pembangkangan mistik jawa dalam suluk cebolek …

18
Muzairi, Pembangkangan Mistik Jawa Dalam Suluk Cebolek | 21 PEMBANGKANGAN MISTIK JAWA DALAM SULUK CEBOLEK (Episode Haji Ahmad Mutamakin) Muzairi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Email: [email protected] Abstract Haji Ahmad Mutamakin lived during the time of Sunan Mangkurat IV (1719-26 A.D.) and of his son Paku Buwana II (1726-49 A.D.) in the village of Cabolek in the Tuban district, on the northern coast of East Java. He preached the Science of Reality (Ilmu Hakekat) to many. He disregarded the revealed Law (Shari’a). His behavior constituted a scandal to Muslims throughout the Tuban area. He was regarded by many as an enemy not only because he had infringed the Law of the Prophet but also because he was considered to have been to the king. Kata Kunci: Ahmad Mutamakin, Sunan Mangkurat IV, Cebolek, Science of Reality, the Law of the Prophet A. Pendahuluan alam khazanah Sastra Jawa terdapat jenis sastra suluk yang mengandung keterangan tentang konsep-konsep ajaran mistik dalam Islam atau tasawuf. Sastra suluk ialah jenis karya sastra jawa baru yang bernafaskan Islam dan yang berisi ajaran tasawuf. Kata suluk itu sendiri berasal dari bahasa Arab sulukun bentuk jamak silkun yang berarti “perjalanan pengembara”. Dalam menjalankan suluk, seorang sufi mempunyai tiga kemampuan, yakni mujahadah (gogitatio), muroqobah (meditatio) dan mushahadah (contemplatio) atau dengan menggunakan D

Upload: others

Post on 27-Oct-2021

21 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEMBANGKANGAN MISTIK JAWA DALAM SULUK CEBOLEK …

Muzairi, Pembangkangan Mistik Jawa Dalam Suluk Cebolek | 21

PEMBANGKANGAN MISTIK JAWA DALAMSULUK CEBOLEK

(Episode Haji Ahmad Mutamakin)Muzairi

UIN Sunan Kalijaga YogyakartaEmail: [email protected]

AbstractHaji Ahmad Mutamakin lived during the time of Sunan Mangkurat IV (1719-26A.D.) and of his son Paku Buwana II (1726-49 A.D.) in the village of Cabolek in theTuban district, on the northern coast of East Java. He preached the Science ofReality (Ilmu Hakekat) to many. He disregarded the revealed Law (Shari’a). Hisbehavior constituted a scandal to Muslims throughout the Tuban area. He wasregarded by many as an enemy not only because he had infringed the Law of theProphet but also because he was considered to have been to the king.

Kata Kunci: Ahmad Mutamakin, Sunan Mangkurat IV, Cebolek, Science ofReality, the Law of the Prophet

A. Pendahuluanalam khazanah Sastra Jawa terdapat jenis sastra suluk yangmengandung keterangan tentang konsep-konsep ajaran mistikdalam Islam atau tasawuf. Sastra suluk ialah jenis karya sastra jawa

baru yang bernafaskan Islam dan yang berisi ajaran tasawuf. Kata suluk itusendiri berasal dari bahasa Arab sulukun bentuk jamak silkun yang berarti“perjalanan pengembara”. Dalam menjalankan suluk, seorang sufimempunyai tiga kemampuan, yakni mujahadah (gogitatio), muroqobah(meditatio) dan mushahadah (contemplatio) atau dengan menggunakan

D

Page 2: PEMBANGKANGAN MISTIK JAWA DALAM SULUK CEBOLEK …

22 | ESENSIA Vol XII No. 1 Januari 2011

istilah Annemarie, Schimmel, Via Purgativa, Via Illuminativa dan Via visiobeautifica.1

Uraian dalam sastra suluk sering diberikan dalam bentuk tanya jawabanytara murid dan guru, antara anak atau cucu dengan ayah atau nenek,antara istri dengan suami. Meskipun ciri khas jenis sastra suluk tersuratsecara eksplisit demikian, tersirat juga secara implisit ajaran moraldidalamnya, bahkan kadang-kadang dinyatakan dengan jelas terjalin dalamkandungan isi yang lebih mewarnai jenis sastra suluk itu.

Seringkali biografi para mistikus heretik di Jawa diungkapkan dalamwacana perdebatan mengenai hubungan sufisme dan kesahihan Islamnormatif. Sastra suluk tersebut seperti Suluk Centhini, Suluk Gatoloco,Babad Tanah Jawi.

Jenis sastra suluk rupa-rupanya telah cukup terkenal di daerah JawaTengah dan Jawa Timur sejak awal abad ke-18, bahkan Poerbatjarakamenyebut-nyebut Suluk Sukarsa dan Suluk Wijil tergolong kitab suluk yangtertua, ditulis pada awal abad ke-17. Diantara jenis sastra suluk itu, SulukCebolek, rupa-rupanya telah diolah dan diperluas dengan ajaran moral.Memang tidak mudah membedakan dengan tegas sastra suluk yang benar-benar mengandung ajaran mistik dengan yang mengandung ajaran moral,karena keduanya saling berjalinan.2

Desa Cebolek terletak di Tuban di kawasan pesisir Jawa Timur. Di sini,selama masa kekuasaan Amangkurat IV (1719-1726) dan putranya, PakuBuwana II (1726- 1749), hiduplah Haji Ahmad Mutamakim. Diamenyatakan diri telah mencapai “kasunyatan” (hakekat), yaitu “menjadiMuhammad”, menurut tradisi mistik Jawa, sebagaimana yang dialami olehSyeh Siti Jenar, Sunan Panggung, Ki Baghdadm dan Amongraga. Dalamkhotbah-khotbahnya ia menganjurkan untuk meninggalkan Syariah (hukum

1Annemarie Schimmel, Mystical Dimensions of Islam, (Chapel Hill: Un the Universityof North California Press, 1981), hlm. 4

2 S. Soebardi, The Book of Cebolek , (The Hague-Martiinu Nijhaff, 1975), hlm. 47.

Page 3: PEMBANGKANGAN MISTIK JAWA DALAM SULUK CEBOLEK …

Muzairi, Pembangkangan Mistik Jawa Dalam Suluk Cebolek | 23

Islam), semuanya ini mengguncang dasar-dasar komunitas Islam danNegara. Bertentangan dengan fatwa beberapa ulama.3

Dalam suluk Cebolek tokohnya Haji Ahmad Mutamakin yangkontroversi, kontroversi ini menjadi tema sentral dari Suluk Cebolek.Tingkat kontroversi Haji Ahmad Mutamakin sama dengan Syeh Siti Jenar,Sunan Panggung dan Amongraga.4 Dalam dunia Islam kontroversi ini dalamdiri Al Hallaj yang dieksekusi mati karena mengajarkan makrifat danmengatakan ana al haqq di depan umum. Tapi Haji Ahmad Mutamakinjustru tidak dihukum mati, akan tetapi diberi ampunan oleh raja yangdiumumkan secara resmi oleh Raden Demang Urawan.

B. Al Hallaj dan Sastra SulukAl Hallaj adalah sosok historis, benar-benar pernah hidup pada tahun

922 M. Setelah menjalani pengadilan politis, sebuah cause celebre, yangdarinya beberapa fragmen catatan tentang kejahatannya masih dapatdiselamatkan yang, dari adanya catatan tersebut, menjadi saksi autentisitashistorisitas Hallaj. Dia juga dikenal dan dikenang sebagai pahlawan legenda.Sekarang ini dibeberapa negara Islam orang mengingat dan memunculkansosok Hallaj sebagaoi seorang yang memiliki karamah dan keajaiban,kadang kala sebagai orang yang mabuk cinta kepada Tuhan, dan kadang-kadang pula seorang dukung gadungan. Di Iran, Turki dan Pakistan, dimanabanyak tersebar karya-karya sastra besar Persia, terdapat sebuah gaya dalampuisi yang dinisbatkan kepada orang suci satu ini, yaitu ekstase ilahiah, yangmereka sebut “Mansur Hallaj”.5 Memang dialah yang, dari atas tianggantungan, mengucapkan teriakan apokaliptik tentang Pengadilan di HariPembalasan: Ana’al-Haqq, Akulah Sang Kebenaran.

3 Kuntowijoyo, “Serat Cebolek dan Mitos Tentang Pembangkangan Islam “, dalamJurnal, Ulumul Qur’an, no. 5, April-Juni, 1990, hlm. 63.

4 Zainul Milal Bizawie, Perlawanan Kultur Agama Rakyat, ( Jakarta: Samha, 2002),hlm. 115.

5Louis Massignon, Al-Hallaj: Sang Sufi Syahid (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2000),hlm. xix.

Page 4: PEMBANGKANGAN MISTIK JAWA DALAM SULUK CEBOLEK …

24 | ESENSIA Vol XII No. 1 Januari 2011

Al Hallaj ini mengarah kepada pemasukan alasan kepada objeknya,berupa esensi murni, dan bukan kontingensi: Tuhan, yang total dan tunggal.Jika kemudian keragaman pernyataan diskursif lenyap, maka hal itu tidakmenuju kepada “monisme eksistensial” panteistik (wahdad al-wujud),melainkan kepada “monisme testimonial” (wahdat al-syuhud). Al Hallajmengajarkan bahwa orang harus bersatu dengan sesuatu bukan yang ada didalam diri kita, tetapi di dalam diri sesuatu itu sendiri.

Demikian juga kita perlu membedakan antara experience dan expresionyang diungkapkan oleh sang sufi, diantaranya pengalaman sufi mempunyaiciri diantaranya innefability, yakni sulit disifati, diterangkan, dikomuni-kasikan serta dirumuskan dengan karta-kata.6

Ungkapan Al-Hallaj itu hampir-hampir merupakan tantangan kerasterhadap kaum Mutakalimin. Kesukaran yang dihadapi orang-orang yangmempelajari agama secara modern adalah bahwa macam pengalaman ini,walaupun mungkin pada mulanya cukup normal, dalam fasenya yangmatang merujuk kepada tingkatan kesadaran yang belum diketahui. Ratusantahun yang lalu Ibnu Khaldun telah merasakan pentingnya suatu cara ilmiahyang efektif untuk meneliti tingkatan-tingkatan ini.7

Akan tetapi pandangan Iqbal berubah setelah bertemu denganMassignon dan Maulana alam Jairaypur, Iqbal melihat di dalam diri Hallajadanya keterbatasan religius pribadi yang mendalam, dan menganggapnyasalah seorang diantara beberapa orang saja yang mencapai pengalaman Illahiyang lebih tinggi daripada rakyat biasa. Ia melihat bahwa Al-Hallaj telahmengajak para muslim yang terlena agar secara pribadi menyadarikebenaran, dan karenanya bertentangan dengan penguasa agama yangkhawatir akan adanya saksi yang bersemangat akan Tuhan yang sebenar-benarnya.

6Philips C. Almond, Mystical Experience and Religious Doctrine (New York:Wakter deGruter and co, 1992), hlm. 132.

7Muhammad Iqbal, The Reconstuction of Religius Thought in Islam (New Delhi: KitabBhavana, 1984), hlm. 74.

Page 5: PEMBANGKANGAN MISTIK JAWA DALAM SULUK CEBOLEK …

Muzairi, Pembangkangan Mistik Jawa Dalam Suluk Cebolek | 25

Pengaruh peristiwa dihukum matinya Husain bin Mansur Al-Hallajdalam kepustakaan Islam Kejawen (suluk) mengilhami munculnya karya-karya sastra suluk yang menggambarkan pertentangan Islam yang esotoris,pengembangan tasawuf falsafi, berhadapan dengan Islam eksatoris yaituUlama Syariah seperti dalam suluk Cebolek.

Karena itu untuk menjelaskan peran dan posisi Haji Ahmad Mutamakinserta mortif yang diemban pengarang Cebolek untuk sebagai bahanpembahasan peran tokoh atau figur Haji Ahmad Mutamakin dibandingkandengan Syeh Siti Jenar, Ki Bebeluk, Sunang Panggung dan Amongraga.Episode perbandingan dikenal dalam lingkungan Jawa sebagaimana yangdikenal.

Syeh Siti Jenar, yang dalam hikayat Syeh Siti jenar dihubungkan dengankerajaan lama dari Giri, mengajarkan ajaran mistik heterodok yangdipusatkan pada pengenalan identitas manusia dengan Tuhan (sebagaikenyataan mutlak). Ketika dia muncul didalam pertemuan (sidang) para walidia ditanya oleh Sunan Giri mengapa dia tidak pernah pergi sembahyangJum’at seperti diperintahkan oleh ajaran syariat Nabi Muhammad. Diamenjawab dengan mengatakan bahwa dalam kenyataannya tiada ada sesuatuseperti Jun’at, tidak ada masjid, kecuali Tuhan ada. Tidak ada sesuatukecuali Tuhan. Syeh Siti Jenar dihukum mati dengan pedang, dia disebutJavanese Al-Hallaj.8

Kalau pelaksanaan hukuman mati Syeh Siti Jenar dilaksanakan padamasa kerajaan Giri dengan cara dipenggal/dipedang, maka pelaksanaanhukum bakar dikenakan pada Sunan Panggung di masa kerajaan Demak.Sunan Panggung dituduh oleh para penguasa kerajaan telah mengajarkanrahasia makrifat di depan umum dan menolak sholat Jum’at serta menentangmusyawarah para ulama dan yang lebih tragis lagi dia menentang syariah.9

Tindakan-tindakan Sunan Panggung yang sangat kontroversial itudianggap oleh para penguasa kerajaan telah mengganggu ketertiban umum

8 Soebardi, The Book, hlm. 35-36.9 Ibid., hlm. 36.

Page 6: PEMBANGKANGAN MISTIK JAWA DALAM SULUK CEBOLEK …

26 | ESENSIA Vol XII No. 1 Januari 2011

dan mengganggu stabilitas keamanan negara. Perlu dicatat bahwa episodeSyeh Siti Jenar dan Sunan Panggung mempunyai motif yang sama yaitupembangkangan terhadap kerajaan dan musyawarah para ulama. Disampingitu bahwa bahan-bahan yang diambil dalam episode Sunan Panggung berasaldari episode Syeh Siti Jenar dengan diilhami sejarah eksekusi Al-Hallaj.Sunan Panggung tidak mati dipedang atau dipancung, tapi dia mati karenadihukum bakar.

Dalam Suluk Cebolek setelah membicarakan episode Sunan Panggung,kemudian membicarakan episode Ki Bebeluk, Ki Bebeluk ini juga namalain, yakni Sunan Bagdad. Ki Bebeluk sebagaimana disebutkan dalam SulukCebolek dihubungkan dengan Kerajaan Pajang, dia dihukum mati karenamengajarkan ilmu makrifat di depan umum serta menentang musyawarahulama sehingga sendi-sendi stabilitas keamanan kerajaan terganggu.

Amongraga, pada tarap terakhir dari perjalanannya, tidak digambarkansebagai seorang ulama yang saleh yang berdoa, membaca Al Qur’an danmengajarkan ketaatan kepada syariah Islam. Sebaliknya, dia digambarkansebagai seorang pertapa Jawa yang sedang mencari kekuatan ghaib danmerencanakan untuk membalas dendam pada raja Mataram, Sultan Agung,atas kekalahan ayahnya dan atas kalahnya Giri. Nyatanya Amongragamenjadi orang Jawa yang menyimpang (bid’ah) yang menghancurkan danmelanggar agama dan hukum Nabi Muhammad. Dia digambarkan sebagaiseorang pantheist yang menyatakan dirinya sebagai Tuhan. Karenakepercayaan bid’ahnya, dia dihukum mati dengan dilemparkan ke LautSelatan dan ini dilakukan oleh Tumenggung Wiraguna atas perintah SultanAgung.

Amongara telah diberi peranan yang bertentangan dengan peranannyayang digambarkan di bagian depan perjalannya. Peranan Amongraga sebagaiseorang mistik yang menyiarkan “Ilmu Sejati” dan akhirnya dihukum matiadalah sangat mirip dengan cerita Syeh Siti Jenar dan Sunan Panggung, duatokoh terkenal dalam mistik Jawa. Seperti halnya Amongraga, mereka jugadihukum karena mengajarkan ajaran mistik heterodox di antara masyarakatyang awam.

Page 7: PEMBANGKANGAN MISTIK JAWA DALAM SULUK CEBOLEK …

Muzairi, Pembangkangan Mistik Jawa Dalam Suluk Cebolek | 27

Cerita dihukum matinya Syeh Siti Jenar, Sunan Panggung, Ki Bebeluk,dan Amongraga, karena menganut paham kesatuan kawula-Gusti, danmerupakan karya sastra yang sangat indah. Tapi isi ceritanya sangat aneh.Sulit dimengerti, kalau dalam lingkungan kerajaan Jawa ada orang-orangyang dihukum mati dengan pedang, dibakar hidup-hidup, danditenggelamkan ke dalam air, disebabkan menganut paham kesatuan antarakawula (manusia) dengan Gusti (Tuhan). Karena raja-raja Pajang danMataram, beserta para pujangga penulis kepustakaan Jawa, umumnya jugamenganut paham kesatuan kawula-Gusti. Istana kerajaan Jawa adalahpelindung dan pengembang tradisi dan kepustakaan Jawa, yang padaumumnya dijiwai oleh paham kesatuan kawula-Gusti.10

C. Haji Ahmad Mutamakin dalam Suluk CebolekKebangunan kepustakaan Jawa di masa Surakarta, tidak bisa dipisahkan

dari jasa tiga orang pujangga besar, yang ketiga-tiganya dari satu keluarga.Yaitu Yasadipura I dan putranya Yasadipura II, serta cucu Yasadipura II,yakni Ranggawarsita.

Yasadipura I dilahirkan di Pengging tahun 1729, dan meninggal diSurakarta pada tahun 1803. Adapun riwayah hidup Yasadipura I, telahdiuraikan secara singkat oleh S. Soebardi dalam desertasinya yang berjudulThe Book of Cebolek. Mengenai jasa Yasadipura I, Supomo Suryohudoyomengatakan sebagai berikut:

Salah seorang dari tokoh-tokoh sastrawan yang amat penting dalam masapenggubahan karya-karya yang berbahasa Jawa kuno ke dalam bahasa Jawabaru adalah Yasadipura I. Hasil karyanya meliputi penggubahan kitab Jawakuno n(Ramayana, Bharatayudha, dan kakawin lainnya), suatu saduran daricerita Islam Amir Hamzah (menjadi beberapa jilid Serat Menak), puisi yangbersifat pendidikan dan moral berdasarkan atas kitab-kitab Jawa kuno dankasusasteraan Islam (Nitisastra, Tajussalatin dan beberapa lainnya). Satu karyayang asli ialah Babad Giyanti, yang menceritakan kejadian-kejadian sekitar

10Simuh, Mistik Islam Kejawen Raden Ngabehi Ranggawarsito, (Jakarta: UI-Press,1988), hlm. 29.

Page 8: PEMBANGKANGAN MISTIK JAWA DALAM SULUK CEBOLEK …

28 | ESENSIA Vol XII No. 1 Januari 2011

pemberotakan Pangeran Mangkubumi. Sebagai akibatnya pembagian kerajaanSurakarta, menjadi Yogyakarta dan Surakarta.11

Jasa yang sangat berharga dari Yasadipura I adalah penggubahan kitab-kitab yang berbahasa Jawa Kuno ke dalam bahasa Jawa baru, sehingga dapatdinikati oleh masyarakat luas. Pada masa itu sudah sedikit orang yangmengerti bahasa Jawa kuno.

S. Soebardi telah membahas secara panjang lebar salah satu hasil karyaYasadipura I yang berisi ajaran mistik Islam kejawen, yaitu The Book ofCebolek (serat Cebolek). Inti ajaran mistik dalam Serat Cebolek adalahmengetengahkan ajaran Serat Dewaruci, tentang penghayatan gaib yangdialami Arya Sena dalam badan Dewaruci, dan persoalan yang berhubungandengan konsep kesatuan kawula-Gusti.

Serat Cebolek menggambarkan pertentangan paham antara Haji AhmadMutamakin dari desa Cebolek, yang menganut ajaran kesatuan kawula-Gustidan mengaku sebagai Tuhan, dengan Ketib Anom dan para ulama yangmenolaknya dengan mempertahankan kesucian syariat.

Suluk cebolek dimulai dengan tembang Dandanggula I. Syair ke delapansampai ke 31 dari suluk Cebolek menceritakan kisah Haji AhmadMutamakin yang menghadapi peradilan di ibukota Kartasura. Kisah inidimulai dari pertemuan semua ulama yang ada di wilayah Kartasura dikediaman Patih Danureja. Mereka sepakat memutuskan bahwa Haji AhmadMutamakin harus diadili karena menyebarkan ajaran tentang ilmukasunyatan dan menganjurkan orang untuk meninggalkan syariah yangdengan demikian telah membahayakan kepentingan umum. Melalui Patih,para ulama itu mengajukan petisi kepada Raja Amangkurat IV agar HajiAhmad Mutamakin dibakar hidup-hidup di tiang pembakaran, suatuhukuman yang sangat pantas diterima karena kejahatannya itu.12

11Ibid., hlm. 27.12 Kuntowijoyo, “Serat Cebolek”, hlm. 65.

Page 9: PEMBANGKANGAN MISTIK JAWA DALAM SULUK CEBOLEK …

Muzairi, Pembangkangan Mistik Jawa Dalam Suluk Cebolek | 29

Demikianlah, tiang pembakaran kemudian dipersiapkan. Tapi tiba-tibaraja meninggal sebelum dia berhasil menangani kasus itu, sehingga hukumanharus ditunda sampai penggantinya, Paku Buwana II, dinobatkan kesinggasana. Pakubuwono II menimbulkan kekecewaan para ulama karenadia menolak petisi mereka, dan bahkan mengutus Raden Demang Urawanuntuk menyatakan kegusaran rajanya terhadap perlakuan kejam atas HajiCebolek yang miskin itu. Ketika tak seorang pun khalayak di kediaman PatihDanureja berani mengeluarkan pendapat mengenai keputusan raja, tiba-tibaKetib Anom Kudus bangkit berdiri untuk mempertahankan petisi mereka.Dia mengatakan bahwa ajaran Haji Ahmad Mutamakin merupakan ancamanterhadap ketertiban umum, terhadap raja dan negara. Kerajaan, sebagaijantung negara, harus mengambil tindakan terhadap sang pembangkang.Dalam perdebatan itu ia mengalahkan Raden Demang Urawan, yang dalamlaporannya kepada raja memuji keberanian Katib dari Kudus itu. Kendatipungembira mendengar berita ini, raja tetap bersitahan untuk memaafkanpraktek mistik dari Cebolek itu.

Raja memerintahkan Demang Urawan agar kesalahan Haji AhmadMutamakin diampuni dengan syarat berjanji tidak akan mengulangi perilakuyang tidak layak itu, tak seorangpun boleh belajar Ilmu Hakekat di Masjid.Jika seorang berani merusak peraturan-peraturan raja maka akanmenghadapi hukuman mati.

Demang Urawan menyampaikan perintah raja dan pengampunan yangbersalah kepada ulama, Patih Danureja, dan semua yang hadir. Untuk ulama,dia juga menyampaikan pesan rasa terimakasih raja atas penjagaan merekaterhadap peraturan dari paham mistis yang sesat (heretic). Raja mengetahuibahwa Haji Ahmad Mutamakin sesungguhnya menyadari dan bermaksudmengakhiri pembangkangannya. Meskipun demikian, dia tetap memutuskanuntuk mengampuninya. Mendengar ini, para ulama berterima kasih danberdoa kepada Tuhan yang telah membebaskan mereka dari kerumitan ini.

Kemudian Demang Urawan menyampaikan perintah untuk menyiapkanmasjid untuk raja yang akan sholat Jum’at, dan memilih ulama terbaik dariPajang untuk hadir. Dikarenakan wilayah ini adalah benteng kerajaan,

Page 10: PEMBANGKANGAN MISTIK JAWA DALAM SULUK CEBOLEK …

30 | ESENSIA Vol XII No. 1 Januari 2011

makanya tidak dipilih ulama dari Kedu, Pagelan dan Mataram. Akhirnyasemua yang hadir makan malam bersama di kediaman Patih Danureja.13

Ini menyebabkan Raden Demang harus kembali ke kepatihan untukmenyatakan permakluman Pabu Buwana, raja mereka. Lagi, Ketib Anommenanggapinya. Kali ini ia mengingatkan Raden mengenai beberapa contohsejarah pembangkangan mistik Jawa yang pernah ditumpas oleh kerajaan-kerajaan terdahulu: Syeh Siti Jenar yang dipenggal di kerajaan Giri, SunanPanggung dihukum bakar, Ki Baghdad dari Pajang yang ditenggelamkan disungai, dan Amongraga yang dibawah Sultan Agung ditenggelampak di laut.Dia kemudian mengusulkan agar Haji Ahmad Mutamakin dibakar ditianggantungan, seraya memberikan keterangan rinci tentang contoh hukumanyang ditimpakan kepada Sunan Panggung.

Haji Ahmad Mutamakin menerima hukuman mati itu dngan harapanbahwa bau dagingnya yang terbakar tercium sampai ke Yaman, tempatdimana guru mistiknya, Syeh Zen hidup. Tapi sidang pengadilan diKepatihan itu berakhir dengan diumumkannya ampunan raja, baik kepadaKetib Anom maupun kepada tokoh mistik pembangkang.14

Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai kedua belah pihak,Raden Demang Urawan mengundang Haji Ahmad Mutamakin ketempatkediamanya untuk melakukan perdebatan panjang dengan Ketib AnomKudus. Perdebatan itu dihadiri pula oleh beberapa ulama lain yang terkenal.Demang memimpin perdebatan, dan hasilnya dilaporkan kepada raja.Perebatan berkisar tentang kitab Bima Suci (Dewa Ruci) yang senantiasadirujuk oleh Haji Ahmad Mutamakin.

Ketib membaca Bima Suci sebab mengandung esensi pengajaran yangdiajarkan Haji Ahmad Mutamakin. Dia mulai membaca dari bagian Bimamendaki gunung dalam rangka menghancurkan musuhnya, raksasa. Setelahmembaca tiga bagian, dia mulai memberi penafsiran dengan begitu

13 Bizawie, Perlawanan, hlm. 121.14Kuntowijoyo, “Serat Cebolek”, hlm. 66.

Page 11: PEMBANGKANGAN MISTIK JAWA DALAM SULUK CEBOLEK …

Muzairi, Pembangkangan Mistik Jawa Dalam Suluk Cebolek | 31

mempesona tentang maksudnya. Demang Urawan terkagum-kagum akankeahlian Ketib menafsirkan apa yang ia baca.Ketib Anom Kudus mulai membaca lagi, namun langsung pada bagian Bimamencebur ke samudera untuk mencari air kehidupan, bagian yang diberikanHaji Ahmad Mutamakin untuk memberikan tafsiran. Namun, kesempatan ituditolak, sebab dia merasa dibawah keahlian dan status Ketib Anom Kudus.Ketib Anom Kudus berkata bahwa kesalahan Haji Ahmad Mutamakinadalah tidak membaca secara luas dan cukup terhadap risalah agama. Olehkarenanya, mudah disesatkan oleh setan dan tingkah lakunya jauhmenyimpang dari sifat terpuji. Menurut Ketib, sumber agama adalah sunnahNabi Muhammad, seorang manusia mulia dari Arabia.

Demang Urawan menyuruh Ketib Anom Kudus untuk melanjutkanmembaca Serat Dewa Ruci. Dia mulai dengan bagian yang penting yaitunasihat Dewa Ruci kepada Bima tentang kesempurnaan hidup. Garisbesarnya sebagai berikut:

Dewa Ruci menyuruh Bima masuk dalam perutnya melalui telingakirinya. Bima menolaknya karena Dewa Ruci lebih kecil, sedangkan diabesar dan tinggi. Kemudian, ketika Bima mendengar penjelasan Dewa Rucibahwa tidak hanya Bima tapi seluruh dunia yang isinya gunung, laut danhutan dapat masuk dalam perutnya, maka dia minta izin dan kemudianmasuk dalam Dewa Ruci melalui telinga kirinya. Disana, di dalam, Bimapertama-tama melihat laut yang luas, tanpa batasnya. Tak ada pandanganyang lain kecuali kekosongan yang tak ada batasnya. Dia merasa jika iaberjalan dalam ruangan kosong yang luasnya luar biasa. Dia bingung,kehilangan arah, mana atas, bawah, depan dan belakang. Di ruangan ituBima tiba-tiba menemukan dirinya berhadapan dengan Dewa Ruci yangmemancarkan pancaran cahaya. Bima tak lama mengalaminya, danmendapatkan kembali arah. Dia merasa ada matahari di langit dan sebuahpengalaman yang menjadikan perasaannya bahagia. Dia melihat empatwarna, hitam, merah, kuning dan putih, dan sesuatu yang sebentar nampakdan sebentar menghilang.

Page 12: PEMBANGKANGAN MISTIK JAWA DALAM SULUK CEBOLEK …

32 | ESENSIA Vol XII No. 1 Januari 2011

Dewa Ruci menjelaskan kepada Bima bahwa pancaran cahaya yangpertama ia lihat dan yang tidak diketahui namanua disebut Pancamaya yangmerupakan hakikat hati, yang disebut Mukasifat.

Mengenai empat warna, merah hitam dan kuning adalah musuh hatimanusia, menjadi rintangan manusia mulia yang ingin mencapai keabadiankesatuan dengan Tuhan. Manusia yang dapat membebaskan dirinya dari tigakualitas kejahatan tersebut akan dapat bersatu dengan Yang Esa.

Hitam merupakan kekuatan dan karakter besar amarah, iri hati, dangangguan terhadap semua kecenderungan kebaikan. Merah menunjukkanekspresi nafsu jahat dan semua nafsu yang dimunculkannya. Warna inimembelenggu kewaspadaan dan kehati-hatian hati. Kuning merupakankekuatan yang merintangi setiap kecenderungan kebaikan dan mencegahtercapainya upaya-upaya yang bermanfaat. Sebaliknya, kuning memberikandorongan yang mengakibatkan kerusakan dan penderitaan.

Hanya warna putih yang sungguh-sungguh bersih dan mempunyaidorongan hati kepada kebaikan. Warna ini dapat menolong manusia untukmencapai kesatuan dengan Yang Maha Esa. Putih, meskipun sendirian,tanpa kawan, yang menjadi musuh merah, hitam dan kuning mempunyaiarmada yang kuat. Hanya seorang yang serius dapat menaklukkan ketiganyahingga dapat mencapai kesempurnaan kesatuan dengan Tuhan. Jika semuakualitas tersebut hilang, semua bentuk tidak ada. Yang ada hanyalah YangMaha Esa, tidak laki-laki dan tidak perempuan, tak berkelamin.

Dewa Ruci menyimpulkan dengan mengatakan kepada Bima bahwasemua ilmu pengetahuan telah terbuka untuknya, tak ada lagi yangtersembunyi. Bima sangat senang, karena dia telah memahami hakekattertinggi secara menyeluruh.15

Rupanya segera terlihat bahwa Haji Ahmad Mutamakin tak sepenuhnyamemahami ajaran-ajaran mistik yang terdapat dalam kitab itu, khususnyadalam kaitannya dengan pertemuan antara Bima dan Dewa Ruci, dilainpihak, Ketib Anom benar-benar memperlihatkan keahliannya dengan cerdas.

15 Bizawie, Perlawanan, hlm. 122-125. Lihat juga Soebardi, The Book, hlm. 47-53.

Page 13: PEMBANGKANGAN MISTIK JAWA DALAM SULUK CEBOLEK …

Muzairi, Pembangkangan Mistik Jawa Dalam Suluk Cebolek | 33

Menafsirkan pertemuan itu sebagai simbol kesatuan mistik antarta Tuhandan manusia.

D. Merukunkan Dua Tradisi Dalam Suluk CebolekMotif Haji Ahmad Mutamakin dalam suluk Cebolek, yang ditempatkan

oleh pengarang di masa pemerintahan Mangkurat IV (1719-1726 A.D.), danPaku Buwana II (1726-1749 A.D.), memiliki kemiripan yang jelas dengancerita-cerita Syeh Siti Jenar dan Sunan Panggung. Dalam suluk cebolek,pengarang berbicara melalui Ketib Anom Kudus, mengatakan bahwa HajiAhmad Mutamakin benar-benar telah melakukan perbuatan-perbuatan yangmelanggar syariat.

Keputusan raja untuk mengampuni Haji Ahmad Mutamakin dapatditafsirkan sebagai berikut: Pengarang Suluk Cebolek bermaksud denganpengampunan ini untuk menekankan kemurahan hati raja yangbertanggungjawab terhadap rakyatnya. Lagi pula, pengarang tidak inginmenjadikan Haji Ahmad Mutamakin sebagai seoran sahid, seperti yangdilakukan oleh para penulis cerita-cerita Syeh Siti Jenar dan SunanPanggung. Agaknya pahlawan dari episode Haji Ahmad Mutamakin dalamSuluk Cebolek adalah Ketib Anom Kudus. Pengarang menggambarkannyasebagai pemimpin kuat ulama Jawa.

Ia mengkritik kegiatan Haji Ahmad Mutamakin dan membawanyauntuk diperhatikan oleh raja, raja dapat mengambil langkah untukmenghukum haji yang tidak setia. Ketib Anom Kudus adalah seorang ulamaberani adil dan memiliki pengetahuan agama yang dalam dan luas.Kelihatannya ia adalah seorang pembela syariat. Dalam perdebatannyadengan Haji Ahmad Mutamakin mengenai pengetahuan esoterik, iamenyatakan bahwa Haji Ahmad Mutamakin telah jatuh ke dalam kesalahankarena pengetahuan mistiknya tidak mempunyai wadah yang layak. Yangdimaksudkan wadah oleh Ketib Anom Kudus adalah syariat. Dalam halsuluk Cebolek dapat dilihat dua kepribadian yang mewakili dua sikap yangbertentangan dan berlawanan. Haji Ahmad Mutamakin sebagai seorangmistik yang pamer, yang dengan angkuh mencoba meniru perbuatan-

Page 14: PEMBANGKANGAN MISTIK JAWA DALAM SULUK CEBOLEK …

34 | ESENSIA Vol XII No. 1 Januari 2011

perbuatan Sunan Panggung, dan Ketib Anom Kudus sebagai seorangpembela syariat, sebagai seorang pembimbing lahiriah kepada tingkah lakukeagamaan, berani dan pendukung raja sebagai pembela agama.

Secara lahiriah Ketib Anom Kudus digambarkan sebagai seorangpembela syariat dan sebagai seorang pengeritik mistik yang menyimpang.Tetapi secara batiniah, Ketib Anom Kudus adalah seorang Jawa, denganpengetahuan yang mendalam tentang tradisi kebudayaan dan sastra Jawa,yang merupakan sumber nilai-nilai rohaniah yang kaya bagi kehidupan danjiwanya.

Ketib Anom Kudus menantang Haji Ahmad Mutamakin untukmendiskusikan kitab Dewa Ruci, suatu buku yang dikenal secara luas dalammasyarakat Jawa sebagai sumber ajaran-ajaran mengenai kesempurnaanhidup. Haji Ahmad Mutamakin telah menegaskan bahwa kandungan bukutersebut banyak berhubungan dengan pengetahuan mistik yang ia pelajari diYaman. Dalam perdebatan mengenai Dewa Ruci dan dalam penafsirannyatentang buku itu, Ketib Anom Kudus nampak secara jelas sebagai seorangpenganut mistik yang ahli, sedang Haji Ahmad Mutamakin dibeberkansebagai seorang bodoh – tak tahu apa-apa yang harus mengakui kekalahanlangsung.16

Adalah jelas bahwa dalam bagian kedua dari Suluk Cebolek, pengarangingin menggambarkan Ketib Anom Kudus sebagai seorang yang memilikipengetahuan tentang isi dan arti penting Suluk Dewa Ruci sebagai suatubuku tentang kesempurnaan hidup. Oleh karena itu tidaklah mengherankanbahwa bagian dari Suluk Dewa Ruci dikutip dalam Suluk Cebolek diuraikanoleh Ketib Anom Kudus sebagai berisi ajaran-ajaran Dewa Ruci kepadaBima.

Mengenai bukti yang harus ditemukan dalam Suluk Cebolek, adakecenderungan kepada pandangan bahwa pengarang Suluk Cebolek inginmenunjukkan melalui Ketib Anom Kudus pentingnya ajaran-ajaran Dewa

16Muzairi, Amongraga dalam Pustaka Centhini, Thesis (Yogyakarta: IAIN SunanKalijaga, 1990), hlm. 261.

Page 15: PEMBANGKANGAN MISTIK JAWA DALAM SULUK CEBOLEK …

Muzairi, Pembangkangan Mistik Jawa Dalam Suluk Cebolek | 35

Ruci sebagai andil paling besar dari kehidupan rohaniah bagi orang jawa,dan oleh karena itu ia merupakan sebuah buku yang harus dibaca oleh danditerangkan kepada masyarakat. Dengan kata lain, penulisnya inginmempopulerkan Suluk Dewa Ruci.

Untuk meringkas, dalam Suluk Cebolek, Yasadipura I telah dengancakap menggunaka motif umum dalam traisi sastra jawa, yaitu pertentanganantara mistisme Jawa yang panteis dengan Islam ortodok. Dalammengembangkan motif ini, Yasadipura I telah berusaha memainkan perananAl-Ghazali, menghadirkan suatu harmonisasi (keharmonisan) antara duatradisi keagamaan dalam masyarakat Jawa, dengan membuat rencanagambaran seseorang yang menilai syariat, seperti diperintahkan oleh AlQur’an dan hadits, dan dengan menolak ajaran ilmu hakekat kepadamasyarakat awam. Ia memandang syariat sebagai wadah, bukan sebagai isidari kehidupan rohaniah. Syariat adalah penting sebagai pembimbing yangperlu bagi kehidupan lahiriah manusia, tetapi yang lebih penting adalahkandungan rohaniahnya. Tujuan akhir dari kehidupan spiritual manusiaadalah untuk mengetahui “darimana” dan “kemana” kehidupan itu. Dengankata lain, untuk mengetahui dirinya sendiri yang dalam kenyataan adalahsuatu manifestasi Tuhan. Bagi Yasadipura I andil yang paling besar manusiadalam pencariannya terhadap kesempurnaan hidup, yaitu: Pembebasan,adalah ajaran-ajaran Dewa Ruci, yang memberikan jawaban bagi masalahdarimana dan kemana eksistensi manusia.

Seperti apa yang dikatakan Amongraga dalam Suluk Centhini, bahwasyariat bersama tarekat merupakan tempat bagi suatu (wadah sekelir),sedang hakekat dan makrifat adalah wiji nugrtaha (benih anugrah Tuhan).Menurut dia, jika biji tersebut tidak disimpan di dalam tempat yang bagus,tentu nugraha Tuhan tidak akan berhasil. Dia mengharap orang untuk selaluwaspada dan tawadhu’, tenang tidak congkak akan ilmu ma’rifatnya. Syariatharus dipegang dan tidak boleh ditinggalkan. Wejangan Amongraga ternyataada kesamaan dengan apa yang diwejankan kepada Jayengwestri danJayengraga tentang pentingnya ilmu hakekat yang harus dilandasi dengansyariat.

Page 16: PEMBANGKANGAN MISTIK JAWA DALAM SULUK CEBOLEK …

36 | ESENSIA Vol XII No. 1 Januari 2011

Dari sudut pandangan tradisi Jawa, perubahan wadah denganmenyatakan diri seorang muslim yang menjunjung tinggi dengan benar-benar akan syariat tidak menimbulkan halangan, asalkan orang yangbersangkutan tetap memelihara kepercayaan Jawanya dalam usahanyamencapai ma’rifat, tang dalam bahasa Jawa disebut “pamoring kawulaGusti” (bersatunya antara Hamba dengan Tuhan).

Sikap untuk merukunkan dan mendamaikan dua aliran agama yangbertentangan ini telah menjadi tema yang sangat penting dan terkenal dariliteratur kraton semenjak masa Yasadipura I di bagian kedua abad 18, sepertimisalnya Suluk Cebolek dan Dewa Ruci. Ini mungkin sebuah petunjuk yangpenting dari kesadaran yang ekstrim di antara pujangga kraton Jawa tentangbertambah turunnya kekuasaan (wibawa) Kraton Surakarta dan akanperlunya kebutuhan untuk memperhatikan pengaruh yang berkembang dariorang-orang muslim ortodok di luar kraton yang menjadi kenyataan di akhirabad 18. Seseorang mungkin juga dapat menginterpretasikan sikap Jawayang mementingkan harmoni sebagai usaha untuk melunakkan Islam yangdirasakan menjadi ancaman bagi kelangsungan tradisi Kraton Jawa. Darisudut pandangan yang berlawanan, seseorang dapat memandang sikaptindakan damai ini sebagai satu hasil dari penyusupan (infiltrasi) yangberkembang terus dari Islam ortodok ke dalam tradisi Jawa yang menurun.17

Akan tetapi perlu kita lihat bahwa gambaran pribadi Haji AhmadMutamakin seperti yang terdapat dalam suluk Cebolek, sebenarnya tidaksepenuhnya demikian. Menurut Zainul Milal Bizawie, adalah seorangpribadi yang kuat dan bertakwa. Berdasarkan hasil karya Haji AhmadMutamakin yang berjudul “Arsy al-mawahhidin”, beliau adalah betul-betulmenguasai ilmu ma’rifat.

Adapun pemikiran dan pemahaman keagamaan Haji AhmadMutamakin: pertama, sikap kritis epistemologis. Kedua, dialektika hubunganIslam dengan tradisi lokal (hubungan Agama dengan Kebudayaan). Yang

17S. Soebardi, “Unsur-Unsur Agama Kaum Santri yang Tercermin dalam KitabCenthini”, dalam Al Jami’ah, No. 22, Tahun 1980, hlm. 91-104.

Page 17: PEMBANGKANGAN MISTIK JAWA DALAM SULUK CEBOLEK …

Muzairi, Pembangkangan Mistik Jawa Dalam Suluk Cebolek | 37

pertama dapat dilacak dengan kasus yang menimpanya, yakni berbagaitingkah laku dan pandangannya yang membawa ke meja persidangan kratonSurakarta. Dan yang kedua merupakan kerangka metodologis yangdikembangkan, yaitu literalisme (zhahiri) dengan rasionalisasi tekskeagamaan untuk keperluan aplikatif terhadap tradisional lokal terlepas darikepentingan kekuasaan, melainkan untuk dapat diterapkannya suatu ajaranIslam pada realitas masyarakat Jawa.18

E. SimpulanHaji Ahmad Mutamakin adalah mewakili Islam Esoteris, pengembang

tasawuf falsafi, yang berhadapan dengan Islam Eksoteris dan merekamenyalahkan sebagai “sesat”.Akan tetapi, persoalan justru muncul darikomunitas muslim sendiri. Kasus-kasus Syeh Siti Jenar, Sunan Panggung, KiBebeluk, Amongraga dan Haji Ahmad Mutamakin menunjukkan polemikotoritas keberagamaan. Persoalan yang dipolemikkan tentang paham mistiskesatuan Tuhan dan Hamba, Manunggaling Kawula Gusti. Paham inikemudian mengarah pada perdebatan antara pemberlakuan syariah vis-à-vissufisme. Dan pada gilirannya, polemik ini terberi oleh kepentingankekuasaan tentang otoritas kekuasan agama. Adapun Suluk Cebolek bukansekedar kitab mistisisme, dan bukan juga sekedar sejarah intelektualzamannya. Tapi lebih dari itu, ia mengandung konstruksi kaum priyayimengenai realitas sejarah. Bahkan dapat dikatakan sebagai sejarah sosialkelas atas dan sebagai dokumen ideologi kaum priyayi, yang pada abad ke-19 telah menjadi kelas sosial yang khusus dan berperan sebagai penjagahukum dan ketertiban penjaga negara dan syariah.

Daftar Pustaka

Almond, C., Philip. Mystical Experince and Religious Doctrine. New York,Wakter de Gruter and co.1992.

18 Bizawie, Perlawanan, hlm. 197.

Page 18: PEMBANGKANGAN MISTIK JAWA DALAM SULUK CEBOLEK …

38 | ESENSIA Vol XII No. 1 Januari 2011

Angeles, A., Peter, Dictionary of OPhylosophy. London: Barnes & NoblesBooks, 1977.

Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, Serat Centini,Jilid I-II, Betawi, 1912.

Bizawie, Zainul Milal, Perlawanan Kultural Agama Rakyat, Jakarta: Samha,2002.

Ciptoprawira, Abdullah, Filsafat Jawa, Jakarta: Balai Pustaka, 1986.Darusuprapto (ed), Ajaran Moral dalam Sastra Suluk, Yogyakarta: Fakultas

Sastra UGM, 1986.Karkono, Serat Centhini Relebansinya dengan Masa Kini, Yogyakarta:

Yayasan Centhini, 1986.Iqbal, Muhammad, The Reconstruction of Religius Thought in Islam, New

Delhi: Kitab Bhavana, 1981.Kamran, Gilani, Ana Al-Haqq Reconsidered, New Delhi: Kitab Bhawan,

1994.Kuntowijoyo, Serat Cebolek dan Mitos tentang Pembangkangan Islam

dalam Jurnal Ulumul Qur’an, No.5, April – Juni, 1990.Massignon, Louis, Al-Hallaj: Sang Sufi Syahid, Yogyakarta: Fajar Pustaka

Baru, 2000.Muzairi, Amongraga dalam Pustaka Centhini, Thesis S-2 IAIN Sunan

KaliJaga Yogyakarta, 1990.Poerbatjaraka, R.Ng., Kepustakaan Djawi, Jakarta: Penerbit Djambatan,

1954.Schimmel, Annemarie, Mystical Dimensions of Islam, Chapel Hill: Un the

University of Nort California Press, 1981.Simuh, Mistik Islam Kejawen Raden Ngabehi Ranggawarsito, Jakarta: UI-

Press, 1988.Simuh, Sufisme Jawa, Yogyakarta: Yayasan Bintang Budaya, 1999.Soebardi, S., The Book of Cebolek, The Hague Martinus Nijhaff, 1975.Soebardi, S., Unsur-unsur Agama Kaum Santri yang Tercermin dalam Kitab

Centhini, Al-Jum’ah, No 22, tahun 1980.Zoetmulder, P.J., Manunggaling Kawula Gusri, Pantheisme dan Monismedalam Sastra Suluk Jawa, terj. Dick Hartoko, Jakarta: PT. Gramedia, 1990.