struma print
DESCRIPTION
askep strumaTRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN STRUMA
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI TIROID
Kelenjar tiroid berkembang dari endoderm yang berasal dari sulcus pharyngeus
pertama dan kedua pada garis tengah atau lekukan faring antara branchial pouch pertama
dan kedua. Mulai terbentuk pada janin berukuran 3,4-4 cm pada akhir bulan pertama
kehamilan. Dari bagian tersebut timbul divertikulum yang kemudian membesar, jaringan
endodermal ini turun ke leher sampai setinggi cincin trakea kedua dan ketiga yang
kemudian membentuk 2 lobus, yang akhirnya melepaskan diri dari faring. Penurunan ini
terjadi pada garis tengah. Sebelum lepas, ia berbentuk sebagai duktus tiroglossus, yang
berawal dari foramen sekum di basis lidah. Pada umumnya duktus ini akan menghilang
pada usia dewasa. Sisa ujung kaudal duktus tiroglossus lebih sering mengalami obliterasi
menjadi lobus piramidalis kelenjar tiroid. Tetapi ada beberapa keadaan yang masih
menetap, sehingga dapat terjadi kelenjar di sepanjang jalan tersebut, yaitu antara kartilago
tiroid dengan basis lidah. Dengan demikian, kegagalan menutupnya duktus akan
mengakibatkan terbentuknya kelenjar tiroid yang letakya abnormal, dinamakan persisten
duktus tiroglossus, dapat berupa kista duktus tiroglossus, tiroid lingual atau tiroid
servikal. Sedangkan desensus yang terlalu jauh akan menghasilkan tiroid substernal.
Branchial pouch keempatpun akan ikut membentuk bagian kelenjar tiroid, dan
merupakan asal mula sel-sel parafolikular atau sel C yang memproduksi kalsitonin.
Kelenjar tiroid janin secara fungsional mulai mandiri pada minggu ke-12 masa kehidupan
intrauterin.
1. Anatomi Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid terletak di bagian bawah leher, terdiri dari 2 lobus yang
dihubungkan oleh ismus yang menutupi cincin trakea 2 dan 3. Setiap lobus tiroid
berukuran panjang 2,5-4 cm, lebar 1,5-2 cm dan tebal 1-1,5 cm. Berat kelenjar tiroid
dipengaruhi oleh berat badan dan asupan yodium. Pada orang dewasa berat normalnya
antara 10-20 gram.
Pada sisi posterior melekat erat pada fasia pratrakea dan laring melalui kapsul fibrosa,
sehingga akan ikut bergerak kea rah cranial sewaktu menelan.
Pada sebelah anterior kelenjar tiroid menempel otot pretrakealis (m. sternotiroid dan
m. sternohioid) kanan dan kiri yang bertemu pada midline. Pada sebelah yang lebih
superficial dan sedikit lateral ditutupi oleh fasia kolli profunda dan superfisialis yang
membungkus m. sternokleidomastoideus dan vena jugularis eksterna. Sisi lateral
berbatasan dengan a. karotis komunis, v. jugularis interna, trunkus simpatikus dan
arteri tiroidea inferior. Posterior dari sisi medialnya terdapat kelenjar paratiroid, n.
laringeus rekuren dan esophagus. Esofagus terletak di belakang trakea dan laring,
sedangkan n.laringeus rekuren terletak pada sulkus trakeoesofagikus.
Vaskularisasi kelenjar tiroid termasuk amat baik. A.tiroidea superior berasal dari
a.karotis kommunis atau a.karotis eksterna, a.tiroidea inferior dari a.subklavia, dan
a.tiroidea ima berasala dari a.brakhiosefalik salah sau cabang arkus aorta
Aliran darah dalam kelenjar tiroid berkisar 4-6 ml/gram/menit, kira-kira 50 kali lebih
banyak dibanding aliran darah di bagian tubuh lainnya. Pada keadaan hipertiroidisme,
aliran darah ini akan meningkat sehingga dengan stetoskop terdengar bising aliran
darah dengan jelas di ujung bawah kelenjar.
Setiap folikel tiroid diselubungi oleh jala-jala kapiler dan limfatik, sedangkan system
venanya berasal dari pleksus parafolikuler yang menyatu di permukaan membentuk
vena tiroidea superior, lateral dan inferior.
Secara anatomis dari dua pasang kelenjar paratiroid, sepasang kelenjar paratiroid
menempel di belakang lobus superior tiroid dan sepasang lagi di lobus medius.
Pembuluh getah bening kelenjar tiroid berhubungan secara bebas dengan pleksus
trakealis. Selanjutnya dari pleksus ini ke arah nodus pralaring yang tepat berada di
atas ismus menuju ke kelenjar getah bening brakiosefalik dan sebagian ada yang
langsung ke duktus torasikus. Hubungan getah bening ini penting untuk menduga
penyebaran keganasan yang berasal dari kelenjar tiroid.
Gambar 1. Anatomi Tiroid
Gambar 2. Anatomi Tiroid Potongan Melintang
Histologi Kelenjar Tiroid
Secara histologi, parenkim kelenjar ini terdiri atas:
1. Folikel-folikel dengan epithetlium simplex kuboideum yang mengelilingi suatu massa
koloid. Sel epitel tersebut akan berkembang menjadi bentuk kolumner katika folikel lebih
aktif (seperti perkembangan otot yang terus dilatih).
2. Cellula perifolliculares (sel C) yang terletak di antara beberapa folikel yang berjauhan.
Gambar 3. Histologi Kelenjar Tiroid
2. Fisiologi Hormon Tiroid
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama, yaitu tiroksin (T4). Bentuk aktif
ini adalah triyodotironin (T3), yang sebagian besar berasal dari konversi hormon T4 di
perifer, dan sebagian kecil langsung dibentuk oleh kelenjar tiroid. Yodida anorganik yang
diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tiroid. Zat ini dipekatkan kadarnya
menjadi 30-40 kali yang afinitasnya sangat tinggi di jaringan tiroid. Yodida anorganik
mengalami oksidasi menjadi bentuk organik dan selanjutnya menjadi bagian dari tirosin yang
terdapat dalam tiroglobulin sebagai monoyodotirosin (MIT) atau diyodotirosin (DIT).
Senyawa atau konjugasi DIT dengan MIT atau dengan DIT yang lain akan menghasilkan T3
atau T4, yang disimpan dalam koloid kelenjar tiroid. Sebagian besar T4 dilepaskan ke
sirkulasi, sedangkan sisanya tetap di dalam kelenjar yang kemudian mengalami deyodinasi
untuk selanjutnya menjalani daur ulang. Dalam sirkulasi, hormon tiroid terikat pada protein,
yaitu globulin pengikat tiroid (thyroid binding globulin, TBG) atau prealbumin pengikat
tiroksin (thyroxine binding prealbumine, TBPA).
Sekresi hormon tiroid dikendalikan oleh suatu hormon stimulator tiroid (thyroid
stimulating hormone, TSH) yang dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Kelenjar
hipofisis secara langsung dipengaruhi dan diatur aktivitasnya oleh kadar hormon tiroid dalam
sirkulasi yang bertindak sebagai negative feedback terhadap lobus anterior hipofisis, dan
terhadap sekresi thyrotropine releasing hormone (TRH) dari hipotalamus.
Pada kelenjar tiroid juga didapatkan sel parafolikuler, yang menghasilkan kalsitonin.
Kalsitonin adalah suatu polipeptida yang turut mengatur metabolisme kalsium, yaitu
menurunkan kadar kalsium serum, melalui pengaruhnya terhadap tulang.
Jadi, kesimpulan pembentukan hormon tiroksin melalui beberapa langkah, yaitu:
1. Iodide Trapping, yaitu pejeratan iodium oleh pompa Na+/K+ ATPase.
2. Yodium masuk ke dalam koloid dan mengalami oksidasi. Kelenjar tiroid merupakan
satu-satunya jaringan yang dapat mengoksidasi I hingga mencapai status valensi yang
lebih tinggi. Tahap ini melibatkan enzim peroksidase.
3. Iodinasi tirosin, dimana yodium yang teroksidasi akan bereaksi dengan residu tirosil
dalam tiroglobulin di dalam reaksi yang mungkin pula melibatkan enzim
tiroperoksidase (tipe enzim peroksidase).
4. Perangkaian iodotironil, yaitu perangkaian dua molekul DIT (diiodotirosin) menjadi
T4 (tiroksin, tetraiodotirosin) atau perangkaian MIT (monoiodotirosin) dan DIT
menjadi T3 (triiodotirosin). reaksi ini diperkirakan juga dipengaruhi oleh enzim
tiroperoksidase.
5. Hidrolisis yang dibantu oleh TSH (Thyroid-Stimulating Hormone) tetapi dihambat
oleh I, sehingga senyawa inaktif (MIT dan DIT) akan tetap berada dalam sel folikel.
6. Tiroksin dan triiodotirosin keluar dari sel folikel dan masuk ke dalam darah. Proses
ini dibantu oleh TSH.
7. MIT dan DIT yang tertinggal dalam sel folikel akan mengalami deiodinasi, dimana
tirosin akan dipisahkan lagi dari I. Enzim deiodinase sangat berperan dalam proses ini.
8. Tirosin akan dibentuk menjadi tiroglobulin oleh retikulum endoplasma dan kompleks
golgi.
Gambar 4. Sintesis dan Sekresi Hormon Tiroid
2.1 Pengangkutan Tiroksin dan Triiodotirosin ke Jaringan
Setelah dikeluarkan ke dalam darah, hormon tiroid yang sangat lipofilik secara cepat
berikatan dengan beberapa protein plasma. Kurang dari 1% T3 dan kurang dari 0,1% T4 tetap
berada dalam bentuk tidak terikat (bebas). Keadaan ini memang luar biasa mengingat bahwa
hanya hormon bebas dari keseluruhan hormon tiroid memiliki akses ke sel sasaran dan
mampu menimbulkan suatu efek.
Terdapat 3 protein plasma yang penting dalam pengikatan hormon tiroid:
1. TBG (Thyroxine-Binding Globulin) yang secara selektif mengikat 55% T4 dan 65%
T3 yang ada di dalam darah.
2. Albumin yang secara nonselektif mengikat banyak hormone lipofilik, termasuk 10%
dari T4 dan 35% dari T3.
3. TBPA (Thyroxine-Binding Prealbumin) yang mengikat sisa 35% T4.
Di dalam darah, sekitar 90% hormon tiroid dalam bentuk T4, walaupun T3 memiliki aktivitas
biologis sekitar empat kali lebih poten daripada T4. Namun, sebagian besar T4 yang
disekresikan kemudian dirubah menjadi T3, atau diaktifkan, melalui proses pengeluaran satu
yodium di hati dan ginjal. Sekitar 80% T3 dalam darah berasal dari sekresi T4 yang
mengalami proses pengeluaran yodium di jaringan perifer. Dengan demikian, T3 adalah
bentuk hormon tiroid yang secara biologis aktif di tingkat sel.
2.2 Fungsi hormon tiroid
a. Mengatur metabolisme protein,lemak,karbohidrat dalam sel.
b. Meningkatkan konsumsi oksigen di semua jaringan.
c. Meningkatkan frekuensi dan kontraksi denyut jantung.
d. Mempertahankan tonus otot.
e. Merangsang pemecahan lemakdan sintesa kolesterol.
2.3 Mekanisme umpan balik hormone dari kelenjar tiroid
Mula-mula, hipotalamus sebagai pengatur mensekresikan TRH (Thyrotropin-
Releasing Hormone), yang disekresikan oleh ujung-ujung saraf di dalam eminansia
mediana hipotalamus. Dari mediana tersebut, TRH kemudian diangkut ke hipofisis
anterior lewat darah porta hipotalamus-hipofisis. TRH langsung mempengaruhi hifofisis
anterior untuk meningkatkan pengeluaran TSH.
TSH merupakan salah satu kelenjar hipofisis anterior yang mempunyai efek spesifik
terhadap kelenjar tiroid:
1. Meningkatkan proteolisis tiroglobulin yang disimpan dalam folikel, dengan hasil
akhirnya adalah terlepasnya hormon-hormon tiroid ke dalam sirkulasi darah dan
berkurangnya subtansi folikel tersebut.
2. Meningkatkan aktifitas pompa yodium, yang meningkatkan kecepatan proses iodide
trapping di dalam sel-sel kelenjar, kadangakala meningkatkan rasio konsentrasi iodida
intrasel terhadap konsentrasi iodida ekstrasel sebanyak delapan kali normal.
3. Meningkatkan iodinasi tirosin untuk membentuk hormon tiroid.
4. Meningkatkan ukuran dan aktifitas sensorik sel-sel tiroid.
5. Meningkatkan jumlah sel-sel tiroid, disertai dengan dengan perubahan sel kuboid
menjadi sel kolumner dan menimbulkan banyak lipatan epitel tiroid ke dalam folikel.
2.4 Metabolisme basal
Metabolisme basal adalah banyaknya energi yang dipakai untuk aktifitas jaringan
tubuh sewaktu istirahat jasmani dan rohani. Energi tersebut dibutuhkan untuk
mempertahankan fungsi vital tubuh berupa metabolisme makanan, sekresi enzim,
sekresi hormon, maupun berupa denyut jantung, bernafas, pemeliharaan tonus otot,
dan pengaturan suhu tubuh.
Metabolisme basal ditentukan dalam keadaan individu istirahat fisik dan mental
yang sempurna. Pengukuran metabolisme basal dilakukan dalam ruangan bersuhu
nyaman setelah puasa 12 sampai 14 jam (keadaan postabsorptive). Sebenarnya taraf
metabolisme basal ini tidak benar-benar basal. Taraf metabolisme pada waktu tidur
ternyata lebih rendah dari pada taraf metabolisme basal, oleh karena selama tidur otot-
otot terelaksasi lebih sempurna. Apa yang dimaksud basal disini ialah suatu kumpulan
syarat standar yang telah diterima dan diketahui secara luas.
Metabolisme basal dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu jenis kelamin, usia,
ukuran dan komposisi tubuh, faktor pertumbuhan. Metabolisme basal juga
dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, dan keadaan emosi atau
stres.
Orang dengan berat badan yang besar dan proporsi lemak yang sedikit
mempunyai Metabolisme basal lebih besar dibanding dengan orang yang mempunyai
berat badan yang besar tapi proporsi lemak yang besar.
Demikian pula, orang dengan berat badan yang besar dan proporsi lemak yang
sedikit mempunyai Metabolisme basal yang lebih besar dibanding dengan orang yang
mempunyai berat badan kecil dan proporsi lemak sedikit.
Metabolisme basal seorang laki-laki lebih tinggi dibanding dengan wanita. Umur
juga mempengaruhi metabolisme basal dimana umur yang lebih muda mempunyai
metabolisme basal lebih besar dibanding yang lebih tua. Rasa gelisah dan ketegangan,
misalnya saat bertanding menghasilkanmetabolisme basal 5% sampai 10% lebih
besar. Hal ini terjadi karena sekresi hormon epinefrin yang meningkat, demikian pula
tonus otot meningkat.
Laju Metabolik Basal (Basal Metabolic Rate/BMR) ialah energi yang dibutuhkan
untuk mempertahankan fungsi fisiologis normal pada saat istirahat.
BMR = kcal/ m2/jam (kilokalori energi yang digunakan per meter persegi permukaan
tubuh per jam)
BMR
Fungsi fisiologis normal tersebut meliputi :
Lingkungan kimia internal tubuh, yaitu
gradient konsentrasi ion antara intrasel
dan ekstrasel
Aktivitas elektrokimia sistem saraf
Aktivitas elektromekanik sistem
sirkulasi
Pengaturan suhu
Faktor-faktor yang mempengaruhi BMR
Makanan
Makanan kaya protein akan lebih meningkatkan BMR daripada makanan kaya
lipid atau kaya karbohidrat. Hal ini mungkin terjadi karena deaminasi asam
amino terjadi relatif cepat.
Status hormon tiroid
Hormon tiroid meningkatkan konsumsi oksigen, sintesis protein, dan degradasi
yang merupakan aktivitas termogenesis. Peningkatan BMR merupakan hal yang
klasik pada hipertiroid, dan menurun pada penurunan kadar tiroid
Aktivitas saraf simpatis.
Pemberian agonis simpatis b juga meningkatkan BMR. Sistem saraf simpatis
secara langsung melalui nervus vagus ke hati mengaktivasi pembentukan
glukosa dari glikogen. Sehingga aktivitas saraf simpatis meningkatkan BMR.
Latihan
Latihan membutuhkan kalori ekstra dari makanan. Jika s/ makanan lebih banyak
mengandung energi, maka berat badan akan meningkat. Jika penggunaan energi
lebih banyak dari yg tersedia dlm makanan, maka tubuh akan memakai
simpanan lemak yang ada dan mungkin akan menurunkan berat badan.
Umur & faktor lain
BMR seorang anak umumnya lebih tinggi daripada orang dewasa, krn anak
memerlukan lebih banyak energi selama masa pertumbuhan. Wanita hamil &
menyusui juga memiliki BMR yang lebih tunggu.
Demam meningkatkan BMR. Orang yg berotot memiliki BMR lebih tinggi
daripada orang yg gemuk .
2.5 Biosintesis dan metabolisme hormon-hormon tiroid
Biosintesis hormone tyroid merupakan suatu urutan langkah” proses yang diatur
oleh enzim” tertentu. Langkah” tersebut adalah:
1. Penangkapan yodida
2. Oksidasi yodida menjadi yodium
3. Organifikasi yodium menjadi monoyodotirosin dan diyodotirosin
4. Proses penggabungan precursor yang teryodinasi
5. Penyimpanan hormone
6. Pelepasan Hormon
Penangkapan yodida oleh sel” folikel tyroid merupakan suatu proses aktif dan
membutuhkan energi. Energy yang didapat dari metabolisme oksidatif dalam kelenjar.
Yodida yang tersedia untuk tyroid berasal dari yodida dalam makanan atau air, atau
yang dilepaskan pada deyodinasi hormone tyroid atau bahan” yang mengalami
yodinasi. Tyroid mengambil dan mengkonsentrasikan yodida 20 hingga 30 kali
kadarnya dalam plasma. Yodida dirubah menjadi yodium, dikatalis oleh enzim yodida
peroksidase. Yodium kemudian digabungkan dengan molekul tirosin, yaitu proses
yang dijelaskan sebagai organifikasi yodium. Proses ini terjadi pada interfase sel
koloid. Senyawa yang terbentuk, monoyodotirosin dan diyodo-tirosin kemudian
digabungkan sebagai berikut: dua molekul diyodotirosin membentuk tirosin (T4) dan
satu molekul diyodotirosin dan satu molekul monoyodotirosin membentuk
triyodotirosin (T3). Penggabungan senyawa-senyawa ini dan penyimpanan hormone
yang dihasilkan berlangsung dalam tiroglobulin. Pelepasan hormone dari tempat
penyimpanan terjadi dengan masuknya testes-tetes koloid ke dalam sel” folikel
dengan proses yang disebut pinositosis. Di dalam sel” ini tiroglobulin dihidrolisis dan
hormone dilepaskan ke dalam sirkulasi. Berbagai langkah yang dilakukan tersebut
dirangsang oleh tirotropin (TSH)
2.6 Pengaruh hormone tiroid terhadap metabolisme
Hormon tiroid mempunyai 2 efek utama pada tubuh:1. Meningkatkan
kecepatan metabolism secara keseluruhan dan 2. Pada anak-anak,merangsang
pertumbuhan
Peningkatan umum kecepatan metabolisme
Hormone tiroid meningkatkan aktifitas metabolism hamper semua jaringan
tubuh.kecepatan metabolism basal dapat meningkat sebanyak 60-100 persen diatas
normal bila disekrsi hormone dalam jumlah besar. Keceptan penggunaan makanan
untuk energy sangat dipercepat.kecepatan sintesis protein kadang-kadang meningkat,
semnetara pada saat yang sama kecepatan katabolisme protein juga meningkat.
Keceptan pertumbuhan orang muda sangat dipercepat. Proses mental terangsang, dan
aktifitas banyak kelenjar endokrin lain sering meningkat. Beberapa mekanisme kerja
yang mungkin ada dari hormone teroid dijelaskan dalam bagian berikut
1. Efek hormone tiroid menyebabakan sintesis protein
Hormone tiroid digabung dengan protein”reseptor”didalam nucleus sel gabungan ini
atau produk darinya kemudian mengaktifasi sebagaian besar gen sel untuk
menyebabakan pembentukan RNA dn kemudian pembentukan protein
2. Efek hormone tiroid pada system enzim sel
Dalam 1 minggu atau lebih setelah pemberian hormon tiroid,paling sedikit 100 dan
mungkin lebih banyak lagi enzim intra sel meningkat jumlahnya
3. Efek hormone tiroid pada metokondria
Fungsi utama tiroksin mingkin hanya meningkatkan jumlah dan aktifitas mitokondria,
serta peningkatan ini selanjutrnya meningkatkan kecepatan pembentukan ATP untuk
member energy fungsional sel.
4. Efek hormone tiroid dalam meningkatkan transport aktif ion melalui membrane sel
Salah satu enzim yang meningkat sebgai respon terhadap hormon tiropid adalah Na-K
ATPse yang meningkatkan kecepatan transport natrium dan kalium melalui
membrane sel beberapa jaringan
B. KONSEP DASAR TEORI STRUMA
1. Pengertian.
1. Struma adalah reaksi adaptasi terhadap kekurangan yodium yang ditandai
dengan pembesaran kelenjar tyroid. (Djoko Moelianto, Ilmu Penyakit Dalam,
1993).
2. Struma Nodosa Non Toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara
teknik teraba suatu nodul tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme (Sri
Hartini, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, halaman 757 FKUI, 1987)
2. Etiologi
Penyebab Struma antara lain :
a. Defisiensi Yodium.
Defisiensi yodium merupakan sebab pokok terjadinya struma. Struma
merupakan cara adaptasi manusia pada keadaan akan kekurangan unsur yodium
dalam makanan dan minuman.
b. Faktor Goitrogen.
Goitrogen adalah zat atau bahan yang dapat mengganggu hormogenesis tiroid
sehingga akibatnya dapat membesarkan kelenjar tiroid (gondok)
c. Yodium yang berlebihan.
Apabila yodium dikomsumsi dalam jumlah yang berlebihan maka akan terjadi
inhibisi hormonogenesis, akan tetapi bila pemberian ini secara kronik, maka
terjadi escape atau adaptasi terhadap hambatan tersebut.
Bila tidak mampu melaksanakan hambatan tersebut akan mengalami akibatnya
yaitu inhibisi hormogenesis sehingga tarjadi hipotiroidisme dan selanjutnya
TSH meninggi dengan dampak gondok.
3. Patofisiologi.
Struma terjadi karena kegagalan sintesa hormon yang berhubungan dengan
pengurangan hormon T3 dan T4. Pengurangan ini mencegah inhibisi umpan balik
TSH yang normal. Kadar TSH yang meningkat akan menyebabkan peningkatan
massa tyroid. Pembesaran tyroid dapat menimbulkan hyperplasia tetapi tidak
semuanya menunjukan adanya kadar TSH. Hipotesis lain menyatakan bahwa struma
disebabkan karena stimulus kelenjar tyroid oleh growth imunoglobin, stroma dapat
berupa difus atau noduler dan nodul disebabkan oleh adenoma, karsinoma, atau
proses inflamasi. Pembesaran tyroid yang tidak berhubungan dengan
hypertiroidisme, malignasi atau inflamasi sering kali terjadi pada wanita yang
timbul pada saat pubertas atau selama kehamilan disebut dengan simpel goiter. Pada
tiap orang dapat dijumpai masa dimana kebutuhan terhadap tiroxin bertambah
terutama masa pertumbuhan, menstruasi pubertas, kehamilan, laktasi, menopause,
infeksi dan stres. Pada masa tersebut akan menimbulkan modularitas kelenjar tyroid
serta kelainan arsitektur yang dapat berlanjut pada berkurangya aliran darah.
4. Gambaran Klinis
Gambaran klinis pada penderita struma antara lain :
a. Pemebengkakan secara berlebihan pada leher.
b. Batuk kaena pipa udara (tractea) terdesak kesisi lain.
c. Kesulitan menelan (nyeri saat menelan).
d. Kesulitan dalam bernafas dan suara bising pada waktu bernafas.
e. Suara parau karena tekanan pada saraf suara (Jhon Of Knight. 1993, Wanita
Ciptaan Ajaib, halaman 360 percetakan Advent Indonesia, Bandung).
5. Pemeriksaan Diagnostik.
a. Pemeriksaan sidik tiroid.
Berfungsi untuk melihat teraan ukuran, bentuk lokal dan yang bermasalah.
Fungsi bagian-bagian tiroid.
b. Pemeriksaan Ultrasonografi.
Berfungsi untuk melihat beberapa bentuk kelainan dan konsistensinya.
c. Biopsi Aspirasi Jarum halus.
Termografi adalah suatu metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu
kulit pada suatu tempat.
d. Penanda tumor berfungsi untuk mengukur peninggian tiroglobulin kadar tg serum
normal antara 1,5-30 nymle.
e. X Ray (foto leher).
6. Penatalaksanaan Medik.
a. Pencegahan.
Dengan pemberian kapsul minyak beryodium terutama bagi penduduk didaerah
endemik sedang dan berat.
Program ini bertujuan merubah perilaku masyarakat, dalam hal pola makanan
dan memasyarakatkan pemakaian garam beryodium.
b. Tindakan Operasi.
Pada struma Nodosa NonToksik yang besar dapat dilakukan tindakan operasi
(strumectomy). Bila pengobatan tidak berhasil terjadi gangguan misalnya :
penekanan pada organ sekitarnya kosmetik, indikasi keganasan yang pasti akan
dicurigai.
7. Keterampilan pemeriksaan fisik tiroid
Pemeriksaan fisik kelenjer tiroid merupakan bagian dari pemeriksaan umum
seorang penderita. Dalam memeriksa leher seseorang, struktur leher lainnya pun harus
diperhatikan. Ada beberapa alasan untuk hal ini, pertama sering struktur ini tertutup
atau berubah oleh keadaan kelenjar tiroid, kedua metastasis tiroid sering terjadi ke
kelenjar limfe leher dan ketiga banyak juga kelainan leher yang sama sekali tidak
berhubungan dengan gangguan kelenjer gondok. Riwayat penyakit dan pemeriksaan
fisik sistematik juga diperlukan, sebab dampak yang ditimbulkan oleh gangguan
fungsi kelenjer tiroid melibatkan hampir seluruh oragan tubuh, sehingga
pengungkapan detail kelainan organ lainnya sangat membantu menegakkan maupun
mengevaluasi gangguan kelainan penyakit kelenjar tiroid. Pemeriksaan kelenjar tiroid
meliputi inspeksi, palpasi dan auskultasi.
a. Inspeksi
Waktu memeriksa kelenjar tiroid hendaknya dipastikan arah sinar yang tepat,
sehingga masih memberi gambaran jelas pada kontur, relief, tekstur kulit maupun
benjolan. Demikian pula harus diperhatikan apakah ada bekas luka operasi. Dengan
dagu agak diangkat, perhatikan struktur dibagian bawah-depan leher. Kelenjar tiroid
normal biasanya tidak dapat dilihat dengan cara inspeksi, kecuali pada orang yang
amat kurus, namun apabila dalam keadaan tertentu ditemukan deviasi trachea atau
dilatasi vena maka harus curiga kemungkinan adanya gondok substernal. Biasanya
dengan inspeksi saja kita dapat menduga adanya pembesaran kelenjar tiroid yang
lazim disebut gondok. Gondok yang agak besar dapat dilihat, namun untuk
memastikan serta melihat
gambaran lebih jelas maka pasien diminta untuk membuat gerakan menelan (oleh
karena tiroid melekat pada trachea ia akan tertarik keatas bersama gerakan menelan).
Manuver ini cukup diagnostik untuk memisahkan apakah satu struktur leher tertentu
berhubungan atau tidak dengan tiroid. Sebaliknya apabila struktur kelenjar tiroid tidak
ikut gerakan menelan sering disebabkan perlengkapan dengan jaringan sekitarnya.
Untuk ini dipikirkan kemungkinan radang kronik atau keganasan tiroid.
b. Palpasi
Dalam menentukan besar, bentuk konsistensi dan nyeri tekan kelenjar tiroid
maka palpasi merupakan jalan terbaik dan terpenting. Ada beberapa cara, tergantung
dari kebiasaan pemeriksa. Syarat untuk palpasi tiroid yang baik adalah menundukkan
leher sedikit serta menoleh kearah tiroid yang akan diperiksa (menoleh kekanan untuk
memeriksa tiroid kanan, maksudnya untuk memberi relaksasi otot
sternokleidomastoideus kanan). Pemeriksa berdiri didepan pasien atau duduk setinggi
pasien. Sebagian pemeriksa lebih senang memeriksa tiroid dari belakang pasien.
Apapun yang dipilih langkah pertama ialah meraba daerah tiroid dengan jari telunjuk
(dan atau 3 jari) guna memastikan ukuran, bentuk, konsistensi, nyeri tekan dan
simetri. Untuk mempermudah meraba tiroid, kita dapat menggeser laring dan tiroid ke
satu sisi dengan menggunakan ibu jari atau jari tangan lain pada kartilago tiroid.
Kedua tiroid diperiksa dengan cara yang sama sambil pasien melakukan gerakan
menelan.
Gambar 1. Pemeriksaan palpasi Kelenjar tiroid
Palpasi lebih mudah dilakukan pada orang kurus, meskipun pada orang gemuk tiroid
yang membesar juga dapat diraba dengan mudah. Ukuran tiroid dapat dinyatakan
dalam bermacam-macam cara :
Misalnya dapat diterjemahkan dalam ukuran volume (cc) dibandingkan dengan
ukuran volume ibu jari pemeriksa
Ukuran lebar dan panjang (cm x cm) atau ukuran berat (gram jaringan dengan
perbandingan ibu jari pemeriksa yang sudah ditera sendiri berdasarkan volume air
yang tergeser oleh ibu jari dan volume dikaitkan dengan berat daging dalam gram)
Mengukur luas permukaan kelenjar dapat digunakan sebagai ukuran besarnya tiroid
Gradasi pembesaran kelenjar tiroid untuk keperluan epidemiologi (untuk menentukan
prevalensi gondok endemik) menggunakan klasifikasi perez atau modifikasinya.
Umumnya wanita mempunayi gondok lebih besar sehingga lebih mudah diraba.
Tujuan menggunakan metoda ini ialah mendapat angka statistik dalam mengendalikan
masalah gondok endemik dan kurang yodium, dengan cara yang reploducible.
Klasifikasi awal (Perez 1960) adalah sebagai berikut :
Derajat 0 : Subjek tanpa gondok
Derajat 1 : Subjek dengan gondok yang dapat diraba (palpable)
Derajat 2 : Subjek dengan gondok terlihat (visible)
Derajat 3 : Subjek dengan gondok besar sekali, terlihat dari beberapa cm.
Dalam praktek masih banyak dijumpai kasus dengan gondok yang teraba
membesartetapi tidak terlihat. Untuk ini dibuat subklas baru yaitu derajat IA dan
derajat IB.
Derajat IA : Subjek dengan gondok teraba membesar tetapi tidak terlihat meskipun
leher sudah ditengadahkan maksimal.
Derajat IB : Subjek dengan gondok teraba membesar tetapi terlihat dengan sikap
kepala biasa, artinya leher tidak ditengadahkan.
Adapun kriteria untuk menyatakan bahwa gondok membesar ialah apabila
lobus leteral tiroid sama atau lebih besar dari falang akhir ibu jari tangan pasien
(bukan jari pemeriksa). Dalam sistem klasifikasi ini setiap nodul perlu dilaporkan
khusus (pada survey GAKI dapatan ini mempunyai arti tersendiri).
Apabila dalam pemeriksaan survei populasi ditemukan nodularitas artinya
ditemukan
nodul pada lobus kelenjar tiroid, maka temuan ini perlu dilaporkan secara khusus.
Kista kita duga apabila pada rabaan berbentuk hemisferik, berkonsistensi kenyal,
dengan permukaan halus. Gondok keras sering ditemukan pada tiroiditis kronik atau
keganasan pada gondok, kenyal atau lembek pada struma colloides dan pada
defisiensi yodium. Nyeri tekan atau nyeri spontan dapat dijumpai pada radang atau
infeksi (tiroiditis autoimun, virus atau bakteri) tetapi dapat juga karena peregangan
mendadak kapsul tiroid oleh hemoragi ke kista, keganasan atau malahan dapat
ditemukan pada hipertiroidisme.
Pita ukuran seperti gambar diatas kadang digunakan untuk menilai secara
kasar perubahan ukuran kelenjar, membesar, tetap atau mengecil selama pengobatan
atau observasi. Dalam pengobatan penyakit Graves pengecilan kelenjar diawal
pengobatan memberikan indikasi respon baik sedangkan pembesaran menandakan
adanya overtreatment Obat Anti Tiroid (terjadi hipotiroidisme → TSH naik →
stimulasi dan lingkar leher membesar). Namun ini biasanya terlambat 2 minggu
sesudah perubahan biokimia. Palpasi juga berguna dalam menentukan pergeseran
trachea (bisa karena trachea terdesak atau tertarik sesuatu). Cari massa yang
menyebabkan pergeseran dengan cara palpasi. Rabalah pembesaran limfonodi yang
dapat merupakan petunjuk penyebaran karsinoma kelenjar tiroid ke kelenjar limfe
regional. Khusus perhatikan limfonodi sepanjang daerah trachea yang menutupi
trachea, kartilago krikoid, kartilago tiroid di linea mediana (disebut upper pretracheal
node atau delphian group) dan limfonodi mastoid yang terdapat di sudut radang
bawah, raba pula kalau ada pembesaran vena.
C. Auskultasi
Tidak banyak informasi yang dapat disumbangkan oleh auskultasi tiroid,
kecuali untuk mendengarkan bruit, bising pembuluh di daerah gondok yang paling
banyak ditemukan pada gondok toksik (utamanya ditemukan di lobus kanan tiroid-
ingat vaskularisasinya).
8. Keterampilan persiapan pre operasistrumektomi, tiroidektomi
Perawatan yang tepat dapat dilakukan pada pasian pre-oprerasi pada tiroidektomi
adalah :
a. Kadar hormon tiroid harus diupayakan dalam keadaan normal
b. Pemberian obat antitiroid masih tetap dipertahankan disamping menurunkan kadar
hormon darah
c. Masalah jantung juga sudah harus teratasi
d. Kondisi nutrisi harus optimal, diet tinggi protein dan karbohidrat
e. Beri tahu pasien kemungkinan suara menjadi serak setelah operasi jelaskan bahwa
itu adalah hal yang wajar dan dapat kembali seperti semula
f. Penjelasan kepada penderita dan keluarganya mengenai tindakan operasi yang akan
dijalani serta resiko komplikasi disertai dengan tandatangan persetujuan dan
permohonan dari penderita untuk dilakukan operasi. (Informed consent)
g. Memeriksa dan melengkapi persiapan alat dan kelengkapan operasi, persiapan
ruang ICU untuk monitoring setelah operasi.
h. Penderita puasa minimal 6 jam sebelum operasi
i. Tanpa antibiotika profilaksis
9. Perawatan post operasistrumektomi, tiroidektomi
Perawatan yang dapat dilakukan pada pasien pasca operasi pada tiroidektomi adalah :
a. Monitor tanda-tanda vital setiap 15 menit sampai stabil dan kemudian lanjutkan
setiap 30 menit selama 6 jam
b. Gunakan bantal pasir atau bantal tambahan untuk menahan posisi kepala tetap
ekstensi sampai klien sadar penuh
c. Bila sadar, berikan posisi semi fowler, apabila memindahkan klien hindarkan
penekanan pada daerah insisi.
d. Berikan obat analgesic sesuai program terapi
e. Bantu klien batuk dan napas dalam setiap 30 menit
f. Gunakan penghisap oral atau trachea sesuai kebutuhan
g. Monitor komplikasi yang terjadi pada pasca operasi tiroidektomi, seperti:
Perdarahan, Distress pernapasan¸Hipokalsemia akibat pengangkatan paratiroid
yang ditandai dengan tetani, Kerusakan saraf laryngeal.
10. keterampilan persiapan pre operasi strumektomi,tiroidektomi
10.1. Prosedur Tindakan Strumektomi
I. Persiapan alat dasar strumektomi:
a. Alat Tenun Steril:
1) Doek besar 2 buah
2) Doek kecil 5 buah
3) Jas oprasi 5 buah
b. Instrumen (standar alat strumektomi)
Nama Alat
1. Langenbeck besar 2
2. Langenbeck sedang 2
3. Dissecting / raigth engle 3
4. Allis klem 2
5. Tumor klem 2
6. Needle holder 2
7. Yoderen klem 1
8. Duk klem 6
9. Pean bengkok panjang 6
10. Pean bengkok sedang 6
11. Pean bengkok kecil 12
12. Pean lurus kecil 2
13. Kocher lurus sedang 10
14. Kocher lurus panjang 6
15. Tangkai pisau no 4 1
16. Tangkai pisau no 3 1
17. Pincet tissue chirurgy 1
18. Pincet tissue anatomi 1
19. Pincet chirurgy 2
20. Pincet anatomi 2
21. Gunting jaringan kecil 1
22. Gunting jaringan besar 1
23. Gunting benang 1
24. Bengkok steril 1
25. Mangkok stenlis 2
26. Mangkok cina 2
27. Jarum jahit 1 set
Persiapan Diluar Kontener Set
1) Kasa 2 ikat
2) Darem gas 3 lbr
3) Suction 1
4) ESU dan cucuknya 1
5) Mess no 15 1
6) Benang side no 2/0, no 3/0, dexon 4/0 & 2/0
7) Waskom besar steril 2
8) Betadine Secukupnya
9) Aquabidest steril Secukupnya
10) Tinta dan tusuk gigi 1
II. Prosedur Persiapan alat-alat sebelum tindakan operasi:
a. Prosedur menyiapkan meja linen steril dan instrumen steril sebelum operasi:
Prosedur
1) Cuci tangan biasa
2) Bersihkan meja instrumen dengan chlorin 0,2%
3) Pasang perlak steril dengan teknil tanpa sentuh
4) Buka doek /drape sesuai dengan kebutuhan dan sarung tangan menggunakan
korentang.
5) Cuci tangan steril
6) Keringkan tangan dengan handuk/lap steril
7) Gunakan gaun oprasi steril
8) Atur duk / drape / instrumen dan sarung tangan steril
9) Tutup meja dengan doek steril
b. Prosedur cuci tangan prosedural:
Prosedur
1) Lepaskan semua perhiasan, cincin dan jam tangan
2) Basahi tangan dengan air mengalir dari ujung jari sampai 2 cm di atas siku
3) Gunakan cairan hebiscrup, dan cuci tangan mulai dari telapak tangan dan jari-
jari serta lengan bawah secara menyeluruh sampai 2 cm atas siku, kemudian
bilas merata selama 1 menit.
4) Ambil sikat dan beri cairan Hebiscrup
5) Bersihkan kuku secara menyeluruh dengan sikat
6) Kemudian bersihkan jari-jari, telapak tangan dan punggung tangan, cuci setiap
jari seakan mempunyai empat sisi
7) Scrub daerah pergelangan tangan pada tiap tangan
8) Kemudian scrub lengan bawah sampai 2 cm diatas siku (selama satu setengah
menit)
9) Ulangi pada lengan satunya, dengan waktu yang sama
10) Bilas tangan dan lengan secara merata, pastikan tangan ditahan lebih tinggi dari
siku, ulangi pemakaian Hebiscrup dengan merata tanpa dibilas dengan air. (1
menit untuk kedua tangan)
11) Pastikan posisi tangan di atas dan biarkan air menetes melalui siku
12) Cuci tangan slesai, keringkan tangan dengan handuk steril
C. Menggunakan Gaun Steril Untuk Operasi
Prosedur
1) Ambil gaun bedah steril, dengan cara memegang bagian leher angkat dengan
kedudukan tangan setinggi bahu
2) Pegang bagian leher dengan tangan setinggi bahu dengan menjaga bagian dalam
tetap menghadap pemakai
3) Kibaskan gaun dan bersamaan dengan itu masukan tangan kedalam lengan gaun
dengan tetap menjaga ketinggian setinggi bahu
4) Petugas yang tidak steril mengambil bagian dalam dari gaun dan menarik
kebelakang untuk merapikan dan harus menutup seluruh bagian belakang
pemakai, serta mengikatkan tali gaun dengan rapi.
5) Pemakaian gaun selesai
C. Menggunakan Sarung Tangan steril:
Prosedur
1) Tangan berada di dalam gaun bedah saat menjemput sarung tangan yang terlipat
keluar
2) Dengan dibantu tangan sebelah yang masih berada di dalam lengan gaun pakai
sarung tangan yang satu
3) Dengan tangan yang sudah bersarung pakai sarung tangan yang satunya lagi
4) Pemakaian sarung tangan selesai
III. Prosedur Tindakan Operasi Strumektomi
Prosedur operasi dibagi menjadi tiga yaitu: pre operasi, intra operasi dan pos operasi.
A. Pre Operasi
• Persiapan brankar untuk menerima pasien dengan mempersiapkan:
- Sprai
- Plastik/kain kedap air ditaruh dibagian atas (daerah kepala sampai leher)
- Slimut
- Baju oprasi dan topi.
• Menerima pasien / timbang terima di ruang timbang terima:
- Mencocokan nama pasien antara lest dengan gelang pasien
- Memindahkan pasien ke brankar
- Mengganti baju pasien dan memakaikan topi
- Mengecek perlengkapan / persiapan oprasi sesuai dengan chek list
- Mendorong pasien ke ruang oprasi (Ok 6)
B. Intra Operasi
Pelaksanaan tindakan pembedahan intra operatif dimulai dari pasien dipasang monitor
dan dilakukan tindakan pembiusan oleh dokter anastesi, urutan pembedahan
meliputi:
• Pasien telah dipasang monitor dan dilakukan pembedahan kemudian pasien
dipasang arde dengan benar.
• Operator, asisten dan instrumen melakukan cuci tangan prosedural, pemakaian jas
oprasi dan sarung tangan steril, (sesuai dengan cara diatas)
• Memberikan preparasi set kepada operator:
- Mangkok cina berisi betadine
- Kom steril berisi dan 3 lembar kasa
- Yoderem klem
• Bersama-sama oprator melakukan draping:
- Dua duk kecil dibentuk segi tiga dan segi empat digabung dimasukan di bawah
kepala pasien, duk segi tiga untuk menutup kepala pasien.
- Pasang duk besar untuk menutup badan pasien
- Pasang duk kecil disebelah kanan dan kiri kepala pasien
- Pasang duk besar untuk lapisan badan yang kedua
- Semua duk dipiksasi dengan duk klem
• Mendekatkan meja instrumen kedekat pasien dan mempersiapkan alat-alat:
- Memasang ESU
- Memasang section
- Kabel dan selang dipiksasi didaerah perut dan dengan aman serta terjangkau.
• Langkah-langkah pembedahan:
Langkah Pembedahan (Alat / Bahan yang Digunakan)
1) Incici kulit leher (Bisturi no 15 beserta tangkainya, pincet cirurgy.
2) Buka sub kutis (Pincet cirurgy, kasa dan pean bengkok dan ESU
3) Membuka fasia (Pincet cirurgy, kasa, darem gas, pean bengkok, ESU,
kokher dan gunting jaringan
4) Membuka otot (Pean bengkok, pincet.
5) Exsplorasi tumor (Elis klem, pean bengkok, ESU, pincet cirurgy, gunting
jaringan, suktion, kasa/darem gas.
6) Pembuluh darah kecil dikoter sedangkan pembuluh darah besar dilakukan ligasi
dengan ikat benang side 2/0.
7) Massa terangkat (Pemeriksaan PA
8) Pencucian luka (Nacl 0,9%, suction
9) Memasang drain (Ngt no 16, pean bengkok, mes no 15.
10) Mengikat drain (Nedle holder, benag side 2/0, pincet cirurgy, jarum cating
dan gunting benang
11) 10 Jahit otot (Nedle holder, pincet cirurgy, gunting benang, plain 2/0,
jarum otot.
12) Jahit Fasia (Nedle holder, pincet cirurgy, gunting benang, dexson 2/0
13) Jahit subkutis (Nedle holder, pincet cirurgy, gunting benang, dexson 2/0
14) Jahit kulit secara subkutikuler Nedle holder, pincet cirurgy, gunting benang,
dexson 4/0
15) Membersihkan luka dan sekitarnya Kasa basah
16) Tutup luka Sofratule, kasa steril, plester/hypapik.
17) Memasang penampung drain Botol plabot kosong
18) Oprasi selesai Pasien dibereskan
C. Post Operasi:
1. Cek alat dan bahan habis pakai:
a. Linen kotor dimasukan ketempatnya.
b. Cek alat,kasa dan darem gas, dan jarum eating
c. Jarum dan bisturi dimasukan kedalam tempat khusus
d. Lakukan pencucian alat/instrumen
e. Instrumen dikembalikan ke ruang seting alat
2. Melepas gaun oprasi:
a. Minta bantuan orang lain untuk melepsas ikatan tali gaun
b. Melepas gaun oprasi dengan cara menarik kearah depan
c. Melepas kedua tangan dan gulung gaun oprasi dari daerah tali ke daerah yang
tidak menempel pada tubuh kita, sehingga akan terjadi posisi dimana gaun
yang menempel pada tubuh kita berada diluar gulungan
d. Menggulung gaun oprasi dari daerah leher gaun kebawah
e. Meletakkan gaun oprasi ketempat yang disediakan
3. Pasien mulai sadar dilakukan exstubasi dan penghisapan lendir kemudian pasien
dibawa ke ruang RR untuk observasi.
4. Ruangan dibersihkan dengan dipel satu arah mulai dari pinggir ketengah dengan
menggunakan cairan presept (0,2%).
D. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Suatu bentuk pelayanan keperawatan profesional yang merupakan bagian integral
dari pelayanan kesehatan berdasarkan ilmu dan kiatnya, dimana pelayanan keperawatan
mengacu pada pelayanan bio, psiko, sosial, spiritual yang komprehensif ditujukan kepada
klien, keluarga dan masyarakat baik yang sakit maupun yang sehat. Langkah proses
keperawatan itu sendiri meliputi :
1. Pengkajian.
Pengumpulan data yang berhubungan dengan pasien secara sistematis (Marilynn
E Doenges). Pengumpulan data dan sumber data dapat dilakukan melalui observasi,
wawancara dan pemeriksaan fisik yang meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi. Pengkajian data klien meliputi :
a. Aktifitas \ Istirahat : Insomnia, sensitifitas meningkat, otot lemah, gangguan
koordinasi kelelahan berat, atrofi otot.
b. Eliminasi : Urine dalam jumlah banyak perubahan dalam faeses diare.
c. Integritas ego : Mengalami stres yang berat baik fisik maupun emosional.
d. Makanan \ cairan : Kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan yang
meningkat, makan banyak, makannya sering kehausan, mual muntah pembesaran
tyroid.
e. Rasa nyeri \ Kenyamanan : Nyeri orbital, fotofobia.
f. Pernafasan : Frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea.
g. Keamanan : Tidak toleransi terhadap panas keringat yang berlebihan, suhu
meningkat diatas 370 C, kulit halus, hangat dan kemerahan, rambut tipis,
mengkilat dan lurus.
Eksoftalmus : retraksi, iritasi pada kongjungtiva dan berair.
h. Seksualitas : penurunan libido, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali,
impotensi.
2. Diagnosa kepeawatan pada pre operasi yang lazim terjadi pada struma pre operasi :
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan hyperplasia kelenjar tyroid.
b. Gangguan body image berhubungan dengan involusi kelenjar tyroid.
c. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan penekanan pada esofagus,
kesulitan menelan.
d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.
3. Perencanaan tindakan keperawatan sesuai prioritas masalah
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan hyperplasia kelenjar tyroid.
Tujuan : mengatasi nyeri klien.
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji tingkat nyeri klien
2. Anjurkan klien untuk makanan
lunak.
3. Menganjurkan klien supaya
makan sedikit-sedikit tapi sering.
4. Kolaborasi dengan tim medis
dalam pemberian analgetik.
1. Mengetahui tingkat nyeri klien
dan sebagai dasar untuk menentu-
kan rencana tindakan selanjutnya.
2. Mengurangi resiko nyeri saat
menelan.
3. Dengan makan sedikit-sedikit
tidak akan memperberat rasa sakit
saat menelan.
4. Analgetik dapat menekan pusat
nyeri sehingga impuls nyeri tidak
diteruskan ke otak
2. Gangguan body image berhubungan dengan involusi kelenjar tyroid.
Tujuan : Klien mengerti tentang adanya perubahan bentuk tubuh dan mau
menerima keadaannya serta mengembangkan mekanisme pemecahan
masalah dan beradaptasi dengan baik.
INTERVENSI RASIONAL
1. Diskusi dengan klien bagaimana
proses penyakitnya pengaruhnya.
2. Kaji kesulitan yang dialami klien
3. Berikan suport pada klien dalam
melakukan pengobatan dan beri
pengertian.
1. Sebagai informasi tambahan
untuk memulai proses metode
pemecahan masalah.
2. Perasaan klien terhadap kondisi
fisiknya merupakan hal yang
nyata dimana perawat harus bisa
meyakinkan klien bahwa dengan
kemajuan teknologi masalah klien
bisa diatasi.
3. Klien tidak menganggap peruba-
han yang dialaminya sebagai
suatu masalah yang cukup berat.
3. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan penekanan pada esofagus,
kesulitan menelan.
Tujuan : Pasien mengatakan berat badannya stabil dan bebas dari tanda-tanda
malnutrisi.
INTERVENSI RASIONAL
1. Monitor intake tiap hari
2. Anjuran klien untuk makan
makanan yang tinggi kalori
dan kaya akan gizi.
3. Kontrol faktor lingkungan
1. Nutrisi merupakan kebutuhan yang
harus tetap terpenuhi setiap hari
untuk mencegah terjadinya malnut-
risi.
2. Suplemen makanan tersebut akan
mempertahankan jumlah kalori dan
protein dalam tubuh tetap dalam
keadaan stabil.
3. Lingkungan yang buruk akan
memperburuk keadaan mual dan
seperti bau yang tidak sedap
dan hindari makanan yang
pedas dan berminyak.
menyebabkan muntah, efektifitas
diet merupakan hal yang individual
untuk dapat mengatasi adanya
mual.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.
Tujuan : Klien dapat melakukan aktifitas sesuai dengan kemampuannya
dan dapat mendemonstrasikan teknik perawatan diri.
INTERVENSI RASIONAL
1. Bantuan klien dalam melaku-
kan perawatan diri.
2. Anjuran keluarga klien untk
berpartisipasi dalam perawa-
tan diri klien.
3. Anjuran klien untuk melaku-
kan perawatan diri secara
bertahap.
4. Bantu klien untuk melaku-kan
perawatan diri secara
bertahap.
5. HE kepada klien dan
keluarganya tentang penting-
nya kebersihan.
1. Membantu dalam mempertahankan
personal hygiene klien.
2. Klien tidak merasa terbebani dalam
melakukan perawatan diri.
3. Mempersiapkan diri klien untuk tidak
tergantung pada orang lain karena
adnya kelemahan fisik.
4. Mempermudah klien dalam
melakukan perawatan diri.
5. Klien dan keluarganya bisa
termotifasi untuk tetap menjaga
personal hygiene klien.
5. Anxietas berhubungan dengan interpretasi yang salah dan prosedur pembedahan
Tujuan : Klien dapapt mengungkapkan bahwa kecemasannya sudah berkurang
atau sudah tidak cemas lagi.
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji tingkat kecemasan klien.
2. Berikan dorongan kepada
klien untuk mengekspresikan
perasaannya.
3. Berikan penjelasan singkat
tentang penyakitnya dan
prosedur pembedahannya.
4. Beri support positif kepada
klien.
5. Anjurkan kepada klien untuk
selalu melakukan pendekatan
spritual.
1. Sebagai dasar dalam melakukan
intervensi selanjutnya.
2. Dukungan perawat akan membawa
klien untuk mengenal sedini mungkin
perasaannya dan membagi kepada
orang lain untuk mengurangi
gangguan perasaannya.
3. Penyelesaian singkat dan benar akan
menghilangkan persepsi yang salah
tentang penyakitnya.
4. Suport positif dapat membantu klien
untuk melakukan koping untuk
mengatasi masalah.
5. Pendekatan spritual membantu klien
untuk tetap tabah dalam menghadapi
penyakitnya.
6. Diagnosa keperawatan post operasi (Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan
Keperawatan, 2001).
a. Resiko tinggi terjadi ketidakefektivan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
obstruksi trakea, pembengkakan, perdarahan dan spasme laringeal.
b. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita suara/kerusakan
laring, edema jaringan, nyeri, ketidaknyamanan.
c. Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses pembedahan,
rangsangan pada sistem saraf pusat.
d. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dengan tindakan bedah
terhadap jaringan/otot dan edema pasca operasi.
7. Perencanaan Keperawatan / Intervensi
a. Resiko tinggi terjadi ketidakefektivan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
obstruksi trakea, pembengkakan, perdarahan dan spasme laringeal.
Tujuan : Mempertahankan jalan napas paten dengan mencegah aspirasi.
INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau frekuensi pernafasan,
kedalaman dan kerja perna-
fasan
2. Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara ronchi
3. Kaji adanya dispnea, stridor,
dan sianosis. Perhatikan
kualitas suara
4. Waspadakan pasien untuk
menghindari ikatan pada
leher, menyokog kepala
dengan bantal
5. Bantu dalam perubahan
posisi, latihan nafas dalam
dan atau batuk efektif sesuai
indikasi
6. Lakukan pengisapan lendir
pada mulut dan trakea sesuai
indikasi, catat warna dan
karakteristik sputum
1. Pernafasan secara normal ka-
dang-kadang cepat, tetapi ber-
kembangnya distres pada perna-
fasan merupakan indikasi kom-
presi trakea karena edema atau
perdarahan
2. Ronchi merupakan indikasi
adanya obstruksi.spasme lari-
ngeal yang membutuhkan
evaluasi dan intervensi yang
cepat
3. Indikator obstruksi trakea/spasme
laring yang membutuhkan
evaluasi dan intervensi segera
4. Menurunkan kemungkinan
tegangan pada daerah luka karena
pembedahan
5. Mempertahankan kebersihan
jalan nafas dan evaluasi. Namun
batuk tidak dianjurkan dan dapat
menimbulkan nyeri yang berat,
tetapi hal itu perlu untuk
membersihkan jalan nafas
6. Edema atau nyeri dapat
mengganggu kemampuan pasien
untuk mengeluarkan dan
membersihkan jalan nafas sendiri
7. Lakukan penilaian ulang
terhadap balutan secara
teratur, terutama pada bagian
posterior
8. Selidiki kesulitan menelan,
penumpukan sekresi oral
9. Pertahankan alat trakeosnomi
di dekat pasien
10. Pembedahan tulang
7. Jika terjadi perdarahan, balutan
bagian anterior mungkin akan
tampak kering karena darah
tertampung/terkumpul pada
daerah yang tergantung
8. Merupakan indikasi edema/per-
darahan yang membeku pada
jaringan sekitar daerah operasi
9. Terkenanya jalan nafas dapat
menciptakan suasana yang
mengancam kehidupan yang
memerlukan tindakan yang
darurat
10. Mungkin sangat diperlukan untuk
penyambungan/perbaikan pem-
buluh darah yang mengalami
perdarahan yang terus menerus
b. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera pita suara/kerusakan
laring, edema jaringan, nyeri, ketidaknyamanan.
Tujuan : Mampu menciptakan metode komunikasi dimana kebutuhan dapat
dipahami
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji fungsi bicara secara periodik 1. Suara serak dan sakit tenggorok
akibat edema jaringan atau
kerusakan karena pembedahan
pada saraf laringeal yang
berakhir dalam beberapa hari
2. Pertahankan komunikasi yang
sederhana, beri pertanyaan yang
hanya memerlukan jawaban ya
atau tidak
3. Memberikan metode komunikasi
alternatif yang sesuai, seperti
papan tulis, kertas tulis/papan
gambar
4. Antisipasi kebutuhan sebaik
mungkin. Kunjungan pasien
secara teratur
5. Beritahu pasien untuk terus
menerus membatasi bicara dan
jawablah bel panggilan dengan
segera
6. Pertahankan lingkungan yang
tenang
kerusakan saraf menetap dapat
terjadi kelumpuhan pita suara
atau penekanan pada trakea.
2. Menurunkan kebutuhan beres-
pon, mengurangi bicara
3. Memfasilitasi ekspresi yang
dibutuhkan
4. Menurunnya ansietas dan
kebutuhan pasien untuk
berkomunikasi.
5. Mencegah pasien bicara yang
dipaksakan untuk menciptakan
kebutuhan yang diketahui/me-
merlukan bantuan
6. Meningkatkan kemampuan men-
dengarkan komunikasi perlahan
dan menurunkan kerasnya suara
yang harus diucapkan pasien
untuk dapat didengarkan
c. Resiko tinggi terhadap cedera/tetani berhubungan dengan proses pembedahan,
rangsangan pada sistem saraf pusat.
Tujuan : Menunjukkan tidak ada cedera dengan komplikasi
terpenuhi/terkontrol.
INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau tanda-tanda vital dan catat
adanya peningkatan suhu tubuh,
takikardi (140 – 200/menit),
disrtrimia, syanosis, sakit waktu
bernafas (pembengkakan paru)
2. Evaluasi refleksi secara periodik.
Observasi adanya peka rangsang,
misalnya gerakan tersentak,
adanya kejang, prestesia
3. Pertahankan penghalang tempat
tidur/diberi bantalan, tmpat tidur
pada posisi yang rendah
4. Memantau kadar kalsium dalam
serum
5. (Kolaborasi) Berikan pengobatan
sesuai indikasi (kalsium/glukonat,
laktat)
1. Manipulasi kelenjar selama
pembedahan dapat mengakibat-
kan peningkatan pengeluaran
hormon yang menyebabkan krisis
tyroid
2. Hypolkasemia dengan tetani
(biasanya sementara) dapat ter-
jadi 1 – 7 hari pasca operasi dan
merupakan indikasi hypopara-
tiroid yang dapat terjadi sebagai
akibat dari trauma yang tidak
disengaja pada pengangkatan
parsial atau total kelenjar
paratiroid selama pembedahan
3. Menurunkan kemungkinan
adanya trauma jika terjadi kejang
4. Kalsium kurang dari 7,5/100 ml
secara umum membutuhkan
terapi pengganti.
5. Memperbaiki kekurangan kal-
sium yang biasanya sementara
tetapi mungkin juga menjadi
permanen
d. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dengan tindakan bedah
terhadap jaringan/otot dan edema pasca operasi.
Tujuan : Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol. Menunjukkan kemampuan
mengadakan relaksasi dan mengalihkan perhatian dengan aktif sesuai
situasi.
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji tanda-tanda adanya nyeri
baik verbal maupun non verbal,
catat lokasi, intensitas (skala 0 –
10) dan lamanya
2. Letakkan pasien dalam posisi
semi fowler dan sokong kepala/
leher dengan bantal pasir/bantal
kecil
3. Pertahankan leher/kepala dalam
posisi netral dan sokong selama
perubahan posisi. Instruksikan
pasien menggunakan tangannya
untuk menyokong leher selama
pergerakan dan untuk
menghindari hiperekstensi leher
4. Letakkan bel dan barang yang
sering digunakan dalam
jangkauan yang mudah
5. Berikan minuman yang sejuk/
makanan yang lunak ditoleransi
jika pasien mengalami kesulitan
menelan
6. Anjurkan pasien untuk
menggunakan teknik relaksasi,
1. Bermanfaat dalam mengevaluasi
nyeri, menentukan pilihan in-
tervensi, menentukan efektivitas
terapi
2. Mencegah hiperekstensi leher
dan melindungi integritas garis
jahitan
3. Mencegah stress pada garis
jahitan dan menurunkan tegangan
otot
4. Membatasi ketegangan, nyeri
otot pada daerah operasi
5. Menurunkan nyeri tenggorok
tetapi makanan lunak ditoleransi
jika pasien mengalami kesulitan
menelan
6. Membantu untuk memfokuskan
kembali perhatian dan membantu
seperti imajinasi, musik yang
lembut, relaksasi progresif.
7. (Kolaborasi) Beri obat analgetik
dan/atau analgetik spres
tenggorok sesuai kebutuhannya
8. Berikan es jika ada indikasi
pasien untuk mengatasi nyeri/rasa
tidak nyaman secara lebih efektif
7. Beri obat analgetik dan/atau
analgetik spres tenggorok sesuai
kebutuhannya
8. Menurunnya edema jaringan dan
menurunkan persepsi terhadap
nyeri
DAFTAR PUSTAKA
Daucgh, patricik , at glance.2002. ilmu penyakit dalam. Jakarta : erlanga medicine
Sjamsuhidayat, R, Buku Ajar Ilmu Bedah, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta,
1998, hal 926-935.
Kaplan, Edwin. L, Thyroid and Parathyroid, in Principles of Surgery, New York,
1994, page : 1611-1621.
Johan, S. M. 2006. Nodul tiroid. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, Edisi IV.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Penyakit Dalam FKUI
Djokomoeljanto, R. 2006. Kelenjar tiroid, hipotiroidisme, dan hipertiroidisme. Buku
Ajar Penyakit Dalam Jilid III, Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Penyakit Dalam FKUI
Wijayahadi, Y., Marwowinoto, M., Reksaprawira., Murtedjo, U. 2000. Kelenjar
Tiroid: Kelainan, Diagnosis dan Penatalaksanaan. Seksi Bedah Kepala & Leher,
Bagian Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya: Jawi Aji
Surabaya