radioterapi ca cervix tgs
TRANSCRIPT
I. KANKER SERVIKS DAN PENYEBABNYA
Kanker serviks adalah tumor ganas primer yang berasal dari metaplasia epitel di daerah
skuamokolumner junction yaitu daerah peralihan mukosa vagina dan mukosa kanalis servikalis. Kanker
serviks merupakan kanker yang terjadi pada serviks atau leher rahim, suatu daerah pada organ reproduksi
wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim, letaknya antara rahim (uterus) dan liang senggama
atau vagina. Kanker leher rahim biasanya menyerang wanita berusia 35-55 tahun. Sebanyak 90% dari
kanker leher rahim berasal dari sel skuamosa yang melapisi serviks dan 10% sisanya berasal dari sel
kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju ke rahim.
Kanker seviks uteri adalah tumor ganas primer yang berasal dari sel epitel skuamosa. Sebelum
terjadinya kanker, akan didahului oleh keadaan yang disebut lesi prakanker atau neoplasia intraepitel
serviks (NIS). Penyebab utama kanker leher rahim adalah infeksi Human Papilloma Virus (HPV). Saat ini
terdapat 138 jenis HPV yang sudah dapat teridentifikasi yang 40 di antaranya dapat ditularkan lewat
hubungan seksual. Beberapa tipe HPV virus risiko rendah jarang menimbulkan kanker, sedangkan tipe
yang lain bersifat virus risiko tinggi. Baik tipe risiko tinggi maupun tipe risiko rendah dapat menyebabkan
pertumbuhan abnormal pada sel tetapi pada umumnya hanya HPV tipe risiko tinggi yang dapat memicu
kanker. Virus HPV risiko tinggi yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual adalah tipe 7 ,16, 18, 31,
33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 68, 69, dan mungkin masih terdapat beberapa tipe yang lain. Beberapa
penelitian mengemukakan bahwa lebih dari 90% kanker leher rahim disebabkan oleh tipe 16 dan 18.
Yang membedakan antara HPV risiko tinggi dengan HPV risiko rendah adalah satu asam amino saja.
Asam amino tersebut adalah aspartat pada HPV risiko tinggi dan glisin pada HPV risiko rendah dan
sedang (Gastout et al, 1996). Dari kedua tipe ini HPV 16 sendiri menyebabkan .
II. FAKTOR RESIKO KANKER LEHER RAHIM
Faktor yang mempengaruhi kanker serviks yaitu :
• Usia > 35 tahun mempunyai risiko tinggi terhadap kanker leher rahim. Semakin tua usia
seseorang, maka semakin meningkat risiko terjadinya kanker laher rahim. Meningkatnya risiko kanker
leher rahim pada usia lanjut merupakan gabungan dari meningkatnya dan bertambah lamanya waktu
pemaparan terhadap karsinogen serta makin melemahnya sistem kekebalan tubuh akibat usia.
• Usia pertama kali menikah. Menikah pada usia kurang 20 tahun dianggap terlalu muda untuk
melakukan hubungan seksual dan berisiko terkena kanker leher rahim 10-12 kali lebih besar daripada
mereka yang menikah pada usia > 20 tahun. Hubungan seks idealnya dilakukan setelah seorang wanita
benar-benar matang.
• Wanita dengan aktivitas seksual yang tinggi, dan sering berganti-ganti pasangan. Berganti-
ganti pasangan akan memungkinkan tertularnya penyakit kelamin, salah satunya Human Papilloma Virus
(HPV). Virus ini akan mengubah sel-sel di permukaan mukosa hingga membelah menjadi lebih banyak
sehingga tidak terkendali sehingga menjadi kanker.
• Penggunaan antiseptik. Kebiasaan pencucian vagina dengan menggunakan obat-obatan
antiseptik maupun deodoran akan mengakibatkan iritasi di serviks yang merangsang terjadinya kanker.
• Wanita yang merokok. Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker
serviks dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Penelitian menunjukkan, lendir serviks pada
wanita perokok mengandung nikotin dan zat-zat lainnya yang ada di dalam rokok. Zat-zat tersebut akan
menurunkan daya tahan serviks di samping meropakan ko-karsinogen infeksi virus. Nikotin,
mempermudah semua selaput lendir sel-sel tubuh bereaksi atau menjadi terangsang, baik pada mukosa
tenggorokan, paru-paru maupun serviks. Namun tidak diketahui dengan pasti berapa banyak jumlah
nikotin yang dikonsumsi yang bisa menyebabkan kanker leher rahim.
• Riwayat penyakit kelamin seperti kutil genitalia. Wanita yang terkena penyakit akibat
hubungan seksual berisiko terkena virus HPV, karena virus HPV diduga sebagai penyebab utama
terjadinya kanker leher rahim sehingga wanita yang mempunyai riwayat penyakit kelamin berisiko
terkena kanker leher rahim.
• Paritas (jumlah kelahiran). Semakin tinggi risiko pada wanita dengan banyak anak, apalagi
dengan jarak persalinan yang terlalu pendek..
• Penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka waktu lama. Penggunaan kontrasepsi oral yang
dipakai dalam jangka lama yaitu lebih dari 4 tahun dapat meningkatkan risiko kanker leher rahim 1,5-2,5
kali. Kontrasepsi oral mungkin dapat meningkatkan risiko kanker leher rahim karena jaringan leher rahim
merupakan salah satu sasaran yang disukai oleh hormon steroid perempuan.
III. KLASIFIKASI STADIUM KANKER SERVIKS
Penentuan tahapan klinis penting dalam memperkirakan penyebaran penyakit, membantu
prognosis rencana tindakan, dan memberikan arti perbandingan dari metode terapi. Tahapan stadium
klinis yang dipakai sekarang ialah pembagian yang ditentukan oleh The International Federation Of
Gynecologi And Obstetric (FIGO) tahun 1976. Pembagian ini didasarkan atas pemeriksaan klinik,
radiologi, suktase endoserviks dan biopsi. Tahapan –tahapan tersebut yaitu :
a. Karsinoma pre invasif
b. Karsinoma in-situ, karsinoma intraepitel
c. Kasinoma invasive
Stadium kanker serviks menurut klasifikasi FIGO (Wiknyosastro (1997)
IV. PATOFISIOLOGI KANKER SERVIKS
Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan
endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai squamo-columnar junction (SCJ). Histologi antara epitel
gepeng berlapis (squamous complex) dari portio dengan epitel kuboid/silindris pendek selapis bersilia
dari endoserviks kanalis serviks. Pada wanita SCJ ini berada di luar ostius uteri eksternum, sedangkan
pada waniya umur > 35 tahun, SCJ berada di dalam kanalis serviks. Tumor dapat tumbuh :
1. Eksofilik mulai dari SCJ ke arah lUmen vagina sebagai masa yang mengalami infeksi sekunder
dan nekrosis.
2. Endofilik mulai dari SCJ tumbuh ke dalam stomaserviks dan cenderung untuk mengadakan
infiltrasi menjadi ulkus.
3. Ulseratif mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan serviks dengan melibatkan
awal fornises vagina untuk menjadi ulkus yang luas.
Serviks normal secara alami mengalami proses metaplasi/erosio akibat saling desak-mendesak
kedua jenis epitel yang melapisi. Dengan masuknya mutagen, porsio yang erosif (metaplasia skuamosa)
yang semula fisiologik dapat berubah menjadi patologik melalui tingkatan NIS I, II, III dan KIS untuk
akhirnya menjadi karsinoma invasif.. Sekali menjadi mikroinvasif atau invasif, prose keganasan akan
berjalan terus.
Periode laten dari NIS – I s/d KIS 0 tergantung dari daya tahan tubuh penderita. Umumnya fase
pra invasif berkisar antara 3 – 20 tahun (rata-rata 5 – 10 tahun). Perubahan epitel displastik serviks secara
kontinyu yang masih memungkinkan terjadinya regresi spontan dengan pengobatan / tanpa diobati itu
dikenal dengan Unitarian Concept dari Richard. Hispatologik sebagian besar 95-97% berupa epidermoid
atau squamos cell carsinoma sisanya adenokarsinoma, clearcell carcinoma/mesonephroid carcinoma dan
yang paling jarang adalah sarcoma.
V. GEJALA KLINIS KANKER SERVIKS
Pada tahap awal, terjadinya kanker serviks tidak ada gejala-gejala khusus. Biasanya timbul
gejala berupa ketidak teraturannya siklus haid, amenorhea, hipermenorhea, dan penyaluran sekret vagina
yang sering atau perdarahan intermenstrual, post koitus serta latihan berat. Perdarahan yang khas terjadi
pada penyakit ini yaitu darah yang keluar berbentuk mukoid. Gejala kanker serviks pada kondisi pra-
kanker ditandai dengan Fluor albus (keputihan) merupakan gejala yang sering ditemukan getah yang
keluar dari vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan. Dalam hal
demikian, pertumbuhan tumor menjadi ulseratif. Perdarahan yang dialami segera setelah bersenggama
(disebut sebagai perdarahan kontak) merupakan gejala karsinoma serviks (75 -80%)..
Nyeri dirasakan dapat menjalar ke ekstermitas bagian bawah dari daerah lumbal. Pada tahap
lanjut, gejala yang mungkin dan biasa timbul lebih bervariasi, sekret dari vagina berwarna kuning, berbau
dan terjadinya iritasi vagina serta mukosa vulva. Perdarahan pervagina akan makin sering terjadi dan
nyeri makin progresif. Menurut Baird (1991) tidak ada tanda-tanda khusus yang terjadi pada klien kanker
serviks. Perdarahan setelah koitus atau pemeriksaan dalam (vaginal toussea) merupakan gejala yang
sering terjadi. Karakteristik darah yang keluar berwarna merah terang dapat bervariasi dari yang cair
sampai menggumpal. Gejala lebih lanjut meliputi nyeri yang menjalar sampai kaki, hematuria dan gagal
ginjal dapat terjadi karena obstruksi ureter. Perdarahan rektum dapat terjadi karena penyebaran sel kanker
yang juga merupakan gejala penyakit lanjut.
VI. DIAGNOSIS KANKER SERVIKS
Pap Smear
Pap smear dapat mendeteksi sampai 90 % kasus kanker serviks secara akurat dan dengan biaya
yang tidak terlalu mahal.. Akibatnya angka kematian akibat kanker servikpun menurun sampai
lebih dari 50 %. Setiap wanita yang telah aktif secara seksual / atau usianya telah mencapai 18
tahun, sebaiknya menjalani pap smear secara teratur yaitu 1 kali / tahun.. Jika selam 3 kali
berturut – turut menunjukkan hasil yang normal, pap smear bias dilakukan 1 kali / 2 – 3 tahun.
Hasil pemeriksaan pap smear menunjukkan stadium dari kanker serviks :
- displasia ringan ( perubahan dini yang belum bersifat ganas )
- displasia berat ( perubahan lanjut yang belum bersifat ganas )
- karsinoma insitu ( kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar )
- kanker invasive ( kanker telah menyebar lapisan serviks yang lebih dalam / ke organ
tubuh lainnya )
Biopsy (aspirasi, eksisi, jarum, melubangi)
Dilakukan untuk diagnosa banding dan menggambarkan pengobatan dan dapat dilakukan
melalui sumsum tulang, kulit, organ, dsb.
Penanda tumor
Zat yang dihasilkan dan disekresikan oleh sel tumor dan ditemukan dalam serum (CEA, antigen
spesifik prostat, HCG, dll.)
Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan intravena urografi, yang dilakukan pada kanker serviks tahap lanjut, yang dapat
menunjukkan adanya obstruksi pada ureter terminal. Pemeriksaan radiologi direkomendasikan
untuk mengevaluasi kandung kemih dan rektum yang meliputi sitoskopi, pielogram intravena
(IVP), enema barium, dan sigmoidoskopi. Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau scan CT
abdomen / pelvis digunakan untuk menilai penyebaran lokal dari tumor dan / atau terkenanya
nodus limpa regional
VII PENGOBATAN KANKER SERVIKS
Terapi karsinoma serviks dilakukan bila mana diagnosis telah dipastikan secara histologik dan
sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim yang sanggup melakukan rehabilitasi dan
pengamatan la njutan (tim kanker / tim onkologi). Pemilihan pengobatan kanker leher rahim tergantung
pada lokasi dan ukuran tumor, stadium penyakit, usia, keadaan umum penderita, dan rencana penderita
untuk hamil lagi. Lesi tingkat rendah biasanya tidak memerlukan pengobatan lebih lanjut, terutama jika
daerah yang abnormal seluruhnya telah diangkat pada waktu pemeriksaan biopsi. Pengobatan pada lesi
prekanker bisa berupa kriosurgeri (pembekuan), kauterisasi (pembakaran, juga disebut diatermi),
pembedahan laser untuk menghancurkan sel-sel yang abnormal tanpa melukai jaringan yang sehat di
sekitarnya dan LEEP (loop electrosurgical excision procedure) atau konisasi
1. Pembedahan
Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar), seluruh kanker
sering kali dapat diangkat dengan bantuan pisau bedah ataupun melalui LEEP (loop electrosurgical
excision procedure) atau konisasi. Dengan pengobatan tersebut, penderita masih bisa memiliki anak.
Karena kanker bisa kembali kambuh, dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan ulang dan Pap smear
setiap 3 bulan selama 1 tahun pertama dan selanjutnya setiap 6 bulan. Jika penderita tidak memiliki
rencana untuk hamil lagi, dianjurkan untuk menjalani histerektomi. Pembedahan merupakan salah
satu terapi yang bersifat kuratif maupun paliatif. Kuratif adalah tindakan yang langsung
menghilangkan penyebabnya sehingga manifestasi klinik yang ditimbulkan dapat dihilangkan.
Sedangkan tindakan paliatif adalah tindakan yang berarti memperbaiki keadaan penderita.
Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk mengangkat uterus dan serviks
(total) ataupun salah satunya (subtotal). Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA
(klasifikasi FIGO). Umur pasien sebaiknya sebelum menopause, atau bila keadaan umum baik, dapat
juga pada pasien yang berumur kurang dari 65 tahun. Pasien juga harus bebas dari penyakit umum
(resiko tinggi) seperti penyakit jantung, ginjal dan hepar.
2. Kemoterapi
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat melalui infus, tablet, atau
intramuskuler. Obat kemoterapi digunakan utamanya untuk membunuh sel kanker dan menghambat
perkembangannya. Tujuan pengobatan kemoterapi tegantung pada jenis kanker dan fasenya saat
didiag nosis. Beberapa kanker mempunyai penyembuhan yang dapat diperkirakan atau dapat sembuh
dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan mungkin hanya diberikan untuk
mencegah kanker yang kambuh, ini disebut pengobatan adjuvant. Dalam beberapa kasus, kemoterapi
diberikan untuk mengontrol penyakit dalam periode waktu yang lama walaupun tidak mungkin
sembuh. Jika kanker menyebar luas dan dalam fase akhir, kemoterapi digunakan sebagai paliatif
untuk memberikan kualitas hidup yang lebih baik. Kemoterapi secara kombinasi telah digunakan
untuk penyakit metastase karena terapi dengan agen-agen dosis tunggal belum memberikan
keuntungan yang memuaskan. Contoh obat yang digunakan pada kasus kanker serviks antara lain
CAP (Cyclophopamide Adrem ycin Platamin), PVB (Platamin Veble Bleomycin) dan lain –lain.
3. Radioterapi
A. Persiapan Radioterapi
Persiapan radioterapi meliputi pemeriksan laboratorium lengkap, BNO-IVP, pemeriksaan
radiologik tulang-tulang pelvis dan lumbal, mempersiapkan mental penderita. Pemeriksaan laboratorium
meliputi darah tepi, gula darah, kimia darah, EKG. Bila ada anemia harus dikoreksi dulu, karena keadaan
anoksia akan mengurangi kepekaan sel-sel kanker terhadap radiasi, infeksi lokal juga harus diobati dulu
dengan antibiotika lokal ataupun sistemik. Pemeriksaan BNO-IVP diperlukan untuk menetapkan fungsi
ginjal dan untuk menentukan apakah ureter terkena atau tidak. Mental penderita dipersiapkan dengan cara
menjelaskan tentang penyakitnya, cara radiasi (luar atau intrakaviter), efek samping, lama dirawat di
rumah sakit, tentang haid dan hubungan seksual di kemudian hari.
Persiapan radiasi meliputi konsultasi, stimulasi, potograf dan block and shields. Konsultasi
merupakan tahap paling awal dari pengobatan radioterapi. Pada saat konsultasi, ahli radioterapi akan
mengambil data pasien secara akurat, riwayat penyakit serta berbagai pemeriksaan laboratorium lainnya
yang mungkin diperlukan, Stimulasi kemudian dilakukan, yakni perencanaan radioterapi yang akan
diberikan. Pada tahap ini pasien akan datang ke bagian radioterapi, kemudian berbaring dibawah suatu
mesin yang disebut stimulator. Beberapa peralatan mungkin diperlukan untuk mencegah pasien bergerak
atau merubah posisi agar pengobatan diberikan pada tempat yang tepat. Kemudian akan dibuat beberapa
tanda dan mungkin beberapa foto rontgen yang akan diambil. Foto rontgen yang diambil itu pada
nantinya akan mempermudah ahli radioterapi untuk melakukan pengobatan di kemudian hari, karena
pasien akan mendapatkan radioterapi selama beberapa kali. Stimulasi merupakan tahap yang penting
dalam proses radioterapi. Perlindungan dan pengaman diperlukan selama pasien menjalani pengobatan
radioterapi, yang akan melindungi sel-sel normal dari efek radiasi.
B. Jenis Radioterapi
Dikenal beberapa jenis radioterapi, yaitu radioterapi eksternal dimana terdapat jarak antara
sumber radiasi dengan kulit penderita dengan Cobalt 60 atau linear accelerator. Lapangan operasi
digambar lebih dahulu sebelumnya atau pada hari radiasi dan penderita disuruh datang pada jam yang
telah ditentukan tanpa persiapan khusus. Brachiterapi yaitu sumber radiasi ditempelkan pada tumor,
contohnya brachiterapi intracavitair karsinoma serviks dan radiasi internal dengan memasukkan cairan
radioaktif secara oral ataupun intravena. Misalnya dengan menggunakan Jodium 131 radioaktif untuk
terapi adenokarsinoma papiliferum dan folikular tiroid.
C. Radioterapi Eksternal
Peranan Radioterapi Eksternal Seluruh Panggul (Whole Pelvis)
Radioterapi eksternal pada seluruh panggul (whole pelvis radiation) dapat digunakan untuk
radioterapi tumor-tumor yang terletak di panggul seperti karsinoma vesica urinaria, prostat, serviks,
uterus dan rektum. Kebijakan apakah metastasis limfonodi dimasukkan dalam target volume lapangan
radioterapi eksternal whole pelvis tergantung pada derajat histologi, stadium tumor primer, pola infiltrasi
tumor, pola metastasis jauh. Dosis maksimum pada tumor-tumor di panggul tergantung dari dosis
toleransi maksimal jaringan normal di panggul. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya dosis radiasi
eksternal whole pelvis adalah umur penderita dimana terapi radiasi kurang dapat ditoleransi pada
penderita umur tua dengan keadaan umum yang buruk, beberapa keadaan yang menyebabkan turunnya
dosis toleransi seperti pada kelainan vaskuler pada diabetes, arteriosklerosis yang diikuti hipertensi,
penyakit pada kolon dan rektum sebelumnya, pembedahan maupun kemoterapi yang telah diberikan.
Bagian superior panggul secara normal terisi oleh usus halus ileum yang bergerak bebas dengan dosis
toleransi maksimum adalah 4 Gy dan 50 Gy dalam 4,5 sampai 5 minggu, sehingga dosis radiasi
maksimum whole pelvis tidak boleh melebihi dosis toleransi usus halus sebesar 45 Gy-50 Gy.
Dosis yang radikal, lebih tinggi dari 50 Gy, akan menyebabkan adhesi segmen usus yang
teradiasi serta atrofi villi chorialis sehingga fungsi absorbsi makanan dan cairan terganggu. CT scan
panggul menunjukkan vesica urinaria yang penuh terbukti dapat mendorong usus halus ke superior,
keluar lapangan radiasi whole pelvis, sehingga disarankan pada saat radiasi whole pelvis, sebaiknya vesica
urinaria penuh.
Struktur dalam panggul yang harus dilindungi adalah rektum, sigmoid serta caput femoris yang
terkena radiasi lapangan lateral. Proktitis dan tenesmus merupakan efek samping radiasi.
Definisi target volume pada karsinoma serviks uteri
Target volume meliputi tumor primer, limfonodi pelvis, limfonodi parailiaka dan limfonodi
iliaka komunis. Target volume ini harus mendapatkan dosis yang homogen sebesar 50. Agar setiap organ
yang menjadi target volume mendapatkan dosis 50 Gy secara homogen, dapat dilaksanakan dengan
menggunakan 4 lapangan radiasi yaitu lapangan anterior, posterior, lateral kanan, lateral kiri. Sehingga
target volume berupa sebuah "kotak" yang terdapat didalam panggul dimana serviks, korpus uteri,
parametrium, salfing, tuba, ovarium kelenjar limfe regional (limfonodi paraservikal, limfonodi
parailiakal, limfonodi paraaortal) sebagian dinding lateral panggul keras, bagian anterior rektum, bagian
posterior vesika urinaria, semuanya masuk didalam "kotak" target volume. Teknik ini disebut "box
system" yang terutama digunakan pada karsinoma serviks uteri stadium inoperable yaitu IIB, IIIA, IIIB
yang tumornya masih utuh, yang infiltratif ke parametrium atau vagina. Untuk karsinoma serviks uteri
stadium IA/1B post operasi pan histerektomi dan karsinoma serviks IIA post operasi Wertheim, teknik
radiasi whole pelvis 2 lapangan anterior-posterior dapat digunakan karena yang harus dieradikasi dengan
radioterapi berupa mikroskopik residual disease karena stadiumnya masih dini sehingga 2 lapangan AP-
PA sudah mencukupi.
Batas-batas lapangan anterior posterior whole pelvis meliputi batas atas tepi atas vertebra
lumbal V, batas bawah tepi bawah foramen obturatoria, batas lateral 2 cm lateral dari linea inominata.
Batas-batas lapangan radiasi lateral whole pelvis meliputi batas atas corpus vertebra lumbal V, batas
bawah foramen obturatoria, batas posterior adalah tepi posterior simfisis ossis pubis.
Radioterapi eksternal pada karsinoma serviks uteri pasca wertheim
Indikasi radioterapi eksternal pada karsinoma serviks uteri stadium Ia, Ib, IIa adalah terdapat
metastasis limfonodi para iliaka dan para aorta, jenis histologi karsinoma epidermoid berdiferensiasi
buruk, sayatan operasi tidak bebas tumor.
Khusus untuk karsinoma serviks uteri pasca operasi wertheim karena yang dihadapi adalah
mikroskopik disease, radiasi eksternal dapat diberikan dengan dua lapangan anterior posterior dan
posteroanterior dengan dosis 48 Gy s/d 50 Gy dalam 25 fraksi radiasi, dosis perfraksi 2 Gy. Target
volume adalah tumor bed bekas tempat serviks, uterus dan adneksa, proksimal vagina pada punctum
bekas operasi, limfonodi parailiakal, parailiaka komunis.
Bila pada akhir radiasi box system masih didapatkan residual disease pada punctum vagina,
yang dibuktikan dengan pemeriksaan pap smear, dapat dilakukan booster radiasi dengan brakiterapi ovoid
kembar, dengan dosis 500 cGy 2 cm dari source sebanyak 2 kali aplikasi.
Radioterapi eksternal pada karsinoma serviks uteri stadium inoperable IIb, IIIA dan I1Ib
Target volume adalah proksimal vagina, forniks vagina, portio uteri, serviks uteri, korpus uteri,
parametrium, salfing, tuba, ovarium, kelenjar limfe regional (Limfonodi paraservikal, limfonodi
parailiakal, limfonodi paraaortal) sebagian dinding lateral panggul keras, bagian anterior rektum, bagian
posterior vesika urinaria. Teknik radiasi whole pelvis menggunakan sistem box 4 lapangan dengan batas
lapangan seperti sudah disebutkan sebelumnya.
Dosis yang digunakan adalah 46 Gy- 50 Gy dalam 23-25 fraksi radiasi, 2 Gy per fraksi.
Kontribusi dosis dari lapangan anterior 0,6 Gy, lapangan posterior 0,6 Gy, lapangan lateral kanan 0,4 Gy,
lapangan lateral kiri 0,4 Gy. Total dalam 1 hari mendapat dosis per fraksi 2 Gy. Kontribusi dosis dapat
berubah sesuai bentuk panggul, panggul semakin besar dan pipih maka kontribusi dosis dari lapangan
lateral makin kecil < 0,4 Gy, kontribusi dari lapangan anterior dan posterior > 0,6 Gy.
D. Brakiterapi Karsinoma Serviks
Brakiterapi adalah radiasi dalam jarak yang dekat. Sumber radiasi berbentuk kabel, lempengan
yang dimasukkan ke dalam tumor untuk menyalurkan radiasi dengan dosis tinggi. Sumber radioaktif ini
adalah cesium, iridium dan iodine. Pengobatan tipe ini sangat efektif untuk beberapa jenis kanker, seperti
kanker serviks, beberapa kasus kanker leher dan kepala serta kanker paru-paru.
Terdapat dua jenis brakiterapi. Radiasi intrakaviter adalah salah satu jenis brakiterapi dimana
sumber radiasi ditempatkan pada suatu gagang dan dimasukkan ke dalam organ tubuh, seperti uterus atau
vagina. Radiasi interstisial, pada jenis ini sumber radiasi langsung dimasukkan pada jaringan tubuh dan
diletakkan langsung pada tumor. "High dose rate brachytherapy" merupakan jenis brakiterapi yang baru
yang sangat populer belakangan ini. Sebuah mesin yang memiliki sumber radiasi dengan aktivitas yang
sangat tinggi, kemudian sumber itu disalurkan melalui kateter ke organ yang ada di dekat tumor.
Brakiterapi intracaviter pada karsinoma serviks uteri memungkinkan memberikan dosis yang
tinggi pada sentral tumor primer di serviks uteri untuk mendapatkan kontrol tumor lokal yang maksimal
tanpa melebihi dosis toleransi maksimal pada jaringan normal sekitar tumor. Hal ini dimungkinkan
karena uterus normal dan vagina bersifat relatif radioresisten, sehingga penurunan dosis yang tajam pada
jarak 2 cm dari source radiactive didalam seviks dan uterus serta vagina akan melindungi jaringan normal
sekitar serviks yaitu rektum, vesika urinaria dan intestinum ileum.
E. Radioterapi Radikal
Radioterapi radikal diindikasikan untuk kasus-kasus nonoperable. Pengobatan terdiri dari
radioterapi eksternal (24 kali pengobatan selama 5 minggu) dilanjutkan dengan pengobatan intrakavitas
selama 3 kali. Terapi ini biasanya dilakukan bersamaan dengan pemberian kemoterapi dengan sisplatin.
Radioterapi ajuvan diindikasikan sebagai pengobatan lanjutan pada pasien post operasi histerektomi
radikal dimana didapatkan sel ganas pada limfonodi pelvis dengan batas yang tertutup (25 kali
pengobatan selama 5 minggu).
Kanker vagina
Ini merupakan kasus yang jarang dan manajemennya serupa dengan kanker serviks.
Kanker endometrium
Radioterapi ajuvan diberikan pada pasien dengan risiko tinggi pada stadium I (stadium Ic dan semua
stadium III). Idealnya radioterapi diberikan dalam konteks percobaan ASTEC. Pengobatan terdiri dari
radioterapi eksternal (20-25 pengobatan selama 3 hari). Radioterapi ajuvan dan brachiterapi diberikan
pada wanita dengan stadium II-III. Pada beberapa wanita dengan stadium IIa dengan grade 1-2 pemberian
brakiterapi saja bisa diterapkan (6 kali pemberian). Sarkoma uteri jarang ditemukan dan radioterapi
adjuvant bisa diberikan pada kasus ini.
F. Efek Samping Radioterapi
Efek samping radioterapi bervariasi pada tiap pasien. Secara umum efek samping tersebut
tergantung dari dosis terapi, target organ dan keadaan umum pasien. Beberapa efek samping berupa
kelelahan, reaksi kulit (kering, memerah, nyeri, perubahan warna dan ulserasi), penurunan sel-sel darah,
kehilangan nafsu makan, diare, mual dan muntah bisa terjadi pada setiap pengobatan radioterapi.
Kebotakan bisa terjadi tetapi hanya pada area yang terkena radioterapi. Radiasi tidak menyebabkan
kehilangan rambut yang total. Pasien yang menjalani radiasi eksternal tidak bersifat radioaktif setelah
pengobatan sehingga tidak berbahaya bagi orang di sekitarnya. Efek samping umumnya terjadi pada
minggu ketiga atau keempat dari pengobatan dan hilang dua minggu setelah pengobatan selesai.
Untuk mengurangi efek samping radioterapi beberapa hal perlu dilakukan. Bila terdapat
kelelahan, pasien dianjurkan untuk tetap beraktivitas seperti biasa, bila memang diperlukan maka
aktivitas bisa dikurangi, usahakan untuk bisa tidur nyenyak di malam hari serta beristirahat yang cukup.
Bila terjadi kehilangan nafsu makan maka sebaiknya pasien dianjurkan untuk makan segala makanan
yang diinginkan, makan dalam jumlah kecil tetapi sering, hindari memakan makanan yang kering, minum
banyak air, bisa diberikan makanan suplemen untuk meningkatkan nafsu makan. Perubahan kulit yang
terjadi bisa dikurangi dengan tidak menggunakan produk-produk pada kulit sebelum radioterapi,
menggunakan baju yang tidak terlalu sempit, menggunakan sabun yang lembut dan air hangat pada saat
membasuh tubuh, dilarang menggosok terlalu keras pada area yang terkena radioterapi, hindari
temperatur yang terlalu panas atau terlalu dingin serta hindari sinar matahari langsung. Pada umumnya
efek samping dari radioterapi akan hilang dengan sendirinya setelah pengobatan dihentikan. Tetapi pada
beberapa kasus yang jarang akan terjadi efek samping yang berkepanjangan karena radiasi menyebabkan
kerusakan pada organ dalam yang berhubungan atau berdekatan dengan tempat tumor.
VII. PROGNOSIS KANKER SERVIKS
Prognosis kanker serviks adalah buruk. Prognosis yang buruk tersebut dihubungkan dengan 85-
90 % kanker serviks terdiagnosis pada stadium invasif, stadium lanjut, bahkan stadium terminal
(Suwiyoga, 2000; Nugroho, 2000). Selama ini, beberapa cara dipakai menentukan faktor prognosis adalah
berdasarkan klinis dan histopatologis seperti keadaan umum, stadium, besar tumor primer, jenis sel,
derajat diferensiasi Broders. Prognosis kanker serviks tergantung dari stadium penyakit. Umumnya, 5-
years survival rate untuk stadium I lebih dari 90%, untuk stadium II 60-80%, stadium III kira - kira 50%,
dan untuk stadium IV kurang dari 30% (Geene,1998; Kenneth, 2000).
1. Stadium 0 100 % penderita dalam stadium ini akan sembuh.
2. Stadium 1 Kanker serviks stadium I sering dibagi menjadi IA dan IB. Dari semua wanita
yang terdiagnosis pada stadium IA memiliki 5-years survival rate sebesar 95%. Untuk stadium IB 5-years
survival rate sebesar 70 sampai 90%. Ini tidak termasuk wanita dengan kanker pada limfonodi mereka.
3. Stadium 2 Kanker serviks stadium 2 dibagi menjadi 2, 2A dan 2B. Dari semua wanita yang
terdiagnosis pada stadium 2A memiliki 5-years survival rate sebesar 70-90%. Untuk stadium 2B 5-years
survival rate sebesar 60 sampai 65%.
4. Stadium 3 Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 30-50%.
5. Stadium 4 Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 20-30%. 6. Stadium 5 Pada
stadium ini 5-years survival rate -nya sebesar 5-10%.
DAFTAR PUSTAKA
1. Tjokronagoro, M.. Biologi Sel Tumor Maligna. Fakultas Kedokteran UGM, 2001.
2. Radiotherapy. http://www.cancerlinksusa.com/radiation/info.htm.
3. Azis F., Kampono N., Sjamsudin S., Djakarta M.. Manual Prekanker dan Kanker Serviks uterus. Bagian Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran UI. Jakarta. Edisi pertama. 1985.
4. Safety Consideration for Health Care Workers Caring for Radiotherapy. Resource Manual. Health care helath & safety association of ontario (HCHSA). Toronto, Ontario. 2003
BAGIAN RADIOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKALAH
FEBRUARI 2012
RADIOTERAPI KANKER SERVIKS
DISUSUN OLEH
ISBUL C11108261
HADIIDMAN RANTE 110 207 126
BAGIAN RADIOLOGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012