antibakteri dan antifungi
TRANSCRIPT
MAKALAH FARMAKOLOGI DASAR
“PENGGUNAAN ANTIBAKTERI PADA DEMAM TIFOID
DAN ANTIFUNGI PADA TINEA PEDIS”
OLEH
AGIL PERDANA/F1F1 10 66
SRI MULYATI/F1F1 10 068
PUTRI REZKYA/F1F1 10 072
ISMAYANI/F1F1 10 074
FAISAL ABDA/F1F1 1076
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2011
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan
rahmat dan kasih sayang-Nya lah sehingga kami dapat menyusun Makalah
Farmakologi Dasar berjudul “Penggunaan Antibakteri pada Demam Tifoid dan
Antifungi pada Tinea Pedis” sebagai salah satu tugas untuk memenuhi syarat
perkuliahan.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik
ditinjau dari segi isi maupun penulisannya. Karena itu bimbingan dan arahan untuk
kesempurnaan makalah ini masih sangat diperlukan dari berbagai pihak.
Kami menyadari pula bahwa makalah ini selesai tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak, baik materil maupun moril. Untuk itu kepada semua pihak yang telah
memberikan bimbingan dan bantuan, kami menyampaikan ucapan terima kasih para
dosen Jurusan Farmasi terutama dan teman-teman yang telah membantu dengan
informasi dan dukungan moril. Semoga amal kalian dapat diterima oleh Allah SWT.
Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.
Kendari, 16 November 2011
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................2
DAFTAR ISI.................................................................................................................3
BAB I.............................................................................................................................4
A. Latar Belakang..........................................................................................................4
B. Tujuan.......................................................................................................................4
C. Rumusan Masalah.....................................................................................................5
BAB II...........................................................................................................................5
A. Definisi Penyakit......................................................................................................5
B. Gambaran Klinis.......................................................................................................5
C. Diagnosa Penyakit....................................................................................................5
D. Pengobatan................................................................................................................5
E. Pencegahan................................................................................................................5
BAB III..........................................................................................................................5
A. Kesimpulan...............................................................................................................5
B. Saran.........................................................................................................................5
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................5
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mikroorganisme yang infeksius bagi manusia salah satunya adalah bakteri dan
fungi (jamur). Mikroorganisme ini menginfeksi manusia melalui akses langsung
misalnya inhalasi. Sel tubuh dapat mengalami kerusakan secara langsung oleh
mikroorganisme, melalui toksin yang dikeluarkan oleh mikroorganisme, atau secara
tidak langsung akibat reaksi imun dan peradangan yang muncul sebagai respons
terhadap mikroorganisme.
Bakteri merupakan organisme bersel tunggal yang hidup bebas dan mampu
bereproduksi sendiri tetapi menggunakan hewan sebagai pejamu untuk mendapatkan
makanan. Seringkali bakteri mengeluarkan toksin yang secara spesifik merusak
pejamu. Salah satu contoh penyakit pada manusia yang disebabkan oleh bakteri
adalah demam tifoid ( tifus ). Penyakit ini disebabkan oleh bakteri salmonella
thyposa. Untuk mengobati penyakit ini digunakan obat antibakteri. Antibakteri
merupakan senyawa kimia khas yang dihasilkan oleh atau diturunkan oleh
mekanisme hidup termasuk struktur analognya yang dibuat secara sintetik yang
dalam kadar rendah dapat menghambat proses penting dalam kehidupan satu spesies
atau lebih mikroorganisme.
Jamur merupakan fungi yang bersifat multiseluler. Sebagian besar infeksi
jamur bersifat superfisial, tetapi sebagian terletak lebih kedalam dan menyebabkan
infeksi diberbagai organ dan jaringan vital. Salah satu infeksi jamur pada manusia
adalah tinea pedis yang biasa dikenal dengan kutu air.
B. Tujuan
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk mengetahui penyakit yang
disebabkan oleh bakteri dan fungi.
C. Rumusan Masalah
Permasalahan yang dibahas dalam makalah ini antara lain ;
1. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan fungi
2. Mekanisme kerja obat antibakteri dan antifungi
BAB IIPEMBAHASAN
A. Definisi Penyakit
A.1. Demam Tifoid ( Tifus )
Penyakit Demam Tifoid (bahasa Inggris: Typhoid fever) yang biasa juga
disebut typhus atau types dalam bahasa Indonesianya, merupakan penyakit yang
disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica, khususnya turunannya yaitu Salmonella
Typhi terutama menyerang bagian saluran pencernaan khususnya sistem RES
(reticuloendothelial system). Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang selalu
ada di masyarakat (endemik) di Indonesia, mulai dari usia balita, anak-anak dan
dewasa. Penyakit ini tergolong penyakit menular yang dapat menyerang banyak
orang melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Mekanisme terjadinya penyakit :
Kuman masuk melalui saluran pencernaan lewat makanan yang
terkontaminasi. Sebagian dimusnahkan dalam lambung, namun ada yang lolos sampai
usus, kemudian berkembang biak. Bila respon imunitas mukosa (IgA) kurang baik,
kuman dapat menembus sel epitel (terutama sel-M), selanjutnya ke lamina propia. Di
lamina propia kemudian berkembang biak dan difagosit terutama oleh makrofag.
Kuman dapat hidup di makrofag kemudian dibawa ke plaques peyeri kemudian ke
kelenjar getah bening mesenterika. Kemudian kuman masuk ke sirkulasi darah
(menyebabkan bakteremia pertama yang asimtomatik), kemudian menyebar ke
seluruh organ retikuloendotelial terutama hati dan limpa. Di organ ini kuman
menyebarkan meninggalkan sel fagosit kemudian berkembang biak di luar sel atau
ruang sinusoid selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan
bakteremia kedua kalinya dimana terjadi pelepasan endotoksin menyebar ke seluruh
tubuh dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.
A.2. Tinea Pedis ( Kutu Air )
Tinea pedis disebut juga Athlete's foot = "Ring worm of the foot". Penyakit ini
sering menyerang orang-orang dewasa yang banyak bekerja di tempat basah seperti
tukang cuci, pekerja-pekerja di sawah atau orang-orang yang setiap hari harus
memakai sepatu yang tertutup seperti anggota tentara. Keluhan subjektif bervariasi
mulai dari tanpa keluhan sampai rasa gatal yang hebat dan nyeri bila ada infeksi
sekunder. Penyebab utamanya ialah jamur T .rubrum, T .mentagrofites, dan
Epidermofiton flokosum. Ada tiga bentuk Tinea pedis antara lain ;
Bentuk intertriginosa; keluhan yang tampak berupa maserasi, skuamasi serta erosi,
di celah-celah jari terutama jari IV dan jari V. Hal ini terjadi disebabkan
kelembaban di celah-celah jari tersebut membuat jamur-jamur hidup lebih subur.
Bila menahun dapat terjadi fisura yang nyeri bila kena sentuh. Bila terjadi infeksi
dapat menimbulkan selulitis atau erisipelas disertai gejala-gejala umum.
Bentuk hyperkeratosis; disini lebih jelas tampak ialah terjadi penebalan kulit
disertai sisik terutama ditelapak kaki, tepi kaki dan punggung kaki. Bila
hiperkeratosisnya hebat dapat terjadi fisura-fisura yang dalam pada bagian lateral
telapak kaki.
Bentuk vesikuler subakut; kelainan-kelainan yang timbul di mulai pada daerah
sekitar antar jari, kemudian meluas ke punggung kaki atau telapak kaki. Tampak
ada vesikel dan bula yang terletak agak dalam di bawah kulit, diserta perasaan
gatal yang hebat. Bila vesikel-vesikel ini memecah akan meninggalkan skuama
melingkar yang disebut Collorette. Bila terjadi infeksi akan memperhebat dan
memperberat keadaan sehingga dapat terjadi erisipelas. Semua bentuk yang
terdapat pada Tinea pedis yaitu dermatofitosis yang menyerang tangan.
B. Gambaran Klinis
Gambaran klinis dari infeksi oleh bakteri ( demam tifoid ) antara lain deman,
nyeri tubuh, respons pada area spesifik seperti batuk, lidah kotor (bagian tengah
berwarna putih dan pinggirnya merah), dan pembesaran kelenjar getah bening
regional. Ada tiga komponen utama dari gejala tifoid, antara lain demam yang
berkepanjangan selama 7 hari, gangguan saluran pencernaan, dan gangguan susunan
saraf pusat/kesadaran. Adapun untuk infeksi oleh jamur sering menyebabkan ( tinea
pedis ) antara lain gatal dan kemerahan pada sela-sela jari serta perubahan warna dan
penebalan kuku.
C. Diagnosa Penyakit
C.1. Demam Tifoid
Untuk ke akuratan dalam penegakan diagnosa penyakit, dokter akan
melakukan beberapa pemeriksaan laboratorium diantaranya pemeriksaan darah tepi,
pemeriksaan Widal dan biakan empedu.
Pemeriksaan darah tepi merupakan pemeriksaan sederhana yang mudah dilakukan
di laboratorium sederhana untuk membuat diagnosa cepat. Akan ada gambaran
jumlah darah putih yang berkurang (lekopenia), jumlah limfosis yang meningkat
dan eosinofilia.
Pemeriksaan Widal adalah pemeriksaan darah untuk menemukan zat anti terhadap
kuman tifus. Widal positif kalau titer O 1/200 atau lebih dan atau menunjukkan
kenaikan progresif.
Diagnosa demam Tifoid pasti positif bila dilakukan biakan empedu dengan
ditemukannya kuman Salmonella typhosa dalam darah waktu minggu pertama
dan kemudian sering ditemukan dalam urine dan faeces.
Sampel darah yang positif dibuat untuk menegakkan diagnosa pasti. Sample
urine dan faeces dua kali berturut-turut digunakan untuk menentukan bahwa
penderita telah benar-benar sembuh dan bukan pembawa kuman (carrier). Sedangkan
untuk memastikan apakah penyakit yang diderita pasien adalah penyakit lain maka
perlu ada diagnosa banding. Bila terdapat demam lebih dari lima hari, dokter akan
memikirkan kemungkinan selain demam tifoid yaitu penyakit infeksi lain seperti
Paratifoid A, B dan C, demam berdarah (Dengue fever), influenza, malaria, TBC
(Tuberculosis), dan infeksi paru (Pneumonia).
C.2. Tinea PedisDiagnosa dilakukan berdasarkan gejala klinik yang ada.
D. Pengobatan
D.1. Demam TifoidPerawatan dan pengobatan terhadap penderita penyakit demam Tifoid atau
types bertujuan menghentikan invasi kuman, memperpendek perjalanan penyakit,
mencegah terjadinya komplikasi, serta mencegah agar tak kambuh kembali.
Pengobatan penyakit tifus dilakukan dengan jalan mengisolasi penderita dan
melakukan desinfeksi pakaian, faeces dan urine untuk mencegah penularan. Pasien
harus berbaring di tempat tidur selama tiga hari hingga panas turun, kemudian baru
boleh duduk, berdiri dan berjalan.
Antibakteri (antibiotik) yang diberikan pada pasien demam tifoid adalah
kloram fenikol. Efek antimikroba kloramfenikol yakni bekerja dengan jalan
menghambat sintesis protein kuman dengan cara berikatan pada ribosom 50S. Yang
dihambat adalah pembentukan rantai peptida yakni enzim peptidil transferase yang
berperan sebagai katalisator untuk membentuk ikatan-ikatan peptida pada proses
sintesis protein kuman.
Efek samping :
Reaksi hematologik, Terdapat dalam 2 bentuk yaitu; (a) reaksi toksik dengan
manifestasi depresi sumsum tulang. Kelainan ini berhubungan dengan dosis,
menjadi sembuh dan pulih bila pengobatan dihentikan. Reaksi ini terlihat bila
kadar Kloramfenikol dalam serum melampaui 25 mcg/ml. (b) Bentuk yang kedua
bentuknya lebih buruk karena anemia yang terjadi bersifat menetap seperti
anemia aplastik dengan pansitopenia. Timbulnya tidak tergantung dari besarnya
dosis atau lama pengobatan. Efek samping ini diduga disebabkan oleh adanya
kelainan genetik.
Reaksi alergi, kloramfenikol dapat menimbulkan kemerahan kulit, angioudem,
urtikaria dan anafilaksis. Kelainan yang menyerupai reaksi Herxheimer dapat
terjadi pada pengobatan demam Tifoid walaupun yang terakhir ini jarang
dijumpai.
Reaksi saluran cerna, bermanifestasi dalam bentuk mual, muntah, glositis, diare
dan enterokolitis.
Sindrom gray, pada bayi baru lahir, terutama bayi prematur yang mendapat dosis
tinggi (200 mg/kg BB) dapat timul sindrom Gray, biasanya antara hari ke 2
sampai hari ke 9 masa terapi, rata-rata hari ke 4. Mula-mula bayi muntah, tidak
mau menyusui, pernafasan cepat dan tidak teratur, perutkembung, sianosis dan
diare dengan tinja berwarna hijau dan bayi tampak sakit berat. Pada hari
berikutnya tubuh bayi menjadi lemas dan berwarna keabu-abuan; terjadi pula
hipotermia (kedinginan).
Reaksi neurologik, dapat terlihat dalam bentuk depresi, bingung, delirium dan
sakit kepala.
D.2. Tinea Pedis
Untuk mengobati Tinea pedis (kutu air) digunakan obat yang mengandung
Mikonasola nitrat 2 % dalam bentuk sediaan krem atau serbuk. Pemakaiannya dengan
cara mengoleskan krim atau serbuk sehari sekali sambil digosokkan perlahan.
Biasanya sembuh setelah 2-5 minggu, tetap perpanjang pengobatan selama 10 hari,
untuk mencegah kambuh.
Terapi sistemik Tinea pedis yakni menggunakan griseofulvin. Griseofulvin adalah
suatu antibiotika fungisidal yang dibuat dari biakan spesies penisillium. Secara invitro
griseofulvin dapat menghambat pertumbuhan berbagai spesies dari Microsporum,
Epidermophyton dan Trichophyton. Pada penggunaan per oral griseofulvin diabsorpsi
secara lambat, dengan memperkecil ukuran partikel, absorpsi dapat ditingkatkan.
Griseofulvin ditimbun di sel-sel terbawah dari sel epidermis, sehingga keratin yang
baru terbentuk akan tetap dilindungi terhadap infeksi jamur.
Kontra Indikasi:
Pasien yang menderita penyakit porfiria, gangguan sel hati dan pasien yang
hipersensitif terhadap griseofulvin.
Jangan digunakan pada penderita yang sedang hamil, menyusui dan penderita
lupus erythematosus sistemik.
Dosis:
Dewasa, pada umumnya 4 kali sehari 1 tablet sudah cukup. Untuk kasus tertentu
mungkin diperlukan dosis awal yang lebih tinggi yaitu 8 tablet sehari.
Anak-anak, sehari 10 mg per kg berat badan.
Lama pengobatan dilakukan paling sedikit 4 minggu. Untuk kasus tertentu misalnya
infeksi kuku, pengobatan dapat berlangsung selama 6 - 12 bulan.
Terapi dihentikan sekurang-kurangnya 2 minggu setelah infeksi hilang.
Peringatan dan Perhatian:
Keamanan dan manfaat griseofulvi untuk pencegahan infeksi jamur belum
diketahui dengan pasti.
Pengobatan jangka panjang harus dibawah pengawasan dan dimonitor secara
periodik fungsi-fungsi organ termasuk fungsi ginjal, hati dan hematopoietik.
Penderita yang alergi terhadap penisilin boleh memakai obat ini, walaupun secara
teoritis dapat terjadi sensitivitas silang terhadap penisilin.
Reaksi fotosensitivitas dapat terjadi dan dilaporkan timbulnya lupus
erythematosus pada penderita yang mendapatkan griseofulvin.
Efek Samping:
Efek samping bersifat ringan dan sementara, misalnya: sakit kepala, rasa kering
pada mulut, iritasi lambung dan rash kulit.
Reaksi hipersensitivitas: urtikaria, edema angioneurotik.
Proteinuria, hepatotoksisitas.
Interaksi Obat:
Griseofulvin menurunkan aktivitas warfarin sebagai antikoagulan, kontrasepsi
oral dan dapat meningkatkan efek alkohol.
Barbiturat menurunkan aktivitas griseofulvin.
E. Pencegahan
E.1. Demam Tifoid
Langkah pencegahan yang dilakukan antara lain;
Penyediaan air minum yang memenuhi syarat
Pembuangan kotoran manusia yang pada tempatnya
Pemberantasan lalat
Pengawasan terhadap rumah-rumah makan dan penjual-penjual makanan
Imunisasi
Menemukan dan mengawasi pengidap kuman (carrier)
Pendidikan kesehatan kepada mayarakat.
E.2. Tinea Pedis
Perkembangan infeksi jamur diperberat oleh panas, basah dan maserasi. Jika
faktor-faktor lingkungan ini tidak diobati, kemungkinan penyembuhan akan
lambat. Daerah intertrigo atau daerah antara jari-jari sesudah mandi harus
dikeringkan betul dan diberi bedak pengering atau bedak anti jamur.
Alas kaki harus pas betul dan tidak terlalu ketat.
Pasien dengan hiperhidrosis dianjurkan agar memakai kaos dari bahan katun
yang menyerap keringat, jangan memakai bahan yang terbuat dari wool atau
bahan sintetis.
Pakaian dan handuk agar sering diganti dan dicuci bersih-bersih dengan air
panas.
BAB IIIPENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa ;
Demam tifoid adalah suatu infeksi akut pada usus kecil yang disebabkan oleh
kuman Salmonella typhi. Antibakteri/anti biotik yang digunakan adalah
kloramfenikol.
Tinea pedis (kutu air) adalah infeksi pada sela-sela jari yang disebabkan oleh
jamur T .rubrum, T .mentagrofites, dan Epidermofiton flokosum. Terapi
topikalnya yakni dengan menggunakan krem, dan secara sistemiknya dengan
menggunakan obat griseofulvin.
B. Saran
Jagalah kesehatan tubuh agar kita terhindar dari berbagai macan penyakit.
Mencegah lebih baik daripada mengobati, karena sehat itu murah, sakit itu mahal.
DAFTAR PUSTAKA
J.Corwin, E. 2009. Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Sumarmo, Nathin MA, Ismael S, TumbelakaWAFJ. 1980. Masalah demam tifoid pada anak. FK UI. Jakarta.
Sukandar,E Y., dkk. ISO Farmakoterapi. ISFI Penerbitan. Jakarta.
Tjay,T.H dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-obat Penting, Edisi VI. Elex Media Komputindo. Jakarta.
Boel,Trelia. 2011. Mikosis Superfisial. FKG Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara.
Prasetyo,Vitria R dan Ismoedijanto. 2011. Metode Diagnostik Demam Tifoid pada Anak. FK UNAIR. Surabaya.