skizofrenia residual

22

Click here to load reader

Upload: dzolla

Post on 19-Jun-2015

3.180 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

semoga berguna

TRANSCRIPT

Page 1: Skizofrenia Residual

1

BAB 1

PENDAHULUAN

Skizofrenia digambarkan pertama kali oleh Emil Kraepelin (1856-1926) pada

tahun 1893. Kraepelin menggunakan nama dementia praecox untuk penyakit stres

dengan onset yang lebih awal dan menyebabkan kerusakan permanen fungsi

mental di antara sebagian besar pasien. Kraepelin merincikan gejala skizofrenia

biasanya terjadi dengan fitur paling mendasar yakni melemahnya kemauan dan

ketumpulan emosional, yang menyebabkan aktivitas mental menurun, dan

hilangnya kesatuan dalam kegiatan intelektual, emosi dan kemauan, yang

menyebabkan inkohorensi dalam berpikir dan afek yang inappropriate. Awalnya,

Kraepelin membagi dementia praecox menjadi tiga subtipe klinis: hebefrenik,

katatonik, dan paranoid.

Tidak seperti Kraepelin, Eugen Bleuler (1857-1939) tidak menekankan

prognosis yang buruk dalam mendiagnosis skizofrenia. Hal itu juga menjadi lebih

terbukti sejak Kraepelin memperkenalkan konsep dementia praecox bahwa

kelainan tidak selalu dimulai pada masa remaja atau awal dewasa. Dengan

demikian, Bleuler menyarankan bahwa nama penyakit akan berubah menjadi

"skizofrenia" karena karakteristiknya berupa disintegrasi dari berbagai fungsi

mental. Ia membagi skizofrenia menjadi empat subtipe: paranoid, katatonik, jenis

hebefrenik dan sederhana (simple).

Kurt Schneider (1887-1967) mengarah pada identifikasi tanda-tanda dan

gejala yang akan sangat membedakan skizofrenia dengan penyakit lainnya. Gejala

ia pilih sebagai ciri skizofrenia itu sangat berbeda dari gejala fundamental Bleuler.

Dia mengidentifikasi kelompok delusi dan halusinasi yang dia yakini sebagai

patognomonik untuk skizofrenia dan gejala ini disebut "gejala tingkat pertama".

Gejala lain yang sering terjadi di skizofrenia tetapi tidak patognomonik disebut

"gejala peringkat kedua". Konsep diagnostik skizofrenia dari Schneider memiliki

pengaruh besar di hampir semua sistem diagnostik yang berikutnya berkembang.

Skizofrenia residual adalah salah tipe dari skizofrenia. Namun saat Kraepelin

dan Bleuler merumuskan skizofrenia, tipe residual ini belum ada dipaparkan. Tipe

skizofrenia residual ini baru diperkenalkan pada International Classification of

Diseases. International Classification of Diseases (ICD) adalah sistem klasifikasi

suatu penyakit yang dikembangkan oleh WHO untuk mempromosikan

perbandingan statistik pelayanan kesehatan secara internasional. Revisi kedelapan

Page 2: Skizofrenia Residual

2

dari International Classification of Diseases (ICD-8), diluncurkan pada tahun

1967, menempatkan pendapat Schneiderian mengenai gejala tingkat pertama

didalam deskripsi gejala skizofrenia. Pada ICD-8 ini dipaparkan tujuh subtipe

skizofrenia. Tipe sederhana dicirikan oleh keanehan perilaku, kesulitan dalam

hubungan sosial, dan penurunan kinerja secara keseluruhan tetapi tanpa gejala

skizofrenia yang menonjol. Gejala khas dari jenis hebefrenik adalah afek yang

inappropriate, perilaku katatonik, dan gangguan pikir yang menonjol. Jenis yang

katatonik ditandai oleh gejala katatonik, dan tipe paranoid menonjolnya gejala

delusi dan halusinasi. Dalam episode skizofrenia akut, timbulnya gejala

skizofrenia secara akut, dan dream-like state dengan sedikit pengaburan kesadaran

dan bingung sering muncul. Jenis laten ini ditandai dengan munculnya gejala

skizofrenia yang tidak nyata, tetapi cukup parah untuk meningkatkan kecurigaan

yang kuat skizofrenia. Tipe residual diperuntukkan bagi keaadaan-keadaan

residual yang kronis dan pudarnya sebagian gejala skizofrenia terjadi. Selain itu,

"tipe lain" dan "tipe tak tergolongkan" diperuntukkan bagi pasien yang tidak

cocok dengan subtipe lain.1

Page 3: Skizofrenia Residual

3

BAB 2

ISI

2.1 Definisi

Skizofrenia adalah gangguan mental atau kelompok gangguan yang ditandai

oleh kekacauan dalam bentuk dan isi pikiran (contohnya delusi atau halusinasi) ,

dalam mood (contohnya afek yang tidak sesuai), dalam perasaan dirinya dan

hubungannya dengan dunia luar serta dalam hal tingkah laku. Sedangkan

skizofrenia residual adalah keadaan yang muncul pada individu dengan gejala

skizofrenia yang, setelah episode skizofrenia psikotik, tidak lagi psikotik.2

Menurut DSM-IV, adapun klasifikasi untuk skizofenia ada 5 yakni subtipe

paranoid, terdisorganisasi (hebefrenik), katatonik, tidak tergolongkan dan

residual. Untuk istilah skizofrenia simpleks dalam DSM-IV adalah gangguan

deterioratif sederhana.3 Sedangkan menurut Pedoman Penggolongan dan

Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) di Indonesia yang ke-III skizofrenia dibagi ke

dalam 6 subtipe yaitu katatonik, paranoid, hebefrenik, tak terinci

(undifferentiated), simpleks, residual dan depresi pasca skizofrenia. Dalam

makalah ini akan dibahas mengenai skizofrenia residual.4

2.2 Epidemiologi

Penelitian insiden pada gangguan yang relatif jarang terjadi, seperti

skizofrenia, sulit dilakukan. Survei telah dilakukan di berbagai negara, namun

dan hampir semua hasil menunjukkan tingkat insiden per tahun skizofrenia pada

orang dewasa dalam rentang yang sempit berkisar antara 0,1 dan 0,4 per 1000

penduduk. Ini merupakan temuan utama dari penelitian di 10-negara yang

dilakukan oleh WHO. Untuk prevalensi atau insiden skizofrenia di Indonesia

belum ditentukan sampai sekarang, begitu juga untuk tiap-tiap subtipe

skizofrenia.5

Prevalensinya antara laki-laki dan perempuan sama, namun menunjukkan

perbedaan dalam onset dan perjalanan penyakit. Laki-laki mempunyai onset yang

lebih awal daripada perempuan. Usia puncak onset untuk laki-laki adalah 15

sampai 25 tahun, sedangkan perempuan 25 sampai 35 tahun. Beberapa penelitian

telah menyatakan bahwa laki-laki adalah lebih mungkin daripada wanita untuk

terganggu oleh gejala negatif dan wanita lebih mungkin memiliki fungsi sosial

yang lebih baik daripada laki-laki. Pada umumnya, hasil akhir untuk pasien

Page 4: Skizofrenia Residual

4

skizofrenik wanita adalah lebih baik daripada hasil akhir untuk pasien skizofrenia

laki-laki.

Skizofrenia tidak terdistribusi rata secara geografis di seluruh dunia. Secara

historis, prevalensi skizofrenia di Timur Laut dan Barat Amerika Serikat adalah

lebih tinggi dari daerah lainnya.3

2.3 Etiologi

Penyebab skizofrenia sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Namun

berbagai teori telah berkembang seperti model diastesis-stres dan hipotesis

dopamin. Model diastesis stres merupakan satu model yang mengintegrasikan

faktor biologis, psikososial dan lingkungan. Model ini mendalilkan bahwa

seseorang yang mungkin memiliki suatu kerentanan spesifik (diastesis) yang jika

dikenai oleh suatu pengaruh lingkungan yang menimbulkan stres, memungkinkan

perkembangan gejala skizofrenia. Komponen lingkungan dapat biologis (seperti

infeksi) atau psikologis (seperti situasi keluarga yang penuh ketegangan).

Hipotesis dopamin menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh terlalu

banyaknya aktivitas dopaminergik. Teori tersebut muncul dari dua pengamatan.

Pertama, kecuali untuk klozapin, khasiat dan potensi antipsikotik berhubungan

dengan kemampuannya untuk bertindak sebagai antagonis reseptor dopaminergik

tipe 2. Kedua, obat-obatan yang meningkatkan aktivitas dopaminergik (seperti

amfetamin) merupakan salah satu psikotomimetik. Namun belum jelas apakah

hiperaktivitas dopamin ini karena terlalu banyaknya pelepasan dopamin atau

terlalu banyaknya reseptor dopamin atau kombinasi kedua mekanisme tersebut.

Namun ada dua masalah mengenai hipotesa ini, dimana hiperaktivitas dopamin

adalah tidak khas untuk skizofrenia karena antagonis dopamin efektif dalam

mengobati hampir semua pasien psikotik dan pasien teragitasi berat. Kedua,

beberapa data elektrofisiologis menyatakan bahwa neuron dopaminergik mungkin

meningkatkan kecepatan pembakarannya sebagai respon dari pemaparan jangka

panjang dengan obat antipsikotik. Data tersebut menyatakan bahwa abnormalitas

awal pada pasien skizofrenia mungkin melibatkan keadaan hipodopaminergik.3

Skizofrenia berdasarkan teori dopamin terdiri dari empat jalur dopamin yaitu:

1. Mesolimbik dopamin pathways: merupakan hipotesis terjadinya gejala positif

pada penderita skizofrenia. Mesolimbik dopamin pathways memproyeksikan

badan sel dopaminergik ke bagian ventral tegmentum area (VTA) di batang

otak kemudian ke nukleus akumbens di daerah limbik. Jalur ini berperan

Page 5: Skizofrenia Residual

5

penting pada emosional, perilaku khususnya halusinasi pendengaran, waham

dan gangguan pikiran. Antipsikotik bekerja melalui blokade reseptor dopamin

ksususnya reseptor dopamin D2. Hipotesis hiperaktif mesolimbik dopamin

pathways menyebabkan gejala positif meningkat.

2. Mesokortikal dopamin pathways: jalur ini dimulai dari daerah VTA ke daerah

serebral korteks khususnya korteks limbik. Peranan mesokortikal dopamin

pathways adalah sebagai mediasi dari gejala negatif dan kognitif pada

penderita skizofrenia. Gejala negatif dan kognitif disebabkan terjadinya

penurunan dopamin di jalur mesokortikal terutama pada daerah dorsolateral

prefrontal korteks. Penurunan dopamin di mesokortikal dopamin pathways

dapat terjadi secara primer dan sekunder. Penurunan sekunder terjadi melalui

inhibisi dopamin yang berlebihan pada jalur ini atau melalui blokade

antipsikotik terhadap reseptor D2. Peningkatan dopamin pada mesokortikal

dapat memperbaiki gejala negatif atau mungkin gejala kognitif.

3. Nigostriatal dopamin pathways: berjalan dari daerah substansia nigra pada

batang otak ke daerah basal ganglia atau striatum. Jalur ini merupakan bagian

dari sistem saraf ekstrapiramidal. Penurunan dopamin di nigostriatal dopamin

pathways dapat menyebabkan gangguan pergerakan seperti yang ditemukan

pada penyakit parkinson yaitu rigiditas, bradikinesia dan tremor. Namun

hiperaktif atau peningkatan dopamin di jalur ini yang mendasari terjadinya

gangguan pergerakan hiperkinetik seperti korea, diskinesia atau tik.

4. Tuberoinfundibular dopamin pathways: jalur ini dimulai dari daerah

hipotalamus ke hipofisis anterior. Dalam keadaan normal tuberoinfundibular

dopamin pathways mempengaruhi oleh inhibisi dan penglepasan aktif

prolaktin, dimana dopamin berfungsi melepaskan inhibitor pelepasan

prolaktin. Sehingga jika ada gangguan dari jalur ini akibat lesi atau

penggunaan obat antipsikotik, maka akan terjadi peningkatan prolaktin yang

dilepas sehingga menimbulkan galaktorea, amenorea atau disfungsi seksual.4

Selain dopamin, neurotransmiter lainnya juga tidak ketinggalan diteliti

mengenai hubungannya dengan skizofrenia. Serotonin contohnya, karena obat

antipsikotik atipikal mempunyai aktivitas dengan serotonin. Selain itu, beberapa

peneliti melaporkan pemberian antipsikotik jangka panjang menurunkan aktivitas

noradrenergik.3

Page 6: Skizofrenia Residual

6

2.4 Gejala dan Diagnosa

Gejala dari skizofrenia residual berupa gejala “negatif” dari skizofrenia yang

menonjol, misalnya perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang

menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi

pembicaraan, komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka,

kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial

yang buruk.5 Gejala waham dan halusinasi dapat muncul tapi tidak menonjol.3

Terlebih dahulu akan dibahas mengenai penegakan diagnosa skizofrenia.

Adapun menurut DSM-IV sebagai berikut:

A. Gejala Karakteristik: dua (atau lebih) berikut, masing-masing ditemukan

untuk bagian waktu yang bermakna selama periode 1 bulan (atau kurang jika

diobati dengan berhasil):

1) Waham

2) Halusinasi

3) Bicara terdisorganisasi (misalnya sering menyimpang atau

inkoherensi)

4) Perilaku terdisorganisasi atau katatonik yang jelas

5) Gejala negatif yaitu pendataran afektif, alogia, atau tidak ada kemauan

(avolition)

Catatan: Hanya satu gejala kriteria A yang diperlukan jika waham adalah

kacau atau halusinasi terdiri dari suara yang terus-menerus mengomentari

perilaku atau pikiran pasien atau dua lebih suara yang saling bercakap-

cakap satu sama lainnya.

B. Disfungsi sosial/pekerjaan: untuk bagian waktu yang bermakna sejak onset

gangguan, satu atau lebih fungsi utama seperti pekerjaan, hubungan

interpersonal, atau perawatan diri, adalah jelas di bawah tingkat yang dicapai

sebelum onset (atau jika onset pada masa anak-anak atau remaja, kegagalan

untuk mencapai tingkat pencapaian interpersonal, akademik, atau pekerjaan

yang diharapkan).

C. Durasi: tanda gangguan terus-menerus menetap selama sekurangnya 6 bulan.

Pada 6 bulan tersebut, harus termasuk 1 bulan fase aktif (yang

memperlihatkan gejala kriteria A) dan mungkin termasuk gejala prodormal

atau residual.

Page 7: Skizofrenia Residual

7

D. Penyingkiran gangguan skizoafektif atau gangguan mood: gangguan

skizoafektif atau gangguan mood dengan ciri psikotik telah disingkirkan

karena: (1) tidak ada episode depresif berat, manik atau campuran yang telah

terjadi bersama-sama gejala fase aktif atau (2) jika episode mood telah terjadi

selama gejala fase aktif, durasi totalnya relatif singkat dibandingkan durasi

periode aktif dan residual.

E. Penyingkiran zat/kondisi medis umum

F. Hubungan dengan gangguan perkembangan pervasif 3

Sedangkan menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa

(PPDGJ) di Indonesia yang ke-III sebagai berikut:

Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua

gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang jelas):

a) – “thought eco” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema

dalam kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran ulangan walaupun isinya sama

tapi kualitasnya berbeda.

–“thought insertion or withdrawal” = isi pikiran yang asing dari luar masuk

ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh

sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan

–“thought broadcasting” = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain

atau umum mengetahuinya;

b) – “delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu

kekuatan tertentu dari luar, atau

– “delusion of influence” = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu

kekuatan tertentu dari luar

– “delusion of passivity” = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah

terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang “dirinya” secara jelas merujuk ke

pergerakan tubuh/anggota gerak atau pikiran, tindakan atau penginderaan

khusus);

– “delusion perception” = pengalaman inderawi yang tak wajar, yang

bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;

c) Halusinasi auditorik:

–Suara halusinasi yang berkomentar secara terus-menerus terhadap perilkau

pasien, atau

–Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai

suara yang berbicara) atau

Page 8: Skizofrenia Residual

8

–Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh pasien

d) Waham-waham menetap lainnya yang menurut budaya setempat dianggap

tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama

atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa

Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:

e) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja apabila disertai baik oleh

waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa

kandungan afektif yang jelas ataupun disertai oleh ide-ide yang berlebihan

yang menetap atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau

berbulan-bulan terus menerus.

f) Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan yang berakibat

inkoherensi atau pembicaraannya tidak relevan atau neologisme.

g) Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah, posisi tubuh tertentu

(porturing), fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme dan stupor;

h) Gejala-gejala negatif seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang dan

respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya mengakibatkan

penarikan diri dari pergaulan sosialdan menurunnya kinerja sosial; tetapi

harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau

medikasi neuroleptika;

Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun

waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik

prodormal)

Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu

keseluruhan dari beberapa aspek perilaku pribadi, bermanifestasi sebagai

hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam

diri sendiri, dan penarikan diri secara sosial.5

Diagnosa skizofrenia residual digunakan pada pasien yang telah sembuh dari

gejala yang menonjol seperti delusi, halusinasi atau perilaku yang terdisorganisasi

tapi masih memperlihatkan bukti yang ringan akan adanya proses berjalannya

penyakit seperti afek datar atau kurangnya komunikasi. Adapun cara penegakan

diagnosa menurut DSM-IV sebagai berikut:

a. Tidak adanya waham, halusinasi, bicara terdisorganisasi, dan perilaku

katatonik terdisorganisasi atau katatonik yang menonjol.

b. Terdapat terus bukti-bukti gangguan seperti yang ditunjukkan oleh adanya

gejala negatif atau dua atau lebih gejala yang tertulis dalam kriteria A untuk

Page 9: Skizofrenia Residual

9

skizofrenia, ditemukan dalam bentuk yang lebih lemah (misalnya keyakinan

yang aneh, pengalaman persepsi yang tidak lazim).3

Selain itu, PPDGJ-III memberikan pedoman diagnostik untuk skizofrenia

residual yakni harus memenuhi semua kriteria dibawah ini untuk suatu diagnosis

yang meyakinkan:

a. Gejala “negatif” dari skizofrenia yang menonjol, misalnya perlambatan

psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan

ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan,

komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata,

modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang

buruk.

b. Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas dimasa lampau yang

memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia.

c. Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan

frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat

berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom negatif dari skizofrenia.

d. Tidak terdapat demensia atau penyakit gangguan otak organik lain, depresi

kronis, atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negatif

tersebut.5

2.5 Diagnosa Banding

Depresi pasca skizofrenia merupakan salah satu diagnosa banding dari

skizofrenia residual. Keduanya mempunyai kesamaan yakni gejala skizofrenia

yang masih ada tapi tidak lagi mendominasi atau menonjol. Namun terdapat

perbedaan yang jelas diantara keduanya. Penegakan diagnosa depresi pasca

skizofrenia tentu saja pasien harus memenuhi gejala depresi selama 2 minggu.

Adapun gejala utama depresi yakni mood yang depresif, kehilangan minat dan

kegembiraan, atau berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan

mudah lelah dan penurunan aktivitas. Selain itu gejala lainnya dari depresi adalah

konsentrasi dan perhatian berkurang, harga diri dan kepercayaan diri berkurang,

adanya ide bunuh diri, pandangan masa depan yang suram dan pesimis, tidur

terganggu, nafsu makan berkurang, gagasan tentang rasa bersalah atau tidak

berguna. Selain itu, pasien telah menderita skizofrenia selama 12 bulan terakhir

sedangkan pada skizofrenia residual, gejala negatif timbul dan penurunan yang

Page 10: Skizofrenia Residual

10

nyata dari gejala waham dan halusinasi sedikitnya sudah melampaui kurun waktu

1 tahun.5

2.6 Pengobatan

Tidak ada pengobatan yang spesifik untuk masing-masing subtipe

skizofrenia. Pengobatan hanya dibedakan berdasarkan gejala apa yang menonjol

pada pasien. Pada skizofrenia residual, gejala “negatif” lebih menonjol, maka

adapun pengobatan yang disarankan kepada pasien obat-obat antipsikotik

golongan atipikal yang dapat meningkatkan dopamin di mesokortikal.4 Memang

obat tertentu (terutama obat antipsikotik baru) telah dinyatakan efektif secara

spesifik terhadap gejala “negatif” pada gangguan psikotik, tetapi bukti yang

mendukung pendapat ini masih tidak konsisten.7

Risperidon adalah suatu obat antipsikotik dengan aktivitas antagonis yang

bermakna pada reseptor serotonin tipe 2 (5-HT2) dan pada reseptor dopamin tipe 2

serta antihistamin (H1). Menurut data penelitian, obat ini efektif mengobati gejala

positif maupun negatif.3 Risperidon senyawa antidopaminergik yang jauh lebih

kuat, berbeda dengan klozapin, sehingga dapat menginduksi gejala

ekstrapiramidal juga hiperprolaktinemia yang menonjol. Meskipun demikian,

risperidon dianggap senyawa antipsikotik “atipikal secara kuantitatif” karena efek

samping neurologis ekstrapiramidalnya kecil pada dosis harian yang rendah.7

Klozapin termasuk obat antipsikotik atipikal yang juga mempunyai aktivitas

antagonis yang bermakna pada reseptor serotonin tipe 2 (5-HT2) dan antagonis

lemah pada reseptor dopamin tipe 2 juga bersifat antihistamin (H1). Efek samping

berupa gejala ekstrapiramidal sangat minimal, namun mempunyai sifat antagonis

α-1 adrenergik yang bisa menimbulkan hipotensi ortostatik dan sedatif.6 Selain

itu, dilaporkan terjadinya agranulositosis dengan insiden 1-2% ditambah harganya

yang mahal. Klozapin adalah obat lini kedua yang jelas bagi pasien yang tidak

berespon terhadap obat lain yang sekarang ini tersedia.

Selain terapi obat-obatan, juga bisa diterapkan terapi psikososial yang terdiri

dari terapi perilaku, terapi berorientasi keluarga, terapi kelompok, psikoterapi

individual. Terapi perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan

keterampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan

memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan komunikasi interpersonal. Perilaku

adaptif didorong dengan pujian atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang

diharapkan sehingga frekuensi maladaptif atau menyimpang dapat diturunkan.

Page 11: Skizofrenia Residual

11

Terapi berorientasi keluarga cukup berguna dalam pengobatan skizofrenia.

Pusat dari terapi harus pada situasi segera dan harus termasuk mengidentifikasi

dan menghindari situasi yang kemungkinan menimbulkan kesulitan. Setelah

pemulangan, topik penting yang dibahas di dalam terapi keluarga adalah proses

pemulihan khususnya lama dan kecepatannya. Selanjutnya diarahkan kepada

berbagai macam penerapan strategi menurunkan stres dan mengatasi masalah dan

pelibatan kembali pasien ke dalam aktivitas.

Terapi kelompok biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan hubungan

dalam kehidupan nyata. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial,

meningkatkan rasa persatuan dan meningkatkan tes realitas bagi pasien dengan

skizofrenia.

Psikoterapi individual membantu menambah efek terapi farmakologis. Suatu

konsep penting didalam psikoterapi adalah perkembangan hubungan terapeutik

yang dialami psien adalah “aman”. Pengalaman tersebut dipengaruhi oleh dapat

dipercayanya ahli terapi, jarak emosional antara ahli terapi dan pasien, dan

keikhlasan ahli terapi seperti yang diinterpretasikan oleh pasien. Ahli psikoterapi

sering kali memberikan interpretasi yang terlalu cepat terhadap pasien skizofrenia.

psikoterapi untuk seorang pasien skizofrenia harus dimengerti dalam hitungan

dekade, bukannya sesi, bulanan, atau bahkan tahunan. Di dalam konteks

hubungan profesional, fleksibilitas adalah penting dalam menegakkan hubungan

kerja dengan pasien. Ahli terapi mungkin akan makan bersama, atau mengingat

ulang tahun pasien. Tujuan utama adalah untuk menyampaikan gagasan bahwa

ahli terapi dapat dipercaya, ingin memahami pasien dan akan coba melakukannya

dan memiliki kepercayaan tentang kemampuan pasien sebagai manusia. Mandred

Bleuler menyatakan bahwa sikap terapeutik terhadap pasien adalah dengan

menerima mereka bukannya mengamati mereka sebagai orang yang tidak dapat

dipahami dan berbeda dari ahli terapi.3

2.7 Prognosis

Prognosis tidak berhubungan dengan tipe apa yang dialami seseorang.

Perbedaan prognosis paling baik dilakukan dengan melihat pada prediktor

prognosis spesifik di Tabel 2.13.

Page 12: Skizofrenia Residual

12

Tabel 2.1 ????????????????????????????

Prognosis Baik Prognosis Buruk

Onset lambat Onset muda

Faktor pencetus yang jelas Tidak ada faktor pencetus

Onset akut Onset tidak jelas

Riwayat seksual, sosial dan pekerjaan

pramorbid yang baik

Riwayat seksual, sosial dan pekerjaan

pramorbid yang buruk

Gejala gangguan mood (terutama

gangguan depresif)

Perilaku menarik diri, autistik

Gejala positif Gejala negatif

Riwayat keluarga gangguan mood Riwayat keluarga skizofrenia

Sistem pendukung yang baik Sistem pendukung yang buruk

Tanda dan gejala neurologis

Riwayat trauma prenatal

Tidak ada remisi dalam 3 tahun

Banyak relaps

Riwayat penyerangan

Walaupun skizofrenia bukanlah penyakit yang fatal, namun rata-rata

kematian orang yang menderita skizofrenia dua kali lebih tinggi dibandingkan

dengan populasi umum. Tingginya angka kematian berkaitan dengan kondisi

buruk di institusi perawatan yang berkepanjangan yang menyebabkan tingginya

angka Tuberkulosis dan penyakit menular lainnya. Namun, penelitian baru-baru

ini pada orang-orang skizofrenia yang hidup dalam masyarakat, menunjukkan

bunuh diri dan kecelakaan lain sebagai penyebab utama kematian di negara

berkembang maupun negara-negara maju. Bunuh diri, khususnya, telah

muncul sebagai masalah yang mekhawatirkan, karena risiko bunuh diri pada

orang dengan gangguan skizofrenia selama hidupnya telah diperkirakan di atas

10%, sekitar 12 kali lebih tinggi dari populasi umum. Sepertinya ada sebuah

peningkatan mortalitas untuk gangguan kardiovaskular juga, mungkin terkait

dengan gaya hidup yang tidak sehat, pembatasan akses perawatan kesehatan atau

efek samping obat antipsikotik.6

Page 13: Skizofrenia Residual

13

BAB 3

KESIMPULAN

Skizofrenia residual adalah salah satu tipe skizofrenia dimana masih

ditemuinya bukti adanya gangguan skizofrenia, tanpa adanya kumpulan lengkap

gejala aktif atau gejala yang cukup untuk memenuhi tipe lain skizofrenia. Gejala

dari skizofrenia residual berupa gejala “negatif” dari skizofrenia yang menonjol,

misalnya perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul,

sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi

pembicaraan, komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka,

kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial

yang buruk. Jika waham atau halusinasi ditemukan, maka hal itu tidak lagi

menonjol.

Skizofrenia bisa merupakan bagian dari skizofrenia kronis atau tahapan

remisi komplit dari skizofrenia. Adapun diagnosa banding dari skizofrenia

residual adalah depresi pasca skizofrenia, namun pada depresi pasca skizofrenia

mesti ditemui gejala depresi selama lebih kurang 2 minggu.

Pengobatan untuk skizofrenia residual bisa secara farmakologi maupun terapi

psikososial. Obat yang dapat diberikan adalah obat golongan atipikal yang bekerja

untuk meningkatkan dopamin di jalur mesokotikal. Hal ini sehubungan dengan

hipotesa penyebab gejala negatif muncul dikarenakan penurunan aktivitas

dopamin di jalur mesokortikal. Namun klozapin tidak bisa dijadikan obat pilihan

pertama karena efek sampingnya berupa agranulositosis. Selain itu, terapi

psikososial bisa berupa terapi perilaku, terapi berorientasi keluarga, terapi

kelompok, dan psikoterapi individu.

Prognosis tidak berhubungan dengan tipe apa yang dialami seseorang.

Prognosis ditentukan dari Tabel 2.1. Selain itu, didapati angka kematian pada

orang dengan skizofrenia dua kali lebih tinggi dari populasi umum. Angka

kematian yang tinggi ini disebabkan oleh kondisi buruk akan tempat rawatan yang

berkepanjangan sehingga meningkatkan risiko terinfeksi Tuberkulosis dan

penyakit menular lainnya. Angka bunuh diri pada orang skizofrenia adalah sekitar

10%.

Page 14: Skizofrenia Residual

14

DAFTAR PUSTAKA

1. Suvisaari, Jana. Incidence and Risk Factors of Schizophrenia in Finland. University of Helsinki, Faculty of Medicine, Department of Public Health. 1999. Available from:http://ethesis.helsinki.fi/julkaisut/laa/kansa/vk/suvisaari/introduction.html [ Accessed 8 Maret 2010]

2. Kumala, Poppy dkk. Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 25. EGC. Jakarta:1998. 970

3. Kaplan, Harold I., Sadock, Benjamin J., dan Grebb, Jack A. Sinopsis Psikiatri, Jilid I. Binarupa Aksara. Tangerang: 2010. 699-702, 720-727, 737-740

4. Syamsulhadi dan Lumbantobing. Skizofrenia. FK UI. Jakarta: 2007.26-34

5. Maslim, Rusdi.Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ- III. FK Unika Atmajaya. Jakarta:2001. 46, 50

6. Silva, J.A. Costa.Schizophrenia and Public Health. WHO. 1998. 6-13. Available from:www.who.int/ mental _ health /media/en/55.pdf [Accessed on 5 Maret 2010]

7. Goodman dan Gilman. Dasar Farmakologi Terapi Vol.I. EGC. Jakarta:2007.475,480 & 482