam Cowan, 1999). Alkohol merupakan pelarut serbaguna
yang baik untuk ekstraksi pendahuluan (Padmawinata dan Soediro, 1996). Pada
umumnya polaritas senyawa organik meningkat dengan bertambahnya gugus
fungsional dan berkurang dengan bertambahnya berat molekul (Adnan, 1997).
Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi selanjutnya dapat diuapkan
kembali menggunakan rotary evaporator sehingga akan diperoleh ekstrak yang
bebas pelarut. Prinsip utama rotary evaporator yaitu penurunan tekanan sehingga
pelarut dapat menguap pada suhu di bawah titik didihnya (Kristanti, dkk., 2008).
Penelitian Cetkovic, Canadanovic-Brunet, Djilas, Tumbas, Markov, and
Cvetkovic (2007) menguapkan kloroform, etil asetat, butanol, air pada suhu 40C
menggunakan rotary evaporator. Penelitian Durmaz, Sagun, Tarakci, and
Ozgokce (2006) menguapkan metanol, n-heksana, dan air pada suhu 40C.
Beberapa contoh pelarut yang dapat digunakan untuk ekstraksi ditunjukkan pada
Tabel 3.
Metanol merupakan pelarut organik polar yang mempunyai gugus
hidroksil sehingga dapat melarutkan senyawa organik polar. Hal ini sesuai
ungkapan like dissolves like. Struktur metanol, yaitu: CH3 OH (Joedodibroto
dan Hadiwidjojo, 1988; Achmadi, 1992; Adnan, 1997; Pudjaatmaka, 1982).
Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa pelarut metanol dapat mengekstraksi
senyawa fenol, flavonoid, tanin terkondensasi, terpenoid, saponin, dan alkaloid
karena senyawa senyawa tersebut mempunyai gugus fungsional, ikatan rangkap,
atom nitogen, atom oksigen yang bersifat polar.
-
26
Tabel 3. Pelarut untuk Ekstraksi
Nama Rumus Molekul
Titik didih (C)
Kerapatan (g/ml), 20C
Konstanta dielektrik
Heksana C6H14 69 0,660 1,890
Kloroform CHCl3 62 1,483 4,806
Etil Asetat CH3COOC2H5 77 0,894 6,020
Butanol C4H9OH 117 0,810 18,000
Metanol CH3OH 65,4 0,790 33,620
(Pudjaatmaka, 1982; Joedodibroto dan Hadiwidjojo, 1988; Adnan, 1997; www.wikipedia.com, 3 Juli 2009)
Ekstrak metanol daun Ligustrum vulgare L. mengandung ligustaloside A
(Sersen, Mucaji, Grancai, Nagy, and Svajdlenka, 2006). Ekstrak metanol batang
Klainedoxa gabonenses mengandung 3,3,4-tri-O-metil asam elagat (Dongo,
Hussain, Miemanang, Tazzo, Schulz, and Krohn, 2009). Ekstrak metanol kayu
batang Garcia tetandra Pierre mengandung 1,3,6,7-tetrahidroksisanton dan
1,3,4,5,8-pentahidroksisanton (Purwaningsih dan Ersam, 2007). Senyawa fenol
tersebut dapat diekstraksi dengan metanol karena mempunyai gugus hidroksil,
gugus karbonil, atom oksigen, dan ikatan rangkap yang bersifat polar. Struktur
senyawa fenol yang dapat diekstraksi dengan metanol ditunjukkan pada
Gambar 13.
O
O
HO
OH
3,3,4',5,7-pentahidroksiflavon
OH
OH
OH
O
O
CHO OGlc
O
HO
HOCOOMe
H
Ligustaloside A
Gambar 13. Struktur Senyawa Fenol yang Dapat Diekstraksi dengan Metanol
Ekstrak metanol Syphocampylus verticellatus mengandung senyawa
flavonoid 3-metoksi-luteolin. Flavonoid tersebut dapat diekstraksi dengan metanol
http://www.wikipedia.com/
-
27
karena mempunyai gugus hidroksil, gugus karbonil, atom oksigen, dan ikatan
rangkap yang bersifat polar (Miguel, Santos, Calixto, Monache, and Yunes, 2001).
Struktur flavonoid yang dapat diekstraksi dengan metanol ditunjukkan pada
Gambar 14.
O
O
O
H3CO
HO
OCH3
OCH3
O
3,3',4'-Tri-O-metil asam elagat
O
OH
1,3,4,5,8-pentahidroksisanton
OOH
OH
OH
OH
O
O
OCH3
OH
HO
OH
OH
3-metoksi-luteolin
Gambar 14. Struktur Flavonoid yang Dapat Diekstraksi dengan Metanol
Ekstrak metanol Xylocarpus mollucensis (Lamk.) mengandung tanin
tekondensasi, yaitu katekin, epikatekin, prosianidin B1, prosianidin trimer, dan
prosianidin pentamer. Tanin terkondensasi tersebut dapat diekstraksi dengan
metanol karena mempunyai gugus hidroksil, atom oksigen, dan ikatan rangkap
yang bersifat polar. Struktur tanin terkondensasi yang dapat diekstraksi dengan
metanol ditunjukkan pada Gambar 15 (Wangensteen, et al., 2009).
Ekstrak metanol Orostachys japonicus mengandung terpenoid -sitosteril-
3-O--D-glukopiranosil-6'-O-palmitat dan -sitosteril-3-O--D-glukopiranosida
(Yoon, Min, Lee, Park, and Choi, 2005). Ekstrak metanol batang Klainedoxa
gabonenses mengandung asam betulinat, lupeol, -sitosterol, dan -amyran-3-
one. Ekstrak metanol daun Paullinia pinnata mengandung -amyrin dan
-
28
-sitosterol glukopiranosida (Dongo, et al., 2009). Ekstrak metanol S. verticellatus
mengandung -sitosterol, stigmasterol, kaempesterol, dan -amyrin (Miguel, et
al., 2001). Ekstrak metanol buah Ganoderma applanatum mengandung
triterpenoid ganoderenic acid dan ganoderic acid (Boh, Hadzar, Dolnicar, Berovic,
and Pohleven, 2000). Terpenoid tersebut dapat diekstraksi dengan metanol karena
mempunyai gugus hidroksil yang bersifat polar. Struktur terpenoid yang dapat
diekstraksi dengan metanol ditunjukkan pada Gambar 16.
OH
HO O
OH
OH
OH
HO O
OH
OH
OH
OH
n
OH
HO O
OH
OH
OH
katekin
Gambar 15. Struktur Tanin Terkondensasi yang Dapat Diekstraksi dengan Metanol
H
H
O
OHOH
OR
OH
R= asam palmitat
H
H
O
OH
OH
OH
OH
-sitosteril-3-O--D-glukopiranosil-6'-O-palmitat -sitosteril-3-O- -D-glukopiranosida
Gambar 16. Struktur Terpenoid yang Dapat Diekstraksi dengan Metanol
n=1 (prosianidin B1) n=2 (prosianidin trimer) n=4 (prosianidin pentamer)
-
29
Ekstrak metanol Bolbostemma paniculatum mengandung saponin
stigmasta-7, 22, 25-triene-3-O-nonadecanoic acid ester (1) dan stigmasta-7, 22,
25-triene-3-O--D-(6-palmitoyl) glucopyranoside (2). Strukturnya ditunjukkan
pada Gambar 17. Saponin tersebut dapat diekstraksi dengan metanol karena
mempunyai gugus hidroksil, ikatan rangkap, dan gugus karbonil yang bersifat
polar (Liu, Zhang, Chen, Gu, Li, and Chen, 2003).
OC
O
(H2C)17H3C
OC
O
(H2C)17H3C
OO
OH
CH2
OH
OH
Gambar 17. Struktur Saponin yang Dapat Diekstraksi dengan Metanol
Ekstrak metanol S. verticellatus mengandung alkaloid N-metil-2,6-bis-(2-
hidroksi-pentil)-piperidin hidroklorida dan N-metill-2-(2-hidroksibutil)-6-(2-
hidroksipentil-piperidin) (Miguel, et al., 2002). Aaptosin merupakan suatu
alkaloid yang diisolasi dengan metanol kemudian dipartisi dengan kloroform dan
dilanjutkan dengan kromatografi kolom (Rombang, dkk., 2001). Ekstrak metanol
kelampayan mengandung 3-hidroksikadambin dan kadambin (Simanjuntak dan
Bustanussalam, 2005). Alkaloid tersebut dapat diekstraksi dengan metanol karena
mempunyai atom nitogen yang bersifat polar. Struktur alkaloid yang dapat
diekstraksi dengan metanol ditunjukkan pada Gambar 18.
(1)
(2)
-
30
OCH3
HN
OCH3
aaptosin
NH
N
OOCH3CO
H
H
OHH
H
OH
OH
OH
OH
HOH
OH
3-dihidroksikadambin
NH
N
OOCH3COH
H
H
OH
OH
OH
OH
HOH
OH
kadambin
O
Gambar 18. Struktur Alkaloid yang Dapat Diekstraksi dengan Metanol
Ekstrak metanol dilanjutkan dengan ekstraksi bertahap menggunakan
heksana, klorofrom, etil asetat, dan butanol (Yoon, et al., 2005; Dongo, et al.,
2009; Miguel, et al., 2001). Hal ini bertujuan untuk mendapatkan ekstrak yang
mengandung komponen kimia dengan kepolaran berbeda secara optimum
(Praptiwi, dkk., 2008). Heksana merupakan senyawa hidrokarbon rantai lurus
yang bersifat non polar. Rumus strukturnya: CH3 CH2 CH2 CH2 CH2 CH3.
Heksana dapat mengekstrak senyawa polar yang terdapat dalam ekstrak metanol
karena senyawa polar tersebut juga mempunyai bagian non polar sehingga dapat
membentuk interaksi van der waals dengan heksana yang non polar (Nogrady,
1992; Pudjaatmaka, 1982). Penelitian terdahulu yang menunjukkan heksana dapat
mengekstrak senyawa terpenoid dalam ekstrak metanol yaitu penelitian Yoon, et
al. (2005), Dongo, et al (2009), dan Miguel, et al. (2001).
Senyawa -sitosteril-3-O--D-glukopiranosil-6'-O-palmitat dan -sitosteril
-3-O--D-glucopiranosida diperoleh dari ekstrak heksana hasil ekstraksi
bertingkat ekstrak metanol O. japonicus (Yoon, et al., 2005). Senyawa asam
-
31
betulinat, lupeol, -sitosterol, dan -amyran-3-one diperoleh dari ekstrak heksana
hasil ekstraksi bertingkat ekstrak metanol daun P. pinnata (Dongo, et al., 2009).
Senyawa -sitosterol, stigmasterol, kaempesterol, dan -amyrin diperoleh dari
ekstrak heksana hasil ekstraksi bertingkat ekstrak metanol S. verticellatus
(Miguel, et al., 2001). Senyawa terpenoid tersebut mempunyai hidrokarbon
aromatik siklik yang bersifat non polar sehingga dapat diekstraksi dengan heksana
yang bersifat non polar (Achmadi, 1992).
Kloroform mempunyai rumus molekul CHCl3. Rumus strukturnya sebagai
berikut:
Kloroform merupakan pelarut organik semi polar. Kloroform kurang polar
dibandingkan dengan etil asetat, butanol, maupun metanol. Akan tetapi, kloroform
lebih polar dibandingkan heksana. Kloroform dapat mengekstrak senyawa fenol,
flavonoid, tanin terkondensasi, terpenoid, saponin, dan alkaloid yang semi polar
(Pudjaatmaka, 1982).
Buah G. applanatum diekstraksi dengan metanol, kemudian diekstraksi
lagi dengan kloroform dan dilanjutkan kromatografi kolom menghasilkan
triterpenoid ganoderenic acid A dan ganoderic acid F (Boh, et al., 2000).
Terpenoid tersebut dapat diekstraksi dengan kloroform karena mempunyai gugus
hidroksil yang bersifat polar dan juga hidrokarbon aromatik siklik yang bersifat
non polar sehingga bersifat semi polar seperti kloroform. Struktur terpenoid yang
dapat diekstraksi dengan kloroform ditunjukkan pada Gambar 19.
O
H3C CH3
CH3
OH
O
CH3
OH
Ganoderenic acid A
CH3
COOH
CH3 O CH3
O
H3C CH3
CH3
O
O
OAc
CH3
O
H3C COOH
O CH3
Ganoderic acid F
Gambar 19. Struktur Terpenoid yang Dapat Diekstraksi dengan Kloroform
Cl C
Cl
Cl
H
-
32
Ekstrak kloroform Clerodendrum indicum Linn mengandung flavonoid
hispiludin. Struktur hispidulin ditunjukkan pada Gambar 20 (Rahman, Azam, and
Gafur, 2000). Hispiludin termasuk flavon termetoksilasi yang sifatnya kurang
polar sehingga lebih mudah larut dalam pelarut seperti eter dan kloroform
(Padmawinata, 1988).
O
O
HO
OH
H3CO
OH
Hispiludin
Gambar 20. Struktur Flavonoid yang Dapat Diekstraksi dengan Kloroform
Ekstrak kloroform B. paniculatum yang diekstraksi dari ekstrak metanol
mengandung stigmasta-7,22,25-triene-3-O-nonadecanoic acid ester and stigmasta-
7,22,25-triene-3-O--D-(6-palmitoyl) glucopyranoside. Saponin tersebut dapat
diekstraksi dengan kloroform karena mempunyai gugus hidroksil, ikatan rangkap,
dan gugus karbonil yang bersifat polar. Selain itu, kedua senyawa tersebut juga
mempunyai hidrokarbon aromatik siklik maupun hidrokarbon rantai lurus yang
bersifat non polar sehingga kedua senyawa bersifat semi polar seperti kloroform
(Liu, et al., 2003). Aaptosin merupakan suatu alkaloid yang diisolasi dengan
metanol kemudian dipartisi dengan kloroform dan dilanjutkan dengan
kromatografi kolom (Rombang, dkk., 2001). Alkaloid tersebut dapat diekstraksi
dengan kloroform karena mempunyai atom nitogen yang bersifat polar.
Etil asetat mempunyai gugus karbonil dan atom oksigen sehingga bersifat
polar. Kepolarannya lebih besar dibandingkan dengan kloroform dan lebih kecil
dibandingkan dengan butanol dan metanol. Rumus struktur kimia etil asetat yaitu:
H3C C
O
O
CH2 CH3
-
33
Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa etil asetat dapat mengekstrak senyawa
fenol, flavonoid, tanin terkondensasi, dan terpenoid dalam ekstrak metanol karena
senyawa tersebut juga bersifat polar dengan kepolaran seperti etil asetat. Hal ini
sesuai dengan ungkapan like dissolve like (Pudjatmaaka, 1982).
Ekstrak etil asetat hasil ekstraksi bertahap dari ekstrak metanol daun
P. pinnata mengandung -amyrin dan -sitosterol glukopiranosida (Dongo, et al.,
2009). Daun S. verticellatus diekstraksi dengan metanol 95%, kemudian
diekstraksi bertahap menggunakan heksana, kloroform, etil asetat, dan butanol.
Ekstrak ekstrak etil asetat dilanjutkan dengan kromatografi kolom diperoleh
-sitosterol glukosida (Miguel, et al., 2002). Terpenoid -amyrin yang dapat
diekstrak etil asetat berbeda dengan terpenoid -amyran-3-one yang diekstrak
oleh klorofom. -amyrin (1) lebih polar karena mempunyai gugus hidroksil dan
ikatan rangkap, sedangkan -amyran-3-one (2) hanya mempunyai gugus karbonil.
Struktur keduanya ditunjukkan pada Gambar 21.
HO
O
Gambar 21. Struktur -amyrin (1) dan -amyran-3-one (2)
Ekstrak etil asetat hasil ekstraksi bertahap ekstrak metanol kayu batang
G. tetandra Pierre mengandung 1,3,6,7-tetrahidroksisanton dan 1,3,4,5,8-
pentahidroksisanton (Purwaningsih dan Ersam, 2007). Senyawa fenol tersebut
dapat diekstraksi dengan etil asetat karena mempunyai gugus hidroksil, gugus
karbonil, atom oksigen, dan ikatan rangkap yang bersifat polar.
Ekstrak etil asetat hasil ekstraksi bertahap ekstrak metanol X. mollucensis
(Lamk.) mengandung tanin tekondensasi, yaitu katekin dan epikatekin. Tanin
terkondensasi tersebut dapat diekstraksi dengan etil asetat karena mempunyai
(1) (2)
-
34
gugus hidroksil, atom oksigen, dan ikatan rangkap yang bersifat polar
(Wangensteen, et al., 2009).
Ekstrak etil asetat hasil ekstraksi bertahap ekstrak metanol S. verticellatus
mengandung senyawa flavonoid 3-metoksi-luteolin. Flavonoid tersebut dapat
diekstraksi dengan etil asetat karena mempunyai gugus hidroksil, gugus karbonil,
atom oksigen, dan ikatan rangkap yang bersifat polar (Miguel, et al., 2001).
Flavonoid yang diisolasi dengan etil asetat lebih polar dibandingkan dengan
flavonoid yang diisolasi dengan kloroform, contohnya: hispiludin dibandingkan
dengan 3-metoksi-luteolin. Hispiludin hanya mempunyai tiga gugus hidroksil dan
ikatan rangkap, sedangkan 3-metoksi luteolin mempunyai empat gugus hidroksil
dan ikatan rangkap.
Butanol mempunyai struktur kimia, yaitu: CH3 CH2 CH2 CH2 OH.
Gugus hidroksil pada butanol bersifat polar. Butanol lebih polar dibandingkan
dengan etil asetat karena mempunyai gugus hidroksil. Akan tetapi, butanol kurang
polar dibandingkan metanol karena rantai hidrokarbonnya lebih panjang. Butanol
dapat mengekstrak senyawa fenol, tanin terkondensasi, dan alkaloid dalam ekstrak
metanol karena senyawa tersebut juga bersifat polar. Hal ini sesuai dengan
ungkapan like dissolve like (Pudjatmaaka, 1982).
Ekstrak butanol hasil ekstraksi bertahap dari ekstrak metanol
S. verticellatus mengandung N-metil-2,6-bis-(2-hidroksi-pentil)-piperidin
hidroklorida dan N-metill-2-(2-hidroksibutil)-6-(2-hidroksipentil-piperidin)
(Miguel, et al., 2002). Ekstrak butanol hasil ekstraksi bertahap dari ekstrak
metanol kelampayan mengandung 3-hidroksikadambin dan kadambin
(Simanjuntak dan Bustanussalam, 2005). Alkaloid tersebut dapat diekstraksi
dengan butanol karena mempunyai atom nitogen yang bersifat polar.
Ekstrak butanol hasil ekstraksi bertahap dari ektrak metanol X. mollucensis
(Lamk.) mengandung tanin tekondensasi, yaitu prosianidin B1, prosianidin trimer,
dan prosianidin pentamer. Tanin terkondensasi tersebut dapat diekstraksi dengan
butanol karena mempunyai gugus hidroksil, atom oksigen, dan ikatan rangkap
yang bersifat polar. Ketiga tanin tersebut lebih polar dibandingkan dengan katekin
dan epikatekin yang diektraksi dengan etil asetat. Hal in