responsi kardio(1)

47
TUGAS RESPONSI KARDIOLOGI HEART FAILURE e.c HIPERTENSION HEART DISEASE Oleh: Anak Agung Derisna C.S 105070107111022 Dewangga Primananda Susanto 105070103121008 Syafril Alfian Akbar 105070100111098 Pembimbing: dr. Cholid Tri Tjahjono. M.Kes, Sp. JP LABORATORIUM/SMF ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA RSUD DR.SAIFUL ANWAR

Upload: dewangga-primananda-susanto

Post on 30-Sep-2015

36 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

responsi kardio rssa

TRANSCRIPT

TUGAS RESPONSI KARDIOLOGI

HEART FAILURE e.c HIPERTENSION HEART DISEASE

Oleh:

Anak Agung Derisna C.S

105070107111022

Dewangga Primananda Susanto105070103121008Syafril Alfian Akbar

105070100111098Pembimbing:dr. Cholid Tri Tjahjono. M.Kes, Sp. JPLABORATORIUM/SMF ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYARSUD DR.SAIFUL ANWARMALANG

2015

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangMembicarakan penyakit kardiovaskuler tentunya tidak dapat lepas dari hipertensi. Hipertensi sampai saat ini menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia karena prevalensinya yang tinggi, sekitar 90% tidak diketahui penyebabnya dan juga karena asosiasinya terhadap kejadian penyakit kardiovaskuler yang salah satunya adalah gagal jantung. Hipertensi disebut juga dengan istilah the Silent Killer. Hal ini disebabkan karena sering kali penyakit ini dijumpai tanpa gejala, yang apabila tidak diobati dan ditanggulangi akan menimbulkan komplikasi seperti stroke, penyakit jantung dan pembuluh darah, gangguan ginjal dan lainnya yang pada akhirnya dapat mengakibatkan cacat maupun kematian. Hipertensi dapat terjadi karena faktor herediter, asupan garam yang berlebihan, kurangnya aktifitas dan stress psikososial.

Gagal jantung adalah keadaan dimana jantung tidak lagi mampu memompa darah dalam jumlah yang memadai ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh walaupun aliran darah balik masih normal. Sindroma gagal jantung ini merupakan manifestasi lanjut dari penyakit-penyakit jantung tertentu termasuk penyakit jantung koroner, hipertensi, penyakit katup jantung dan penyakit miokardium primer. Faktor-faktor pencetus antara lain infeksi pada paru-paru, anemia akut atau menahun, tidak teratur minum obat jantung atau obat diuretik, terjadi infark jantung yang berulang, melakukan pekerjaan berat, dan stress emosional. Penyakit jantung koroner merupakan etiologi gagal jantung akut pada pasien usia lanjut. Sedangkan pada usia muda, gagal jantung akut sering diakibatkan oleh kardiomiopati dilatasi, aritmia, penyakit jantung kongenital, valvular dan miokarditis.

Gagal jantung memiliki prevalensi yang besar dan merata pada negara-negara maju, maupun negara yang sedang berkembang. Prevalensi gagal jantung di Amerika dan Eropa sekitar 1 2%. Diperkirakan bahwa 5,3 juta warga Amerika saat ini memiliki gagal jantung kronik dan setidaknya ada 550.000 kasus gagal jantung baru didiagnosis setiap tahunnya. Pasien dengan gagal jantung akut kira-kira mencapai 20% dari seluruh kasus gagal jantung. Prevalensi gagal jantung meningkat seiring dengan usia, dan mempengaruhi 6-10% individu lebih dari 65 tahun.1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan gagal jantung?

2. Apakah gejala dari gagal jantung?

3. Bagaimana cara mendiagnosis gagal jantung?

4. Apakah yang dimaksud dengan hipertensi?5. Bagaimana cara mendiagnosis hipertensi?6. Bagaimana penatalaksanaan pada hipertensi?1.3 Tujuan

1. Mengetahui definisi dari penyakit gagal jantung

2. Mengetahui gejala dari gagal jantung

3. Mengetahui cara mendiagnosis gagal jantung

4. Mengetahui definisi dari penyakit jantung rematik

5. Mengetahui cara mendiagnosis hipertensi6. Mengetahui penatalaksanaan pada hipertensiBAB IILAPORAN KASUS

2.1 Identitas PasienNama: Jenis Kelamin: Umur: tahunTanggal Lahir: Alamat: Pekerjaan: Pendidikan: Status: Etnis/Suku: Agama: MRS: No Reg: 2.2 Anamnesis Keluhan utama : Deskripsi : Riwayat penyakit dahulu : Riwayat keluarga : Riwayat Pribadi : Riwayat alergi :

Riwayat imunisasi : Hobi : Olahraga : Kebiasaan makan : Merokok : Alkohol : Hubungan seks : 2.3 Review of systemUmum LelahAbdomen Nafsu makan

Penurunan BBAnoreksia

DemamMual

MenggigilMuntah

BerkeringatPerdarahan

Kulit Rash Melena

Gatal Nyeri

Luka Diare

Tumor Konstipasi

Kepala leher

Sakit kepalaBAB

Nyeri Hemoroid

Kaku leherHernia

TraumaHepatitis

Mulut & tenggorokanNyeriGinjal dan saluran kencingDisuria

KeringHematuria

Suara serakInkontinensia

Sulit MenelanNokturia

Sakit gigiFrekuensi

Batu

Gusi Infeksi

InfeksiHematologi Anemia

Pernafasan Batuk Perdarahan

Riak Endokrin Diabetes

Nyeri Perubahan BB

Mengi Goiter

Sesak nafas Toleransi suhu

Hemoptisis Asupan cairan

Pneumonia Muskuloskeletal Trauma

Nyeri pleuritikNyeri

TuberkulosisKaku

Payudara SekretBengkak

Nyeri Lemah

Benjolan Nyeri punggung

Perdarahan Kram

Infeksi Sistem syarafSinkop

Jantung

Angina Kejang

Sesak nafasTremor

Orthopnea Nyeri

PNDSensorik

Edema Tenaga

MurmurDaya ingat

Palpitasi Emosi

Kecemasan

InfarkTidur

HipertensiDepresi

Vaskuler KlaudikasioHalusinasi

Flebitis

Ulkus

Arteritis

Vena varicose

2.4 Pemeriksaan Fisik (diperiksa tanggal )Keadaan umum: tampak sakit BB: kg, TB cm, BMI kg/m2

GCS BP: mmHgPR: x/mnt iregulerRR: x/mntTax: 0 C

KepalaKonjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

LeherJVP R+ cm H2O (450), pembesaran KGB (-), kelenjar tiroid

ThoraxJantungIctus visible, palpable at ICS V MCL S

RHM ~ Parasternal line D LHM ~ ictusHeaves (-), thrills (-) pada apeks

S1 dan S2

ParuInspeksi: Statis D=S ; Dinamis D=S

Palpasi: Ekspansi dada simetris, D=S

Stem Fremitus N N

N N

N N

Perkusi: Sonor Sonor

Sonor Sonor

Sonor Sonor

Auskultasi: v v Rh - - Wh - - v v - - - - v v - - - -

AbdomenFlat, soefl, BU (+) normal, traubes space thympanic, H/L tidak teraba

EkstremitasAkral hangat, edema - -

- -

1.1. Pemeriksaan Penunjang

1.1.1. Radiologi

Chest X-RayKeterangan:

Foto thorax posisi AP, simetris, inspirasi cukup.

Skeletal dan soft tissue normal.

Trakea di tengah.

Hemidiafragma D: Hemidiafragma S: Sinus costophrenicus D : tajam

Sinus costophrenicus S :

Pulmo:

Cor

: site normal, CTR %, pinggang jantung ()

Kesimpulan:

1.1.2. EKG

Keterangan:

Irama : Heart Rate : x/menit Frontal axis: Horizontal axis:

PR interval: detik

QRS complex: detik

QT interval: detik

Kesimpulan: 1.1.3. Laboratorium (tanggal)

LaboratoriumNilaiSatuanNilai Normal

HEMATOLOGI

Hemoglobingr/dL 11,4-15,1

Eritrosit106/L4,0-5,0

Leukosit103/L4,7-11,3

Hematokrit% 38-42

Trombosit103/ L142 - 424

MCVfL80-93

MCHpg27-31

MCHCg/dL32-36

RDW%11,5-14,5

PDWfL9-13

MPVfL7,2-11,1

P-LCR%15,0-25,0

PCT%0,150-0,400

Hitung Jenis

Eosinofil

Basofil

Neutrofil

Limfosit

Monosit%

%

%

%

%0-4

0-1

51-67

25-33

2-5

KIMIA KLINIK

FAAL HATI

AST/SGOTU/L0-32

ALT/SGPTU/L0-33

Albuming/dL3,5-5,5

METABOLISME KARBOHIDRAT

Glukosa Darah Sewaktu mg/dL< 200

FAAL GINJAL

Ureum mg/dL16,6-48,5

Kreatinin mg/dL95

Hbg/dL

2.6 POMRCue and ClueProblem ListIDxPDxPTxPMo and PEd.

1. 1.1

2.

3.

4.

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA3.1 Gagal Jantung3.1.1PengertianGagal jantung atau yang dikenal dengan dekompensasi kordis adalah kegagalan jantung dalam upaya untuk mempertahankan peredaran darah sesuai dengan kebutuhan tubuh. Dekompensasi kordis adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan kemampuan fungsi kontraktilitas yang berakibat pada penurunan fungsi pompa jantung.

3.1.2EtiologiMekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensasi kordis adalah keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau yang menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan yang meningkatkan beban awal seperti regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel. Beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta atau hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokard atau kardiomiyopati.

Faktor lain yang dapat menyebabkan jantung gagal sebagai pompa adalah gangguan pengisian ventrikel (stenosis katup atrioventrikuler), gangguan pada pengisian dan ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan temponade jantung). Dari seluruh penyebab tersebut diduga yang paling mungkin terjadi adalah pada setiap kondisi tersebut mengakibatkan pada gangguan penghantaran kalsium di dalam sarkomer, atau di dalam sistesis atau fungsi protein kontraktil.

MenurutCowie MR, Dar O (2008), penyebab gagal jantung dapat diklasifikasikan dalam enam kategori utama:

1. Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas miokard, dapat disebabkan oleh hilangnya miosit (infark miokard), kontraksi yang tidak terkoordinasi (left bundle branch block), berkurangnya kontraktilitas (kardiomiopati) dalam memompa darah.2. Kegagalan yang berhubungan dengan overload (hipertensi), yang membuat jantung bekerja lebih keras3. Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas katup. Jantung harus bekerja lebih keras untuk memompa darah melalui katup jantung yang menyempit. Kondisi ini dapat meningkatkan beban jantung dan pada akhirnya dapat melemahkan jantung

4. Kegagalan yang disebabkan abnormalitas ritme jantung, seperti denyut jantung yang menjadi lambat, cepat atau tidak teratur, sehingga tidak dapat memompa darah dengan efektif. Akibatnya jantung harus bekerja lebih keras untuk mengkompensasinya.

5. Kegagalan yang disebabkan abnormalitas perikard atau efusi perikard (tamponade).6. Kelainan kongenital jantung, seperti defek atrium, ASD, VSD

Sedangkan faktor presipitasi atau pencetus terjadinya gagal jantung yang tidak terkompensasi antara lain meningkatnya asupan (intake) garam, ketidakpatuhan menjalani pengobatan anti gagal jantung, infak miokard akut, hipertensi, aritmia akut, infeksi, demam, emboli paru, anemia, tirotoksikosis, kehamilan, dan endokarditis infektif.

3.1.3Patogenesis

Gagal jantung merupakan kelainan multisitem dimana terjadi gangguan pada jantung, otot skelet dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf simpatis serta perubahan neurohormonal yang kompleks. Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang menyebabkan terjadinya penurunan cardiac output. Hal ini menyebabkan aktivasi mekanisme kompensasi neurohormonal, sistem Renin Angiotensin Aldosteron (system RAA) serta kadar vasopresin dan natriuretic peptide yang bertujuan untuk memperbaiki lingkungan jantung sehingga aktivitas jantung dapat terjaga (Jackson G, 2000).

Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga cardiac output dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas serta vasokons-triksi perifer (peningkatan katekolamin). Apabila hal ini timbul berkelanjutan dapat menyeababkan gangguan pada fungsi jantung. Aktivasi simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya apoptosis miosit, hipertofi dan nekrosis miokard fokal (Jackson G, 2000).

Stimulasi sistem RAA menyebabkan penigkatan konsentrasi renin, angiotensin II plasma dan aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor renal yang poten (arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik yang merangsang pelepasan noradrenalin dari pusat saraf simpatis, menghambat tonus vagal dan merangsang pelepasan aldosteron. Aldosteron akan menyebabkan retensi natrium dan air serta meningkatkan sekresi kalium. Angiotensin II juga memiliki efek pada miosit serta berperan pada disfungsi endotel pada gagal jantung (Jackson G, 2000).

Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir sama yang memiliki efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat. Atrial Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap peregangan menyebabkan natriuresis dan vasodilatsi. Pada manusia Brain Natriuretic Peptide (BNO) juga dihasilkan di jantung, khususnya pada ventrikel, kerjanya mirip dengan ANP. C-type natriuretic peptide terbatas pada endotel pembuluh darah dan susunan saraf pusat, efek terhadap natriuresis dan vasodilatasi minimal. Atrial dan brain natriuretic peptide meningkat sebagai respon terhadap ekspansi volume dan kelebihan tekanan dan bekerja antagonis terhadap angiotensin II pada tonus vaskuler, sekresi aldosteron dan reabsorbsi natrium di tubulus renal. Karena peningkatan natriuretic peptide pada gagal jantung, maka banyak penelitian yang menunjukkan perannya sebagai marker diagnostik dan prognosis, bahkan telah digunakan sebagai terapi pada penderita gagal jantung (Santoso A, 2007). Vasopressin merupakan hormon antidiuretik yang meningkat kadarnya pada gagal jantung kronik yang berat. Kadar yang tinggi juga didpatkan pada pemberian diuretik yang akan menyebabkan hiponatremia (Santoso A, 2007).

Endotelin disekresikan oleh sel endotel pembuluh darah dan merupakan peptide vasokonstriktor yang poten menyebabkan efek vasokonstriksi pada pembuluh darah ginjal, yang bertanggung jawab atas retensi natrium. Konsentrasi endotelin-1 plasma akan semakin meningkat sesuai dengan derajat gagal jantung.

Disfungsi diastolik merupakan akibat gangguan relaksasi miokard, dengan kekakuan dinding ventrikel dan berkurangnya compliance ventrikel kiri menyebabkan gangguan pada pengisian ventrikel saat diastolik. Penyebab tersering adalah penyakit jantung koroner, hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri dan kardiomiopati hipertrofik, selain penyebab lain seperti infiltrasi pada penyakit jantung amiloid. Walaupun masih kontroversial, dikatakan 30 40 % penderita gagal jantung memiliki kontraksi ventrikel yang masih normal. Pada penderita gagal jantung sering ditemukan disfungsi sistolik dan diastolic yang timbul bersamaan meski dapat timbul sendiri.

Menurut Soeparman (2000) beban pengisian (preload) dan beban tahanan (afterload) pada ventrikel yang mengalami dilatasi dan hipertrofi memungkinkan adanya peningkatan daya kontraksi jantung yang lebih kuat, sehingga curah jantung meningkat. Pembebanan jantung yang lebih besar meningkatkan simpatis, sehingga kadar katekolamin dalam darah meningkat dan terjadi takikardi dengan tujuan meningkatkan curah jantung. Pembebanan jantung yang berlebihan dapat mengakibatkan curah jantung menurun, maka akan terjadi redistribusi cairan dan elektrolit (Na) melalui pengaturan cairan oleh ginjal dan vasokonstriksi perifer dengan tujuan untuk memperbesar aliran balik vena (Venous return) ke dalam ventrikel sehingga meningkatkan tekanan akhir diastolik dan menaikkan kembali curah jantung. Dilatasi, hipertrofi, takikardi dan redistribusi cairan badan merupakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan curah jantung dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi badan. Bila semua kemampuan mekanisme kompensasi jantung tersebut diatas sudah dipergunakan seluruhnya dan sirkulasi darah dalam badan belum juga tepenuhi, maka terjadilah keadaan gagal jantung.

Gagal jantung kiri atau gagal jantung ventrikel kiri terjadi karena adanya gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri sehingga curah jantung kiri menurun dengan akibat tekanan akhir diastol dalam ventrikel kiri dan volume akhir diastole dalam ventrikel kiri meningkat. Keadaan ini merupakan beban atrium kiri dalam kerjanya untuk mengisi ventrikel kiri pada waktu diastolik, dengan akibat terjadinya kenaikan tekanan rata-rata dalam atrium kiri. Tekanan dalam atrium kiri yang meninggi ini menyebabkan hambatan aliran masuknya darah dari vena - vena pulmonal. Bila keadaan ini terus berlanjut, maka bendungan akan terjadi juga dalam paru - paru denganakibat terjadinya edema paru dengan segala keluhan dan tanda - tanda akibat adanya tekanan dalam sirkulasi yang meninggi. Keadaan yang terakhir ini merupakan hambatan bagi ventrikel kanan yang menjadi pompa darah untuk sirkuit paru (sirkulasi kecil).

Bila beban pada ventrikel kanan itu terus bertambah, maka akan merangsang ventrikel kanan untuk melakukan kompensasi dengan mengalami hipertropi dan dilatasi sampai batas kemampuannya, dan bila beban tersebut tetap meninggi maka dapat terjadi gagal jantung kanan, sehingga pada akhirnya terjadi gagal jantung kiri-kanan.

Gagal jantung kanan dapat pula terjadi karena gangguan atau hambatan pada daya pompa ventrikel kanan sehingga isi sekuncup ventrikel kanan tanpa didahului oleh gagal jantung kiri. Dengan menurunnya isi sekuncup ventrikel kanan, tekanan dan volum akhir diastole ventrikel kanan akan meningkat dan ini menjadi beban atrium kanan dalam kerjanya mengisi ventrikel kanan pada waktu diastole, dengan akibat terjadinya kenaikan tekanan dalam atr ium kanan. Tekanan dalam atrium kanan yang meninggi akan menyebabkan hambatan aliran masuknya darah dalam vena kava superior dan inferior ke dalam jantung sehingga mengakibatkan kenaikan dan adanya bendungan pada vena-vena sistemik tersebut (bendungan pada vena jugularis dan bendungan dalam hepar) dengan segala akibatnya (tekanan vena jugularis yang meninggi dan hepatomegali). Bila keadaan ini terus berlanjut, maka terjadi bendungan sistemik yang lebih berat dengan akibat timbulnya edema tumit atau tungkai bawah dan asites.

3.1.4 KlasifikasiBerdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan, gagal jantung terbagi atas gagal jantung kiri, gagal jantung kanan, dan gagal jantung kongestif. Pada gagal jantung kiri terjadi dyspneu deffort, fatigue, ortopnea, dispnea nocturnal paroksismal, batuk, pembesaran jantung, irama derap, ventricular heaving, bunyi derap S3 dan S4, pernapasan cheyne stokes, takikardi, pulsusu alternans, ronkhi dan kongesti vena pulmonalis.

Pada gagal jantung kanan timbul edema, liver engorgement, anoreksia, dan kembung. Pada pemeriksaan fisik didapatkan hipertrofi jantung kanan, heaving ventrikel kanan, irama derap atrium kanan, murmur, tanda tanda penyakit paru kronik, tekanan vena jugularis meningkat, bunyi P2 mengeras, asites, hidrothoraks, peningkatan tekanan vena, hepatomegali dan pitting edema.

Pada gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan gagal jantung kiri dan kanan. New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam 4 kelas :

1. Kelas 1: Bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan.

2. Kelas 2: Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas sehari hari tanpa keluhan.

3. Kelas 3: Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari hari tanpa keluhan.

4. Kelas 4: Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapun dan harus tirah baring.

3.1.5 Manifestasi KlinisManifestasi klinis dari gagal jantung harus dipertimbangkan relative terhadap derajat latihan fisik yang menyababkan timbulnya gejala.Pada permulaan, secara khas gejala-gejala hanya muncul pada latihan atau aktivitas fisik; toleransi terhadap latihan semakin menurun dan gejala-gejala muncul lebih awal dengan aktivitas yang lebih ringan.

MenurutHudak dan Gallo (1997)tanda dan gejala yang terjadi pada gagal jantung kiri antara lain kongesti vaskuler pulmonal, dyspnea, ortopnea, dispnea nokturnal paroksismal, batuk, edema pulmonal akut, penurunan curah jantung, gallop atrial (S3), gallop ventrikel (S4), crackles paru, disritmia, bunyi nafas mengi, pulsus alternans, pernafasan cheyne-stokes, bukti-bukti radiologi tentang kongesti vaskuler pulmonal. Sedangkan untuk gagal jantung kanan antara lain curah jantung rendah, peningkatan JVP, edema, disritmia, S3 dan S4 ventrikel kanan, hiperresonan pada perkusi.

Diagnosa gagal jantung kongestif menurut Framingham( Mansjoer, 2001)dibagi menjadi 2 yaitu:

Kriteria mayor :

1. Dispnea nocturnal paroksismal atau ortopnea

2. Peningkatan tekanan vena jugularis

3. Ronkhi basah tidak nyaring

4. Kardiomegali

5. Edema paru akut

6. Irama derap S3

7. Peningkatan tekanan vena >16 cm H20

8. Refluks hepatojugular.

Kriteria minor :

1. Edema pergelangan kaki

2. Batuk malam hari

3. Dispneu deffort

4. Hepatomegali

5. Efusi pleura

6. Kapasitas vital berkurang menjadi 1/3 maksimum

7. Takikardi (>120x/menit)

Kriteria mayor atau minor

1. Penurunan berat badan >4,5 kg dalam 5 hari setelah terapi.

Diagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor harus ada pada saat yang bersamaan.

3.1.6 Penatalaksanaan

ACE inhibitor

Efek: dilatasi arteriol, mengurangi aktivitas simpatis dan produksi noradrenalin, penurunan aldosteron, anti hipertrofi dan anti remodeling pada miokardKontraindikasi ACE-inh: renal stenosis, aorta stenosis yang berat, kardiomiopati hipertrofi dan restriktif, karotid stenosis yang berat, gagal ginjal yang berat, angina, anemia berat, kehamilan dan laktasi.

Angiotensin II receptor blocker: Pada penderita dengan intoleran dengan ACE-inh dapat digunakan sebagai pengganti dengan akibat blockade pada RAS

Digoksin

Mekanisme kerja digoksin : menambah kontraktilitas miokard baik kecepatan pada gagal jantung maupun pada jantung normal, efek elektrofisiologi dan vasokonstriksi.

Pada pemakaian digoksin sensitivitas digoksin dapat meningkat sehingga diperlukan penyesuaian dosis pada gagal ginjal, usia lanjut, Hipokalemia, hiperkalemia, hipoksemia, asidosis, MCI akut, hipomagnesemia, hipercalsemia.Indikasi pengunaan digoksin :

1. AF dengan rapid respon dan tidak terkontrol pada gagal jantung

2. Gagal jantung dengan kemampuan kontraksi yang menurun, S3, ronkhi basah pada basal dan kemudian menyeluruh

3. Kegagalan pengobatan dengan diuretika dan vasodilator akibat hipotensi

4. Gagal jantung sistolik NYHA kelas II,III,IV.

Pemakaian digoksin terbatas pada :

1. IMA kecuali gagal jantung tidak dapat terkontrol dengan diuretika, nitrat dan dopamin

2. AV block

3. MS dengan irama sinus

4. HOCM ( hipertrofi obstruktif kardiomiopati )

5. SSS ( sick sinus sindrom )

6. kor pulmonal kecuali disertai AF rapid respon

Simpatomimetikamin

1. Dopamin

Merupakan prekursor dari norepinefrin alamiah. Dopamin dapat meningkatkan SVR sedangkan CO mungkin tidak bertambah meskipun terdapat efek inotropik. Oleh karena itu penderita dengan perfer vascular disease harus diwaspadai kemungkinan pada pemberian dopamin. Pada pasien dengan hipotensi yang berat peningkatan LV filling pressure (LVFP) ringan sedang dopamin bersifat vasokontriktor, mungkin lebih superior dibanding dobutamin. Kenaikan renal blood flow tidak terjadi pada dosis tinggi dengan maksud unutk menaikkan tekanan darah karena vasokontriktif perifer.

2. Dobutamin

Suatu katekolamin sintetik. Bekerja terhadap reseptor beta-1, beta-2, dan alfa. Suatu inoropi yang kuat. Menurunkan perifer vascular resistance, CO dapat meningkat pada gagal jantung berat mungkin / di harapkan tidak menyebabkan penurunan atrial.

3. Ibopamin

Merupakan agonis dopamin, diberikan secara oral, mempunyai efek baik terhadap neurohumoral dan memperbaiki hemodinamik

Diuretika

Salah satu cara menanggulangi gagal jantung adalah mengurangi resisten garam dan air yaitu dengan diet rendah lemak dan pemberian diuretika. Pada pemberian diuretika yang berlebihan dapat menyebabkan CO menurun, hipotensi ortostatik, kemunduran fungsi ginjal.

Pemberian diuretika dapat menyebabkan memperburuk keadaan pada gagal jantung dengan kemunduran fungsi ventrikel yaitu pada :

1. Tamponade jantung pada efusi perkardial

2. Perikarditis konsriktiva

3. MS atau AS yang berat

4. Kardiomiopati hipertrofi

5. Asites dengan impending koma hepatikum

Diuretika yang dapat dipergunakan untuk gagal jantung adalah :

1. Diuretika kuat (Furosemid, Bumetanid, Torasemid)

Menghambat pompa triporter pada lengkung tebal Ansa Henle asending

Menghambat reabsorpsi Na+ dan Cl- Mengakibatkan diuresis dan dapat menyebabkan hipokalemi

2. Diuretika Tiazid (Bendrofluazid, Hidroklorotiazid)

Menghambat reabsorpso NaCl di bagian tubulus distal

Semakin banyak asupan Na+ pada tubulus distal akan menstimulasi pergantian Na+ dengan K+ dan H+, sehingga menyebabkan hipokalemi dan alkalosis metabolik

3. Diuretik Distal / Pottasium-sparing (Amiloride)

Menghambat saluran Na+ di nefron distal.

4. Diuretik Hemat Kalium (Spironolakton)

Monitoring pemberian diuretika

Apabila terjadi satu atau lebih hal dibawah ini maka ditunda pemberiannya dalam 24 jam atau lebih, kemudian dilanjutkan dengan dosis setengah.

Sistolik < 95 mmHg atau hipotensi ortostatik

BB turun > 2 kg

Elektrolit Na / K / Cl : 124 / 3 / 94 meq/L

JVP < 1 cm sebelumnya JVP tinggi

Aritmia timbul dan memburuk

Pengeluaran Na > 150 meq/L dalam 24 jam Venodilator

Venous compliance berkurang pada gagal jantung. Venous bed merupakan tempat yang besar, oleh karena itu venodilator mempunyai efek venous pooling dengan acute reduction in elevated venous return yang menurun. Dengan diberikannya venodilator dan diuretika, filling pressure dapat menurun sehingga simptom dapat berkurang seperti sesak napas, orthopnoe, tanpa menyebabkan turunnya CO.

Beta Receptor Antagonis

Beta blocker dapat berperan penting pada penderita gagal jantung terutama yang mendasari IHD dengan fungsi diastolik dan / atau fungsi sistolik yang menurun seperti kardiomiopati dilatasi.

Beta blocker dapat diberikan pada gagal jantung yang kronikstabil dan dengan syarat telah mendapat terapi standard untuk gagal jantung: diuretika, ACE-inh, digoksin, mungkin nitrat, atau amiodaron (anti aritmia).

3.2 Hipertensi3.2.1 Pengertian

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah secara abnormal dan terus menerus pada beberapa kali pemeriksaan tekanan darah yang disebabkan satu atau beberapa faktor resiko yang tidak berjalan sebagaimana mestinya dalam mempertahankan tekanan darah secara normal. Hipertensi berkaitan dengan kenaikan tekanan sistolik atau tekanan diastolik atau tekanan keduanya.3.2.2 Klasifikasi

3.2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Etiologi a. Hipertensi Esensial (Primer)

Merupakan 90% dari kasus penderita hipertensi. Dimana sampai saat ini belum diketahui penyebabnya secara pasti. Beberapa faktor yang berpengaruh dalam terjadinya hipertensi esensial, seperti: faktor genetik, stress dan psikologis, serta faktor lingkungan dan diet (peningkatan penggunaan garam dan berkurangnya asupan kalium atau kalsium).

Peningkatan tekanan darah tidak jarang merupakan satu-satunya tanda hipertensi primer. Umumnya gejala baru terlihat setelah terjadi komplikasi pada organ target seperti ginjal, mata, otak dan jantung.

b. Hipertensi sekunder

Pada hipertensi sekunder, penyebab dan patofisiologi dapat diketahui dengan jelas sehingga lebih mudah untuk dikendalikan dengan obat-obatan. Penyebab hipertensi sekunder di antaranya berupa kelainan ginjal seperti tumor, diabetes, kelainan adrenal, kelainan aorta, kelainan endokrin lainnya seperti obesitas, resistensi insulin, hipertiroidisme, dan pemakaian obat-obatan seperti kontrasepsi oral dan kortikosteroid.

3.2.2.2 Klasifikasi Berdasarkan Derajat Hipertensi

a. Berdasarkan JNC VII :

DerajatTekanan Sistolik (mmHg)Tekanan Diastolik (mmHg)

Normal < 120dan < 80

Pre-hipertensi 120 - 139atau 80 - 89

Hipertensi derajat I140 - 159atau 90 - 99

Hipertensi derajat II( 160atau ( 100

b. Menurut European Society of Cardiology :

KategoriTekanan Sistolik

(mmHg)Tekanan Diastolik

(mmHg)

Optimal< 120dan< 80

Normal120 - 129dan/atau80 - 84

Normal tinggi130 - 139dan/atau85 - 89

Hipertensi derajat I140 - 159dan/atau90 - 99

Hipertensi derajat II160 - 179dan/atau100 - 109

Hipertensi derajat III( 180dan/atau( 110

Hipertensi Sistolik terisolasi( 140dan< 90

3.2.2 Patofisiologi

Kepastian mengenai patofisiologi hipertensi masih dipenuhi ketidakpastian. Sejumlah kecil pasien (antara 2% dan 5%) memiliki penyakit dasar ginjal atau adrenal yang menyebabkan peningkatan tekanan darah. Namun, masih belum ada penyebab tunggal yang dapat diidentifikasi dan kondisi inilah yang disebut sebagai hipertensi esensial. Sejumlah mekanisme fisiologis terlibat dalam pengaturan tekanan darah normal, yang kemudian dapat turut berperan dalam terjadinya hipertensi esensial.

Beberapa faktor yang saling berhubungan mungkin juga turut serta menyebabkan peningkatan tekanan darah pada pasien hipertensif, dan peran mereka berbeda pada setiap individu. Di antara faktor-faktor yang telah dipelajari secara intensif adalah asupan garam, obesitas dan resistensi insulin, sistem renin-angiotensin, dan sistem saraf simpatis. Pada beberapa tahun belakangan, faktor lainnya telah dievaluasi, termasuk genetik, disfungsi endotel (yang tampak pada perubahan endotelin dan nitrat oksida).

3.2.3 Diagnosa

Pengukuran tekanan darah dilakukan dengan benar. Karena adanya variasi yang besar dalam tekanan darah, diagnosa hipertensi harus berdasarkan beberap kali pengukuran (3-4 x) dalam kesempatan waktu yang terpisah.

3.2.4 Penatalaksanaan

Stratifikasi resiko hipertensi ditentukan berdasarkan tingginya tekanan darah, adanya faktor resiko yang lain, adanya kerusakan organ target dan adanya penyakit penyerta tertentu.

Adapun kerusakan organ target dapat berupa :

Hipertrofi ventrikel kiri (LVH) yang didapat pada pemeriksaan EKG atau echocardiografi

Kenaikan kadar kreatinin

Mikroalbuminuria

Gangguan pembuluh darah (penebalan intima-media, plak sklerotik)

Sementara yang termasuk penyakit penyerta di antaranya adalah:

Serebrovaskular

stroke iskemik / perdarahan, transient ischemic attack Jantung

infark miokard, angina pectoris, gagal jantung, revaskularisasi koroner

Ginjal:

nefropati diabetik, proteinuri, gangguan fungsi ginjal

Pembuluh darah perifer

Retina / retinopati

eksudat, perdarahan, edema papil

Telah disepakati secara internasional bahwa resiko kardiovaskular dihitung secara tradisional berdasarkan studi Framingham dengan beberapa tambahan faktor resiko, yaitu tingginya tekanan darah, umur, merokok, dislipidemia, diabetes melitus. Tambahan faktor resiko yang belm lama diidentifikasi adalah lingkar perut yang dihubungkan dengan sindrom metabolik dan kadar C-reactive protein (CRP) yang berhubungan dengan inflamasi.

Tekanan Darah (mmHg)Resiko Grup A

(Tanpa faktor resiko)Resiko Grup B

( 1-2 faktor resiko )Resiko Grup C

( ( 3 faktor resiko atau DM atau KOT/KKT)

Sistolik : 130 - 139Perubahan Pola HidupPerubahan Pola HidupPerubahan Pola Hidup + Obat

Diastolik : 80 - 89

Sistolik : 140 - 159Perubahan Pola Hidup + ObatPerubahan Pola Hidup + ObatPerubahan Pola Hidup + Obat

Diastolik : 90 - 99

Sistolik ( 160Perubahan Pola Hidup + ObatPerubahan Pola Hidup + ObatPerubahan Pola Hidup + Obat

Diastolik ( 100

KOT = Kerusakan Organ Target (Target Organ Damaged)

KKT = Kondisi Klinik Terkait (Associated Clinical Condition)

3.2.4.1 Pengobatan non farmakologisMenerapkan gaya hidup sehat bagi setiap orang untuk mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang penting dalam penanganan hipertensi. Semua pasien dengan prehipertensi dan hipertensi harus melakukan perubahan gaya hidup.

Disamping menurunkan tekanan darah pada pasien-pasien dengan hipertensi, modifikasi gaya hidup juga dapat mengurangi berlanjutnya tekanan darah ke hipertensi pada pasien-pasien dengan tekanan darah prehipertensi. Modifikasi gaya hidup yang penting yang terlihat menurunkan tekanan darah adalah:

Mengurangi berat badan untuk individu yang obes atau gemuk;

Mengadopsi pola makan DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension) yang kaya akan kalium dan kalsium; diet rendah natrium; aktifitas fisik; dan

Mengkonsumsi alkohol sedikit saja.

Pada sejumlah pasien dengan pengontrolan tekanan darah cukup baik dengan terapi satu obat antihipertensi; mengurangi garam dan berat badan dapat membebaskan pasien dari menggunakan obat. Program diet yang mudah diterima adalah yang didisain untuk menurunkan berat badan secara perlahan-lahan pada pasien yang gemuk dan obesitas disertai pembatasan pemasukan natrium dan alkohol. Untuk ini diperlukan pendidikan ke pasien, dan dorongan moril.

Aktifitas fisik juga dapat menurunkan tekanan darah. Olah raga aerobik secara teratur paling tidak 30 menit/hari beberapa hari per minggu ideal untuk kebanyakan pasien. Studi menunjukkan kalau olah raga aerobik, seperti jogging, berenang, jalan kaki, dan menggunakan sepeda, dapat menurunkan tekanan darah. Keuntungan ini dapat terjadi walaupun tanpa disertai penurunan berat badan. Pasien harus konsultasi dengan dokter untuk mengetahui jenis olah-raga mana yang terbaik terutama untuk pasien dengan kerusakan organ target.

Merokok merupakan faktor resiko utama independen untuk penyakit kardiovaskular. Pasien hipertensi yang merokok harus dikonseling berhubungan dengan resiko lain yang dapat diakibatkan oleh merokok.3.2.4.2 Pengobatan farmakologis

Diuretik (Hidroklorotiazid)

mengeluarkan cairan tubuh sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan.

Penghambat Simpatetik (Metildopa, Klonidin dan Reserpin)

menghambat aktivitas saraf simpatis.

Betabloker (Metoprolol, Propanolol dan Atenolol)

Menurunkan daya pompa jantung.

Tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap gangguan pernapasan seperti asma bronkial.

Pada penderita diabetes melitus: dapat menutupi gejala hipoglikemia

Vasodilator (Prasosin, Hidralasin)

bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos pembuluh darah.

ACE inhibitor (Captopril)

menghambat pembentukan zat Angiotensin II.

Efek samping: batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemas.

Penghambat Reseptor Angiotensin II (Valsartan)

menghalangi penempelan zat Angiotensin II pada reseptor sehingga memperingan daya pompa jantung.

Antagonis kalsium (Diltiasem dan Verapamil)

menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas).

Pada keadaan khusus, pilihan obat yang dapat digunakan adalah:

Indikasi KhususDiuretik(-blokerACEIARBCCBAnti aldosteron

Gagal Jantung+++++

Pasca MI+++

Resiko tinggi PJK++++

DM+++++

CKD++

Cegah stroke berulang+

BAB IV

PEMBAHASAN

1.1. Manifestasi Klinis

KasusTeori

Bengkak sejak tahun 2012DOE (+), PND (+),orthopneu (+), bengkak kakik (+),

Hipentensi sejak 4 tahun yang lalu

Diabetes mellitus sejak 4 tahun yang lalu

Bp : 140/70

Leukosit : 16,45

Kelas 1: Bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan.

Kelas 2: Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas sehari hari tanpa keluhan.

Kelas 3: Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari hari tanpa keluhan.

Kelas 4: Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapun dan harus tirah baring.Diagnosa gagal jantung kongestif menurut Framingham( Mansjoer, 2001)dibagi menjadi 2 yaitu Kriteria mayor :

1. Dispnea nocturnal paroksismal atau ortopnea

2. Peningkatan tekanan vena jugularis

3. Ronkhi basah tidak nyaring

4. Kardiomegali

5. Edema paru akut

6. Irama derap S3

7. Peningkatan tekanan vena >16 cm H20

8. Refluks hepatojugular.

Kriteria minor :

1. Edema pergelangan kaki

2. Batuk malam hari

3. Dispneu deffort

4. Hepatomegali

5. Efusi pleura

6. Kapasitas vital berkurang menjadi 1/3 maksimum

7. Takikardi (>120x/menit)\Beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta atau hipertensi sistemikDerajat

Tekanan Sistolik (mmHg)

Tekanan Diastolik (mmHg)

Normal

< 120

dan < 80

Pre-hipertensi

120 - 139

atau 80 - 89

Hipertensi derajat I

140 - 159

atau 90 - 99

Hipertensi derajat II

( 160

atau ( 100

1.2. Pemeriksaan Klinis

KasusIctus visible, palpable at ICS V MCL S 2 cm lateral

Laboratorium

CXR .> 50 % : Cardiomegaly

TeoriPemfis dalam pembesaran jantung

Cardio thoracic ratio ?

1.3. Pemeriksaan Penunjang

KasusTeori

1.4. Penatalaksanaan

KasusTeori

BAB VKESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA Diamond JA, PhillipsRA. Hypertensive Heart Disease. Hypertens Res Vol. 28, No. 3 (2005). On International journal of obesity. Hypertension research available at http://www.nature.com/hr/journal/v28/n3/abs/hr200525a.html. J. Left ventricular hypertrophy and mortality--results from the Framingham Study. Cardiology. 1992;81(4-5):291-8.

Sudoya AW, Setoyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III edisi 4; Panggambean MM. penyakit jantung hipertensi. Pusat penerbit ilmu penyakit dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2006; 1639-1640

Yamasaki N, Kitaoka H, Matsumura Y, et al. Heart failure in the elderly. Intern Med. May 2003;42(5):383-8.