pembatasan pakan dan lama pencahayaan.doc
DESCRIPTION
Pembatasan porsi ransum bertujuan agar ransum yang dikonsumsi dapat dicerna lebih optimal pada malam hari dibanding pada siang hari karena suhunya yang tinggi. Pembatasan cahaya juga bertujuan memberikan kesempatan bagi broiler untuk beristirahat dari aktivitas makan untuk mendukung proses pencernaan didalam tubuh sehingga akan berlangsung secara optimal dan mengurangi pengeluaran energi.TRANSCRIPT
Judul : KOMBINASI PEMBATASAN PAKAN PADA SIANG HARI DAN LAMA PENCAHAYAAN PADA MALAM HARI TERHADAP AYAM BROILER DI DATARAN RENDAH TROPIS
PENDAHULUAN
Latar Belatang
Peningkatan informasi kesehatan kepada masyarakat memberikan dampak
kewaspadaan masyarakat dalam menjaga kesehatan. Salah satunya adalah
kewaspadaan masyarakat dalam mengkonsumsi bahan pangan yang banyak
mengandung lemak. Hal ini dikarenakan dengan meningkatnya kandungan lemak
yang dikonsumsi dapat menyebabkan penyakit jantung dan darah tinggi. Oleh
karena itu diperlukan metode untuk menghasilkan produk ternak yang berkualitas
(khususnya broiler rendah lemak).
Broiler yang diternakkan pada lingkungan dataran rendah tropis yang
bersuhu tinggi terutama di siang hari seperti di Indonesia berdampak negatif
terhadap kualitas bobot badan. Karena saat suhu tinggi broiler mengurangi
konsumsi pakan dalam rangka mencegah peningkatan produksi panas
metabolisme yang berakibat penambahan berat badan harian (PBBH) dan bobot
badan (BB) yang diperoleh menjadi rendah (Cheng et. al., 1997). Hal ini tentu
akan merugikan pendapatan para peternak. Ditambahkan oleh Kusnadi (2006)
bahwa suhu tinggi berkisar 25°C hingga 34°C dapat meningkatkan nilai FCR
hingga 2,20. Dalam penelitian Okere et. al. (2008) dijelaskan bahwa penekanan
iklim panas (suhu 38°C dan kelembaban relatif 25%) terhadap 2 jenis broiler
menghasilkan kematian ayam berbulu lebat dan berbulu jarang masing-masing
sebanyak 42% dan 2%. Hal ini terjadi karena bulu broiler menghambat
termoregulasi tubuh di iklim panas.
Suhu sangat berpengaruh terhadap penurunan total protein tubuh dan
peningkatan total lemak tubuh terutama ketika suhu lingkungan mulai meningkat
dari 26,7 hingga 32,2oC. Hal ini terjadi dikarenakan protein yang dikonsumsi
dapat menyebabkan produksi panas tubuh (Daghir, 2008) sehingga broiler yang
ditempatkan pada suhu lingkungan tinggi secara konsisten menolak pakan
berprotein tinggi (>21,1%) (Cheng et. al., 1997). Apabila penolakan konsumsi
protein terjadi terus menerus dan karbohidrat banyak terkonsumi maka akan
terjadi penggemukan broiler oleh lemak namun kurang massa otot tubuh.
Penurunan performa broiler pada suhu lingkungn tinggi secara fisiologis
juga dapat dijelaskan antara lain karena rendahnya sekresi hormon tiroid,
menurunnya kandungan hemoglobin dan hematokrit darah serta meningkatnya
pengeluaran beberapa mineral dan beberapa asam amino dari dalam tubuh
(Kusnadi et. al., 2006). Hormon tiroid dikenal sebagai modulator penting yang
mengatur proses tumbuh-kembang terutama sintesa protein tubuh (Murray et. al.,
1997). Oleh karenanya bila kerja hormon tiroid tidak normal maka sintesa protein
tubuh berkurang sehingga protein yang dikonsumsi akan dioksidasi menjadi
glukosa. Jika glukosa berlebih maka akan disimpan dalam bentuk glikogen di hati
dan otot. Bila tidak cukup ditampung dalam bentuk glikogen maka glukosa akan
diubah dalam bentuk lemak (Moreng dan Avens, 1985).
Dampak buruk pemberian pakan pada suhu lingkungan yang tinggi di siang
hari perlu diatasi. Salahsatunya adalah membatasi pemberian pakan di siang hari
dan mengoptimalkan pemberian pakan pada malam hari yang memiliki suhu
lingkungan lebih sejuk dan dingin. Suhu yang sejuk akan memberikan rasa
nyaman terhadap broiler untuk mengkonsumsi pakan dengan lahap. Di sisi lain,
dengan pemberian pakan pada suhu lingkungan yang sejuk (kurang 2-3oC dari
normal) secara nyata akan meningkatkan bobot badan, memperbaiki FCR,
mengurangi mortalitas 1.41% dibanding yang bersuhu normal (Skomorucha dan
Herbut, 2006). Ditambahkan oleh Filho et. al. (2005) dan Cheng et. al. (1997)
bahwa makin menurunnya suhu lingkungan hingga derajat tertentu maka akan
turut menurunkan lemak tubuh dan meningkatkan deposisi protein tubuh broiler.
Pemberian pakan pada broiler di malam hari yang gelap perlu diberikan
cahaya. Hal ini dikarenakan broiler selalu membutuhkan cahaya dalam aktivitas
hidupnya. Pencahayaan bermanfaat untuk perbaikan FCR, peningkatkan
pertambahan bobot badan, peningkatkan reaksi imunitas, menekan kasus
kelumpuhan, kematian mendadak (spiking mortality syndrome) maupun kasus-
kasus lain (Prayitno, 2004). Dalam sebuah penelitian diterangkan bahwa broiler
yang dipelihara 0 hingga 42 hari dengan lama pencahayaan konstan 8 jam/hari
dan 8 transfer 16 jam/hari (di umur 21-42 hari) menghasilkan bobot badan dan
FCR yang lebih baik dibandingkan konstan 16 jam/hari (Lewis et. al., 2008).
Diterangkan lebih lanjut oleh Lewis et. al. (2008) bahwa mortalitas rendah dengan
lama pencahayaan 16 jam/hari dibanding 8 jam/hari pada umur 22 sampai 35 hari.
Berbagai jenis lama pencahayaan memberikan manfaat yang berbeda. Oleh karena
itu, lama pencahayaan yang diberikan harus ditentukan sehingga produktivitas
broiler bisa optimal.
Pembatasan pakan pada siang hari dan pengaturan lama pencahayaan secara
terpisah memiliki keunggulan masing-masing. Apabila dua metode ini
dikombinasikan bersama diharapkan mampu meningkatkan produktivitas broiler.
Oleh karena itu perlu dilakukan kajian lebih lanjut untuk menentukan metode
kombinasi yang tepat.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan kombinasi pembatasan pakan
pada siang hari dan lama pencahayaan pada malam hari pada ayam broiler di
dataran rendah tropis yang tepat untuk mendapatkan konsumsi pakan, bobot
badan, FCR, mortalitas, total lemak tubuh dan total protein tubuh yang baik pada
broiler yang dipelihara di dataran rendah tropis.
Manfaat Penelitian
Diharapkan dari penelitian ini dapat diperoleh kombinasi pembatasan pakan
dan lama pencahayaan yang tepat untuk meningkatan performans broiler,
mengurangi pemborosan pakan terutama pemborosan protein pakan yang mahal,
dapat dijadikan referensi dalam manajemen broiler yang mudah diterapkan kepada
peternak di dataran rendah tropis, dan sebagai bahan rujukan untuk penelitian-
penelitian selanjutnya.
Kerangka Pikir
Broiler merupakan ayam pedaging komersial yang sengaja dibentuk untuk
berproduksi dalam waktu singkat. Pemberian pakan ad libitum akan mempercepat
peningkatan berat badan. Dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) CJ Feed
Indonesia (2007) diterangkan bahwa pemberian pakan dilakukan sesering
mungkin dengan jumlah sedikit-sedikit. Terkadang dalam peternakan rakyat
pemberian pakan lebih banyak dilakukan saat pagi hingga sore hari dibandingkan
malam hari. Sebagai contoh adalah hasil survey Nova (2008) pada peternak di
Bandar Lampung yang terlihat bahwa rata-rata persentase pemberian ransum pada
siang hari sebesar 60,06% dan malam hari sebesar 39,94%. Hal ini bisa
disebabkan oleh operasional pekerja yang biasa mengutamakan kegiatan
perkandangan di siang hari yang terang.
Suhu lingkungan di dataran rendah tropis Indonesia seperti Kota Semarang
pada siang hari mulai menanjak pada jam 07.00 dan mencapai angka tertinggi
pada jam 13.00. Suhu masih tercatat tinggi pada jam 15.00 dan selanjutnya terus
mengalami penurunan hingga jam 18.00 (Tauhid, 2008). Estimasi Fluktuasi Suhu
Udara di Kota Semarang secara lengkap di Gambar 2.
Gambar 1. Estimasi Fluktuasi Suhu Udara (oC)
Pemberian pakan pada siang hari (pada saat terik matahari antara jam 11.00
hingga jam 15.00) yang bersuhu tinggi secara langsung dapat berpengaruh
terhadap kondisi tubuh broiler. Dampaknya antara lain peningkatan panas tubuh
akibat aktivitas pencernaan pakan dan metabolisme bertambah dengan adanya
cekaman panas dari luar. Peningkatan panas tubuh akibat aktivitas pencernaan
terjadi karena sebagian besar pakan broiler terdiri dari protein yang menyebabkan
peningkatan produksi panas yang lebih tinggi dibandingkan karbohidrat dan
lemak (Daghir, 2008). Broiler yang terkena cekaman panas akan mengurangi
konsumsi pakan sehingga dapat terjadi defisiensi beberapa nutrien yang
mengakibatkan pertumbuhnnya kurang baik (Morêki, 2008).
Perubahan suhu (misal dari malam yang sejuk ke siang yang panas) dapat
mempengaruhi kompleks hormon reseptor (seperti pada hormon tiroid T3 dan T4)
dalam reaksi aktivasinya sehingga bila broiler terkena panas maka akan
menyebabkan penurunan metabolisme normal dan aktivitas fisik. Akibatnya
terjadi penurunan T3 (triiodothironine) sebagai hormon sintesa protein tubuh dan
meningkatnya plasmatik kortikosteron sehingga deposisi lemak meningkat (Rosa
et. al., 2007) dan deposisi protein menurun (Cheng et. al., 1997).
Broiler yang terkena cekaman panas membutuhkan banyak energi untuk
mengeluarkan panas tersebut. Akibatnya kandungan hormon kortikosteron
meningkat guna merangsang terjadinya perombakan (katabolisme) protein tubuh
sebagai usaha penyediaan glukosa darah melalui sistem glukoneogenesis sehingga
terjadi penurunan pertumbuhan (Kusnadi, 2009). Ketika suhu tubuh broiler
kembali nyaman maka glukoneogenesis akan berhenti. Glukosa yang berlebih
dalam darah akan mengalami ikatan rantai panjang membentuk glikogen yang
disimpan di hati dan otot. Apabila daya tampung tidak mencukupi maka akan
disimpan dalam bentuk lemak (Moreng dan Avens, 1985). Hal inilah yang
mengakibatkan jumlah lemak broiler meningkat ketika terkena panas.
Broiler yang terkena cekaman akan melakukan pengurangan panas melalui
sistem respirasi berupa panting yang dipergunakan untuk menurunkan panas
organ internal dan otot tubuh broiler (Moreng dan Avens, 1985). Panting dapat
mempercepat pengeluaran kelebihan panas dalam tubuh melalui evaporasi uap air
dari kantong udara. Bila panas tubuh terus-menerus berlanjut maka broiler akan
mengurangi konsumsi pakan dan meningkatkan konsumsi air minum guna
mengurangi cekaman panas tersebut. Akibatnya feces yang dihasilkan basah dan
lunak/encer dan daya tahan tubuh mengalami penurunan yang pada akhirnya akan
membawa broiler pada mortalitas.
Guna menghasilkan pertumbuhan yang optimal dan daging broiler rendah
lemak maka pemberian pakan di saat terik matahari perlu dibatasi dan banyak
diberikan pada malam hari. Karena suhu pada malam hari lebih sejuk dan nyaman
untuk broiler. Kusnadi (2009) menjelaskan kenyamanan akan merangsang pusat
lapar yang berada di hipotalamus sementara pusat haus dihambat. TSH (Thyroid
Stimulating Hormone) di hipotalamus juga ikut dirangsang sehingga kelenjar
tiroid akan meningkatkan sekresi hormon tiroid baik triiodotironin (T3) maupun
tiroksin (T4). Hal ini akan meningkatkan konsumsi ransum dan pertambahan
bobot badan.
Rata-rata suhu tubuh unggas (gallus gallus) adalah 41,5oC (Sturkie, 2000).
Suhu lingkungan yang nyaman bagi broiler di hari pertama, minggu pertama
kedua, ketiga, dan keempat adalah 32-34oC, 30oC, 26oC, 22oC dan 20oC
(PoultryHub, 2011). Kebutuhan suhu nyaman broiler tersebut perlu dibandingkan
dengan keadaan suhu di Kota Semarang untuk mengetahui ketidaksesuaian suhu
yang tidak diharapkan. Cara mengetahui ketidaksesuaian adalah dengan melihat
suhu lingkungan tertinggi pada siang hari yang dibandingkan dengan kebutuhan
suhu nyaman broiler. Ketika suhu yang tersedia jauh berbeda dengan yang
dibutuhkan maka pembatasan pakan mulai diterapkan.
Suhu lingkungan mulai lebih tinggi dari kebutuhan suhu broiler pada jam 9
di minggu kedua sehingga pembatasan pakan mulai dilakukan. Suhu lingkungan
kembali sesuai dengan kebutuhan suhu broiler pada jam 15.00 namun pembatasan
pakan akan diakhiri hingga pukul 18.00. Hal ini dilakukan karena ayam yang
mengalami cekaman panas masih mengalami peningkatan suhu tubuh hingga 2
dan 4 jam (Sugito et. al., 2007). Oleh karena itu, pembatasan pakan di siang hari
dimulai dari pukul 9 hingga 18.00 dari broiler berusia 8 hingga 35 hari.
Pemberian pakan pada malam hari memerlukan cahaya. Cahaya dibutuhkan
dalam aktivitas unggas. Apabila pencahayaan yang diberikan kurang memadai
atau gelap maka ayam tidak dapat memakan pakan yang diberikan (Appleby et.
al., 2004). Lama pencahayaan memiliki dampak penting terhadap tingkat
pertumbuhan. Ketika broiler mendapat lama pencahayaan 20 jam/hari dari umur 0
hingga 31/32 hari menghasilkan konsumsi pakan dan bobot badan tertinggi
dibandingkan 14, 17 dan 23 jam/hari. Perbaikan FCR terjadi ketika broiler diberi
14 jam. Peningkatan FCR tidak dipengaruhi perbedaan berat badan tetapi
dimungkinkan karena kebutuhan hidup pokok berkurang seiring proses
metabolisme yang lebih rendah selama gelap. Mortalitas terendah terjadi ketika
cahaya diberi selama 17 jam/hari. Berbagai jenis lama pencahayaan yang
diberikan dari umur 0 hingga 31/32 hari tidak berpengaruh terhadap berat karkas
namun berat karkas meningkat bila umur panen diperpanjang hingga (38/39 dan
48/49 hari) (Lardner dan Classen, 2010).
Hasil dari penjelasan di atas memberikan gambaran bahwa makin pendek
pemberian cahaya (14 jam) maka broiler menghasilkan FCR yang lebih baik.
Akan tetapi ketika broiler di siang hari mengalami pembatasan pakan maka lama
pencahayaan di malam hari perlu ditambah. Karena broiler pada malam hari
membutuhkan asupan nutrien yang banyak guna mengoptimalkan pertumbuhan
sebagai kompensasi dari pertumbuhan yang rendah saat siang hari. Namun apabila
lama pencahayaan diberikan terlalu panjang maka unggas akan banyak bergerak
dan waktu istirahat berkurang sehingga dapat berdampak penurunan pertumbuhan
dan menurunnya imunitas. Oleh karena itu lama pencahayaan perlu dikaji.
Diharapkan dengan penggabungan dua metode tersebut maka broiler dapat
mengkonsumsi pakan dengan baik sehingga dapat memaksimalkan pertumbuhan,
mencegah terjadinya ketidakefisienan penggunaan pakan, mencegah terjadi stres,
mengurangi peningkatan panas tubuh sehingga produksi lemak dapat dicegah dan
menurunkan mortalitas.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pembatasan pakan
dari jam 9.00 hingga jam 18.00 dari umur 8 hingga 35 hari dikombinasikan
dengan lama pencahayaan di malam hari mampu meningkatkan konsumsi pakan,
bobot badan, FCR, total protein tubuh, menurunkan lemak tubuh, lemak
abdominal dan mortalitas broiler.
TINJAUAN PUSTAKA
Ayam Broiler
Ayam peliharaan dimulai dari ayam hutan yang mengalami proses
domestikasi (penjinakan). Dua teori yang mengenai domestikasi yaitu teori
monophyletic dan teori polyphyletic. Teori monophyletic yaitu ayam peneliharaan
berasal dari ayam hutan yang saat ini masih ada yaitu Gallus gallus yng banyak
terdapat di hutan Asia Tenggara. Teori polyphyletic mengemukakan bahwa ayam
peliharaan berasal dari empat jenis ayam liar yaitu ayam hutan merah (Gallus
gallus), ayam hutan Sri Langka (Gallus lafayetti), ayam hutan abu-abu atu ayam
Sonnerat (Gallus sonneratti) dan ayam hutan jawa (Gallus varius) (Suprijatna,
2005; Williamson dan Payne, 1993).
Berdasarkan tujuan pemeliharaan atau biasa disebut tipe ayam dapat
dikelompokkan menjadi tipe petelur, pedaging dan medium atau dwiguna
(Suprijatna, 2005). Disebagian besar negara-negara tropik industry ayam pedaging
atau yang biasa disebut broiler telah berkembang sangat cepat. Ayam broiler
adalah ayam tipe daging yang telah dikembangbiakkan secara khusus untuk
pemasaran umur dini (Williamson dan Payne, 1993).
Ilustrasi 2. Ayam broiler.
Ayam pedaging memiliki karakteristik tenang, bentuk tubuh besar,
pertumbuhan tubuh cepat, bulu merapat ke tubuh, kulit putih dan produksi telur
rendah. Ayam ras pedaging adalah ayam dari luar negeri yang bersifat unggul
sesuai dengan tujuan pemeliharaan (pedaging) karena telah mengalami perbaikan
mutu genetis (Suprijatna, 2005). Nutrisi merupakan bagian dari proses untuk
mendapatkan pertumbuhan yang cepat pada broiler (Appleby et. al., 2004).
Bahan Pakan
Bahan pakan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan oleh ternak baik
seluruhnya atau sebagian dengan tidak mengganggu kesehatan ternak yang
bersangkutan. Bahan pakan ini dapat berupa butiran (jagung, sorghum, beras,
kedelai), hijauan (kangkung, daun lamtoro, turi, rumput-rumputan), sisa industri
pengolahan (ampas kecap, ampas tahu, bungkil dedak) (Wahju, 1992). Makanan
untuk ternak unggas terdiri dari bahan organik dan anorganik yang diberikan
sebagian atau seluruhnya dan dapat dicerna tanpa mengganggu kesehatan ternak
(Tillman et al., 1998).
Ransum broiler harus mengandung energi metabolisme, asam-asam amino,
vitamin dan mineral. Energi metabolisme merupakan karakteristik ransum pakan
yang menyediakan nutrisi tercerna yang dapat dimanfaatkan unggas (Moreng dan
Avens, 1985). Energi bersih yang tersimpan dalam jaringan unggas sama dengan
perbedaan antara asupan energi dan kehilangan energi (Daghir, 2008). Pemberian
pakan akhir periode yang rendah energi (12,2 MJ/kg) akan menghasilkan berat
hidup ayam dengan lebih ringan dibanding pemberian 13,4 MJ/kg EM (Bartos,
2003).
Menurut Moreng dan Avens (1985) diterangkan bahwa unggas dalam
hidupnya membutuhkan protein dalam bentuk 19 asam amino dimana 13
merupakan asam amino esensial yang tidak dapat diproduksi dari tubuh sehingga
harus disediakan oleh ransum. Maka daripada itu, menurut Suprijatna (2005)
meskipun protein pakan sesuai kebutuhan tetapi jika terjadi defisiensi asam amino
esensial maka dapat berdampak pada efisiensi penggunaan protein untuk
pembentukan jaringan tubuh atau telur menurun.
Protein yang masuk ke dalam tubuh ayam harus dipecah menjadi asam-
asam amino terlebih dahulu sebelum diserap oleh tubuh. Proses ini banyak
membutuhkan energi. Makin tinggi jumlah protein yang diberikan maka jumlah
EM yang dibutuhkan makin banyak. Menurut Suprijatna (2005) dijelaskan bahwa
saat pertubuhan cepat (kebutuhan protein tinggi) maka imbangan energi-protein
menjadi sempit. Artinya, energi yang tinggi harus diimbangi dengan protein yang
tinggi pula. Pada saat laju pertumbuhan menurun maka imbangan protein akan
menjadi luas. Artinya kandungan protein dalam pakan dikurangi. Hal ini berlaku
juga pada saat periode produksi dimana pakan digunakan dengan imbangan
energi-protein yang sempit dan pada saat laju produksi menurun maka digunakan
imbangan energi-protein yang luas. Dalam penelitian Steiner et. al. (2008)
diterangkan bahwa Konsumsi pakan akan cenderung turun dengan meningkatnya
protein kasar dan ME. Oleh karena itu, jumlah EM dan protein atau asam amino
harus diperhitungkan dengan baik.
Bentuk pakan juga berpengaruh terhadap produktivitas. Dalam penelitian
Ebrahimi et al. (2010) diketahui bahwa efek dari penggunaan ransum cukup baik
untuk ransum pellet dibandingkan crumble dan campuran crumble dan pellet
namun ukuran partikel pakan ini tidak berpengaruh signifikan. Dalam penelitian
Sihag dan Berwal (2008) dijelaskan bahwa FCR lebih tinggi pada ransum
berukuran 5 mm dibandingkan dengan yang lain 2 mm, 3 mm, 4 mm, dan 6 mm.
Menurut Steiner et. al. (2008) dijelaskan bahwa konversi pakan menurun
dengan meningkatnya protein kasar dan energi. Konversi pakan ayam
ditingkatkan ketika makanan berenergi tinggi finisher diberi makan (Bartos,
2003).
Protein Tubuh
Protein merupakan gabungan asam-asam amino melalui ikatan peptida,
yaitu suatu ikatan antara gugus amino (NH2) dari suatu asam amino dengan gugus
karboksil dari asam amino yang lain, dengan membebaskan satu molekul air
(H2O). Protein dibentuk dari 22 jenis macam asam amino, tetapi dari ke 22 jenis
asam amino tersebut yang berfungsi sebagai penyusun utama protein hanya 20
macam. Dari 20 macam asam amino tersebut ternyata ada sebagian yang dapat
disintesis dalam tubuh ternak, sedangkan sebagian lainnya tidak dapat disintesis
dalam tubuh unggas sehingga harus didapatkan dari pakan. Asam amino yang
harus ada atau harus didapatkan dari pakan disebut asam amino esensial (dietary
essential amino acid) (Widodo, 2010). Terjadi ratio penuruanan efisiensi protein
pada broiler akibat suhu yang panas ketika suhu mulai lebih tinggi dari 21-23,8oC
pada umur 3-7 hari (Dirain, dan Waldroup, 2002). Total protein tubuh tertinggi
pada suhu 23,8oC menjadi 45,9% BK dan turun ketika suhu 26,6oC menjadi
45,7% BK (Cheng et. al., 1997).
Lemak Tubuh
Lemak adalah kelompok senyawa heterogen yang masih berkaitan, baik
secara aktual maupun potensial dengan asam lemak. Lipid mempunyai sifat umum
yang relatif tidak larut dalam air dan larut dalam pelarut non polar seperti eter,
kloroform dan benzena. Dalam tubuh, lemak berfungsi sebagai sumber energi
yang efisien secara langsung dan secara potensial bila disimpan dalam jaringan
adipose (Widodo, 2010). Rusdiana (2004) menjelaskan bahwa asam lemak
memiliki empat peranan utama. Pertama, asam lemak merupakan unit penyusun
fosfolipid dan glikolipid. Molekul-molekul amfipatik ini merupakan komponen
penting bagi membran biologi. Kedua, banyak protein dimodifikasi oleh ikatan
kovalen asam lemak, yang menempatkan protein-protein tersebut ke lokasi-
lokasinya pada membran . Ketiga, asam lemak merupakan molekul bahan bakar.
Asam lemak disimpan dalam bentuk triasilgliserol, yang merupakan ester gliserol
yang tidak bermuatan. Triasilgliserol disebut juga lemak netral atau trigliserida.
Keempat, derivat asam lemak berperan sebagai hormon dan cakra intrasel.
Triasilgliserol merupakan cadangan energi yang sangat besar karena dalam
bentuk tereduksi dan bentuk anhidrat. Oksidasi sempurna asam lemak
menghasilkan energi sebesar 9 kkal/g dibandingkan karbohidrat dan protein yang
menghasilkan energi sebesar 4 kkal/g. Ini disebabkan karena asam lemak jauh
lebih tereduksi. Lagi pula triasilgliserol sangat non polar sehingga tersimpan
dalam keadaan anhidrat, sedangkan protein dan karbohidrat jauh lebih polar,
sehingga bersifat terhidratasi. Satu gram glikogen kering akan mengikat sekitar
dua gram air maka satu gram lemak anhidrat menyimpan energi enam kali lebih
banyak dari pada energi yang dapat disimpan oleh satu gram glikogen yang
terhidratasi. Ini menyebabkan bahwa triasilgliserol dijadikan simpanan energi
yang lebih utama dibanding glikogen. Sel adipose dikhususkan untuk sintesis dan
penyimpanan triasilgliserol serta untuk mobilisasi triasilgliserol menjadi molekul
bahan bakar yang akan dipindahkan ke jaringan lain oleh darah (Rusdiana, 2004).
Suhu lingkungan yang panas akan menghasilkan lemak yang lebih tinggi
dibanding suhu netral (Filho et. al., 2005). Lemak tubuh naik ketika suhu dibawah
atau lebih tinggi dari 23, 8oC (Cheng et. al., 1997). Kandungan lemak perut
meningkat dengan peningkatan tingkat energi (Bartos, 2003). Peningkatan lemak
abdominal sedikit dipengaruhi oleh penambahan asam amino terutama pada
broiler yang berumur 1-3 minggu (Yamazaki et. al., 2006) yang terbentuk dari
kelebihan protein pakan yang dikonsumsi sehingga protein pakan akan dioksidasi
menjadi energi dan lemak (Suprijtna, 2005). Pengurangan terjadinya peroksidasi
lemak terutama asam lemak tidak jenuh pada membran sel melalui antanan yang
mengandung antioksidan (seperti senyawa fenol dan vitamin C) meningkatkan
sintesis hormon T3, protein karkas dan mengurangi katabolisme protein yang
banyakmenghasilkan panas.
Menurut Cheng et. al. (1997) broiler terkena perlakuan suhu tinggi memiliki
komposisi lemak yang lebih tinggi karena broiler menunjukkan sensitivitas insulin
meningkat, memiliki kurang T3 dan T4, dan telah meningkatkankadar plasma
corticosterone. Kusnadi et. al. (2006) menerangkan bahwa cekaman panas juga
dapat menyebabkan terjadinya stres oksidatif dalam tubuh, sehingga
menimbulkan munculnya radikal bebas yang berlebihan. Radikal bebas dapat
menimbulkan peroksidasi lemak membran, sehingga radikal bebas tersebut dapat
menyerang DNA dan protein.
Suhu
Homeotermik unggas dapat memelihara suhu tubuh yang berada di luar
rentang normal. Ayam Leghorn betina putih memiliki rentang 1oC hingga 37oC.
Apabila di bawah suhu tersebut kemungkinan tubuh ayam akan berusaha
meningkatkan panas di bawah suhu tubuhnya (suhu tubuh ayam 42oC) (van
kampen 1981 dalam Appleby et. al., 2004). Unggas yang kepanasan akan
mengalihkan aliran darah ke jengger dan pial di kepala dan meningkatkan aliran
darah ke kaki. Unggas akan membuat perubahan posisi seperti istirahat dengan
sayap mengembang dan kaki terbentang menjauhi badan (stretching) untuk
meningkatkan konveksi hilangnya panas. Unggas dalam sebuah kelompok akan
berpencar untuk berusaha meningkatkan aliran udara di sekitar mereka dan untuk
mengurangi pertambahan panas konduksi dan panas radiasi dari unggas yang lain.
Unggas tidak mempunyai kelenjar keringat dan satu-satunya cara adalah
penguapan air melalui paru-paru dengan cara panting (terengah-engah). Unggas
juga akan menghindari istirahat pada sinar matahari langsung karena akan
meningkatkan pertambahan panas radiasi (Prayitno. 2004).
Zona netral pada ayam berkisar pada 20-35oC (Esmay, 1978 dalam Appleby
et. al., 2004), di luar suhu ini tidak diperlukan secara langsung suhu buatan
kecuali pada suhu yang ekstrim. Suhu yang tinggi akan mengakibatkan konsumsi
pakan menurun menjadi relatif sedikit sehingga untuk ayam-ayam yang dipelihara
ditempat-tempat yang suhunya tinggi harus diberi ransum dengan kadar protein
dan energi tinggi disertai dengan meningkatkan kadar zat-zat makanan lainnya,
vitamin dan mineral (Wahju, 1992).
Konsumsi pakan broiler yang berumur 10-37 hari pada suhu normal di
daerah tropis (25-310C) sebesar 2276 gr dan suhu panas (25-350C) sebesar 2210gr.
Rendahnya konsumsi ransum pada suhu panas tersebut merupakan usaha ayam
untuk menekan kelebihan panas dalam tubuh karena suhu kandang yang tinggi
(Kusnadi, E. 2006). Pada penelitian Filho et. al.(2007) dijelaskan bahwa broiler
pada suhu tinggi (32oC) memiliki konsumi pakan dan bobot badan yang lebih
rendah (masing-masing: 26% dan 36%) dan FCR yang lebih tinggi 16%
dibandingkan pada 22oC yang dikarenakan broiler mencegah produksi panas
berlebih dengan menguarangi konsumsi pakan. Ditambahkan juga, penurunan
bobot badan tidak hanya dikarenakan kosnsumsi pakan yang rendah namun
dampak langsung suhu lingkungan terhadap fisiologi dan metabolisme broiler.
Apabila ternak unggas yang dipelihara dalam kondisi sehat serta kandang dan
lingkungan yang nyaman tetapi efisiensi penggunaan pakan buruk maka perlu
dilakukan evaluasi pakan yang digunakan (Suprijatna, 2005).
Pembatasan pakan
Pembatasan pakan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Pembatasan
pakan dilakukan pada awal dan tahap pertumbuhan, atau akhir masa pertumbuhan
(Ocak dan Sivri, 2007). Pembatasan pakan di awal pertumbuhan dapat
menurunkan lemak tubuh pada broiler (Santoso et al., 1993, 1995a,b). Secara
signifikan pembatasan 3 jam (P) dan 1 jam diberi pakan (D) dari umur 8 hari
hingga 28 hari berpengaruh memperbaiki FCR dibanding 5P:1D, 7P:1D dan ad
libitum dimana imunitas terhadap Newcastle Disease dan Infectious Bursal
Disease di umur 30 hari lebih baik pada semua grup pembatasan pakan dibanding
ad libitum (Mahmood et. al., 2007). Pembatasan pakan di akhir periode dapat
meningkatan bobot relatif pada organ yang bisa dimakan, menurunkan berat
relatif lemak dan meningkatkan variasi dalam penampilan hati (Ocak dan Sivri,
2007).
Program pembatasan pakan juga dapat dilakukan dengan penarikan pakan
selama 2 hari/minggu yang menghasilkan efek yang sama pada tingkat
pertumbuhan dan berat badan akhir pada pembatasan kuantitatif hingga 70% atau
85% dari ad libitum (Benyi dan Hani, 1998). Pemberian pakan penuh 6 hari dan
puasa 1 hari secara periodik dapat menaikkan berat badan dan menurunkan
konversi bahan sedangkan pemberian pakan penuh 3 hari dan puasa 1 hari secara
periodik dapat mengurangi komsumsi pakan. Ini berarti pemberian pakan terbatas
secara periodic dapat meningkatkan kualitas pada ayam pedaging (Lenghorn)
(Darmawati, 2005).
Lama Pencahayaan
Lingkup cahaya yang berpengaruh terhadap fisiologis unggas yaitu
photoperiod (lama pencahayaan), intensitas, warna, cahaya berselang, dan sumber
cahaya. Photoperiod adalah lama waktu terang dari pencahayaan alami (matahari).
Photoperiod untuk aktivasi hormon yang ideal 11-12 jam. Intensitas adalah
kekuatan cahaya yang di berikan kepada unggas, pada umumnya berkisar antara 5
-20 lux. Sumber cahaya adalah asal sinar yang dapat berasal dari alam dan buatan.
Cahaya berselang (intermiten) adalah pengaturan cahaya antara gelap dan terang
(Prayitno, 2004).
Transfer lama pencahayaan dari 8 jam menjadi 16 jam pada umur 22 hari
secara nyata menghasilkan bobot badan dan FCR yang lebih baik dibandingkan
lama pencahayaan konstan 8 jam dan 16 jam (Lewis dan Gous, 2007). Dalam
penelitian (Rahimi, et. al., 2005) dijelaskan bahwa intermiten 1T:3G dari umur
10-42 hari mampu menghasil FCR dan persentase lemak abdominal yang lebih
baik dibandingkan dengan normal 23T:1G yaitu 1,90:2,03 untuk FCR dan jantan
1,67; betina 1,88:jantan 1,30;betina 1,63 untuk lemak abdominal per bobot badan.
Broiler dengan lama pencahayaan 6 jam terang (T) dan 18 jam gelap (G)
yang meningkat sebesar 4 jam T per minggu dari minggu ke 2 hingga 5 dan
setelah itu 23 T:1G dipertahankan hingga umur 49 hari menghasilkan lemak
abdominal 10% lebih besar dibandingkan 23T:1G (Newcombea et. al., 1992).
Dalam penelitian Abbas et. al. (2008) dijelaskan bahwa intermiten 2T:2G
meningkatkan performans dan fungsi imunitas dibandingkan dengan normal
23T:1G dan non-intermiten 12T:12G. Lama penyinaran 6 jam per hari dapat
digunakan sebagai alat untuk mengurangi lemak abdominal, sindrom kematian
mendadak dan peningkatan kualitas karkas broiler dimana pengurangan lemak
bisa disebabkan pengurangan penumpukan lemak untuk hiperplasia tertunda atau
hipertropi atau keduanya (Oyedeji dan Atteh, 2005)
MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Ternak Unggas Jurusan
Produksi Ternak Universitas Diponegoro Semarang, dimulai pada bulan Agustus
hingga September 2011.
Materi Penelitian
Materi penelitian yang dipergunakan adalah 120 ekor day old chicks (DOC)
CP 707, ransum fase starter (mengandung protein 22-24%; lemak 2,5%; serat
kasar 4%; Kalsium 1%; Phospor 0,7-0,9%; energi 2800-3500 Kcal), ransum fase
finisher (mengandungan protein 18,1-21,2%; lemak 2,5%; serat kasar 4,5%;
kalsium 1%; Phospor 0,7-0,9%; energi 2900-3400 Kcal), minum diberikan secara
ad libitum.
Kandang didisain sesuai kebutuhan yaitu dengan membuat 18 pen yang
masing-masing berukuran 1,2 m2. Kandang bertipe dinding terbuka dengan tirai
sebagai alat bantu pengatur angin yang masuk-keluar dan setiap antarpen ditutup
menggunakan triplek dengan tinggi 1 meter. Setiap pen diberikan lampu sebanyak
25 watt 2 buah. Alas lantai/litter harus dalam keadaan kering menggunakan
campuran dari kulit padi/sekam dengan sedikit kapur dan pasir secukupnya, atau
hasi serutan kayu dengan tebal 5-7 cm. Jumlah tempat pakan dan minum adalah 3
per pen. Alat-alat rutin termasuk alat kesehatan ayam seperti suntikan, gunting
operasi, pisau potong operasi kecil, timbangan, tali rafia dan karung.
Metode Penelitian
Satuan percobaan yang digunakan adalah ayam broiler yang dipelihara
mulai umur 1 hari dimana perlakuan dimulai saat umur 8 hari. Penelitian
menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial 2 x 3 dengan 5
ulangan, faktor pertama dan kedua adalah pembatasan pakan di siang hari dan
lama pencahayaan di malam hari. Rincian perlakuan sebagai berikut :
A1B1 = Pembatasan pakan 40% siang dan 60% malam + 4 Jam pencahayaan di malam hari.
A2B1 = Pembatasan pakan 60% siang dan 40% malam + 4 Jam pencahayaan di malam hari.
A1B2 = Pembatasan pakan 40% siang dan 60% malam + 6 Jam pencahayaan di malam hari.
A2B2 = Pembatasan pakan 60% siang dan 40% malam + 6 Jam pencahayaan di malam hari.
A1B3 = Pembatasan pakan 40% siang dan 60% malam + Intermiten 2T:2G di malam hari.
A2B3 = Pembatasan pakan 60% siang dan 40% malam + Intermiten 2T:2G di malam hari.
Bagan 1. Denah Penelitian Rancangan Acak Lengkap
A2B3U2 A1B1U5 A2B1U2
A1B1U3 A1B2U3 A2B3U4
A2B2U1 A2B2U3 A1B3U5
A2B2U2 A2B1U3 A1B1U1
A1B3U2 A1B2U5 A2B3U3
A2B1U5 A2B3U5 A2B2U5
A1B1U4 A1B2U4 A1B3U4
A2B1U1 A2B2U4 A2B1U4
A1B3U3 A2B3U1 A1B2U1
A1B3U1 A1B2U2 A1B1U2
Dalam rangka mengetahui performans broiler dan kualitas karkas maka
dilakukan penelitian broiler normal secara terpisah. Penelitian dilakukan dengan
pakan ad libitum di siang hari dan tanpa cahaya di malam hari. Hasil yang
diperoleh akan dibandingkan dengan hasil dari masing-masing kombinasi
perlakuan.
Prosedur Penelitian
DOC akan dipelihara dalam pen yang gambar denahnya dapat diliat pada
bagan 1 sedangkan untuk penelitian secara normal akan dipelihara secara terpisah
di luar lokasi tersebut. Dua hari sebelum DOC tiba, hal-hal yang perlu
dipersiapkan pada kandang yaitu kandang ayam dibersihkan dengan air bersih
yang dicampur pembunuh kuman kemudian dibiarkan beberapa saat dan tidak
boleh dimasuki oleh sembarang orang. Semua peralatan, tempat pakan, dan
tempat minum disterilkan. Liter dijemur dan disemprot dengan bahan pembunuh
kuman atau defumigasi. Lampu yang telah disesuaikan sehingga menghasilkan
suhu konstan bersuhu 350C atau 950F dinyalakan 24 jam sebelum DOC tiba.
Sanitasi adalah berbagai kegiatan yang meliputi penjagaan dan
pemeliharaan kebersihan kandang dan sekitarnya, peralatan dan perlengkapan
kandang, pengelola kandang. Lokasi sekitar kandang harus bersih dari semak-
semak yang kemungkinan dijadikan sebagai tempat persembunyian hewan liar.
hewan liar tersebut dikhawatirkan bersifat carrier (pembawa) wabah penyakit.
Oleh karena itu, setiap saat lingkungan sekitar kandang harus dibersihkan dari
semak-semak.
DOC yang baru tiba dari perusahaan penetasan ayam akan diberikan air gula
dan diistirahatkan terlebih dahulu. Tujuannya untuk memulihkan stamina tubuh
broiler guna menghilangkan strss ketika dalam perjalanan. Setiap pen
mendapatkan 5 ekor broiler. Pakan diberikan secara ad libitum hingga umur 7 hari
dengan pencahayaan selama 24 jam penuh.
Pemberian pakan ketika broiler berumur 8 hari hingga 35 hari diberikan
sesuai dengan setiap perlakuan. Pencatatan awal yang dilakukan meliputi jumlah
broiler pertama kali masuk dalam pen dan berat awal broiler. Pakan yang
dikonsumsi dan mortalitas dicatat setiap hari dan diakumulasikan pada setiap
akhir minggunya. Seminggu sekali dilakukan penimbangan broiler yang
kemudian dipergunakan untuk menghitung konversi pakan terjadi.
Pencegahan penyakit melalui sanitasi, vaksinasi dan pemberian vitamin dan
desinfektan. Pemberian vaksin ND Hitchener B1 secara tetes mata pada umur 1
hari dan vaksinasi kedua melalui air minum umur 13 hari dan pada umur ke-19
diberikan vaksin ND2 Lasota. Pencegahan stress dilakukan dengan memberikan
“vitachick”, “vitabro” dan “vitastress” melalui air minum.
Prosesing dilakukan pada ayam umur 35 hari, diambil secara acak sebanyak
2 ekor tiap ulangan, sebelum dipotong ayam dipuasakan selama 6 jam, kemudian
ditimbang bobot badannya. Pemotongan pada bagian arteri carotis, vena jugularis
dan osophagus pada bagian dasar rahang, dan trachea. Pencabutan bulu dilakukan
secara manual dengan mencelupkan pada air panas (55-600C) selama ±35-45
detik. Setelah dipotong kaki dan kepalanya, isi visera dikeluarkan dan karkas siap
ditimbang untuk mendapatkan bobotnya.
Analisis Data
Data hasil penelitian diolah secara statistik dengan program SAS, apabila
ada pengaruh nyata (p<0,05) antar perlakuan dilakukan uji wilayah ganda Duncan
pada taraf 5% (Steel and Torrie, 1993). Model matematis yang digunakan sebagai
berikut:
Yijk = µ + αi + βj+ (αβ)ij + εijk
Keterangan :
Yijk = Nilai pengamatan parameter pada perlakuan pembatasan ke-i, lama
pencahayaan ke-j dan ulangan ke-k
µ = Nilai rataan umum
αi = Pengaruh perlakuan pembatasan ke-i.
βj = Pengaruh perlakuan lama pencahayaan.
(αβ)ij = Pengaruh interaksi antara perlakuan pembatasan pakan ke-i dan lama
pencahayaan ke-j.
εijk = Pengaruh galat percobaan secara acak perlakuan pembatasan pakan ke-i
dan lama pencahayaan ke-j.
Pembandingan setiap perlakuan dan pemeliharaan secara normal dilakukan
menggunakan t test.
Hipotesis Statistik
Pengaruh interaksi pembatasan pakan dan lama pencahayaan terhadap
performans dan kualitas karkas ayam broiler:
H0 : = 0 : Tidak terdapat nteraksi pembatasan pakan di siang hari dan lama
pencahayaan di malam hari terhadap produktivitas ayam broiler.
H1 : ≠ 0 : Terdapat minimal satu interaksi pembatasan pakan di siang hari
dan lama pencahayaan di malam hari terhadap produktivitas ayam
broiler.
Bila F hitung < F tabel dengan α = 0,05 maka H0 diterima, H1 ditolak.
Bila F hitung F tabel dengan α = 0,05 dan maka H0 ditolak, H1 diterima
Pembandingan setiap perlakuan dan pemeliharaan normal terhadap
performans dan kualitas karkas ayam broiler
H0 : = 0 : Tidak terdapat perbedaan produktivitas ayam broiler di berbagai
jenis pemeliharaan.
H1 : ≠ 0 : Terdapat minimal satu perbedaan produktivitas ayam broiler di
berbagai jenis pemeliharaan.
Bila F hitung < F tabel dengan α = 0,05 maka H0 diterima, H1 ditolak.
Bila F hitung F tabel dengan α = 0,05 dan maka H0 ditolak, H1 diterima
Parameter yang Diamati
1. Konsumsi pakan dihitung melalui jumlah pakan yang diberikan pada hari x
dikurangi sisa yang ada pada tersebut pada suatu pen tertentu. Penghitungan
konsumsi pakan dilakukan setiap hari dan akan diakumulasikan guna
menghitung jumlah konsumsi pakan pada setiap minggunya.
2. Bobot badan broiler saat pertama masuk ditimbang untuk mengetahui berat
awal dan akan dilakukan penimbangan kembali pada akhir minggu. Tujuan
dari penimbangan adalah menghitung penambahan bobot badan broiler pada
setiap minggunya.
3. Konversi pakan atau feed convertion ratio merupakan jumlah pakan yang
digunakan untuk menghasilkan 1 kg daging. Perhitungannya dilakukan setiap
minggu dengan membandingkan konsumsi pakan dan bobot badan broiler.
4. Mortalitas adalah jumlah broiler yang mati dari keseluruhan perode
pemeliharaan.
5. Total protein tubuh merupakan komposisi protein kasar yang ada pada karkas
dihitung persentasinya dalam bahan kering.
6. Total lemak tubuh merupakan komposisi lemak yang ada pada karkas dihitung
persentasinya dalam bahan kering.
7. Lemak abdominal merupakan lemak yang berada di luar tubuh dan menempel
pada karkas ataupun saluran pencernaan dihitung persentasinya dari karkas.
Jadwal Kegiatan Penelitian
Tabel 2. Jadwal Kegiatan Penelitian
Kegiatan Tahun 2011
Juli Agus Sept Okt Nov Des
1. Pembuatan proposal X X
2. Persiapan materi dan peralatan
X
3. Pelaksanaan penelitian
X X
4. Analisis laboratorium
X
5. Pengumpulan dan analisis data
X X
6. Penulisan laporan X X
7. Sidang Tesis X
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, A. O.; Alm El-Dein2, A.K.; Desoky, A.A.; Galal, M. A. A. 2008. The Effects of Photoperiod Programs on Broiler Chicken Performance and Immune Response. Int. Jour. Poult. Scie. 7 (7): 665-671.
Appleby, M. C.; Mench, J. A.; Hughes, B. O. 2004. Poultry Behaviour and Welfare. CABI Publishing, Edinburgh UK.
Bartos, A. 2003. Improving The Quality of Poultry Meat By Nutrition. Summary of Phd Thesis. Department of Animal Physiology and Nutrition, Georgikon Faculty of Agriculture University of Veszprém, Keszthely.
Benyi, K. dan Habi, H. 1998. Effects of Food Restrictionduring The Finishing Period on The Performance of Broiler Chickens. Brit. Poult. Sci. 39: 423-425.
Cheng, T. K.; Hamre, M. L.; Coon, C. N. 1997. Effect of Environmental and Energy Levels on Temperature, Dietary Rotein, Broiler Performance. J. App. Poult.Sci.
Daghir, N. 2008. Poultry Production in Hot Climates, 2nd Eddition. CABI Publishing, Oxfordshire UK.
Darmawati. 2005. Pemberian Pakan Terbatas Secara Periodik Pada Ayam Pedaging (Lenghorn). J. Bio. Vol. 1 (2) :43-46.
Dirain, C. P. O. and Waldroup, P. W. 2002. rotein and Amino Acid Needs of Broilers in Warm Weather1: A Review. Int. J. Poult. Sci. 1 (4): 40-46.
Ebrahimi, R.; Pour, M. B.; Zadeh. S. M. 2010 . Effects of Feed Particle Size on the Performance and Carcass Characteristics of Broilers. J. Anim. and Vet. Adv. Vol. 9 (10): 1482-1484.
Filho, F. D. E.; Campos, D. M. B.; Torres, K. A. A.; Vieira, B. S.; Rosa, P. S.; Vaz, A. M.; Macari, M.; Furlan, R. L. 2007. Protein Levels for Heat-Exposed Broilers: Performance, Nutrients Digestibility, and Energy and Protein Metabolism.
Filho, F. D. E.; Rosa, P. S.; Vieira, B. S.; Macari, M.; Furlan, R. L. 2005. Protein Levels and Environmental Temperature Effects on Carcass Characteristics, Performance, and Nitrogen Excretion of Broiler Chickens from 7 to 21 Days of Age. Bra. J. Poult. Sci. Vol. 7 No.4 : 247 – 253.
Kusnadi, E. 2009. Perubahan Malonaldehida Hati, Bobot Relatif Bursa Fabricius dan Rasio Heterofi l/Limfosit (H/L) Ayam Broiler yang Diberi Cekaman Panas. Med. Pet. Vol. Vol. 32 No. 2 : 81-87.
Kusnadi, E. 2006. Peranan Antanan (Centella asiatica) sebagai Penangkal Cekaman Panas Ayam Broiler di Daerah Tropis. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006.
Kusnadi E.; Widjajakusuma R.; Sutardi T.; Hardjosworo P.S.; Habibie A. 2006. Pemberian Antanan (Centella asiatica) dan Vitamin C Sebagai Upaya Mengatasi Efek Cekaman Panas pada Broiler. Med. Pet. Vol. 29 No. 3: 133-140.
Lardner, K. S. dan Classen, H. 2010. Lighting for Broiler. Aviagen Incorporate, Alabama
Lewis, P. D.; Danisman, R.; dan Gous, R.M. 2008. Male Broiler Performance And Nocturnal Feeding Under Constant 8-h or 16-h Photoperiods, and
Various Increasing Lighting Regimens. South Afr. J. Anim. Sci. 38 (3):159-165.
Lewis, P. D. dan Gous, R. M. 2007. Broilers perform better on short or step-up photoperiods. South Afr. J. Anim. Sci., 37 (2): 90-96.
Mahmood, S.; Mehmood, S.; Ahmad, F.; Masood, A.; Kausar, R. 2007. Effects of Feed Restriction During Starter Phase on Subsequent Growth Performance, Dressing Percentage, Relative Organ Weights and Immune Response Of Broilers. Pak. Vet. J. Vol. 27 (3): 137-141.
Morêki, J. C. 2008. Feeding Strategies in Poultry in Hot Climate. Non-Ruminants Division, Department of Animal Production, Gaborone, Botswana
Moreng R. E. dan Avens, J. S. 1985 Poultry Science and Production. Reston Publishing Company Inc., Virginia.
Nova, K. 2008. Pengaruh Perbedaan Persentase Pemberian Ransum Antara Siang dan Malam Hari terhadap Performans Broiler Strain Cp 707. Animal Production, Vol. 10 (2): 117-121.
Newcombea, M.; Cartwrighta, A. L.; Dennisb J. M. H. 1992. The Effect Of Increasing Photoperiod and Food Restriction In Sexed Broiler-Type Birds. I. Growth and Abdominal Fat Cellularity. British Poultry Science, Vol 33: 415-425.
Ocak, N. dan Sivri, F. 2007. Liver colourations as well as performance and digestive tract characteristics of broilers may change as influenced by stage and schedule of feed restriction. J. Anim. Phys. and Anim. Nut. 92 (2008) 546-553.
Okere, I.; Siegmund-Schultze, M.; Cahaner, A.; Zárate, A. V. 2008. Fattening and Carcass Traits of Broiler Genotypes with and Without Feathers Under Hot Conditions. “Competition for Resources in a Changing World: New Drive for Rural Development”. 7-9 October 2008, Hohenheim.
Oyedeji, J. O. dan Atteh, J. O. 2005. Effects of Nutrient Density and Photoperiod on the Performance and Abdominal Fat of Broilers. Int. J. Poult. Sci. 4 (3): 149-152.
PoultryHub. 2010. Climate in Poultry Houses. h tt p://www. poultryhub.org/index.php/Climate_in_poultry_houses . (Diakses 12 juli 2011).
Rahimi, G.; Rezaei, M.; Hafezian, H.; Saiyahzadeh, H. 2005. The Effect of Intermittent Lighting Schedule on Broiler Performance. Int. Jour. Poult. Scie. 4 (6): 396-398, 2005
Rusdiana. 2004. Metabolisme Asam Lemak. Digitized by USU Digital Library, Medan.
Santoso, U., K. Tanaka, dan S. Ohtani. (1995a). Early Skip-a-Day Feeding of Female Broilers Chicks Fed High-Protein Realimentation Diets. Performance and body composition. Poult. Sci. 74: 494-501.
Santoso, U., K. Tanaka, dan S. Ohtani. (1995b). Does Feed-Restriction Refeeding Program Improve Growth Characteristics and Body Composition In Broiler Chicks? Anim. Sci. Tech. (Jpn) 66: 7-15.
Santoso, U., K. Tanaka, S. Ohtani dan B. S. Youn. (1993). Effects of Early Feed Restriction on Growth Performance and Body Composition. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 6: 401-409.
Sihag Z. S.; dan Berwal RS. 2008. Effect of feed particle size on the performance of broiler chickens. Ind. J. Poult. Sci. Vol. 43 (1).
Skomorucha, I, dan Herbut, E. 2006. Use of an Earth-Tube Heat Exchanger to Optimize Broiler House Climate During The Summer Period. Ann. Anim. Sci., Vol. 6, No. 1 169 – 177.
Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistik, Cetaka Ketiga. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. (Diterjemahkan oleh B.Sumantri).
Steiner, Z; Domaćinović, M; Antunović Z; Steiner Z; Senčić, Đ; Wagner J; Kiš D. 2008. Effect Of Dietary Protein/Energy Combinations On Male Broiler Breeder Performance. 16th Int. Symp. “Animal Science Days”, Strunjan, Slovenia, Sept. 17–19, 2008. Acta agriculturae Slovenica.
Sugito, W. Manalu, D. A. Astuti, E. Handharyani & Chairul. 2007. Morfometrik Usus dan Performa Ayam Broiler yang Diberi Cekaman Panas dan Ekstrak n-Heksana Kulit Batang “Jaloh” (Salix tetrasperma Roxb). Med. Pet. Vol. 30 No.3: 198-206 .
Suprijatna, E. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta.
Tauhid. 2008. Kajian Jarak Jangkau Efek Vegetasi Pohon Terhadap Suhu Udara Pada Siang Hari di Perkotaan (Studi Kasus: Kawasan Simpang Lima Kota Semarang). (Tesis) Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang.
Tillman, A. D. H. Tartadi S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosokojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Wahju, J. 1992. Ilmu Nutrisi Unggas. UGM Pers. Yogyakarta.
Sturkie’s. 2000. Avian Physiology. Fifth Ed. (Diedit oleh G. C. Whittow). Academic Press, San Diego.
Widodo, W. 2010. Nutrisi dan Pakan Unggas Kontekstual. http://wahyuwidodo.staff.umm.ac.id/files/2010/01/NUTRISI_DAN_PAKAN_UNGGAS_KONTEKSTUAL.pdf. (Diakses Desember 2010).
Williamson, G dan Payne, W. J. A. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis.
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. (Diterjemahkan oleh S. G. N. Djiwa Darmadja).
Yamazaki, M.; Murakami, H.; Nakashima, K.; Abe, H.; Takemasa, M. 2006. Effect of Excess Essential Amino Acids in Low Protein Diet on Abdominal Fat Deposition and Nitrogen Excretion of Broiler Chicks. J. Poult. Sci. 43 : 150-1555.
KOMBINASI PEMBATASAN PAKAN PADA SIANG HARI DAN LAMA PENCAHAYAAN PADA MALAM HARI TERHADAP AYAM BROILER
DI DATARAN RENDAH TROPIS
KOLOKIUM
Oleh
LUKMAN BURHANI
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU TERNAKPROGRAM PASCASARJANA - FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO2 0 1 1
Judul Kolokium : KOMBINASI PEMBATASAN PAKAN PADA SIANG HARI DAN LAMA PENCAHAYAAN PADA MALAM HARI TERHADAP AYAM BROILER DI DATARAN RENDAH TROPIS
Nama Mahasiswa : LUKMAN BURHANI
Nomor Induk Mahasiswa : H4A009009
Program Studi : S-2 MAGISTER ILMU PETERNAKAN
Tanggal Kolokium : AGUSTUS 2011
Disetujui oleh :
Ketua Program Studi
Prof. Dr. Ir. Soemarsono, MS.
Pembimbing Utama
Prof. Ir. Dwi Sunarti, MS., PhD.
Pembimbing Anggota
Prof. Dr. Edjeng Suprijatna, MP.