refleksi kasus bronkopneumonia text
DESCRIPTION
refleksi kasus bronkopneumonia textTRANSCRIPT
REFLEKSI KASUS
BRONKOPNEUMONIA
Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan KlinikStase Ilmu Kesehatan Anak
Disusun Oleh :
Osa Sepdila Wahyudi Ningrum
(H2A011034)
Departemen Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Kesehatan Anak
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
RSU PKU MUHAMMADIYAH DELANGGU
2015
1
BAB I
PENDAHULUAN
Pneumonia adalah infeksi saluran akut bagian bawah yang
mengenai parenkim paru. Menurut anatomis pneumonia pada anak
dibedakan menjadi pneumonia lobaris, pneumonia interstisialis, dan
bronkopneumonia.1
Bronkopneumonia lebih sering menyerang bayi dan anak kecil. Hal
ini dikarenakan respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan
baik. Tercatat bakteri sebagai penyebab tersering bronkopneumonia pada
bayi dan anak adalah Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus
influenzae.3
Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan yang mencolok
walaupun ada berbagai kemajuan dalam bidang antibiotik. Hal di atas
disebabkan oleh munculnya organisme nosokomial (didapat dari rumah
sakit) yang resisten terhadap antibiotik. Adanya organisme-organisme baru
dan penyakit seperti AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) yang
semakin memperluas spektrum dan derajat kemungkinan terjadinya
bronkopneumonia ini. Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai
masalah kesehatan utama pada anak di Negara berkembang. Pneumonia
merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia
dibawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak
di seluruh dunia, lebih kurang dua juta anak balita, meninggal setiap tahun
akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara.
Menurut survey kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% angka kematian
bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit
sistem respiratori, terutama pneumonia.4-7
Untuk memahami bronkopneumonia maka diperlukan pengetahuan
yang cukup mengenai definisi, etiologi, klasifikasi, patogenesis, gejala
klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, diagnosis, dan
penatalaksanaan penyakit yang tepat.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
1. Identitas penderita :
Nama penderita : An. O
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 6 bulan
Tgl masuk RS : 30 Juli 2015
2. Identitas orang tua/wali :
Ibu
Nama : Ny. S
Umur : 23 tahun
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Buruh Pabrik
Alamat : Ceper, Klaten
Ayah
Nama : Tn. K
Umur : 25 tahun
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Buruh Pabrik
Alamat : Ceper, Klaten
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanmnesis oleh ibu pasien tanggal 31
Juli 2015 jam 10.00
Keluhan utama : Sesak napas
3
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 5 hari sebelum masuk RS pasien mengeluh sesak napas disertai
batuk. Sesak terjadi mendadak pada malam hari secara terus-menerus
diikuti dengan demam dan batuk yang berbunyi “grok-grok”. Pasien juga
mengeluh demam tinggi, pasien juga tidak mau makan dan minum. Keluhan
dirasakan semakin memburuk saat aktivitas dan membaik saat istirahat.
Namun, saat sakit pasien masih dapat beraktivitas seperti biasa.. Semenjak
sakit anak mengalami penurunan berat badan sebanyak 1 kg. Sebelumnya
pasien sudah berobat ke bidan, namun tidak membaik, sehingga pasien
dibawa ke RSU PKU Muhammadiyah Delanggu karena sesak semakin
memburuk dan dilakukan perawatan inap.
2. Riwayat penyakit dahulu :
Pasien tidak pernah mengalami keluhan ini sebelumnya. Tidak ada riwayat
asma, alergi, dan batuk lama. Ibu pasien mengatakan pasien sering
mengalami batuk pilek.
3. Riwayat keluarga :
Ibu pasien mengatakan keluarga tidak memiliki riwayat penyakit yang
sama dengan pasien. Tidak ada riwayat batuk lama, asma maupun riwayat
alergi.
4. Riwayat sosial lingkungan :
Anak tinggal di lingkungan ada keluarga satu rumah yang merokok yaitu
ayah pasien. Biaya pengobatan menggunakan BPJS.
DATA KHUSUS
Riwayat kehamilan dan persalinan :
Riwayat Antenatal : Selama kehamilan, ibu memeriksakan
kehamilannya ke bidan dan tidak memiliki
keluhan selama kehamilan.
4
Riwayat Natal :
Spontan/tidak spontan : Spontan
Penolong : Bidan
Riwayat Neonatal :
Berat Badan Lahir (BBL) : 3200 gram
Panjang Badan Lahir (PBL) : tidak diketahui
Lingkar Kepala (LK) : tidak diketahui
Anak langsung menangis dengan gerakan aktif dan warna kulit seluruh
badan kemerahan.
5. Riwayat perkembangan :
Perkembangan pasien normal sesuai usia, saat ini pasien sudah bisa
merambat.
6. Riwayat imunisasi :
Imunisasi dasar pasien lengkap sesuai usia, pasien imunisasi di bidan.
7. Makanan :
Umur Makanan dan Minuman Jumlah Frekuensi0– 2 bulan ASI saja Semau anak Semau anak
2-6 ASI dan susu formula Semau anak Semau anak
6 bulan ASIBubur SUN
Semau anak2 sdm
Semau anak2 kali/ hari
Kesan : ASI tidak eksklusif
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 31 Juli 2015 jam 10.00 WIB
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign
Nadi : 110 x/menit
RR : 46 X/menit
5
T : 37,4°C aksila
BB : 6.8 Kg
PB : 63cm
LILA : 13cm
LK : 42cm
LD : 42 cm
Grafik 1. Panjang badan terhadap usia
Grafik 2. Berat badan berdasarkan usia
6
BMI = 6.8 = 17.4 kg/m(0.63)2
Grafik 3. BMI berdasarkan usia
Grafik 4. Berat badan berdasarkan panjang badan
Grafik 5. LILA terhadap usia
7
Grafik 6. Lingkar kepala terhadap usia
` Berdasarkan kurva pertumbuhan WHO 2007 didapatkan :
a. PB / Usia pada persentil -1 SD
b. BB/ Usia pada persentil -1 SD
c. BB /PB pada persentil 0 SD
d. BMI / Usia pada persentil 0 SD
e. LK/usia persentil 0SD
f. LILA/usia persentil -1 SD
Dapat disimpulkan status nutrisi bayi ini sebagai berikut :
a. Perawakan bayi normal berdasarkan PB/U
b. Berat badan bayi normal berdasarkan BB/U
c. Status gizi bayi normal berdaasrkan PB/BB
d. Bayi ini tergolong normal berdasarkan BMI/U
Status Interna
a. Kepala : kesan mesocefal, UUB datar, belum menutup
b. Mata : mata cekung (-/-), konjungitva palpebra anemis
(-/-) , Sklera ikterik (-/-), reflek pupil direk (+/+), reflek pupil
indirek (+/+), edem palpebra (-/-),
c. Hidung : nafas cuping hidung (-/-) , septum deviasi (-/-) ,
secret (-/-)
d. Telinga : serumen (-/-), secret (-/-), darah (-/-), recoil
sempurna (+/+)
8
e. Mulut : bibir kering (-),sianosis (-), lidah kotor (-)
f. Leher :simetris, pembesaran KGB (-), pembesaran
limfonodi (-/-)
g. Thorax :
Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis (teraba kuat angkat)
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : bunyi jantung I dan II murni, gallop (-), murmur(-)
(-)
Pulmo
Paru Dextra SinistraDepanInspeksi
Palpasi
PerkusiAuskultasi
simetris, kelainan kulit (-), pengembangan pernafasan paru normal ,retraksi (+)Simetris, gerak dada tidak ada yang tertinggal, massa (-)Sonor seluruh lapang paru
Suara dasar vesicular, Wheezing (-) ronkibasah kasar (+)
simetris, kelainan kulit (-), pengembangan pernafasan paru normal , retraksi (+)Simetris, gerak dada tidak ada yang tertinggal, massa (-)Sonor seluruh lapang paruSuara dasar vesicular, Wheezing (-), ronki basah kasar (+)
BelakangInspeksi
Palpasi
PerkusiAuskultasi
simetris, kelainan kulit (-), pengembangan pernafasan paru normal ,retraksi (-)
Simetris, gerak dada tidak ada yang tertinggal, massa (-)Sonor seluruh lapang paruSuara dasar vesicular, Wheezing (-) ronki (+)
simetris, kelainan kulit (-), pengembangan pernafasan paru normal , retraksi (-)Simetris, gerak dada tidak ada yang tertinggal, massa (-)Sonor seluruh lapang paruSuara dasar vesicular, Wheezing (-), ronki (+)
Abdomen
Inspeksi : tampak tegang, massa (-), warna kulit sama dengan
warna kulit sekitar
Palpasi : turgor cukup.< 2 dtk, tes undulasi (-), hepatomegali (-),
splenomegali (-),
Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen
Auskultasi : Bising usus (+) Normal
9
Extremitas
Pemeriksaan Superior Inferior
Akral dingin
Oedem
Sianosis
Gerak
CRT
-
-
-
Aktif
Kurang dari 2 detik
-
-
-
Aktif
Kurang dari 2 detik
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah rutin tanggal 30 Juli 2015 jam 21.00 WIB
PEMERIKSAAN HASIL RUJUKAN SATUANHEMATOLOGIHemoglobin 11.6 9.5-14.0 g/dlLekosit H 29.5 4.0-12.0 10^3/uLTrombosit H 674.0 150.0 -400.0 10^3/uLEritrosit H 5.6 4.0 -5.0 10^6/uLHematokrit 35.5 37.0 - 43.0 VolHitung jenisGranulosit 65.0 50.0 -80.0Limfosit 28.6 20.5 - 51.1Monosit 6 2 – 9MCV, MCHC, MCHCMCV L 63.4 78.6 – 102.2 U^3MCH L 20.7 25.2 – 34.7 PgMCHC 33.7 31.3 – 35.4 g/dLSERO –IMUNOLOGIWIDALS.TYPHI O Negatif <1/160S. PARATYPHI AO Negatif <1/160S. PARATYPHI BO Negatif <1/160S. PARATYPHI CO Negatif <1/160S.TYPHI H Negatif <1/160S. PARATYPHI AH Negatif <1/160S. PARATYPHI BH Negatif <1/160S. PARATYPHI CH Negatif <1/160
10
V. RESUME
Seorang anak perempun usia 6 bulan datang ke RSU PKU
Muhammadiyah Delanggu dengan keluhan sesak napas, hingga saat ini
pasien sudah mengalami sesak selama 7 hari. Sesak mula-mula timbul pada
malam hari dengan demam, dan batuk serta pasien juga mengeluh mual
muntah. Dari pemeriksaan fisik pada auskultasi diperoleh Ronki basah pada
paru kanan dan kiri. Kesan gizi baik meskipun selama sakit mengalami
penurunan berat badan, pasien sudah melakukan imunnisasi dasar secara
lengkap dan tumbuh kembang anak baik sesuai umurnya, meskipun tidak
memperoleh ASI secara eksklusif. Dari pemeriksaan penunjang diperoleh
leukositosis.
VI. DAFTAR MASALAH
Masalah Aktif Masalah Pasif
1. Ronki basah pada paru
kanan dan kiri
2. Sesak nafas
3. Demam
VII. ASSESMENT
Diagnosa banding:
1. Bronkopneumonia
2. Bronkiolitis
3. Bronkitis
Diagnosa Kerja :
1. Diagnosa klinis : Bronkopneumonia
2. Diagnosa tumbang : Tumbuh kembang sesuai usia
3. Diagnosa gizi : Gizi baik
11
4. Diagnosa imunisasi : imunisasi dasar lengkap sesuai usia
5. Diagnosa etiolgi : suspek infeksi bakteri
VIII. INISIAL PLAN
1. Diagnosis
Bronkopneumonia
2. Terapi
Infuse Ringer Laktat guyur 200cc, 20 tpm
Ranitidine 1/3 ampul injeksi tiap 8 jam
Ondansteron 1/3 ampul injeksi tiap 8 jam
Dexametazon ¼ ampul tiap 8 jam
Cefotaxim 200 mg tiap 8 jam
Inadril 3 X ½ cth
Nebulizer
Ventolin 1/3
Fulmicard 1/3
NaCl 2cc
Per 8 jam NRM 6 liter/menit
3. Monitoring
Monitoring KU dan Vital Sign
Monitoring sesak dan komplikasinya
4. Edukasi
- Jelaskan penyakit bronkopneumonia
- Menjelaskan pengobatan, dan komplikasi penyakit
- Motivasi untuk ikut memantau tanda dan gejala kegawatan pada
anak.
- Motivasi orangtua tentang penanganan awal serta harus monitor
suhu anak dengan termometer bila demam.
12
IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia at bonam
Quo ad sanam : Dubia at bonam
Quo ad fungsional : Dubia at bonam
FOLLOW UP PASIEN
Tanggal Keluhan Pemeriksaan Fisik Diagnosis Terapi30 Juli 201507.00
Demam,Sesak Napas,Batuk
KU : tampak sakitVT: t : 39.4, RR: 54x, HR:120x,Cranium: mata SI (-/-) CA (-/-) napas cuping hidung (-)Leher : KGB (-/-)Cor : S1>S2 reg, Bising jtg (-), retraksi (+)Pulmo: wheezing (-) ronki (+)Abd: BU + N, timpani, T/E < 2”Ext : ADP kuat angkat, akral dingin (-)
Bronkopneumonia
Infuse Ringer Laktat guyur 200cc, 20 tpm
Ranitidine 1/3 ampul injeksi tiap 8 jam
Ondansteron 1/3 ampul injeksi tiap 8 jam
Dexametazon ¼ ampul tiap 8 jam
Cefotaxim 200 mg tiap 8 jam
Inadril 3 X ½ cth
Nebulizer Ventolin 1/3 Fulmicard 1/3 NaCl 2cc
Per 8 jam NRM 6 liter/menit
31 Juli 2015 07.00
Sesak napas berkurang,Batuk
KU : tampak sakitVT: t : 37.4, RR: 46x, HR:110x,Cranium: mata SI (-/-) CA (-/-) napas cuping hidung (-)Leher : KGB (-/-)Cor : S1>S2 reg, Bising jtg (-), retraksi (-)Pulmo: wheezing (-) ronki (+)Abd: BU + N, timpani, T/E < 2”Ext : ADP kuat angkat, akral dingin (-)
Bronkopneumonia
Infuse Ringer Laktat guyur 200cc, 20 tpm
Ranitidine 1/3 ampul injeksi tiap 8 jam
Ondansteron 1/3 ampul injeksi tiap 8 jam
Dexametazon ¼ ampul tiap 8 jam
Cefotaxim 200 mg tiap 8 jam
Inadril 3 X ½ cth
Nebulizer Ventolin 1/3 Fulmicard 1/3 NaCl 2cc
Per 8 jam NRM 6 liter/menit
-
13
1 Agustus 2015 07.00
Sesak napas berkurang, batuk berkurang
KU : tampak sakitVT: t : 36.8, RR: 34x, HR:120x,Cranium: mata SI (-/-) CA (-/-) napas cuping hidung (-)Leher : KGB (-/-)Cor : S1>S2 reg, Bising jtg (-), retraksi (-)Pulmo: wheezing (-) ronki (+) berkurangAbd: BU + N, timpani, T/E < 2”Ext : ADP kuat angkat, akral dingin (-)
Bronkopneumonia
Infuse Ringer Laktat guyur 200cc, 20 tpm
Ranitidine 1/3 ampul injeksi tiap 8 jam
Ondansteron 1/3 ampul injeksi tiap 8 jam
Dexametazon ¼ ampul tiap 8 jam
Cefotaxim 200 mg tiap 8 jam
Inadril 3 X ½ cth
2 Agustus 2015
Sesak napas (-)Batuk berkurang
KU : tampak sakitVT: t : 36.2, RR: 30x, HR:120x,Cranium: mata SI (-/-) CA (-/-) napas cuping hidung (-)Leher : KGB (-/-)Cor : S1>S2 reg, Bising jtg (-), retraksi (-)Pulmo: wheezing (-) ronki (+) berkurangAbd: BU + N, timpani, T/E < 2”Ext : ADP kuat angkat, akral dingin (-)
Bronkopneumonia
Infuse Ringer Laktat guyur 200cc, 20 tpm
Ranitidine 1/3 ampul injeksi tiap 8 jam
Ondansteron 1/3 ampul injeksi tiap 8 jam
Dexametazon ¼ ampul tiap 8 jam
Cefotaxim 200 mg tiap 8 jam
Inadril 3 X ½ cth
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI
14
Pneumonia adalah infeksi saluran akut bagian bawah yang mengenai
parenkim paru. Menurut anatomis pneumonia pada anak dibedakan
menjadi pneumonia lobaris, pneumonia interstisialis, dan
bronkopneumonia. Bronkopneumonia adalah peradangan pada paru
dimana proses peradangannya ini menyebar membentuk bercak-bercak
infiltrat yang berlokasi di alveoli paru dan dapat pula melibatkan
bronkiolus terminal.7
2. ETIOLOGI
Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus
merupakan tindakan yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan.
Patogen penyebab pneumonia pada anak bervariasi tergantung :
a. Usia
b. Status imunologis
c. Status lingkungan
d. Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara)
e. Status imunisasi
f. Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi). 4
Usia pasien merupakan peranan penting pada perbedaan dan
kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spectrum etiologi, gambaran
klinis dan strategi pengobatan. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi
kecil meliputi Streptococcus grup B dan bakteri gram negatif seperti
E.colli, pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar
dan balita pneumoni sering disebabkan oleh Streptococcus pneumonia, H.
influenzae, Stretococcus grup A, S. aureus, sedangkan pada anak yang
lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan
infeksi Mycoplasma pneumoniae.
Daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan usia dapat
dilihat di tabel 1.4
Tabel 1. Etiologi Pneumonia
Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang
15
Lahir - 20
hari
Bakteri Bakteri
E.colli Bakteri anaerob
Streptococcus grup B Streptococcus grup D
Listeria
monocytogenes
Haemophillus influenza
Streptococcus
pneumonie
Virus
CMV
HMV
3 miggu – 3
bulan
Bakteri Bakteri
Clamydia trachomatis Bordetella pertusis
Streptococcus
pneumonia
Haemophillus influenza
tipe B
Virus Moraxella catharalis
Adenovirus Staphylococcus aureus
Influenza Virus
Parainfluenza 1,2,3 CMV
4 bulan – 5
tahun
Bakteri Bakteri
Clamydia pneumonia Haemophillus influenza
tipe B
Mycoplasma
pneumonia
Moraxella catharalis
Streptococcus
pneumonia
Staphylococcus aureus
Virus Neisseria meningitides
Adenovirus Virus
Rinovirus Varisela Zoster
16
Influenza
Parainfluenza
5 tahun –
remaja
Bakteri Bakteri
Clamydia pneumonia Haemophillus influenza
Mycoplasma
pneumonia
Legionella sp
Streptococcus
pneumonia
Staphylococcus aureus
Virus
Adenovirus
Epstein-Barr
Rinovirus
Varisela zoster
Influenza
Parainfluenza
3. KLASIFIKASI
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang
memuaskan, dan pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan
etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan bahwa pembagian pneumonia
berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan terapi yang
lebih relevan. 4
a. Berdasarkan lokasi lesi di paru
Pneumonia lobaris
Pneumonia lobularis (bronkopneumoni)
Pneumonia interstitialis
b. Berdasarkan asal infeksi
Pneumonia yang didapat dari masyarkat (community acquired
pneumonia = CAP)
17
Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based
pneumonia)
c. Berdasarkan mikroorganisme penyebab
Pneumonia bakteri
Pneumonia virus
Pneumonia mikoplasma
Pneumonia jamur
d. Berdasarkan karakteristik penyakit
Pneumonia tipikal
Pneumonia atipikal
e. Berdasarkan lama penyakit
Pneumonia akut
Pneumonia persisten
Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Lingkungan dan Pejamu
Tabel 2. Klasifikasi Berdasarkan Lingkungan dan Penjamu
Tipe Klinis Epidemiologi
Pneumonia Komunitas Sporadis atau endemic; muda/orang tua
Pneumonia Nosokomial Didahului perawatan di RS
Pneumonia Rekurens Terdapat dasar penyakt paru kronik
Pneumonia Aspirasi Alkoholik, usia tua
Pneumonia pada gangguan
imun
Pada pasien transplantasi, onkologi, AIDS
4. PATOGENESIS
Istilah pneumonia mencangkup setiap keadaan radang paru dimana
beberapa atau seluruh alveoli terisi dengan cairan dan sel-sel darah. Jenis
pneumonia yang umum adalah pneumonia bakterialis yang paling sering
18
disebabkan oleh pneumokokus. Penyakit ini dimulai dengan infeksi dalam
alveoli, membran paru mengalami peradangan dan berlubang-lubang
sehingga cairan dan bahkan sel darah merah dan sel darah putih keluar dari
darah masuk kedalam alveoli. Dengan demikian, alveoli yang terinfeksi
secara progresif menjadi terisi dengan cairan dan sel-sel, dan infeksi
disebarkan oleh perpindahan bakteri dari alveolus ke alveolus.2
Pada keadaan normal, saluran respiratorik mulai dari area sublaring
sampai parenkim paru adalah steril. Saluran napas bawah ini dijaga tetap
steril oleh mekanisme pertahanan bersihan mukosiliar, sekresi
imunoglobulin A, dan batuk. Mekanisme pertahanan imunologik yang
membatasi invasi mikroorganisme patogen adalah makrofag yang terdapat
di alveolus dan bronkiolus, IgA sekretori, dan imunoglobulin lain.4
Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian
perifer melalui saluran respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi
jaringan yang mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke
jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi,
yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan
ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut stadium hepatisasi
merah. Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan
leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat. Stadium
ini disebut stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya, jumlah makrofag
meningkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis,
kuman dan debris menghilang. Stadium ini disebut stadium resolusi.
Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap
normal.4
Pneumonia viral biasanya berasal dari penyebaran infeksi di
sepanjang jalan napas atas yang diikuti oleh kerusakan epitel respiratorius,
menyebabkan obstruksi jalan napas akibat bengkak, sekresi abnormal, dan
debris seluler. Diameter jalan napas yang kecil pada bayi menyebabkan
bayi rentan terhadap infeksi berat. Atelektasis, edema interstisial, dan
ventilation-perfusion mismatch menyebabkan hipoksemia yang sering
19
disertai obstruksi jalan napas. Infeksi viral pada traktus respiratorius juga
dapat meningkatkan risiko terhadap infeksi bakteri sekunder dengan
mengganggu mekanisme pertahanan normal pejamu, mengubah sekresi
normal, dan memodifikasi flora bakterial.4
Ketika infeksi bakteri terjadi pada parenkim paru, proses patologik
bervariasi tergantung organisme yang menginvasi. M. pneumoniae
menempel pada epitel respiratorius, menghambat kerja silier, dan
menyebabkan destruksi seluler dan memicu respons inflamasi di
submukosa. Ketika infeksi berlanjut, debris seluler yang terlepas, sel-sel
inflamasi, dan mukus menyebabkan obstruksi jalan napas, dengan
penyebaran infeksi terjadi di sepanjang cabang-cabang bronkial, seperti
pada pneumonia viral. S. pneumoniae menyebabkan edema lokal yang
membantu proliferasi mikroorganisme dan penyebarannya ke bagian paru
lain, biasanya menghasilkan karakteristik sebagai bercak-bercak
konsolidasi merata di seluruh lapangan paru.5,6
Infeksi streptokokus grup A pada saluran napas bawah
menyebabkan infeksi yang lebih difus dengan pneumonia interstisial.
Pneumonia lobar tidak lazim. Lesi terdiri atas nekrosis mukosa
trakeobronkial dengan pembentukan ulkus yang compang-camping dan
sejumlah besar eksudat, edema, dan perdarahan terlokalisasi. Proses ini
dapat meluas ke sekat interalveolar dan melibatkan fasa limfatika.
Pneumonia yang disebabkan S.aureus adalah berat dan infeksi dengan
cepat menjelek yang disertai dengan morbiditas yang lama dan mortalitas
yang tinggi, kecuali bila diobati lebih awal. Stafilokokus menyebabkan
penggabungan bronkopneumoni yang sering unilateral atau lebih
mencolok pada satu sisi ditandai adanya daerah nekrosis perdarahan yang
luas dan kaverna tidak teratur.1
5. GEJALA KLINIS
Riwayat klasik dingin menggigil yang disertai dengan demam
tinggi, batuk dan nyeri dada. Anak sangat gelisah, dispnea, pernapasan
cepat dan dangkal disertai pernapasan cuping hidung dan sianosis sekitar
20
hidung dan mulut. Kadang-kadang disertai muntah dan diare. Batuk
biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit, mungkin terdapat
batuk setelah beberapa hari mula-mula kering kemudian menjadi
produktif. Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan
pemeriksaan fisik, tetapi dengan adanya nafas cepat dan dangkal,
pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar mulut dan hidung baru
dipikirkan kemungkinan pneumonia. Penyakit ini sering ditemukan
bersamaan dengan konjungtivitis, otitis media, faringitis, dan laringitis.
Anak besar dengan pneumonia lebih suka berbaring pada sisi yang sakit
dengan lutut tertekuk dengan nyeri dada.1,3,4,8
6. PEMERIKSAAN FISIK
Dalam pemeriksaan fisik ditemukan hal-hal sebagai berikut :
Suhu tubuh ≥ 38,5o C
Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal,
suprasternal, dan pernapasan cuping hidung.
Takipneu berdasarkan WHO:
Usia < 2 bulan ≥ 60 x/menit
Usia 2-12 bulan ≥ 50 x/menit
Usia 1-5 tahun ≥ 40 x/menit
Usia 6-12 tahun ≥ 28 x/menit
Pada palpasi ditemukan fremitus vokal menurun.
Pada perkusi lapangan paru redup pada daerah paru yang terkena.
Pada auskultasi dapat terdengar suara pernafasan menurun. Fine
crackles (ronki basah halus) yang khas pada anak besar bisa tidak
ditemukan pada bayi. Dan kadang terdengar juga suara bronkial.4
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
Pada pneumonia virus dan mikoplasma umumnya leukosit dalam
batas normal. Pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang
berkisar antara 15.000 – 40.000/mm3 dengan predominan PMN. Kadang-
21
kadang terdapat anemia ringan dan laju endap darah (LED) yang
meningkat. Secara umum, hasil pemeriksaan darah perifer lengkap dan
LED tidak dapat membedakan antara infeksi virus dan bakteri secara
pasti.1,4
2. C-Reactive Protein (CRP)
Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk
membedakan antara faktor infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan
bakteri, atau infeksi bakteri superfisialis dan profunda. Kadar CRP
biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan infeksi bakteri superfisialis
daripada infeksi bakteri profunda. CRP kadang digunakan untuk evaluasi
respons terhadap terapi antibiotik.1,4
Pemeriksaan CRP dan prokalsitonin juga dapat menunjang
pemeriksaan radiologi untuk mengetahui spesifikasi pneumonia karena
pneumokokus dengan nilai CRP ≥ 120 mg/l dan prokalsitonin ≥ 5 ng/ml.6
3. Pemeriksaan Mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak
rutin dilakukan kecuali pada pneumonia berat,dan jarang didapatkan hasil
yang positif. Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat berasal
dari usap tenggorok, sekret nasofaring tidak memiliki nilai yang berarti.
Diagnosis dikatakan definitif bila kuman ditemukan dari darah, cairan
pleura, atau aspirasi paru.4
4. Pemeriksaan serologis
Uji serologik untuk medeteksi antigen dan antibodi pada infeksi
bakteri tipik mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang rendah. Akan
tetapi, diagnosis infeksi Streptokokus grup A dapat dikonfirmasi dengan
peningkatan titer antibodi seperti antistreptolisin O, streptozim, atau
22
antiDnase B. Uji serologik IgM dan IgG antara fase akut dan konvalesen
pada anak dengan infeksi pneumonia oleh Chlamydia pneumonia dan
Mycoplasma pneumonia memiliki hasil yang memuaskan tetapi tidak
bermakna pada keadaan pneumonia berat yang memerlukan penanganan
yang cepat.4,6
5. Pemeriksaan Roentgenografi
Foto rontgen toraks proyeksi posterior-anterior merupakan dasar
diagnosis utama pneumonia. Tetapi tidak rutin dilakukan pada pneumonia
ringan, hanya direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat dan
timbul gejala klinis berupa takipneu, batuk, ronki, dan peningkatan suara
pernafasan. Kelainan foto rontgen toraks pada pneumonia tidak selalu
berhubungan dengan gambaran klinis. Umumnya pemeriksaan yang
diperlukan untuk menunjang diagnosis pneumonia hanyalah pemeriksaan
posisi AP. Lynch dkk mendapatkan bahwa tambahan posisi lateral pada
foto rontgen toraks tidak meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas
penegakkan diagnosis.1,4,6
Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari:
Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan
bronkovaskular, peribronchial cuffing dan overaeriation. Bila berat
terjadi pachy consolidation karena atelektasis.
Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air
bronchogram. Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut
dengan pneumonia lobaris atau terlihat sebagai lesi tunggal yang
biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu
tegas dan menyerupai lesi tumor paru disebut sebagai round
pneumonia
Bronkopneumoni ditandai dengan gambaran difus merata pada
kedua paru berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas
hingga daerah perifer paru disertai dengan peningkatan corakan
peribronkial.
23
Foto rontgen tidak dapat menentukan jenis infeksi bakteri, atipik,
atau virus. Tetapi gambaran foto rontgen toraks dapat membantu
mengarahkan kecenderungan etiologi. Penebalan peribronkial, infiltrat
interstitial merata dan hiperinflasi cenderung terlihat pada pneumonia
virus. Infiltrat alveolar berupa konsolidasi segmen atau lobar,
bronkopneumoni dan air bronchogram sangat mungkin disebabkan oleh
bakteri. 4
8. DIAGNOSIS
Diagnosis etiologik berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis
dan/atau serologis merupakan dasar terapi yang optimal. Akan tetapi,
penemuan bakteri penyebab tidak selalu mudah karena memerlukan
laboratorium penunjang yang memadai. Tidak ada gejala distress
pernafasan, takipneu, batuk, ronki, dan peningkatan suara pernafasan dapat
menyingkirkan dugaan pneumonia. Terdapatnya retraksi epigastrik,
interkostal, dan suprasternal merupakan indikasi tingkat keparahan. Pada
bronkopneumoni, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa
lobus. Foto rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti
pleuritis, atelektasis, abses paru, pneumotoraks atau perikarditis.
Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai. Pada bayi-
bayi kecil jumlah leukosit dapat berada dalam batas yang normal. Kadar
hemoglobin biasanya normal atau sedikit menurun.4,6
Tingginya angka morbiditas dan mortalitas pneumonia pada balita,
upaya penanggulangannya WHO mengembangkan pedoman diagnosis dan
tatalaksana yang sederhana. Tujuannya ialah menyederhanakan kriteria
diagnosis berdasarkan gejala klinis yang dapat dideteksi, menetapkan
klasifikasi penyakit, dan menentukan penatalaksanaan. Tanda bahaya pada
anak berusia 2 bulan-5 tahun adalah tidak dapat minum, kejang, kesadaran
menurun, stridor, mengi, demam, atau menggigil. 4
Klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman tersebut.
24
Bayi dan anak berusia 2 bulan – 5 tahun :
Pneumonia berat
- Frekuensi pernafasan pada anak umur 2-12 bulan ≥ 50 x/menit,
Usia 1-5 tahun ≥ 40 x/menit
- Adanya retraksi
- Sianosis
- Anak tidak mau minum
- Tingkat kesadaran yang menurun dan merintih (pada bayi)
- Anak harus dirawat dan di terapi dengan antibiotik
Pneumonia
- Frekuensi pernafasan pada anak umur 2-12 bulan ≥ 50 x/menit,
Usia 1-5 tahun ≥ 40 x/menit
- Adanya retraksi
- Anak perlu di rawat dan berikan terapi antibiotik
Bayi berusia di bawah 2 bulan
Pada bayi berusia dibawah 2 bulan, perjalanan penyakit lebih
bervariasi. Klasifikasi pneumonia pada kelompok usia ini adalah sebagai
berikut :
Pneumonia
- Bila ada nafas cepat ≥ 60 x/menit atau sesak nafas
- Harus dirawat dan diberikan antibiotik
Bukan pneumonia
- Tidak ada nafas cepat atau sesak nafas
- Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatik
Dasar diagnosis pneumonia menurut Henry Gorna dkk tahun 1993
adalah ditemukannya paling sedikit 3 dari 5 gejala berikut ini :
a. Sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan
dinding dada
b. Panas badan
c. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)
25
d. Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difuse.
e. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan
limfosit predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil
yang predominan.
9. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan antibiotika
Pemberian antibiotika berdasarkan derajat penyakit
Pneumonia ringan
- Amoksisilin 25 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis sehari selama 3
hari. Diwilayah resistensi penisilin yang tinggi dosis dapat
dinaikan sampai 80-90 mg/kgBB.
- Kotrimoksazol (trimetoprim 4 mg/kgBB – sulfametoksazol 20
mg/kgBB) dibagi dalam 2 dosis sehari selama 5 hari
Pneumonia berat
- Kloramfenikol 25 mg/kgBB setiap 8 jam
- Seftriakson 50 mg/kgBB i.v setiap 12 jam
- Ampisilin 50 mg/kgBB i.m sehari empat kali, dan gentamisin
7,5 mg/kgBB sehari sekali
- Benzilpenisilin 50.000 U/kgBB setiap 6 jam, dan gentamisin
7,5 mg/kgBB sehari sekali
- Pemberian antibiotik diberikan selama 10 hari pada pneumonia
tanpa komplikasi, sampai saat ini tidak ada studi kontrol
mengenai lama terapi antibiotik yang optimal
Pemberian antibiotik berdasarkan umur
Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :
- ampicillin + aminoglikosid
- amoksisillin-asam klavulanat
- amoksisillin + aminoglikosid
- sefalosporin generasi ke-3
26
Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)
- beta laktam amoksisillin
- amoksisillin-amoksisillin klavulanat
- golongan sefalosporin
- kotrimoksazol
- makrolid (eritromisin)
Anak usia sekolah (> 5 thn)
- amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)
- tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)
2. Penatalaksaan suportif
- Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas
hilang atau PaO2 pada analisis gas darah ≥ 60 torr
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
- Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena dengan
dosis awal 0,5 x 0,3 x defisit basa x BB (kg). Selanjutnya
periksa ulang analisis gas darah setiap 4-6 jam. Bila analisis
gas darah tidak bisa dilakukan maka dosis awal bikarbonat 0,5
x 2-3 mEq x BB (kg).
- Obat penurun panas dan pereda batuk sebaiknya tidak
diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan
interpretasi reaksi antibiotik awal. Obat penurun panas
diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi,
atau penderita kelainan jantung.
Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan
perbaikan yang nyata dalam 24-72 jam ganti dengan antibiotik lain
yang lebih tepat sesuai dengan kuman penyebab yang diduga
(sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti
empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak
efektif).5
27
3. Penatalaksanaan bedah
Pada umumnya tidak ada tindakan bedah kecuali bila terjadi
komplikasi pneumotoraks atau pneumomediastinum.7
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada refleksi kasus ini seorang anak perempuan berusia 6 bulan
datang ke RSU PKU Muhammadiyah Delanggu dengan keluhan utama
sesak napas sejak 5 hari sebelum masuk RS pasien mengeluh demam
tinggi disertai batuk. Setelah dilakukan alloanamnesis pada ibu pasien
diketahui sesak terjadi mendadak pada malam hari.. Keluhan dirasakan
semakin memburuk saat aktivitas dan membaik saat istirahat. Namun, saat
sakit pasien masih dapat beraktivitas seperti biasa. Semenjak sakit anak
mengalami penurunan berat badan sebanyak 1 kg. Sebelumnya pasien
sudah berobat ke bidan, namun tidak membaik, sehingga pasien dibawa ke
RSU PKU Muhammadiyah Delanggu karena sesak napas semakin
28
memburuk dan dilakukan perawatan inap. Pasien tidak pernah mengalami
keluhan ini sebelumnya. Tidak ada riwayat asma, alergi, batuk lama dan
tidak pernah di rawat inap sebelumnya. Ibu pasien mengatakan pasien
sering mengalami batuk pilek. Ibu pasien mengatakan keluarga tidak
memiliki riwayat penyakit yang sama dengan pasien. Tidak ada riwayat
batuk lama dan asma. Anak tinggal di lingkungan rumah ada keluarga
satu rumah yang merokok.
Demam tinggi diduga merupakan tanda infeksi. Adanya batuk dan
sesak nafas merupakan simpton atau gejala klinik dari gangguan sistem
pernafasan.
Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan tanggal 31 Agustus 2015
jam 10.00 WIB Dari pemeriksaan fisik pada auskultasi diperoleh Ronki
basah pada paru kanan dan kiri. Kesan gizi baik meskipun selama sakit
mengalami penurunan berat badan, pasien sudah melakukan imunnisasi
dasar secara lengkap dan tumbuh kembang anak baik sesuai umurnya,
meskipun tidak memperoleh asi secara eksklusif. Dari pemeriksaan
penunjang diperoleh leukositosis.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang
didapatkan 3 kriteria henry yaitu panas badan, ronkhi basah, dan
leukositosis yang mengarah pada diagnosis pada bronkopnemonia.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman RE, Vaughan VC. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Bagian II. Edisi 15. EGC, Jakarta: 2000. hal: 883-889
2. Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 2. EGC, Jakarta: 2006. hal 554.
3. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI, Jakarta: 2000. hal 465.
4. Pedoman Diagnosis dan Terapi Kesehatan Anak, UNPAD, Bandung: 2005.
5. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Bandung: 2005.
30
6. Pedoman Pelayanan Medis. Jilid 1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: 2010.
7. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 6, Penerbit EGC, Jakarta: 2005, hal: 804.
8. Soeparman, Waspadji S. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta: 1999. hal: 695-705.
31