perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun...

224
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pembangunan nasional memerlukan sumber pendanaan yang tidak kecil guna mencapai sasarannya: pertumbuhan ekonomi, pendapatan perkapita, kesempatan kerja distribusi pendapatan, dan lain-lain. sasaran ini terus di upayakan untuk di tingkatkan kualitasnya dari waktu ke waktu. upaya memperbaiki dan memperkuat sektor keuangan khususnya industri perbankan menjadi sangat penting. Sektor perbankan memiliki peran yang sangat vital, antara lain sebagai pengatur urat nadi perekonomian nasional. Lancarnya aliran uang sangat diperlukan untuk mendukung kegiatan ekonomi. Kondisi sektor perbankan yang sehat dan kuat penting menjadi sasaran akhir dari kebijakan di sektor perbankan. Peran sektor perbankan dalam pembangunan juga dapat di lihat 1

Upload: ade-didik-irawan

Post on 28-Jul-2015

1.180 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

TRANSCRIPT

Page 1: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Pembangunan nasional memerlukan sumber pendanaan yang tidak kecil guna

mencapai sasarannya: pertumbuhan ekonomi, pendapatan perkapita, kesempatan

kerja distribusi pendapatan, dan lain-lain. sasaran ini terus di upayakan untuk di

tingkatkan kualitasnya dari waktu ke waktu. upaya memperbaiki dan memperkuat

sektor keuangan khususnya industri perbankan menjadi sangat penting. Sektor

perbankan memiliki peran yang sangat vital, antara lain sebagai pengatur urat nadi

perekonomian nasional. Lancarnya aliran uang sangat diperlukan untuk mendukung

kegiatan ekonomi. Kondisi sektor perbankan yang sehat dan kuat penting menjadi

sasaran akhir dari kebijakan di sektor perbankan. Peran sektor perbankan dalam

pembangunan juga dapat di lihat pada fungsinya sebagai alat transmisi kebijakan

moneter. Disamping itu, perbankan merupakan alat yang sangat vital dalam

menyelenggarakan transaksi pembayaran, baik nasional maupun internasional.

Mengingat pentingnya fungsi ini, maka upaya menjaga kepercayaan masyarakat.

1

Page 2: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

Terhadap perbankan menjadi bagian yang sangat penting untuk diperhatikan oleh

bank.1

Bisnis perbankan merupakan bisnis yang penuh risiko, di samping

menjanjikan keuntungan yang besar jika di kelola secara baik dan hati-hati.dikatakan

sebagai bisnis penuh risiko karena aktivitasnya sebagian besar mengandalkan dana

titipan masyarakat, baik dalam bentuk tabungan giro maupun deposito. Besarnya

peran yang diperhatikan oleh sektor perbankan, bukan berarti membuka peluang

sebebas-bebasnya bagi siapa saja untuk mendirikan, mengelola ataupun menjalankan

bisnis perbankan tanpa di dukung dengan aturan perbankan yang baik dan sehat.

pemerintah melalui otoritas keuangan dan perbankan berwenang menetapkan aturan

dan bertanggung jawab melakukan pengawasan terhadap jalannya usaha dan aktivitas

perbankan oleh karenanya, kebijakan pemerintah disektor perbankan harus di arahkan

pada upaya mewujudkan perbankan yang sehat, kuat dan kokoh. Hal ini mengingat

kebijakan di bidang perbankan ini tidak lagi semata-mata memegang pernan penting

dalam pengembangan infrasturktur keuangan dalam rangka mengatasi kesenjangan

antara tabungan dan investasi, tetapi juga berperan penting dalam memelihara

kesetabilan ekonomi makro melalui keterkaitannya dengan efektivitas kebijakan

moneter 2

Pemerintah telah cukup mencurahkan perhatian pada penyempurnaan

peraturan-peraturan hukum di bidang perbankan . Mulai dari undang-undang hingga

1 Adrian Sutedi, Hukum Perbankan Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi, dan Kepailitan.,Sinar Grafika, Jakarta 2007, hlm., 130

2 Ibid., hlm 131.

Page 3: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

peraturan yang sifatnya teknis sudah cukup tersedia. Bahkan, peraturan yang

berhubungan dengan prinsip kehati-hatian pun sudah sangat memadai. Namun

demikian, kelengkapan peraturan terutama menyangkut prinsip kehati-hatian tidaklah

cukup untuk dijadikan ukuran bahwa perbankan nasional lepas dari segala

permasalahan. Buktinya sebagian besar bank nasional (khususnya bank swasta)

merupakan bank bermasalah, yang satu persatu masuk pengawasan Badan

Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) bahkan lebih tragis lagi beberapa bank

swasta nasional terpaksa di likuidasi pada masa pemerintahan Sosilo Bambang

Yhudhoyono.3

Salah satu contoh bank sawasta tersebut adalah Bank Century, laporan

keuangan Bank Century pada rapat KSSK pada tanggal 20-21 November 2008 jam

00:11WIB – 05:00 WIB, dalam salinan notulensi rapat KSSK, inilah rincian dana

yang telah di kucurkan oleh LPS dan penarikan dana nasabah di Bank Century,

adalah sebagai berikut:4

1. Kucuran dana LPS (biaya penyelamatan):

a. 20 Nov 2008 (saat penyelamatan): Rp 632 miliar

b. Juli 2009 : Rp 6,76 triliun. (msh tersisa sekitar Rp 2 triliun di brangkas

Century untuk memenuhi rasio kecukupan modal /CAR 8% yang di

persyaratkan Bank Indonesia

2. Dana Nasabah (saat penyelamatan 20 November 2008)

3 Ibid. 4 M. Muifti Mubarok Membongkar Kotak Hitam Century Gate, Java Pustaka Media Utama,

Jakarta Selatan, 2010 hlm.,56.

Page 4: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

a. Yang dijamin pemerintah : Rp 5,6 triliun

b. Di luar penjamin :3,4 triliun

c. Dana nasabah yang dijamin di 18 bank yang terancam kolaps Rp 5,6

triliun + Rp 15 triliun = Rp 20,6 triliun

3. Penarikan dana nasabah

a. Seblum penylamatan (1-20 November 2008) : Rp 1,2 triliun

b. Setelah pnyelamatan (20 November 2008-31 Desember 2008):

1) Penarikan dana nasabah yang dijamin : Rp 3,5 triliun

2) Penarikan dana nasabah besar : 1 triliun.

Berdasarkan data-data di atas, dana yang harus dikeluarkan oleh LPS untuk

penutupan Bank Century (Rp 20,6 triliun) jauh lebih besar dibandingkan biaya

penyelamatan (6,7 triliun). Penarikan dana pasca penyelamatan, sebagian besar

dilakukan oleh nasabah yang dijamin oleh pemerintah (simpanan di bawah Rp 2

miliar), yaitu sebesar Rp 3,5 triliun.5

Besarnya peran pengawasan oleh sektor perbankan, bukan berarti membuka

peluang sebebas-bebasnya bagi siapa saja untuk mendirikan, mengelola ataupun

menjalankan bisnis perbankan tanpa di dukung dengan aturan perbankan yang baik

dan sehat. pemerintah melalui otoritas keuangan dan perbankan berwenang

menetapkan aturan dan bertanggung jawab melakukan pengawasan terhadap jalannya

usaha dan ativitas perbankan oleh karenanya, kebijakan pemerintah disektor

5 Ibid .,hlm 58.

Page 5: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

perbankan harus di arahkan pada upaya mewujudkan perbankan yang sehat, kuat dan

kokoh. Hal ini mengingat kebijakan di bidang perbankan ini tidak lagi semata-mata

memegang pernan penting dalam pengembangan infrasturktur keuangan dalam

rangka mengatasi kesenjangan antara tabungan dan investasi, tetapi juga berperan

penting dalam memelihara kesetabilan ekonomi makro melalui keterkaitannya

dengan efektivitas kebijakan moneter. 6

Salah satu faktor yang membuat sistem perbankan nasional mengalami

masalah likuidasi adalah akibat perilaku para pengelola dan pemilik bank yang

cenderung mengekploitasi dan/atau mengabaikan prinsip kehati-hatian dalam

berusaha, disamping faktor penunjang lain, yakni lemahnya pengawasan dari bank

Indonesia (BI).7

Sebagai tindak lanjut dari pencabutan ijin usaha, dilakukan pembubaran

badan hukum bank tersebut melalui proses likuidasi bank tersebut menimbulkan

domino effect antara lain di dahului dengan adanya rush di sektor perbankan

sehingga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional menjadi terpuruk.8

Berdasarkan uraian diatas, untuk mengatasi hal tersebut diperlukan suatu

kajian untuk melengkapi hal-hal yang belum tersentuh pengaturannya terkait dengan

kewenangan Bank Indonesia melakukan pencabutan, pembubaran dan likuidasi bank,

disamping tidak menutup kemungkinan memunculkan alternatif lain dalam

penanganan bank bermasalah misalnya melalui sarana Undang-Undang Kepailitan,

6 Adrian Sutedi, Hukum Perbankan…,Op.Cit., hlm 131.7 Ibid.8 Ibid., hlm 132.

Page 6: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

yakni Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang penetapan peraturan pemerintah

pengganti Undang-Undang No.1 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-

Undang tentang kepailitan menjadi Undang-Undang (sekarang Undang-Undang

Nomor 37 Tahun 2004 tentang kepailitan)

Untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional ,

pemerintah mengeluarkan jaminan kewajiban pembayaran bank umum atau dikenal

dengan blanket guarantee yang merupakan financial safety net dengan keputusan

presiden Nomor 26 Tahun 1998 dan Undang-Undang No.10 Tahun 1998 (Pasal 37)

Atas dasar tersebut, peneliti mencoba meneliti tentang perlindungan nasabah terhadap

likuidasi bank , yang di tuangkan ke dalam skripsi ini dengan judul :

Perlindungan Hukum Nasabah Terhadap Likuidasi Bank Dihubungkan dengan

Undang-Undang Nomor. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti mengidentifikasi hal-hal yang

akan diteliti, sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan likuidasi bank menurut Undang-Undang Nomor10

Tahun 1998 tentang Perbankan ?

2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap nasabah bank yang di atur dalam

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan ?

Page 7: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengaturan likuidasi bank menurut Undang-Undang No.10

Tahun 1998 tentang Perbankan.

2. Untuk mengetahui perlindungan nasabah apabila terjadi likuidasi bank yang

tertuang dalam Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

D. KegunaanPenelitian

Kegunaan dari penelitian ini dapat di lihat dari 2 (dua) segi yaitu: 9

1. Kegunaan Teoritis

Guna memberikan dan sumbangan pemikiran bagi pengembangan

bidang ilmu hukum perbankan di bidang perlindungan nasabah berkenaan

dengan masalah likuidasi bank, serta memberikan bahan referensi bagi

kepentingan akademis dan juga sebagai tambahan bagi kepustakaan dalam

bidang ilmu hukum.

2. Kegunaan Praktis

a. Bagi nasabah menambah wawasan dan pengetahuan dalam segi kehati-

hatiannya dalam memilih produk yang ditawarkan oleh bank

9 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta 2010, hlm., 103.

Page 8: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

b. Bagi peneliti, menambah wawasan dan pengetahuan dalam segi ilmu

hukum perbankan.

c. Bagi praktisi, memberikan informasi dan bahan masukan tentang

pentingnya perlindungan nasabah terhadap likuidasi bank.

E.Kerangka Pemikiran

Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia

Tahun 1945 menyebutkan, bahwa “Negara Indonesia negara hukum”. Negara hukum

dimaksud adalah negara yang menegakan supermasi hukum untuk menegakan

kebenaran dan keadilan dan tidak ada kekuasaan yang tidak

dipertanggungjawabkan.10

Berdasarkan uraian di atas yang dimaksud dengan Negara Hukum ialah

negara yang berediri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga

negaranya. Keadilan merupakan syarat bagi terciptanya kebahagiaan hidup untuk

warga negaranya, dan sebagai dasar dari pada keadilan itu perlu diajarkan rasa susila

kepada setiap manusia agar ia menjadi warga negara yang baik. Demikian pula

peraturan hukum yang sebenarnya hanya ada jika peraturan hukum itu mencerminkan

keadilan bagi pergaulan hidup antar warga negaranya.11

10 Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia,Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (Sesuai dengnan Urutan Bab, Pasal dan ayat), Sekertaris Jendral MPR RI, Jakarta, 2010, hlm, 46

11 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Hukum Tata Negara Indonesia, Sinar Bakti, Jakarta 1988, hlm., 153.

Page 9: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

Menurut Aristoteles yang memerintah dalam negara bukanlah manusia

sebenarnya, melainkan fikiran yang adil, sedangkan penguasa sebenarnya hanya

pemegang hukum dan keseimbangan saja. Kesusilaan yang akan menentukan baik

tidaknya suatu peraturan undang-undang dan membuat undang-undang adalah

sebagian dari kecakapan menjalankan pemerintahan negara. Oleh karena itu Menurut,

bahwa yang penting adalah mendidik manusia menjadi warga negara yang baik,

karena dari sikapnya yang adil akan terjamin kebahagiaan hidup warga negaranya.12

Secara umum, dalam setiap negara yang menganut paham negara hukum,

selalu berlakunya tiga prinsip dasar, yakni supermasi hukum (supremacy of law),

kesetaraan di hadapan hukum (equality before the law), dan penegakan hukum

dengan cara tidak bertentangan dengan hukum (due process of law).

Supermasi hukum, artinya bahwa yang mempunyai kekuasaan yang tertinggi

di dalam negara adalah hukum (kedaulatan hukuum.13

Prinsip penting dalam negara hukum adalah perlindungan yang sama (equal

protection) atau persamaan dalam hukum (equality before the law). Perbedaan

perlakuan hukum hanya boleh jika ada alasan yang khusus, misalnya, anak-anak yang

di bawah umur 17 tahun mempunyai hak yang berbeda dengan anak-anak yang di

atas 17 tahun. Perbedaan ini ada alasan yang rasional. Tetapi perbedaan perlakuan

tidak dibolehkan jika tanpa alasan yang logis, misalnya karena perbedaan warna

kulit, gender agama dan kepercayaan, sekte tertentu dalam agama, atau perbedaan

12 Ibid., hlm,154.13 Ibid., hlm 161.

Page 10: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

status seperti antara tuan tanah dan petani miskin. Meskipun demikian, perbedaan

perlakuan tanpa alasan yang logis seperti ini sampai saat ini masih banyak terjadi di

berbagai negara, termasuk di negara yang hukumnya sudah maju sekalipun.14

Mengenai konsep kesetaraan dihadapan hukum (equality before the law),

menurut Dicey, Bahwa berlakunya Konsep kesetaraan dihadapan hukum (equality

before the law), di mana semua orang harus tunduk kepada hukum, dan tidak seorang

pun berada di atas hukum (above the law).15

Istilah due process of law mempunyai konotasi bahwa segala sesuatu harus

dilakukan secara adil. Konsep due process of law sebenarnya terdapat dalam konsep

hak-hak fundamental (fundamental rights) dan konsep kemerdekaan/kebebasaan yang

tertib (ordered liberty).16

Konsep due process of law yang prosedural pada dasarnya didasari atas

konsep hukum tentang “keadilan yang fundamental” (fundamental fairness).

Perkembangan , due process of law yang prossedural merupakan suatu proses atau

prosedur formal yang adil, logis dan layak, yang harus dijalankan oleh yang

berwenang, misalnya dengan kewajiban membawa surat perintah yang sah,

memberikan pemberitahuan yang pantas, kesempatan yang layak untuk membela diri

termasuk memakai tenaga ahli seperti pengacara bila diperlukan, menghadirkan

saksi-saksi yang cukup, memberikan ganti rugi yang layak dengan proses negosiasi

atau musyawarah yang pantas, yang harus dilakukan manakala berhadapan dengan

14 Munir Fuady, Teori Negara Hukum Modern (Rehctstaat) ,Refika Aditama, Bandung 2009, hlm., 207.

15Ibid., hlm., 3. 16 Ibid., hlm,46.

Page 11: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

hal-hal yang dapat mengakibatkan pelanggaran terhadap hak-hak dasar manusia,

seperti hak untuk hidup, hak untuk kemerdekaan atau kebebasan (liberty), hak atas

kepemilikan benda, hak mengeluarkan pendapat, hak untuk beragama, hak untuk

bekerja dan mencari penghidupan yang layak, hak pilih, hak untukberpergian kemana

dia suka, hak atas privasi, hak atas perlakuan yang sama (equal protection) dan hak-

hak fundamental lainnya.17

Sedangkan yang dimaksud dengan due process of law yang substansif adalah

suatu persyaratan yuridis yang menyatakan bahwa pembuatan suatu peraturan hukum

tidak boleh berisikan hal-hal yang dapat mengakibatkan perlakuan manusia secara

tidak adil, tidak logis dan sewenang-wenang.18

Pasal 23 huruf D Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia

1945 menyebutkan bahwa negara memiliki suatu bank sentral yang susunan,

kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan

Undang-Undang. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 perubahan atas Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, disebutkan bahwa tujuan

Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, dan untuk

mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia melaksanakan kebijakan moneter secara

berkelanjutan. Untuk mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia memiliki tugas

menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran

sistem pembayaran, dan mengawasi bank-bank. Undang-undang ini lahir setelah

17 Ibid., hlm.,47.18Ibid.

Page 12: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

krisis karena sebelumnya berlaku Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang

Bank Indonesia.19

Perbedaan yang mendasar yang terkait dengan penyelsaian krisis perbankan

adalah, bahwa pada undang-undang sebelumnya secara kelembagaan Bank Indonesia

berada di dalam pemerintah atau di bawah presiden sebagai kepala pemerintah dan di

bawah Dewan Moneter yang diketuai oleh Menteri Keuangan dalam melakukan

kebijakan moneter. Sementara itu, dengan undang-undang baru, Bank Indonesia

berada di luar pemerintah, artinya tidak berada di bawah menteri kabinet dalam

pemerintahan presiden, tetapi tetap dalam koordinasi presiden sebagai kepala negara.

Perbedaan kewenangan yang mendasar terkait dengan penyelsaian likuidasi

perbankan adalah bahwa kebijakan-kebijakan pengaturan dan pengawasan bank-bank

termasuk penutupan bank harus berada dalam koordinasi menteri keuangan, termasuk

hak untuk memberikan dan mencabut izin usaha bank berada pada menteri

keuangan.20

Sementara itu, setelah undang-undang baru, koordinasi dengan Menteri

Keuangan lebih dikaitkan, karena Departemen Keuangan yang merupakan otoritas

keuangan dan fiskal, sementara kebijakan pengaturan dan pengawasan sepenuhnya

berada di Bank Indonesia, termasuk hak pemberian dan pencabutan izin usaha bank.21

19 Kusumaningtuti, Peranan Hukum dalam Penyelsaian Krisis Perbankan di Indonesia, Raja Grafindo Persada Grafika 2009, Jakarta, hlm,162.

20 Ibid.21 Ibid., hlm.162.

Page 13: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

Undang-Undang Perbankan Indonesia yaitu, Undang-Undang Nomor 10

Tahun 1998 tentang Perbankan, kedudukan dan kapasitas Bank Indonesia di bidang

perbankan diatur, yang terkait dengan penyelsaian likuidasi perbankan dan

perlindungan nasabah adalah kedudukan Bank Indonesia dalam merekomendasi

kepada pemerintah untuk membentuk badan khusus yang bersifat sementara untuk

menyehatkan perbankan sebagaimana diatur dalam pasal 37A undang-undang

tersebut.22

Pengertian hukum dalam konteks terhadap likuidasi bank, dipergunakan

sistem hukum dari Lawrence M Friedman. Teori ini menyebutkan, bahwa sistem

hukum mengandung tiga faktor yaitu structur, substance, dan legal culture. Ketiga

faktor tersebut saling terkait sehingga mewujudkan gambaran yang sebenarnya

mengenai bagaimana suatu sistem hukum di suatu negara tersebut berfungsi.23

Mengenai structure, Friedman mengatakan bahwa sistem selalu berubah,

tetapi bagian-bagian dari sistem tersebut berubah dengan kecepatan yang berbeda-

beda, dan tidak setiap bagian berubah secepat dan memiliki kepastian seperti bagian

lainnya. Bagian-bagian ini memiliki pola jangka panjang bagian ini adalah aspek-

aspek dari sistem yang ada di sini pada waktu sebelumnya (atau bahkan ada sejak

abad yang lalu) dan akan tetap ada dalam waktu yang lama di masa depan. Inilah

struktur dari sistem hukum, yaitu kerangka atau cara kerja. Bagian tetap, yang

memberikan sebuah bentuk dan definisi bagi keseluruhan sistem. Struktur sistem

22 Ibid., hlm.163.23 M.Khozim, Lawrence M. Friedman Sistem Hukum Presfektif Ilmu Sosial, Nusa Media,

Bandung, 2009, hlm 12.

Page 14: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

hukum ini terdiri dari beberapa elemen seperti : jumlah dan kapasitas pengadilan,

yuridiksi (yaitu apa kasus yang mereka tangani, bagaimana, serta mengapa), dan

bentuk banding dari satu pengadilan ke pengadilan lainnya. Struktur juga berarti cara

badan hukum berorganisasi, beberapa anggota yang duduk di komisi, apa yang dapat

dan tidak dapat dilakukan (secara legal) oleh seorang presiden, prosedur apa yang

harus diikuti oleh kepolisisan, dan lain sebagainya.struktur dapat dikatakan,sebagai

sebuah bentuk lintas bagian dari sistem hukum sebuah bentuk visualisasi yang

merekam sebuah peristiwa.24

Mengenai substance, Friedman mengatakan Substance adalah peraturan atau

regulasi dalam arti yang sebenarnya, yaitu norma dan pola perilaku dari orang-orang

yang berada dalam sistem. Ini adalah pertama-tama “hukum” dalam istilah populer,

kenyataan bahwa batas kecepatan kendaran adalah lima puluh lima mil per jam,

peratuaran yang dapat membuat seorang perampok masuk ke penjara, bahwa sesuai

hukum seorang pembuat acara harus mencantumkan komposisi isi pada kemasan.

Namun, hal ini juga, dengan kata lain “substansi”, bahwa polisi hanya menangkap

pengemudi yang memacu kendaraannya tujuh puluh mil per jam. hal-hal seperti ini

merupakan pola kerja dari hukum yang hidup. substance juga berarti “produk” yang

di hasilkan, oleh orang–orang dalam sistem hukum, keputusan–keputusan yang di

hasilkan oleh orang peraturan baru yang di ikuti. Penekanannya disini adalah pada

hukum hidup, bukan sekedar peraturan pada buku-buku tentang hukum.25

24 Ibid.,hlm 202.25 Ibid.,hlm.377.

Page 15: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

Mengenai legal culture, Friedman mengatakan, legal culture adalah sikap

orang-orang hukum dan sistem hukum , kepercayaan nilai-nilai ide-ide dan ekspresi

mereka. Dengan kata lain, legal culture merupakan bagian dari budaya secara umum

yang terkait dengan sistem hukum. Ide-ide dan opini ini dapat dikatakan adalah apa

yang menentukan sebuah proses hukum berjalan. Legal culture, dalam pengertian

lain, adalah iklim dari pemikiran sosial dan kekuatan social yang menentukan

bagaimana hukum digunakan dihindari, disalah gunakan. Tanpa legal culture, sistem

hukum menjadi statis, seperti seekor ikan mati didalam sebuah keranjang, bukan

seperti seekor ikan yng berenang di laut. Setiap masyarakat, setiap negara, setiap

komunitas, memiliki legal culture. Selalu ada sikap dan opini tentang hukum. Salah

satu subkultur yang penting adalah legal culture dari para “insiders”, yaitu para

hakim dan jaksa yang bekerja didalam sistem hukum itu sendiri. karena hukum

menjadi kepentingan mereka, nilai-nilai dan sikap mereka menjadi penentu yang

membedakan sistem.26

Ringkasnya pendapat tersebut mengemukakan bahwa structure mencakup

sebagai lembaga yang diciptakan oleh sistem hukum. Substance mencakup segala hal

yang di hasilkan oleh structure, sedangkan legal culture adalah mengenai siapa yang

menentukan struktur tersebut berjalan dan bagaimana structure dan substance

tersebut akan digunakan.27

26 Ibid., hlm.254.27 Kusumaningtuti.Peranan Hukum dalam Penyelsaian Perbankan di Indonesia, Rajagrafindo

Persada, Jakarta 2009. hlm. 17.

Page 16: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

Perubahan kelembagaan dalam rangka penyelamatan sistem perbankan cara

simultan akan memberikan pengaruh penyempurnaan sistem hukum yang berlaku,

sementara unsur governance dalam pembangunan akan menentukan tingkat

keberhasilan perubahan yang sedang dilaksanakan. Optimal atau kurang optimalnya

peran hukum dalam program-program penyelesaian krisis perbankan dapat dikaji dari

terpenuhi atau tidak terpenuhinya faktor-faktor yang menjadi kriteria, seperti

penerapan hukum yang memadai, adanya pemerintahan yang bersih, serta adanya

sistem pengaturan yang efisien, demokratis dan akuntabel. Kajian terhadap indikasi

tidak berfungsinya hukum dengan baik merupakan kajian yang harus dilakukan

secara mendalam guna menjawab permasalahan-permasalahan yang menghambat

peranan hukum dalam pembangunan. Sementara itu, sejauh mana suatu sistem hukum

diterapkan dalam suatu perekonomian dapat ditelaah dari interaksi tiga faktor yang

disebut dengan struktur (kelembagaan), substansi (regulasi), dan budaya hukum

(pandangan atau pemahaman masyarakat pelaku, pengguna, dan otoritas kebijakan).28

Faktor substansi atau regulasi yang menurut Friedman adalah actual rules,

norma-norma, dan pola perilaku dari masyarakat di dalam sistem meliputi segala

regulasi atau peraturan yang dapat menimbulkan implikasi dampak negatif atau

kerugian.29 Sistem perbankan, yang dimaksud dengan substansi adalah setiap regulasi

dan kebijakan yang berkaitan dengan perizinan, kegiatan usaha dan pembubaran

bank, baik yang diberlakukan secara individual maupun secara sistem. Dalam

28 Ibid.,29 Didik J.Rachbini, Ekonomi Politik – Kebijakan dan Setrategi Pembangunan, (Jakarta :

Penerbit Granit , 2004 )hlm 23.

Page 17: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

penyelsaian likudasi perbankan, yang disebut dengan substansi selain sama seperti

pengertian dalam sistem perbankan juga segala ketentuan dan kebijakan yang terkait

dengan penyelesaian likuidasi bank tersebut.30

Faktor budaya hukum, yang didefinisikan oleh Friedman sebagai perilaku/

sikap, kepercayaan, nilai-nilai pemikiran, dan harapan masyarakat terhadap hukum,

mencakup mengenai siapa dan bagaimana dalam menentukan faktor struktur dan

substansi hukum berjalan dan digunakan. Dalam budaya hukum dikenal teori yang

membedakan formal law dan law in action. Formal law berarti suatu perangkat

norma atau aturan yang dimuat dalam perundang-undangan atau dalam penyelsaian

suatu kasus hukum sedangkan law in action adalah hukum yang di terapkan atau

dilaksanakan oleh para pihak, pengacara, dan pengadilan.31

Interaksi ketiga faktor,yaitu struktur, substansi, dan budaya hukum, akan

mencerminkan bagaimana peran hukum pada suatu kondisi di suatu negara. Telaahan

terhadap interaksi ketiga faktor sistem hukum tersebut dapat memberikan gambaran

apakah hukum berperan secara memadai atau tidak dalam penyelesaian persoalan-

persoalan atau permasalahan.

Pada sistem perbankan Indonesia, bagian-bagian yang dapat dikelompokan

dalam struktur, substansi, dan budaya hukum adalah sebagaimana diuraikan dibawah

ini. Sistem perbankan, yang termasuk dalam struktur adalah institusi yang menjadi

otoritas yang mengeluarkan peraturan-peraturan perbankan yang baik. Lazimnya

30 Kusumaningtuti.peranan…op.Cit.,hlm18.31 Ibid.

Page 18: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

bank sentral atau otoritas pengawasan perbankan merupakan merupakan bagian

pokok dari sturktur. Setiap lembaga pemerintah atau non pemerintah yang memiliki

kewenangan untuk menentukan berfungsinya sistem perbankan yang baik juga

merupakan bagian dari struktur ini. Sistem perbankan Indonesia, pada awalnya yang

termasuk dalam cakupan struktur adalah Bank Indonesia sebagai lembaga supervisi

dan regulasi perbankan, Departemen Keuangan sebagai lembaga perizinan perbankan

(sebelum Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 tenteng Perbankan) dan

sebagai lembaga pemberi penjaminan pemerintah, Badan Penyehatan Perbankan

Nasional (BPPN) sebagai lembaga penyehatan perbankan dan Komite Kebijakan

Sektor Keuangan (KKSK) sebagai lembaga yang merumuskan kebijakan yang terkait

dengan restrukturisasi perbankan dalam rangka pemulihan krisis.32 Saat ini, cakupan

struktur dalam praktik Perbankan Indonesia adalah Bank Indonesia (sebagai lembaga

supervisi dan regulasi perbankan), Departemen Keuangan (sebagai lembaga

penjaminan pemerintah ), dan KKSK (sebagai lembaga yang merumuskan kebijakan

yang terkait dengan restrukturisasi perbankan dalam rangka pemulihan krisis) Masih

termasuk dalam struktur adalah pembentukan pengadilan khusus untuk menangani

restrukturisasi bank dan perusahaan. Demikian pula dengan perlunya pembentukan

panel abritase dan fasilitas-fasilitas lain yang berkaitan dengan penyelsaian 32 Secara teori dalam restrukturisasi perbankan, yang termasuk dalam structure adalah hal-hal

yang terkait dengan kerangka kelembagaannya .pembentukan otoritas tingkat tinggi yang di beri tuga untuk memastikan terdapatnya kebijakan yang konsisten di antara beberapa instansi pemerintah .institusi ini akan memperkuat setrategi restrukturisasi .lembaga-lembaga pengawasan sektor keuangan . agar efektif ,pejabat-pejabat wajib terus memiliki komitmen politik.Fakta menujukan bahwa pelaksanaan yang konsisten atas proses restrukturisasi yang kompleks menjadi sulit apabila tidak disertai dengan otoritas tunggal berikut mandate yang jelas .Institusi tersebut harus mendelegasikan sebagian besar masalah pelaksanaan pada lembaga –lembaga terkait yang secara tepat. ibid , hlm19.

Page 19: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

perselisihan di bidang keuangan luar pengadilan. Oleh karena itu, Pengadilan Niaga

yang dibentuk dalam rangka memfasilitasi perselisihan penyelsaian asset serta

sebagai forum yudisial yang menyelsaikan perkara kepailitan merupakan bagian dari

struktur ini. Demikian pula dengan forum-forum penyelsaian sengketa di luar

pengadilan.33

Sistem perbankan, yang termasuk dalam substansi adalah setiap regulasi dan

kebijakan yang berkaitan deng perizinan, kegiatan usaha, maupun pembubaran bank-

bank baik yang diberlakukan secara individual maupun secara kelompok. Pada

awalnya, yang termasuk substansi dalam sistem perbankan Indonesia adalah setiap

ketentuan yang tertulis maupun tidak tertulis yang berbentuk peraturan perundangan

maupun berbentuk arahan dari pemerintah termasuk KKSK maupun dari Bank

Indonesia atau BPPN. Berdasarkan restrukturisasi perbankan, yang termasuk

substansi adalah aturan hukum yang akan digunakan untuk menyelsaikan bank-bank

bermasalah seperti halnya likuidasi bank. Aturan tersebut harus didasarkan pada

undang-undang, dan bila perlu, dibuat peraturan yang sifatnya mendesak peraturan

tersebut sekurang-kurangnya memuat (a) hak untuk melakukan intervensi bank–bank

yang lemah dan mendata penyertaan modal para pemegang saham ; (b) pengaturan

penilaian asset dan memindahkan hak kreditor dan kepemilikan property dalam

rangka melaksanakan strategi restrukturisasi bank; (c) penyesuaian aturan-aturan

akunting dan auditing serta aturan-aturan penilaian koleteral; (d) pemastian kelayakan

kewajaran pemilik dan pengurusan bank; (e) kemungkinan masuknya investor asing;

33 Ibid., hlm 20.

Page 20: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

(f) penyusunan kriteria perizinan bank baru; (g) pembatasan ekspor kewajiban dalam

valuta asing serta pinjaman pada pihak terkait dan (h) pemusatan pemberian kredit.

Setelah dibubarkan BPPN, yang termasuk substansi pada sistem perbankan Indonesia

saat ini hanya ketentuan yang di keluarkan pemerintah, KKSK dan Bank Indonesia.34

Sementara itu yang termasuk budaya hukum dalam sistem perbankan adalah

hal-hal yang terkait dengan cara para aparat otoritas yang melaksanakan hukum

perbankan maupun bagaimana para pengurus atau pemilik bank memahami,

mematuhi, dan melaksanakan ketentuan serta kebijakan perbankan. Pada konteks ini,

tidak terlepas pula aspek politik hukum yang mempengaruhi penerapan kebijakan dan

ketentuan di bidang perbankan demikian pula dengan sistem perbankan Indonesia,

yang termasuk dalam budaya hukum adalah segala kebiasaan dan perilaku otoritas

perbankan dan bank-bank beserta aparatnya dalam melaksanakan kebijakan operasi

perbankan. Termasuk budaya hukum dalam restrukturisasi perbankan adalah kultur

yang tidak mendukung kelancaran atau keberhasilan restrukturisasi perbankan seperti

praktik korupsi, kolusi, dan koronisme. Sudut pandang kepentingan stabilitas

keuangan, praktik korupsi yang merajalela akan melemahkan kepercayaan

masyarakat terhadap sistem keuangan dan akan menurunkan investasi. 35

34 Ibid.35 Oleh karena itu , ada beberapa persyaratan minimal yang di perlukan untuk tidak

mendorong praktik korupsi seperti (a) batas maksimum kredit kepada setiap debitor sesuai dengan standar internasional ;(b) larangan bagi kegiatan manipulasi pasar; dan (c) self dealfing . pengaturan yang memberikan perlindungan terhadap kepemilikan sejalan dengan upaya peningkatan kepercayaan dalam sistem keuangan ,perlu dilaksanakan secara efektif . Joseph J. Norton , Financial Sector Reform and International Financial Crises :The Legal Challenges, The London Institute of International Baking, Finance & Development Law , Great Britain 1988, hlm .28.

Page 21: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

Berkaitan dengan teori perlindungan hukum terhadap nasabah, penulis

mengambil pendapat dari Marulak Pradede mengemukakan bahwa dalam sistem

perbankan Indonesia, mengenai perlindungan terhadap nasabah penyimpan dana,

dapat dilakukan melalui 2 teori yaitu, teori perlindungan secara impilisit (implicit

deposit protection), dan teori perlindungan secara eksplisit (Explicit deposit

protection).36

Mengenai teori perlindungan secara implisit (implicit deposit protection),

yaitu perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank yang

efektif, yang dapat menghindarkan terjadinya kebangkrutan bank. Perlindungan ini

yang diperoleh melalui: (1) peraturan perundang-undangan dibidang perbankan, (2)

perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan yang efektif, yang

dilakukan oleh Bank Indonesia, (3) upaya menjaga kelangsungan usaha bank sebagai

sebuah lembaga pada khususnya dan perlindungan terhadap sistem perbankan pada

umumnya, (4) memelihara tingkat kesehatan bank, (5) melakukan usaha sesuai

dengan prinsip kehati-hatian, (6) cara pemberian kredit yang tidak merugikan bank

dan kepentingan nasabah, dan (7) menyediakan informasi risiko pada nasabah.37

Mengenai teori perlindungan secara eksplisit (Explicit deposit protection),

yaitu perlindungan melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin simpanan

masyarakat, sehingga apabila bank mengalami kegagalan, lembaga tersebut yang

akan mengganti dana masyarakat yang disimpan pada bank yang gagal tersebut,

36 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana Pernada Media grup, Jakarta 2011, hlm., 145

37 Ibid

Page 22: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

perlindungan ini diperoleh melalui pembentukan lemabaga yang menjamin simpanan

masyarakat, sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden RI Nomor 26 Tahun 1998

tentang Jaminan terhadap Kewajiban Bank Umum.38

F. Metode Penelitian

Dalam pembuatan skripsi ini, peneliti melakukan penelitian dengan

menggunakan metode dan data sebagai berikut :

1. Spesifikasi Penelitian

Dalam penelitian hukum ini peneliti menggunakan spesifikasi penelitian

deskritif analitis yaitu menggambarkan serta menguraikan semua data yang diperoleh

dari hasil studi kepustakaan yang berkaitan dengan judul penulisan hukum yang

secara jelas dan rinci kemudian dianalisis guna menjawab permasalahan yang diteliti.

2. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang penulis pergunakan dalam penyusunan penulisan

hukum ini adalah penelitian yuridis normatif atau penelitian hukum kepustakaan,

yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data

sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan

hukum tersier39.

38 Ibdi., hlm 146.39 Abdul Kadir. Hukum dan Penelitian Hukum. Citra Aditya Bakti, Bandung. 2004. hlm101

Page 23: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

Dalam penelitian ini penulis melakukan penelitian terhadap asas-asas hukum

yang dikomaparasikan dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perbankan Indonesia khususnya berhubungan dengan perlindungan nasabah terhadap

likuidasi Bank yang dituangkan dalam kasus Bank Century.

3. Tahap Penelitian

Tahap penelitian yang penulis pergunakan dalam penelitisn ini berupa

pengumpulan data sekunder, yaitu data atau informasi hasil penelaahan dokumen

penelitian serupa yang pernah dilakukan sebelumnya, bahan kepustakaan seperti

buku-buku, literatur, Koran, majalah, jurnal, artikel internet, Undang-Undang,

Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, maupun arsip-arsip yang berkesesuaian

dengan penelitian yang dibahas.40

Menurut Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji menyatakan bahwa suatu

penelitian hukum normatif mengandalkan pada penggunaan bahan hukum primer,

bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. 41

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, dalam

pembuatan skripsi ini bahan hukum yang akan di gunakan adalah Undang-

Undang Nomor. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan , Undang-Undang No. 8

tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 24

40 Ibid., hlm 67.41 Soerjono Soekanto dan Srimantudji, Penelitian Hukum Normative Suatu Tinjauan

Singkat .Rajagrafindo Persada ,Jakarta 2001, hlm 13.

Page 24: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan, dan KUHPerdata,

KUHPidana.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai

bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian,

atau pendapat pakar hukum.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti

kamus(hukum), ensiklopedia.

4.Teknik Pengumpulan Data.

Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah

studi kepustakaan. Studi kepustakaan adalah merupakan penelaahan peraturan

perundang- undangan yang terkait serta buku-buku atau literatur sebagai bahan

bacaan. Menurut Soejono Soekanto studi kepustakaan ini menelaah bahan-bahan

hukum yang pokok yaitu undang-undang dalam arti materiil dan formal, hukum

kebiasaan dan hukum adat yang tercatat, yurisprudensi yang konstan, traktat dan

doktrin. Juga bahan-bahan yang dinamakan dokumen seperti autobiografi yang

konprohensif, surat-surat pribadi, buku harian dan memori, surat kabar dan majalah,

dokumen-dokumen pemerintah dan cerita-cerita rakyat.42

5. Metode Analisis Data

42 Moh. Nazir, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988, hlm. 246.

Page 25: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

Mengenai kegiatan analisis data dalam penelitian ini peneliti

mengklasifikasikan pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan, karya tulis

para sarjana serta dokumen penunjang lainnya ke dalam kategori yang tepat. Setelah

analisis data selesai, peneliti akan menyajikan hasilnya secara deskritif analisi yaitu

dengan jalan menuturkan dan menggambarkan serta menganalisis hasil penelitian

guna menemukan titik permasalahan yang deteliti.

6. Lokasi Penelitian

Penelitian ini peneliti memilih lokasi penelitian di perpustakaan Universitas Subang

BAB II

TINJAUAN TENTANG PERBANKAN BERDASARKAN HUKUM

PERBANKAN DI INDONESIA

A. Pengertian Hukum Perbankan

Apabila kita menelusuri sejarah dari terminologi ”bank”, kita temukan bahwa

kata bank berasal dari bahasa italy “banca”, yang berarti bence, yaitu suatu tempat

duduk. Sebab, pada zaman pertengahan pihak bankir italy yang memberikan

26

Page 26: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

pinjaman-pinjaman melakukan usahanya tersebut dengan duduk di bangku-bangku di

halaman pasar.43 Sementara itu Munir Fuady menyatakan, bahwa hukum yang

mengatur masalah perbankan disebut hukum perbankan (banking law), yakni

seperangkat kaidah hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan,

yurisprudensi, doktrin, dan lain-lain sumber hukum, yang mengatur masalah-masalah

perbankan sebagai lembaga dan aspek kegiatannya sehari-hari, rambu-rambu yang

harus dipenuhi oleh suatu bank, perilaku petugas-petugasnya, hak, kewajiban tugas

dan tanggung jawab para pihak yang tersangkut dengan bisnis perbankan, apa yang

boleh dan tidak boleh dilakukan oleh bank, eksistensi perbankan, dan lain-lain yang

berkenan dengan dunia perbankan.44

Sedangkan Hermansyah menyatakan, bahwa bertitik tolak dari pengertian

perbankan sebagai segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup

kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara, dan proses melaksanakan kegiatan

usahanya, maka pada prinsipnya hukum perbankan adalah keseluruhan norma-norma

tertulis maupun norma-norma tidak tertulis yang mengatur tentag bank, mencakup

kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara, dan proses melaksanakan kegiatan

usahanya. Norma-norma tertulis dimaksud adalah seluruh peraturan perundang-

undangan yang mengatur menganai bank, sedangkan norma-norma yang tidak tertulis

adalah seluruh peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai bank,

43 Munir Fuady., Hukum Perbankan Modern kesatu , Citra Aditya Bakti, Bandung 2003, hlm.,13.

44 Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman., Hukum Perbankan, Sinar Grafika, Jakarta 2010, hlm 2.

Page 27: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

sedangkan norma-norma yang tidak tertulis adalah hal-hal atau kebiasaan-kebiasaan

yang timbul dalam praktik perbankan.45

Pengertian yang senada dikemukakan pula Tan Kamello menyatakan bahwa

jika hukum perbankan diartikan dengan Undang-Undang Perbankan, maka diperoleh

batasan bahwa hukum perbankan adalah sekumpulan peraturan hukum yang

mengatur segala hal yang menyangkut tentang bank, baik kelembagaan, kegiatan

usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan usaha bank. Namun jika dilihat

dalam prespektif sistem sebagai entitas, maka hukum perbankan adalah sekumpulan

peraturan hukum yang merupakan satu kesatuan yang masing-masing unsurnya

berkaitan satu sama lain dan bekerja sama secara aktif untuk mencapai tujuan

keseluruhan dari hukum perbankan. Unsur sistem hukum perbankan yang

dimaksudkan adalah peratuaran hukum (norma), asas-asas hukum, dan pengertian-

pengertian hukum yang terdapat di dalamnya. Unsur hukum tersebut dibangun di atas

tertib hukum, sehingga terdapat keharmonisan di dalam atau di luarnya, dan dapat

dihindarkan adanya tumpang tindih (overlapping) di antara unsur-unsur yuridis

tersebut. Kalau terjadi konflik mengenai persoalan perbankan, maka solusinya adalah

melalui asas hukum yang terdapat dalam sistem hukum perbankan itu sendiri.46

Dari pendapat-pendapat di atas, kiranya dapat di rumuskan pengertian hukum

perbankan itu, yaitu kumpulan ketentuan hukum, yang meliputi peraturan hukum

(norma) dan asas-asas hukum, struktur hukum dan budaya hukum yang mengatur

45 Ibid.46 Ibid ., hlm 3.

Page 28: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan

usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.47

Pengertian perbankan menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun

1998 tentang Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank,

mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam melaksanakan

kegiatan usahanya.48

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam

bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan

atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak

( Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan ).49

B. Sumber Hukum Perbankan.

Setelah mendapat gambaran pengertian hukum perbankan sebagaimana

diuraikan di atas, maka tidak dapatlah dikesampingkan perlunya pemahaman

terhadap sumber-sumber hukum yang ada dalam sistem hukum perbankan, yaitu

sumber hukum dalam arti formal dan sumber hukum dari arti materiil.

Sumber hukum formal dalam Hukum Perbankan Indonesia tidak hanya

terbatas pada sumber hukum tertulis, dimungkinkan adanya sumber hukum yang

tidak tertulis meskipun sangat sedikit, mengingat hukum perbankan itu sendiri lebih

mengedepankan positifistik. Berbicara mengenai sumber hukum formal di Indonesia,

47 Ibid.48 Sentosa Sembiring., Hukum Perbanka, Mandar Maju, Bandung 2008, hlm 1.49 Ibid., hlm 2.

Page 29: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

maka kita akan selalu menempatkan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai sumber

utama. Kita selanjutnya bisa mengurut sumber hukum formal mengenai bidang

perbankan tersebut, sebagai berikut: 50

1. Undang-Undang Dasar 1945 Negara Kesatuan Republik Indonesia Pasal 23

huruf D beserta amandemennya.

2. Undang-Undang pokok di Bidang Perbankan dan undang-undang pendukung

sektor ekonomi dan sektor lainya yang terkait, seperti :

a. Peraturan pokok, yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan beserta perubahannya, yakni Undang-Undang Nomor 10 Tahun

1998 dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia

beserta perubahannya, yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 dan

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin

Simpanan.

b. Peraturan pendukung yaitu baik Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

dan Kitab Undang-Undang Hukum dagang maupun Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana serta undang-undang lainnya yang berkaitan dan

banyak hubungannya dengan kegiatan perbankan, misalnya:

1) Undang-Undang yang mengatur badan usaha atau lembaga yang

berkaitan dengan perbankan, seperti Undang-Undang Nomor 49

Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara; Undang-Undang

50 Muhamad Djumhana., Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung 2006, hlm.6

Page 30: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian; Undang-Undang

Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas; Undang-Undang

Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara; serta

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan

penundaan kewajiban Pembayaran Utang

2) Undang-undang pengesahan yang berkaitan dengan perjanjian

internasional, baik di bidang perbankan maupun bidang ekonomi,

seperti Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang pengesahan

Agreement Establishing Trade Organization.

3) Undang-undang yang mengatur kegiatan ekonomi lainya, seperti

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Undang-

Undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem

Nilai Tukuar Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak

Pidana Pencucian Uang beserta perubahannya, yaitu Undang-Undang

Nomor 25 Tahun 2003; Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002

tentang Surat Utang Negara.

4) Undang-undang yang berkaitan dengan jaminan, seperti Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah

Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah dan Undang-

Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

3. Peraturan Pemerintah

Page 31: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

a. Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Perbankan seperti:

1) Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 1998 tentang Program

Rekapitulasi Bank Umum.

2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1999 tentang ketentuan dan

Tata Cara Pembukaan Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu, dan

Kantor Perwakilan dari Bank yang berkedudukan di luar negeri.

3) Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999 tentang Pencabutan Izin

Usaha, Pembubaran, dan Likuidasi Bank.

4) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999 tentang Merger,

Konsolidasi, dan akuisisi Bank.

5) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1999 tentang Pembelian

Saham Bank Umum.

6) Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1999 tentang Pencabutan

Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 1992 tentang Bank Umum

sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan

Pemerintah Nomor 73 Tahun 1998, Peraturan Pemerintah 71 Tahun

1992 tentang Bank Perkereditan Rakyat, dan peraturan Pemerintah

Nomor 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil.

7) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2005

tentang Modal Awal Lembaga Penjamin Simpanan.

Page 32: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

8) Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2005 tentang Penjaminan

Simpanan Nasabah Bank Berdasarkan Prinsip Syariah

b. Peraturan pemerintah pelaksanaan dari undang-undang yang berkaitan

dengan kegiatan perbankan termaksud dalam angka 5 diatas, seperti:

1) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1994 tentang Pajak

Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto

Sertifikat Bank Indonesia.

2) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan

Perseroan (persero) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan

Pemerintah Nomor 45 Tahun 2001

3) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan,

Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas

4) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2005 tentang Penghitungan

Jumlah Hak Suara Kreditur

5) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2005 tentang Modal Awal

Lembaga Penjamin Simpanan

6) Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman

Daerah.

c. Peraturan Presiden (Perpres),51 misalnya:

51 Istilah Peraturan Presiden menggantikan keputusan Presiden sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Page 33: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

1) Keputusan Presiden Nomor 59 Tahun 1972 tentang Penerimaan Kredit

Luar negeri

2) Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1984 tentang Penerbitan Sertifikat

Bank Indonesia.

3) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2005 tentang Pengakhiran

Jaminan Pemerintah terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkeriditan

Rakyat.

4) Dan peraturan presiden lainnya.

d. Peraturan lainnya yang dikeluarkan oleh institusi pemerintah yang tidak

langsung mengurus perbankan, tetapi peraturannya memuat ketentuan yang

erat dengan kegiatan perbankan atau secara langsung mengatur kegiatan

perbankan, misalnya, Peraturan Menteri Dalam Negeri yang mengatur

Perbankan Milik Pemerintah Daerah dan Keputusan Ketua Badan Pengawas

Pasar Modal, contoh peraturan tentang Persetujuan Bank Umum sebagai

Kustodian.

C. Pengaturan Perlindungan Nasabah Bank Likuidasi dalam Hukum

Perbankan Indonesia.

Salah satu aspek penting dalam bahasan hubungan hukum antara nasabah

dengan bank adalah perjanjian antara keduanya, yang biasanya dibuat secara sepihak

oleh bank. Seiring dengan perkembangan hukum dan masuknya hukum dari negara

Page 34: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

Anglo Saxon, maka perjanjian sebagaimana diatur dalam KUHPerdata Pasal 1320

tentang syarat syahnya perjanjian yang dianut oleh Indonesia yaitu meliputi :52

1.Sepakat mereka mengikat dirinya.

Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya mengandung makna bahwa para

pihak yang membuat perjanjian telah sepakat atau ada persesuaian kemauan atau

saling menyetujui kehendak masing-masing, yang dilahirkan oleh para pihak dengan

tidak ada paksaan, kekeliruan dan penipuan.53 Persetujuan mana dapat dinyatakan

secara tegas maupun secara diam-diam.

Persoalan yang sering dikemukakan dalam hubungan ini adalah, kapan saja

kesepakatan itu terjadi. Persoalan ini sebenarnya tidak akan timbul jika para pihak

yang membuat perjanjian itu pada suatu saat bersama-sama berada di satu tempat dan

disitulah dicapai kata sepakat. Akan tetapi, nyatanya dalam pergaulan hukum di

masyarakat tidak selalu demikian, melainkan banyak perjanjian terjadi antara pihak

melalui surat menyurat, sehingga menimbulkan persoalan kapan saatnya kesepakatan

itu terjadi. Hal ini penting dipersoalkan sebab untuk perjanjian-perjanjian yang

tunduk pada asas konsesualitas, saat terjadi kesepakatan merupakan saat terjadinya

perjanjian.

Ada empat teori yang mencoba memberikan penyelsaian persoalan itu:

a. Uiting theorie (teori saat melahirkan kemauan).

52 Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-asas Hukum Perdata, Alumin, Bandung 2004, hlm., 205.

53 Paksaan (dwang) dan penipuan (bedrog) merupakan 3 hal yang mengakibatkan kesepakatan tidak sempurna (Pasal 1321KUHPidana).

Page 35: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

Menurut teori ini perjanjian terjadi apabila atas penawaran telah dilahirkan

kemauan menerimanya dari pihak lain. Mulai menulis surat penerimaan

b. Verzend theorie (teori saat mengirim surat penerimaan)

Menurut teori ini perjanjian terjadi pada saat surat penerimaan dikirimkan kepada

si penawar.

c. Ontavangs theorie (teori saat menerima surat penerimaan)

menurut teori ini perjanjian terjadi pada saat menerima surat penerimaan sampai

di alamat si penawar.

d. Vernemings theorie (teori saat mengetahui surat penerimaan)

Menurut teori ini perjanjian baru terjadi, apabila si penawar telah membuka dan

membaca surat penerimaan itu.

Subekti dalam bukunya Hukum Perjanjian menyatakan bahwa menurut ajaran

yang lazim dianut sekarang perjanjian harus dianggap dilahirkan pada saat dimana

pihak yang melakukkan penawaran (efferete) menerima yang termaktub dalam surat

tersebut, sebab detik itulah dapat dianggap sebagai detik lahirnya kesepakatan.

Bahwasanya mungkin ia tidak membaca surat itu, hal itu menjadi tanggungjawabnya

sendiri. Surat itu dianggap sepantasnya membaca surat-surat yang diterimanya dalam

waktu sesingkat-singkatnya.

Menurut Wirjono Prodjodikoro, Ontavangs theorie dan Vernemings theorie

dapat disatukan sedemikian rupa, yaitu dalam keadaan biasa perjanjian harus

dianggap terjadi pada saat surat penerimaan sampai pada alamat penawar (ontavangs

Page 36: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

theorie), tetapi dalam keadaan luar biasa kepada sipenawar diberikan kesempatan

untuk membuktikan bahwa itu tidak mungkin dapat mengetahui isi surat penerimaan

pada saat surat itu sampai dialamtnya, melainkan baru beberapa hari kemudian atau

beberapa bulan kemudian, misalnya karena berpergian atau sakit keras.

Persoalan kapan lahirnya perjanjian betapapun juga adalah sangat penting

untuk diketahui dan ditetapkan, berhubung undangan yang mempunyai pengaruh

terhadap pelaksanaan perjanjian, beralihnya risiko dalam perjanjian, tempat lainnya

dan ditutupnya perjanjian dan sebagainya.

Persoalan kapan lahirnya perjanjian betapapun juga adalah sangat penting

untuk diketahui dan ditetapkan, yang mempunyai pengaruh terhadap pelaksanaan

perjanjian, beralihnya risiko dalam perjanjian, tempat lainnya dan ditutupnya

perjanjian.

Persoalan lain dalam hubungan ini yang sering juga diperbincangkan adalah,

seandainya kata-kata penawaran yang dikeluarkan lewat alat komunikasi itu tidak

cocok dengan apa yang sebetulnya diinginkan oleh orang yang mengeluarkan

penawaran itu, sedangkan dipihak lain telah mempercayainya dan menyesuaikan

dirinya dengan pernyataan yang keliru itu, apakah disini terjadi perjanjian Menurut

wils theorie (teori kemauan), tidak terjadi perjanjian perjanjian tetapi pihak yang

mengeluarkan pernyataan tersebut tidak terlepas baegitu saja dari tanggung jawab

atas akibat-akibat yang timbul karena pernyataan yang dikeluarkan tapi keliru.

Sehingga dalam hal ini ia diwajibkan untuk membayar ganti kerugian kepada siapa

Page 37: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

yang menderita kerugian akibat tindakannya mengeluarkan pernyataan meskipun

tidak sesuai dengan keinginannya. Sedangkan menurut vertrouwens theorie (teori

kepercayaan), telah terjadi perjanjian. Sebab kemauan yang masih tersimpan dalam

hati sanubari artinya belum dinyatakan belum diatur oleh hukum. Hukum hanya

mengatur apa-apa yang lahir dan dilahirkan yakni segala yang tampak dari tingkah

laku orang seorang dalam pergaulan hidup di tengah-tengah masyarakat.

Kebanyakan para sarjana berpendapat bahwa sepanjang tidak ada dugaan

pernyataan itu keliru melainkan sepantasnya dapat dianggap melahirkan keinginan

orang yang mengeluarkan pernyataan itu, vertrouwens thorie (teori kepercayaan)

yang dipakai.

2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian

Cakap (bekwaam) merupakan syarat umum untuk dapat melakukan perbuatan

hukum secara sah yaitu harus sudah dewasa, sehat akal pikiran dan tidak dilarang

oleh suatu peraturan perundang-undangan untuk melakukan suatu perbuiatan tertentu.

Orang yang kurang sehat akal pikiranya, dalam hukum perdata Barat hanya

mereka yang telah berada di bawah pengampuan saja yang dianggap tidak dapat

melakukan perbuatan hukum secara sah. Sedangkan orang-orang yang kurang atau

tidak sehat akal pikirannya yang tidak berada di bawah pengampuan (curatele) tidak

demikian, perbuatan hukum yang dilakukannya tidak dapat dikatakan tidak sah kalau

hanya didasarkan Pasal 1320 Ayat (2) BW. Akan tetapi, perbuatan hukum itu dapat

Page 38: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

dibantah dengan alasan tidak sempurnanya kesepakatan yang diperlukan, juga untuk

sahnya perjanjian sebagaimana ditentukan Pasal 1320 Ayat (1) BW.

Dilihat dari sudut rasa keadilan memang benar-benar perlu bahwa orang yang

membuat perjanjian yang nantinya akan terikat oleh perjanjian yang dibuatnya itu

harus benar-benar mempunyai kemampuan untuk menginsyafi segala tanggung jawab

yang bakal dipikulnya karena perbuatannya. Sedangkan bila dilihat dari sudut

ketertiban umum, karena orang yang membuat perjanjian mempertaruhkan

kekayaannya, sehingga sudah seharusnya orang tersebut sungguh-sungguh berhak

berbuat bebas terhadap harta kekayaannya.

Tegasnya syarat kecakapan untuk membuat suatu perjanjian ini mengandung

kesadaran untuk melindungi baik bagi dirinya dan bagi miliknya maupun dalam

hubungan keselamatan keluarganya.

3. Suatu Hal tertentu

Suatu hal tertentu dalam perjanjian adalah barang yang menjadi obyek suatu

perjanjian ini harus tertentu, setidak-tidaknya harus ditentukan jenisnya, sedangkan

jumlahnya tidak perlu ditentukan, asalkan saja kemudian dapat ditentukan atau

diperhitungkan.

Selanjutnya dalam Pasal 1334 Ayat (1) BW ditentukan bahwa barang-barang

yang baru akan ada kemudian hari juga dapat menjadi obyek suatu perjanjian.

Page 39: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

Menurut Wirjono Prodjodikoro, zbarang yang belum ada yang dijadikan

obyek perjanjian tersebut bisa dalam pengertian mutlak (absolut) dan bisa dalam

pengertian relatif (nisib). Belum ada dalam pengertian mutlak misalnya, perjanjian

jual beli beras, beras yang diperjual-belikan sudah terwujud beras, pada saat

perjanjian diadakan masih milik orang lain, tetapi akan menjadi milik penjual.

Namun menurut Pasal 1344 Ayat (2) BW barang-barang yang akan masuk

hak warisan seseorang karena yang lain akan meninggal dunia dilarang dijadikan

obyek suatu perjanjian, kendatipun hal itu dengan kesepakatan orang yang akan

meninggal dunia dan akan meninggalkan barang-barang warisan. Adanya laranngan

ini karena menjadikan barang yang akan diwarisi itu dihibahkan oleh calon suami

kepada calon isteri dalam perjanjian kawin atau oleh pihak ketiga kepada calon suami

atau calon isteri, ini diperkenankan.

Kemudian dalam Pasal 1322 BW ditentukan bahwa barang-barang yang dapat

dijadikan obyek perjanjian hanyalah barang-barang yang dapat diperdagangkan.

Lazimnya barang-barang yang dipergunakan untuk kepentingan umum dianggap

sebagai barang-barang diluar perdagangan, sehingga tidak bisa dijadikan obyek

perjanjian.

4. Suatu sebab yang halal

Suatu sebab yang halal merupakan syarat yang keempat untuk sahnya perjanjian.

Mengenai syarat ini Pasal 1335 BW menyatakan bahwa suatu perjanjian tanpa sebab,

Page 40: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

atau telah dibuat karena suatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai

kekuatan.

Ternyata pembentuk undang-undang membayangkan tiga macam perjanjian mungkin

terjadi yakni (1) perjanjian yang tanpa sebab, (2) perjanjian dengan suatu sebab yang

palsu atau terlarang, dan (3) perjanjian dengan suatu sebab yang halal.

Persoalan pokok dalam hal ini adalah apakah pengertian perkataan sebab itu

sebenarnya, dari sejumlah interpretasi dan penjelasan para ahli dapat disimpulkan

bahwa pengertian perkataan sebab itu adalah sebagai berikut:

a. perkataan sebab sebagai salah satu syarat perjanjian adalah sebab dalam

pengertian ilmu pengetahuan hukum yang berbeda dengan pengertian ilmu

pengetahuan lainnya.

b. Perkataan sebab itu bukan pula motif (desakan jiwa yang mendorong seseorang

melakukan perbuatan tertentu) karena motif adalah soal bathin yang tidak

diperdulikan oleh hukum.Perkataan sebab secara letterlijk berasal dari perkataan

oorzak (bahasa Belanda) atau causa (bahasa Latin) yang menurut riwayatnya

bahwa yang dimaksud dengan perkataan itu dalam perjanjian adalah tujuann

yakni apa yang dimaksudkan oleh kedua ppihak dengan mengadakan

perjanjjian. Perkataan lain kata sebab berarti isi perjanjian itu sendiri.

c. Kemungkinan perjanjian tanpa sebab yang dibayangkan dalam Pasal 1335 BW

adalah suatu kemungkinan yang tidak akan terjadi, karena perjanjian itu sendiri

adalah isi bukan tempat yang harus diisi.

Page 41: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

Kemudian yang perlu mendapat perhatian dalam hubungan ini adalah apa

yang dinyatakan Pasal 1336 BW, bahwa jika tidak dinyatakan sesuatu sebab, tetapi

ada sesuatu sebab yang halal, ataupun jika sebab yang lain dari pada yang dinyatakan

persetujuan namun demikian sah.54

Oleh para ahli dikatakan bahwa kata sebab dalam Pasal 1336 BW itu adalah

kejadian menyebabkan adanya hutang, misalnya perjanjian jual beli barang atau

perjanjian perjanjian peminjaman uang dan sebagainya. Sehingga yang dimaksud

dengan persetujuan dalam Pasal 1336 BW itu tidak lain adalah surat pengakuan

hutang bukan perjanjiannya sendiri. Oleh karena itu, surat pengakuan hutang yang

menyebutkan sebabnya (causanya) dinamakan cautio discerta. Sedangkan yang tidak

menyebutkan sebabnya (causanya) dinamakan cautioindiscreta.55

Akhirnya, Pasal 1337 BW menentukan bahwa sesuatu sebab dalam perjanjian

tidak boleh bertentangan dengan undang-undang kesusilaan dan ketertiban umum.

Demikianlah syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu perjanjian pada

umumnya sebagaimana dikhendaki Pasal 1320 BW. Untuk perjanjian. Perdamaian

(Pasal11851 Ayat (2) BW), perjanjian tentang besarnya bunga Pasal 1767

Ayat (3) BW. 56

Pasal 1320 KHUPerdata selama ini mengalami pergeseran. Di antara pergeseran

dalam pembuatan perjanjian adalah perjanjian antara produsen dan konsumen yang

salah satunya adalah antara bank dengan nasabah. Hal ini tercermin dalam Pasal 18

54 Ibid., hlm., 21255 Ibid.56 Ibid.

Page 42: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

selengkapnya berbunyi sebagai berikut:57

Ayat 1: pelaku usaha dalam menawarkan barang dan atau jasa yang ditujukan untuk

diperdagangkan, dilarang membuat atau mencantumkan klaausula baku pada setiap

dokumen dan atau perjanjian apabila:58

1. menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha

2. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang

yang dibeli konsumen;

3. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang

yang dibeli oleh konsumen

4. menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha, baik secara

langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang

berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen.

5. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan

jasa yang dibeli oleh konsumen

6. memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau

mengurangi jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek

jual beli jasa;

57 Try Widiyono, Aspek Hukum Operasional Perbankan di Indonesia, Gahlia Indonesia, Bogor 2006 hlm 66.

58 Ibid., hlm 67.

Page 43: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

7. menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru,

tambahan, lanjutan dan atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku

usaha dalam masa konsumen secara angsuran.

Ayat 2: pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau

bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas atau yang

pengungkapannya.59

Adapun langkah nyata dari Bank Indonesia dalam perlindungan nasabah saat

ini sudah semakin terlihat, diantaranya, menempatkan perlindungan nasabah sebagai

salah satu pilar perbankan nasional. Menyangkut pengaturan pun sudah terlihat

dengan diterbitkannya beberapa peraturan yang secara fokus untuk melindungi

nasabah, diantaranya:60

a. Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2006 tentang penyelesaian pengaduan

Nasabah.

b. Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang

Mediasi Perbankan.

Berdasarkan dua peraturan perundang-undangan khusus di atas yang

materinya ditujukan untuk perlindungan nasabah, maka sudah menjadi keharusan

bagi kita untuk menghargainya atas upaya tersebut. Namun begitu, masyarakat masih

mengharapkan lebih baik lagi kiprah Bank Indonesia dalam rangka melindungi

konsumen tersebut.61

59Ibid. 60 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan…, op.Cit., hlm 343.61 Ibid.

Page 44: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

Seiring dengan peratuaran Bank Indonesia yang telah dibuat untuk

mengembalikan kepercayaan masyarakat dan sekaligus melindungi hak-hak

penyimpan dana, akhirnya pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 26

Tahun 1998 tentang Jaminan terhadap Kewjiban Pembayaran Bank Umum dan

Keputusan Presiden nomor 193 Tahun 1998 tentang Program Penjaminan Bank

Perkeriditan Rakyat, yang pada intinya memberi perlindungan hukum secara

langsung kepada nasabah penyimpan dana terhadap kegagalan Bank Umum maupun

BPR dalam memenuhi kewajibannya.62

D. Asas-Asas Hukum Perbankan dan Tujuannya

Bahwa dalam memahami asas hukum perbankan, dengan sendirinya harus

terlebih dahulu juga mempunyai pemahaman materi asas hukum pokoknya, seperti

asas hukum administrasi negara dan hukum tata negara, asas hukum perdata, asas

hukum pidana, dan juga asas hukum Islam, serta asas hukum Internasional. Uraian

untuk itu semua khusus dalam bingkai permasalahan yang berkaitan langsung dengan

lembaga atau industri perbankan.63

1. Asas Hukum Umum Perbankan Indonesia

a. Asas-asas Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara

yang Terkait dengan Operasional Perbankan

62 Djoni S.Gazali dan Rachmadi Usman, Hukum perbankan…, op.Cit., hlm 568.63 Muhamad Djumhana, Asas-asas Hukum Perbankan Indonesia, Citra Aditya Bakti,

Bandung 2008, hlm., 235.

Page 45: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

Gambaran untuk memahami keterkaitan antara hukum tata negara dan

perbankan, perlu terlebih dahulu memahami mengenai hubungan lembaga

kenegaraan dengan hukum tata negara. Kelembagaan itu sendiri mengandung

pengertian sebagai seperangkat peraturan yang menyangkut hak dan kewajiban. Salah

satu pendapat yang dapat menggambarkan kondisi tersebut, yaitu pendapatnya Van

Vollenhoven, dia mengatakan bahwa:64

”badan-badan kenegaraan tanpa hukum tata negara adalah lumpuh karena mereka tidak diberi kekuasaan atau kekuasaannya itu tidak menentu dan badan kenegraan tanpa hukum administrasi negara adalah bebas karena mereka dapat menggunakan kekuasaannya itu sekehendak hatinya saja.”

Gambaran pendapat tersebut menunjukan bahwa badan-badan kenegaraan itu

memperoleh wewenangnya dari hukum tata negara dan badan-badan kenegaraan itu

menggunakan wewenangnya itu harus berdasarkan atau sesuai dengan hukum

administrasi negara (asas negara hukum).65

Berpijak pada pengertian-pengertian tersebut di atas, maka ruang lingkup

kelembagaan dari sudut pandang administrasi negara menyangkut hal-hal berikut: 66

1) Kelembagaan adalah kreasi manusia, beberapa bagian penting

kelembagaan adalah hasil akhir dari kegiatan manusia yang dilakukan

secara sadar.

2) Kumpulan individu, karena itu kelembagaan dirumuskan dan diputuskan

bersama-sama bukan secara perorangan.

64 Ibid., hlm 236.65 Ibid., 66Ibid., hlm 237.

Page 46: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

3) Dimensi waktu, dapat diaplikasikan dalam situasi yang berulang dalam

suatu dimensi waktu.

4) Dimensi tempat, lingkungan fisik adalah salah satu determinan penting

dalam aransemen dan pembentukan struktur kelembagaan

5) Aturan main dan norma, anggota masyarakat harus mengerti rumusan-

rumusan yang mewarnai semua tingkah laku dan norma yang dianut

dalam kelembagaan tersebut.

6) Sistem pemantauan dan penegakan aturan.aturan main dan norma harus

dipantau dan di tegakan oleh suatu badan yang kompeten atau oleh

masyarakat secara internal.

7) Hierarki dan jaringan, bagian dari hierarki dan jaringan atau sistem

kelembagaan yang lebih kompleks.

8) konsekuensi kelembagaan, kelembagaan meningkatkan rutinitas dan

memiliki pengaruh bagi terciptanya suatu pola interaksi yang stabil.

Hal-hal di atas penting dipahami guna mendukung pemahaman yang lebih

komperhensif atas seluruh permasalahan yang berkaitan dengan kelembagaan dan

hubungannya dengan aspek yang menjadi bidang garapan dari lemabaga tersebut.67

Kelembagaan negara atau pemerintahan yang berkaitan dengan perbankan dan

diatur langsung dalam konstitusi, yaitu lembaga bank sentral. Undang-Undang Dasar

1945, diatur sebagai berikut :

67 Ibid.

Page 47: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

”Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang”.68

Undang-undang pelaksanaan dari amanat ketentuan konstitusi tersebut, yaitu

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah

diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

Ketentuan yang mengatur bank sentral, baik susunan kedudukan,

kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya semuanya paling tidak berpijak

pada asas-asas sebagai berikut :69

1) asas pemisahan secara organisasional antara jabatan yang menjabatnya

dan pikiran, pandangan hidup, perasaan, kepentingan pribadi tidak

boleh dicampuradukan dengan tugas, fungsi, dan kewajiban jabatan.

2) Asas persamaan ketundukan pada hukum, yang menyatakan bahwa

pejabat penguasa negara (sebagai pemegang policy pemerintah) jika

berbuat atau bertindak diluar batas-batas tugas dan wewenang

jabatannya (jika sedang tidak berdinas) berkedudukan sama

dalam/terhadap hukum, seperti setiap warga masyarakat biasa.

3) Asas pemisahan kas, yang menyatakan, bahwa harta kekayaan pribadi

(kas pribadi) dipisah secara tegas dari harta benda/kekayaan negara

(kas negara)

68 Ketentuan Pasal 23D Undang-Undang Dasar 1945 amandemen keempat.69 Ibid., hlm 238

Page 48: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

Ketiga asas tersebut memberikan landasan kepada bank sentral dalam

kedudukannya sebagai suatu lembaga. fungsinya memelihara kestabilan nilai rupiah,

maka Bank Indonesia mempunyai tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan

moneter ; mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran; serta mengatur dan

mengawasi bank. Bank indonesia dengan otoritas moneter yang independen, saat ini

tidak lagi memberikan kredit program, tetapi dalam menjalankan tugas dan fungsinya

dapat mengakomodasi prinsip-prinsip yariah kegiatannya.70Bank Indonesia dalam

menjalankan tugas pengaturan dan pengawasan bank,71 berwenang untuk menetapkan

peraturan dan perizinan bagi kelembagaan dan kegiatan usaha bank serta mengenakan

sanksi terhadap bank.72 Bank Indonesia sebagai lembaga negara yang independen

berada di luar pemerintahan, mandiri bebas dari campur tangan pemerintah dan/atau

pihak lainnya, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang

Bank Indonesia.73 Bank Indonesia sebagai lemabaga mandiri, namun harus didasari

dan memenuhi prinsip pertanggungjawaban kepada masyarakat (akuntabilitas publik)

bahwa Bank Indonesia dituntut untuk transparan dalam menetapkan kebijakannya

serta terbuka bagi pengawasan oleh masyarakat.74

70 Lihat pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

71 Dalam hal pengawasan bank, maka Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia akan menyerahkannya kepada lembaga yang akan dibentuk kemudia dan akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2002. Ketentuan tersebut diubah waktunya melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004, menjadi selambat-lambatnya 31 Desember 2010.

72 Lihat ketentuan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia73 Lihat ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.74 Muhamad Djumhana, Asas…Op.Cit., hlm.239.

Page 49: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

Bank Indonesia tersebut hadir dan dibentuk guna dapat mengorganisasi, serta

mengoperasionalisasikan kebijakan publik (public policy) di bidang perbankan dan

moneter. Kedudukan seperti itu, maka kebijakan yang diambilnya dapat berupa

bentuk penetapan-penetapan yang bersifat beschiking, seperti contohnya pemberian

izin usaha jasa perbankan atau pencabutan izin, itu semua merupakan bagian dari

suatu putusan tata usaha negara sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1 angka 3

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 tahun 2004.75

Pembahasan hukum perbankan yang bersentuhan dengan hukum administrasi

negara, maka konsep dan pengertian kewenangan atau wewenang dasar kewenangan

untuk melakukan perbuatan hukum dalam suatu jabatan yang berkaitan dengan

pelayanan kepada masyarakat menyangkut bidang perbankan.76 Namun, demikian

juga dapat berkaitan dengan kedudukan pejabat administrasi negara sebagai nasabah

di mana kewenangan pengeluaran atau pengelolaan uang negara/daerah yang

menggunakan jasa perbankan harus diperhatikan si pejabat tersebut, apakah

berwenang atau tidak.77

Kedudukan sebagai nasabah, maka pada lembaga tata usaha negara tersebut

melekat asas hukum administrasi negara yang berhubungan dengan pelayanan

perbankan, diantaranya, yaitu sebagai berikut:78

75 Ibid.,hlm. 240. 76 Pelayanan yang diberikan oleh pejabat kepada masyarakat menyangkut bidang perbankan,

yaitu menyangkut perizinan untuk berusaha di bidang perbankan.77 Muhamad Djumhana, Asas…Op.Cit., hlm.24078 Lihat uraian dari philipus M. Hadjon, et al., Pengantar Hukum Administrasi Indonesia,

Cetakan Kelima, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1997, hlm, 375

Page 50: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

1) Asas bahwa terhadap benda-benda public tidak dapat diletakan sita jaminan,

asas tersebut telah diterapkan dalam ketentuan Pasal 50 Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara:

“Pihak mana pun dilarang melakukan penyitaan terhadap :

a) Uang atau surat berharga milik negara/daerah, baik yang berada pada

instansi pemerintah maupun pada pihak ketiga;

b) Uang yang harus disetor oleh pihak ketiga kepada negara/daerah;

c) Barang bergerak milik negara/daerah, baik yang berada pada instansi

pemerintah maupun pada pihak ketiga

d) Barang tidak bergerak dan hak kebendaan lainnya milik

negara/daerah;

e) Barang milik pihak ketiga yang dikuasai oleh negara/daerah yang

diperlukan untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan

2) asas bahwa negara selalu harus dianggap akan selalu mampu membayar

(solvable).

Berdasarkan asas-asas tersebut di atas, yang berkaitan dengan perbankan,

diantaranya, bahwa bank yang diberi kepercayaan menyimpan uang atau surat

berharga milik negara/daerah tidak boleh memberikan izin untuk penyitaan milik

negara /daerah yang disimpannya apabila ada permohonan dari pihak mana pun,

bahkan uang yang masih dalam proses untuk diserahkan kepada negara /daerah pun

tidak boleh dihentikan proses pemindahbukuannya. Negara/daerah selalu harus

Page 51: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

dianggap akan selalu mampu membayar (solvable), dengan demikian negara/daerah

merupakan nasabah yang mudah dikenali.79

b. Asas-asas Hukum Perdata yang Terkait dengan Operasional

Perbankan

Asas hukum perdata yang terkait dengan operasional perbankan sangatlah

banyak karena kegiatan perbankan pada dasarnya lebih besar keperdataannya. Asas

hukum perdata yang sangat besar keterkaitannya dengan perbankan, yaitu asas-asas

hukum perikatan. Perikatan hukum merupakan bagian dari operasional perbankan,

maka asas hukum perikatan telah menyatu dalam kegiatan operasional perbankan

sehingga dengan sendirinya menjadi bagian dari pembahasan asas hukum perbankan

pula.80

Keberadaan asas hukum perikatan tersebut dikenali, baik dalam operasional

perbankan konvensional maupun operasional perbankan syariah. Paling utama dalam

suatu perikatan atau perjanjian, yaitu syarat sahnya suatu perikatan atau perjanjian

tersebut. Berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata, perikatan atau perjanjian harus

memenuhi empat syarat yaitu:81

1) Sepakat (consensus), yaitu ada perizinan yang bebas dari orang-orang yang

mengikatkan diri serta harus mempunyai kemauan yang bebas untuk

79 Muhamad Djumhana, Asas…Op.Cit., hlm 241.80Ibid. 81 Riduan Syahrani , Seluk-beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Alumni, Bandung, 2004,

hlm., 205.

Page 52: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

meningkatkan diri dan kemauan itu harus dinyatakan, baik dengan tegas

maupun secara diam-diam.

2) Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian (capacity)

3) Suatu hal tertentu yang diperjanjikan (certainty of terms), dalam suatu

perikatan atau perjanjian objeknya haruslah suatu hal atau suatu barang yang

cukup jelas atau tertentu, agar dapat menetapkan kewajiban para pihak.

4) Suatu sebab yang halal (consideration), tujuan yang dikehendaki/isi dari

perjanjian yang dilakukan oleh kedua pihak harus ada/jelas.

Syarat pertama dan kedua di atas merupakan syarat subjektif, yang berarti

apabila suatu perikatan atau perjanjian tidak memenuhi kedua syarat tersebut,

perikatan atau perjanjian tersebut dapat dibatalkan, sebaliknya, syarat ketiga dan

keempat diatas merupakan syarat objektif, yang berarti apabila suatu perikatan atau

perjanjian tersebut batal demi hukum dan sejak semula dianggap tidak terjadi

perjanjian.82

Selain asas perikatan sebagaimana tercantum dalam KUHPerdata, ada juga

dikenal beberapa contoh asas dalam perikatan lainnya yang tidak termuat dalam

peraturan perundang-undangan, diantaranya:83

1) asas kebebasan berkontrak

asas kebebasan berkontrak merupakan asas kebebasan para pihak untuk

menentukan isi perjanjian, setelah Perang Dunia Kedua dan terutama

82 Muhamad Djumhana, Asas…Op.Cit., hlm.,24283 Ibid.

Page 53: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

menjelang akhir abad ke-20 ini sudah banyak diubah oleh peraturan-peraturan

hukum administrasi negara sehingga hukum kontrak di bidang bisnis kini

tidak lagi dapat dikatakan tunduk sepenuhnya pada asas kebebasan berkontrak

dalam hukum perdata, unsur kepentingan umum dan hukum administrasi

negara.84ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata, dinyatakan bahwa

”semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.

Sesuai dengan asas pokok dari suatu perjanjian, yakni asas kebebasan

berkontrak (freedom of contract), yaitu adanya kebebasan untuk membuat

suatu perjanjian apa saja asalkan dibuat secara sah dan akibatnya, perjanjian

tersebut akan mengikat mereka yang membuatnya seperti suatu undang-

undang. Hubungan dengan perjanjian kredit maka pihak-pihak yang akan

mengikatkan diri dalam perjanjian kredit, maka pihak-pihak yang akan

mengikatkan diri dalam perjanjian kredit tersebut dapat mendasarkan

perjanjian yang akan dibuatnya pada ketentuan-ketentuan yang ada pada Buku

III KUH Perdata dan peratuaran perundang-undangan lainnya yang mengatur

perkreditan, juga oleh apa yang secara khusus disepakati oleh kedua belah

pihak.

Perkembangan asas kebebasan berkontrak ini, kemudian mendapat pengaruh

dari peraturan ekonomi yang memuat ketentuan yang bersifat memaksa, yang

ditujukan untuk menyeimbangkan kemampuan pihak-pihak pelaku ekonomi

84 Hardjin Rusli, Hukum Perjanjian Indonesia dan Indonesia dan Common Law, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta 1996, hlm., 38.

Page 54: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

secara lebih adil dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional yang

berdasarkan asas pemerataan. Pengaruhnya sangat terasa apabila ada suatu

ketentuan dari pemerintah yang menyatakan apa yang harus disepakati,

ataupun persyaratan lainnya untuk melengkapi suatu perjanjian yang dibuat.

Pembatasan-pembatasan terhadap kebebasan berkontrak yang dikeluarkan

oleh pemerintah, haruslah dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang

setingkat dengan undang-undang ataupun peraturan pengganti undang-undang

(perpu) tidak boleh dalam bentuk peraturan pemerintah . hal demikian

mengingat karena kebebasan berkontrak diatur dalam undang-undang (KUH

Perdata), ketentuan yang membatasi kebebasan berkontrak pun harus

setingkat dengan KUH perdata, tidak boleh tingkatannya di bawah undang-

undang. Pendapat seperti itu terungkap dari pendapatnya Dr. Sutan Remi

Sjahdeini, S.H., yang lengkapnya sebagai berikut :85

”Asas kebebasan berkontrak eksistensinya diakui oleh peraturan perundang-undangan yang bertingkat undang-undang, yaitu KUH Perdata, maka hanya undang-undang atau peraturan pemerintah pengganti undang-undang (misalnya keputusan menteri) hanya dapat mengatur pelaksanaan dari pembatasan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh suatu undang-undang atau peraturan pemerintah pengganti undang-undang tersebut dan bukannya menetapkan pembatasan itu sendiri.”

2) Asas itikad baik (te goeder trouw, in good faith)86

85 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang seimbang bagi para pihak dalam Perjanjian kredit di Indonsia, Institut Bankir Indonesia Jakarta 1993, hlm., 300

86 Hardjin Rusli Hukum Perjanjian…Op. Cit., hlm,119-120.

Page 55: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

Menurut Hardijan Rusli, S.H., unsur-unsur itikad baik dan kepatutan itu ada

jika tidak melakukan segala sesuatu yang tidak masuk akal. Putusan-putusan

pengadilan common law juga banyak yang menekankan bahwa pelaksanaan

suatu perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik (good faith). Beliau

selanjutnya menjelaskan itikad baik ini, dengan mengambil contoh aturan

yang berasal dari negara common law, Restatment Second, section 205

menyatakan bahwa :

“Every contract imposes upon each party a duty of good faith and fair dealing in its performance and enforcement. (setiap perjanjian membebankan kepada masing-masing pihak suatu kewajiban untuk melaksanakan perjanjian secara itikad baik dan transaksi adil)”.

Keterangan atas section 205 ini memberikan contoh tentang tiada

itikad baik (bad faith) dalam hal terdapat : menghindar dari maksud/ tujuan

transaksi; kurang aktif dan berkurangnya perhatian; melakukan perbuatan

yang baik dengan sengaja; kesewenangan dalam menentukan isi perjanjian;

ikut campur tangan atau gagal bekerja sama dalam prestasi pihak lawannya.

Asas ini tercantum dalam Pasal 1313 jo. Pasal 1320 KUH Perdata yang

berbunyi:87

“suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”

Dan

87 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio. KitabUndang-Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Bandung 1992, hlm 338,339.

Page 56: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

“Untuk sahnya persetujuan-persetujuan diperlukan empat syarat yaitu sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang halal.”

c. Asas-asas Hukum Pidana yang Terkait dengan Operasional Perbankan

Hukum perbankan tidak akan terlepas dari kaidah-kaidah yang secara khusus

memerhatikan kepentingan umum, juga menyangkut kaidah-kaidah tertentu yang

secara khusus memerhatikan kepentingan umum, juga menyangkut kaidah-kaidah

tertentu yang memuat sanksi guna mendorong ditaatinya ketentuan tersebut sehingga

akan terkait dengan hukum pidana, jadi, sangat wajar pula apabila menguraikan

mengenai asas-asas hukum pidana yang terkait dengan ruang lingkup bidang

perbankan.88

pembahasan asas-asas hukum pidana ini, maka perlu pemahamn awal

mengenai tindak pidana atau dalam istilah belanda disebut straf. Tindak pidana suatu

konsep yuridis, yang berarti tingkah laku manusia yang dapat dihukum berdasarkan

hukum pidana. Menurut Prof.Simon, straf ialah ”het leed, door de strafwet als gevolg

aan de overtrading van de norm verbode, dat aan den schuldige bij rechtelijk vonnis

wordt opgelegd,” yang artinya straf adalah “suatu penderitaan yang oleh undang-

undang pidana telah dikaitkan dengan pelanggaran terhadap suatu norma yang

88 Muhamad Djumhana, Asas…Op.Cit., hlm.,246

Page 57: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

dengan suatu putusan hakim telah dijatuhkan bagi seseorang yang bersalah. Menurut

Moeljatno disebutkan bahwa :

”Tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut. Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu diingat bahwa larangan ditujukan kepada perbuatan ( yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditujukan kepada pertimbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkannya.89

Rumusan di atas seperti itu, kemudian kita mengenal lagi pembedaan antara

kejahatan dan pelanggaran. Juga tidak kalah pentingnya pengenalan unsur-unsur

suatu tindak pidana, yang meliputi kelakuan dan akibat; hal aihwal, atau keadaan

yang menyertai perbuatannya; keadaan yang memberatkan pidana; unsur melawan

hukum yang objektif dan unsur melawan hukum yang subjektif.

Tindak pidana dapat dibedakan antara kejahatan (misdrijven) dan pelanggaran

(overtredingen). Menurut Moeljatno, pada masa sekarang pembedaan antara

kejahatan dan pelanggaran didasarkan pada pembedaan kuantitatif (soal berat atau

entengnya ancaman pidana).90 Penentuan dalam peraturan terhadap perbuatan

seseorang termasuk kejahatan atau bukan didasarkan atas penafsiran masyarakat yang

tentunya akan berbeda menurut waktu dan tempat, jadi bisa terjadi perbuatan satu

abad yang lalu merupakan kejahatan, sekarang tidak lagi (atau sebalinya) atau

perbuatan yang di negara X dianggap sebagai kejahatan, tetapi di negara Y justru

sebaliknya. Jadi, pada prinsipnya kejahatan bersifat subjektif dan relatif bergantung

89 Moeljatno, Azas-azasHukum Pidana, Bina aksara, Jakarta, 1983, hlm 63.90 Ibid., hlm. 73

Page 58: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

pada waktu, tempat, dan masyarakat yang bersangkutan. Demikianlah kejahatan di

indonesia ditentukan oleh norma-norma hukum pidana positif Indonesia masyarakat

Indonesia sekarang ini.91

Tindak pidana selain dibedakan dalam kejahatan dan pelanggaran, biasanya

dalam teori dan praktik dibedakan pula, antara lain, dalam delik dolus (kesengjaan)

dan delik culpa (kelalaian); delik commissionis, yaitu delik yang terdiri dari

melakukan sesuatu (berbuat sesuatau) perbuatan yang dilarang oleh aturan pidana dan

delik omissi, yaitu melalaikan kewajiban untuk melakukan sesuatu; delik biasa dan

delik yang dikualifikasi (dikhususkan); serta delik terus berlanjut dan tidak

berlanjut.92

Mengenai masalah tindak pidana ini pula, perlu diperhatikan mengenai

pelaksanaan undang-undang dan perintah jabatan. Ketentuan pasal 50 KUHP

menyebutkan:93

”Barang siapa melakukan perbuatan untuk melksanakan ketentuan undang-undang tidak dipidana.”

Sedangkan Pasal 51 Ayat (1) KUHP, menyebutkan:94

”Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang wenang tidak dipidana.”

Penerapan suatu ketentuan pidana harus di dasarkan pada pemenuhan unsur-

unsur yang terdapat dalam ketentuan termaksud yang dilanggarnya. Namun,

selanjutnya tetap harus diperhatikan pula apakah ada hal yang menghapuskan sifat

91 Muhamad Djumhana, Asas…Op.Cit., hlm.,247.92 Ibid., hlm248.93 Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Bumi Aksara, Jakarta 2005, hlm 24. 94 Ibid.

Page 59: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

melawan hukumnya perbuatan tersebut. Hal-hal penghapus seperti itu mungkin

terdapat di dalam undang-undang, namun mungkin juga terdapat diluar undang-

undang.Hubungan ini, yurisprudensi Indonesia telah menganutnya, sebagaimana

terdapat dalam Keputusan Mahkamah Agung tanggal 8 januari 1966 dalam suatu

perkara penggelapan yang diakukan oleh seorang pegawai negeri. Dalam bukunya

Hukum dan Hukum Pidana, Sudarto menguraikan bahwa: 95

“Mahkamah Agung membenarkan pendapat dari Pengadilan Tinggi Jakarta, yang mengatakan bahwa “sesuatu tindakan pada umumnya dapat hilang sifatnya sebagai melawan hukum bukan hanya berdasarkan sesuatu ketentuan dalam perundang-undangan, melainkan juga berdasarkan asas-asas keadilan atau asas-asas hukum yang tidak tertulis dan bersifat umum”. Oleh Pengadilan Tinggi Jakarta, asas-asas ini, misalnya, negara tidak dirugikan, kepentingan umum dilayani, dan terdakwa sendiri tidak mendapat untung. Maka dalam perkara tersebut meskipun terdapat telah melakukan perbuatan yang secara formil telah memenuhi rumusan delik yang berupa penggelapan ialah sengaja memiliki barang orang lain yang ada padanya bukan karena kejahatan, namun karena terdapat ketiga faktor tersebut, maka sifat melawan hukumnya perbuatan itu hapus sehingga ia harus dilepas dari segala tuntutan hukum. Jadi, jelas dalam perkara ini pengadilan menganut ajaran sifat melawahn hukum yang materiil…”

Memperhatikan uraian tersebut diatas, menunjukkan bahwa asas-asas hukum

tersebut dapat dipakai dalam praktik peradilan dan itu harus menjadi pedoman semua

penegak hukum, jangan terlalu legisme terpaku pada peratuarn perundang-undangan

tertulis semata,namun juga harus menerima dan menggali rasa keadilan masyarakat.

Kondisi seperti itu sangat diharapkan oleh Achmad Ali. dapat terwujud di negara

kita.96

95 Sudarto,Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung 1990, hlm 101.96Muhamad Djumhana, Asas…Op.Cit., hlm.,249.

Page 60: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

Pendapat di atas, dalam kehidupan perbankan sebenarnya juga sangat

diharapkan, yaitu bahwa semua stakeholder perbankan, taat pada aturan tidak semata-

mata taat karena takut sanksi, tetapi harus karena menganggap aturan hukum itu

memang mempunyai tujuan yang baik sesuai dengan nilai kehidupan. Prinsip

ketaatan pada hukum untuk dunia perbankanmerupakan nilai yang harus melekat

pada pribadi setiap individu perbankan sehingga prinsip ini penaatannya telah

menjadi standar internasional dan diterapkan dengan adanya pejabat pengawas

kepatuhan pada peraturan perundang-undangan.97

Secara kasat mata dari pengalaman terdahulu ternyata dirasakan dan menjadi

pemahaman kita bersama bahwa ada keterbatasan pengaruh dari sanksi hukum

tersebut, keterbatasan demikian termasuk dari sanksi pidana itu sendiri. Ahli hukum

pidana mengatakan “The limit of criminal sanction”, hal itu berarti bahwa kita tidak

boleh terlalu mengharapkan ketaatan orang pada suatu peraturan perundang-

undangan hanya dengan mengandalkan pada sanksi pidana semata meskipun juga

tidak boleh mengatakan bahwa sanksi pidana itu tidak ada artinya.98

Sejalan dengan pandangan di atas, maka pengenaan sanksi pidana hanya

dilaksankan apabila upaya lain (sanksi perdata atau administrasi, seperti sanksi biaya

paksa penegakan hukum) sudah tidak memadai lagi sehingga sanksi pidana

mempunyai fungsi yang subsider. Di dalamnya mengandung sifat bahwa pidana

tersebut hendaknya dipakai sebagai obat terakhir (ultimum remedium) dan

97 Ibid.,hlm. 250.98 Ibid.

Page 61: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

konsekuensinya pengenaannya harus memerhatikan dengan seksama, persyaratannya

harus tepat dan kuat alasannya.persyaratan demikian ditetapkan oleh pembentuk

peraturan perundang-undangan dan para ahli (doktrin), sedangkan para pejabat

penegak hukumnya harus mempedomani serta memerhatikan persyaratan tersebut.99

Sesuai dengan definisi hukum dari Mochtar Kusumaatmadja hukum itu

meliputi pula proses penegakannya.

“Penegakan dan pentaatan peraturan hanya dapat dijalankan apabila ada organ yang menjadi pelaksananya. Dengan demikian, maka sanksi itu akan dapat dilaksanakan apabila ada organ yang menjalankan untuk pentaatannya.”

Sejalan dengan itu, Max Weber berpendapat bahwa:100

“Suatu tatnan bisa disebut sebagai hukum apabila secara eksternal ia dijamin oleh kemungkinan bahwa paksaan (fisik atau psikologis), yang ditujukan untuk mematuhi tatanan atau menindak pelanggaran, akan diterapkan oleh suatu perangkat terdiri dari orang-orang yang khusus menyiapkan diri untuk melakukan tugas-tugas tersebut.”

Sependapat dengan pandangan Max Weber di atas, maka dalam rangka

penegakan hukum diperlukan organ tertentu yang menjalankan fungsi tersebut, dalam

industri perbankan di Indonesia, organ tersebut sementara ini, di antaranya, berada

pada fungsi Bank Indonesia selain juga pada lembaga penegak hukum lainnya.101

Dasar pemahaman di atas, maka ada beberapa asas hukum pidana yang perlu

dipahami dalam kaitannya dengan perbankan, yaitu menyangkut perbuatan serta

pelakunya:102

99 Ibid.100 Satijpto Rahardjo, Ilmu Hukum,Citra Aditya Bakti, Bandung 1993, hlm., 263101 Muhamad Djumhana, Asas…Op.Cit., hlm.,251.102 Ibid., hlm., 251.

Page 62: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

1) Asas nulu poena

Asas nulu poena suatu asas yang menurut sifatnya harus terdapat dalam setiap

peraturan perundang-undangan pidana sebagaimana diatur dalam perjanjian

Roma Tahun 1950, asas ini merupakan asas legalitas, di antaranya, yaitu

dikenal asas nullum crimen sine lege dan asas nulla poena sine culpa (culpa

dalam arti luas meliputi kesengajaan dan kealpaan);

2) Asas presumption of innocence asas praduga tidak bersalah serta asas

kesalahan (culpabilitas).

Asas praduga tidak bersalah hakikatnya, yaitu bahwa tidak seorang pun dapat

dijatuhi sanksi pidana, kecuali diberi kesempatan untuk membuktikan

ketidakbersalahannya;

3) Asas pembuktian terbalik (retroaktif)

Asas pembuktian terbalik yaitu asas yang mewajibkan kepada pihak yang

disangka membuktikan ketidakbersalahnya;

4) Asas ultimum remedium (obat yang terakhir)

Asas ultimum remedium (obat yang terakhir) maksudnya apabila tidak perlu

sekali, hendaknya jangan menggunakan pidana sebagai sarana, asas tersebut

melekat pada pengertian straf atau pidana, dalam pengertian bahwa jika

tindakan yang diputuskan oleh hakim boleh dipandang sebagai obat, asas ini

ingin mengatakan bahwa, hendaklah obat yang diberikan itu jangan sampai

Page 63: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

membuat penyakitnya itu menjadi semakin parah. Tidak berlebihan apabila

melihat kenyataan seperti itu, Roeslan Saleh mengemukakan bahwa dalam

menggunakan hukum pidana kita harus bersikap menahan diri, di samping

teliti sekali. Menahan diri dan teliti, baik dalam bidang perundang-undangan

maupun dalam bidang penerapan pidana dan pelaksanaannya.

Asas-asas tersebut di atas, baru sebagian dari asas-asas hukum yang terdapat

di dalam ruang lingkup hukum pidana. Pandangan Sudarto103 asas-asas tersebut

merupakan nilai-nilai yang berkedudukan lebih tinggi dari peraturan perundang-

undangan. Jika ada peraturan yang tidak memenuhi asas-asas atau nilai-nilai yang

dipegang oleh suatu masyarakat, peraturan itu bisa dikatakan dibuat dengan

sewenang-wenang dan sangat mungkin peraturan itu sukar, bahkan tidak dapat

dijalankan.104

Ilustrasi keterkaitan asas-asas hukum pidana dengan pengelolaan kegiatan

perbankan, yaitu mengenal tanggung jawab dan pengenaan sanksi (pemidanaan) dari

dan terhadap pihak-pihak yang berhubungan dengan operasional perbankan ataupun

pihak terkait lainnya. Tanggung jawab dari pejabat bank, termasuk kepada pribadinya

apabila dia melakukan tindakan dengan cara yang secara moral tercela atau bertindak

dengan itikad buruk, lalai dan sembrono, dan melanggar hukum, hal tersebut dalam

kasus-kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Ada beberapa sanksi mengancam

untuk dikenakan terhadap pihak-pihak yang melakukan kelalaian dan penyimpangan

103 Satijpto Rahardjo, Ilmu… Op.Cit., hlm., 24.104 Muhamad Djumhana, Asas…Op.Cit., hlm.,252.

Page 64: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

ketentuan peraturan perundang-undangan perbankan, yaitu di antaranya, beberapa

pelanggaran yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan dan undang-undang perubahannya, di antaranya :105

1) kejahatan berupa mendirikan usaha bank tanpa izin atau bank gelap

(Pasal 46)

2) Kejahatan tentang pembocoran rahasia bank, yaitu pembocoran rahasia

bank oleh anggota dewan komisaris, direksi, pegawai bank, atau pihak

terafiliasi lainnya (Pasal 47 Ayat (2)), atau sebaliknya mereka sengaja

tidak memberikan keterangan yang menjadi kewajibannya berupa

pembukuan informasi yang dimaksud sebagai rahasia bank untuk

kepentingan tertentu sesuai undang-undang (Pasal 47 A Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor

7 Tahun 1992 tentang Perbankan).

3) Kejahatan berupa tindakan dari mereka, yaitu anggota dewan komisaris,

direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan

keterangan dan informasi kepada Bank Indonesia (Pasal 48 Ayat (1)).

kejahatan tindakan dari anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank

yang dengan sengaja :

“membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam laporan maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank.” Kejahatan window dressing (Pasal 49 Ayat (1) huruf a).

105 Ibid. hlm., 253.

Page 65: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

4) Kejahatan tindakan dari anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai

bank yang dengan sengaja:

“menghilangkan atau tidak memasukan atau menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi, atau rekening suatu bank.”(Pasal 49 Ayat (1) huruf b)”.

5) Kejahatan tindakan dari anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai

bank yang dengan sengaja :

“Mengubah, menghaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi, atau rekening suatu bank atau dengan sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan, menyebunyikan, menghapus, atau menghilangkan catatan pembukuan tersebut.”

6) Kejahatan tindakan dari anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai

bank yang dengan sengaja :

“Meminta atau menerima, mengizinkan atau menyetujui untuk menerima suatu imbalan, komisi, uang tambahan, pelayanan uang, atau barang berharga, untuk keuntungan pribadinya atau untuk keuntungan keluarganya, dalam rangka mendapatkan atau berusaha mendapatkan bagi orang lain dalam memperoleh uang muka, bank garansi, atau fasilitas kredit dari bank, atau dalam rangka pembelian atau pendiskontoan oleh bank atas surat-surat wesel, surat promes, cek, dan kertas dagang atau bukti kewajiban lainnya, ataupun dalam rangka memberikan persetujuan bagi orang lain untuk melaksanakan penarikan dana yang melebihi batas kreditnya pada bank .” (Pasal 49 Ayat (2) huruf a).

7) kejahatan tindakan dari anggota dewan komisaris, direksi, atau pegawai

bank yang sengan sengaja:

Page 66: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

“Tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank tehadap ketentuan dalam undang-undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank.” (pasal 49 Ayat (2) huruf b).

8) pihak terafliasi yang dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah

yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan

dalam undang-undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan

lainnya yang berlaku bagi bank diancam dengan pidana penjara paling

lama 6 tahun dan denda paling banyak 6 miliar rupiah (Pasal 50).

Selain perbuatan-perbuatan yang tercantum di atas, satu perbuatan penting

lainnya, yang pelanggarannya merupakan suatu tindak pidana di bidang perbankan,

yaitu pelanggaran yang diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian

Uang, serta peraturan perundang-undangan lainnya.106

Dimensi bentuk tindak pidana perbankan bisa berupa tindak kejahatan

seseorang terhadap bank, bank terhadap bank lain, ataupun bank terhadap perorangan

sehingga bank dapat menjadi, baik korban ataupun pelaku. Adapun dimensi ruang

tindak pidana perbankan tidak terbatas pada suatu tempat tertentu. Ia bisa melewati

batas-batas teritorial suatu negara. Begitu pula dimensi waktu, ia bisa terjadi seketika,

bisa juga berlangsung beberapa lama. Sedangkan ruang lingkup terjadinya tindak

pidana perbankan dapat terjadi pada keseluruhan lingkup kehidupan dunia perbankan

atau yang sangat berkaitan dengan kegiatan perbankan dan lebih luasnya mencakup

juga lembaga keuangan lainnya. Sementara ketentuan yang dapat dilanggarnya, baik

106 Ibid, hlm., 255.

Page 67: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

yang tertulis maupun yang tidak tertulis juga meliputi norma-norma kebiasaan pada

bidang perbankan, tetapi semua itu tetap harus sudah diatur sanksi pidananya, lingkup

pelaku dari tindak pidana perbankan dapat dilakukan, baik oleh perorangan maupun

badan hukum (korporasi).107

Sanksi-sanksi merupakan bagian penutup yang penting di dalam hukum, pada

umumnya tidak ada gunanya memasukkan kewajiban-kewajiban atau larangan-

larangan bagi masyarakat, manakala aturan-aturan tingkah laku itu tidak dapat

dipaksakan (apabila diperlukan). Adanya sanksi merupakan suatu pengejawantahan

dari salah satu tanda hukum, seperti yang diungkapkan oleh L. Pospisil, yaitu di

antaranya berupa adanya sanksi, yakni bahwa keputusan-keputusan dari pihak yang

berkuasa harus dikuatkan dengan sanksi yang didasarkan pada kekuasaan masyarakat

yang nyata.108

Menurut Hoefnagels, bahwa memberikan sanksi merupakan suatu proses

pembangkitan semangat dan pencelaan untuk tujuan agar seseorang berorientasi atau

menyesuaikan diri dengan suatu norma atau peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Hakikat sanksi, yaitu menyerukan untuk tertib. Jenis sanksi yang dapat

dikenakan terhadap suatu perbuatan:109

1) Sanksi pidana.

2) Sanksi administrasi:

a) paksaan pemerintahan (bestuursdwang);

107 Ibid.108 Ibid.109 Ibid, hlm.,256.

Page 68: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

b) penarikan kembali keputusan (ketetapan yang menguntungkan (izin,

keringanan,pembayaran, dan subsidi);

c) Pengenaan denda administratif;

d) Pengenaan uang paksa oleh pemerintah (dwansom)

Jenis sanksi sebagaiman disebutkan tersebut di atas merupakan

pengelompokan yang utama. Namun, demikian pula bahwa tidak setiap kaidah

disertai dengan sanksi. Kaidah tanpa sanksi disebut leximperfecta, contoh ketentuan

yang tercantum dalam Pasal 298 KUH Perdata, yaitu setiap anak harus menghormati

orang tuanya.110

Perundang-undangan administrasi juga dapat memuat sanksi pidana. Peters

Moster menyebutnya dengan “hukum pidana pemerintahan”, Peters Moster dalam

hubungan ini menyebut “instrumentalisasi” hukum pidana.111 Sejalan dengan

pendapat tersebut diatas, maka peraturan daerah juga dapat memuat sanksi pidana,

melalui sanksi-sanksi itulah kita dapat berharap untuk mendorong anggota

masyarakat agar bertingkah laku sesuai dengan peraturan tersebut. Penentuan pidana

demikian adalah untuk mencapai tujuan tertentu, yaitu keadaan sosial ekonomi,

kesehatan masyarakat, keamanan lalu lintas, dan sebagainya. Keadaan demikian

membawa konsekuensi perlunya tindak penyidikan jika terjadi suatu pelanggaran.112

Sanksi pidana ini merupakan ketentuan yang tidak mutlak harus selalu ada

dalam peraturan perundang-undangan. Menurut Maria Farida Indrati Suprapto bahwa

110 Ibid.111 Roeslan Saleh, Dari Lembaran Kepustakaan Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 1990,

hlm., 147.112 Muhamad Djumhana, Asas…Op.Cit., hlm.,256.

Page 69: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

kadang-kadang ketentuan pidana ini diperlukan bagi suatu peraturan perundang-

undangan.113 Asas bahwa pidana harus seimbang dengan berat ringannya perbuatan

yang telah dilakukan. Dengan demikian, dalam merumuskan ketentuan lamanya

pidana atau banyak nya denda, perlu dipertimbangkan mengenai dampak yang

ditimbulkan, baik berupa keresahan masyarakat maupun kerugian yang besar atau

motif tindak pidana (perbankan) yang dilakukan.114

Praktik perbankan yang menyimpang dari peraturan perundang-undangan di

bidang perbankan sepanjang ketentuan tersebut dianggap sebagai kendala yang dapat

merugikan kepentingannya, bahkan pemilik/pengurus bank memanfaatkan celah

ketentuan yang ada sehingga pada akhirnya menyebabkan bank berada pada kondisi

yang tidak sehat. Disamping itu, pemilik/pengurus bank dalam menjalankan praktik

operasionalnya sering kali mengabaikan prinsip kehati-hatian. Keadaan tersebut

semakin memburuk dengan lemahnya kondisi internal sektor perbankan, terutama

sebagai dampak dari lemahnya manajemen dan terjadinya konsentrasi kredit pada

suatu sektor/kelompok usaha tertentu saja.115

Kondisi tersebut di atas dapat dimaklumi karena perkembangan kehidupan

masyarakat yang begitu cepat sebagai hasil dan proses pelaksanaan pembangunan di

segala bidang kehidupan sosial, politik, ekonomi, keamanan, dan budaya telah

membawa pula dampak negatif berupa peningkatan kualitas dan kuantitas berbagai

macam kejahatan yang sangat merugikan dan meresahkan masyarakat. Dengan

113 Maria Farida Indrati Suprapto, Ilmu Perundang-undangan Dasar-Dasar dan Pembentukannya, Kansius, Yogyakarta 2000, hlm., 163.

114 Soedarto, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung 1993, hlm., 37. 115 Muhamad Djumhana, Asas…Op.Cit., hlm.,257.

Page 70: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

demikian, upaya penegakan hukum yang terintegrasi, terkoordinasi, dan dengan

mengaktualisasikan secara optimal seluruh potensi pada faktor-faktor yang

memepengaruhi upaya penegakan hukum, menjadi agenda utama pembangunan

hukum nasional. Berkenaan dengan hal tersebut di atas, dibentuklah Unit Khusus

Investigasi Perbankan (UKIP) yang semula disebut Tim Investigasi Penyimpangan di

Bidang Perbankan (TIPER) pada tanggal 31 Desember 1998. pada tanggal 31

Agustus 1999, melalui Peraturan Dewan Gubernur Bank Indonesia Nomor

1/3/PDG/1999, tentang Organisasi Sektor Perbankan TIPPER diubah menjadi UKIP.

Selanjutnya, PDG Nomor 1/3/PDG/1999ini dicabut dan disempurnakan dengan

Peraturan Dewan Gubernur Bank Indonesia Nomor 3/1/PDG/2001tanggal 27 April

2001 tentang Organisasi Sektor Perbankan.116

Secara umum, pembentukan UKIP bertujuan untuk meningkatkan ketaatan

bank terhadap peraturan perundang-undangan di bidang perbankan mengungkap

dengan jelas penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di bidang perbankan

sehingga dapat ditemukan akar permasalahan yang ada serta dapat dilakukan tindakan

represif yang tepat. Di samping tujuan dimaksud, keberadaan UKIP ini juga

diharapkan memberikan dampak preventif berupa announcement effect terhadap

dunia perbankan bahwa sejak saat ini penegakan hukum (law enfrocment) telah

dijalankan termasuk law enfocement yang memiliki aspek pidana. Hal ini sejalan

dengan tugas Bank Indonesia dalam membentuk sistem perbankan yang sehat untuk

memenuhi tujuan Bank Indonesia dalam mencapai dan memelihara kestabilan nilai

116 Ibid., hlm., 258.

Page 71: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

tukar rupiah. Sistem perbankan yang sehat ini dapat dicapai apabila perbankan

mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku dan didukung oleh integritas

sumber daya manusia yang bergerak di bidang perbankan itu sendiri.117

2. Asas Hukum Khusus Perbankan Indonesia

Menurut Sudikno Mertokusumo bahwa asas hukum khusus berfungsi dalam

bidang yang lebih sempit. Dengan memerhatikan pendapat demikian, maka di dalam

hukum perbankan terdapat asas hukum khusus yang berlaku secara tersendiri pada

bidang khusus, yaitu perbankan, seperti asas kehati-hatian.118

Asas hukum khusus yang bersifat regulative dalam perbankan di Indonesia,

dapat ditemukan pada peraturan perundang-undangan di bidang perbankan Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan serta peraturan perubahannya, yaitu

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan memiliki asas, yaitu asas demokrasi

ekonomi dan prinsip kehati-hatian. Asas-asas tersebut untuk perbankan syariah,

dirasakan belumlah mencukupi, perbankan syariah memerlukan asas-asas yang lebih

luas dalam kegiatan usahanya, yaitu di antaranya, tidak mengandung unsur riba,

maysir, dan gharar, serta menjunjung tinggi asas keadilan.119

a. Asas Khusus di bidang Perkreditan

117 Ibid.118 ibid., hlm. 259.119 Ibid.

Page 72: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

Penggunaan istilah tersebut sangat tepat karena kredit dari asal kata “crede”

yang dalam bahasa Latin, artinya percaya dengan bentuk past participle-nya

“creditus”. Hal itu memperjelas bahwa kepercayaan merupakan unsur utama

sehingga terjadinya hubungan antara para pihak (yaitu hubungan debitur dengan

kreditor), dan itu dapat terjadi apabila kreditor mempercayai debitur akan

kemampuannya untuk memenuhi kewajiban mengembalikan pinjamannya atau

kemampuannya untuk memenuhi prestasi suatu perikatan yang dibuatnya.

Berdasarkan gambaran seperti diatas, maka tidak mustahil apabila ada yang

mendefinisikan kredit tersebut, sebagai berikut :

“kredit ialah suatu reputasi yang dimiliki seseorang, yang memungkinkan ia

bisa memperoleh uang, barang-barang, atau buruh tenaga kerja, dengan jalan

menukarkannya dengan suatu janji untuk membayarkannya di suatu waktu

yang akan datang”.120

Unsur pertama dan utama dari kredit, yaitu unsur kepercayaan. Unsur yang

lainnya bersifat sebagai suatu penunjang dari unsur pertama dan utama tersebut,

dalam arti unsur tersebut berguna dalam rangka pertimbangan yang menyeluruh

dalam mendapatkan atau memperoleh keyakinan dan kepercayaan untuk terjadinya

suatu hubungan atau perikatan hukum dalam bidang perkeriditan tersebut.121

Kredit dilihat dari sisi unsur keuntungan, maka pandangan antara kreditor dan

debitur secara jelas mempunyai perbedaan, namun mereka terikat dalam satu

120 M.Rachmat Firdaus S.E., teori dan Analisis kredit, PT Purna Sarana Lingga Utama, Bandung 1985, hlm 12.

121 Muhamad Djumhana, Asas…Op.Cit., hlm.,261.

Page 73: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

kepentingan atas kondisi yang ada, maksudnya bahwa dari sisi kreditor kegiatan

kredit, yaitu untuk mengambil keuntungan dari modalnya dengan mengharapkan

kontra prestasi, sedangkan dari pandangan debitur, yaitu bahwa kredit tersebut

memberikan bantuan bagi dirinya untuk menutupi kebutuhannya dan menjadi beban

itu merupakan kewajiban baginya yang berupa utang. Sebaliknya, dari sisi si

penerima pembayaran di masa depan (kreditor), maka hal itu merupakan klaim

terhadap orang untuk membayar kepadanya.122

b. Asas Hukum Khusus di bidang Kerahasiaan Bank

Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan

hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan tidak boleh

secara terbuka diungkapkan kepada pihak masyarakat. Hubungan ini, yang menurut

kelaziman wajib dirahasiakan oleh bank adalah seluruh data dan informasi mengenai

segalasesuatu yang berhubungan dengan keuangan, dan hal-hal lain dari orang dan

badan yang diketahui oleh bank karena kegiatan usahanya.123

Ketentuan rahasia bank diperlukan karena perbankan harus melindungi

nasabahnya. Bank yang membocorkan informasi yang dikategorikan rahasia bank

layak dikenakan sanksi berat. Meskipun begitu, ketentuan itu tidaklah bisa kaku serta

ketat tanpa kekecualian. Ketentuan itu dapat dikesampingkan saat kepentingan umum

(masyarakat)tampak bakal dirugikan oleh oknum tertentu. Di sinilah terlihat bahwa

122 Ibid.123 Ibid., hlm.,271

Page 74: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

kepentingan masyarakat harus dilindungi, yaitu perbankan bukanlah lembaga yang

bisa dijadikan tempat untuk penyalahgunaan kewenangan atau tempat kerja sama

mereka yang melanggar hukum.124

Tinjauan teori tentang rahasia bank menunjukan ada dua pendapat yaitu :

1) teori rahasia bank bersifat mutlak, yaitu bahwa bank berkewajiban

menyimpan rahasia nasabah yang diketahui oleh bank karena kegiatan

usahanya dalam keadaan apa pun, biasa atau dalam keadaan luar biasa

2) teori yang kedua adalah bank bersifat nisbi, yaitu bahwa bank

diperbolehkan membuka rahasia nasabahnya jika untuk suatu kepentingan

mendesak, misalnya, demi kepentingan negara.

c. Asas Prudential Principle (Prinsip Kehati-hatian)

Menurut ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

dikemukakan, bahwa Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan

Demokrasi Ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Ketentuan ini,

menunjukan bahwa prinsip kehati-hatian salah satu asas terpenting yang wajib

diterapkan atau dilaksanakan oleh bank dalam menjalankan kegiatan usahanya.125

Prinsip kehati-hatian tersebut mengharuskan pihak bank untuk selalu berhati-

hati dalam menjalankan kegiatan usahanya, dalam arti harus selalu konsisten dalam

124 Ibid., hlm., 274.125 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana Pernada Media Grup,

Jakarta 2011, hlm.,146.

Page 75: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

melaksanakan peraturan perundang-undangan di bidang perbankan berdasarkan

profesionalisme dan itikad baik.126

Berkaitan dengan Prinsip kehati-hatian sebagaimana dimaksud dalam

ketentuan Pasal 2 diatas kita dapat menemukan pasal lain didalam Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang mempertegaskan kembali mengenai

pentingnya prinsip kehati-hatian itu diterapkan dalam setiap kegiatan usaha bank,

yakni dalam Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perbankan.127

Pasal 29 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

mengemukakan bahwa:

“Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengagn ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuidasi, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian”.

Berdasarkan ketentuan Pasal 29 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun

1998 tentang Perbankan di atas, maka tidak ada alasan apa pun juga bagi pihak bank

untuk tidak menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan kegiatan usahanya

dan wajib menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian. Pasal 29 Ayat (2) Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan mengandung arti, bahwa segala perbuatan

dan kebijaksanaan yang dibuat dalam rangka melakukan kegiatan usahanya harus

senantiasa berdasarkan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga

dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.

126 Ibid., hlm 147.127 Ibid.

Page 76: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

Selanjutnya ketentuan Pasal 29 Ayat (3) terkandung arti perlunya diterapkan

prinsip kehati-hatian dalam rangka penyaluran kredit atau pembiayaan berdasarkan

Prinsip Syariah kepada nasabah debitor. Selengkapnya ketentuan tersebut

mengemukakan bahwa:128

Pasal 29 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perbankan:129

“Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang memercayakan dananya kepada bank”.

Ketentuan Pasal 29 Ayat (2) dan Ayat (3) di atas tentu berhubungan erat

dengan ketentuan Pasal 29 Ayat (4), karena bertujuan untuk melindungi kepentingan

nasabah penyimpan dan simpanannya. Adapun ketentuan tersebut menyatakan

bahwa:130

Pasal 29 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan:131

“Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan terjadinya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank”.

d. Asas Fiduciary Relation Principle (asas kepercayaan)

Asas kepercayaan adalah suatu asas yang melandasi hubungan antara bank

dan nasabah bank. Bank berusaha dari dana masyarakat yang disimpan berdasarkan

128 Ibid. 129 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan…Op.Cit., hlm., 665.130 Hermansyah, Hukum Perbankan… Op.Cit., hlm.,148.131 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan…Op.Cit., hlm., 665.

Page 77: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

kepercayaan, sehingga setiap bank perlu menjaga kesehatan banknya dengan tetap

memelihara dan mempertahankan kepercayaan masyarakat. Prinsip kepercayaan

diatur dalam Pasal 29 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perbankan.132

Pasal 29 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan:

“Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan terjadinya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank”.

e. Asas Seccrecy Principle (asas kerahasiaan)

Prinsip kerahasiaan bank diatur dalam pasal 40 sampai dengan Pasal 47 A

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Menurut Pasal 40 bank

wajib merahasikan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.

Namun dalam ketentuan tersebut kewajiban merahasiakan itu bukan tanpa

pengecualian. Kewajiban merahasiakan itu dikecualikan untuk dalam hal-hal untuk

kepentingan pajak, penyelsaian utang piutang bank yang sudah diserahkan kepada

badan Urusan Piutang dan Lelang/Panitia Urusan Piutang Negara (UPLN/PUPN),

untuk kepentingan pengadilan perakara pidana, dalam perkara perdata antar bank

dengan nasabah, hanya memberikan tukar-menukar informasi antar bank.133

3. Pengertian Likuidasi

132 Neni Sri Imaniyati, PengantrHukum Perbankan Indonesia, Refika Aditama, Bandung 2010, hlm.,16.

133 Ibid.,hlm 17.

Page 78: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia di artikan likuidasi adalah proses

membubarkan perusahaan sebagai badan hukum yang meliputi pembayaran

kewajiban kepada para kreditor dan pembagian harta yang tersisa kepada para

pemagang saham (persero).134

Kemudian menurut Kamus Hukum Ekonomi yang di terbitkan Elips Project,

liquidation adalah pembubaran perusahaan diikuti dengan proses penjualan harta

perusahaan, penagihan piutang, pelunasan utang, serta penyelsaian sisa harta atau

utang antara para pemegang saham. Sedangkan Zainal Asikin menyebutkan bahwa

likuidasi adalah suatu tindakan untuk untuk membubarkan suatu perusahaan atau

badan hukum.135

Berikutnya Van Schilfgaarde dan Doorhout Mess dalam bukunya Van de BV

en de NV dan Nederlands Handels en Failissementrecht mengemukakan sebagai

berikut:

“Likuidasi (pembubaran) adalah penghentian kegiatan Perseroan Terbatas sebagai akibat dari berakhirnya tujuan perseroan. Pembubaran tidak mempunyai arti identik dengan “berakhirnya” eksistensi perseroan. Perseroan adalah subjek hukum, memiliki aktivia dan pasiva. Setelah pembubarannya diucapkan, eksistensinya tetap “ada dengan catatan bahwa posisinya itu dalam stadium likuidasi (pembubaran). Hak yang dimilikinya harus direalisasikan dan kewajiban yang dipikulnya wajib dipenuhi. Perseroan Terbatas itu ada sepanjang diperlukan untuk pemberesan”.136

Menurut Adrian Sutedi likuidasi bank adalah cara atau proses untuk

menyelesaikan hak dan kewajiban bank.137

134 Djoni S. Gazali dan Rachmadin Usman., Hukum..., opCit., hlm 531. 135 Ibid.136 Ibid.137 Adrian Sutedi , Hukum Perbankan, Sinar Grafika, Jakarta 2007, hlm., 139

Page 79: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perbankan terdapat dalam Pasal 37 Ayat (2) dan Ayat (3), maka pengertian dari

istilah ”likuidasi” tidak terbatas kepada pencabutan izin usaha bank, tetapi lebih luas

lagi, termasuk tindakan pembubaran (outbinding) badan hukum bank dan penyelsaian

atau pemberesan (verifying) seluruh hak dan kewajiban bank sebagai akibat

dibubarkannya badan hukum bank tersebut.138

4 . Pengaturan Likuidasi Bank di Indonesia

Berdasarkan ketentuan Pasal 37 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun

1998 tentang Perbankan mengatur masalah likuidasi bank, maka dalam hal ini Bank

Indonesia dapat melakukan tindakan baik secara langsung maupun tidak langsung,

juga dapat dilakukan secara alternatif ataupun kumulatif sesuai dengan kondisi bank

yang bersangkutan, yaitu meliputi langkah-langkah berupa saran-saran dan langkah

tindakan yang lebih aktif.139

a. Langkah saran-saran, yang ditujukan kepada pemegang saham dan pengurus,

yaitu agar:140

1) Pemegang saham menambah modal. 2) Pemegang saham mengganti dewan komisaris dan/atau direksi bank.3) Bank menghapus bukukan kredit yang macet dan memperhitungkan kerugian

kerugian bank dengan modalnya.4) Bank melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain. 5) Bank dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban.

138Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman., Hukum.... op.Cit., hlm 531. 139 Muhamad Djumhana, Hukum perbankan ... op.Cit., hlm 242.140 Ibid.,243.

Page 80: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

b. langkah aktif dengan tindakan lain yang sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku, seperti:141

1) Penyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan bank kepada pihak lain

2) Menjual sebagian harta atau seluruh harta dan atau kewajiban bank kepada bank lain.

Menyangkut pencabutan izin usaha kantor cabang dari suatu bank yang

berkedudukan di luar negeri maksudnya adalah pencabutan izin pembukaan

kantornya jadi bukan pencabutan izin usaha sebagai badan hukum bank. Menurut

ketentuan Pasal 22 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999 tentang

Pencabutan Izin usaha, Pembubaran, dan Likuidasi Bank, Bank Indonesia dapat

mencabut izin usaha kantor cabang tersebut dalam hal:142

1) kantor cabang yang bersangkutan berada dalam keadaan yang membahayakan

kelangsungan usahanya dan atau sistem perbankan

2) kantor cabang yang bersangkutan ditutup atas permintaan kantor pusatnya

3) izin usaha kantor pusat bank yang bersangkutan dicabut dan atau dilikuidasi oleh

otoritas yang berwenang di negara asal bank tersebut.

Apabila terjadi pencabutan izin usaha kantor cabang tersebut, diberitahukan

kepada bank yang bersangkutan dan otoritas negara asal serta diumumkan dalam

surat kabar harian yang mempunyai peredaran luas. Selain itu, bagi bank yang telah

dicabut izin usahanya tersebut berlaku ketentuan bahwa seluruh harta kantor cabang

yang bersangkutan diutamakan untuk pembayaran seluruh kewajibannya di Indonesia

141 Ibid.142 Ibid.,hlm 245.

Page 81: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

dan kantor pusat bank yang bersangkutan bertanggung jawab atas pemenuhan

kewajiban kantor cabangnya di Indonesia.143

Bank Indonesia dalam rangka melaksankan kelanjutan dari akibat pencabutan izin usaha tersebut, menyerahkannya kepada tim penyelesai. Tim tersebut memiliki hak, kewajiban, dan kewenangan, seperti halnya tim likuidasi. Tim tersebut bekerja paling lambat dua tahun sejak terbentuknya apabila menyelsaikan bank yang dicabut izinnya karena kantor cabang bank yang bersangkutan berada dalam keadaan yang membahayakan kelangsungan usahanya dan atau sistem perbankan atau karena kantor cabang bank yang bersangkutan ditutup atas permintaan kantor pusatnya. Sedangkan apabila kantor cabang yang bersangkutan dicabut izinnya karena dilikuidasi, jangka waktu tugas tim penyelsai selama lima tahun.144

BAB III

PROSES LIKUIDASI BANK DALAM HUKUM PERBANKAN INDONESIA

A. Prosedur dan Cara-Cara Melakukan Likuidasi Bank terhadap Perbankan di

Indonesia

Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perbankan dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, agar

sistem perbankan dapat berperan secara maksimal dalam perekonomian nasional,

maka arah kebijakan di sektor perbankan bertujuan agar hanya bank yang sehat saja

yang dapat terus eksis berusaha dalam sektor perbankan nasional, sedangkan bank

143 Ibid.144 Ibid.

83

Page 82: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

yang mengalami “kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya dan tidak

diselamatkan lagi, dan/atau “keadaan suatu bank yang membahayakan sistem

perbankan”, maka bank tersebut harus keluar dari sistem perbankan (exit policy).145

Apabila terjadi kondisi sistem bank yang membahayakan, maka Bank

Indonesia, secara atributif, diberi kewenangan oleh undang-undang untuk mencabut

izin usaha bank yang bersangkutan. Namun demikian, dalam praktiknya, pencabutan

izin usaha bank adalah pilihan keputusan yang terakhir. Pasal 37 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan mengamantkan agar Bank

Indonesia terlebih dahulu mengupayakan tindakan penyelamatan bank yang

mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya sebelum bank

yang bersangkutan harus “exit” dari sistem perbankan. Apabila tindakan

penyelamatan yang telah diupayakan belum cukup untuk mengatasi kesulitan yang

dihadapi bank dan/atau menurut penilaian Bank Indonesia keadaan suatu bank dapat

membahayakan sistem perbankan maka barulah suatu bank harus keluar dari sistem

perbankan. Bahkan, pada masa masih eksisnya Badan Penyehatan Perbankan

Nasional (BPPN), masih ada proses penyehatan sistem perbankan melalui tahap Bank

Beku Operasional (BBO) dan Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU) yang hasilnya

adalah bank hasil merger dan bank yang direkomendasikan untuk dicabut izin

usahanya.146

145 Adrian Sutedi , Hukum...., op.Cit., hlm 137.146 Ibid., hlm 138.

Page 83: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

Dibentuknya Lembaga Penjamin Simpanan, apabila tindakan penyehatan

yang ditempuh Bank Indonesia atas dasar Pasal 37 Ayat (1) Undang-Undang

Perbankan tidak berhasil, maka Lembaga Penjamin Simpanan masih dimungkinkan

untuk melakukan tindakan penyelamatan terhadap bank dimaksud. Lembaga

Penjamin Simpanan ini juga dimaksudkan untuk menjamin simpanan uang para

nasabah di bank.147

Disebutkan dalam ketentuan Pasal 21 Ayat (2) dan(3) Undang-Undang

Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) bahwa LPS

melakukan penyelesaian bank gagal yang tidak berdampak sistemik setelah Bank

Indonesia menyerahkan penyelsaiannya kepada LPS dan melakukan penanganan

bank gagal yang berdampak sistemik setelah Komite Koordinasi menyerahkan

penanganannya kepada LPS. Kemudian dalam ketentuan Pasal 22 Undang-Undang

Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan ditetapkan, bahwa

penyelsaian atau penanganan bank gagal tersebut dilakukan oleh LPS dengan cara

sebagai berikut:148

1. penyelsaian bank gagal yang tidak berdampak sistemik dilakukan dengan melakukan penyelamatan atau tidak melakukan penyelamatan terhadap bank gagal di maksud;

2. penanganan bank gagal yang berdampak sistemik dilakukan dengan melakukan penyelamatan yang mengikutsertakan pemegang saham lama atau tanpa mengikutsertakan pemegang saham lama.

Pada prinsipnya keputusan untuk melakukan penyelamatan atau tidak

melakukan penyelamatan suatu bank gagal ditetapkan oleh LPS, dengan minimal

147 Ibid. 148 Djoni S.Gazali dan Rachmadi Usman, Hukum..., op.Cit., hlm 540.

Page 84: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

didasarkan kepada perkiraan biaya penyelamatan dan perkiraan biaya tidak

melakuakn penyelamatan bank gagal. Selain itu diperkirakan setelah diselamatkan,

bank gagal tadi masih menunjukan prospek usaha yang baik.149

Ditegaskan dalam ketentuan Pasal 31 juncto Pasal 16 Ayat (4) serta

dihubungkan dengan penjelasannya dari Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga

Penjamin Simpanan, bahwa dalam hal tidak terpenuhinya persyaratan penyelamatan

bank gagal dimaksud atau LPS memutuskan untuk tidak melanjutkan proses

penyelamtan, maka LPS meminta pencabutan izin usaha bank dimaksud sesuai

dengan peraturan perundang-undangan. Apabila izin usaha bank dicabut oleh Bank

Indonesia, maka selambat-lambatnya dalam waktu lima hari kerja sejak izin usaha

bank dicabut, LPS melaksanakan pembayaran klaim penjaminan kepada nasabah

penyimpan bank yang dicabut izin usahanya. Jadi, LPS tidak melanjutkan

penyelamatan bank gagal apabila dalam proses penyelamatan tersebut LPS

menemukan biaya penyelamatan jauh lebih besar dari perkiraan biaya penyelamatan

pada saat keputusan penyelamatan ditetapkan.150

Ketentuan dalam Pasal 43 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

Lembaga Penjamin Simpanan mengatur bahwa LPS akan bertindak sebagai

“likuidator” dalam proses likuidasi bank gagal oleh LPS, yaitu usahanya, LPS

melakukan likuidasi bank gagal yang dicabut izin usahanya, LPS melakukan tindakan

sebagai berikut :151

149 Ibid. 150 Ibid., hlm 541.151 Ibid., hlm 542.

Page 85: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

a. Melakukan kewenangan mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemagang saham, termasuk hak dan wewenang Rapat Umum pemegang Saham dalam rangka proses likuidasi

b. Memberikan talangan untuk pembayaran gaji pegawai yang terutang dan talangan pesangon pegawai sebesar jumlah minimum pesangon sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan

c. Melakukan tindakan yang diperlukan dalam rangka pengamanan aset bank sebelum proses likuidasi dimulai; dan

d. Memutuskan pembubaran badan hukum bank, membentuk tim likuidasi, dan menyatakan status bank sebagai bank dalam likuidasi, berdasarkan kewenangan LPS.

Secara yuridis sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

Lembaga Penjamin Simpanan, maka terhitung sejak izin usaha suatu bank dicabut,

segala hak dan wewenang pemegang saham, termasuk hak dan wewenang Rapat

Umum Pemegang Saham (RUPS) diambil alih oleh LPS. Oleh karena itu, dengan

diambilalihnya hak dan wewenang RUPS, maka LPS segera memutuskan hal-hal

sebagai berikut :152

a. pembubaran badan hukum bankb. pembentukan tim likuidasic. penetapan status bank sebagai “Bank Dalam Likuidasi”; dan d. penonaktifan seluruh Direksi dan Dewan Komisaris

Menurut ketentuan dalam Pasal 6 Ayat (2) Peraturan Lembaga Penjamin

Simpanan Nomor 02/PLPS/2008, keputusan LPS sebagai mana dimaksud di atas

menjadi keputusan LPS sebagai mana dimaksud di atas menjadi keputusan RUPS dan

dimuat dalam risalah RUPS yang dibuat dalam Akta Notaris. Pelaksanaan proses

likuidasi suatu bank yang dicabut izin usahanya diawali dengan pembubaran badan

152 Ibid.

Page 86: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

hukum bank melalui RUPS nya diawali dengan pembubaran badan hukum bank

melalui RUPS dan pembentukan tim likuidasi oleh LPS. Setelah LPS melalui RUPS

memutuskan pembubaran badan hukum bank, sesuai dengan ketentuan dalam Pasal

45 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan,

maka keputusan pembubaran badan hukum bank tersebut wajib:153

a. Didaftarkan dalam daftar perusahaan dan di panitera pengadilan negeri yang

meliputi tempat kedudukan bank yang bersangkutan

b. Diumumkan dalam Berita negara Republik Indonesia dan 2 (dua) surat kabar

harian yang mempunyai peredaran luas. Pengumuman tersebut memuat pula

pernyataan bahwa seluruh aset bank dalam likuidasi berada dalam tanggung

jawab dan pengurusan tim likuidasi; dan

c. Diberitahukan kepada instansi yang berwenang.

Menurut ketentuan dalam Pasal 7 Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan

Nomor 02/PLPS/2008, maka sejak keputusan RUPS mengenai pembubaran badan

hukum bank tersebut, maka bank disebut sebagai “Bank Dalam Likuidasi” dan wajib

mencantumkan kata “Dalam Likuidasi disingkat “DL” setelah penulisan nama bank.

Berkaitan dengan pembubaran badan hukum bank, ketentuan dalam Pasal 18

Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan Nomor 02/PLPS/2008 menentukan sebagai

berikut:154

a. Tim likuidasi dalam rangka melaksanakan tindakan pembubaran badan hukum bank adalah sebagai berikut :

153 Ibid., hlm 543.154 Ibid.

Page 87: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

1) memberitahukan kepada semua kreditor mengenai pembubaran badan hukum bank dalam Berita Negara Republik Indonesia dan 2 (dua) surat kabar harian yang mempunyai peredaran luas; dan

2) memberitahukan pembubaran badan hukum bank kepada instansi yang berwenang sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku .

b. Tindakan pemberitahuan yang dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak tanggal pembubaran badan hukum banknya.

c. Pemberitahuan kepada kreditor dimaksud harus memuat 1) pembubaran badan hukum bank dan dasar hukumnya;2) nama dan alamat tim likuidasi 3) tata cara pengajuan tagihan; dan4) jangka waktu pengajuan tagihan

d. jangka waktu pengajuan tagihan adalah 60 (enam puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal pengumuman pembubaran badan hukum dari bank dimaksud.

Pembentukan tim likuidasi oleh LPS melalui RUPS hendaknya dilakukan

sesaat sebelum LPS melalui RUPS hendaknya dilakukan sesaat sebelum LPS melalui

RUPS mengambil keputusan pembubaran badan hukum bank yang dicabut izin

usahanya. Tim likuidasi ini dibentuk dalam rangka melaksanakan fungsi melikuidasi

bank yang dicabut izin usahanya dan yang telah dibubarkan badan hukumnya dengan

cara melakukan pemeberesan aset dan kewajiban bank dimaksud. Jangka waktu

penyelsaian pelaksanaan likuidasi bank oleh tim likuidasi ditegaskan dalam Pasal 48

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan, yaitu

untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal pembentukan

tim likuidasi dan dapat diperpanjang oleh LPS paling lama 2 (dua) kali masing-

masing paling lama 1 (satu) tahun. Jadi, dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun

pelaksanaan likuidasi bank oleh tim likuidasi harus sudah dapat diselsaikan. Dengan

sendirinya pengawasan atas pelaksanaan likuidasi bank dilakukan oleh LPS.

Page 88: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

Demikian ditentukan dalam Pasal 49 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

Lembaga Penjamin Simpanan.155

Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin

Simpanan salah satu unsur dari tim likuidasi dapat berasal dari salah satu anggota

pengurus atau pemegang saham bank yang bersangkutan. Menurut ketentuan dalam

Pasal 44 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga

Penjamin Simpanan, bahwa dalam hal diperlukan, salah satu anggota direksi, dewan

komisaris, atau pemegang saham lama dapat ditunjuk sebagai anggota tim likuidasi.

Artinya, susunan keanggotaan tim likuidasi dimungkinkan gabungan pihak luar dan

dalam bank yang dicabut izin usahanya.156

Demi efisiensi, maka Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

Lembaga Penjamin Simpanan menentukan batas maksimal jumlah keanggotaan tim

likuidasi, yaitu sebanyak-banyaknya 9 (sembiln) orang sebagai tim likuidasi

sebagaimana telah ditentukan dalam Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 24

Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Tim likuidasi sebaiknya duduk

orang-orang yang mempunyai keahlian tertentu yang sangat diperlukan untuk

kelancaran pelaksanaan likuidasi. Sekurang-kurangnya dalam tim likuidasi ada ahli

hukum (lawyer), akuntan penilai (appraiser) dan bankir yang berpengalaman

operasional perbankan (commercial banker).157

155 Ibid., hlm 544.156 Ibid. 157 Ibid., hlm 545.

Page 89: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

Sehubungan dengan susunan keanggotaan tim likuidasi, ketentuan dalam

Pasal 12 Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan Nomor 02/PLPS/2008 menetapkan

sebagai berikut:158

1) Anggota tim likuidasi untuk setiap bank dalam likuidasi paling banyak 9

(sembilan) orang, di antaranya ditetapkan sebagai ketua tim likuidasi. Ketua tim

likuidasi berwenang untuk bertindak mewakili tim likuidasi.

2) Penetapan jumlah anggota tim likuidasi ditetapkan dengan mempertimbangkan

efektivitas dan efisiensi pelaksanaan likuidasi bank. Maka dalam hal diperlukan

salah satu anggota Direksi, Dewan Komisaris, atau pemegang saham dapat

ditunjuk sebagai anggota tim likuidasi dengan mempertimbangkan pemahaman

atas permasalahan yang terjadi pada bank,bersikap kooperatif, dan tidak

mempunyai benturan kepentingan.

3) Penunjukan tim likuidasi dilakukan dengan mempertimbangkan integritas dan

kompetensi calon anggota tim likuidasi. Sesama anggota tim likuidasi dan

antara anggota tim likuidasi dengan tenaga pendukung tim likuidasi tidak boleh

memiliki hubungan keluarga ke atas, ke bawah, dan kesamping sampai dengan

derajat pertama.

4) LPS dapat memberhentikan anggota tim likuidasi sebelum jangka waktu

penugasan tim likuidasi berakhir apabila anggota tim likuidasi

a) tidak menjalankan tugas dengan baik;

b) melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan;

158 Ibid., hlm 546.

Page 90: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

c) mengundurkan diri; atau

d) berhalangan tetap

Sebagaimana dikemukakan dalam ketentuan Pasal 46 Ayat (2) dan Ayat (3)

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan,

bahwa dengan terbentuknya tim likuidasi, tanggungjawab dan kepengurusan bank

dalam likuidasi dilakukan oleh tim likuidasi. Tim likuidasi dalam melaksanakan

tugasnya berwenang mewakili bank dalam likuidasi di dalam dan diluar pengadilan

dalam segala hal yang berkaitan dalam penyelsaian hak dan kewajiban bank tersebut.

Tim likuidasi dengan persetujuan LPS dapat menggunakan jasa pengacara sesuai

dengan ketentuan yang berlaku.159

Hal-hal yang berkaitan dengan tugas dan wewenang tim likuidasi bank dalam

likuidasi lebih lanjut dirinci dalam ketentuan Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal 20

Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan Nomor 02/PLPS/2008, yang menetapkan

sebagai berikut:160

1. Tim likuidasi mempunyai tugas sebagai berikut:

a. menyelsaikan hal-hal yang berkaitan dengan pembubaran badan hukum bank;

b. menyelsaikan hal-hal yang berkaitan dengan pegawai bank

c. melakukan pemeberesan aset dan kewajiban bank

d. menyampaikan laporan berkala dan laporan insidentil apabila diperlukan

kepada LPS

159 Ibid., hlm548.160 Ibid.

Page 91: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

e. melakukan pertanggungjawaban pelaksanaan likuidasi bank;

f. melakukan penyelsaian atas kewajiban dari pihak-pihak yang melakukan

kelalaian dan/atau perbuatan melanggar hukum yang mengakibatkan kerugian

atau membahayakan kelangsungan usaha bank;

g. melakukan tugas lainnya yang dianggap perlu untuk melaksanakan proses

likuidasi; dan

h. membantu kelancaran pelaksanaan penjaminan simpanan.

2. Tim likuidasi dalam rangka melAksanakan tugasnya berwenang :

b) melakukan perundingan dan tindakan lainnya dalam rangka penjualan aset

dan penagihan piutang terhadap para debitur termasuk pemberian potongan

utang (haircut) sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh RUPS dan

peraturan yang berlaku;

c) melakukan perundingan dan pembayaran kewajiban kepada para kreditor;

d) mempekerjakan pegawai, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar bank

dalam likuidasi, sebagai tenaga pendukung tim likuidasi

e) menunjuk pihak lain untuk membantu pelaksanaan likuidasi bank, antara lain

perusahaan penilai, konsultan hukum, dan advokat

f) melakukan pemanggilan kepada para kreditor meminta pembatalan kepada

pengadilan niaga atas segala perbuatan hukum bank yang mengakibatkan

berkurangnya aset atau bertambahnya kewajiban bank, yang dilakukan dalam

Page 92: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

jangka waktu satu tahun sebelum pencabutan izin usaha bank, kecuali

perbuatan hukum bank yang wajib dilakukan berdasarkan undang-undang.

g) Mewakili bank dalam likuidasi dalam segala hal yang berkaitan dengan

penyelsaian hak dan kewajiban bank tersebut baik di dalam maupun di luar

pengadilan

h) Melakukan tindakan lain yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan likuidasi

bank

4. Dalam rangka mempekerjakan pegawai sebagai tenaga pendukung dan

penunjukan pihak lain, tim likuidasi wajib mempertimbangakan:

b. efisiensi dalam pelaksanaan likuidasi

c. keahlian; dan

d. kemampuan keuangan bank dalam likuidasi untuk membayar honor

5. Dalam rangka pemberesan asset dan kewajiban suatu bank yang dilikuidasi, tim

likuidasi melaksanakan tindakan sebagai berikut :

a. melakukan pembayaran biaya kantor

b. menyelsaikan masalah yang berkaitan dengan pegawai bank yang dicabut izin

usahanya, yaitu :

1) memproses pemutusan hubungan kerja dengan pegawai;

2) membuat daftar gaji pegawai yang masih terutang sampai dengan tanggal

pemutusan hubungan kerja, dengan mengajukan daftar tersebut kepada

LPS untuk mendapat persetujuan pembayaran;

Page 93: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

3) membayar gaji pegawai terutang dengan menggunakan dana talangan dari

LPS, setelah mendapat persetujuan LPS

4) membuat daftar pesangon pegawai yang jumlahnya diatur dalam peraturan

perundang-undangan, dan mengajukan daftar tersebut kepada LPS untuk

mendapat persetujuan pembayaran; dan

5) melakukan pembayaran pesangon pegawai dengan menggunakan dana

talangan dari LPS, setelah mendapat persetujuan LPS.

c. membantu kelancaran pelaksanaan penjaminan simpanan nasabah, antara lain:

1) membantu proses verifikasi simpanan nasabah; dan

2) memberikan data dan informasi yang diperlukan oleh LPS dan bank

Bagaimana cara melikuidasi suatu bank telah diatur dalam ketentuan Pasal 53

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan, yang

menetapkan bahwa likuidasi suatu bank dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai

berikut:161

a. Dilakukan dengan cara pencairan asset dan/atau penagihan piutang kepada para debitur diikuti dengan pembayaran kewajiban bank kepada para kreditor dari hasil pencairan dan/atau penagihan tersebut; atau

b. Dilakukan dengan cara pengalihan asset dan kewajiban bank kepada pihak lain berdasarkan persetujuan LPS.

Peraturan pemerintah Nomor 25 Tahun 1999 mengatur pula mengenai

bagaimana cara-cara likuidasi bank. Menurut ketentuan dalam Pasal 16 Peraturan

161 Ibid., hlm 551.

Page 94: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

Pemerintah Nomor 25 Tahun1999, bahwa likuidasi bank dilakukan dengan cara-cara

sebagai berikut :162

a. Dilakukan dengan cara pencairan harta dan atau penagihan piutang kepada para debitur, diikuti dengan pembayaran kewajiban bank kepada para kreditor dari hasil pencairan dan/atau penagihan tersebut; atau

b. Dilakukan dengan cara pengalihan seluruh harta dan kewajiban bank kepada pihak lain yang disetujui Bank Indonesia, yaitu pengalihan atau penjualan aset dan kewajiban bank secara paket (bulk).

Dari ketentuan di atas dapat diketahui terdapat dua cara untuk melakukan

likuidasi bank, yaitu pertama, dilakukan dengan cara pencairan aset dan/atau

penagihan piutang diikuti dengan pembayaran kewajiban bank; dan kedua, dilakukan

dengan cara pengalihan seluruh aset dan kewajiban bank kepada pihak lain. Di antara

kedua cara ini, pada umumnya cara yang pertama yang sering dipilih untuk

melakukan likuidasi bank dari pada cara yang kedua.163

B. Dampak Status Hukum Direksi dan Dewan Komisaris Bank dalam Likuidasi

terhadap Perbankan di Indonesia

Sejak terbentuknya tim likuidasi, anggota direksi dan dewan komisaris dari

Bank dalam likuidasi dinonaktifkan sampai selesainya pelaksanaan likuidasi

banknya. Pasal 47 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang

Lembaga Penjamin Simpanan ditentukan bahwa sejak terbentuknya tim likuidasi,

direksi dan dewan komisaris bank dalam likuidasi menjadi nonaktif namun demikian

mereka masih mempunyai kewajiban dan larangan tertentu dalam rangka pemenuhan

162 Ibid.163 Ibid., hlm 552.

Page 95: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

kelancaran tugas tim likuidasi, tidak terkecuali pegawai dan mantan pegawai bank

dalam likuidasi, yaitu berkewajiban untuk setiap saat membantu memberikan segala

data dan informasi yang diperlukan oleh tim likuidasi. Ditentukan pula bahwa

pemegang saham, direksi, dan dewan komisaris, dan pegawai dan mantan pegawai

bank dalam likuidasi dilarang secara langsung atau tidak langsung menghambat

proses likuidasi. Demikian kewajiban dan larangan pemegang saham, direksi, dewan

komisaris, dan pegawai dan mantan pegawai bank dalam likuidasi selama proses

likuidasi di tentukan dalam ketentuan Pasal 47 ayat (2) dan ayt (3) Undang-Undang

Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.164

Kewajiban dan larangan mana dipertegaskan lagi dalam ketentuan Pasal 8

Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan Nomor 02/PLPS/ 2008, yang menetapkan

sebagai berikut.165

a. Dengan terbentuknya tim likuidasi:

1) Seluruh tanggung jawab dan kepengurusan bank dalam likuidasi dilaksanakan

oleh tim likuidasi; dan

2) Direksi dan dewan Komisaris:

a) menjadi nonaktif, kecuali untuk menyelsaikan kewajiban sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (1);

b) tidak diperkenankan mengundurkan diri sebelum likuidasi bank selesai,

kecuali atas persetujuan LPS; dan

164 Ibid., hlm 547.165 Ibid.

Page 96: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

c) tidak berhak menerima penghasilan dalam bentuk apapun dari bank dalam

likuidasi

b. pemegang saham, direksi, dewan komisaris, serta pegawai dan mantan pegawai

bank dalam likuidasi berkewajiban untuk setiap saat membantu memberikan

segala data dan informasi

selain itu, dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, anggota tim

likuidasi, baik secara sendiri-sendiri atau bersama dilarang melakukan tindakan untuk

keuntungan diri sendiri atau pihak lain yang tidak berhak, dan bertanggung jawab

secara pribadi apabila dalam melaksanakan tugasnya melakukan pelanggaran.166

BAB IV

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM NASABAH BANK LIKUIDASI

DI HUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998

TENTANG PERBANKAN

A. Pelaksanaan Bank Likuidasi terhadap Nasabah

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yang

memiliki kewenangan untuk menerbitkan dan mencabut izin usaha bank adalah

Menteri Keuangan berdasarkan rekomendasi dari Bank Indonesia. Berdasarkan

pengalaman tersebut, dan beberapa negara lain, tampaknya kegiatan perbankan tidak

bisa seluruhnya diserahkan kepada mekanisme pasar, karena kenyataannya pasar

tidak selalu mampu membetulkan dirinya sendiri (self correcting) bila terjadi sesuatu

166 Ibid., hlm 548.

98

Page 97: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

diluar dugaan.167 Oleh karena itu, dukungan kontrol terhadap aktivitas perbankan oleh

BI dengan kewajiban melaksanakan prinsip kehati-hatian merupakan solusi terbaik

dalam rangka menjaga dan mempertahankan eksistensi perbankan, yang pada

akhirnya akan menumbuhkan kepercayaan masyarakat kepada industri perbankan itu

sendiri.168

Demikianlah kemudian bagian Umum Penjelasan Undang-Undang Nomor 10

Tahun 1998 dinyatakan, agar pembinaan dan pengawasan bank dapat terlaksana

secara efektif, kewenangan dan tanggung jawab mengenai perizinan bank, yang

semula berada di Mentri keuangan, menjadi berada pada Pimpinan Bank Indonesia

sehingga Bank Indonesia memiliki kewenangan dan tanggung jawab yang utuh untuk

menetapkan perizinan, pembinaan, dan pengawasan bank serta pengenaan sanksi

terhadap bank yang tidak mematuhi peraturan perbankan yang berlaku.169

Ditutupnya kegiatan usaha bank telah memberikan dampak kurangnya

kepercayaan masyarakat terhadap bank. Salah satu upaya untuk tetap

mempertahankan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan, yaitu melalui

asuransi deposito yang dalam pengertian Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

tentang Perbankan disebut sebagai Lembaga Penjamin Simpanan.Lembaga ini

merupakan suatu badan hukum yang menyelenggarakan kegiatan penjaminan atas

simpanan nasabah penyimpan, melalui skim asuransi, dana penyangga, atau skim

lainnya. Melihat tujuannya maka lembaga tersebut sangat diperlukan dalam rangka

167 Heru Supratomo., Analisis Ekonomi terhadap Hukum Perbankan”, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 1/1997, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, Jakarta, hlm. 63.

168 Adrian Sutedi., Hukum Perbankan…Op. Cit., hlm. 131169 Ibid., hlm 132.

Page 98: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

melindungi kepentingan nasabah serta usaha untuk mempertahankan kepercayaan

masyarakat terhadap lembaga perbankan.170

Indonesia Lembaga Penjamin Simpanan ini baru dikenal pada tahun 1973

dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1973 tentang Jaminan

Simpanan Uang pada bank. Latar belakang dikeluarkannya peraturan tersebut, yaitu

untuk meningkatkan minat masyarakat berhubungan denngan lembaga

perbankan.Ketentuan Peraturan Pemerintah mengenai Asuransi Deposito tersebut

sangatlah ideal, yaitu:171

1. semua bank kecuali bank asing diwajibkan mejaminkan simpanan uang pihak

ketiga, baik yang berupa giro, deposito, maupun tabungan.

2. penyelenggara jaminan, yaitu Bank Indonesia, dengan tugas menjamin simpanan

uang pihak ketiga yang terdaftar pada bank terjamin atas nama perorangan,

perkumpulan, dan tabungan milik pemerintah dan bank; memungut permi

jaminan, dan bertindak sebagai pengampu dan atau likuidator.

Adapun jumlah yang dijamin terbatas, setinggi-tingginya Rp.1.000.000,00.-

tetapi dewan moneter dapat mengubah jumlah besarnya yang dijamin tersebut,

sedangkan premi jaminan ditentukan 5 per mil/tahun dengan diperhitungkan terhadap

170 Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, baru dapat terlaksana pembentukannya pada tahun 2004 dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Muhamad Djumhana., Hukum Perbankan…Op. Cit., hlm. 142.

171 Ibid., hlm. 143.

Page 99: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

seluruh jumlah simpanan pada bank terjamin. Namun, sayangnya ketentuan mengenai

jaminan simpanan (asuransi deposito) belum pernah dilaksanakan.172

Penyelenggaraan lembaga asuransi deposito sebagaimana diatur dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1973 secara yuridis didasarkan atas ketentuan

Pasal 30 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral dan ketentuan

Pasal 31 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok

Perbankan. Adapun pelaksana dari lembaga asuransi deposito ini adalah Bank

Indonesia. Hal tersebut didasarkan pada pemikiran agar efektivitas dan efisiensi dari

penyelenggaraan usaha termaksud dapat lebih terjamin jika pelaksanaannya dikaitkan

dengan kewenangan yang telah diberikan kepada Bank Indonesia melelui ketentuan

Pasa 31 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok

Perbankan, yaitu untuk mengetur dan menjaga likuiditas dan solvabiolitas bank.173

Kegiatan lemabaga penjaminan tersebut ternyata tidak efektif, bahkan

sepertinya tidak dilaksankan. Keberadaan lembaga tersebut tidak dilanjutkan dalam

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sehingga sewaktu

terjadinya likuidasi empat belas bank pada bulan November 1997 tidak dapat

diselsaikan oleh suatu lembaga penjamin sehingga mengakibatkan turunnya rasa

kepercayaan masyarakat terhadap dunia perbankan. Hal demikian disadari oleh

pemerintah sehingga tidak lama kemudian pemerintah melakukan pembayaran uang

nasabah dari bank yang terlikuidasi, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 26

172 Ibid.173 Ibid., hlm.144.

Page 100: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

Tahun 1998 tentang Jaminan terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum.

Tindakan demikian merupakan tindakan pemerintah yang bersifat cash program,

ditujukan untuk menghindarkan semakin buruknya perekonomian nasional.

Penjaminan pembayaran dana nasabah sebagaimana diatur dalam keputusan presiden

tersebut bersifat sementara hanya berlangsung sampai 26 Januari 2000.

Langkah konkret lainnya dalam rangka menunjang maksud dari Keputusan

Presiden Nomor 26 Tahun 1998, maka pemerintah membentuk perusahaan perseroan

(persero) di bidang penjaminan kewajiban bank sebagaimana dimaksud dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 1998 tentang Penyertaan Modal Negara

Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (persero) di bidang

Penjaminan Kewajiban Bank tanggal 22 April 1998. Maksud dan tujuan dari

didirikannya perusahaan tersebut, yaittu untuk menyelenggarakan:174

1. Penjaminan simpanan masyarakat pada bank;

2. Penjaminan kewajiban bank lainnya di luar simpanan;

3. Pemupukan keuntungan untuk meningkatkan nilai perusahaan;

4. Usaha-Usaha lain yang menunjang kegiatan dalam rangka penjaminan

Pendirian persero yang bergerak di bidang penjaminan tersebut sangatlah

mempunyai nilai startegis yang tinggi dalam rangka penyehatan perbankan. Namun,

saat ini gerak dan kegiatan usaha dari persero tersebut belum menampakan

174 Ibid.

Page 101: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

sebagaimana diharapkan. Hal itu mungkin karena gerak mereka belum memiliki

sandaran aturannya di dalam peraturan perbankan.175

Sejalan dengan program perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

tentang Perbankan dan dilandasi kesadaran begitu pentingnya sandaran hukum

mengenai Lembaga Penjamin Simpanan (asuransi deposito) maka pada Undang-

Undang Nomor 10 Tahun 1998 diatur adanya kewajiban setiap bank untuk menjamin

dana masyarakat. Ktentuan Pasal 37B mengatur:176

1. Setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang

bersangkutan.

2. Pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan.

3. mekanisme Penjaminan dana masyarakat dan kelembagaannya akan diatur lebih

lanjut dalam peraturan pemerintah

Pokok-pokok yang akan diatur dalam peraturan pemerintah akan memuat,

antara lain, pemebentukan lembaga penjamin; struktur organisasi; pilihan skim

penjaminan, dan kewajiban bank untuk menjadi anggota. Skim yang dapat digunakan

pleh Lembaga Penjamin Simpanan ini dapat berupa: skim dana bersama, skim

asuransi, dan skim lainnya yang disetujui oleh Bank Indonesia.177

Langkah-langkah penjaminan oleh pemerintah dengan model penjaminan

seluruh kewajiban bank (balnket guarantee), seperti yang dilakukan oleh pemerintah

pada saat lalu, sudah tidak dapat dilaksanakn. Akhirnya pada tahun 2004 dibentuk

175 Ibid., hlm145.176 Ibid. 177 Ibid.

Page 102: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

Lembaga Penjamin Simpanan berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004

tentang Lembaga Penjamin Simpanan, yang kemudian di antaranya ditindaklanjuti

dengan penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2005 tentang Modal Awal

Lembaga Penjamin Simpanan dan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2005

tentang penjaminan Simpanan Nasabah Bank Bedasarkan Prinsip Syariah.178

Lembaga Penjamin Simpanan merupakan badan hukum yang mempunyai

kedudukan sebagai lembaga yang independen, transparan, dan akuntabel dalam

melaksankan tugas dan wewenangnya. Fungsi dari Lembaga Penjamin Simpanan,

yaitu merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara

stabilitas sistem perbankan; merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan

penyelsaian bank gagal (bank resolution) yang tidak berdampak sistemik.179

Berdasarkan dalam rangka melaksankan tugas sebagaimana di atas, Lembaga

Penjamin Simpanan mempunyai wewenang:180

1. Menetapkan dan memungut premi

penjaminan

2. menetapkan dan memungut kontribusi pada saat bank pertama kali menjadi

peserta.

3. melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban LPS

4. mendapatkan data simpanan nasabh, data kesehatan bank, laporan keuangan bank,

dan laporan hasil pemeriksaan bank sepanjang tidak melanggar kerahasiaan bank.

178 Ibid.179 Ibid.,hlm. 146.180 Lihat ketentuan Pasal 6 Ayat (1) dan Ayat (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004

tentang Lembaga Penjamin Simpanan.

Page 103: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

5. melakuakan rekonsiliasi, verifikasi, dan/atau konfirmasi atas data simpanan

nasabah, data kesehatan bank, laporan keuangan bank, dan laporan hasil

pemeriksaan bank.

6. menetapkan syarat, tata cara, dan ketentuan pembayaran klaim.

7. menunjuk, menguasakan, dan/atau menugaskan pihak lain untuk bertindak bagi

kepentingan dan /atau atas nama LPS, guna melaksanakan sebagian tugas tertentu

8. Melakukan penyuluhan kepada bank dan masyarakat tentang penjaminan

simpanan; dan

9. menjatuhkan sanksi administratif.

Selain kewenangan di atas, Lembaga Penjamin Simpanan juga dapat

melakuakan penyelsaian dan penanganan bank gagal, yaitu meliputi pengambilalihan

dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham, termasuk hak dan

wewenang RUPS; menguasai dan mengelola aset dan kewajiban bank gagal yang

diselamatkan, meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri, dan atau mengubah setiap

kontrak yang mengikat bank gagal yang diselamatkan dengan pihak ketiga yang

merugikan bank; serta menjual dan/atau mengalihkan aset bank tanpa persetujuan

debitur dan/atau kewajiban bank tanpa persetujuan kreditur.181

Kewenangan yang dimiliki Lembaga Penjamin Simpanan tersebut

dimaksudkan agar dengan dilakukannya pengambilalihan segala hak dan wewenang

pemagang saham, termasuk hak dan wewenang RUPS, LPS dapat melakuakn

pemberesan aset dan kewajiban dari bank yang dicabut izinnya oleh Lembaga

181 Ibid., hlm147.

Page 104: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

Pengawas Perbankan (untuk saat ini oleh Bank Indonesia). Kewenangan melakukan

pemberesan aset dan kewajiban dimaksudkan untuk memaksimalkan pengembalian

(recovery) dana penjaminan. Disamping itu, dengan kewenangan yang sama LPS

dapat melakukan pengelolaan dan pengurusan bank yang diputuskan untuk

diselamatkan.182

Lembaga Penjamin Simpanan dapat menguasai, mengelola, dan melakukan

tindakan kepemilikan seperti halnya sebagai pemilik. Sedangkan dalam hal

peninjauan ulang, pembatalan, pengakhiran, dan/atau perubahan kontrak oleh LPS

tersebut menimbulkan kerugian bagi suatu pihak. Pihak tersebut hanya dapat menutut

penggantian yang tidak melebihi nilai manfaat yang telah diperoleh dari kontrak

dimaksud setelah terlebih dahulu membuktikan secara nyata dan jelas kerugian yang

dialaminya.183

Seluruh kewenangan yang cukup besar yang dimiliki Lembaga Penjamin

Simpanan karena fungsinya yang sangat penting dari lembaga tersebut, yaitu

menjamin simpanan nasabah bank dan melakukan penyelsaian atau penanganan

bank-gagal. Fungsi yang berat tersebut diharapkan dapat memelihara kepercayaan

masyarakat terhadap industri perbankan dan dapat meminimumkan risiko yang

membebani anggaran negara atau risiko yang menimbulkan moral hazard.184

Beberapa cara usaha pelaksanan bank dalam mengatasi likuidasi antara lain:185

182 Ibid.183 Ibid. 184 Ibid., hlm148.185 Munir Fuady., Hukum Perbankan…Op. Cit., hlm.35.

Page 105: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

1. Merger ini dimaksudkan adalah sebagai suatu ”fusi” atau ”absorpsi” dari

suatu benda atau hak kepada benda atau hak lainnya. Undang-Undang

Perseroan Terbatas menggunakan istilah ”penggabungan” untuk

pengertian merger ini.

Secara umum dapat dikatakan, bahwa dalam hal ini, fusi atau absorpsi

teraebut dilakukan oleh suatu subjek yang kurang penting dengan subjek

lain yang lebih penting. Subjek yang kurang penting tersebut kemudian

membubarkan diri

Berdasarkan uraian di atas, merger perusahaan bank berarti 2 (dua)

perusahaan melakukan fusi, dimana salah satu diantaranya akan lenyap

(dibubarkan)

2. Akuisisi adalah perbuatan memiliki harta benda tertentu. Undang-Undang

tentang Perseroan Terbatas menggunakan istilah “pengambilalihan” untuk

pengertian akuisisi ini. Adapun yang dimaksudkan akuisisi dalam

hubungannya dengan perusahaan bank adalah suatu pengambilalihan

kepentingan pengontrol (controlling interest) dalam perusahaan bank lain.

Kata akuisisi mengandung makna ”memiliki” atau ”mengambi alih” (take

over), maka untuk dapat dikatakan akuisisi perusahaan dalam arti

pengambilalihan saham, pengambilalihan tersebut mestilah paling tidak

pengambil alihnya dapat menjadi pemegang suara yang peling besar,

sehingga dapat memutus sendiri tanpa ikut campur pihak pemegang

Page 106: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

saham lain, misalnya dengan mayoritas biasa (simple majority), yaitu

minimal 51% (lima puluh satu persen) dari seluruh saham perusahaan

yang diambiil alih.

Berbeda dengan merger, pada kasus akuisis, tidak ada perusahaan bannk

yang melebur ke perusahaan lainnya. Jadi, setelah terjadi akuisisi, kedua

perusahaan bank masih tetap exsit, hanya kepemilikannya yang telah

berubah.

3. Konsolidasi, Undang-Undang Perseroan Terbatas menggunakan istilah

“peleburan” untuk pengertian konsolidasi ini. Pranata ”konsolidasi ini

kurang populer dalam praktek dan kurang banyak diminati orang.

Konsolidasi perusahaan bank terjadi jika sebuah perusahaan bank baru

dibentuk untuk mengambil alih net-aset dari 2 (dua) perusahaan bank

lainnya yang telah dikombinasi.

Konsolidasi adalah suatu proses dimana 2 (dua) atau lebih perusahaan

bank meleburkan diri dan dalam proses tersebut juga dibentuk suatu

perusahaan bank baru, yang mengambil alih aset-aset dan mengasumsi

(mengambil alih) kewajiban dari kedua atau lebih perusahaan bank yang

meleburkan diri tersebut.

B. Pelaksanaan Perlindungan Nasabah terhadap Bank Likuidasi

Page 107: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

Pada tanggal 22 September 2004 disahkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun

2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan sebagai dasar hukum pemerintah untuk

membentuk Lemabaga Penjamin Simpanan sebagai pengganti program penjamin

pemerintah. Undang-undang Lembaga Penjamin Simpanan itu ditetapkan penjaminan

simpanan nasabah bank, yang diharapkan dapat memelihara kepercayaan masyarakat

terhadap industri perbankan dan dapat meminimumkan risiko yang membebani

anggaran negara atau risiko yang menimbulkan moral hazard. Penjamin simpanan

nasabah bank tersebut diselenggarakan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS),

yang dibentuk oleh pemerintah sebagai badan hukum berdasarkan undang-undang

Lembaga Penjamin Simpanan. LPS sendiri memiliki dua fungsi yaitu menjamin

simpanan nasabah bank dan melakukan penyelsaian atau penanganan bank gagal.186

Penjaminan simpanan nasabah bank yang dilakukan LPS bersifat terbatas

tetapi dapat mencakup sebanyak-banyaknya nasabah. Setiap bank yang menjalankan

usahanya di Indonesia diwajibkan untuk menjadi peserta penjaminan dan membayar

premi penjaminan. Apabila bank tidak dapat melanjutkan usahanya dan harus dicabut

izin usahanya, LPS akan membayar simpanan setiap nasabah bank tersebut terlebih

dahulu sampai jumlah tertentu. Adapun simpanan yang tidak dijamin akan

diselsaikan melelui proses likuidasi bank.187

Pemebentukan LPS ini merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun

186 Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman., Hukum Perbankan…Op. Cit., hlm.573187 Ibid.

Page 108: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

1998 tentang Perbankan. Ketentuan dalam Pasal 37 B Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun

1998 tentang Perbankan menetapkan bahwa setiap bank wajib menjamin dana

masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan. Untuk menjamin simpanan

masyarakat dibentuk Lemabaga Penjamin Simpanan (LPS) yang berbentuk badan

hukum dan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pembentukan LPS

terasebut dimaksudkan untuk melindungi kepentingan nasabah dan sekaligus

meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada bank.188

Indonesia dalam rangka untuk mendukung sistem perbankan nasional yang

sehat dan stabil, maka dilakukan penyempurnaan terhadap program penjaminan

simpanan nasabah bank dengan membentuk suatu lembaga yang independent yang

diberi tugas dan wewenang untuk melaksanakan program penjaminan simpanan

nasabah bank dimaksud yaitu LPS. Pembentukan LPS ini merupakan pelaksanaan

amanat dari ketentuan dalam Pasal 37 B Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perbankan.189

Pendirian LPS, idealnya dengan kewenangan sebagaimana dimiliki oleh

Federal Deposit Insurance (FDIC),190 pembentukan lembaga penjamin simpanan

haruslah berdasarkan undang-undang. Pasal 37B Undang-Undang Nomor 7 Tahun

188 Ibid.189 Ibid., hlm 574.190 Misi Federal Deposit Insurance (FDIC) adalah memelihara stabilitas dari sistem

keuangan negara dengan cara mengasuransikan para deposan bank dan mengurangi gangguan-gangguan terhadap ekonomi negara yang disebabkan oleh karena kegagalan –kegagalan yang dialami oleh perbankan. Ibid.,hlm 574.

Page 109: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

tentang Perbankan tersebut, dilaksanakan dengan undang-undang, yaitu Undang-

Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.191

Ketentuan dalam Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004

tentang Lembaga Penjamin Simpanan menetapkan fungsi dan tugas LPS. Fungsi LPS

adalah menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara

stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya. Kemudian Pasal 96

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan

menetapkan, bahwa LPS melaksankan fungsi penjaminan tersebut bagi bank

berdasarkan prinsip syariah, yang lebih lanjut ditetapkan dalam Peraturan

Pemerintah.192

1. Identifikasi Nasabah dan Prinsip Mengenal Nasabah

perlindungan terhadap nasabah menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun

1998 tentang Perbankan, terdapat dalam Pasal 29 Ayat (2),(3), dan (4) tentang prinsip

kehati-hatian yang mengharuskan pihak bank untuk selalu konsisten dalam

melaksanakan peraturan perundang-undangan di bidang perbankan berdasarkan

profesionalisme dan itikad baik.193

Ketentuan Pasal 29 Ayat (2),(3) dan (4) antara lain:194

191 Ibid.,hlm.575192 Ibid. 193 Hermansyah., Hukum Perbankan…Op. Cit., hlm. 146.194 Muhamad Djumhana., Hukum Perbankan… Op.Cit., hlm.665

Page 110: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

(2) Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.

(3) Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank.

(4) untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan nasabah.

Ketentuan prinsip mengenal nasabah (know your customer principles) ini

perlu dikemukakan, karena seluruh nasabah, apa pun jenisnya dan dalam transaksi

apa pun yang dilakukan dengan bank, wajib dilakukan identifikasi oleh bank

berdasarkan prinsip mengenal nasabah, dengan demikian, baik bank maupun nasabah

mengetahui aspek hukum berkaitan dengan hal dimaksud pada akhirnya kedua belah

pihak dapat memahami fungsi dan kewajiban masing-masing dalam bertransaksi

dengan bank.195

Banyak aspek yang terkandung dalam prinsip mengenal nasabah. Namun

demikian, dalam hal ini pokok-pokok yang perlu diperhatikan berkaitan dengan hal

dimaksud di atas. Apabila berkehendak untuk mengkaji lebih dalam berkaitan dengan

prinsip mengenal nasabah, paling tidak mengetahui ketentuan yang mengatur.196

e. Dasar ketentuan mengenal nasabah

Ketentuan yeng mengatur mengenai prinsip mengenal nasabah (know your

customer principles) khusus di bidang perbankan, antara lain sebagai berikut:197

195 Try Widiyono., Aspek Hukum…Op.Cit., hlm. 77.196 Ibid. 197Ibid.

Page 111: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

a. Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/10/PBI/2001 tentang penerapan prinsip

mengenal nasabah sebagaimana telah diubah dengan PBI No. 5/23/2003.

b. Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/23/PBI/2001 tentang Perubahan atau PBI

Nomor 3/10/PBI/2001tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah

(KnowYour Customer Principles)

c. Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/21/PBI/2003 tentang Perubahan kedua

atas PBI Nomor 3/10/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah

(Know Your Customer Principle)

d. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/29/PBI/DPNP/2001 tentang Pedoman

Standar Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah.

e. Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/23/PBI/2003 tentang Penerapan Prinsip

Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principle) bagi Bank Perkeriditan

Rakyat.

f. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/32/DPNP/2003 tentang Perubahan atas

SE BI nomor 3/29/DPNP/2001 tanggal 13 Desember 2004 tentang Pedoman

Standar Penerapan Prinsip mengenal nasabah.

g. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/19/DPBPR/2004 tentang Pedoman

Standar Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your

CustomerPrinciples) bagi Bank Perkeriditan Rakyat.

f. Identifikasi Nasabah dan Persyaratan NPWP

Page 112: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

Bagi lembaga keuangan, termasuk bank, wajib melakukan identifikasi

terhadap nasabah, yang antara lain mengenai identitas diri dan buktinya, keuangan

serta motif transaksi, dan lain-lain yang diformulasikan dalam CIF (Customer

Identification File) atau file data nasabah yang disimpan pada bank.198

Kewajiban identifikasi nasabah ini tidak dibedakan antara nasabah apapun,

apakah nasabah giro, tabungan dan atau kredit. Khusus untuk working customer

(nasabah lepas/nasabah yang tidak mempunyai rekening di bank ) terdapat ketentuan

yang lebih lunak, yaitu bagi nasabah lepas yang nilai transaksinya tidak melebihi

Rp.100.000.000 (seratus juta rupiah) atau nilai yang setara dengan itu (vide Pasal 17

Peraturan Bank Indonesia Nomor 3 /10/PBI/2001 tanggal 18 juni 2001 tentang

Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah misalnya dalam transaksi transfer dan atau

travele’ss cheque.199

Penerimaan nasabah secara garis besar dibagi menjadi dua golongan, yaitu

untuk rekening perorangan dan rekening badan.200

a. Rekening Perorangan

1) pengisian formulir standar yang ditetapkan oleh bank sekurang-kurangnya

memuat hal-hal berikut.

a) Nama, tempat dan tanggal lahir, alamat serta kewarganegaraan yang

dibuktikan dengan karu tanda penduduk (KTP), SIM atau paspor dan

dilengkapi dengan informasi mengenai alamat tinggal tetap apabila

198 Ibid., hlm 78.199 Ibid.200 Ibid.

Page 113: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

berbeda dengan paspor, dibuktikan dengan Kartu Izin menetap Sementara

(KIMS/KITAS) atau Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP).

b) Alamat dan norma telpon tempat bekerja yang dilengkapi dengan

keterangan mengenai kegiatan usaha perusahaan /instansi tempat bekerja.

c) Keterangan mengenai pekerjaan dan penghasilan. Dalam hal calon

nasabah tidak memiliki pekerjaan, maka data yang diperlukan adalah

sumber pendapatan

d) Keterangan mengenai sumber dan tujuan penggunaan dana.

e) Spesimen tanda tangan.

2) apabila diperlukan, bank dapat meminta informasi lain.

3) Khusus untuk calon nasabah yang melakukan pembukaan rekening melalui

telpon, surat-menyurat atau electronic banking wajib melakukan pertemuan

dengan calon nasabah sebelum pembukaan rekening tersebut.

4) Persyaratan tersebut berlaku juga untuk pembukaan rekening joint account

dan calon nasabah selaku perantara atau pemegang kuasa dari pihak lain

(beneficial owner) berupa berikut ini:

a) perorangan: informasi sebagaimana halnya prosedur penerimaan nasabah

perorangan, bukti penugasan atau kewenangan bertindak dan kebenaran

identitas maupun sumber dana dari beneficial owner.

b) Badan: informasi yang relevan sebagaimana halnya prosedur penerimaan

nasabah perusahaan, kecuali lembaga pemerintah, lembaga Internasional

Page 114: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

dan perwakilan negara asing, bukti penugasan atau kewenangan bertindak,

dokumen identitas pengurus yang berwenang mewakili perusahaan,

dokumen identitas pemegang saham pengendali perusahaan dan

pernyataan dari calon nasabah bahwa telah dilakukan penelitian terhadap

kebenaran identitas maupun sumber dana dari benefical owner.

b. Badan

1) Perusahaan yng tergolong kecil

Berdasar ketentuan KYC tidak diatur mengenai klasifikasi suatu perusahaan

termasuk golongan perusahaan kecil atau besar. Oleh karena itu, besar dan

kecilnya perusahaan tersebut dapat diatur dalam lkebijakan prinsip mengenal

nasabah yang ditetapkan oleh direksi bank yang bersangkutan, serta

kelengkapannya seperti berikut ini

a) sekurang-kurangnya mengisi formulir standar, yang memuat

(1) status hukum dari usaha serta bukti akta pendirian dan anggaran dasar;

(2) izin usaha ( antara lain SIUP, SITU)

(3) nama, sepesimen tanda tangan dan kuasa kepada pihak yang ditunjuk

(4) alamat perusahaan, nomor telpon dan atau nomor faksimili

(5) keterangan mengenai sumber dan tujuan penggunaan dana

(6) negara asal dalam hal perusahaan dimaksud berbentuk badan hukum

asing

Page 115: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

b) Bank dapat meminta tambahan dokumen lain dan dapat meminta

informasi kepada calon nasabah mengenai hubungan dengan bank lain.

c) Persyaratan tersebut berlaku juga untuk pembukaan rekening joint account

dan calon nasabah selaku perantara atau pemegang kuasa dari pihak lain

(beneficial owner). Dalam hal ini, bank wajib meminta informasi

berkaitan dengan beneficial owner , yang pada prinsipnya sebagaimana

telah diuraikan diatas.

2) Perusahaan yang tergolong besar

Untuk perusahaan yang tergolong besar, pengisian formulir sebagaimana

uraian data untuk perusahaan yang tergolong kecil, namun terdapat

penambahan.

a) Persetujuan dari pejabat bank yang khusus menangani nasabah besar, yang

mempunyai risiko tinggi atau yang dimiliki oleh penyelenggara negara.

b) Adanya NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) bagi nasabah yang

diwajibkan untuk memiliki NPWP. Apabila saat mengajukan permohonan

belum memiliki NPWP, maka calon nasabah wajib membuat pernyataan

bahwa yang bersangkutan merupakan pihak yang tidak wajib memiiki

NPWP.

c) Adanya laporan keuangan atau deskripsi bidang usaha yang mencakup

profil pelanggan, alamat tempat kegiatan usaha dan nomor telpon

d) Struktur manajemen

Page 116: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

e) Dokumen identitas pengurus yang berwenang mewakili perusahaan

(misalnya KTP, Paspor atau SIM)

f) Nama, Spesimen tanda tangan dan kuasa/kewenangan bertindak

g) Keterangan sumber serta penggunaan dana dan tujuan penggunaan dana.

h) Persyaratan tersebut berlaku juga untuk pembukaan rekening joint account

dan calon nasabah selaku perantara atau pemegang kuasa dari pihak lain

(benifical owner). Dalam hal ini, bank wajib meminta informasi berkaitan

dengan benefical owner, yang pada prinsipnya sebagaimana telah

diuraikan di atas

3) Lembaga Pemerintah, lembaga Internasional, dan perwakilan negara asing

Untuk lembaga pemerintah, lembaga internasional dan perwakilan negara

asing wajib mengisi formulir standar yang sekurang-kurangnya memuat

a) nama dan sepesimen tanda tangan yang harus dibuktikan dengan identitas

berupa KTP, paspor atau SIM.

b) Surat penunjukan bagi pihak yang berwenang mewakili lembaga dalam

melakukan hubungan usaha dengan bank.

c) Keterangan mengenai asal negara lembaga dimaksud dan keterangan

mengenai sumber dan tujuan penggunaan dana apabila diperlukan.

4) Bank

Bank wajib mengisi formulir standar, yang minimal memuat:

a) akta pendirian, anggaran dasar atau dokumen sejenis

Page 117: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

b) izin usaha dari instansi yang berwenang

c) nama dan specimen tanda tangan dan kuasa atau surat penujukan kepada

pihak lain yang ditunjuk

d) alamat usaha.

Adapun pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen Penerapan Pasal 18 Ayat (1) dan (2) tersebut paling tidak akan nampak

pada formulir-formulir yang digunakan dalam melakukan transaksi antar bank

dengan nasabah. Guna memberikan kemudahan bagi nasabah perbankan dalam

membuat perjanjian dengan bank sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang

Perlindungan Konsumen, maka bank telah menyediakan berbagai jenis formulir, baik

dalam bidang dana, bidang jasa maupun dalam bidang kredit. Penyediaan formulir

oleh bank tersebut dalam Undang-Undang Perlindungan konsumen disebut sebagai

klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah

dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang

dituangkan dalam suatau dokumen dan atau perjanjian yang mengikat dan wajib

dipenuhi oleh konsumen.201

Banyak alasan untuk menjawab bahwa bank selalu menyediakan formulir

untuk setiap hubungan hukum dengan nasabah. Hal ini dengan alasan berikut ini:202

1. Untuk mempercepat sistem pelayanan sebab tidak mungkin setiap nasabah harus

membuat dan menegosiasikan setiap transaksi dengan bank.

201 Try Widiyono, Aspek Hukum… Op.cit., hlm. 67202 Ibid., hlm 68.

Page 118: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

2. Formulir tersebut antara lain memuat berbagai peraturan penting yang berkaitan

dan berlaku dalam hubungan hukum antara nasabah dangan bank.

3. Memudahkan nasabah mengetahui peraturan apa saja dan mana saja yang berlaku

dalam hubungan hukum dengan bank

4. Tidak semua pegawai bank mengetahui mengenai hukum yang berlaku atas suatu

produk. Dengan penyediaan formulir yang dibuat oleh bagian hukum, maka

pegawai lain di kantor cabang dapat dengan mudah menyediakan formulir tanpa

harus berkonsultasi pada bagian hukum. Hal ini membantu mempercepat

pelayanan.

5. Fungsi bank sebagai intermediary dengan formulir yang dibuat secara hati-hati

tersebut dapat mengamankan dana masyarakat yang dikelola bank

Formulir-formulir tersebut seluruhnya dibuat secara sepihak olehh bank akan

tetapi, pada formulir tertentu, misalnya formulir aplikasi permohonan

pemindahbukuan atau transfer bagi nasabah-nasabah korporasi (nasabah besar)

dimungkinkan untuk membuat aplikasi formulir tersendiri, yang dibuat oleh nasabah

yang bersangkutan, dengan syarat formulir tersebut dapat diterima oleh bank.

Artinya, atas formulir yang dibuat nasabah, bank berhak untuk menolak penggunaan

formulir tersebut. Formulir-formulir yang dibolehkan biasanya formulir untuk

trnsaksi yang mengandung risiko kecil yang memang dibolehkan oleh formulir

perjanjian pada produk tersebut. Dengan demikian hakikatnya seluruh formulir yang

Page 119: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

digunakan dalam hubungan hukum antara nasabah dengan bank selalu menggunakan

formulir yang disediakan secara sepihak oleh bank.203

Perubahan suatu formulir adalah kewenangan direksi. Oleh karena itu, untuk

mengubah suatu klasula baku yang telah dibuat dan disediakan oleh bank harus

melalui persetujuan direksi. Sulit bagi seorang nasabah, apalagi nasabah ritel untuk

mengusulkan suatu perubahan atas klasula baku yang telah dibuat dan disediakan

bank untuk nasabah, walaupun hakikatnya dimungkinkan.204

Formulir tersebut mendapat perhatian dalam uraian ini karena beberapa hal

sebagai berikut:205

b. Dasar hubungan hukum antara nasabah dengan bank akan tercermin dalam

perjanjian yang mereka buat. Perjanjian tersebut selalu dibuat dan disediakan

secara sepihak oleh bank. Hal ini memungkinkan bahwa bank membuat formulir-

formulir perjanjian tersebut tidak seimbang, yang dapat merugikan

konsumen/nasabah. Sebagai pembuat draft perjanjian yang tidak melibatkan

nasabah, bank secara manusiawi akan cenderung protektif terhadap dirinya

sendiri. Hal ini menyangkut segi kepraktisan karena tidak mungkin bank

membuat perjanjian yang berbeda-beda antara nasabah yang satu dengan yang

lain.

c. nasabah yang akan berhubungan dengan bank pada umumnya tidak

memperhatikan isi dari formulir-formulir yang akan ditandatanganinya. Mereka

203 Ibid.204 Ibid., hlm 69.205 Ibid.

Page 120: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

percaya pada bank atau paling tidak “tidak kuasa” untuk menolak formulir yang

disodorkan oleh bank karena tidak mungkin nasabah membuat draft perjanjian

tersebut.

d. nasabah tidak mendapatkan informasi yang cukupbmengenai isi formulir tersebut.

Nasabah sering tidak memahami dengan maksud dan isi dari formulir atau

perjanjian yang dibuat secara sepihak oleh bank. Tulisan-tulisan sangat kecil dan

rumit untuk dipahami, sehingga ketika terjadi dispute, nasabah mungkin akan

dirugikan.

Secara yuridis formal, dalam membuat suatu perjanjian harus memenuhi asas

perjanjian sebagai syarat sahnya suatu perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320

KUHPerdata, yaitu sepakat mereka yang mengikatkan diri, kecakapan untuk

membuat perikatan, suatu hal tertentu dan suatu sebab halal disamping itu, terdapat

asas lain dalam perjanjian, yaitu asas-asas kesetaraan dalam berkontrak. Fenomena

kedudukan pelaku usaha dan konsumen adalah agar terdapat suatu perjanjian yang

seimbang antarkonsumen dan produsen berdasarkan asas kesetaraan berkontrak.206

Terdapat beberapa hal yang mengakibatkan lembaga perbankan tidak dapat

menjalankan undang-undang tersebut, dalam arti bahwa apabila ketentuan dalam

Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

dijalankan, maka akan sangat memberatkan lembaga perbankan. Memperhatikan

kondisi tersebut, terdapat persoalan yang seakan-akan lembaga perbankan tidak

mengindahkan hukum positif, yakni Undang-Undang Perlindungan konsumen karena

206 Ibid.

Page 121: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

perjanjian yang dibuat antara nasabah dengan bank seharusnya tunduk kepada

Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Hal demikian merupakan kenyataan yang

kita rasakan sehari-hari dalam hubungan dengan bank. Fakta tersebut memberikan

indikasi adanya pelanggaran hukum yang dilakukan oleh bank dalam membuat

perjanjian dengan nasabah. Sebagai hukum positif, Undang-Undang Perlindungan

Konsumen bersifat memaksa dan dapat dipertahankan kepada siapa pun. Dengan

adanyapelanggaran yang dilakukan oleh bank terhadap Pasal 18 Ayat (1) dan (2)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, berarti secara sosiologis terdapat

“permasalahan” hukum, baik dari segi pembuatan dan atau dari segi

pelaksanaannya.207

Sifat bank yang mempunyai karakteristik berbeda dengan industri lain juga

dijelaskan melalui beberapa asas dan pikiran serta perundang-undangan penjelasan

ini berkaitan dengan alasan yang menjadi dasar argument oleh bank untuk

menyimpangi ketentuan tersebut. Persoalan yang sering timbul dalam aplikasi Pasal

18 Ayat dan 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen adalah perbedaan persepsi antara kedua belah pihak untuk menetapkan

keseimbangan dalam berkontrak. Oleh karena itu, sering terjadi dalam suatu kontrak,

terdapat anggapan subjektif bahwa perjanjian tersebut kurang atau tidak terpenuhinya

keseimbangan. Hal ini dapat dilihat apabila seseorang akan berhubungan hukum

dengan bank, maka nasabah /calon nasabah tersebut wajib menerima “klausula baku”

yang dibuat secara sepihak oleh bank. Hal tersebut menyebabkan adanya

207 Ibid., hlm 70.

Page 122: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

ketimpangan dalam perjanjian antara nasabah dengan bank, dimana nasabah sering

dirugikan oleh perjanjian yang dibuat dengan pihak perbankan. Pihak nasabah sering

tidak berdaya untuk mengoreksi “Klausula Baku” yang disodorkan oleh bank. Pihak

nasabah tanpa pikir panjang akan menandatangani “Klausula Baku” tersebut dengan

berbagai alasan, antara lain tulisannya kecil-kecil, bahasanya sulit dimengerti, terlalu

rumit, tidak memahami isi “klausula Baku” tersebut, tidak sempat membaca, dan

lain-lain.208

Akan tetapi, dengan alasan apa pun, setelah ditandatangani kedua belah pihak,

antara nasabah dengan bank, maka hakikatnya perjanjian tersebut berlaku bagi kedua

belah pihak sebagai undang-undang. Hal ini berdasarkan Pasal 1338 KUHPerdata

yang menyatakan bahwa semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai

undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Pasal ini sebagai asas facta sun

servanda.209

Sebagai pegangan arah dalam penjelasan sub bab ini, perlu diperhatikan

beberapa batasan-batasan atas pengertian-pengertian dasar berikut ini:210

1) pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang

berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan

berkedudukan atau melakukan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi

(Pasal 1 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen).

208 Ibid.209 Ibid.210 Ibid., hlm 71.

Page 123: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

2) Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah

dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha

yang dituangkan dalam suatu dokumen dan atau perjanjian yang mengikat dan

wajib dipenuhi oleh konsumen (Pasal 1 Ayat 10 Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen).

3) Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam

masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, kleluarga, orang lain maupun

mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Penjelasan pasal ini

menyatakan, didalam kepustakaan ekonomi dikenal istilah konsumen akhir dan

konsumen antara. Konsumen akhir adalah pengguna atau pemakai akhir dari

suatu produk, sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan

suatu produk sebagai bagian dari proses produksi suatu produk lainnya.

Pengertian konsumen dalam undang-undang ini adalah konsumen akhir.

Permasalahan berkaitan dengan pengertian konsumen akhir ini bagi bank

masih dapat diperdebatkan, apakah konsumen bank yang berbentuk kredit

nonkonsumtif merupakan dan termasuk pengertian akhir atau bukan, karena debitur

tidak menggunakan kredit yang diterimanya tersebut tidak untuk diri sendiri, tetapi

untuk pihak lain. Sluijter yang uraiannya dikutip oleh Sjahdeni mengemukakan

bahwa perjanjian baku bukan perjanjian, sebab kedudukan pengusaha itu (yang

berhadapan dengan konsumen) adalah seperti pembentuk undang-undang swasta (legi

Page 124: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

particuliere wetgever), sedangkan Pitlo menyatakan bahwa perjanjian baku sebagai

perjanjian paksa (dwangcontract).211

Sebelum membahas lebih lanjut mengenai pengertian klausula baku, dengan

pertimbangan bahwa definisi klausula baku tersebut telah dinyatakan dalam undang-

undang, maka dalam pembahasan ini kita akan menggunakan pengertian formal

sebagaimana yang tercantum dalam undang-undang perlindungan konsumen.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sebagai

hukum positif memang dapat dipertahankan kepada siapa pun. Akan tetapi, secara

sosiologis dan analisis, suatu undang-undang harus memperhatikan segi-segi

tersebut.212

Disamping itu, benturan terhadap berbagai perundang-undangan yang berlaku

bagi bank harus disinkronkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen tersebut. Hal demikian bertolak kepada azas bahwa bank is

different, sehingga memerlukan kekhususan dalam aturan yang menyangkut

perlindungan nasabahnya. Perlu dikemukakan, bahwa berdasarkan Pasal 1 Ayat 2

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen beserta

penjelasannya tersebut diatas, dinyatakan bahwa konsumen dalam undang-undang

perlindungan konsumen beserta penjelasannya tersebut diatas, dinyatakan bahwa

konsumen dalam undang-undang perlindungan konsumen adalah konsumen akhir.

Sehubungan dengan hal tersebut timbul pertanyaan, apakah bank dalam memberikan

211 Ibid.212 Ibid., hlm 72.

Page 125: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

kredit tersebut termasuk dalam kualifikasi konsumen akhir? Pertanyaan ini perlu

dikemukakan, sebab kredit yang diberikan kepada nasabah hakikatnya dipergunakan

oleh nasabah, antara lain untuk kegiatan proyek dan atau investasi dan atau modal

kerja. Kredit tersebut dipergunakan oleh debitur dapat ditafsirkan sebagai bagian dari

proses produksi. Jika hal ini benar dianggap sebagai proses produksi, maka sesuai

dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal

1 Ayat (2) dan penjelasannya, nasabah demikian bukan termasuk konsumen

sebagaimana dimaksud dalam undang-undang perlindungan konsumen dan dengan

demikian hubungan hukum antar nasabah dengan debitur tersebut tidak tunduk

kepada undang-undang perlindungan konsumen.213

2. Nasabah Meninggal Dunia Keadaan Tidak Berdaya serta Keadaan Tidak

Hadir

a. Nasabah Meninggal Dunia

1) Hal-hal yang Perlu Diperhatikan

Permasalahan lain berkaitan dengan rekening simpanan adalah apabila

nasabah penyimpan meninggal dunia. Pada saat nasabah dari rekening giro, tabungan

deposito, sertifikat deposito (negotiable certificate deposit), save deposit box,

simpanan pada kustodi; traveler’s cheque, kecuali TC blangko, dan lain-lain dengan

213 Ibid.

Page 126: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

berbagai variasi dari masing-masing produk tersebut meninggal dunia, maka pada

saat itu juga harta simpanannya pada bank beralih kepada ahli waris.214

2) Dasar Hukum dan Dokumen Pengambilan Simpanan

Sampai dengan saat ini, belum ada kesatuan pendapat mengenai ketentuan

yang mengatur/menyatakan jenis/bentuk dokumen apa yang berlaku sebagai suatu

bukti tentang penetapan ahli waris. Salah satu referensi sebagai dasar hukum untuk

pengambilan simpanan nasabah pada bank adalah Buku II Pedoman Pelaksanaan

Tugas dan Administrasi Pengadilan dari Mahkamah Agung 1994 jo. Surat Mahkamah

Agung RI No. KMA/1036/X/1994. Sekalipun berlakunya ketentuan tersebut masih

dapat diperdebatkan, status hukum dari buku tersebut berkaitan dengan kekuatan

hukum publik, namun terdapat pihak yang menginterpretasikan kekuatan publik

terletak pada surat Mahkamah Agung yang menegaskan bahwa agar bank dapat

mempedomani ketentuan tersebut dalam pengambilan simpanan nasabahnya pada

bank yang bersangkutan. Hal demikian tidak mengherankan bahwa beberapa bank

besar di Indonesia mempedomani Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan

Administrasi Pengadilan dari Mahkamah Agung tersebut, hal ini dapat dilihat dari

persyaratan nasabah yang meninggal dan ahli warisnya hendak mengambil

simpanan.215

214 ? Try Widiyono ., Aspek Hukum…Op. Cit., hlm141

215 Ibid., hlm.143.

Page 127: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka pengambilan rekenning pada bank

adalah surat keterangan yang dibuat oleh ahli waris sendiri dan tanda tangannya

disahkan oleh notaris atau pejabat lain yang disebut dalam Pasal 1 Staatblad 1916

Nomor 46, antara lain dari ketua pengadilan negeri atau hakim yang ditunjuk atau

akta yang dibuat oleh notaris, khusus bagi golongan Timur Asing Tionghoa, sesuai

Staatblad 1917 Nomor 129 berlaku diseluruh RI sejak tanggal 1 September 1925.

Sekalipun tetap disadari bahwa dokumen hukum yang menjadi dasar hukum tersebut

masih dapat diperdebatkan.216

Sebagaimana kita ketahui, bahwa dalam kenyataan dimasyarakat terdapat

dokumen lain sebagai bukti ahli waris yang diterbitkan oleh lemabaga yang

berwenang, misalnya fatwa pengadilan agama mengenai ahli waris; penetapan

pengadilan negeri mengenai ahli waris; keputusan pengadilan negeri atau keputusan

penngadilan agama; akta pertolonganpembagian warisan dari pengadilan agama; dan

lain sebagainya. Dokumen-dokumen ini juga merupakan dokumen penting sebagai

bukti dari ahli waris yang sah.217

Sehubungan dengan adanya berbagai dokumen tersebut, maka untuk

penanganan warisan yang ada pada bank (khusus nasabah penyimpan), bukti ahli

waris dapat dipilih salah satu sebagaimana telah diuraikan. Artinya dokumen tersebut

dapat berupa dokumen sebagaimana diuarikan pada Buku II Pedoman Pelaksanaan

Tugas dan Administrasi Pengadilan dari Mahakamah Agung atau memilih salah satu

216 Ibid.217 Ibid., hlm.144.

Page 128: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

dari dokumen yang diterbitkan oleh lembaga tersebut. Dokumen tersebut tentunya

masih dilengkapi dengan berbagai dokumen lain sebagai pendukung, misalnya akta

kematian pewaris, hubungan hukum dengan pewaris, apakah menerima warisan

berdasarkan undang-undang (ab intestato) atau berdasarkan wasiat (testamentair).218

Bagi bank, tentunya terdapat kebijakan bahwa persyaratan pengambilan

warisan berupa simpanan yang masih ada di bank tersebut tidak digeneralisasi.

Artinya, simpanan-simpanan yang nominalnya relatif kecil seyogyianya cukup

dilengkapi dengan dokumen lain sebagai pendukung, misalnya akta kematian

pewaris, hubungan hukum dengan pewaris, KTP, dan lain sebagainya.219

3) Akibat Hukum Meninggalnya Nasabah

Akibat meninggalnya seseorang, maka terdapat hal-hal yang berkaitan dengan

hukum yang perlu diperhatikan.220

a) Surat kuasa yang diterbitkan oleh pewaris kepada bank semasa hidupnya,

termasuk standing instruction, baik yang dibuat secara nota riil maupun di

bawah tangan menjadi berakhir demi hukum, sesuai ketentuan Pasal 1813

KUHPerdata, kecuali surat kuasa yang secara tegas menyampingkan pasal

tersebut sehingga surat kuasa demikian masih tetap berlaku sesuai isinya.

b) Hak untuk keuntungan rekening pewaris tetap dibukukan dan merupakan

bagian dari harta peninggalan. Jika pewaris mempunyai kewajiban kepada

218 Ibid. 219 Ibid. 220 Ibid.

Page 129: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

bank, maka pada saat bank memutuskan membayar harta peninggalan yang

dimaksud, kewajiban pewaris yang bersangkutan wajib

diperhitungkan/diselsaikan terlebih dahulu.

c) Ahli waris yang tidak cakap hukum harus diwakili oleh wali atau kuratornya,

dengan penjelasan:

(2) wali anak yang belum dewasa secara otomatis walinya adalah orang tua

yang hidup terlama (masih hidup). Jika kedua orang tuanya telah

meninggal dunia, maka wali anak tersebuut harus dimintakan penetapan

wali kepada pengadilan negeri.

(3) Kurator adalah wakil dari orang dewasa tidak cakap hukum, yang

penujukannya berdasarkan penetapan dari pengadilan negeri.

d) Untuk rekening yang menggunakan nama pewaris QQ maka berlaku

ketentuan sebagaimana telah diuraikan dalam pembahasan rekening QQ

e) Cek dan bilyet giro yang telah diterbitkan/ditandatangani sebelum pewaris

meninggal dibayarkan, sepanjang memenuhi persyaratan mengenai

berlakunya cek dan bilyet giro.

f) Apabila pewaris adalah nasabah debitur, maka hubungan kredit antara

nasabah debitur tersebut dengan bank berakhir dan kewajiban debitur beralih

kepada ahli waris dan selanjutnya diberlakukan ketentuan-ketentuan

perkreditan yang berlaku pada bank.

Page 130: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

g) Pengertian wali ini agar diperhatikan dan dapat berpedoman pada uraian

mengenai wali yang dibahas/dikemukakan pada pembahasan subab rekening.

b. Keadaan Tidak Berdaya

Keadaan tidak berdaya bagi pemilik rekening simpanan adalah keadaan di

mana seseorang pemilik rekening simpanan pada suatu bank mengalami yang parah

dan menyebabkan yang bersangkutan tidak mampu untuk melakukan tindakan dan

atau perbuatan hukum tertentu, khususnya untuk melakukan perintah kepada bank

dalam transaksi tertentu. Perintah-perintah kepada bank dalam transaksi yang

menyangkut suatu rekening wajib dilakukan melalui sarana dan menurut cara yang

diterima dan disetujui oleh nasabah pada saat pembukaan rekening dan atau adanya

pengembangan fitur produk.Sehubungan dengan pemilik rekening tersebut sakit

berat, maka tindakan hukum untuk memberikan perintah kepada bank tersebut tidak

mampu dilakukan oleh pemilik rekening. Pada sisi lain, simpanan yang terdapat pada

bank atas nama orang yang sakit parah tersebut akan digunakan oleh keluarganya

untuk membiayai ongkos berobat yang bersangkutan.221

Peristiwa di atas, tentunya dilematis, yaitu pemilik rekening tidak dapat

melakukan penarikan dana (karena keadaan dirinya yang sakit parah). Keluarganya,

sekalipun anak, suami atau istri si sakit, tidak mungkin juga untuk melakukan

penarikan simpanannya karena yang bersangkutan tidak berwenang di sisi lain dana

tersebut diperlukan untuk membiayai pemilik rekening yang sakit tersebut.

221 Ibid., hlm145.

Page 131: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

Ketidakberdayaan nasabah penyimpan ini, antara lain karena sakit parah, keadaan

dungu atau sakit otak (gila/tidak waras ingatan).222

Pasal 433 KUHPerdaata menyatakan bahwa setiap orang dewasa yang selalu

berada dalam keadaan dungu, sakit otak atau mata gelap harus ditaruh di bawah

pengampu, pun jika ia kadang-kadang cakap mempergunakan pikirannya.

Selanjutnya, Pasal 434 Ayat 1 menyatakan, setiap keluarga sedarah berhak meminta

pengampuan seorang keluarga sedarahnya, berdasarkan atas keadaannya dungu, sakit

otak atau mata gelap. Sedangkan dalam Pasal 434 Ayat 3 dalam hal yang satu dan

yang lain, seorang suami atau istri boleh meminta pengampuan akan istri atau

suaminya. Pasal 436 KUHPerdata segala permintaan akan pengampuan harus di

majukan kepada pengadilan negeri, yang mana dalam daerah hukumnya orang yang

dimintakan pengampuannya berdiam.223

Sehubungan dengan ketentuan tersebut, dalam hal terdapat nasabah

penyimpan yang mengalami keadaan yang tidak berdaya, maka bank dapat

memberlakukan ketentuan tersebut dalam menyelsaikan permasalahannya, Sekalipun

dalam ketentuan itu hanya mengatur mengenai keadaan dungu, sakit otak atau mata

gelap, tetapi dalam praktik (berdasarkan pengalaman penulis untuk memutuskan

pencairan simpanan di cabang), hakim bersedia mengeluarkan penetapan orang

tersebut dan sekaligus menunjuk istrinya yang masih sehat sebagai pengampu

suaminya yang sedang sakit berat. Hal ini karena dalam KUHPerdata tidak terdapat

222 Ibid., hlm. 146.223 Ibid.

Page 132: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

ketentuan yang tegas mengenai masalah ini. Atas hal tersebut, hakim atas

permohonan pihak-pihak yang berkepentingan harus dapat memberikan solusi

hukum. Atas dasar hal ini, maka hakim mengeluarkan penerapan pengampuan untuk

orang yang sakit tidak berdaya dan sekaligus menunjuk keluarganya sebagai

pengampu guna bertindak untuk dan atas nama pihak yang tidak berdaya dalam

melakukan transaksi kepada bank, termasuk pemindah bukuan, transfer, penarikan,

dan bahkan penutupan rekening simpanan pihak yang tidak berdaya itu pada bank.224

Oleh karena itu, bank harus meminta kepada keluarga dari pemilik rekening

simpanan yang sakit tersebut apabila dimungkinkan dilakukan oleh suami atau istri

yang masih sehat suatu penetapan hakim pengadilan negeri yang menyatakan bahwa

pemilik rekening tidak dapat melakuakn perbuatan hukum untuk memberikan

perintah kepada bank karena sakit parah. Apabila permohonan tersebut sekaligus

diminta kepada hakim untuk menetapkan juga pihak yang berwenang untuk mewakili

si sakit dalam melakukan perbuatan hukum untuk memberikan perintah apa pun juga

kepada bank berkaitan dengan transaksi rekening si sakit. Pada umumnya pihak yang

memohon untuk ditetapkan oleh hakim mewakili si sakit adalah istri atau suami si

sakit atau anak. Atas dasar penetapan penngadilan tersebut maka pihak bank dapat

menerima perintah dari pihak yang diberi kuasa mewakili si sakit untuk melakukan

perbuatan hukum berkaitan dengan rekening simpanan si sakit.225

224 Ibid.225 Ibid., hlm. 147.

Page 133: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

Apabila keluarga dari pemilik rekening yang sakit tersebut akan memberikan

surat keterangan dokter dan atau keterangan rumah sakit kepada bank yang

menyatakan bahwa pemilik rekening dalam kondisi sakit parah dan tidak dapat

melakukan perbuatan hukum sehingga dapat diwakili oleh keluarganya. Apabila bank

menerima data ini saja, seharusnya bank menolak perintah dari keluarga si sakit

tersebut karena rumah sakit atau dokter bukanlah lembaga yang dapat menetapkan

seseorang dalam keadaan tidak dapat melakuakn perbuatan hukum tertentu hanyalah

hakim pengadilan. Rumah sakit atau dokter dalam hal ini hanya berwenang

menetapkan cakap atau tidak cakap. Namun demikian, tentunya hakim pengadilan

dalam menetapkan atau menerima permohonan keluarga si sakit akan memperhatikan

keterangan dari pihak rumah sakit/dokter.226

Sering sekali dihadapi oleh lembaga perbankan, yaitu keadaan di mana

nasabah simpanan (nasabah dana) dan nasabah-nasabah lain yang tidak diketahui lagi

tempat tinggalnya. Permasalahan demikian, bagi lembaga perbankan akan mengalami

kesulitan hendak dikemanakan dana atau barang tersebut akan diserahkan. Secara

sederhana memang dana atau atau barang milik nasabah tersebut dapat diserahkan

kepada Balai Harta Peninggalan setelah meminta penetapan pengadilan, tetapi

prosedur demikian bagi bank akan mengalami kesulitan, terutama adanya biaya yang

dikeluarkan dan lain sebagainya. Oleh karena itu, bagi lembaga perbankan sering kali

mengambil kebijakan sendiri-sendiri.227

226 Ibid.227 Ibid.

Page 134: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

Pasal 463 KUHPerdata pada intinya mengatur bahwa apabila orang tersebut

tidak memberikan kuasa pada seseorang dan terdapat kepentingan-kepentingan yang

harus diurus, maka atas permintaan orang yang berkepentingan atau atas permintaan

jaksa, hakim untuk sementara dapat memerintahkan Balai Harta Peninggalan

(Weeskamer) untuk mengurus kepentingan-kepentingan orang yang tidak hadir itu

dan dimana perlu mewakili orang yang tidak hadir tersebut.228

Kekayaan orang yang bepergian itu tidak begitu besar, maka atas permintaan

atau tuntutan seperti di atas atau dengan menyimpang dari permintaan atau tuntutan

itu karena jabatan, pengadilan negeri, baik dengan penetapan seperti tersebut di atas

atau penetapan lebih lanjut, berkuasa memerintahkan pengurus harta kekayaan dan

perwakilan kepentingan-kepentingan sesorang atau lebih dari keluarga sedarah atau

semenda dari yang tidak hadir, yang ditunjuk oleh pengadilan atau kepada isteri atau

suaminya, dengan kewajiban satu-satunya ialah apabila si tak hadir tersebut pulang

kembali, keluarga, istri atau suami tadi harus mengembalikan kepadanya harta

kekayaan itu setelah dikurangi dengan segala utang yang sementara itu telah

dilunasinya dan tanpa hasil-hasil atau pendapatanya.229

Pasal 464 KUHPerdata menyatakan, Balai Harta Peninggalan jika perlu

setelah mengadakan penyegelan, wajib membuat daftar lengkap dari segala harta

kekayaan yang pengurusnya dipercayakan kepadanya. Selanjutnya harus diindahkan

228 Ibid., hlm.148.229 Ibid.

Page 135: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

peraturan-peraturan mengenai pengurusan harta kekayaan anak belum dewasa,

kecuali pengadilan memerintahkan lain.230

Pasal 465 menyatakan bahwa Balai Harta Peninggalan wajib tiap tahun

memberikan perhitungan tanggung jawab kepada jaksa pada pengadilan yang

mengangkatnya dan memperlihatkan seluruh efek-efek dan surat-surat yang berkaitan

dengan kepengurusannya. Perhitungan tersebut, jaksa boleh memajukan usul kepada

pengadilan untuk kepentingan si tidak hadir.231

Pasal 467 KUHPerdata yang pada intinya menyatakaan bahwa jika seseorang

telah meninggalkan tempat tinggalnya dan tidak memberi kuasa kepada seseorang

untuk mengurus harta kekayannya, maka setelah lewat waktu 5 tahun setelah

diperoleh kabar terakhir yang membuktikan bahwa ia masih hidup, atas permintaan

pihak yang berkepentingan dan setelah memperoleh ijin dari pengadilan negeri boleh

dipanggil untuk menghadap di muka pengadilan, jika belum juga hadir, diualngi

kembali sampai dengan tiga kali. Apabila setelah pemanggilan ketiga kali tidak

datang menghadap, maka atas tuntutan jaksa, pengadilan dapat menyatakan dugaan

hukum bahwa ia telah meninggal dunia.232

Pasal 470 KUHPerdata menyatakan bahwa dalam hal orang yang tidak hadir

tersebut meninggalkan suatu penguasaan mengurus kepentingan-kepentingannya,

maka harus ditunggu salama 10 (sepuluh) tahun sejak diterimanya kabar terakhir,

barulah dapat diajukan permintaan oleh para pihak yang berkepentingan dan setelah

230 Ibid.231 Ibid. 232 Ibid.,hlm.149

Page 136: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

memperoleh izin dari pengadilan tempat tinggal yang ditinggalkan, dapat meminta

hakim agar yang bersangkutan dianggap telah meninggal dunia. Sebelumnya, hakim

terlebih dahulu wajib melakukan pemanggilan guna menghadap dimuka pengadilan

yang sama yang berlaku selama tenggang waktu 3 (tiga) bulan atau lebih.

Pemanggilan tersebut bisa diulangi sampai 3 (tiga) kali. Pernyataan tentang kematian

atas dugaan harus diumumkan dengan surat kabar yang sama dalam mana segala

pemanggilan telah diiklankan.233

Pembagian warisan orang yang tidak hadir. Berdasarkan Pasal 484

KUHPerdata, setelah lewat 30 tahun, terhitung mulai hari dan tanggal surat

pernyataan yang dikeluarkan oleh hakim atau apabila orang yang dianggap telah

meninggal tersebut, seandainya masih hidup dan telah berumur 100 tahun, maka para

ahli waris dapat mengadakan suatu pembagian warisan yang tetap. 234

233 Ibid. 234 Ibid.

Page 137: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

BAB V

Kesimpulan dan Saran

A. Kesimpulan

1. Bahwa pengaturan likuidasi bank terdapat dalam Pasal 37 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, maka dalam hal ini Bank

Indonesia dapat melakukan tindakan baik secara langsung maupun tidak

langsung, juga dapat dilakukan secara alternatif ataupun kumulatif sesuai dengan

kondisi bank yang bersangkutan, yaitu meliputi langkah-langkah berupa saran-

saran dan langkah lebih aktif, dan apabila Bank Indonesia tidak bisa melakukan

tindakan penyehatan bank tidak berhasil, maka Lembaga Penjamin Simpanan

masih dimungkinkan untuk melakukan tindakan penyelamatan terhadap bank

dimaksud. Lembaga Penjamin Simpanan ini juga dimaksudkan untuk menjamin

simpanan uang para nasabah di bank yang disebutkan dalam ketentuan Pasal 21

ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga

Penjamin Simpanan

2. Mengenai perlindungan nasabah, antara nasabah dengan bank dibentuknya LPS

ini merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana

telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

Ketentuan dalam Pasal 37 B Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana

telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

139

Page 138: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

menetapkan bahwa setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan

pada bank yang bersangkutan. Untuk menjamin simpanan masyarakat dibentuk

Lemabaga Penjamin Simpanan (LPS) yang berbentuk badan hukum dan diatur

lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Fungsi badan hukum LPS untuk

melindungi dana para nasabah yang disimpan di bank yang terlikuidasi, selain itu

juga pemerintah menetapkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perbankan, terdapat dalam Pasal 29 Ayat (2), (3), dan (4) tentang prinsip kehati-

hatian yang mengharuskan pihak bank untuk selalu konsisten dalam melaksankan

peratuaran perundang-undangan di bidang perbankan berdasarkan

profesionalisme dan itikad baik.

B. Saran

1. Berdasarkan konteks penyelsaian likuidasi bank, perangkat aturan perlu

dilengkapi dengan dasar hukum dan landasan operasional yang khusus

diperuntukan bagi pelaksanaan program penyelsaian likuidasi bank. Peraturan

yang diterapkan dalam situasi dan kondisi khusus atau darurat selayaknya berbeda

dengan peraturan yang diberlakukan pada situasi normal. Landasan ketentuan

tersebut hendaknya memerhatikan gradasi hierarki peraturan perundang-undangan

sehingga mendukung kelancaran penerapannya. Penerapan good governance di

segi regulasi berupa proses penerapan dan penegakan hukum yang baik, struktur

pemerintahan yang bersih, sistem pengaturan yang efisien demokratis, dan dapat

Page 139: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

dipertanggungjawabkan merupakan faktor-faktor penting yang diperlukan dalam

penyelsaian krisis perbankan. Hasil pembahasan juga menyarankan suatu regulasi

dapat dikatakan kuat apabila memiliki atau didukung oleh:

a. unsur filsafat yang memadai

b. perimbangan ilmu pengetahuan

c. unsur pertimbangan ekonomi

d. unsur objective atau sasaran yang jelas

e. kesuaian dengan ketentuan dasar yang lebih tinggi; dan

f. pemenuhan kaidah-kaidah legal drafting.

2. Mengenai konteks perlindungan nasabah pemerintah terutama Bank Indonesia

dalam menjalankan tugas dan fungsi harus menjaga integritas dan itikad baik dari

pihak bank tehadap nasabah yang selama ini masih menguntungkan pihak bank

terutama adanya klausula baku dari pihak bank diberlakukan terhadap para

nasabah

Page 140: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Adrian Sutedi, HUkum Perbankan Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi, dan Kepailitan, Sinar Grafika, Jakarta 2007.

Bambang Soesatyo, skandal Gila Bank Century, Ufuk Press, Jakarta, 2010.

Didik J.Rachbini, Ekonomi Politik – Kebijakan dan Setrategi Pembangunan, Granit Jakarta, 2004.

Djoni S Gazali, Hukum Perbankan, Sinar Grafika, Jakarta 2010.

Djony Edward, BLBI Extraordinary Crime Satu Analisis Historis dan Kebijakan, Liks, Yogyakarta2010.

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta 2011.

Kusumaningtuti, Peran Hukum dalam Penyelsaian Krisis Perbankan di Indonesia, Rajawali Pres, Jakarta 2009.

Mangsa Agustinus Sipthar, Persoalan-Persoalan Perbankan Indonesi, Gorga Media, Jakarta 2007.

M.Khozim, Lawrence M. Friedman Sistem Hukum Presfektif Ilmu Sosial, Nusa Media, Bandung, 2009.

Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung,2006.

Muhamad Djumhana, Asas-asas Hukum PerbankanIndonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008.

Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Hukum Tata Negara Indonesia, Sinar Bakti, Jakarta 1988, hlm., 154.

142

Page 141: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

M. Mufti Mubarok, Membongkar Kotak Hitam Century gate, Java Pustaka Media Utama, Surabaya, 2010

Moh. Nazir, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988.

Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern Buku kesatu dan Kedua, Citra Aditya Bakti, Bandung 2004.

Munir Fuady, Teori Negara Hukum Modern (Rehctstaat) ,Refika Aditama, Bandung 2009.

Neni Sri Imniyati, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2010

Adulkadir Muhamad, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya, Bandung 2004.

Riduan Syahrani, Seluk-Beluk dan Asas-asas Hukum Perdata, Alumni, Bandung 2004.

Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan, Mandar Maju, Bandung 2008.

Soerjono dan Abdurahman, Metode Penelitian Hukum, Renika cipta, Jakarta 2003.

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta 2010.

Soerjono soekanto dan srimantudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan singkat .raja grafindo persada ,Jakarta 2001.

Try Widiyono, Aspek Hukum Operasional Produk Perbankan Simpanan jasa dan Kredit, Gahlia Indonesia, Bogor 2006.

Widjantoro, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia, Grafiti, Jakarta, 2003.

Jurnal :

Heru Supratomo., Analisis Ekonomi terhadap Hukum Perbankan”, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 1/1997, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, Jakarta, hlm. 63.

Page 142: perlindungan hukum nasabah terhadap likuidasi bank dihubungkan dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan

Peraturan Perundang-undangan :

Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbanakan

Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan Konsumen

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan

Undang-Undang Nompr.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan, yakni Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.1 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang tentang kepailitan menjadi Undang-Undang.