sosiologi agama (agama dan konflik sosial) hanni khotimah .pdf

12
 1 A. Pendahuluan Pada dasarnya agama tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia, kerena  bagaimanapun juga manusia membutuhkan kontrol diri dan pengawasan agama. Hadirnya agama sangat berperan dalam mengatasi persoalan-persoalan yang timbul di masyarakat yang tidak dapat dipecahkan secara empiris dengan adanya keterbatasan kemampuan dan ketidak  pastian dari manusia. Sesuai fungsinya, mengambil penjelasan Hendro Puspito, bahwa fungsi agama itu adalah edukatif, penyelamatan, pengawasan sosial, memupuk persaudaraan, dan transformative. Oleh karena itu, jika fungsi agama berjalan dengan baik, masyarakat dapat merasa aman, stabil, sejahtera dan sebagainya.  Namun, karena agama yang dianut oleh manusia didunia ini tidak hanya satu, maka tentu saja klaim kebenaran masing-masing agama yang dianut oleh setiap orang akan muncul ke permukaan. Jika klaim itu dihadapkan pada penganut agama lain, maka sudah dapat diduga akan terjadi benturan anatar penganut agama, yang masing-masing memiliki klaim kebenaran. Maka, makalah yang ada saat ini mencoba untuk mengungkap bagaimana seseorang mengeksperesikan keberagamaannya di hadapan penganut agama lain dengan tanpa ada  benturan, atau paling tidak dapat meminimalisir terjadinya konflik antar umat beragama. B. Pengertian Agama Jika lihat sepintas tema ini sangat paradoks. Di satu sisi agama di pandang oleh  pemeluknya sebagai sumber moral dan nilai. Sementara di sisi lai n dianggap sebagai s umber konflik. Meminjam istilah Afif Muhammad, 1  “agama acak kali menampakkan diri sebagai sesuatu yang berwajah ganda”. Hal itu seperti yang disinyalir oleh Johan Efendi 2  yang menyatakan bahwa agama pada suatu waktu memproklamirkan perdamaian, jalan menuju keselamatan, persatuan dan persaudaraan, namun pada waktu yang lain menampakan dirinya sebagai sesuatu yang dianggap garang dan menyebar konflik, bahkan tak jarang, seperti dicatat dalam sejarah, menimbulkan peperangan. Menurut Hendrapuspito, agama adalah suatu  jenis sistem social yang dibuat oleh penganut-penganutnya yang berproses pada kekuatan- kekuatan non-empiris yang dipercayainya dan didayagunakan unutk mencapai keselamatan  bagai mereka dan masyarakat luas umumnya. Definisi lain disebutkan dalam kamus sosiologi,  bahwa agama dapat diartikan keadaan tiga macan definisi, di antaranya: 1  Afif muhammad, kerukunan beragama pada era globalisasi, dies natalis sunan gunung jati, bandung, 1997, hlm. 1 2  Johan efendi, dialog antar umat beragama, bisakah melahirkan teologi kerukunnan dalam prisma, LP3ES,1978, hlm. 13

Upload: im-zulfa

Post on 09-Oct-2015

767 views

Category:

Documents


14 download

TRANSCRIPT

  • 5/19/2018 SOSIOLOGI AGAMA (AGAMA DAN KONFLIK SOSIAL) HANNI KHOTIMAH .pdf

    http:///reader/full/sosiologi-agama-agama-dan-konflik-sosial-hanni-khotimah

    1

    A. Pendahuluan

    Pada dasarnya agama tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia, kerena

    bagaimanapun juga manusia membutuhkan kontrol diri dan pengawasan agama. Hadirnya

    agama sangat berperan dalam mengatasi persoalan-persoalan yang timbul di masyarakat yang

    tidak dapat dipecahkan secara empiris dengan adanya keterbatasan kemampuan dan ketidak

    pastian dari manusia.

    Sesuai fungsinya, mengambil penjelasan Hendro Puspito, bahwa fungsi agama itu

    adalah edukatif, penyelamatan, pengawasan sosial, memupuk persaudaraan, dan

    transformative. Oleh karena itu, jika fungsi agama berjalan dengan baik, masyarakat dapat

    merasa aman, stabil, sejahtera dan sebagainya.

    Namun, karena agama yang dianut oleh manusia didunia ini tidak hanya satu, maka

    tentu saja klaim kebenaran masing-masing agama yang dianut oleh setiap orang akan muncul

    ke permukaan. Jika klaim itu dihadapkan pada penganut agama lain, maka sudah dapat diduga

    akan terjadi benturan anatar penganut agama, yang masing-masing memiliki klaim kebenaran.

    Maka, makalah yang ada saat ini mencoba untuk mengungkap bagaimana seseorang

    mengeksperesikan keberagamaannya di hadapan penganut agama lain dengan tanpa ada

    benturan, atau paling tidak dapat meminimalisir terjadinya konflik antar umat beragama.

    B.

    Pengertian Agama

    Jika lihat sepintas tema ini sangat paradoks. Di satu sisi agama di pandang oleh

    pemeluknya sebagai sumber moral dan nilai. Sementara di sisi lain dianggap sebagai sumber

    konflik. Meminjam istilah Afif Muhammad,1 agama acak kali menampakkan diri sebagai

    sesuatu yang berwajah ganda. Hal itu seperti yang disinyalir oleh Johan Efendi2 yang

    menyatakan bahwa agama pada suatu waktu memproklamirkan perdamaian, jalan menuju

    keselamatan, persatuan dan persaudaraan, namun pada waktu yang lain menampakan dirinya

    sebagai sesuatu yang dianggap garang dan menyebar konflik, bahkan tak jarang, sepertidicatat dalam sejarah, menimbulkan peperangan. Menurut Hendrapuspito, agama adalah suatu

    jenis sistem social yang dibuat oleh penganut-penganutnya yang berproses pada kekuatan-

    kekuatan non-empiris yang dipercayainya dan didayagunakan unutk mencapai keselamatan

    bagai mereka dan masyarakat luas umumnya. Definisi lain disebutkan dalam kamus sosiologi,

    bahwa agama dapat diartikan keadaan tiga macan definisi, di antaranya:

    1Afif muhammad, kerukunan beragama pada era globalisasi, dies natalis sunan gunung jati, bandung, 1997,

    hlm. 12Johan efendi, dialog antar umat beragama, bisakah melahirkan teologi kerukunnan dalam prisma,

    LP3ES,1978, hlm. 13

  • 5/19/2018 SOSIOLOGI AGAMA (AGAMA DAN KONFLIK SOSIAL) HANNI KHOTIMAH .pdf

    http:///reader/full/sosiologi-agama-agama-dan-konflik-sosial-hanni-khotimah

    2

    1. Kepercayaan pada hal-hal yang spiritual.

    2. Perangkat kepercayaan dan praktik-praktik spiritual yang dianggap sebagai tujuan

    tersendiri.

    3. Idiologi mengenahi hal-hal yang bersifat supranatural.

    Sementara itu, Thomas F. O`die mengatakan bahwa agama adalah pendayagunaan

    sarana supra-empiris untuk maksud-maksud non-empiris atau supra-empiris. Dari definisi

    diatas, dapat tergambar jelas bahwa agama merupakan suatu hal yang dijadikan sandaran

    penganutnya ketika terjadi hal-hal yang berada diluar jangkauan dan kemampuannya karena

    sifatnya yang supra-natural sehingga diharapkan dapat mengatasi-masalah yang non-empiris.

    Dalam hal ini, teori konflik beranggapan bahwa masyarakat adalah suatu keadaan

    konflik yang berkesinambungan di antara kelompok dan kelas serta berkecendrungan ke arah

    perselisihan, ketegangan, dan perubahan.3 Yang harus digarisbawahi pada pernyataan ini

    adalah masyarakat. Tampaknya, masyarakat menjadilahan tumbuh suburnya konflik.

    Bibitnya bisa bermacam-macam faktor; ekonomi, polotik, sosial, bahkan agama. Oleh karena

    itu, pada sisi ini, agama bisa saja menjadi salah satu faktor timbulnya konflik yang ada

    dimasyarakat. Pertanyaan yang kemudian timbul: betulka agama menjadi faktor penentu

    terjadinya konflik itu? Lantas, pada sisi mana agama termasuk kategori faktor konflik d

    masyarakat?

    a. Peran Agama dalam Masyarakat

    Agama berperan mengatur tentang bagaimana membentuk masyarakat yang madani.

    Agama juga yang mampu menciptakan kerukunan dalam kultur masyarakat yang majemuk.

    Seperti yang kita semua ketahui bahwa tidaklah mudah untuk hidup dalam perbedaan. Setiap

    perbedaan, utamanya perbedaan pendapat yang ada di masyarakat dapat memicu timbulnya

    perselisihan. Di sinilah posisi agama memainkan perannya yang penting sebagai penegak

    hukum dan menjaga agar masyarakat saling menghormati dan tunduk pada hukum yangberlaku. Jika dalam masyarakat agama sudah tidak dianggap memegang peran yang penting,

    dapat dipastikan kehidupan sosial masyarakat tersebut akan mengalami dekadensi moral dan

    kekacauan yang nantinya bakal meluas ke lingkup yang lebih luas, yakni bangsa dan negara.

    Dan ini merupakan ciri dari akan hancurnya dunia! Yah, kiamat sudah dekat jika agama telah

    hilang darisendi-sendi kehidupan. Agama memainkan perannya yang sentral dalam hal kultur

    maupun kehidupan sosial kemasyarakatannya melalui nilai-nilai luhur yang diajarkannya.

    Diantara sekian banyak nilai-nilai yang terdapat dalam agama tersebut, nilai luhur yang paling

    3Paul B. Horton, sosiologi jilid1, penerbit eirlangga, jakarta, 1987, hlm.25

  • 5/19/2018 SOSIOLOGI AGAMA (AGAMA DAN KONFLIK SOSIAL) HANNI KHOTIMAH .pdf

    http:///reader/full/sosiologi-agama-agama-dan-konflik-sosial-hanni-khotimah

    3

    banyak dan paling relevan dengan sosial kemasyarakatan adalah nilai spiritual yang tetap

    menjaga agar masyarakat tetap konsisten dalam menjaga stabilitas lingkungan, serta nilai

    kemanusiaan yang mengajarkan manusia agar dapat saling mengerti satu sama lain, serta

    dapat saling bertenggang rasa. Saling memahami antar masyarakat merupakan langkah awal

    yang bagus untuk membentuk masyarakat yang madani. Peran agama semakin kuat ditandai

    dengan semakin kuatnya peran ilmu pengetahuan diramalkan akan mencabut peran agama

    dalam masyarakat. Namun ramalan itu ternyata tidak sepenuhnya tepat. Hingga kini kita

    masih melihat kecenderungan kuatnya peran agama dalam masyarakat. Dalam masyarakat

    modern di kota-kota besar Indonesia, misalnya, menggambarkan adanya kegairahan dalam

    beragama. Maraknya acara-acara keagamaan dan bermunculannya tokoh-tokoh pendakwah

    muda menunjukkan adanya permintaan yang sangat besar dari masyarakat kota terhadap

    otoritas agama. Dalam industri televisi juga dapat dilihat dari begitu tingginya rating acara-

    acara yang bernuansa agama. Dapat disimpulkan bahwa semakin modern sebuah masyarakat

    tidak serta merta menggeser peran agama dalam kehidupan mereka. Dalam hal-hal tertentu

    memang kita saksikan adanya pergeseran. Dahulu, hampir semua persoalan sosial yang

    dialami masyarakat biasanya akan dikonsultasikan kepada tokoh agama. Mereka menjadi

    konsultan dari persoalan publik hingga problem keluarga. Modernisasi kemudian menggeser

    peran itu. Persoalan sosial tersebut kini sudah terfragmentasi dalam lembaga-lembaga khusus

    sesuai dengan keahlian dari pengelola lembaga tersebut. Jadi, dalam batas-batas tertentu

    modernisasi atau perkembangan ilmu pengetahuan memang telah menggeser posisi agama.

    Namun itu tidak serta merta dapat dimaknai bahwa agama akan kehilangan fungsi dan

    menghilang dengan sendirinya.

    b. Fungsi Agama dalam Masyarakat

    Dalam kehidupan bermasyarakat, agama memiliki fungsi yang vital, yakni sebagai salah

    satu sumber hukum atau dijadikan sebagai norma. Agama telah mengatur bagaimanagambaran kehidupan sosial yang ideal, yang sesuai dengan fitrah manusia. Agama juga telah

    meberikan contoh yang konkret mengenai kisah-kisah kehidupan sosio-kultural manusia pada

    masa silam, yang dapat dijadikan contoh yang sangat baik bagi kehidupan bermasyarakat di

    masa sekarang. Kita dapat mengambil hikmah dari dalamnya. Meskipun tidak ada

    relevansinya dengan kehidupan masyarakat zaman sekarang sekalipun, setidaknya itu dapat

    dijadikan pelajaran yang berharga, misalnya agar tidak terjadi tragedi yang sama di masa yang

    akan datang. Seperti yang kita semua ketahui, sekarang banyak terdengar suara-suara miring

    mengenai Islam. Banyak orang kafir yang memanfaatkan situasi ini untuk memojokkan umat

  • 5/19/2018 SOSIOLOGI AGAMA (AGAMA DAN KONFLIK SOSIAL) HANNI KHOTIMAH .pdf

    http:///reader/full/sosiologi-agama-agama-dan-konflik-sosial-hanni-khotimah

    4

    Islam di seluruh dunia dengan cara menyebarkan kebohongan-kebohongan. Menghembuskan

    fitnah yang deras ke dalam tubuh masyarakat Islam, sehingga membuat umat Islam itu sendiri

    merasa tidak yakin dengan keimanannya sendiri.

    C.

    Agama dan Indikasi Konflik

    Berkaitan dengan hal ini, Elizabeth K. Notthingham mengelompokkan tipe manusia

    dalam kehidupan masyarakat dan hubungannya dengan agama. Yaitu segabai berikut;

    1. Masyarakat yang terbelakang dan nilai-nilai sakral. Tipe masyarakt ini kecil, terisolasi, dan

    terbelakang. Anggota masyarakatnya menganut agama yang sama. Tidak ada lembaga lain

    yang relative berkembang selain lembaga keluarga, agama menjadi fokus utama bagi

    pengintegrasi dan persatuan masyarakat dari masyarakat secara keseluruhan. Dengan

    demikian, kemungkinan agama memasukkan pengaruh yang sakral keadalam sistem nilai-

    nilai masyarakat sangat mutlak.

    2. Masyarakat praindustri yang sedang berkembang. Keadaan masyarakat tidak terisolasi, ada

    perkembangan teknologi yang lebih tinggi dari pada tipe pertama. Agama memberikan arti

    dan ikatan kepada sistem nilai dalam masyarakat ini. Tetapi, pada saat yang sama, lingkungan

    yang sakral dan yang sekuler sedikit banyak masih dapat dibedakan. Misalnya, pada fase-fase

    kehidupan sosial masih diisi oleh upacara-upacara keagamaan, tetapi pada sisi kehidupan lain,

    pada aktivitas sehari-hari, agama kurang mendukung, agama hanya mendukung adat istiadat

    saja. Salah satu akibatnya, anggota masyarakat semakin terbiasa dengan penggunaan

    kemanusaian sehingga lingkungan yang bersifat sekular semkin meluasa.

    Pada dasarnya, apabila merujuk kepada Al-Quran, banyak indikasi yang menjelaskan

    adanya faktor konflik yang ada di masyarakat. Secara tegas, Al-Quran menyebutkan bahwa

    faktor konflik itu sesungguhnya berawal dari manusia. Misalnya, dalam surat yusuf ayat 5

    yang bebunyi:

    (5)

    Dia berkata,wahai anakku! janganlah engkau bercerita mimpimu kepada saudara-

    saudaramu, mereka akan membuat tipu daya (untuk membinasakan)mu, sungguh, setan itu

    musuh yang jelas bagi manusia.

    Dalam ayat ini di jelaskan tentang adanya kekuasaan pada diri manusia yang selalu

    berusaha menarik dirinya untuk menyimpang dari nilai-nilai dan norma ilahi. Atau, secara

    lebih tegas, disebutkan bahwa kerusakan bisa berbentuk kerusuhan, demonstrasi dan lain-lain.

    Diakibatkan oleh tangn manusia; seperti dalam surat Ar-Rum ayat 41 yang berbunyi:

  • 5/19/2018 SOSIOLOGI AGAMA (AGAMA DAN KONFLIK SOSIAL) HANNI KHOTIMAH .pdf

    http:///reader/full/sosiologi-agama-agama-dan-konflik-sosial-hanni-khotimah

    5

    telah tampak kerusakan di darat dan dilaut disebabkan karena perbuatan tangan

    manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan

    mereka, agar mereka kembali (kejalan yang benar).

    Ayat-ayat ini bisa dijadikan argumentasi bahwa penyebar konflik sesungguhnya

    adalah manusia. Oleh karena itu, dalam pembicaraan ini akan melihat dari asei penganut

    agamanya, bukan amanya, untuk mengidintifikasi timbulnya konflik. Penganut suatu

    agamatentu saja manusia, dan manusia adalah bagian dari masyaraka. Oleh karena itu, betul

    bahwa masyarakat akan menjadi lahan adanya konflik sebagaimana diisyaratkan dalam

    pertanyaan tentang teori konflik diatas.

    Mengapa pembicaraan dimulai dari tataran penganut agamanya. Penganut

    agamaadalah orang yang meyakini dan mempercayai suatu ajaran agama. Keyakinannya itu

    akan melahirkan bentuk perbuatan baik dan buruk, yang dalam term islam disebut amal

    perbuatan. Dari mana mereka meyakini bahwa suatu perbuatan itu baik atau buruk.

    Keyakinan ini di miliki dari rangkaian proses memahami dan mempelajari ajaran agama itu.

    Oleh karena itu, setiap penganut akan berbeda dan memiliki kadar interpretasi yang beragam

    dalam memahami ajaran agamanya, sesuai dengan kemampuannya masing-masing.4

    Akibat

    perbedaan pemahaman itu saja, cikal bakalkonflik tidak bisa dihindarkan. Dengan demikian,

    pada sisi ini agama memiliki potensi yang dapat melahirkan berbagai bentuk konflik

    (intoleransi). Paling tidak, konflik seperti ini adalah konflikintra agama atau disebut juga,

    konflik antarmadzhab, yang diakibatkan oleh perbedaan pemahaman terhadap ajaran agama.

    Paling tidak, ada dua pendekatan untuk sampai pada pemahaman terhadap agama,

    pertama, agama si pahami sebagai suatu doktrin dan ajaran; dan kedua agama dipahami

    sebagai aktualisasi dari doktrin tersebut yang terdapat dalam sejarah.5

    Nurcholis Majidmeyebutkan kedua istilah itu dengan istilah doktrin dan peradaban.6 Sedangkan Sayyed

    Hoesein Nasr, menyebutnya dengan istilah islam ideal dan islam realita.7 Oleh karean itu

    wajah ganda, seperti yang diistilahkan oleh Afif Muhammad,bisa dilihat dalam kedua

    pemahaman terhadap agama itu. Dalam ajaran atau doktrin agama, terhadap seruan untuk

    menuju keselamatan yang dibarengi dengan kewajiban mengajak orang lain menuju

    4Roland Robertson,agam dalam analisa dan interpretasi sosiologis, rajawali pers, jakarta,1993, hlm.13

    5Loc.cit

    6Cak Nur, islam doktrin dan peradaban, yayasan wakaf paramadina, jakarta, 1992

    7Sayyed hoesein nasr, islam cita dan islam fakta , yayasan obor, jakarta, 1984

  • 5/19/2018 SOSIOLOGI AGAMA (AGAMA DAN KONFLIK SOSIAL) HANNI KHOTIMAH .pdf

    http:///reader/full/sosiologi-agama-agama-dan-konflik-sosial-hanni-khotimah

    6

    keselamatan tersebut. Dan dalam pengalaman suatau ajaran agama oleh para pemeluknya,

    tampak kesenjangan jika dibandingkan dengan doktrin agamanya.

    D. Faktor- faktor Konflik Sosial Ditinjau dari Aspek Agama

    Setiap agama selalu membawa misi kedamaian dan keselarasan hidup, bukan saja

    antar manusia, tetapi juga antar sesama makhluk Tuhan. Di dalam terminologi Al-Quran,

    misi suci ini disebut rahmah lil alamin (rahmat dan kedamaian bagi alam semesta). Namun

    dalam tataran historisnya misi agama tidak selalu artikulatif. Selain sebagai alat pemersatu

    sosial, agamapun menjadi unsur konflik tulisan Afif Muhammad dijelaskan bahwa, agama

    acapkali menampakkan diri sebagai sesuatu yang berwajah ganda Hal ini sama dengan

    pendapat Johan Efendi yang menyatakan Bahwa agama pada suatu waktu memproklamirkan

    perdamaian, jalan menuju keselamatan, persatuan, dan persaudaraan. Namun, pada waktu

    yang lain menampilkan dirinya sebagai sesuatu yang dianggap garang dan menyebar konflik.

    Bahkan tidak jarang dicatat dalam sejarah menimbulkan peperangan. Konflik sosial yang

    berbau agama bisa disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya :

    1.

    Adanya Klaim Kebenaran (Truth Claim)

    Setiap agama punya kebenaran. Keyakinan tentang yang benar itu didasarkan pada

    Tuhan sebagai satu- satunya sumber kebenaran. Pluralitas manusia menyebabkan wajah

    kebenaran itu tampil beda ketika akan dimaknakan. Sebab perbedaan ini tidak dapat

    dilepaskan begitu saja dari berbagai referensi dan latar belakang orang yang meyakininya.

    Mereka mengklaim telah memahami, memiliki, bahkan menjalankan secara murni dan

    konsekuen nilai- nilai suci itu.

    Keyakinan tersebut akan berubah menjadi suatu pemaksaan konsep- konsep

    gerakannya kepada manusia lain yang berbeda keyakinan dan pemahaman dengan mereka.

    Armahedi Mazhar menyebutkan bahwa absolutisme, eksklusivisme, fanatisme, ekstremisme

    dan agresivisme adalah penyakit-penyakit yang biasanya menghinggapi aktivis gerakankeagamaan. Absolutisme adalah kesombongan intelektual, eksklusivisme adalah

    kesombongan sosial, fanatisme adalah kesombongan emosional, ekstremisme adalah berlebih-

    lebihan dalam bersikap dan agresivisme adalah berlebih-lebihan dalam melakukan tindakan

    fisik.

    Dalam ajaran atau doktrin agama, terdapat seruan untuk menuju keselamatan yang

    dibarengi dengan kewajiban mengajak orang lain menuju keselamatan tersebut. Kegiatan ini

    biasa disebut dengan istilah daiyah. Daiyah merupakan upaya mensosialisasikan (mengajak,

    merayu) ajaran agama. Bahkan tidak menutup kemungkinan, masing-masing agama akan

  • 5/19/2018 SOSIOLOGI AGAMA (AGAMA DAN KONFLIK SOSIAL) HANNI KHOTIMAH .pdf

    http:///reader/full/sosiologi-agama-agama-dan-konflik-sosial-hanni-khotimah

    7

    menjastifikasi bahwa agamalah yang paling benar. Jika kepentingan ini lebih di utamakan,

    masing-masing agama akan berhadapan dalam menegakkan hak kebenarannya. Ini akan

    memunculkan sentimen agama, sehingga benturan pun sulit dihindari. Fenomena yang seperti

    inilah yang dapat melahirkan konflik antar agama. Misalnya, peristiwa Perang Salib antara

    umat Islam dan umat Kristen. Tragedi ini sangat kuat muatan agamanya, dari pada politisnya.

    2.

    Adanya Pengkaburan Persepsi antar Wilayah Agama dan Suku

    Mayoritas rakyat Indonesia lebih mensejajarkan persoalan agama dengan suku dan ras.

    Pemahaman yang kabur ini bisa menimbulkan kerawanan atau kepekaan yang sangat tinggi,

    sehingga muncul benih-benih sektarianisme. Seprti dalam kasus Dr. AM Saefuddin, yakni

    Menteri Negara Pangan dan Holtikultura pada masa pemerintahan Presiden BJ. Habibie.

    Menteri itu telah melecehkan salah satu agama, dalam pernyataannya Megawati Pindah

    Agama menjadi Agama Hindu. Hal ini dikarenakan dia telah menyaksikan seseorang yang

    beragam Islam (Megawati) ikut melakukan kegiatan ritual pada agama Hindu di Bali.

    Akibatnya, setelah pernyataan itu dilontarkan terjadi sejumlah demonstrasi, bahkan berubah

    menjadi kerusuhan.

    3. Adanya Doktrin Jihad dan Kurangnya Sikap Toleran dalam Kehidupan Beragama

    Seorang agamawan sering kali mencela sikap sempit dan tidak toleran pada orang lain

    yang ingin menganiayanya, pada hal disisi lain mereka sendiri mempertahankan hak dengan

    cara memaksa dan menyerang orang yang mereka anggap menyimpang. Bahkan, mereka

    menganggap membunuh orang yang menyimpang itu sebagai kewajiban (Jihad). Jika berada

    dalam agama ketiga, diluar kedua agama yang sedang bertikai, kita akan tersenyum

    mengejeknya, karena mereka saling menghancurkan, yang dalam persepsi kita bahwa agama

    yang bertikai tersebut sama-sama palsu. Tetapi lain lagi ceritanya, jika yang perang adalah

    agama kita dengan agama lainnya. Dengan sendirinya, perang itu akan menjadi sebuah

    perjuangan untuk melawan dan menghancurkan kepalsuan. Bahkan kita akan meyakiniadanya unsur kesucian dalam perang itu, sehingga mati di dalamnya di anggap kehormatan

    yang besar sebagai syahid / martir.

    Hanya saja kita harus paham bahwa mereka yang ada dipihak lawan agama kita juga

    berpendapat sama seperti itu, dan mereka yang berada dipihak ke tiga (tidak berperang), dan

    memandang perang kita sebagai usaha saling menghancurkan antara dia kepalsuan. Semua

    orang di dunia ini sepakat bahwa agama selalu mengajak kepada kebaikan. Tetapi ketika

    seseorang semakin yakin dengan agamanya, maka orang baik itu justru semakin kuat

    membenarkan dirinya untuk tidak toleran kapada orang lain, bahkan mereka berhak mengejar-

  • 5/19/2018 SOSIOLOGI AGAMA (AGAMA DAN KONFLIK SOSIAL) HANNI KHOTIMAH .pdf

    http:///reader/full/sosiologi-agama-agama-dan-konflik-sosial-hanni-khotimah

    8

    ngejar orang yang tidak sepaham dengan dirinya. Jadi, merekalah yang sebenarnya menjadi

    sumber kebenaran.

    4.

    Minimnya Pemahaman terhadap Ideologi Pluralisme

    Al-Quran (Q.S. 2 : 148) mengakui bahwa masyarakat terdiri atas berbagai macam

    komunitas yang memiliki orientasi kehidupan sendiri-sendiri. Manusia harus menerima

    keragaman budaya dan agama dengan memberikan toleransi kepada masing-masing

    komunitas dalam menjalankan ibadahnya. Oleh karena itu, kecurigaan tentang sifat Islam

    yang anti plural dan suka kekerasan itu sangatlah tidak beralasan.

    Pluralisme telah diteladankan oleh Rasulallah SAW, ketika beliau berada di Madinah,

    masyarakat non-Muslim tidak pernah dipaksa untuk mengikuti agamanya. Bahkan dalam

    perjanjian dengan penduduk Madinah ditetapkan dasar-dasar toleransi demi terwujudnya

    perdamaian dan kerukunan. Salah satunya Orang Yahudi yang turut dalam perjanjian

    dengan kami berhak memperoleh pertolongan dan perlindungan; tidak akan diperlukan zalim.

    Jika di antara mereka berbuat zalim, itu hanya akan mencelakakan dirinya dan keluarganya.

    Bukti-bukti empiris pluralisme Islam juga terjadi dalam kehidupan sosial, budaya, dan politik

    yang konkrit di Andalusia, Spanyol, pada masa pemerintahan Khalifah Umawi. Kedatangan

    Islam di daerah tersebut telah mengakhiri politik monoreligi secara paksa oleh penguasa

    sebelumnya. Pemerintah Islam yang kemudian berkuasa selama 500 tahun telah menciptakan

    masyarakat Spanyol yang pluralistic, sebab ada tiga agama di dalamnya yang berkembang,

    yakni Islam, Kristen dan Yahudi. Mereka dapat hidup saling berdampingan dan rukun. Potret

    seperti inilah yang perlu dikembangakan oleh seluruh agama, sehingga akan mampu menahan

    diri dari hasrat alami manusia, yakni kehendak untuk berkuasa (Will to Power). Selain itu,

    manusia harus mampu mempelakukan agama sebagai sumber etika dalam berinteraksi, baik di

    antara sesama penguasa maupun antara penguasa dengan rakyat. Jika etika pluralisme ini

    dapat ditegakkan, maka tidak akan terjadi rangkaian kerusuhan, pertikaian dan perusakantempat-tempat ibadah.

    E. Cara Menyelesaikan Konflik di dalam Masyarakat

    Pada sisi ini di rasakan perlunya memandang istilah toleransi beragama. Sebab, setiap

    agama mengajarkan kasih sayang dan toleransi. Sebenarnya, cara pemahaman dan

    pengalaman para penganutnya yang sering kali membuat ajaran terebut menjadi kabur.

    Dibawah ini ada beberapa langkah penting dan strategis untuk memupuk jiwa toleransi

    beragama dan membudayakan hidup rukun antarumat beragama. Langkah-langkah berikut

  • 5/19/2018 SOSIOLOGI AGAMA (AGAMA DAN KONFLIK SOSIAL) HANNI KHOTIMAH .pdf

    http:///reader/full/sosiologi-agama-agama-dan-konflik-sosial-hanni-khotimah

    9

    paling tidak akan meminimalkan kalau tidak bisa menghilangkan konflik agama. Kiat-kiat itu

    adalah sebagi berikut:

    1.

    Menonjolkan segi-segi persamaan dalam agama; tidak memperdebatkan segi-segi perbedaan

    dalam agama.

    2. Melakukan kegiatan sosial yang melibatkan para pemeluk agama yang berbeda.

    3.

    Mengubah oreintasi pendidikan agama yang menekankan aspek sektoral fiqhiyah menjadi

    pendidikan agama yang berorietasi pada pengembangan aspek universal rabbaniyah.

    4. Meningkatkan pembinaan yang mengarah pada terbentuknya pribadi yang memiliki budi

    pekerti yang luhur dan akhlakul karimah.

    5. Menghindari jauh-jauh sikap egoisme dalam beragama sehingga mengklaim diri yang paliang

    benar.

  • 5/19/2018 SOSIOLOGI AGAMA (AGAMA DAN KONFLIK SOSIAL) HANNI KHOTIMAH .pdf

    http:///reader/full/sosiologi-agama-agama-dan-konflik-sosial-hanni-khotimah

    10

    PENUTUP

    KESIMPULAN

    Agama di pandang oleh para pemeluknya sebagai sumber moral dan nilai, Sementara di sisi

    lain dianggap sebagai sumber konflik. Teori konflik beranggapan bahwa masyarakat adalah

    suatu keadaan konflik yang berkesinambungan diantara kelompok dan kelas serta

    berkecendrungan ke arah perselisihan, ketegangan, dan perubahan.

    Dua pendekatan untuk sampai kepada pemahaman terhadap agama:

    1.

    Agama di pahami sebagai doktrin dan ajaran

    2. Agama di pahami sebagai aktualisasi dari doktrin tersebutyang terdapat di dalam sejarah.

    dalam agama ada istilah dakwah, Dakwah merupakan upaya mensosialisasikan

    (mengajak, menyeru) ajaran agama. Dan dari sinilah perlunya memandang istilah toleransi

    beragama, langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

    1. Menonjolkan segi-segi persamaan dalam agama; tidak memperdebatkan segi-segi

    perbedaan dalam agama.

    2. Melakukan kegiatan sosial yang melibatkan para pemeluk agama yang berbeda.

    3. Mengubah oreintasi pendidikan agama yang menekankan aspek sektoral fiqhiyah menjadi

    pendidikan agama yang berorietasi pada pengembangan aspek universal rabbaniyah.

    4. Meningkatkan pembinaan yang mengarah pada terbentuknya pribadi yang memiliki budi

    pekerti yang luhur dan akhlakul karimah.

    5.

    Menghindari jauh-jauh sikap egoisme dalam beragama sehingga mengklaim diri yang

    paliang benar.

  • 5/19/2018 SOSIOLOGI AGAMA (AGAMA DAN KONFLIK SOSIAL) HANNI KHOTIMAH .pdf

    http:///reader/full/sosiologi-agama-agama-dan-konflik-sosial-hanni-khotimah

    11

    DAFTAR PUSTAKA

    Dr. H.Kahmad Dadang, M. Si, sosiologi agama, penerbit PT remaja rosdakarya, bandung,

    2009.

    Robertson Roland,agam dalam analisa dan interpretasi sosiologis, rajawali pers,

    jakarta,1993.

    Muhammad Afif, kerukunan beragama pada era globalisasi, dies natalis sunan gunung jati,

    bandung, 1997.

    Efendi Johan, dialog antar umat beragama, bisakah melahirkan teologi kerukunnan dalam

    prisma, LP3ES,1978

    B. Horton Paul,sosiologi jilid1, penerbit eirlangga, jakarta, 1987

    http://asnawatistarwhite.blogspot.com/2012/05/agama-dalam-masyarakat_19.html

    http://etno06.wordpress.com/2010/01/10/agama-dan-konflik-sosial/

    http://indahnyamenrtari.blogspot.com/2011/11/agama-dan-konflik-sosial.html

    http://etno06.wordpress.com/2010/01/10/agama-dan-konflik-sosial/http://indahnyamenrtari.blogspot.com/2011/11/agama-dan-konflik-sosial.htmlhttp://indahnyamenrtari.blogspot.com/2011/11/agama-dan-konflik-sosial.htmlhttp://etno06.wordpress.com/2010/01/10/agama-dan-konflik-sosial/
  • 5/19/2018 SOSIOLOGI AGAMA (AGAMA DAN KONFLIK SOSIAL) HANNI KHOTIMAH .pdf

    http:///reader/full/sosiologi-agama-agama-dan-konflik-sosial-hanni-khotimah

    12

    AGAMA DAN KONFLIK SOSIAL

    Makalah Ini Dibuat Guna Memenuhi Tugas

    Mata Kuliah Sosiologi Agama

    Dosen Pengampu: Ahmad Abbas Mustofa, M. Ag

    Disusun Oleh:

    Hanni Khotimah : NIM. 212 342 9338

    PRODI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR

    JURUSAN USHULUDDIN

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BENGKULU

    2013