penatalaksanaan skizofrenia

38
Penatalaksanaan Skizofrenia PENATALAKSANAAN SKIZOFRENIA 1. PENDAHULUAN Skizofrenia adalah suatu kumpulan gangguan mental emosional dengan karakteristik berupa gangguan proses pikir (asosiasi longgar, waham), gangguan persepsi (halusinasi), gangguan alam perasaan (afek tumpul, datar atau tak serasi), gangguan tingkah laku (bizzare, tidak bertujuan, stereotipi atau inaktivitas). 1,2 Umumnya kesadaran tetap jernih dan kemampuan intelektual tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian. 2 Penyebab skizofrenia sangat kompleks dan tidak diketahui secara pasti, diduga bersifat multifaktorial, berupa gabungan faktor biologik, psikososial dan lingkungan. Dilaporkan faktor biologi adalah penyebab utama, tapi ternyata gangguan skizofrenia ini adalah hasil interaksi faktor psikososial, faktor genetik dan lingkungan. 3 Pengobatan skizofrenia juga bersifat multidimensial, terdiri dari terapi somatik (psikofarmakoterpai dan ECT) dan KKS Bagian Psikiatri RSU Dr. Pirngadi Medan/RSUP HAM Nuraini SM. 1

Upload: febry-luthunanana

Post on 24-Apr-2015

392 views

Category:

Documents


49 download

DESCRIPTION

Schizofrenia

TRANSCRIPT

Page 1: Penatalaksanaan Skizofrenia

Penatalaksanaan Skizofrenia

PENATALAKSANAAN SKIZOFRENIA

1. PENDAHULUAN

Skizofrenia adalah suatu kumpulan gangguan mental emosional dengan

karakteristik berupa gangguan proses pikir (asosiasi longgar, waham), gangguan persepsi

(halusinasi), gangguan alam perasaan (afek tumpul, datar atau tak serasi), gangguan

tingkah laku (bizzare, tidak bertujuan, stereotipi atau inaktivitas).1,2 Umumnya kesadaran

tetap jernih dan kemampuan intelektual tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif

tertentu dapat berkembang kemudian.2

Penyebab skizofrenia sangat kompleks dan tidak diketahui secara pasti, diduga

bersifat multifaktorial, berupa gabungan faktor biologik, psikososial dan lingkungan.

Dilaporkan faktor biologi adalah penyebab utama, tapi ternyata gangguan skizofrenia ini

adalah hasil interaksi faktor psikososial, faktor genetik dan lingkungan. 3

Pengobatan skizofrenia juga bersifat multidimensial, terdiri dari terapi somatik

(psikofarmakoterpai dan ECT) dan terapi psikososial (psikoterapi individual, terapi

perilaku, terapi berorientasi keluarga dan terapi kelompok).4 Psikofarmaka utama yang

digunakan untuk mengobati skizofrenia adalah golongan antipsikotik (neuroleptika/major

tranquilizers/ataractics). Secara umum anti psikotik mempunyai mekanisme kerja

memblokade dopamin pada reseptor pascasinaptik neuron di otak, khususnya di sistim

limbik dan sistem ekstrapiramidal. 5

KKS Bagian Psikiatri RSU Dr. Pirngadi Medan/RSUP HAM Nuraini SM. 1

Page 2: Penatalaksanaan Skizofrenia

Penatalaksanaan Skizofrenia

Bila penderita skizofrenia tidak mendapat pengobatan yang tepat atau adekuat dan

terlalu cepat berhenti, besar kemungkinan akan kambuh dan menjadi menahun. Jika

terapi dilakukan sedini mungkin, maka prognosisnya akan lebih baik. 1,3

Pada tulisan ini akan dikupas tentang penatalaksanaan skizofrenia yang lebih

mengutamakan pembahasan secara psikofarmakoterapi.

2. PENATALAKSANAAN SKIZOFRENIA

Penatalaksanaan skizofrenia merupakan suatu pendekatan multimodal oleh suatu

tim multidisipliner, walaupun demikian psikofarmakoterapi tetap merupakan pengobatan

utama pada skizofrenia. 1,3

Susunan tindakan penanganan skizofrenia hendaknya meliputi perawatan pasien,

apakah rawat jalan atau rawat inap di rumah sakit, pemberian farmakoterapi, pelayanan

psiko-edukasi, intervensi keluarga (pendidikan keluarga, konseling keluarga, pertemuan

keluarga, supportif terus-menerus, dll), rehabilitasi, dan program pendidikan khusus. 1

2.1 Psikofarmakoterapi

Medikasi antipsikotik diindikasikan untuk hampir semua episode psikosis akut dari

skizofrenia. Terapi harus dimulai sesegera mungkin karena penderita skizofrenia

mempunyai resiko mencelakai diri sendiri (atau bunuh diri) dan orang disekitarnya. 1,2

Bila memungkinkan, sebelum pasien mulai mendapat medikasi antipsikotik

sebaiknya dilakukan pemeriksaan fisik, neurologis dan status mental serta pemeriksaan

laboratorium yang meliputi pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, glukosa darah, fungsi

KKS Bagian Psikiatri RSU Dr. Pirngadi Medan/RSUP HAM Nuraini SM. 2

Page 3: Penatalaksanaan Skizofrenia

Penatalaksanaan Skizofrenia

hati, fungsi ginjal, fungsi tiroid, skrining umum terhadap penyalahgunaan zat, tes

kehamilan pada pasien wanita, tes sipilis dan HIV bila relevan. Pemeriksaan EKG

dilakukan bila dicurigai adanya penyakit jantung dan pada semua pasien yang berumur

lebih dari 40 tahun. Perlu dinilai adanya gangguan pergerakan, khususnya yang

disebabkan diskinesia tardif untuk pedoman di dalam memilih obat antipsikotik.1,3

Pada kondisi gawat darurat dimana pasien tidak kooperatif untuk pemeriksaan,

medikasi antipsikotik dapat diberikan mendahului evaluasi medis. Obat antipsikotik

bersifat relatif aman sehingga umumnya medikasi antipsikotik dapat dimulai sebelum

hasil tes laboratorium diketahui, kecuali terapi dengan clozapine, dimana pemberiannya

hanya dimulai setelah pasien diketahui mempunyai hasil pemeriksaan jumlah dan hitung

lekosit yang normal. 1,6

2.1.1 Prinsip-prinsip Terapetik

Medikasi antipsikotik pada skizofrenia harus mengikuti prinsip-prinsip terapetik

sebagai berikut:1,3,5

Pastikan diagnosis, singkirkan kemungkinan gangguan mental organik dan

penyalahgunaan zat (keadaan intoksikasi atau lepas zat).

Klinisi harus secara cermat menentukan gejala sasaran (target symtoms) yang akan

diobati.

Suatu antipsikotik yang telah terbukti efektif dan dapat ditolelir dengan baik efek

sampingnya oleh pasien, harus dipilih kembali untuk pemakaian sekarang. Apabila

tidak ada informasi tersebut, pemilihan antipsikotik umumnya berdasarkan

KKS Bagian Psikiatri RSU Dr. Pirngadi Medan/RSUP HAM Nuraini SM. 3

Page 4: Penatalaksanaan Skizofrenia

Penatalaksanaan Skizofrenia

pertimbangan efek samping obat karena pada dasarnya semua antipsikotik

mempunyai efek klinis yang sama pada dosis ekivalen.

Lama minimal percobaan suatu antipsikotik adalah 4 – 6 minggu pada dosis adekuat.

Bila tidak memberikan respons klinis, dapat diganti dengan antipsikotik lain

(sebaiknya dari golongan yang berbeda) sesuai dosis ekivalennya. Bila ditemukan

efek samping yang parah (misalnya distonia akut) yang mempengaruhi atau

mengurangi kepatuhan berobat pasien, pergantian obat dapat dipertimbangkan dalam

waktu kurang dari 4 minggu.

Pada umumnya jarang diindikasikan penggunaan lebih dari satu medikasi antipsikotik

pada waktu bersamaan karena tidak terbukti lebih efektif (tidak ada efek sinergis

antara 2 obat antipsikotik) dan meningkatkan potensiasi efek samping obat.

Harus dipertahankan dosis efektif serendah mungkin, yang diperlukan untuk

mengendalikan gejala selama episode psikotik.

Lakukan pemilihan obat antipsikotik berdasarkan pertimbangan: umur, kondisi medis

lain yang menyertai, kemungkinan interaksi obat, respons pemakaian obat

sebelumnya, profil efek samping obat, dan kesukaan/kesenangan pasien.

2.1.2 Fase-Fase Pengobatan

2.1.2.1 Fase Akut

Fase akut umumnya ditandai oleh simtom psikotik yang memerlukan penanganan

klinis segera. Fase akut skizofrenia dapat muncul sebagai episode pertama atau suatu

relaps/eksaserbasi akut dari episode-episode multiple. Tujuan pengobatan fase akut

KKS Bagian Psikiatri RSU Dr. Pirngadi Medan/RSUP HAM Nuraini SM. 4

Page 5: Penatalaksanaan Skizofrenia

Penatalaksanaan Skizofrenia

adalah untuk mengurangi/meredakan simtom-simtom akut dan memperbaiki peran

fungsional kehidupan pasien. Fase akut umumnya berlangsung selama 4 – 8 minggu. 1,3,5

Kebanyakan simtom akut psikosis dapat diatasi dalam 1 – 2 hari sesudah dimulai

medikasi antipsikotik, dan mencapai respons maksimal dalam 6 minggu setelah terapi

dimulai (dari dosis awal sampai mencapai dosis optimal). Biasanya fase akut dapat

diatasi dengan dosis sedang obat antipsikotik tertentu, misalnya klorpromazin 600 – 1200

mg atau antipsikotik lain dengan dosis ekivalen. 1,5

Pada pemberian peroral, dimulai dengan dosis awal sesuai dengan dosis anjuran,

umumnya untuk pasien dewasa diberikan klorpromazid 3 x 100 mg atau antipsikotik lain

dengan dosis ekivalennya. Dosis awal dapat dinaikan setiap 5 – 7 hari (2 – 3 hari bila

ingin diperoleh respons yang cepat) sebesar 30 – 50% dosis awal sampai mencapai dosis

efektif (mulai timbul peredaan simtom target psikotik). Dosis ini kemudian dievaluasi

setiap 2 minggu (bila perlu dinaikan sebesar 30 – 50%) sampai mencapai dosis optimal

(keadaan dimana semua simtom target psikotik sudah dapat diatasi atau hanya

memperlihatkan gejala minimal). Dosis optimal ini dipertahankan minimal 6 bulan (fase

stabilisasi). 1,5

Jika remisi simtom akut psikotik tidak tercapai dengan dosis adekuat suatu

antipsikotik tipikal dalam waktu 6 minggu, perlu dipertimbangkan penggantian obat ke

obat antipsikotik atipikal. Pada kebanyakan kasus, pasien yang kurang berespons

terhadap suatu antipsikotik tipikal biasanya juga kurang berespons terhadap antipsikotik

tipikal lainnya. 1,5

Pada pasien non-kooperatif dengan simtom akut yang berat dan kecenderungan

melukai diri sediri atau orang lain disekitarnya (agitasi, hiperaktivitas psikomotor,

KKS Bagian Psikiatri RSU Dr. Pirngadi Medan/RSUP HAM Nuraini SM. 5

Page 6: Penatalaksanaan Skizofrenia

Penatalaksanaan Skizofrenia

impulsif, menyerang, gaduh gelisah, destruktif dan lain-lain), dapat diberikan

neurelptisasi cepat. Neuroleptisasi cepat (Rapid Neuroleptization/Psikotolisis/

Digitalisasi) adalah pemberian dosis berulang suatu medikasi antipsikotik secara

intramuskular (IM) dalam waktu singkat (setiap 30 – 60 menit) sampai dicapai sedasi

yang jelas. 1,5

Cara umum tindakan neuroleptisasi cepat adalah dengan pemberian injeksi

haloperidol 5 – 10 mg per kali, dapat diulang tiap 30 – 60 menit samapi dicapai sedasi

yang jelas atau simtom akut psikotik dapat diatasi (pasien menjadi tenang/tertidur),

dengan dosis maksimal 100 mg dalam 24 jam. Perlu diingat bahwa sebelum dilakukan

pemberian dosis ulangan perlu dilakukan pemantauan vital sign. Umumnya sebagian

besar pasien sudah berespons sebelum mencapai dosis kumulatif 50 mg. 3,6,7

Pilihan utama obat pada neuroleptisasi cepat adalah antipsikotik berpotensi tinggi

seperti haloperidol atau serenace, walaupun dapat menimbulkan efek samping simtom

ekstrapiramidal. Simtom ekstrapiramidal yang muncul cenderung mudah diatasi dengan

pemberian antikolinegik, misalnya difenhidramin 50 mg IM atau IV, benzodiazepine

(cogentin) 2 mg peroral atau IM, diazepam 5 – 10 mg peroral/IV/IM. Pada pasien yang

lebih tenang dan kooferatif, neuroleptisasi cepat dengan pemberian IM dapat diganti

dengan pemberian oral haloperidol 5 – 10 mg. 5,7

Untuk mendapatkan hasil yang lebih efektif dalam pengendalian perilaku,

neuroleptisasi cepat dapat dikombinasi dengan pemberian golongan benzodiazepin,

misalnya lorazepam (ativan) 2 mg IM atau diazepam 5 – 10 mg IM. Kombinasi ini adalah

aman dan bahkan lebih efektif dibanding dengan pemberian masing-masing obat secara

sendiri-sendiri. 5,6

KKS Bagian Psikiatri RSU Dr. Pirngadi Medan/RSUP HAM Nuraini SM. 6

Page 7: Penatalaksanaan Skizofrenia

Penatalaksanaan Skizofrenia

2.1.2.2 Fase Stabilisasi

Pada umumnya terjadi setelah 4 – 12 minggu setelah fase akut dikontrol. Terdapat

perbaikan gejala positif dengan regimen antipsikotik tertentu (sudah mencapai dosis

optimal), pada pasien mungkin terdapat gejala bingung, kekacauan dan disfori. 1

Pada fase ini simtom akut sudah dapat dikendalikan tetapi pasien masih mempunyai

resiko relaps jika pengobatan dihentikan atau dosis obat diturunkan terlalu dini atau

pasien berhadapan dengan stres yang berlebihan. Tujuan pengobatan fase stabilisasi

adalah untuk memfasilitasi kelanjutan pengurangan simtom yang telah diperoleh dari

pengobatan fase akut, mencegah relaps, mempertinggi adaptasi pasien terhadap

kehidupan di masyarakat dan konsolidasi menuju remisi.

Pengobatan dengan jenis dan dosis optimal obat yang sama pada fase akut harus

dipertahankan minimal 6 bulan. Penurunan dosis dan penghentian obat yang terlalu dini

akan memicu terjadinya relaps dalam waktu relatif singkat, biasanya 1 bulan setelah

penghentian obat. 1,5

Setelah 6 bulan, dosis obat dapat diturunkan perlahan-lahan setiap 2 minggu

sebesar 30 – 50% sampai mencapai dosis pemeliharaan (dosis efektif terkecil yang

mampu mencegah repals). Dengan mencapai dosis pemeliharaan, pasien memasuki fase

stabil. 5,6

Salah satu strategi menurunkan dosis yaitu dengan cara medikasi intermiten,

dimana antipsikotik hanya diberikan apabila pasien memerlukannya. Strategi ini

mengharuskan keluarga dan pasien mampu mengenali gejala dan tanda eksaserbasi awal

dari suatu relaps (misalnya ansietas, iritabilitas, gangguan tidur, tingkah laku aneh, ide

paranoid, gangguan persepsi). Bila hal ini dijumpai medikasi antipsikotik harus mulai

KKS Bagian Psikiatri RSU Dr. Pirngadi Medan/RSUP HAM Nuraini SM. 7

Page 8: Penatalaksanaan Skizofrenia

Penatalaksanaan Skizofrenia

diberikan kembali untuk periode tertentu, biasanya 1 – 3 bulan. Walaupun pendekatan ini

dapat meningkatkan rehospitalisasi, pendekatan terapi ini aman dan efektif untuk

beberapa pasien. Banyak studi melaporkan bahwa terapi intermiten kurang efektif dalam

mengurangi kejadian relaps dibanding dengan pemberian dosis pemeliharaan terus-

menerus. 6

Strategi lain adalah dengan cara pemberian intermiten medikasi depot dalam dosis

yang sama dengan pemberian oral. Bila ditemukan gejala prodormal dini dari kejadian

relaps, dapat ditambahkan medikasi oral. Pendekatan ini merupakan strategi efektif yang

membuat terapi dengan dosis kecil menjadi lebih aman. 5

2.1.2.3 Fase Stabil/Fase Pemeliharaan

Pada fase ini sudah dicapai remisi relatif. Tujuan pengobatan fase stabil adalah

untuk meminimalkan resiko dan konsekuensi relaps serta mengoptimalkan peran

fungsional dan kualitas hidup pasien.5,6

Pada fase stabil/pemeliharaan, diberi antipsikotik dengan dosis efektif terendah

yang dapat mencegah relaps (dosis pemeliharaan/maintenance dose). Dosis ini

dipertahankan selama 1 tahun sampai dengan sumur hidup tergantung episode seangan

skizofernia pasien, umunya dipertahankan 1 – 2 tahun untuk episode pertama, 5 tahun

untuk episode kedua, dan seumur hidup untuk episode ketiga atau lebih. 1,3,5

Dalam medikasi, bila ditemukan pasien yang tidak mematuhi regimen antipsikotik

oral atau tidak efektif untuk medikasi oral dapat diberikan medikasi depot. Tersedia dua

macam preparat depot, yaitu haloperidol dekanoat (haldol dekanoat) 50 mg/ml dan

fluphenazine decanoat (modecate) 25 mg/ml, dapat diberikan setiap 2 – 4 minggu secara

KKS Bagian Psikiatri RSU Dr. Pirngadi Medan/RSUP HAM Nuraini SM. 8

Page 9: Penatalaksanaan Skizofrenia

Penatalaksanaan Skizofrenia

IM. Bila ditemukan gejala eksaserbasi awal pada pasien yang mendapat medikasi depot,

penggunaan medikasi depot diteruskan tetapi ditambah dengan pemberian medikasi oral

atau tambahkan suntikan kecil depot tambahan. 1,5,6

2.1.3 Obat Antipsikotik

Kepustakaan sekarang membagi obat antipsikotik menjadi antipsikotik tipikal

(antipsikotik konvensional/antipsikotik klasik) dan antipsikotik atipikal (novel

antipsychotics), dimana terdapat perbedaan mekanisme kerja dan profil efek samping di

antara kedua golongan tersebut. 1,5

Tabel di bawah ini memperlihatkan klasifikasi antipsikotik yang umum

dipergunakan beserta dosis pemakaiannya. 5

Antipsikotik Group Kimia Dose Anjuran (mg/hari p.o.)

Typical Chlorpromazine (Largactil) Thioridazine (Melleril) Trifluoperazine (Stelazine) Haloperidol (Serenace) Pimozide (Orap Forte)

Phenothiazine (aliphatic)Phenothiazine (piperidine)Phenothiazine (piperazine)ButyrophenoneDiphenilbutylpiperidine

150 – 600150 – 60010 – 155 – 152 – 4

Atypical Clozapine (Clozaril) Olazapine (Zyprexa) Quetiapine (Seroquel) Risperidone (Risperdal) Sulpiride (Dogmatil Forte)

DibenzodiazepineDibenzodiazepineDibenzothiazepineBenzisoxazoleBenzamide

25 – 10010 – 2050 – 400

2 – 6300 – 600

KKS Bagian Psikiatri RSU Dr. Pirngadi Medan/RSUP HAM Nuraini SM. 9

Page 10: Penatalaksanaan Skizofrenia

Penatalaksanaan Skizofrenia

2.1.4 Mekanisme Kerja Antipsikotik

Antipsikotik tipikal mempunyai mekanisme kerja dengan memblokade dopamin

pada reseptor pascasinaptik di jalur limbik dan ekstrapiramidal otak. Blokade ini

dipikirkan memperantarai efikasi antipsikotik tipikal dalam kemampuan mengurangi atau

menghilangkan simtom positif psikotik.1,5

Efek terapetik antipsikotik atipikal dapat diterangkan dengan mekanisme kerja

sebagai berikut: 1) Blokade reseptor D2 pada jalur mesolimbik akan mengurangi simptom

positif; 2) Peningkatan pembebasan dopamin dan blokade reseptor 5 HT2A pada jalur

mesokortikal akan mengurangi simtom negatif; 3) Ikatan dengan reseptor lain memberi

kontribusi terhadap efikasi dalam pengobatan simtom kognitif, agresif dan depresi; 4)

Antagonisme 5 HT2A pada jalur nirostriatal akan mengurangi simtom ekstrapiramidal dan

diskinesia tardif; 5) Antagonisme 5 HT2A pada jalur tubulo infundibular akan mengurangi

hiperprolaktinemia.1,8

2.1.5 Profil Efek Samping Antipsikotik

Efek samping obat antipsikotik tipikal dapat berupa: Blokade reseptor dopamin-2

(D2) pada jalur nigrostriatal menyebabkan simtom ekstrapiramidal, misalnya distonia

akut, akatisia, sindroma Parkinson (bradikinesia, rigiditas, resting tremor) dan diskinesia

tardif; Blokade reseptordopamin-2 (D2) pada jalur tuberoinfundibular menyebabkan

hiperprolaktinemia dengan manifestasi galaktorea, ginekomastia, amenorea, impotensi,

infertilitas dan kemungkinan percepatan osteoporosis; Blokade reseptor 1 menyebabkan

hipotensi ortostatik, sedasi, dizziness, inhibisi ejakulasi dan takikardia refleks; Blokade

KKS Bagian Psikiatri RSU Dr. Pirngadi Medan/RSUP HAM Nuraini SM. 10

Page 11: Penatalaksanaan Skizofrenia

Penatalaksanaan Skizofrenia

reseptor muskarinik/kolinergik (M1) menyebabkan mulut kering, pandangan kabur

(blurred vision), konstipasi, retensi urin, sedasi, hidung tersumbat, ejakulasi tertunda atau

retrograde, disfungsi memori, delirium, sinus takikardia dan kurang berkeringat; Efek

terhadap kardiovaskuler, misalnya perubahan EKG (pelebaran kompleks QRS,

perpanjangan interval QT), takikardia, aritmia dan miokarditis; Efek terhadap hati,

misalnya gangguan ringan terhadap tes fungsi hati dan joundice kolestatik; Efek

hematologis dapat bervariasi dari lekopeni sampai agranulositosis; Menurunkan ambang

kejang; Sindroma neuroleptika maligna, yaitu suatu reaksi idiosinkrasi yang jarang,

dengan karakteristik berupa hipertermia, rigiditas otot, iritabilitas otonomik, perubahan

tingkat kesadaran, peningkatan kadar kreatinin dan fosfokinase serum; bersifat fatal pada

20% kasus. 1,3,5

Efek samping antipsikotik atipikal berbeda-beda tergantung dari jenisnya, seperti

sebagai berikut: Clozapine: Sedasi, hipersalivasi, efek antikolinergik, kenaikan berat

badan, hipotensi posturnal. Efek yang serius: Agranulositosis, lowered sizure threshold;

Olazapine: Kenaikan berat badan, sedasi, pening, efek antikolinergik; Quetiapine:

Somnolen, pening, konstipasi, hipotensi posturnal, mulut kering; Risperidol: Insomnia,

ansietas, agitasi; Amisulpride: Insomnia, ansietas, agitasi.1,9

2.1.6 Kontra Indikasi Antipsikotik

Riwayat alergi yang serius terhadap antipsikotik.

Pada pasien yang mengkonsumsi zat yang akan berinteraksi dengan antipsikotik

sehingga menyebabkan depresi susunan saraf pusat (SSP) (misalnya alkohol, opioid,

KKS Bagian Psikiatri RSU Dr. Pirngadi Medan/RSUP HAM Nuraini SM. 11

Page 12: Penatalaksanaan Skizofrenia

Penatalaksanaan Skizofrenia

barbiturat, benzodiazepin) atau delirium antikolinergik (misalnya skopolamin dan

kemungkinan fensiklidin/PCP).

Resiko tinggi timbulnya kejang akibat organik atau idiopatik, misalnya epilepsi

(antipsikotik berpotensi menurunkan ambang kejang).

Glaukoma sudut sempit (pada penggunaan antipsikotik yang mempunyai efek

kolinergik yang bermakna).

Penyakit hati (antipsikotik bersifat hepatotoksik).

Penyakit darah (antipsikotik bersifat hematotoksik); klozapin dikontra- indikasikan

pada pasien yang mempunyai riwayat netropeni atau agranulositosis yang diinduksi

obat dan penyakit mieloproliferatif).

Kelainan jantung (antipsikotik bersifat menghambat irama jantung).

Demam tinggi (antipsikotik bersifat mempengaruhi termolegulator di SSP).

Penyakit SSP (Parkinson, tumor otak, dan lain-lain). 5,8,9

2.1.7 Interaksi Obat

Antipsikotik + antipsikotik lain = potensiasi efek samping obat dan tidak ada bukti

lebih efektif (tidak ada efek sinergis antara 2 obat anti-psikotik).

Antipsikotik + antidepresan trisiklik = efek samping antikolinergik meningkat (hati-

hati pasien dengan hipertrofi prostat, glaukoma, ileus, penyakit jantung).

Antipsikotik + antianxietas = efek sedasi meningkat, bermanfaat untuk kasus dengan

gejala agitasi dan gaduh gelisah yang sangat hebat (acute adjunctive therapy).

KKS Bagian Psikiatri RSU Dr. Pirngadi Medan/RSUP HAM Nuraini SM. 12

Page 13: Penatalaksanaan Skizofrenia

Penatalaksanaan Skizofrenia

Antipsikotik + ECT = dianjurkan tidak memberikan obat antipsikotik pada pagi hari

sebelum dilakukan ECT (Electro Convulsive Therapy) oleh karena angka mortalitas

yang tinggi.

Antipsikotik + antikonvulsan = ambang konvulsi menurun, kemungkinan serangan

kejang meningkat. Oleh karena itu dosis antikonvulsan harus lebih besar (dose-

related). Yang paling minimal menurunkan ambang kejang adalah obat antipsikotik

Haloperidol.

Antipsikotik + antasida = efektivitas antipsikotik menurun disebabkan gangguan

absorpsi. 5

2.1.8 Pemilihan Obat Antipsikotik

Pada dasarnya semua obat antipsikotik mempunyai efek primer (efek klinis) yang

sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek sekunder (efek samping: sedasi,

otonomik, ekstrapiramidal). Onset efek sekunder (sekitar 2 – 6 jam) bisa mendahului

onset efek primer (sekitar 2 – 4 minggu). 5

Tabel di bawah ini memperlihatkan beberapa obat antipsikotik dengan efek

sekundernya/efek sampingnya: 5

Antipsikotik Gg-Eq Dosis (mg/h) Sedasi OtonomikEks.

PiramidalChlorpromazineThioridazinePerphenazineTrifluoperazineFluphenazineHaloperidolPimozideClozapine

1001008552225

150 – 1600100 – 900

8 – 485 – 605 – 602 – 1002 – 6

25 – 200

++++++

++

++++

++++

++++++

++++++

+++

+++++++++

++++++–

KKS Bagian Psikiatri RSU Dr. Pirngadi Medan/RSUP HAM Nuraini SM. 13

Page 14: Penatalaksanaan Skizofrenia

Penatalaksanaan Skizofrenia

Antipsikotik Gg-Eq Dosis (mg/h) Sedasi OtonomikEks.

PiramidalLevomepromazineSulpirideRisperidoneQuetiapineOlazapine

252002

10010

50 – 300200 – 1600

2 – 950 – 40010 – 20

++++++++

++++++

+++++

Sebelum melakukan terapi, ada beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan

obat antipsikotik antara lain:

Gejala psikosis yang dominan, apabila gejala negatif (afek tumpul, penarikan

diri, hipobulia, isi pikiran miskin) lebih menonjol dari gejala positif (waham, halusinasi,

bicara kacau, perilaku tak terkendali) pada pasien skizofrenia, pilihan obat antipsikotik

atipikal perlu dipertimbangkan. Khususnya pada pasien skizofrenia yang tidak dapat

mentolelir efek samping ekstrapiramidal atau mempunyai resiko medik dengan adanya

gejala ekstrapiramidal. 1,5

Profil efek samping, misalnya pada contoh sebagai berikut: chlorpromazine dan

thioridazine yang efek samping sedatif kuat terutama digunakan terhadap Sindrom

Psikosis dengan gejala dominan gaduh gelisah, hiperaktif, sulit tidur, kekacauan pikiran,

perasaan, dan perilaku. Sedangkan trifluoperazine, fluphenazine, dan haloperidol yang

efek samping sedatif lemah digunakan terhadap Sindrom Psikosa dengan gejala dominan

apatis, menarik diri, perasaan tumpul, kehilangan minat dan inisiatif, hipoaktif, waham,

halusinasi. Tapi obat terakhir ini paling mudah menyebabkan timbulnya gejala

ekstrapiramidal, pada pasien yang rentan terhadap efek samping tersebut perlu digantikan

dengan thioridazine (dosis ekivalen) dimana efek samping ekstrapiramidalnya sangat

KKS Bagian Psikiatri RSU Dr. Pirngadi Medan/RSUP HAM Nuraini SM. 14

Page 15: Penatalaksanaan Skizofrenia

Penatalaksanaan Skizofrenia

ringan. Untuk pasien yang sampai timbul “tardive dyskinesia” obat antipsikotik yang

tanpa efek samping ekstrapiramidal adalah clozapine. 1,5

Respons pengobatan terdahulu, apabila dalam riwayat penggunaan obat

antipsikotik sebelumnya, jenis obat antipsikotik tertentu yang sudah terbukti efektif dan

ditolerir dengan baik efek sampingnya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian

sekarang. 1,5

Kesukaan atau kecocokan pasien terhadap antipsikotik tertentu berdasarkan

pengalaman terdahulu. 5

Cara atau rute pemberian, pada kebanyakan kondisi, pasien mendapat terapi

dengan obat antipsikotik oral. Kebanyakan obat antipsikotik mempunyai waktu paruh

panjang yang memungkinkan pemberian dosis sehari. Pada keadaan dimana pasien

menolak makan obat atau diperlukan onset yang sangat cepat, dapat diberikan obat

bermasa kerja pendek secara intra muscular (IM). Pemberian antipsikotik secara IM

menghasilkan kadar puncak plasma dalam 30 menit dan efek klinis dihasilkan dalam

15 – 30 menit. Pemberian antipsikotik secara oral menghasilkan kadar puncak plasma

dalam waktu 1 – 4 jam. Dosis antipsikotik untuk pemberian IM adalah kira-kira ½ dosis

yang diberikan secara oral. 5,8

2.1.9 Manajemen Efek Samping Antipsikotik

Pengobatan skizofrenia dengan antipsikotik sering menimbulkan efek samping,

yang sering merupakan alasan ketidakpatuhan berobat pasien.6 Berikut adalah beberapa

efek samping antipsikotik

KKS Bagian Psikiatri RSU Dr. Pirngadi Medan/RSUP HAM Nuraini SM. 15

Page 16: Penatalaksanaan Skizofrenia

Penatalaksanaan Skizofrenia

Efek samping ekstrapiramidal/sindrom parkinson, dapat diatasi dengan

pemberian obat antiparkinson, seperti trihexyphenidyl (artane) 3 – 4 x 2 mg/hari, sulfas

atropin 0,50 – 0,75 mg IM. Apabila sindrom parkinson sudah terkendali diusahakan

penurunan dosis secara bertahap. Untuk mentukan apakah masih dibutuhkan penggunaan

obat antiparkinson. Secara umum dianjurkan penggunaan antiparkinson tidak lebih dari 3

bulan (resiko timbul “atropine toxic syndrome”). Pemberian profilaksis antiparkinson

tidak dianjurkan, karena dapat mempengaruhi penyerapan/absorpsi obat antipsikotik

sehingga kadarnya dalam plasma rendah, dan dapat menghalangi manifestasi gejala

psikopatologis yang dibutuhkan untuk penyesuaian dosis obat antipsikotik agar tercapai

dosis efektif. 5

Akatisia, biasanya sukar diatasi khususnya pada fase kronis. Tindakannya,

turunkan dosis antipsikotik dan berikan antiparkinson atau beta bloker ( propanolol 30 –

90 mg/hari) dan benzodiazepin (diazepam 2 mg tiga kali sehari). 1

Distonia, dapat diatasi dengan antikolinergik atau antihistamin, seperti benztopine

mestylate 2 mg IM atau peroral atau diphenhydramine 50 mg IV. 1

Diskinesia tardif, tidak ada pengobatan yang spesifik. Penanganannya dengan

menurunkan dosis antipsikotik atau jangan berikan obat tersebut dan ganti dengan

klozapine. Selain itu berikan vitamin E 400 – 1200 mg. 1,5

Hipotensi ortostatik, berikan injeksi noradrenalin secara IM. Hipotensi ortostatik

seringkali dapat dicegah dengan tidak langsung bangun setelah mendapat suntikan

antipsikotik dan dibiarkan tidur sekitar 5 – 10 menit. 5

Sinrom Neuroleptik Malignan (SNM), merupakan kondisi yang mengancam

kehidupan akibat reaksi idiosinkrasi obat antipsikotik. Penanganannya, hentikan segera

KKS Bagian Psikiatri RSU Dr. Pirngadi Medan/RSUP HAM Nuraini SM. 16

Page 17: Penatalaksanaan Skizofrenia

Penatalaksanaan Skizofrenia

pemberian antipsikotik, perawatan suportif, berikan dopamine agonist (bromokriptin 7,5

– 60 mg/hari dibagi dalam 3 dosis, L-dopa 2 x 100 mg/hari, atau amantadin 200 mg/hari.5

2.2 Terapi Elektro-Konvuls

Dewasa ini terapi renjatan listrik (ECT, electroconvulsive therapy atau TEK, terapi

elektro-konvulsi) masih banyak digunakan dalam psikiatri, terutama untuk mengatasi

gangguan psikotik berat dengan kecenderungan bunuh diri atau mencelakai orang lain.

Biasanya TEK lebih cepat menghilangkan gejala psikotik hebat daripada obat.8

TEK baik hasilnya pada jenis gaduh gelisah katatonik dan stupor katatonik. Terhadap

jenis paranoid hasilnya kurang baik dan yang paling kurang baik ialah terhadap

skizofrenia simplex dan hebefrenik; bila hanya gejala hanya ringan lantas diberi TEK,

kadang-kadang gejala menjadi lebih besar.3

Frekwensi dan jumlah dilakukan TEK tergantung pada keadaan penderita, TEK

dapat diberikan: secara “block”, 2 – 4 hari berturut-turut 1 – 2 kali sehari; 2 – 3 kali

seminggu; TEK “maintenance”, sekali setiap 2 – 4 minggu. TEK dihentikan setelah

pasien menunjukan perbaikan yang jelas dan dilanjutkan dengan psikofarmaka.3

2.3 Psikoterapi dan Rehabilitasi

Psikoterapi dalam bentuk psikoanalisa tidak membawa hasil yang diharapkan,

bahkan ada yang berpendapat tidak boleh dilakukan pada penderita dengan skizofrenia

karena justru dapat menambah isolasi dan otisme. Yang dapat membantu penderita ialah

KKS Bagian Psikiatri RSU Dr. Pirngadi Medan/RSUP HAM Nuraini SM. 17

Page 18: Penatalaksanaan Skizofrenia

Penatalaksanaan Skizofrenia

psikoterapi suportif individual atau kelompok, serta bimbingan yang praktis dengan

maksud untuk mengembalikan penderita ke masyarakat. 3

Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan orang lain,

perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia tidak mengasingkan diri lagi, karena bila ia

menarik diri ia dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan untuk

mengadakan permainan atas latihan bersama. Pemikiran atau falsafah atau kesenian

bebas dalam bentuk melukis bebas atau bermain musik bebas, tidak dianjurkan sebab

dapat menambah otisme. Bila dilakukan juga harus ada pemimpin dan ada tujuan yang

lebih dulu sudah ditentukan. 3

Perlu juga diperhatikan lingkungan penderita. Bila mungkin diatur sedemikian rupa

sehingga ia tidak mengalami stres terlalu banyak. Bila mungkin sebaiknya ia

dikembalikan ke pekerjaan sebelum sakit, dan itu tergantung pada kesembuhannya

apakah tanggungjawabnya dalam pekerjaannya itu akan penuh atau tidak. 3

2.4 Lobotomi Prefrontal

Dapat dilakukan bila terapi lain secara intensif tidak berhasil dan bila penderita

sangat mengganggu lingkungannya. 3

KKS Bagian Psikiatri RSU Dr. Pirngadi Medan/RSUP HAM Nuraini SM. 18

Page 19: Penatalaksanaan Skizofrenia

Penatalaksanaan Skizofrenia

3. KESIMPULAN

Gangguan jiwa berat-skizofrenia-yang ditandai dengan ketidakmampuan pasien

mengintegrasikan tiga fungsi mental pikiran, perasaan, dan tingkah laku. Bila tidak

mendapat pengobatan yang tepat atau adekuat dan terlalu cepat berhenti, besar

kemungkinan akan kambuh dan menjadi menahun. Jika terapi dilakukan sedini mungkin,

maka prognosisnya akan lebih baik.

Pengobatan skizofrenia bersifat multidimensional, terdiri dari terapi somatik

(psikofarmaka dan ECT) dan terapi psikososial (psikoterapi individual, terapi perilaku,

terapi berorientasi keluarga dan terapi kelompok). Pada terapi psikofarmaka,

psikofarmaka utama yang dipergunakan adalah antipsikotik, baik yang bersifat tipikal

maupun atipikal. Pengobatan skizofrenia terdiri dari 3 fase, yaitu fase akut, fase

stabilisasi dan fase stabil. Pengobatan fase akut berlangsung selama minimal 6 minggu,

fase stabilisasi pengobatannya harus dipertahankan selama minimal 6 bulan untuk

mencegah terjadinya relaps, dan pengobatan fase stabil dipertahankan minimal 1 tahun

sampai seumur hidup tergantung pada episode skizofrenia pasien.

Pemberian dosis obat pada terapi skizofrenia dilakukan penaikan dosis secara

perlahan sampai mencapai dosis efektif pada fase akut dan dosis optimal pada fase

stabilisasi, yang kemudian di turunkan secara perlahan sampai mencapai dosis efektif

terkecil pada fase stabil. Pengobatan pada fase stabil dan stabilisasi dapat berbentuk

medikasi oral atau depot.

KKS Bagian Psikiatri RSU Dr. Pirngadi Medan/RSUP HAM Nuraini SM. 19

Page 20: Penatalaksanaan Skizofrenia

Penatalaksanaan Skizofrenia

DAFTAR PUSTAKA

1. Resna L: Tinjauan Klinis dan Aspek Farmakoterapi Neuroleptik pada Penderita

Skizofrenia Anak, Majalah Psikiatri Jiwa, Juni 2001, XXXIV, No. 2: 141-160.

2. Muslim R: Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ III,

Jakarta, 2001: 46.

3. Maramis WF: Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga University Press, Surabaya,

1994: 215-234.

4. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA: Sinopsis Psikiatri (Edisi Bahasa Indonesia), Edisi

II, Jilid I, Jakarta, Binarupa Aksara, 1997: 695-6, 723-9.

5. Muslim R: Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik, Edisi III, Jakarta,

2001: 14-22.

6. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA: Sinopsis Psikiatri (Edisi Bahasa Indonesia), Edisi

VII, Jilid II, Jakarta, Binarupa Aksara, 1997: 374-5, 571-7.

7. Kaplan HI, Sadock BJ: Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat (Edisi Bahasa Indonesia),

Edisi I, Jakarta, Widia Medika, 1998: 407-413.

8. Ganiswarna SG, Setiabudy R, Suyatna FD, et al: Farmakologi dan Terapi, Edisi IV,

Jakarta, Gaya Baru, 1995: 148-162.

9. Winotopradjoko M, Patra K, Hamid TBJ, et al: Informasi Spesialite Obat Indonesia,

Edisi Farmakoterapi, Volume XXXIII, Jakarta, PT Anem Kosong Anem, 2000.

KKS Bagian Psikiatri RSU Dr. Pirngadi Medan/RSUP HAM Nuraini SM. 20

Page 21: Penatalaksanaan Skizofrenia

Penatalaksanaan Skizofrenia

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN …………………………………………………………….. i

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………. ii

DAPTAR ISI ……………………………………………………………………………iii

1. PENDAHULUAN............................................................................................1

2. PENATALAKSANAAN SKIZOFRENIA..........................................................2

2.1 Psikofarmakoterapi...........................................................................................2

2.1.1 Prinsip-prinsip Terapetik...................................................................2

2.1.2 Fase-Fase Pengobatan.......................................................................2

2.1.3 Obat Antipsikotik..............................................................................2

2.1.4 Mekanisme Kerja Antipsikotik..........................................................2

2.1.5 Profil Efek Samping Antipsikotik.....................................................2

2.1.6 Kontra Indikasi Antipsikotik.............................................................2

2.1.7 Interaksi Obat....................................................................................2

2.1.8 Pemilihan Obat Antipsikotik.............................................................2

2.1.9 Manajemen Efek Samping Antipsikotik...........................................2

2.2 Terapi Elektro-Konvuls.....................................................................................2

2.3 Psikoterapi dan Rehabilitasi..............................................................................2

2.4 Lobotomi Prefrontal..........................................................................................2

3. KESIMPULAN................................................................................................2

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................2

KKS Bagian Psikiatri RSU Dr. Pirngadi Medan/RSUP HAM Nuraini SM. 21

Page 22: Penatalaksanaan Skizofrenia

Penatalaksanaan Skizofrenia

PENATALAKSANAAN SKIZOFRENIA

Oleh,

NURAINI SM.

9 7 0 1 0 0 1 0 2

Pembimbing,

Dr. Raharjo Suparto, SpKJ

SMF PSIKIATRI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

KKS Bagian Psikiatri RSU Dr. Pirngadi Medan/RSUP HAM Nuraini SM. 22

Page 23: Penatalaksanaan Skizofrenia

Penatalaksanaan Skizofrenia

2002

PENATALAKSANAAN SKIZOFRENIA

Makalah Ini Dibuat Untuk Melengkapi Persyaratan Kepanitraan Klinik Seniordi SMF Psikiatri Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh,

NURAINI SM.9 7 0 1 0 0 1 0 2

Pembimbing,

Dr. Raharjo Suparto, SpKJ

SMF PSIKIATRI FAKULTAS KEDOKTERAN

KKS Bagian Psikiatri RSU Dr. Pirngadi Medan/RSUP HAM Nuraini SM. 23

Page 24: Penatalaksanaan Skizofrenia

Penatalaksanaan Skizofrenia

UNIVERSITAS SUMATERA UTARAMEDAN

2002KATA PENGANTAR

Assalammualaikum Wr. Wb.

Dengan rasa syukur dan hati lega, penulis telah selesai menyusun paper ini guna

memenuhi persyaratan Kepanitraan Klinik Senior di Bagian Psikiatri Rumah Sakit

Umum Dr. Pirngadi Medan dengan judul “Penatalaksanaan Skizoprenia”. Paper ini

berisi tatacara penatalaksanaan skizofrenia dari segi psikofarmaka, ECT, psikososial dan

diulas sedikit tentang obat-obat antipsikotik.

Pada kesempatan ini tak lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada

Dr. Raharjo Suparto, SpKJ atas bimbingan dan arahannya selama mengikuti Kepanitraan

Klinik Senior di Bagian Psikiatri Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan serta dalam

penyusunan paper ini.

Bahwasanya hasil usaha penyusunan paper ini masih banyak kekurangannya,

tidaklah mengherankan karena keterbatasan pengetahuan yang ada pada penulis. Kritik

dan saran yang sifatnya membangun sangat penlis harapkan guna perbaikan penyusunan

paper lain dikemudian kesempatan.

Harapan penulis semoga paper ini dapat bermanfaat dalam menambah

pengetahuan serta dapat menjadi arahan dalam mengimplementasikan penatalaksanaan

Skizofrenia di masyarakat.

Medan, Oktober 2002

KKS Bagian Psikiatri RSU Dr. Pirngadi Medan/RSUP HAM Nuraini SM. 24

Page 25: Penatalaksanaan Skizofrenia

Penatalaksanaan Skizofrenia

Penulis

KKS Bagian Psikiatri RSU Dr. Pirngadi Medan/RSUP HAM Nuraini SM. 25