responsi stemi fix print 1

Upload: roshini

Post on 07-Aug-2018

240 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • 8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1

    1/33

    1

    RESPONSI

    STEMI ( ST Elevat ion Myocardial Infarct ion )

    Oleh:

    Sovira Prashanti 115070107111006

    Roshini Shasitharan 115070108111004

    Akbar Fitrahadi 115070107121002

    Pembimbing:

    dr. Cholid Tri Tjahjono, M.Kes, Sp.JP(K)

    LABORATORIUM/SMF JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SAIFUL ANWAR

    MALANG

    2016

  • 8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1

    2/33

    2

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar BelakangSindroma Koroner Akut (SKA) merupakan manifestasi klinis akut penyakit

    jantung koroner (PJK) yang memiliki risiko komplikasi serius bahkan kematian

    penderita. Penyakit jantung koroner meliputi stable angina pectoris, unstable angina

    pectoris, infark miokard akut (IMA) tanpa peningkatan gelombang ST dan dengan

    peningkatan gelombang ST (Trisnohadi, 2006).

    Stable Angina pectoris adalah rasa nyeri yang timbul karena iskemia

    miokardium berlangsung beberapa menit sampai kurang dari 20 menit, bila lebih dari

    20 menit dan berat harus dipertimbangkan unstable angina pectoris sehingga

    dimasukkan dalam sindrom koroner akut (SKA) (Ogaswara, 2004).

    Gambar 1.1 Sindrom Koroner Akut

    Penyakit Jantung Koroner terjadi karena proses atherosklerosis yangmenyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah koroner (stenosis arteri koroner).

    Penyempitan tersebut menyebabkan gangguan aliran darah sehingga dapat terjadi

    kekurangan pasokan oksigen bagi sel otot jantung yang menerima darah dari

    pembuluh darah yang terkena. Otot jantung yang mengalami nekrosis akan

    mengeluarkan makromolekul seperti protein dan enzim tertentu yang dapat menjadi

    penanda biokimia (Milioti, 2008).

    Proses atherosklerosis koroner timbul akibat perubahan pada vaskular yang

    progresif sehingga mengakibatkan berkembangnya plak di arteri koroner 2

  • 8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1

    3/33

    3

    (Shitrit,2004). Pada beberapa studi ditunjukkan bahwa sistem fibrinolisis endogen

    teraktivasi pada stadium stable dan unstable atherosklerosis di jantung

    (Tataru,1999).Sindroma Koroner Akut timbul akibat terjadinya ruptur yang selanjutnya

    menghambat aliran darah dan mengakibatkan iskemia jantung (Santoso,2010).Penyakit Jantung Koroner saat ini merupakan salah satu penyebab utama

    kematian di negara maju maupun di negara berkembang, termasuk Indonesia.

    Penyakit ini menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun, apalagi dengan adanya

    fasilitas diagnostik yang semakin tersebar merata.Menurut WHO pada tahun 2004 di

    negara berkembang PJK menempati peringkat ke-2 penyebab kematian setelah stroke

    atau penyakit serebrovaskular lainnya dengan angka kematian 3,40 juta jiwa

    sedangkan di negara maju merupakan penyebab utama kematian dengan angka

    kematian 1,33 juta jiwa dan secara keseluruhan, PJK merupakan penyebab utama

    kematian dengan angka kematian 7,20 juta jiwa dari jumlah penduduk dunia. Di

    Indonesia, menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007

    menunjukkan PJK menempati peringkat ke-3 penyebab kematian setelah stroke dan

    hipertensi (Salim Y, 2001)

    Parameter biokimiawi pada masa lalu digunakan sebagai goldstandard yaitu

    aktivitas enzim Creatine Kinase (CK) dan CK-MB yang termasuk dalam definisi WHO

    untuk infark miokard. Karena keterbatasan sensitivitas dan spesifisitas telah

    diperkenalkan penanda biokimiawi baru seperti, mioglobin, cardiac troponin (cTn) T

    dan cTn I, namun pada pasien Stable Angina Pectorisdan Unstable Angina Pectoris

    kadar troponin dalam serum belum meningkat. Penegakkan diagnosis Stable Angina

    Pectorisadalah berdasarkan angiografi untuk menilai derajat stenosis, namun bersifat

    invasif dan butuh persiapan tertentu untuk melaksanakan tindakan tersebut,

  • 8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1

    4/33

    4

    sedangkan Unstable Angina Pectorispadaelektrokardiografi (EKG) menunjukkan

    gambaran yang tidak spesifik berupa ST depresi dan T inversi(Santoso, 2009)

    Pemilihan obat dalam tatalaksana terapi SKA antara lain adalah antiiskemik,

    antikoagulan, antiplatelet, trombolitik/fibrinolitik, serta obat pendukung lain seperti ACEinhibitor untuk mencegah remodelling dan obat golongan statin untuk stabilisasi plak

    (Baudi FB., 2010).

    Selain pemberian obat, pedoman 3 mengenai revaskularisasi darurat oleh

    European Society Cardiology menyebutkan bahwa revaskularisasi diberikan pasien

    STEMI adalah emergensi/darurat sehingga tidak ada penundaan dalam melakukan

    revaskularisasi, sedangkan pada pasien dengan NSTEMI bersifat urgensi/mendesak

    sehingga revaskularisasi dapat dilakukan dalam 24 jam dan tidak melebihi waktu dari

    dari 72 jam setelah episode SKA (Windecker dkk., 2014). Pemberian revaskularisai

    degan intervensi koroner perkutan (PCI) dapat meningkatkan outcome klinik pasien

    SKA yakni mampu menurunkan angka mortalitas dan mobiditas (Boudi FB., 2010)

    1.2 Tujuan

    1. Mengetahui penyakit Infark Miokard Akut (IMA) dengan elevasi ST ( ST

    elevation myocardial infarction = STEMI) secara ilmu pengetahuan dasar ( basic

    science ) dan dibandingkan dengan keadaan yang ada sebenarnya di lapangan

    atau secara klinis ( clinical science ), serta mengetahui penatalaksanaan

    kegawat-daruratannya sesuai dengan kompetensi dokter umum.

    2. Penerapan proses analisis klinis ( clinical process ) untuk diagnosis dan

    tatalaksana awal pada penyakit Infark Miokard Akut (IMA) dengan elevasi ST

    (ST elevation myocardial infarction = STEMI) berdasarkan studi kasus ( case

    study ).

    1.3 Manfaat

    Manfaat yang diharapkan adalah sebagai dokter umum nantinya mampu

    menerapkan proses analisa klinis untuk membuat diagnosis klinik, melakukan

    penatalaksanaan kegawat-daruratan, dan membuat rujukan yang tepat bagi pasien

    dengan penyakit Infark Miokard Akut (IMA) dengan elevasi ST ( ST elevation

    myocardial infarction = STEMI) sesuai dengan standar kompetensi dokter umum.

  • 8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1

    5/33

    5

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 DefinisiSindroma Koroner Akut (SKA) merupakan manifestasi klinis akut penyakit

    jantung koroner (PJK) yang memiliki risiko komplikasi serius bahkan kematian

    penderita. Penyakit jantung koroner meliputi stable angina pectoris, unstable angina

    pectoris, infark miokard akut (IMA) tanpa peningkatan gelombang ST dan dengan

    peningkatan gelombang ST (Trisnohadi, 2006).

    Infark adalah jaringan yang mengalami nekrosis akibat keadaan iskemia lokal

    yang disebabkan oleh obstruksi sirkulasi darah ke daerah jaringan tersebut. Penyebab

    infark paling sering adalah obstruksi karena plak aterosklerosis, trombus, atau emboli

    (Dorland, 2002). Iskemia dapat juga terjadi karena tekanan dari luar pembuluh darah

    atau disebut juga dengan kompresi secara mekanik yang dapat disebabkan oleh tumor,

    voluvulus, atau hernia.

    Konsensus internasional mendefinisikan keadaan infark miokard akut

    digunakan apabila terdapat bukti nekrosis otot jantung dengan tampilan klinis yang

    konsisten dengan keadaan iskemik miokard. WHO memberikan panduan penegakkan

    diagnosis infark miokard jika terdapat kombinasi 2 dari 3 keadaan berikut :

    a. Gejala khas infark (nyeri dan rasa tidak nyaman yang tipikal pada dada)

    b. Pola EKG yang tipikal

    c. Peningkatan serum enzim biomarker jantung

    American Heart Association (AHA) dalam penentuan kasus infark miokard

    membagi lebih detil secara garis waktu menjadi 2 garis besar, yaitu infark miokardium

    akut (Acute Myocardial Infarction – AMI) dan infark miokardium lama (Old Myocardial

    Infarction – OMI) . Kriteria untuk AMI adalah ditemukansalah satu dari:

    Peningkatan cardiac biomarker ditambah salah satu dari:

    - Tanda-tanda iskemia

    - Perubahan ST-segment atau gelombang T yang signifikanatau adanya Left

    Bundle Branch Block (LBBB) yang baru

    - Terbentuknya gelombang Q patologis pada EKG

    - Bukti gambaran otot jantung yang pergerakannya abnormal

    - Ditemukannya thrombus intracoronaria dengan angiographyatau dengan

    otopsi

  • 8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1

    6/33

    6

    Adanya kematian sel jantung yang terlihat dengan perubahan EKGyang

    menunjukkan tanda-tanda iskemik atau LBBB yang baru, sebelum munculnya

    perubahan cardiac biomarker dalam darah

    Sedangkan, kriteria untuk OMI adalah ditemukan salah satu dari:

    Gambaran Q patologis dengan atau tanpa penyebab noniskemik

    Bukti gambaran myokardium yang tipis dan gagal berkontraksi tanpaada

    penyebab noniskemik

    Temuan patologis dari infark myokardium sebelumnya

    Kriteria untuk Infark miokard akut (IMA) tanpa elevasi ST ( Non ST elevation myocardial

    infarction = NSTEMI ) ditunjukkan dengan:

    Oklusitrombus 90% padaarteri koroner yang dibuktikan dengan angiografik.

    Perubahan EKG STEMI meliputi gelombang hiperakut T danST elevasi yang

    diikuti terbentuknya gelombang Q patologis.

    Troponin adalah biomarker terbaik untuk memprediksi kerusakan jantung

    sehubungan dengan infark miokard.

    2.2 Etiologi dan Faktor Risiko

    Penyebab infark paling sering adalah obstruksi karena plak aterosklerosis,

    trombus, atau emboli. Plak aterosklerotik menjadi penyebab pada 90% pasien Sindrom

    Koroner Akut. Aterosklerosis adalah penyakit arteri yang berkembang secara perlahan

    (kronik progresif) dengan penebalan dinding tunika intima akibat terbentuknya lesi

    yang disebut plak ateromatosa pada permukaan dalam dinding arteri (Maliya, 2006).

    Etiologi aterosklerosis bersifat multifaktorial, perpaduan antara tingkat stres

    yang tinggi, kebiasaan merokok serta kecenderungan untuk mengkonsumsi makanan

    berkolesterol tinggi dapat menyebabkan gangguan metabolisme lemak sehinggaterjadi hiperkolesterolemia dan akan mengarah pada keadaan dislipidemia yang

    dianggap sebagai salah satu faktor risiko utama aterosklerosis (Subektif, 2005;

    Almatsier, 2003; Mayes, 2003).

    Ada empat faktor resiko biologis infark miokard yang tidak dapat diubah, yaitu

    usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Resiko aterosklerosis koroner meningkat

    seiring bertambahnya usia. Penyakit yang serius jarangterjadisebelum usia 40 tahun.

    Faktorresiko lain masihdapatdiubah, sehinggaberpotensidapatmemperlambat proses

    aterogenik (Santoso, 2005). Faktor- faktor tersebut adalah abnormalitas kadar serum

  • 8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1

    7/33

    7

    lipid, hipertensi, merokok, diabetes, obesitas, faktor psikososial, konsumsi buah-

    buahan, diet dan alkohol, dan aktivitas fisik (Ramrakha, 2011).

    Wanita mengalami kejadian infark miokard pertama kali 9 tahun lebih lama

    daripada laki-laki.Perbedaan onset infark miokard pertama ini diperkirakan dariberbagai faktor resiko tinggi yang mulai muncul pada wanita dan laki-laki ketika berusia

    muda.Wanita agaknya relatif kebal terhadap penyakit ini sampai menopause, dan

    kemudian menjadi sama rentannya seperti pria. Hal ini diduga karena adanya efek

    perlindungan estrogen (Santoso, 2005).

    Tabel 2.1 Faktor Risiko Penyakit Kardiovaskuler (Yusuf, 2001)

    Faktor risiko yang menjadi penyebab ( risk

    factor )

    Penanda risiko yang menunjukkan

    hubungan (risk markers)

    1. Merokok

    2. LDL yang tinggi

    3. HDL yang rendah

    4. Tekanan darah tinggi

    5. Kadar glukosa yang tinggi

    6. Aktifitas fisik yang kurang (physical

    inactivity)

    7. Obesitas

    8. Diet

    1. Status sosio ekonomi yang rendah

    2.Kenaikan faktor prothrombin:

    fibrinogen, PAI-1 (plasminogen

    activator inhibitor – 1 )

    3. Penanda dari infeksi atau inflamasi

    4. Kenaikan homocysteine

    5. Kenaikan lipoprotein (a)

    6. Faktor psikologi (depresi, stress)

    dan kehilangan dukungan sosial

    2.3 Insidensi dan Prevalensi

    Penyakit Jantung Koroner saat ini merupakan salah satu penyebab utama

    kematian di negara maju maupun di negara berkembang, termasuk Indonesia.Penyakit

    ini menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun, apalagi dengan adanya fasilitas

    diagnostik yang semakin tersebar merata.Menurut WHO pada tahun 2004 di negara

    berkembangPJK menempati peringkat ke-2 penyebab kematian setelah stroke atau

    penyakit serebrovaskular lainnya dengan angka kematian 3,40 juta jiwa sedangkan di

    negara maju merupakan penyebab utama kematian dengan angka kematian 1,33 juta

    jiwa dan secara keseluruhan, PJK merupakan penyebab utama kematian dengan

    angka kematian 7,20 juta jiwa dari jumlah penduduk dunia. Di Indonesia, menurut hasil

    Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007 menunjukkan PJK menempati

    peringkat ke-3 penyebab kematian setelah stroke dan hipertensi (Yuniarti, 2000)

    Menurut data statistik dari American Heart Association (AHA), sekitar 18% pada

  • 8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1

    8/33

    8

    pria dan 23% pada wanita dengan usia >40 tahun meninggal dalam kurun waktu 1

    tahun yang memiliki infark miokard untuk diagnosa pertama, 20% pasien SKA masuk

    rumah sakit untuk serangan ulang dalam 1 tahun dan 60% dari biaya rumah sakit

    terkait dengan pasien SKA yang mengalami ulangan masuk rumah sakit (Kolansky,2009)

    2.4 Patogenesis

    Proses terjadinya aterosklerosis berjalan dalam waktu yang lama, secara

    bertahap berjalan dari sejak usia muda bahkan juga sejak usia anak-anak sudah

    terbentuk bercak garis lemak ( fatty streaks) pada permukaan lapis dalam pembuluh

    darah, dan lambat-laun pada usia tua dapat berkembang menjadi bercak sklerosis

    (plak pada pembuluh darah) sehingga terjadi penyempitan dan penyumbatan

    pembuluh darah.Penyebab utama Sindrom Koroner Akut dipicu oleh rupture , fisur atau

    erosi plak aterosklerotik adalah karena kondisi plak aterosklerotik yang tidak stabil

    (vulnerableatherosclerotic plaques ) dengan karakteristik; lipid core besar, fibrous cap

    tipis,dan plak penuh dengan aktivitas sel-selinflamasi seperti sel limfosit T dan lain-lain.

    Gambar 2.1 Pembentukan Aterosklerosis (GyldendalAkademisk, 2011)

    Patogenesis aterosklerosis dimulai ketika terjadi jejas pada endotel arteri, sehingga

    menimbulkan disfungsi endotel. Konsentrasi kolesterol yang tinggi dalam plasma darah

  • 8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1

    9/33

    9

    dapat merubah gambaran lipoprotein menjadi dislipidemia yaitu menurunkan kadar

    High density lipoprotein (HDL) dan meningkatkan kadar Low density lipoprotein (LDL)

    plasma (Murwani, 2013). Keadaan dislipidemia yang terus menerus menyebabkan

    terjadinya disfungsi endotel. Disfungsi endotel akan memicu LDL masuk danterakumulasi di tunika intima endotel arteri dan membuat terjadinya retensi partikel

    lipoprotein dengan cara memperlambat jalan keluar mereka dari intima. Terikatnya LDL

    pada proteoglikan di matriks ekstraseluler menyebabkan LDL terperangkap lebih lama

    dalam endotel. LDL rentan terhadap modifikasi struktural karena oksidasi, terutama

    partikel LDL yang padat dan kecil. Di lain sisi tingginya kadar lipid dalam darah akan

    meningkatkan produksi Reactive Oxygen Species (ROS). Radikal bebas ROS akan

    memicu terjadinya stres oksidatif yang mengakibatkan terbentuknya LDL yang

    teroksidasi yang akan menjadi ox-LDL atau LDL termodifikasi (Pradana, 2012).ROS

    juga menyebabkan turunnya sistem antioksidan di jaringan (Ercal, 2001). ROS

    mempunyai efek negatif yaitu dapat merubah struktur jaringan dan menimbulkan

    kerusakan jaringan.

    Rupture , fisuratau erosi plak aterosklerosis (yang sudah ada dalam dinding

    arteri koronaria) mengeluarkan zat vasoaktif (kolagen, inti lipid, makrofag dan faktor-

    faktor lain dalam jaringan) ke dalam aliran darah, sehingga menginduksi adhesi,

    aktivasi dan agregasi thrombosit serta pembentukan fibrin membentuk thrombus.

    Trombus pada arteri jantung inilah yang mengakibatkan terjadinya oklusi koroner total

    atau subtotal. Hal ini menyebabkan suplai oksigen menjadi semakin berkurang yang

    berakibat terjadinya nekrosis jaringan dan dapat mengakibatkan kematian otot jantung.

    2.5 Diagnosis

    Kemungkinan SKA adalah dengan gejala dan tanda:

    1. Nyeri dada yang sesuai dengan kriteria angina ekuivalen atau tidak seluruhnya

    tipikal pada saat evaluasi di ruang gawat-darurat.

    2. EKG normal atau nondiagnostik, dan

    3. Marka jantung normal

    Definitif SKA adalah dengan gejala dan tanda:

    1. Angina tipikal.

    2. EKG dengan gambaran elevasi yang diagnostik untuk STEMI, depresi ST atau

    inversi T yang diagnostik sebagai keadaan iskemia miokard, atau LBBB

    baru/persangkaan baru.

    3. Peningkatan marka jantung

  • 8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1

    10/33

    10

    a. Gejala Klinis

    Gejala ST elevation myocardial infraction (STEMI)adalah chest discomfort >30

    menit dan tidak hilang dengan pemberian nitrat biasa. Chest discomfort digambarkanseperti rasa tertekan benda berat, tertusuk dan terbakar di dada yang bisa menjalar ke

    bahu, lengan, punggung, leher,rahang. Gejala yang mungkin menyertai termasuk

    sesak napas,kelemahan,diaforesis, mual, muntah, sakit kepala.

    Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat dingin

    dan lemas. Pasien terus menerus mengubah posisinya di tempat tidur. Hal ini

    dilakukan untuk menemukan posisi yang dapat mengurangi rasa sakit, namun tidak

    berhasil. Kulit terlihat pucat dan berkeringat, serta ektremitas biasanya terasa dingin

    (Antman, 2005).

    b. Pemeriksaan Fisik

    Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mendukung diagnosis dan penilaian tempat

    sakit, dan komplikasi pada pasien ST elevation myocardial infraction (STEMI).

    Pada fase awal infark miokard, tekanan vena jugularis normal atau sedikit

    meningkat (Irmalita, 1996). Pulsasi arteri karotis melemah karena penurunan stroke

    volume yang dipompa jantung (Antman, 2005). Volume dan denyut nadi cepat, namun

    pada kasus infark miokard berat nadi menjadi kecil dan lambat. Bradikardi dan aritmia

    juga sering dijumpai. Tekanan darah menurun atau normal selama beberapa jam atau

    hari. Dalam waktu beberapa minggu, tekanan darah kembali normal (Irmalita, 1996).

    c. Elektrokardiografi

    Pada pasien ST elevation myocardial infraction (STEMI), dapat ditemui adanya

    ST elevasi. Perubahan EKG pada STEMI meliputi:

    i. Gelombang hiperakut T: pada periode awal STEMI bisa didapatkan gelombang T

    hiperakut yaitu gelombang T yang tingginya lebih dari 6 mm pada sadapan

    ekstremitas dan lebih dari 10 mm pada sadapan prekordial. Namun, gelombang

    T hiperakut ini tidak selalu spesifik untuk STEMI.

    ii. ST elevasi yang diikuti terbentuknya gelombang Q patologis: jika oklusi trombus

    90% pada arteri koroner dapat ditemui adanya ST elevasi. Diagnosis STEMI

    ditegakkan jika didapatkan elevasi segmen ST minimal 0,1 mv (1 mm) pada

    sadapan ekstremitas dan lebih dari 0,2 mv (2 mm) pada sadapan prekordial.

    Pada STEMI perubahan ini ditemukan 2 sadapan berdekatan. Pada saat

    bersamaan, mulai terbentuk gelombang Q patologis.

  • 8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1

    11/33

    11

    iii. Intervensi gelombang T: kembalinya segmen ST pada garis isoelektrik.

    .

    Gambar 2.2 Gambaran EKG pada STEMI

    d. Pemeriksaan Biomaker Laboratorium untuk kerusakan jantung

    Troponin adalah biomarker terbaik untuk memprediksi kerusakan jantung

    sehubungan dengan infrak miokard. Marker yang dilihat adalah CTnT atau CTnl

    (Cardiac Spesific Troponin ) karena lebih spesifik dan lebih sensitif daripada cardiac

    enzim lainnya, seperti Creatin Kinase (CK) atau Isoenzim MB (CK-MB). Troponin C,

    TnI dan TnT berkaitan dengan konstraksi dari sel miokrad. Troponin merupakan

    kompleks protein yang mengatur interaksi aktin-myosin sel jantung. Saat terjadi

    kerusakan atau kematian sel, maka troponin akan menyebar ke sirkulasi darah perifer.

    Protein-protein tersebut tidak terdeteksi pada kondisi sehat sehingga nekrosis kecil

    miokard dapat memberikan hasil yang positif. Gambaran enzim jantung pada pasien

    infark miokard dapat dilihat pada gambar 2.3

    Dalam keadaan nekrosis miokard, pemeriksaan CK-MB atau troponin I/T

    menunjukkan kadar yang normal dalam 4-6 jam setelah awitan SKA, pemeriksaan

    hendaknya diulang 8-12 jam setelah awitan angina. Jika awitan SKA tidak dapat

    ditentukan dengan jelas, maka pemeriksaan hendaknya diulang 6-12 jam setelah

    pemeriksaan pertama. Kadar CK-MB yang meningkat dapat dijumpai pada seseorang

    dengan kerusakan otot skeletal (menyebabkan spesifisitas lebih rendah) dengan waktu

    paruh yang singkat (48 jam). Mengingat waktu paruh yang singkat, CK-MB lebih terpilih

    untuk mendiagnosis ekstensi infark (infark berulang) maupun infark periprosedural.

    Peningkatan kadar cTnT terdeteksi 3-4 jam setelah jejas miokard. Kadar cTnT

    mencapai puncak 12-24 jam setelah jejas (Samsu, 2007). Peningkatan terus terjadi

    selama 7-14 hari. cTnT tetap meningkat kira-kira 4-5 kali lebih lama daripada CKMB.

    cTnT membutuhkan waktu 5-15 hari untuk kembali normal (Samsu, 2007). Diagnosis

    infark miokard ditegakkan bila ditemukan kadar cTnT dalam 12 jam sebesar ≥0.03 µg/L,

  • 8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1

    12/33

    12

    dengan atau tanpa disertai gambaran iskemi atau infark pada lembaran EKG dan nyeri

    dada (McCann, 2009).

    Gambar 2.3 Peningkatan enzim jantung (Zafari, et al ., 2014)

    e. Imaging

    Tujuan pemeriksaan adalah untuk membuat diagnosis banding, identifikasi

    komplikasi dan penyakit penyerta. Cardiac imaging dapat menentukan penyebab chest

    discomfort pada pasien infark miokard akut atau unstable angina yang pemeriksaan

    ECGnya normal atau tidak terdiagnosis. High quality portable chest X-ray,

    transthoracic atau transesophageal echocardiography dan CT-scan yang memakai

    kontras berguna untuk membedakan STEMI pada pasien yang menunjukkan

    perbedaan yang tidak jelas dari diseksi aorta (pecahnya pembuluh darah aorta yang

    dapat menutupi arteri koroner, sehingga menyebabkan infark miokard.

    2.6 Diagnosis Banding

    Dalam penatalaksanaan pasien dengan nyeri dada hebat seperti padakasus

    ini, harus dipikirkan juga diagnosis banding penyebab nyeri dada hebat yang dapat

    mengancam nyawa, seperti diseksi aneurisma aorta, pulmonary embolism, ruptur VE,

    tension pneumothorax, ataupun perforasi ulcus. Untuk menyingkirkan diagnosis

    banding tersebut dan menguatkan dugaan ke arah STEMI, maka yang dilakukan

    adalah EKG serial tiap 10-15 menit. Pemeriksaan cardiac biomarker tidak perlu

    dilakukan di awal, melainkan dilakukan dalam interval 6-8 jam sebanyak 2-3 kali atau

    hingga mencapai nilai puncak (AHA, 2004).

    2.5 Penatalaksanaan

  • 8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1

    13/33

    13

    Terapi awal adalah terapi yang diberikan pada pasien dengan diagnosis kerja

    Kemungkinan SKA atau SKA atas dasar keluhan angina di ruang gawat darurat,

    sebelum ada hasil pemeriksaan EKG dan/atau marka jantung. Terapi awal yang

    dimaksud adalah Morfin, Oksigen, Nitrat, Aspirin (disingkat MONA), yang tidak harusdiberikan semua atau bersamaan.

    Penatalaksaan STEMI oleh AHA (2013) adalah sebagai berikut:

    - Initial Therapy

    Aspirin 162-325 mg (loading), selanjutnya 81-325 mg sekali perhari.

    Oksigen sesuai kebutuhan untuk mempertahankan saturasi >90%.

    Nitroglycerin

    0,4 mg sublingual tiap 5 menit (hingga 3 kali) sesuaikebutuhan untuk

    mengurangi nyeri karena iskemia.

    IV nitroglycerin (mulai dari 10mcg/menit, titrasi)

    o Kontraindikasi pada pasien dengan sistolik < 90 mmHgatau >30

    mmHg dari baseline, pasien bradikardia atautakikardia, infark

    ventrikel kanan, atau penggunaanphophodiesterase inhibitor

    dalam 24-48 jam.

    Morphine 4-8 mg IV (loading), selanjutnya 2-8 mg IV tiap 5-15menit sesuai

    kebutuhan untuk mengatasi nyerinya, kecemasanataupun edema pulmonal.

    Antiplatelet dan anticoagulant

    Golongan P2Y12 inhibitor digunakan bersamaan denganaspirin

    Clopidogrel 600 mg jika akan PCI atau 300 mg jika≤ 75 tahun dan

    diterapi dengan fibrinolitik, selanjutnya 75 mg sekali sehari

    - Terapi reperfusi

    PCI

    Direkomendasikan untuk gejala STEMI < 12 jam dan PCIdapat dilakukan dalam

    90-120 menit, atau tidak bergantung padawaktu, namun terapi fibrinoliticmerupakan kontraindikasi.

    CABG

    Bila risiko tinggi dan anatomi coronaria tidak fleksibelsaat PCI

    Fibrinolisis (thrombolysis)

    Direkomendasikan bila tidak adakontraindikasi dan masih dalam golden period

    12 jam, serta masihdianggap reasonable jika dilakukan dalam 12-24 jam bila

    adaiskemia yang terus-menerus.

    - Terapi tambahan

  • 8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1

    14/33

    14

    Beta blocker

    Pada pasien tanpa kontraindikasi (HF, low outputstate, hipotensi, bradikardia,

    heart block, STEMI akibatpenggunaan kokain). Mulai terapi beta blocker sejak

    24 jam pertama. Fungsinya adalah mengurangi mortalitas jangka panjang. ACE inhibitor

    Pemberian sejak 24 jam pertama dapatmengurangi mortalitas

    Statin

    Diberikan sejak 24 jam pertama dapat menurunkanmortalitas dan komplikasi

    2.6 Prognosis

    Terdapat beberapa skala objektif yang digunakan untuk menentukan prognosis dari

    pasien-pasien dengan ACS.

    - CCS (Canadian Cardiovascular Society) grading of angina

    pectorismerupakan penilaian objektif untuk nyeri dada (Lucien,

    1976).Penilaiannya adalah sebagai berikut:

    Gambar 2.4 Pembagian Klasifikasi CCS

  • 8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1

    15/33

    15

    - Penilaian Killlip Class Score digunakan sebagai faktor prognosis jikapasien

    didapatkan menderita gagal jantung (Khot, et al., 2003).

    Gambar 2.5 klasifikasi killip(Zafari, et al ., 2014)

    - GRACE (Global registry of acute coronary events) score digunakanuntuk

    memprediksi risiko mortalitas 6 bulan post-MRS. Penilaian ini didasarkan

    atas penelitian skala global dengan partisipasi 14 negaradari tahun 1999

    hingga 2003 (Eagle, et al., 2004).

    Gambar 2.6 Faktor Resiko Kematian pada Kasus SKA

  • 8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1

    16/33

    16

    Dengan nilai rujukan interpretasi sebagai berikut:

    Gambar 2.7 Faktor Resiko Kematian Berdasarkan GRACE

    - TIMI (Thrombolysis in myocardial infarction)score, yang digunakan untuk

    menilai risiko mortalitas saat MRS

    Gambar 2.8 Klasifikasi TIMI

  • 8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1

    17/33

    17

    BAB 3

    LAPORAN KASUS

    3.1 Identitas PasienNama : Tn. T

    Jenis kelamin : Laki – laki

    Tanggal lahir : 27 November 1966

    Umur : 49 tahun

    Alamat :Malang

    Pekerjaan : Swasta

    Pendidikan : S1

    Status : menikah

    Etnis/suku : Jawa

    Agama : Islam

    3.2 Anamnesis

    Keluhan utama: nyeri dada

    Pasien mengeluh nyeri dada 8 jam sebelum masuk rumah sakit (saat tidur sekitar

    pukul 21.00). nyeri dada muncul disertai rasa mual dan muntah serta terdapat

    keringat dingin. Rasa nyeri kemudian menjalar hingga ke lengan kiri. Nyeri

    bertahan selama 3 jam dengan vas 10/10. Kemudian pasien dibawa ke RS

    Soepraoen. Saat di RS Soepraoen diberi Amiodarone dan kemudian pasien

    dirujuk langsung ke RSSA.

    Pasien pernah menderita nyeri dada sebelumnya 1 minggu yang lalu, nyeri

    dada timbul hingga punggung kemudian tidak ada keluhan lagi sehingga pasien

    tidak minum obat apapun dan juga tidak membawanya ke rumah sakit.

    Pasien tidak pernah mengeluhkan sesak nafas, pasien tidur menggunakan

    1 bantal. Kaki bengkak (-). Riwayat hipertensi (-)Riwayat DM (-). Riwayat merokok

    (+) sejak 1 bulan yang lalu, pasien merokok 2 pak per hari. Riwayat alergi

    disangkal.

    3.3 Pemeriksaan Fisik

    Deskripsi umum

    Kesan sakit : tampak sakit sedang

    Gizi : cukup

  • 8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1

    18/33

    18

    Tanda-tanda vital

    Kesadaran : GCS 45 6

    Nadi :80 kali/menit

    Tekanan darah : 110/70 mmHgPernafasan :18 kali/menit

    Pemeriksaan Fisik

    K/L : an (-/-) ict (-/-)

    JVP R + 2 cm H 2O; 30 0

    Tho : Bentuk/gerak simetris

    Pulmo:

    SF D=S VS V|V

    V|V

    V|V

    Rh - | - Wh - | -

    - | - - | -

    - | - - | -

    Cor:

    Inspeksi: iktus terlihat

    Palpasi : iktus teraba pada ICS V 2cm MCL Sinistra

    Perkusi : RHM = SL dextra

    LHM = Iktus

    Auskultasi : S1 S2 single regular, murmur (-), gallop (-)

    Abd :datar, rata, lemas, BU (+) normal, nyeri tekan epigastrium

    (-), Hepar tidak teraba, Liver tidak teraba

    Ekstermitas :hangat akral, lateralisasi kanan, edema - | -

    - | -

    3.4 Pemeriksaan Laboratorium

    Lab Value Normal

    value Lab Value

    Normal

    value

    Hb 13.5 3.500-10.000 Na 137 136-145

    Leucocyt 13.850 11-16.5 K 3.85 3,5-5

    Thrombocyt 300.000 150-390.10 Cl 108 98-105

    PCV 39.6% 35-50 Ureum 51.80 10-50

  • 8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1

    19/33

    19

    Trop I20.00 ->

    25.20

    Neg bila 494 39 - 308 SGOT 74 11-41

    CK MB 71 -> 67 7-25 SGPT 75 10-41 PPT 10.8 9.3-11.4 Albumin 3.70 3.5-5.5

    APTT 26.2 24.8-34.4

    INR 1.04 0.8-1.30

    Blood Gas Analysis (BGA)

    BGA

    (on NRBM 10 Lpm)

    Value

    PH 7.33 7,35-7,45

    PCO2 25.1 mmHg 35-45

    PO2 74.2 mmHg 80-100

    HCO3 13.4 mmol/ l 21-28

    Base Excess -12.8 -3 until +3

    O2 saturation 93.1% > 95%

    3.5 Pemeriksaan EKG

    1. Saat di IGD RSSA (pukul 03.45 WIB)

  • 8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1

    20/33

    20

  • 8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1

    21/33

    21

    2. Saat di CVCU RSSA (pukul 05.00 WIB)

  • 8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1

    22/33

    22

    3. Post Streptase di CVCU (pukul 07.00 WIB)

  • 8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1

    23/33

    23

  • 8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1

    24/33

    24

    3.6 Chest X-ray 26 Desember 2015

  • 8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1

    25/33

    25

    BAB 4

    PEMBAHASAN

    Kasus TeoriAnamnesis

    Keluhan utama: nyeri dada

    Pasien mengeluh nyeri dada 8 jam

    sebelum masuk rumah sakit (saat

    tidur sekitar pukul 21.00). Nyeri

    dada muncul disertai rasa mual dan

    muntah serta terdapat keringat

    dingin. Rasa nyeri kemudian

    menjalar hingga ke lengan kiri.

    Nyeri dada seperti rasa terbakar.

    Nyeri bertahan selama 3 jam

    dengan vas 10/10. Kemudian

    pasien dibawa ke RS Soepraoen.

    Saat di RS Soepraoen pasien

    terjadi OSVT dan diberi Amiodarone

    dan kemudian pasien dirujuk

    langsung ke RSSA.

    Riwayat penyakit terdahulu:

    Pasien pernah menderita nyeri

    dada sebelumnya 1 minggu yang lalu,

    nyeri dada timbul hingga punggung

    kemudian tidak ada keluhan lagi

    sehingga pasien tidak minum obat

    apapun dan juga tidak membawanya ke

    rumah sakit.

    Pasien tidak pernah mengeluhkan

    sesak nafas, pasien tidur menggunakan

    1 bantal. Kaki bengkak (-). Riwayat

    hipertensi (-) Riwayat DM (-). Riwayat

    merokok (+) pasien merokok 2 pak per

    hari. Riwayat alergi disangkal.

    Gejala ST elevation myocardial infraction

    (STEMI) adalah chest discomfort >20 menit.

    Chest discomfort digambarkan seperti rasa

    tertekan benda berat, tertusuk dan terbakar

    di dada yang bisa menjalar ke bahu, lengan,

    punggung, leher, rahang. Gejala yang

    mungkin menyertai termasuk sesak napas,

    kelemahan, diaforesis, mual, muntah, sakit

    kepala.

    Pada pasien ini, ditemukan bahwa terdapat

    nyeri dada yang memenuhi kriteria nyeri

    dada tipikal untuk keluhan jantung. Pasien

    memiliki riwayat nyeri dada yang tembus ke

    punggung dan memberat secara progresif,

    tidak membaik dengan istirahat. Nyeri

    disertai dengan keringat dingin dan

    berlangsung selama kurang lebih 30 menit.

    Pasien juga memiliki riwayat merokok yang

    merupakan faktor risiko dari infark miokard

    pada jantung.

  • 8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1

    26/33

    26

    Riwayat pengobatan

    Sebelum masuk rumah sakit,

    pasien pergi ke Rumah Sakit Soepraoendan dilakukan pemeriksaan EKG.

    Karena dari pemeriksaan EKG

    didapatkan gambaran OSVT Pasien

    diberi Amiodarone. Lalu dirujuk ke

    RSSA

    Riwayat Penyakit Keluarga

    Pasien tidak mengetahui penyakit

    apa saja yang pernah diderita keluarga

    Riwayat sosial

    Riwayat merokok (+), pasien

    merokok 2 pak per hari. Riwayat alergi

    disangkal.

    Pemeriksaan fisik

    Deskripsi umum

    Kesan sakit: tampak sakit sedang

    Gizi: cukup

    Tanda-tanda vital

    Kesadaran: GCS 4 5 6

    Nadi: 80 kali/menit

    Tekanan darah: 110/70 mmHg

    Pernafasan: 18 kali/menit

    K/L: an (-/-) ict (-/-)

    JVP R + 2 cm H 2O; 30 0

    Tho: Bentuk/gerak simetris

    Cor:

    Inspeksi: iktus terlihat

    Palpasi : iktus teraba pada ICS V 2cm

    MCL kiri

    Perkusi : RHM = SL dextra ; LHM = iktus

    Auskultasi : S1 S2 single regular,

    Dari hasil pemeriksaan fisik

    didapatkan bahwa pasien sudah

    mengalami perbaikan kondisi, tetapi

    pada fase awal sangan cocok dengan

    tanda-tanda terjadinya infark miokard,

    yaitu keringat dingin dan rasa nyeri pada

    dada yang menjalar. Pada fase awal

    infark miokard, tekanan vena jugularis

    normal atau sedikit meningkat (Irmalita,

    1996). Pulsasi arteri karotis melemah

    karena penurunan stroke volume yang

    dipompa jantung (Antman, 2005).

    Volume dan denyut nadi cepat, namun

    pada kasus infark miokard berat nadi

    menjadi kecil dan lambat. Bradikardi dan

    aritmia juga sering dijumpai. Tekanan

    darah menurun atau normal selama

    beberapa jam atau hari. Dalam waktu

  • 8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1

    27/33

    27

    murmur (-), gallop (-)

    Abd :datar, rata, lemas, BU (+) normal,

    nyeri tekan epigastrium (-), Hepar tidak

    teraba, Liver tidak terabaEkstermitas: akral

    Pemeriksaan Penunjang:

    Pemeriksaan elektrokardiogram:

    ST elevasi pada :

    II, III, aVF, V3R, V4R dan V5R

    Kesimpulan:

    STEMI inferior

    Foto Thorax:

    Kardiomegali

    Pemeriksaan Laboratorium:

    Troponin I: 20 ug/L

    CK-NAC: 500 U/L

    CK-MB: 71 U/L

    beberapa minggu, tekanan darah

    kembali normal (Irmalita, 1996).

    Pada pemeriksaan penunjang

    juga ditemukan adanya ST elevasi padagambaran elektrokardiogram pada lead

    II, III, aVF, V3R, V4R, dan V5R. Hal ini

    sesuai dengan gambaran terjadinya

    infark miokard. Pada keadaan ini aliran

    konduktivitas listrik menjadi terganggu

    sehingga nampak pada EKG sebagai

    gambaran abnormal dengan tanda khas

    pada gelombang ST menunjukkan

    adanya elevasi.

    Terapi:

    O 2 6-10 lpm NRBM

    Bed rest total

    Total fluid 2500 cc/day (Equal fluid

    balance)

    Intake oral 1500cc / 24jam

    IVFD NaCl 0,9% 1000 cc

    Drip streptokinase 1,5 juta IU dalam

    60min

    Inj. Enoxaparine 1x0.6 cc

    Inj. Lansoprazole 1x30 mg

    Drip dopamin 5 mcg/ kg/ mnt

    Drip midazolam 2 mg/hr

    Drip amiodarone 1mg/min

    Tambahan oksigen harus

    diberikan pada penderita STEMI selama

    6 jam pertama bila penderita dengan

    desaturasi oksigen arteri (SaO2 < 90%)

    2-4 liter/menit. 1 Nitrogliserin digunakan

    untuk menghilangkan nyeri karena

    gejala iskemik. Pasien yang sedang

    mengalami gejala iskemik harus

    menerima nitroglyserin 0,4 mg SL tiap 5

    menit dengan total 3x dosis. Jika

    nitrogliserin yang diberikan tidak

    memberikan perbaikan terapi sebaiknya

    pasien mendapatkan nitrogliserin

    intravena. Nitrogliserin intravena

  • 8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1

    28/33

    28

    PO. Aspillet80 mg

    Clopidogrel 75 mg

    Simvastatin 20mg

    Diazepam 2mgLaxadyn 1 C

    diberikan 48 jam pertama setelah STEMI

    untuk pengobatan persisten iskemia,

    congestive heart failure (CHF), atau

    hipertensi ( Level of Evidence: B ).Nitrogliserin dapat mengurangi

    preload dan afterload pada arteri

    peripheral dan dilatasi vena, relaksasi

    pada arteri koroner epicardial dan

    pelebaran pembuluh darah collateral .

    Pemberian beta bloker juga bermanfaat

    bagi penderita STEMI. Mekanisme kerja

    beta bloker adalah dengan cara inhibisi

    kompetitif terhadap efek katekolamin

    pada reseptor adrenergik- 1 sehingga

    menyebabkan vasodilatasi pada

    pembuluh darah, penurunan aliran

    simpatetik pada otak, menurunkan rilis

    renin, menurunkan laju jantung dan

    menurunkan curah jantung.

    Pemberian Unfractionated

    heparin (UFH) bermanfaat bagi

    penderita STEMI dalam hal pengikatan

    antritrombin III dan mempercepat proses

    hambatan antitrombin III terhadap

    trombin dan faktor Xa. Low Molecular

    Weight Heparin (LMWH) harus

    digunakan pada pasien setelah STEMI

    yang berisiko tinggi terjadi emboli

    sistemik (miokard infark anterior, atrial

    fibrilasi, pernah terjadi emboli

    sebelumnya, terbentuknya trombus pada

    ventrikel kanan, atau syok kardiogenik).

    ACEI diberikan secara oral

    selama masa pemulihan STEMI

    dilanjutkan dalam waktu jangka panjang.

    http://bloodjournal.hematologylibrary.org/content/79/1/1.shorthttp://bloodjournal.hematologylibrary.org/content/79/1/1.shorthttp://bloodjournal.hematologylibrary.org/content/79/1/1.shorthttp://bloodjournal.hematologylibrary.org/content/79/1/1.shorthttp://bloodjournal.hematologylibrary.org/content/79/1/1.short

  • 8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1

    29/33

    29

    ARB diberikan pada pasien STEMI yang

    intoleran ACEI dan memiliki tanda klinis

    atau radiologi gagal jantung atau LVEF

  • 8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1

    30/33

    30

    menyikirkan diagnosa banding kontra

    indikasi CVA haemorrhage (lamanya

    penanganan untuk CT Scan).

    Pada pasien telah dilakukan beberapa pemeriksaan tambahan meliputi:

    a. Laboratorium

    Pemeriksaan enzim jantung

    Enzim jantung atau cardiac marker menjadi petanda akan adanya

    miokard infark pada jantung. Troponin adalah biomarker terbaik untuk

    memprediksi kerusakan jantung sehubungan dengan infrak miokard. Marker

    yang dilihat adalah CTnT atau CTnl ( Cardiac Spesific Troponin ) karena lebih

    spesifik dan lebih sensitif daripada cardiac enzim lainnya, seperti Creatin

    Kinase (CK) atau Isoenzim MB (CK-MB). Troponin C, TnI dan TnT berkaitan

    dengan kontraksi dari sel miokrad. Troponin merupakan kompleks protein yang

    mengatur interaksi aktin-myosin sel jantung. Saat terjadi kerusakan atau

    kematian sel, maka troponin akan menyebar ke sirkulasi darah perifer. Protein-

    protein tersebut tidak terdeteksi pada kondisi sehat sehingga nekrosis kecil

    miokard dapat memberikan hasil yang positif. Pada pasien ini ditemukan bahwa

    terdapat peningkatan dari CKMB, CK-NAC, dan Troponin I yang menandakan

    adanya kerusakan pada struktur jantung dan mendukung diagnosis STEMI.

    b. Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG)

    Pada pasien ST elevation myocardial infraction (STEMI), dapat ditemui

    adanya ST elevasi. Pada pasien ini dapat dilihat bahwa ST elevasi terdapat

    pada II, III, dan AVF. Hal ini dapat disimpulkan bahwa terjadi infark myokard

    pada regio inferior jantung. Kemudian dilakukan rekam jantung kanan, dapat

    dilihat bahwa terjadi ST elevasi pada sadapan V3 dan V4. Dari hasil EKG

    tersebut dapat dicurigai bahwa terjadi RV infark pada pasien tersebut.

    c. Pemeriksaan foto toraks

    Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk mengevaluasi jantung dan organ

    dalam rongga toraks. Pada pasien ini dapat disimpulkan terdapat kardiomegali

    dengan perhitungan CTR sebesar 76%.

  • 8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1

    31/33

    31

    BAB 5

    KESIMPULAN

    Acute Coronary Syndrome (ACS) merupakan suatu kasus gawatdaruratdalam bidang kardiologi, dan penatalaksanaan serta prognosisnya sangat bergantung

    pada klinis pasien serta waktu. Secara klinis, ACS terbagi menjadi tiga yakni Unstable

    Angina (UA), ST-Elevation Myocardial Infarction (STEMI) dan Non-STEMI (NSTEMI).

    Penegakan diagnosis untuk ACS STEMI adalah secara klinis, pasien

    didapatkan nyeri tipikal ACS, terjadi perubahan pada EKG yaitu adanya elevasi dari

    segmen ST > dari 1 mm dan adanya peningkatan biomarker cardiac .

    Penatalaksanaan yang dilakukan saat awal adalah pemberian aspirin,

    clopidogrel, O2 sesuai kebutuhan untuk mempertahankan saturasi oksigen > 90%,

    nitrat, morphine dan antiplatelet-anticoagulant. Terapi selanjutnya adalah

    penatalaksanaan untuk reperfusi. Hal ini dapat dilakukan dengan 3 cara, PCI, CABG

    dan terapi fibrinolitik.

  • 8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1

    32/33

    32

    DAFTAR PUSTAKA

    ACC/AHA. (2004, Aug 31). ACC/AHA guidelines for the management of patients with

    ST-elevation myocardial infarction: a report of the American College ofCardiology/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines.

    Circulation, 110 (9), e82-292.

    ACCF/AHA Task Force on Practice Guidelines. (2013). 2013 ACCF/AHA guideline for

    the management of ST-elevation myocardial infarction. Circulation, 127 (4), e362-

    425.

    Ameli S, Hultgradh-Nilson A, Nilson J. Effect of Immunization with Homologous LDL

    and Oxidized LDL on Early Atherosclerosis in Hipercholesterolemic Rabbits.

    Atherosclerosis, Thrombosis, and Vascular Biology, 1997; 16(8): 1074-1079

    American Heart Association. 2013. Hospital discharges for the 10 leadings diagnostic

    group. National Hospital Discharge Survey.

    http://circ.ahajournals.org/content/129/3/e28/F59.expansion.html

    Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan (Riskesdas).

    2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), Depkes RI, Jakarta

    Biteker, M., Duran, N. E., Biteker, F. S., Gündüz, S., Gökdeniz, T., Kaya, H., . . . Ozkan,

    M. (2008). Kounis syndrome secondary to cefuroxime-axetil use in an

    octogenarian. J Am Geriatr Soc, 9 (56), 1757-8.

    Boudi,FB.2010.Atherosclerosis(online).

    http://emedicine.medscape.com/cardiolog#atherosclerosis diakses pada tanggal

    1 Desember 2013

    British Heart Foundation. 2013. Coronary Heart disease statistics: A compendium of

    health statistics 2012 edition. British Heart Foundation Health Promotion

    Research Group Department of Public Health, University of Oxford.

    Eagle, K. A., Lim, M. J., Dabbous, O. H., Pieper, K. S., Goldberg, R. J., Van de Werf,

    F., . . . Fox, K. A. (2004). A validated prediction model for all forms of acute

    coronary syndrome: estimating the risk of 6-month postdischarge death in an

    international registry. JAMA, 291 (22), 2727-33.

    ESC/ACCF/AHA/WHF. (2012). Third universal definition of myocardial infarction.

    European Heart Journal, 33 , 2551-67.

    GyldendalAkademisk,2011 ,http://www.scientificart.com/portfolio%20medicine%20page

    s/atherosclerosis.htm diakses 31-Jan-16

    http://circ.ahajournals.org/content/129/3/e28/F59.expansion.htmlhttp://emedicine.medscape.com/cardiolog#atherosclerosishttp://www.scientificart.com/portfolio%20medicine%20pages/atherosclerosis.htmhttp://www.scientificart.com/portfolio%20medicine%20pages/atherosclerosis.htmhttp://www.scientificart.com/portfolio%20medicine%20pages/atherosclerosis.htmhttp://www.scientificart.com/portfolio%20medicine%20pages/atherosclerosis.htmhttp://emedicine.medscape.com/cardiolog#atherosclerosishttp://circ.ahajournals.org/content/129/3/e28/F59.expansion.html

  • 8/20/2019 Responsi STEMI FIX Print 1

    33/33

    Khot, U. N., Jia, G., Moliterno, D. J., Lincoff, A. M., Khot, M. B., Harrington, R. A., &

    Topol, E. J. (2003). Prognostic importance of physical examination for heart

    failure in non-ST-elevation acute coronary syndromes: the enduring value of Killip

    classification. JAMA, 290 (16), 2174-81.Milioti,S .Penyakit Jantung Koroner. Cermin Dunia Kedokteran. 2005

    Ogaswara, 2004 .http://circ.ahajournals.org/content/104/22/2746 diakses pada tanggal

    5 Januari 2014

    Peter Libby, Paul M. Ridker and Attilio Maseri. 2002. Inflammation and Atherosclerosis.

    http://circ.ahajournals.org/content/105/9/1135 AHA 105:1135-1143. circulation.

    Ramrakha, P., & Hill, J. (2011). Oxford Handbook of Cardiology. New York:Oxford

    Publisher.

    Salim Yusuf, Srinath Readdy, Stephanie Ounpuu and Sonia Anand. 2001a. global

    Burden of Cardiovascular Diseases Part I: General Considerations, the

    Epidemiologic Transition, Risk Factors, and Impact of urbanization.

    Di:10.1161/hc4601.099487. Circulation;104:2746-2753. (online)

    http://circ.ahajournals.org/content/104/22/2746 diakses pada tanggal 5 Januari

    2014

    Santoso M, Setiawan T. Penyakit Jantung Koroner. Cermin Dunia Kedokteran. 2005;

    147: 6-9

    Spagnoli A L. G., Mauriello A A., Sangiorgi a g. 2004. A Extracranial thrombotically

    active carotid plaque as a risk factor for ischemic stroke. A JAMA . 292

    2004:1845-1852.

    Trisnohadi, . Penyakit Jantung Koroner. Cermin Dunia Kedokteran. 2006.

    World Health Organization, 2011a. Global status report on noncommunicable diseases

    2010. Geneva, WHO

    World Health Organization, 2011b. Global atlas on noncommunicable diseases

    prevention and control. Geneva, WHO

    http://circ.ahajournals.org/content/104/22/2746http://circ.ahajournals.org/content/105/9/1135http://circ.ahajournals.org/content/104/22/2746http://circ.ahajournals.org/content/104/22/2746http://circ.ahajournals.org/content/105/9/1135http://circ.ahajournals.org/content/104/22/2746