pembahasan nugget

31
Nugget merupakan produk olahan gilingan daging ayam yang dicetak, dimasak dan dibekukan dengan penambahan bahan-bahan tertentu yang diijinkan (BSN, 2002). Chicken nugget adalah salah satu pangan hasil pengolahan daging ayam yang memiliki cita rasa tertentu, biasanya berwarna kuning oranye. Biasanya daging-daging sisa ayam dan atau kulitnya diolah menjadi satu dan digoreng memakai tepung roti. Dalam penyimpanannya, makanan ini memerlukan perlakuan khusus, yaitu selalu di simpan dalam kondisi beku (frozen). Hal ini disebabkan chicken nugget merupakan hasil produk olahan hewani yang masuk dalam kategori mudah rusak oleh mikroorganisme (Astawan, 2005). Menuurut Bintoro 2008, Chicken nugget merupakan produk yang dihasilkan dari bagian daging dada ayam yang diasinkan, digiling, dicincang dan dimasak dengan remahan roti. Nugget dikonsumsi setelah proses penggorengan rendam (deep fat frying). Nugget dibuat dari daging giling yang diberi bumbu, dicampur bahan pengikat, kemudian dicetak membentuk tertentu, dikukus, dipotong dan dilumuri perekat tepung (batter) dan diselimuti tepung roti (breading). Nugget digoreng setengah matang dan dibekukan untuk mempertahankan mutunya selama penyimpanan. Nugget merupakan salah satu bentuk produk makanan beku siap saji, yaitu produk yang telah mengalami pemanasan sampai setengah matang (precooked), kemudian dibekukan. Produk beku siap saji

Upload: finaalsyaikani

Post on 11-Jul-2016

222 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

contoh pembahasan laporan nugget SJMP

TRANSCRIPT

Page 1: Pembahasan Nugget

Nugget merupakan produk olahan gilingan daging ayam yang dicetak,

dimasak dan dibekukan dengan penambahan bahan-bahan tertentu yang diijinkan

(BSN, 2002). Chicken nugget adalah salah satu pangan hasil

pengolahan daging ayam yang memiliki cita rasa tertentu, biasanya berwarna

kuning oranye.  Biasanya daging-daging sisa ayam dan atau kulitnya diolah

menjadi satu dan digoreng memakai tepung roti.  Dalam penyimpanannya,

makanan ini memerlukan perlakuan khusus, yaitu selalu di simpan dalam kondisi

beku (frozen).  Hal ini disebabkan chicken nugget merupakan hasil produk olahan

hewani yang masuk dalam kategori mudah rusak oleh mikroorganisme (Astawan,

2005).      

Menuurut Bintoro 2008, Chicken nugget merupakan produk yang

dihasilkan dari bagian daging dada ayam yang diasinkan, digiling, dicincang dan

dimasak dengan remahan roti. Nugget dikonsumsi setelah proses penggorengan

rendam (deep fat frying). Nugget dibuat dari daging giling yang diberi bumbu,

dicampur bahan pengikat, kemudian dicetak membentuk tertentu, dikukus,

dipotong dan dilumuri perekat tepung (batter) dan diselimuti tepung roti

(breading). Nugget digoreng setengah matang dan dibekukan untuk

mempertahankan mutunya selama penyimpanan. Nugget merupakan salah satu

bentuk produk makanan beku siap saji, yaitu produk yang telah mengalami

pemanasan sampai setengah matang (precooked), kemudian dibekukan. Produk

beku siap saji ini hanya memerlukan waktu penggorengan selama 1 menit pada

suhu 150ºC. Salah satu pengolahan daging ayam adalah dengan pembuatan

chicken nugget. Formulasi chicken nugget meliputi daging ayam, tepung terigu,

susu skim, minyak nabati, tepung panir, dan bumbu-bumbu (Bintoro, 2008).

Bahan bakuyang digunakan adalah daging ayam, selain itu digunakan

bahan tambahan penting lainnya seperti es batu, STPP (Sodium

Tripolyphosphate), garam, bumbu-bumbu, bahan pengikat berupa susu bubuk

skim, bahan pengisi berupa tepung maizena serta bahan pelapis (coated) yang

terdiri dari 3 lapis menggunakan tepung terigu, air, maizena dan susu skim serta

tepung roti.

Daging yang digunakan dalam pembuatan nugget ayam yaitu berupa filet

ayam. Fillet yaitu potongan daging ayam yang tidak bertulang. Biasanya

Page 2: Pembahasan Nugget

menggunakan daging ayam bagian dada. Daging dari bagian ini banyak disukai

konsumen karena kandungan lemaknya rendah, serabut dagingnya seragam dan

warnanya yang terang. Daging ayam merupakan sumber protein hewani yang

berkualitas tinggi, mengandung asam amino essensial yang lengkap dan asam

lemak tidak jenuh yang tinggi. Selain itu, serat dagingnya pendek dan lunak

sehingga mudah dicerna (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). menurut (Lawrie,

1985). Kandungan protein yang tinggi dalam daging ayam akan menentukan sifat

elastisitas dan pembentukan adonan.

Daging ayam yang digunakan dalam pembuatan nugget harus berada dalam

suhu beku (-4 s/d +4o C), hal ini dilakukan untuk mencegah kerusakan daging

karena faktor mikrobiologi yang masih dapat tumbuh pada suhu ruang.

Persyaratan bahan baku yang baik digunakan tidak hanya tergantung pada suhu,

namun juga harus memiliki penampakan fisik yang baik dan normal, masih

dalam kondisi segar dan tidak berbau busuk sehingga akan diperoleh produk akhir

yang bermutu tinggi pula.

Air pada umumnya merupakan bahan tambahan utama dalam produk

olahan lanjutan yang digunakan sebagai bahan pelarut atau bahan pembawa

(carrier). Air dalam pengolahan nugget berperan sebagai pengikat dan pelarut

campuran bahan. Dalam proses pengolahan nugget, air ditambahkan untuk

melarutkan garam dan STPP sehingga ekstraksi protein maksimum dapat terjadi

(Owens, 2010 dalam Budi, 2012).

Es batu ditambahkan dalam proses pembuatan chicken nugget pada saat

penggilingan. Es batu berfungsi untuk membuat suhu tetap rendah sehingga

membantu terjadinya pembentukan gel protein yang baik selain itu untuk menjaga

suhu emulsi agar tetap rendah akbiat pemanasan mekanins sehingga mencegah

pecahnya emulsi akibat denaturasi protein. Batu es selain berfungsi sebagai fase

pendispersi dalam emulsi daging, juga berfungsi untuk melarutkan protein

sarkoplasma dan sebagai pelarut garam yang akan melarutkan protein myofibril.

Akibatnya nugget yang dihasilkan akan memiliki tekstur yang kompak dan padat

(Afrisanti, 2010).

Selain penambahan es pada proses penggilingn uga dilakukan Penambahan

garam dan STPP. Penambahan tersebut dilakukan saat awal penggilingan,

Page 3: Pembahasan Nugget

mengingat fungsi utamanya membantu mengekstrak protein myofibril daging

(Syamsir, 2012). Maka sebelum adanya pencampuran bahan lain, protein

diekstrak lebih dahulu oleh garam dan STPP.

Garam merupakan salah satu bahan penunjang yang berperan sebagai pengikat

selama proses pembuatan adonan. Garam memiliki dua fungsi pada produksi

nugget, yaitu untuk memperbaiki rasa dan untuk membantu mengekstrak protein

miofibrilar (Owens, 2001). Kramlich (1971) menambahkan, selain sebagai

pemberi rasa dan untuk mengekstrak protein, garam juga berfungsi sebagai

pengawet karena dapat mencegah pertumbuhan mikroba sehingga memperlambat

kebusukan. Garam juga dapat meningkatkan daya ikat air (water holding capacity

/WHC) protein otot (Wilson dkk., 1981).

Meskipun Garam dapat mempertegas cita rasa dari suatu produk pangan,

namun penggunaannya tidak boleh terlalu banyak karena akan menyebabkan

terjadinya penggumpalan dan rasa produk akan menjadi asin. Konsentrasi garam

yang ditambahkan biasanya berkisar 2-3% dari berat daging yang digunakan

(Aswar, 1995).

Polifosfat yang umumnya ditambahkan dalam proses pengolahan chicken

nugget adalah sodium tripolyphosphate (STPP). Phospat ditambahkan dalam

pembuatan chicken nugget untuk membantu ekstraksi protein yang dapat

membantu untuk menutup lapisan selama proses pemasakan sehingga

menghasilkan rasa dan kelembapan yang diinginkan (Syamsir, 2012). Phospat

dapat meningkatkan daya ikat air (WHC) oleh daging dengan cara meningkatkan

pH dan membuka protein otot dan membiarkan terjadi pengikatan air. Selain itu,

phospat juga dapat mencegah terjadinya ketengikan oksidatif, meningkatkan

keempukan, meningkatkan kestabilan emulsi dan kemampuan mengemulsi

(Owens, 2001).

Selain garam yang dapat mempberikan cit rasa, bumbuh-bumbu juga

penting ditambahkan dalam pembuatan nugget. Bumbu-bumbu merupakan

substansi aromatik yang berasal dari bagian tanaman atau herba (Ownes, 2010

dalam Budi, 2012). Bumbu atau bahan yang sengaja ditambahkan berguna

untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman

dan kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa produk (Erawaty, 2001 dalam

Page 4: Pembahasan Nugget

Tritian, 2011). Pembuatan nugget memerlukan bahan pembantu yaitu garam, gula,

bawang putih dan merica (Aswar, 2005 dalam Tritian, 2011). Bumbu-bumbu yang

ditambahkan sesuai dengan selera praktikan, pada umumnya untuk mendapatkan

rasa yang diinginkan bumbu-bumbu yang digunakan diantaranya bawang merah

dan bawang putih.

Bawang putih (Allium sativum L.) berfungsi sebagai penambah aroma serta

untuk meningkatkan cita rasa produk. Bawang putih merupakan bahan alami yang

ditambahkan ke dalam bahan makanan guna meningkatkan selera makan serta

untuk meningkatkan daya awet bahan makanan (bersifat fungistatik dan

fungisidal). Bau yang khas dari bawang putih berasal dari minyak volatil yang

mengandung komponen sulfur (Palungkun dkk., 1992 di dalam Tritian, 2011).

Pemberian gula dapat mempengaruhi aroma dan tekstur daging serta mampu

menetralisir garam yang berlebihan (Buckle dkk., 1987 dalam Tritian, 2011).

Merica atau lada (Paper nigrum) sering ditambahkan dalam bahan pangan.

Tujuan penambahan merica adalah sebagai penyedap masakan dan

memperpanjang daya awet makanan. Merica sangat digemari karena memiliki dua

sifat penting yaitu rasa pedas dan aroma khas. Rasa pedas merica disebabkan oleh

adanya zat piperin dan piperanin, serta chavicia yang merupakan persenyawaan

dari piperin dengan alkaloida (Rismunandar, 2003 dalam Tritian, 2011).

Pada pembuatan nugget biasanya terdapat bahan pengikat, bahan pengisi

dan bahan pelapis.Bahan pengikat yang digunakan pada praktikum ini adalah susu

bubuk skim. Bahan pengikat memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dan

dapat meningkatkan emulsifikasi lemak dibandingkan dengan bahan pengisi.

Bahan pengikat dalam adonan emulsi dapat berfungsi sebagai bahan pengemulsi

(Afrisanti, 2010 dalam Tritian, 2011). Bahan pengikat juga berfungsi mengurangi

penyusutan pada waktu pengolahan dan meningkatkan daya ikat air. Protein

dalam bentuk tepung dipercaya dapat memberikan sumbangan terhadap sifat

pengikatan (Afrisanti, 2010 dalam Tritian, 2011).

Disebut bahan pengikat karena bahan ini memiliki kadungan protein yang

lebih tinggi dan dapat meningkatkan emulsifikasi lemak dibandingkan dengan

bahan pengisi (Afrisanti, 2010 dalam Tritian, 2011). Bahan pengikat yang

Page 5: Pembahasan Nugget

digunakan dalam pembuatan chicken nugget ini adalah susu skim yang berada

pada pembuatan batter.

Untuk Bahan pengisi yang digunakan pada praktikum pembuatan nugget ini

adalah tepung maizena. Maizena ini memiliki sifat khas yang digunakan pada

pembuatan nugget agar terbentuk tekstur nugget yang kompak dan padat serta

berfungsi sebagai pengikat adonan. Bahan pengisi merupakan sumber pati yang

ditambahkan dalam produk restrukturisasi untuk menambah bobot produk dengan

mensubstitusi sebagian daging sehingga biaya dapat ditekan (Rahayu, 2007 dalam

Tritian, 2011). Fungsi lain dari bahan pengisi adalah membantu meningkatkan

volume produk.

Dan untuk Bahan Pelapis yang digunakan pada nugget ini dilaukan 3

pelapisan yaitu predust,batter dan breader. Pelapisan (coating) dilakukan secara

bervariasi, ada yang dua lapis dan tiga lapis sesuai dengan metode pelapisan yang

terbagi menjadi dua yaitu pelapis basah (batter) dan pelapis kering (breader).

Bahan pelapis digunakan Setelah dilakukan pencetakkan, potongan adonan di

balur dengan tepung terigu agar tidak lengket sehingga memudahkan penempelan

terhadap adonan batter pelapisan dengan tepung terigu tersebut disebut pre-dust.

Menurut Davis (1983), batter adalah campuran yang terdiri dari air, tepung pati

dan bumbu-bumbu yang digunakan untuk mencelupkan produk sebelum dimasak.

Batter dapat memberikan karakter spesifik seperti viskositas, daya adhesi, tekstur,

flavor dan warna.

Setelah dilapisi dengan adonan batter, pelapisan dilanjutkan dengan

metode pelapisan kering menggunakan tepung panir. Breader yang digunakan

pada pembuatan nugget ini yaitu tepung roti.. Breader diaplikasikan sebelum

digoreng yang digunakan untuk melapisi produk-produk makanan (coating).

Tepung roti pada proses pembuatan chicken nugget ini digunakan untuk memberi

tekstur pelapis yang kasar, mencegah terjadinya dehidrasi, membantu terjadinya

browning, membentuk kerak pada permukaan nugget setelah digoreng, serta

membantu meningkatkan crispyness atau kerenyahan pada bagian yang digoreng.

Breader memiliki banyak jenis yang dibedakan berdasarkan ukuran,

warna, flavor, absorbsi, tekstur, dan densitas (Dyson, 1983). Menurut Owens

Page 6: Pembahasan Nugget

(2001), terdapat lima jenis utama breader, yaitu american bread crumbs, japanese

bread crumbs, crackermeal, flour breaders, dan extruded crumbs. Hal yang

membedakan jenis breader adalah ukuran, bentuk, tekstur, warna dan flavour.

Kerenyahan produk-produk yang dibreading membuat produk tersebut lebih enak

dan lezat. Breader yang kasar akan menghasilkan pick-up yang lebih baik jika

dibandingkan breader yang halus. Ukuran breader juga mempengaruhi tekstur

nugget. Breader yang halus menghasilkan tekstur yang lembut sedangkan breader

yang kasar akan menghasilkan tekstur yang renyah (Owens, 2001).

Proses Pengolahan Chicken Nugget

Pembuatan nugget secara garis besar mencakup enam tahap, yaitu

persiapan bahan baku, penggilingan yang disertai oleh pencampuran bumbu, es

dan bahan tambahan, pengukusan atau pembekuan, pencetakan, pelapisan atau

perekatan tepung, pelapisan campuran dari maizena, susu skim dan air serta

pelumuran tepung roti dan tahap terakhir yaitu penggorengan (Bintoro, 2008).

Tahap persiapan bahan baku meliputi proses pembersihan daging, thawing

daging ayam dan pengecilan ukuran daging. Proses ini bertujuan untuk menaikkan

suhu bahan baku yang sangat rendah (beku) sehingga mempermudah penanganan

bahan baku atau daging ayam sebelum diolah.

Selain persiapan bahan baku, tahap persiapan bahan pelengkap lainnya

juga dilakukan, seperti air es dan bahan kering ditimbang dan disiapkan dalam

tempat penampung bahan. Proses pengolahan chicken nugget diawali dengan

proses pengecilan ukuran bahan baku dengan pisau dapur. Proses ini bertujuan

untuk mempermudah proses penggilingan (grinding) pada food processor selain

itu bertujuan untuk mencapai ukuran seragam guna pembentukan emulsi pada

produk nugget. 

Setelah proses pengecilan ukuran bahan baku, dilakukan proses

penggilingan daging ayam yang berupa karkas daging ayam campuran.

Penggilingan daging diusahakan pada suhu di bawah 22ºC, yaitu dengan

menambahkan es pada saat penggilingan daging. . Menurut Elingosa (1994),

penggilingan daging sebaiknya di usahakan pada suhu 150 C sehingga akan

membantu pembentukkan emulsi dan mempertahankan suhu daging. Pendinginan

Page 7: Pembahasan Nugget

ini bertujuan untuk mencegah denaturasi protein aktomiosin oleh panas. Air es

selain berfungsi sebagai fase pendispersi dalam emulsi daging, juga berfungsi

untuk melarutkan protein sarkoplasma dan sebagai pelarut garam yang akan

melarutkan protein myofibril Selama proses penggilingan dan sebelum

pencetakan, suhu formulasi daging harus diturunkan untuk membantu dalam

keberhasilan pencetakan chicken nugget. Jika suhu terlalu tinggi dapat terjadi

denaturasi protein. Selain itu, adonan chicken nugget menjadi terlalu lembek dan

akan sulit dicetak. Sebaliknya jika suhu terlalu rendah, chicken nugget akan sulit

dicetak dan dapat merusak mesin pencetak (Owens, 2001).

Tujuan penggilingan (grinding) ini adalah meningkatkan luas permukaan

daging untuk membantu ekstraksi protein. Daging ditutupi oleh lapisan jaringan

penghubung epimysium. Ketika lapisan ini masih utuh maka hanya sedikit protein

yang terekstrak, bahkan tidak ada sama sekali. Oleh karena itu perlu dilakukan

proses pengecilan ukuran dengan grinder atau chopper. Dengan demikian lapisan

epimysium rusak dan memudahkan ekstraksi protein. Tahap ini sangat penting

karena jika tidak ada protein yang terekstrak, maka serpihan daging tidak dapat

saling berikatan selama proses pemasakan dan menghasilkan produk dengan

tekstur yang tidak kuat (Owens, 2001).

Pada proses penggilingan juga ditambahkan garam, STPP, es batu,

maizena dan bumbu-bumbu. Penambahan garam dalam pembuatan nugget ini

tidak hanya penting untuk melarutkan protein terutama miosin dari daging, namun

juga untuk meningkatkan daya ikat air sehingga terbentuk produk nugget dengan

tekstur yang baik. Penambahan maizena juga dilakukan karena maizena memiliki

sifat khas yang digunakan pada pembuatan nugget agar terbentuk tekstur nugget

yang kompak dan padat serta berfungsi sebagai pengikat adonan. Sedangkan

Sodium tripolifosfat (STPP) ditambahkan untuk membantu kerja garam dalam

mengekstrak protein, mempertahankan produk tetap juicy dan membantu

menghambat reaksi oksidasi lemak penyebab ketengikan. Bumbu berupa bawang

merah dan awing putih ditambahkan bertujuan untuk meningkatkan cita rasa

chicken nugget.

Setelah terbentuk adonan ckicken nugget, adonan dimasukkan ke dalam

loyang dengan permukaan luas. kemudian nugget yang ada pada Loyang tersebut

Page 8: Pembahasan Nugget

diberi dua perlakuan yaitu pada beberpa Loyang dilakukan proses pengykusan dan

pada Loyang lain akan di letakkan pada suhu rendah di dalam freezer.

Porses pengukusan dilakukan selama 10-15 menit. Pengukusan

dimaksudkan supaya adonan matang sebelum nanti disimpan untuk diawetkan.

Pengukusan bertujuan untuk menyatukan komponen adonan, memantapkan warna

dan menonaktifkan mikroba (Koswara, 1995). Selain itu Pengukusan berfungsi

untuk menginaktifkan enzim yang akan menyebabkan perubahan warna, cita rasa

atau nilai gizi yang tidak dikehendaki selama penyimpanan. Tujuan utama

pengukusan adalah mengurangi kadar air dalam bahan baku sehingga tekstur

bahan menjadi kompak (Harris dan Karmas, 1989). Pada pembuatan nugget,

pengukusan dilakukan agar terjadi proses gelatinisasi. Gelatinisasi merupakan

peristiwa pengembangan granula pati sehingga granula tersebut tidak dapat

kembali seperti keadaan semula (Winarno, 1997). Mekanisasi gelatinisasi, diawali

oleh granula pati akan menyerap air yang memecah kristal amilosa dan

memutuskan ikatan–ikatan struktur heliks dari molekul tersebut. Penambahan air

dan pemanasan akan menyebabkan amilosa berdifusi keluar granula, sehingga

granula tersebut hanya mengandung sebagian amilopektin dan akan pecah

membentuk suatu matriks dengan amilosa yang disebut gel (Winarno, 1997)

Jika proses pengukusan hanya memerlukan waktu 15 menit maka Proses

pendinginan pada freezer dilakukan selama 2 jam. Proses pendinginan ini

bertujuan agar bumbu-bumbu yang telah ditambahkan tadi mersap ke dalam

adonan. Selain itu, untuk mempermudah proses pencetakan karena Perubahan air

menjadi es akibat proses pembekuan akan mengakibtakan tekstur adonan menjadi

lebih keras sehingga akan lebih mudah untuk dicetak. (Sarastani, 2010). Selain itu

menurut fellows 2000, Proses pembekuan bertujuan untuk mengurangi atau

menghentikan sama sekali aktivitas penyebab pembusukan.

Setalah 2 jam dibekukan, adonan nugget yang beku dicetak dan dibentuk

sesuai kebutuhan. Setelah dicetak, adonan nugget dicoating. Menurut Fellows

(2000), pelapis atau coating dapat digunakan untuk melindungi produk dari

dehidrasi selama pemasakan dan penyimpanan. Pelapisan adonan (coating)

biasanya dilakukan dalam tiga tahap. Pada tahap pertama (predust), potongan

adonan dibalur dengan tepung terigu secara tipis dan merata untuk membantu

Page 9: Pembahasan Nugget

penempelan adonan batter ke permukaan adonan. selanjutnya, potongan adonan

dicelupkan dalam adonan batter yang terdiri dari tepung terigu, maizena, susu

skim, dan air untuk membuat permukaan menjadi lebih basah dan lengket

sehingga tepung roti (breader) yang dilapiskan pada bagian luar atau akhir dapat

melekat dengan baik. Pelapis kering digunakan tepung roti atau tepung panir

(bread crumb) yang ditaburkan setelah produk diberi lapisan batter. . Pelumuran

tepung roti (breading) merupakan bagian yang paling penting dalam proses

pembuatan produk pangan beku dan industri pangan yang lain. Breading adalah

tepung dari crumb roti atau cracker dalam bentuk kering untuk memberi tekstur

pelapis yang kasar, digunakan sebagai batter. Pelapisan ini dapat memberi rasa

crispy. Penambahan ini bertujuan untuk menambah cita rasa serta menjaga

agar nugget tidak mengalami perubahan bentuk atau tidak lengket apabila

dikemas bersama nugget yang lain (Amertaningtyas, 2000). 

Fungsi utama batter dan breader adalah memperbaiki penampakan dan

memberi karakteristik rasa produk, seperti kerenyahan tekstur maupun warna

yang menarik. Batter dan breader juga dapat meningkatkan nilai gizi dari suatu

produk pangan dan menambah kenikmatan ketika mengkonsumsi produk tersebut.

Selain itu, batter dan breader bertindak dalam menjaga kelembaban produk

pangan (Suderman dan Cunningham, 1983)

Semua tahap pelapisan tersebut bukan merupakan prosedur baku, proses

pelapidan dapat dilakukan berulang kali sesuai dengan ketebalan yang diinginkan.

Teknik pelapisan akan sangat mempengaruhi mutu produk. Teknik yang salah

menyebabkan tepung tidak melekat dengan baik dan mudah lepas saat

penggorengan. 

Setelah proses coating selesai, chicken nugget digoreng. Menurut Ketaren

(1986), penggorengan adalah unit operasi yang secara umum digunakan untuk

meningkatkan eating quality dari suatu bahan pangan. Menurut Ketaren (1986),

penggorengan yang dilakukan pada pembuatan nugget menggunakan teknik

penggorengan terendam seluruhnya (deep fat frying).

Penggorengan awal (pre-frying) adalah langkah yang terpenting dalam

proses aplikasi batter dan breading. Tujuan penggorengan awal adalah untuk

menempelkan perekat tepung pada produk sehingga dapat diproses lebih lanjut

Page 10: Pembahasan Nugget

dengan pembekuan selanjutnya didistribusikan kepada konsumen. Penggorengan

awal akan memberikan warna pada produk, membentuk kerak pada produk

setelah digoreng, memberikan penampakan goreng pada produk serta

berkontribusi terhadap rasa produk (Fellows, 2000). Penggorengan awal

dilakukan dengan menggunakan minyak mendidih (180oC-195°C) sampai

setengah matang. Suhu penggorengan jika terlalu rendah, pelapis produk menjadi

kurang matang. Jika suhu terlalu tinggi, pelapis produk akan berwarna gelap dan

gosong. Waktu untuk penggorengan awal adalah sekitar 30 detik. Penggorengan

awal dilakukan karena penggorengan pada produk akhir hanya berlangsung

sekitar 4 menit, atau tergantung pada ketebalan dan ukuran produk (Tanoto, 1994

dalam Tritian, 2011). Menurut Jamaludin dkk. (2008) dalam Tritian (2011),

selama proses penggorengan terjadi secara simultan perpindahan panas dan

massa.

Dengan penggorengan awal atau pre frying menyebkan nugget masih

setengah matang sehingga nugget dapat disimpanan di suhu freezer. Chicken

nugget dibekukan merupakan tahap precooked, dimana pangan olahan seperti ini

termasuk salah satu makanan ready to cook. Maka ketika akan mengkonsumsinya

konsumen dapat menggorengnya kapanpun.

Uji Hedonik

Setelah pembuatan chicken nugget, maka dilakukan pengujian terhadap

produk coated ini dengan uji hedonik berdasarkan parameter aroma, rasa, warna,

pick up, blow off, crispyness dan daya lekat. Penilaian terhadap tingkat kesukaan

tersebut dilakukan dengan uji peringkat dimana terdapat 3 produk nugget yang

diberi perlakuan pengukusan dan 3 perlakuan disimpan di freezer. Masing-masing

produk tersbut diberikan peringkat1-3 dimana yang mendapat nilai akhir terkecil

memiliki tingkaat kesukaan tertinggi.

Menurut Gusfahmi (2011), uji hedonik merupakan suatu kegiatan

pengujian yang dilakukan oleh seorang atau beberapa orang panelis dengan tujuan

untuk mengetahui tingkat kesukaan atau ketidaksukaan konsumen tersebut

terhadap suatu produk tertentu.

1. Warna

Page 11: Pembahasan Nugget

Berdasarkan hasil uji hedonik terhadap 18 panelis, warna yang paling disukai

adalah warna chicken nugget berkode 527 untuk perlakuan pengukusan serta

kode 425 untuk perlakuan freezer dengan skor masing-masing 33 dan 31. Warna

yang menarik akan meningkatkan penerimaan produk. Pada saat pemasakan

warna bahan atau produk pangan dapat berubah. Hal ini dapat disebabkan oleh

hilangnya sebagian pigmen akibat pelepasan cairan sel pada saat pemasakan atau

pengolahan, intensitas warna semakin menurun (Elviera, 1988 dalam Panjaitan,

2006).

Alasan perbedaan warna yang ditimbulkan ini yaitu lamanya proses

penggorengan dan suhu yang digunakan sangat berpengaruh terhadap

keseragaman warna yang ditimbulkan. Tingginya suhu minyak yang digunakan

akan menyebabkan nugget semakin cepat matang, namun kematangan tersebut

hanya terlihat pada bagian luar produk (casing) sedangkan bagian dagingnya

belum matang. Hal inilah yang biasa disebut case hardering. Oleh karena itu,

diperlukan kesesuaian antara penggunaan panas dan lama waktu menggoreng.

Titdak hanya suhu pada minyak goreng yang mempengaruhi warna produk, suhu

adonan juga berpengaruh terhadap pencoklatan nugget saat digoreng. Apabila

protein pada tepung bereaksi dengan gula pereduksi akan menyebabkan terjadinya

reaksi browning atau pencoklatan (Astriani dkk., 2013).

Untuk mendapatkan Keseragaman terutama dari warna permukaan

Pengendalian warna perlu dilakukan dengan mengontrol suhu dan waktu

penggorengan (suhu dan waktu tidak boleh terlalu jauh diatas suhu optimal),

penggunaan minyak goreng dengan mutu yang baik (minyak yang sudah dipakai

berulang-ulang kali akan bewarna gelap dan menyebabkan produk gorengan juga

akan bewarna gelap), serta pengontrolan komponen atau bahan-bahan yang

ditambahkan kedalam formula untuk breading (misalnya, penggunaan gula akan

menyebabkan warna produk menjadi lebih gelap) (Soekarto, 1985).

2. Aroma

Berdasarkan hasil pengujian organoleptik, didapatkan aroma nugget yang

paling disukai adalah nugget berkode 173 pada perlakuan pengukusan dan kode

213 pada perlakuan freezer dengan skor masing masing yaitu 33 dan 32. Aroma

yang ditimbulkan pada produk nugget merupakan pengaruh dari pemakain

Page 12: Pembahasan Nugget

bumbu-bumbu yang ditambahkan ketika proses penggilingan adonan. Bumbu-

bumbu tambahan seperti gula, garam, bawang putih memiliki pengaruh tersendiri

terhadap timbulnya aroma chicken nugget. Pemberian gula dapat mempengaruhi

aroma dan tekstur daging serta mampu menetralisir garam yang berlebihan.

Bawang putih (Allium sativum L.) berfungsi sebagai penambah aroma serta

meningkatkan cita rasa produk. Bumbu-bumbu tersebut dapat mengeluarkan

senyawa volatil yang ada pada bahan sehingga dapat timbul aroma.

3. Crispyness

Crispyness atau kerenyahan tekstur merupakan komponen utama dari suatu

produk dan merupakan kriteria tambahan dalam menilai suatu produk pangan

yang banyak melibatkan indra pengecap yaitu lidah. (Winarno, 1992). Crispyness

atau tekstur merupakan salah satu pengujian penting, karena tekstur pada produk

pangan dipengaruhi oleh berbagai bahan yang digunakan, komposisi penggunaan,

hingga lamanya proses pemasakan atau pengadukan. Chicken nugget dengan

tekstur yang baik seharusnya tidak keras, renyah pada bagian permukaan namun

lembut pada bagian dagingnya.

Berdasarkan penilaian yang telah dilakukan, menurut 18 panelis tekstur

nugget yang paling disukai adalah chicken nugget berkode 173 pada proses

pengukusan serta kode 213 pada prodes freexer dengan skor masing-masing 33

dan 30. Bahan pelapis yang digunakan juga kemungkinan dapat mempengaruhi

tekstur nugget. Owens (2001) dalam Permadi (2012), menyatakan faktor yang

mempengaruhi tekstur nugget adalah penggunaan tepung roti pada saat pelapisan

adonan (breading). Ukuran butiran tepung roti yang digunakan akan berpengaruh

terhadap kekasaran tekstur nugget yang dihasilkan. Tepung roti dengan butiran

yang besar akan menghasilkan nugget dengan tekstur yang kasar dan tidak

seragam, sedangkan tepung roti dengan butiran lembut akan menghasilkan tekstur

yang lembut pada nugget. Hal ini disebabkan karena butiran yang menempel pada

adonan nugget akan lebih merata, sehingga seluruh permukaan nugget dapat

tertutup sempurna. Tekstur nugget yang lembek akan kurang disukai

konsumen.Sebaliknya, tekstur yang agak kasar dapat diperoleh dengan

penggunaan tepung roti yang mempunyai butiran agak besar. Permukaan yang

Page 13: Pembahasan Nugget

halus dari nugget bukan merupakan karakteristik yang diharapkan oleh konsumen

(Herawati, 2008 dalam Permadi, 2012).

Seliain karakteristik bahan pelapis, Ketebalan dari bahan pelapis yagn

digunakan juga akan berpengaruh terhadap produk ketika dikonsumsi.

Penggunaan bahan pelapis yang terlalu tebal akan membuat tekstur lebih keras,

karena tebalnya bahan pelapis yang digunakan akan membuat proses

penggorengan lebih lama maka bahan pelapis yang sebagian besar terdiri dari

tepung akan terasa keras ketika digoreng.

4. Rasa

Berdasarkan hasil pengujian organoleptik, didapatkan rasa nugget yang paling

disukai adalah nugget berkode 527 pada perlakuan pengukusan dan kode 213 pada

perlakuan freezer dengan skor masing masing yaitu 34. Parameter rasa tentu saja

dipengaruhi oleh bumbu-bumbu yang ditambahkan. Praktikan diberi kebebasan

dalam memberikan bumbu, maka pemakaian porsi bumbu satu dan lainnya sangat

mempengaruhi rasa yang dihasilkan. Bumbu-bumbu seperti gula, garam, merica

sangat berpengaruh terhadap rasa. Jika pemakaian dalam porsi yang berlebih

maka rasa yagn ditimbulkan tidak akan konsisten, sedangkan jika pemakaian

dalam porsi yang sedikit maka rasa yang timbulkan sangat lemah atau tidak terasa.

Selain itu, Penggunaan garam dianjurkan tidak terlalu banyak karena akan

menyebabkan terjadinya penggumpalan atau salting out dan rasa produk menjadi

asin.. Pemakaian gula dapat mempengaruhi citarasa yaitu menambah rasa manis,

kelezatan, mempengaruhi aroma, dan tekstur daging serta mampu menetralisir

rasa dari garam yang berlebihan (Buckle dkk., 1987 dalam Setyowati, 2002).

Rasa chicken nugget tidak hanya dipengaruhi oleh bumbu yang digunakan,

tetapi juga pada penggunaan bahan baku daging ayam yang digunakan, bahan

baku daging ayam lebih familiar di lidah masyarakat Indonesia sehingga

penerimaan rasa ayam lebih mudah diterima walaupun produk yang disajikan

bervariasi.

Rasa pada chicken nugget juga dipengaruhi oleh proses pemasakan. Menurut

Winarno (2004) rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, suhu,

konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa lain yaitu komponen rasa primer.

Akibat yang ditimbulkan mungkin peningkatan intensitas rasa atau penurunan

Page 14: Pembahasan Nugget

intensitas rasa (test compensation). Minyak goreng merupakan sumber lemak

(lemak pada pada suhu ruang) yang ditambahkan ke dalam mie. Penambahan

lemak berfungsi untuk menambah kolesterol serta memperbaiki cita rasa dari

bahan pangan. 

5. Pick-Up

Pick-Up merupakan istilah untuk menyatakan komposisi antara bahan pelapis

dengan daging chicken nugget. Berdasarkan hasil pengujian organoleptik,

didapatkan rasa Pick-Up yang paling disukai adalah nugget berkode 173 pada

perlakuan pengukusan dan kode 435 pada perlakuan freezer dengan skor masing

masing yaitu 31 dan 34. Pemakaian bahan pelapis yang lebih tebal akan membuat

potongan chicken nugget semakin besar dan begitu sebaliknya. Teknik pelapisan

bahan yang dilakukan secara manual membutuhkan konsistensi dalam

melapisinya, sehingga akan terlihat keseragaman pick-up dari semua chicken

nugget.

Pick-up adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan jumlah batter dan

breader yang menempel pada permukaan nugget. Besarnya nilai pick-up

ditentukan oleh tebalnya lapisan yang menempel pada nugget. Proses pick-up

terdiri dari tiga macam, yaitu pick-up predust, pick up batter dan pick up breader.

Menurut Syamsir (2010) dalam Budi (2012), salah satu yang harus

diperhatikan pada mutu produk nugget adalah kondisi pick-up. Besarnya nilai

pick-up yang terlalu tinggi atau rendah tergantung pada lapisan coating (terlalu

kental atau terlalu encer). Jumlah pick-up breader pada nugget yang

menggunakan batter kental lebih besar dari pada jumlah pick-up breader jika

menggunakan batter yang encer. Breader yang kasar akan menghasilkan pick-up

yang lebih baik jika dibandingkan breader yang halus. Ukuran breader juga

mempengaruhi tekstur nugget. Breader yang halus menghasilkan tekstur yang

lembut sedangkan breader yang kasar akan menghasilkan tekstur yang renyah

(Owens, 2001).

6. Daya Lekat

Pengujian mengenai parameter daya lekat merupakan pengujian terhadap

kelekatan antara bahan pelapis dengan bahan pengisi (daging). Berdasarkan hasil

pengujian organoleptik, didapatkan daya lekat yang paling disukai adalah nugget

Page 15: Pembahasan Nugget

berkode 312 pada perlakuan pengukusan dan kode 632 pada perlakuan freezer

dengan skor masing masing yaitu 29. Daya lekat yang baik pada chicken nugget

adalah tidak mudah terlepas antara bahan pelapis dengan daging sehingga akan

menjadi suatu kesatuan ketika dikonsumsi. Pemilihan jenis protein yang

ditambahkan di dalam breader akan mempengaruhi baik tidaknya penempelan

lapisan coating ke bahan utama. Kondisi daya lekat juga dipengaruhi oleh

pelapisan tepung panir atau breader. Apabila tepung roti memiliki partikel yang

halus maka daya rekat dari adonan chicken nugget akan semakin kuat.

Daya lekat pada produk dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor tersebut

adalah dari adonan lapisan permukaan, suhu dan waktu penggorengan. Jika waktu

dan suhu pada saat penggorengan sesuai maka akan menghasilkan adhesi (daya

lekat) yang baik. Suhu optimal saat penggorengan yaitu 180oC selam 3-4 menit.

Adhesi (daya lekat) antara bahan utama dengan lapisan coating.

7. Blow-off

Blow-off merupakan pembentukan rongga antara lapisan coating dengan

bahan utama. Berdasarkan hasil pengujian organoleptik, didapatkan Blow-off

yang paling disukai adalah nugget berkode 312 pada perlakuan pengukusan dan

kode 425 pada perlakuan freezer dengan skor masing masing yaitu 27 dan 28.

menurut Syamsir (2012) pembentukan rongga yang tidak baik disebabkan

karena penggunaan batter yang terlalu kental yang mengakibatkan bagian

permukaan nugget mengalami pengerasan selama penggorengan berlangsung

sehingga uap air dalam bahan utama tidak bisa dilepas ke permukaan produk

tetapi lepas di antara bahan utama dan lapisan coating. Cara mengatasi agar

pembentukan rongga terbentuk dengan baik yaitu dengan mengatur viskositas

batter, mengatur ketebalam batter yang menempel di permukaan bahan utama,

menggunakan predust dengan ukuran partikel medium untuk membentuk lapisan

coating yang lebih porous sehingga uap air bisa lebih cepat diuapkan selama

penggorengan. Blow-off juga disebabkan oleh kondisi proses pembekuan. Proses

pembekuan lambat menyebabkan blow-off produk menjadi meningkat.  

Hasil pengamatan

Pengamatan yang dilakukan yaitu pengamatan produk nugget yang

disimpanan di suhu ruang dan di suhu freezer selama 3 minggu. Dari hasil

Page 16: Pembahasan Nugget

tersebut dapat dilihat bahwa produk nugget yang disimpan telah mengalamai

kerusakan pada minggu kedua pada ke enam produk nugget tersebut sedangkan

pada produk nugget yang di simpan pada suhu freezer 4 produk tidak megalami

kerusakan sampai minggu ketiga, hanya dua produk yang mengalami penurunan

mutu yaitu pada rasa, aroma dan testur sedangkan penampakan pada semua

produk sampai mingu ke empat tidak mengalami kerusakan.

Menurut Ir. Ahmad Sulaeman, M.S., Ph.D., dosen Jurusan Gizi

Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian IPB, Bogor dalam

artikel tabloid online nova tahun 2011 menyatakan Sebenarnya, Daya tahan

makanan beku, semisal chicken nugget, bila terus disimpan pada suhu beku atau

disimpan dalam freezer bisa tahan sekitar 1-3 bulan. Dan apabila suhu freezer

diset serendah mungkin, misalnya sampai di bawah -18oC, maka produk seperti

chicken nugget akan tahan lebih dari 3 bulan. Sedangkan Bila disimpan dalam

refrigerator (ruang utama dalam kulkas), makanan beku hanya tahan selama 1 2

hari. Pada suhu yang lebih tinggi, masa simpan makanan secara dramatis akan

turun.

Tetapi Mesikupun suhu freezer di bawah-18c dapat terjadi kemungkinan

kerusakan jika produk nugget disimpan selama lebih dari 6 bulan. Resio

kerusakan yaitu dehidrasi produk dan terjadinya ketengikan produk karena reaksi

oksidasi lemak.   Dehidrasi produk bisa dicegah dengan menggunakan kemasan

yang memiliki integritas yang baik (tidak mudah rusak) pada suhu beku dengan

sifat barrier yang baik terhadap uap air. Ketengikan bisa direduksi dengan

menggunakan minyak goreng bermutu baik yang mengandung antioksidan

(misalnya vitamin E) dan menggunakan kemasan dengan atmosfir yang

dimodifikasi (modified atmosphere packaging, MAP).  Pada kemasan MAP,

oksigen yang merupakan katalisator oksidasi lemak penyebab ketengikan akan

dieliminasi dan digantikan dengan gas nitrogen, CO2 atau kondisi vakum sebelum

kemasan ditutup. 

Setiap bahan pangan mempunyai suhu yang optimum untuk

berlangsungnya proses metabolisme secara normal. Suhu penyimpanan yang lebih

tinggi dari suhu optimum akan mempercepat terjadinya proses pembusukan. Suhu

Page 17: Pembahasan Nugget

rendah di atas suhu pembekuan dan di bawah 15 C efektif dalam mengurangi laju

metabolisme. Suhu seperti ini diketahui sangat berguna untuk pengawetan jangka

pendek. Setiap penurunan suhu 80 C menyebabkan laju metabolisme akan

berkurang setengahnya. Penyimpanan bahan pangan pada suhu sekitar -20 C

sampai -100 C diharapkan dapat memperpanjang masa simpan bahan pangan. Hal

ini disebabkan suhu rendah dapat memperlambat aktivitas metabolisme dan

menghambat pertumbuhan mikroba. Selain itu, juga mencegah terjadinya

reaksireaksi kimia dan hilangnya kadar air dari bahan pangan (Muchtadi, 1993).

Perubahan kimiawi produk makanan selama pembekuan dan penyimpanan dingin

dapat dipertahankan sampai batas minimum, maka mutu makanan beku dapat

dipertahankan dalam jangka waktu yang lama (Eddy, 1989).

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan proses

pembuatan coated product (nugget) terdiri dari pengecilan ukuran hingga

pencampuran menjadi adonan, setelah itu dilakukan perlakuan pengukusan

ataupun pembekuan dalam freezer, kemudian dilapisi dengan coating yang terdiri

dari tiga lapis yaitu predust, breeder, dan bread crum dan digoreng setengah

matang agar dapat disimpan. titik kritis yang harus diperhatikan dalam pembuatan

nugget adalah suhu daging dan adonan. Jika suhu selama proses terlalu tinggi

maka akan membuat adonan nugget menjadi lembek. formula yang ditambahkan

serta teknik pengolahan yang digunakan harus diperhatikan seperti Penambahan

bahan pengisi yang harus sesuai dengan perbandingan daging. Selain itu,

penggunaan bahan pelapis batter yang tidak melapisi daging secara keseluruhan

maka akan mempengaruhi sifat pick-up yang semakin kecil serta daya lekat yang

kurang sehingga sifat blow-off yang tidak diinginkan akan terbentuk pada produk

coated.. Berdasarkan perbedaan perlakuan seteleh di pencampuran yaitu

penyimpanan di dalam freezer dan pengukusan didapat sedikit perbedaan apda

mutu produk nugget yang dihasilkan yaitu nugget yang disiman dalam freezer

selama 2 jam mempunyai kesan lebih juicy dan tingkat bow-off yang rendah, daya

lekat dan pick-up yang lebih baik dibanding dengn perlakuan pengukusan.

4.2 Saran

Page 18: Pembahasan Nugget

Saran terhadap praktikum Proses Pembuatan produk nugget ini, sebaiknya

diperhatikan Formula bahan yang akan digunakan dibuat dengan kombinasi yang

tepat agar dihasilkan produk yang bermutu tinggi. Selain itu, segala titik kritis

yang menentukan akhir produk diperhatikan. padaa pengujian organoleptik,

semua panelis diharapkan memberikan penilaian yang objektif sehingga hasil

yang didapatkan akan tepat sesuai dengan penialiannya.

DAFTAR PUSTAKA

Amertaningtyas, 2003. Peran Bawang Putih dan Bawang Merah dalam

Meningkatkan Kualitas Daging Ayam Pedaging. Surabaya: Universitas

Airlangga

Anonim. 2010. (Artikel online) dapat diakses pada :

http://tabloidnova.com/Tips/Tips-Menjaga-Kualitas-Makanan-Beku

Astawan, M. 2005. Proses UHT: Upaya Penyelamatan Gizi. Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta

Astriani, dkk. 2013. Pengaruh Berbagai Filler (Bahan Pengisi) Terhadap Sifat

Organoleptik Beef Nugget [jurnal]. Semarang: Animal Agriculture Journal,

Vol. 2. No. 1, 2013, p 247 – 252.

Aswar. 1995. Pembuatan Fish Nugget dan Ikan Nila Merah. Bogor: Institut

Pertanian Bogor

Badan Standardisasi Nasional. 2002. Nugget Ayam. Jakarta: SNI 01-6683, Badan Standardisasi Nasional.

Bintoro. 2008. Teknologi Pengolahan Daging dan Analisis Produk. Semarang: Universitas Diponegoro.

Budi. 2012. Aspek Produksi Nugget. http://repository.ipb.ac.id [12 Maret 2013]

dAVIS. 1983. Food Oils and Their Uses. Connecticut: The Avi Publ. Co., Inc.Elingosa, T. 1994. Pembuatan Fish Nugget dari Ikan Tenggiri. Skripsi. Jurusan

Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut

Pertanian Bogor, Bogor.

Forrest. 2000. Principle of Meat Science. San Fransisco: W. H. Freeman.Gusfahmi. 2011. Uji Hedonik. http://achmadgusfahmi.blogspot.com [9 Maret

2013]

Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta. UI – Press.

Kramlich. 1973. Sausage Product. Di dalam J.F. Price dan B.S. Schewiger (eds). The Science of Meat and Meat Product. San Fransisco: W.H. Freeman and Co.

Page 19: Pembahasan Nugget

Muchtadi dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor: PAU Pangan dan Gizi, IPB.

Owens. 2001. Coated Poultry Products. Di dalam: Sam, A. R. Poultry MeatPalungkun dan Budiarti. 1992. Bawang Putih Dataran Rendah. Jakarta: Penebar

Swadaya.

Panjaitan. 2006. Sifat fisik, kimia, dan palatabilitas bakso daging kerbau dengan menggunakan bagian daging dan taraf tepung tapioka yang berbeda

[skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.Permadi, dkk. 2012. Kadar serat, sifat organoleptik, dan rendemen nugget ayam yang disubstitusi dengan jamur tiram putih (Plerotus ostreatus)[jurnal]. Semarang: Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan Vol. 1 No. 4.

Processing. London: CRC Press.Program Diploma IPB : Bogor

Sarastani, Dewi. 2010. Penuntun Paktikum Analisis Organoleptik. Direktorat

Setyowati. 2002. Sifat fisik, kima, dan palatabilitas nugget kelinci, sapi, dan ayam yang menggunakan berbagai tingkat konsentrasi tepung maizena [skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Soekarto S.T. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil

Pertanian. Jakarta: Bhratara Karya Aksara.

Suderman dan Cunninghan. 1983. Batter and Breading Technology. Connecticut: AVI Publishing Company.

Syamsir. 2012. Mutu Produk Nugget dan Parameter.

http://ilmupangan.blogspot.com . [19 Maret 2013]

Tritian. 2011. Pengolahan Nugget. http://digilib.unimus.ac.id [11 Maret 2013]

Wilson, dkk. 1981. Meat and Meat Product. London: Applied Science.Winarno. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama