refleksi kasus - neurorsaugm.files.wordpress.com · refleksi kasus bells’ palsy dosen pembimbing...

16
REFLEKSI KASUS BELLS’ PALSY Dosen Pembimbing : dr. Farida Niken Astari Nugroho Hati, M.Sc, Sp.S Disusun oleh : Fandy Rachmad Dewantoro 15/377936/KU/17644 KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF RUMAH SAKIT AKADEMIK UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS KEDOKTERAN, KESEHATAN MASYARAKAT, DAN KEPERAWATAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2019

Upload: others

Post on 08-Dec-2020

20 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: REFLEKSI KASUS - neurorsaugm.files.wordpress.com · REFLEKSI KASUS BELLS’ PALSY Dosen Pembimbing : dr. Farida Niken Astari Nugroho Hati, M.Sc, Sp.S Disusun oleh : Fandy Rachmad

REFLEKSI KASUS

BELLS’ PALSY

Dosen Pembimbing :

dr. Farida Niken Astari Nugroho Hati, M.Sc, Sp.S

Disusun oleh :

Fandy Rachmad Dewantoro 15/377936/KU/17644

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF

RUMAH SAKIT AKADEMIK UNIVERSITAS GADJAH MADA

FAKULTAS KEDOKTERAN, KESEHATAN MASYARAKAT, DAN

KEPERAWATAN UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2019

Page 2: REFLEKSI KASUS - neurorsaugm.files.wordpress.com · REFLEKSI KASUS BELLS’ PALSY Dosen Pembimbing : dr. Farida Niken Astari Nugroho Hati, M.Sc, Sp.S Disusun oleh : Fandy Rachmad

2

DESKRIPSI KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. M

Usia : 73 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Kalongan, Tlogoadi

Pekerjaan : Pensiunan

Agama : Islam

Status : Sudah menikah

No. RM : 03-61-xx

Masuk RS : 29/09/2019

KELUHAN UTAMA

Mulut perot dan bicara cadel

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

HMRS (29/09/2019) : Pasien datang ke poliklinik saraf RSA UGM mengeluhkan mulut

perot, mencong pada sebelah kiri, dan bicara cadel (sulit melafalkan beberapa huruf seperti

B, M, dan P) sejak siang hari pada hari tersebut. Nyeri kepala, mual muntah, kelemahan dan

kebas anggota gerak disangkal. Pasien mempunyai riwayat hipertensi (+) dan rutin

mengonsumsi amlodipin 5mg.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Pasien mempunyai riwayat hipertensi, BPPV, dan dyspepsia. Pasien rutin mengonsumsi

amlodipine 5mg per hari.

Pasien sempat mengeluhkan diare, nyeri ulu hati dan kembung kurang dari 1 bulan yang

lalu, namun sudah sembuh.

Disangkal : Riwayat keluhan serupa, DM, Penyakit Jantung

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Riwayat keluhan serupa, hipertensi, dan diabetes mellitus pada keluarga disangkal.

RIWAYAT PSIKOSOSIAL

Pasien kini sudah tidak bekerja. Pasien tinggal bersama istri pasien. Hubungan pasien

dengan keluarga baik. Pasien berasal dari keluarga golongan ekonomi menengah dan

Page 3: REFLEKSI KASUS - neurorsaugm.files.wordpress.com · REFLEKSI KASUS BELLS’ PALSY Dosen Pembimbing : dr. Farida Niken Astari Nugroho Hati, M.Sc, Sp.S Disusun oleh : Fandy Rachmad

3

merupakan pasien BPJS Kelas I.

ANAMNESIS SISTEM

Sistem serebrospinal : mulut perot, mencong sebelah kiri, dan sulit bicara.

Riwayat vertigo perifer (BPPV) (+)

Sistem kardiovaskular : riwayat hipertensi terkontrol

Sistem respirasi : tidak ada keluhan

Sistem gastroinstestinal : riwayat dyspepsia dan diare

Sistem muskuloskeletal : tidak ada keluhan

Sistem integument : tidak ada keluhan

Sistem urogenital : tidak ada keluhan

RESUME ANAMNESIS

Laki-laki, usia 73 tahun, datang ke poliklinik saraf RSA UGM (29/09/2019)

mengeluhkan mulut perot dan mencong pada sebelah kiri, serta bicara cadel (sulit

melafalkan beberapa huruf seperti B, M, dan P) sejak siang hari pada hari tersebut.

Riwayat hipertensi terkontrol (+) dan rutin mengonsumsi amlodipine 5 mg. Riwayat

gastroenteritis (+) <1 bulan yang lalu, dyspepsia (+) dan BPPV (+).

DIAGNOSIS SEMENTARA

Diagnosis Klinis : Mulut perot cum disarthria

Diagnosis Topik : N. VII sinistra, N. VII sinistra cabang buccal, otot-otot bibir sisi

kiri, neuromuscular junction

Diagnosis Etiologi : Bells’ Palsy dd Guillain–Barré syndrome (GBS) dd lesi

cerebellopontine angle (CPA)

PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan umum : baik

Kesadaran : Compos mentis, GCS E4V5M6

Tanda vital :

● Tekanan darah : 130/85 mmHg

● Nadi : 85 kali per menit, reguler

● Pernafasan : 22 kali per menit, reguler

● Temperatur : 36,5 oC

Kepala : Normosefal, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflex

dalam batas normal

Leher : Limfonodi tidak teraba membesar

Page 4: REFLEKSI KASUS - neurorsaugm.files.wordpress.com · REFLEKSI KASUS BELLS’ PALSY Dosen Pembimbing : dr. Farida Niken Astari Nugroho Hati, M.Sc, Sp.S Disusun oleh : Fandy Rachmad

4

Toraks :

● Paru :

Inspeksi : simetris, warna kulit, luka (-)

Palpasi : nyeri tekan (-), fremitus taktil kanan = kiri,

pengembangan dada simetris

Perkusi : sonor di seluruh lapang paru

Auskultasi : vesikuler (+)/(+), suara tambahan (-)/(-)

● Jantung :

● Inspeksi : simetris, warna kulit, luka (-), tidak tampak ictus cordis

● Palpasi : nyeri tekan (-), teraba ictus cordis

● Perkusi : konfigurasi jantung dalam batas normal

● Auskultasi : S I-II murni, murmur (-), gallop (-)

Abdomen :

Inspeksi : flat, warna kulit, luka (-), bekas operasi (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Perkusi : timpani di seluruh lapang perut

Palpasi : nyeri tekan (-), massa (-), hepar dan lien tidak teraba

membesar

Ekstremitas : edema (-), atrofi otot (-), akral hangat, nadi kuat, wpk <2 detik

Status Mental

a. Tingkah laku dan keadaan umum

● Tingkah laku : Normal

● Pakaian : Rapi

● Cara berpakaian : Sesuai usia

b. Alur pembicaraan

● Percakapan : Normal

● Bicara lemah dan miskin spontanitas : tidak

● Pembicaraan tidak berkesinambungan : tidak

c. Mood dan afek

● Mengalami euforia : Tidak

● Mood sesuai isi pembicaraan : Sesuai

● Emosi labil, meluap-luap : Tidak

d. Isi pikiran

Page 5: REFLEKSI KASUS - neurorsaugm.files.wordpress.com · REFLEKSI KASUS BELLS’ PALSY Dosen Pembimbing : dr. Farida Niken Astari Nugroho Hati, M.Sc, Sp.S Disusun oleh : Fandy Rachmad

5

Merasakan ilusi, halusinasi, delusi : Tidak

Mengeluhkan sakit seluruh tubuh : Tidak

Delusi tentang penyiksaan, merasa diawasi : Tidak

e. Kapasitas intelektual : Normal

f. Sensorium

● Kesadaran : Compos mentis

● Atensi : Normal

● Orientasi :

- Waktu : Normal

- Tempat : Normal

- Orang : Normal

● Memori :

- Jangka pendek : Normal

- Jangka panjang : Baik

● Kalkulasi : Normal

● Simpanan informasi : Normal

● Tilikan, pengambilan keputusan, dan perencanaan : Normal

Status Neurologis

Kesadaran : Compos mentis, GCS : E4V5M6

Kepala : Pupil isokor ∅ 3 mm/3 mm, reflek cahaya (+)/(+),

reflek kornea (+)/(+)

Leher : Kaku kuduk (-)

Reflek primitif : tidak dilakukan

Nistagmus : horizontal (-)/(-), vertical (-)/(-)

Nervus cranialis :

NERVUS PEMERIKSAAN KANAN KIRI

N. I. Olfaktorius Daya penghidu Normal Normal

N. II. Optikus

Daya penglihatan Normal Normal

Pengenalan warna Normal Normal

Lapang pandang Normal Normal

Ptosis - -

Gerakan mata ke medial + +

Page 6: REFLEKSI KASUS - neurorsaugm.files.wordpress.com · REFLEKSI KASUS BELLS’ PALSY Dosen Pembimbing : dr. Farida Niken Astari Nugroho Hati, M.Sc, Sp.S Disusun oleh : Fandy Rachmad

6

N. III. Okulomotor

Gerakan mata ke atas + +

Gerakan mata ke bawah + +

Ukuran pupil 3 mm 3 mm

Bentuk pupil Bulat Bulat

Refleks cahaya langsung + +

N. IV. Troklearis

Strabismus divergen - -

Gerakan mata ke lat-bwh + +

Strabismus konvergen - -

N. V. Trigeminus

Menggigit Normal Normal

Membuka mulut Normal Normal

Sensibilitas muka Normal Normal

Refleks kornea + +

Trismus - -

N. VI. Abdusen Gerakan mata ke lateral Normal Normal

Strabismus konvergen - -

N. VII. Fasialis

Kedipan mata Normal Sulit

Lipatan nasolabial Normal Mendatar

Sudut mulut Normal Turun

Mengerutkan dahi + -

Menutup mata + -

Meringis + -

Menggembungkan pipi + -

N. VIII.

Vestibulokoklearis Mendengar suara bisik + +

N.IX. Glossofaringeus Keterangan

Arkus Faring Normal, simetris

N. X. Vagus Keterangan

Arkus faring Normal, simetris

Bersuara Normal

Menelan Normal

N. XI. Aksesorius Keterangan

Memalingkan Kepala +

Page 7: REFLEKSI KASUS - neurorsaugm.files.wordpress.com · REFLEKSI KASUS BELLS’ PALSY Dosen Pembimbing : dr. Farida Niken Astari Nugroho Hati, M.Sc, Sp.S Disusun oleh : Fandy Rachmad

7

Sikap Bahu Normal

Mengangkat Bahu +

Trofi Otot Bahu Eutrofi

N. XII. Hipoglosus Keterangan

Sikap lidah Normal

Artikulasi Normal

Tremor lidah Tidak ada tremor

Menjulurkan lidah Normal

Kekuatan lidah Normal

Trofi otot lidah Eutrofi

Fasikulasi lidah Normal

Ekstremitas :

Sensibilitas : dalam batas normal

Vegetasi : BAK baik, BAB baik

RESUME PEMERIKSAAN FISIK

Nervus cranialis : Parese N. VII LMN sinistra

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hematologi

AL : 8,2 x 103/ul (normal)

AE : 4,6 x 106/ul (normal)

Hb : 13,4 g/dl (normal)

Hct : 39,3% (turun)

MCV : 85 fl (normal)

MCH : 28,9 pg (normal)

MCHC : 34,0 g/dl (normal)

AT : 191 x 103/ul (normal)

Neutrofil : 51,7% (normal)

Limfosit : 34,4% (normal)

Monosit : 7,3% (normal)

Eosinofil : 3,7% (normal)

Basofil : 0,4% (normal)

RDW(CV) : 13,4%

Faal Ginjal

Ureum : 23,6 mg/dl (normal)

Kreatinin : 1,3 mg/dl (naik)

GERAKAN KEKUATAN

REFLEKS

FISIOLO

GIS

REFLEKS

PATOLO

GIS

KLONUS TROFI TONUS

B B 5/5/5 5/5/5 +2 +2 (-) (-) (-) (-) Eu Eu N N

B B 5/5/5 5/5/5 +2 +2 (-) (-) Eu Eu N N

Page 8: REFLEKSI KASUS - neurorsaugm.files.wordpress.com · REFLEKSI KASUS BELLS’ PALSY Dosen Pembimbing : dr. Farida Niken Astari Nugroho Hati, M.Sc, Sp.S Disusun oleh : Fandy Rachmad

8

Glukosa sewaktu : 130 mg/dl (normal)

Elektrolit

Na/K/Cl : 138/3,3/107 (normal/normal/normal)

LDL dan Trigliserida

LDL : 132 mg/dl (batas tinggi)

Trigliserida : 121 mg/dl (normal)

Chest X-Ray PA/AP

AP, supine, simetris, kondisi dan inspirasi cukup

Corakan bronchovaskular kasar

Sinus costophrenicus lancip terbuka

Diafragma normal, licin, tak mendatar

Cor : CTR > 0,56

Kesan : Bronchitis, cardiomegali

MSCT Head

Tak tampak soft tissue swelling extracranial

Sistema tulang normal

SPN dan air cellulae mastoidea normal

Sulci dan gyri tak prominent

Batas cortex dan medulla tegas

Sistem ventrikel simetris, ukuran normal, tak tampak edema periventrikuler

Struktur mediana ditengah, tidak terdeviasi

Kesan : tak tampak kelainan pada MSCT kepala tanpa kontras ini, tak tampak

gambaran infark maupun perdarahan intracranial.

DIAGNOSIS AKHIR

Diagnosis Klinis : Parese N. VII LMN sinistra

Diagnosis Topik : N. VII (nervus facialis) sinistra

Diagnosis Etiologi : Bells’ Palsy

Diagnosis lain : Hipertensi, bronchitis, cardiomegali

TATA LAKSANA

Non farmakologis :

o Edukasi pemberian pelindung mata

o Edukasi untuk menghindari paparan angin atau dingin secara langsung di wajah

o Fisioterapi

Page 9: REFLEKSI KASUS - neurorsaugm.files.wordpress.com · REFLEKSI KASUS BELLS’ PALSY Dosen Pembimbing : dr. Farida Niken Astari Nugroho Hati, M.Sc, Sp.S Disusun oleh : Fandy Rachmad

9

Farmakologis :

o Tablet metil prednisolone 16 mg 1x sehari 3 tablet

o Tetes mata karboksimetilselulosa 3x sehari bila perlu

o Tablet ranitidine 150 mg 2x sehari 1 tablet

o Tablet miniaspi (aspirin) 80 mg 1x sehari 1 tablet

o Tablet simvastatin 20 mg 1x sehari 1 tablet

o Tablet amlodipine 5 mg 1x sehari 1 tablet

PLANNING

Fisioterapi

PROGNOSIS

Death : Ad bonam

Disease : Ad bonam

Disability : Dubia ad bonam

Discomfort : Dubia ad bonam

Disatisfaction : Ad bonam

Destitution : Ad bonam

Page 10: REFLEKSI KASUS - neurorsaugm.files.wordpress.com · REFLEKSI KASUS BELLS’ PALSY Dosen Pembimbing : dr. Farida Niken Astari Nugroho Hati, M.Sc, Sp.S Disusun oleh : Fandy Rachmad

10

DISKUSI : BELLS’ PALSY

DEFINISI

Bell’s Palsy pertama sekali dideskripsikan pada tahun 1821 oleh seorang anatomis dan

dokter bedah bernama Sir Charles Bell. Bell’s palsy adalah kelemahan atau kelumpuhan

saraf perifer wajah secara akut (acute onset) pada sisi sebelah wajah. Bells’ palsy merupakan

kejadian akut, unilateral, paralisis nervus fasial tipe LMN (perifer), yang secara gradual

mengalami perbaikan pada 80-90% kasus.

EPIDEMIOLOGI

Bells’ palsy merupakan satu dari penyakit neurologis tersering yang melibatkan saraf

kranialis, dan penyebab tersering (60-75% dari kasus paralisis fasialis unilateral akut)

paralisis fasial di dunia. Bells’ palsy lebih sering ditemukan pada usia dewasa, orang dengan

DM, dan wanita hamil. Insidensi Bells’ palsy di Amerika mencapai 23 kasus per 100000

penduduk.

ETIOLOGI

Lima kemungkinan (hipotesis) penyebab Bell’s palsy, yaitu iskemik vaskular, virus,

bakteri, herediter, dan imunologi. Hipotesis virus lebih banyak dibahas sebagai etiologi

penyakit ini. Sebuah penelitian mengidentifikasi genom virus herpes simpleks (HSV) di

ganglion genikulatum seorang pria usia lanjut yang meninggal enam minggu setelah

mengalami Bell’s palsy.

Etiologi Bell’s palsy terbanyak diduga adalah infeksi virus. Mekanisme pasti yang

terjadi akibat infeksi ini yang menyebabkan penyakit belum diketahui. Inflamasi dan edema

diduga muncul akibat infeksi. Nervus fasialis yang berjalan melewati terowongan sempit

menjadi terjepit karena edema ini dan menyebabkan kerusakan saraf tersebut baik secara

sementara maupun permanen. Virus yang menyebabkan infeksi ini diduga adalah herpes

simpleks. Peningkatan kejadian berimplikasi pada kemungkinan infeksi HSV type I dan

reaktivasi herpes zoster dari ganglia nervus kranialis.

Beberapa kasus Bell’s palsy disebabkan iskemia oleh karena diabetes dan

aterosklerosis. Hal ini mungkin menjelaskan insiden yang meningkat dari Bell’s palsy pada

pasien tua. Kelainan ini analog dengan mononeuropati iskemik pada saraf kranialis lain

pada pasien diabetes.

PATOFISIOLOGI

Saraf fasialis keluar dari otak di angulus ponto-cerebelaris memasuki meatus

akustikus internus. Saraf selanjutnya berada di dalam kanalis fasialis memberikan cabang

Page 11: REFLEKSI KASUS - neurorsaugm.files.wordpress.com · REFLEKSI KASUS BELLS’ PALSY Dosen Pembimbing : dr. Farida Niken Astari Nugroho Hati, M.Sc, Sp.S Disusun oleh : Fandy Rachmad

11

untuk ganglion pterygopalatine, sedangkan cabang kecilnya ke muskulus stapedius dan

bergabung dengan korda timpani. Pada bagian awal dari kanalis fasialis, segmen labirin

merupakan bagian yang tersempit yang dilewati saraf fasialis. Foramen meatal pada

segmen ini hanya memiliki diameter sebesar 0,66 mm.

Otot-otot wajah diinervasi saraf fasialis. Kerusakan pada saraf fasialis di meatus

akustikus internus (karena tumor), di telinga tengah (karena infeksi atau operasi), di kanalis

fasialis (perineuritis, Bell’s palsy) atau di kelenjar parotis (karena tumor) akan

menyebabkan distorsi wajah, dengan penurunan kelopak mata bawah dan sudut mulut pada

sisi wajah yang terkena. Ini terjadi pada lesi lower motor neuron (LMN). Lesi upper motor

neuron (UMN) akan menunjukkan bagian atas wajah tetap normal karena saraf yang

menginnervasi bagian ini menerima serat kortikobulbar dari kedua korteks serebral.

Murakami, dkk menggunakan teknik reaksi rantai polimerase untuk mengamplifikasi

sekuens genom virus, dikenal sebagai HSV tipe 1 di dalam cairan endoneural sekeliling

nervus fasialis pada 11 sampel dari 14 kasus Bell’s palsy yang dilakukan dekompresi

pembedahan pada kasus yang berat. Murakami, dkk menginokulasi HSV dalam telinga dan

lidah tikus yang menyebabkan paralisis pada wajah tikus tersebut. Antigen virus tersebut

kemudian ditemukan pada nervus fasialis dan ganglion genikulatum. Dengan adanya

temuan ini, istilah paralisis fasialis herpes simpleks atau herpetika dapat diadopsi.

Gambaran patologi dan mikroskopis menunjukkan proses demielinisasi, edema, dan

gangguan vaskular saraf.

DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan

neurologis (saraf kranialis, motorik, sensorik, serebelum). Bells’ palsy adalah diagnosis

eksklusi. Gambaran klinis penyakit yang dapat membantu membedakan dengan penyebab

lain dari paralisis fasialis:

a. Onset yang mendadak dari paralisis fasial unilateral

b. Tidak adanya gejala dan tanda pada susunan saraf pusat, telinga, dan penyakit

cerebellopontin angle. Jika terdapat kelumpuhan pada saraf kranial yang lain,

kelumpuhan motorik dan gangguan sensorik, maka penyakit neurologis lain harus

dipikirkan (misalnya: stroke, GBS, meningitis basilaris, tumor cerebellopontine

angle).

Berdasarkan tingkat keparahan, Bells’ palsy diklasifikasikan dengan sistem grading

yang dikembangkan oleh House and Brackmann dengan skala I sampai VI. Berikut adalah

sistem grading pada Bells’ palsy yaitu:

Page 12: REFLEKSI KASUS - neurorsaugm.files.wordpress.com · REFLEKSI KASUS BELLS’ PALSY Dosen Pembimbing : dr. Farida Niken Astari Nugroho Hati, M.Sc, Sp.S Disusun oleh : Fandy Rachmad

12

a. Grade I adalah fungsi fasial normal.

b. Grade II disfungsi ringan. Karakteristiknya adalah sebagai berikut:

1. Kelemahan ringan saat diinspeksi mendetil.

2. Sinkinesis ringan dapat terjadi.

3. Simetris normal saat istirahat.

4. Gerakan dahi sedikit sampai baik.

5. Menutup mata sempurna dapat dilakukan dengan sedikit usaha.

6. Sedikit asimetri mulut dapat ditemukan.

c. Grade III adalah disfungsi moderat, dengan karekteristik:

1. Asimetri kedua sisi terlihat jelas, kelemahan minimal.

2. Adanya sinkinesis, kontraktur atau spasme hemifasial dapat ditemukan

3. Simetris normal saat istirahat.

4. Gerakan dahi sedikit sampai moderat.

5. Menutup mata sempurna dapat dilakukan dengan usaha.

6. Sedikit lemah gerakan mulut dengan usaha maksimal.

d. Grade IV adalah disfungsi moderat sampai berat, dengan tandanya sebagai

berikut:

1. Kelemahan dan asimetri jelas terlihat.

2. Simetris normal saat istirahat.

3. Tidak terdapat gerakan dahi.

4. Mata tidak menutup sempurna.

5. Asimetris mulut dilakukan dengan usaha maksimal.

e. Grade V adalah disfungsi berat. Karakteristiknya adalah sebagai berikut:

1. Hanya sedikit gerakan yang dapat dilakukan.

2. Asimetris juga terdapat pada saat istirahat.

3. Tidak terdapat gerakan pada dahi.

4. Mata menutup tidak sempurna.

5. Gerakan mulut hanya sedikit.

f. Grade VI adalah paralisis total. Kondisinya yaitu:

1. Asimetris luas.

2. Tidak ada gerakan.

*Grade I-II = baik, Grade III-IV = moderate, Grade V-VI = buruk

Page 13: REFLEKSI KASUS - neurorsaugm.files.wordpress.com · REFLEKSI KASUS BELLS’ PALSY Dosen Pembimbing : dr. Farida Niken Astari Nugroho Hati, M.Sc, Sp.S Disusun oleh : Fandy Rachmad

13

DIAGNOSIS BANDING

Acoustic neuroma dan lesi cerebellopontine angle.

Otitis media akut atau kronik.

Amiloidosis.

Aneurisma A. vertebralis, A. basilaris, atau A. carotis.

Sindroma autoimun.

Botulismus.

Karsinomatosis.

Penyakit carotid dan stroke, termasuk fenomena emboli.

Cholesteatoma telinga tengah.

Malformasi congenital.

Schwannoma N. Fasialis.

Infeksi ganglion genikulatum

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah rutin, ureum, kreatinin, gula darah

EMG

MRI kepala + Kontras (jika curiga lesi sentral)

TATALAKSANA

Algoritma Tatalaksana Bells’ Palsy

Page 14: REFLEKSI KASUS - neurorsaugm.files.wordpress.com · REFLEKSI KASUS BELLS’ PALSY Dosen Pembimbing : dr. Farida Niken Astari Nugroho Hati, M.Sc, Sp.S Disusun oleh : Fandy Rachmad

14

Gambar 1. Algoritma tatalaksana Bells’ Palsy

Tujuan pengobatan adalah memperbaiki fungsi saraf N. VII (nervus fasialis) dan

menurunkan kerusakan saraf. Pengobatan dipertimbangkan untuk pasien dalam 1-4 hari

onset. Hal penting yang perlu diperhatikan sebagai dokter umum ialah:

a. Pengobatan inisial

1. Steroid dan asiklovir mungkin efektif untuk pengobatan Bells’ palsy

(American Academy Neurology/AAN, 2011).

2. Steroid kemungkinan kuat efektif dan meningkatkan perbaikan fungsi saraf

kranial, jika diberikan pada onset awal (AAN, 2012).

3. Kortikosteroid (Prednison), dosis: 1 mg/kg atau 60 mg/hari selama 6 hari,

diikuti penurunan bertahap total selama 10 hari.

4. Antiviral: asiklovir diberikan dengan dosis 400 mg oral 5 kali sehari selama 10

hari. Jika virus varicella zoster dicurigai, dosis tinggi 800 mg oral 5 kali/hari.

b. Perlindungan mata

Perawatan mata menggunakan air mata artifisial pada siang hari dengan lubrikasi

okular topikal dapat mencegah corneal exposure.

c. Fisioterapi atau akupunktur diharapkan dapat mempercepat perbaikan dan

menurunkan sequelae.

PROGNOSIS

Prognosis pasien dengan Bells’ palsy bervariasi secara luas sehingga dibedakan menjadi 3

grup yaitu:

a. Penyembuhan total fungsi motoris nervus fasialis

b. Penyembuhan tidak total tetapi tidak terdapat berdampak secara aspek kosmetik

c. Kerusakan permanen dan terlihat sangat jelas

Sekitar 80-90% pasien Bells’ palsy sembuh tanpa dampak secara kosmetik dalam 6

minggu sampai 3 bulan. Kemungkinan pengembalian fungsi saraf fasialis dalam 1 bulan dapat

diukur dengan Sunnybrook grading scale (Gambar 2).

Page 15: REFLEKSI KASUS - neurorsaugm.files.wordpress.com · REFLEKSI KASUS BELLS’ PALSY Dosen Pembimbing : dr. Farida Niken Astari Nugroho Hati, M.Sc, Sp.S Disusun oleh : Fandy Rachmad

15

Gambar 2. Sunnybrook Facial Grading System untuk memprediksi pengembalian fungsi nervus

fasialis dalam 1 bulan

Berdasarkan sistem grading Sunnybrook, nilai skor komposit dapat dikonversikan

menjadi sistem grading House and Brackmann dengan H-B I setara dengan skor komposit 100

pada sistem grading Sunnybrook, H-B II setara 70-99, H-B III setara 43-69, H-B IV setara 26-42,

H-B V setara 13-25 dan H-B VI setara 0-12.

Page 16: REFLEKSI KASUS - neurorsaugm.files.wordpress.com · REFLEKSI KASUS BELLS’ PALSY Dosen Pembimbing : dr. Farida Niken Astari Nugroho Hati, M.Sc, Sp.S Disusun oleh : Fandy Rachmad

16

REFERENSI

Baugh, RF. et al., (2013). Clinical Practice Guideline: Bell’s Palsy, Otolaryngology-Head

and Neck Surg. J., Vol.149,pp.S1–S27.

De Almeida, JR. et al., (2014). Management Of Bell Palsy: Clinical Practice Guideline.

CMAJ :Canadian Med. Ass. J, Vol. 186(12), pp. 917–922.

Gilden, D. H. (2004). Bell’s Palsy. New England Journal of Medicine, 351(13), 1323–1331.

doi:10.1056/nejmcp041120

Huang, B. et al., (2012). Psychological factors are closely associated with the Bell's palsy: a

casecontrol study. J Huazhong University of Sci. Tech. Med. Sci. Vol 32(2), pp.272-9.

Ikatan Dokter Indonesia (IDI). 2014. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas

Pelayanan Kesehatan Primer

Kanerva, M., Jonson, L., Berg, T., Engstrom, M., Pitkaranta, A., 2017. Sunnybrook and

House-Brackmann systems in 5397 Facial Gradings. Otorhinolaryngology

Department of Helsinki University, Finland

Lowis, H., Gaharu, MN. (2012). Bell’s Palsy, Diagnosis dan Tata Laksana di Pelayanan

Primer. J of Indonesia Med. Ass.,Vol.62(1), pp.32.

Murthy, JMK., Saxena, AB. (2011), Bell's Palsy: Treatment Guidelines. Annals of Ind. Acad.

Of Neurology,Vol.14(1), pp.70-72.

Netter, FH. (2014). Atlas of Human Anatomy Sixth Edition. Philadelphia: Saunders.

PERDOSSI.2016.Acuan Panduan Praktis Klinis Neurologi 2016.

Sabirin, J. (1990). Bell’s Palsy. Dalam : Hadinoto dkk. Gangguan Gerak. Cetakan I.

Semarang : Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro:171-81.

Snell, RS. (2012). Clinical Anatomy By Regions 9th

Edition. Philadelphia, Lippincott

Williams & Wilkins.