pdf observasi febris dan vomiting.pdf

53
LAPORAN STUDI KASUS STASE ANAK RUMAH SAKIT ISLAM MALANG UPAYA PENDEKATAN KEDOKTERAN KELUARGA TERHADAP An.R DALAM MENANGANI KELUHAN PADA SALURAN PENCERNAAN Disusun untuk Memenuhi Tugas Clerkship Oleh: Mytta Putri Utami (209.121.0043) Pembimbing: dr. H. Faisol Taufiqi KEPANITERAAN KLINIK MADYA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG 2013

Upload: mytta-putri-utami

Post on 29-Nov-2015

1.775 views

Category:

Documents


39 download

DESCRIPTION

Muntah pada bayi dan anak merupakan gejala yang sering ditemukan dan seringkali merupakan gejala awal dari berbagai macam penyakit infeksi, misalnya faringitis, otitis media, pneumonia, infeksi saluran kencing, bila disertai adanya gejala panas badan. Muntah dapat juga merupakan gejala awal dari berbagai macam kelainan seperti peningkatan tekanan intrakranial. Muntah secara klinis merupakan hal penting sebab muntah yang berkepanjangan atau persisten akan mengakibatkan gangguan metabolisme.1

TRANSCRIPT

LAPORAN STUDI KASUS STASE ANAK

RUMAH SAKIT ISLAM MALANG

UPAYA PENDEKATAN KEDOKTERAN KELUARGA TERHADAP An.R

DALAM MENANGANI KELUHAN PADA SALURAN PENCERNAAN

Disusun untuk Memenuhi Tugas Clerkship

Oleh:

Mytta Putri Utami (209.121.0043)

Pembimbing:

dr. H. Faisol Taufiqi

KEPANITERAAN KLINIK MADYA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG

2013

2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah,

serta inayah-Nya kepada penyusun sehingga Laporan Studi Kasus Stase Anak ini

dapat diselesaikan sesuai dengan rencana yang diharapkan.

Tujuan penyusunan laporan ini adalah sebagai ujian kasus guna memenuhi

tugas Clerkship serta melatih keterampilan klinis dan komunikasi dalam

menangani kasus kedokteran keluarga secara holistik dan komprehensif.

Penyusun menyadari bahwa laporan makalah ini belum sempurna. Untuk

itu, saran dan kritik dari para dosen dan pembaca sangat diharapkan demi

perbaikan laporan ini. Atas saran dan kritik dosen dan pembaca, penyusun

ucapkan terima kasih.

Semoga Laporan Studi Kasus ini bermanfaat bagi dosen, penyusun,

pembaca serta rekan-rekan lain yang membutuhkan demi kemajuan ilmu

pengetahuan khususnya di bidang kedokteran.

Penyusun

Mytta Putri Utami

3

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ................................................................................... 2

DAFTAR ISI .................................................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .............................................................................. 4

1.2 Tujuan ........................................................................................... 5

1.3 Manfaat ......................................................................................... 5

BAB II LAPORAN KASUS

2.1 Anamnesa .................................................................................... 6

2.2 Pemeriksaan fisik ........................................................................... 9

2.3 Pemeriksaan penunjang .................................................................. 11

2.4 Flow sheet ...................................................................................... 14

2.5 Diagnosa Holistik ........................................................................... 15

BAB III IDENTIKASI FUNGSI KELUARGA

BAB IV TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi dan Fisiologi ................................................................... 28

3.2 Patofisiologi .................................................................................. 39

BAB V PEMBAHASAN

4.1 Dasar Penegakan Diagnosa ............................................................ 45

4.3 Dasar Rencana Penatalaksanaan .................................................... 48

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan holistik ...................................................................... 51

6.2 Saran komprehensif ........................................................................ 51

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 53

4

LAPORAN STUDI KASUS STASE ANAK

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Muntah pada bayi dan anak merupakan gejala yang sering ditemukan

dan seringkali merupakan gejala awal dari berbagai macam penyakit infeksi,

misalnya faringitis, otitis media, pneumonia, infeksi saluran kencing, bila disertai

adanya gejala panas badan. Muntah dapat juga merupakan gejala awal dari

berbagai macam kelainan seperti peningkatan tekanan intrakranial. Muntah secara

klinis merupakan hal penting sebab muntah yang berkepanjangan atau persisten

akan mengakibatkan gangguan metabolisme.1

Muntah pada anak merupakan keadaan yang cukup merisaukan orang tua dan

mendorong mereka sesegera mungkin mencari pertolongan untuk mengatasinya.

Secara medis muntah dapat merupakan manifestasi berbagai penyakit yang

berbahaya, baik gastrointestinal maupun di luar gastrointestinal, juga dapat

menimbulkan berbagai akibat yang serius seperti perdarahan lambung, dehidrasi,

gangguan ingesti makanan, gangguan keseimbangan elektrolit seperti

hipokalemia, hiponatremia, alkalosis dan hipokloremia, gagal tumbuh kembang

dan bila muntah terus berulang dapat menimbulkan komplikasi Mallory-Weiss

tear of the gastro-esophageal epithelial junction dan robekan esophagus

(sindroma Boerhave).2

Pada bayi kecil dan sangat muda atau mengalami keterlambatan

mental, muntah dapat membahayakan karena terjadinya aspirasi, oleh karena

adanya koordinasi neuromuskuler yang belum sempurna. Untuk mencegah hal

tersebut posisi bayi dapat dimiringkan atau tengkurap dan bukannya terlentang.

Umur merupakan hal penting yang berkaitan dengan muntah. Pada periode

neonatal terjadinya spitting atauregurgitasi sejumlah kecil isi lambung masih

dalam batas kewajaran dan bukan merupakan keadaan yang patologis di mana

masih terjadi kenaikan berat yang normal.1

5

Dapat ditarik kesimpulan bahwa muntah bukan merupakan penyakit, namun

sebuh gejala dari penyakit yang harus dicari. Muntah dapat mengancam nyawa

penderita jika tidak mendapatkan pertolongan yang tepat.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis mengangkat kasus ini

sebagai pembelajaran dalam upaya pendekatan kedokteran keluarga terhadap

penanganan permasalahan muntah pada An.R.

1.2 TUJUAN

Tujuan penyusunan laporan ini adalah untuk melatih keterampilan

berkomunikasi mahasiswa dalam berhadapan langsung dengan pasien, guna

mencari informasi sebanyak-banyaknya yang berhubungan dengan penyakit

pasien untuk menunjang diagnosis kasus penyakit dalam, khususnya gangguan

saluran pencernaan (muntah) yang terjadi pada An.R, dengan upaya pendekatan

kedokteran keluarga yang bersifat holistik dan komprehensif.

1.3 MANFAAT

1. Manfaat Keilmuan

- Diharapkan makalah ini dapat memberikan tambahan ilmu

pengetahuan tentang gangguan saluran pencernaan (muntah) antara

lain penyebab, patofisiologi, gejala dan tanda, bahaya dan komplikasi,

serta penanganannya.

2. Manfaat Praktis

- Diharapkan dapat memberikan tambahan literatur dalam menghadapi

kasus gangguan saluran pencernaan (muntah).

- Sebagai media pembelajaran dan evaluasi terhadap aspek kedokteran

keluarga dalam penanganan serta pencegahan kasus gangguan saluran

pencernaan (muntah)

6

LAPORAN STUDI KASUS STASE ANAK

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS

2.1.1 Identitas Pasien

Nama : An.R

Umur : 8 bulan

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Jl. Tegal Waru kecamatan Dau, Malang

Agama : Islam

Suku : Jawa

Tanggal MRS : 13-16 Oktober 2013

No. RM : 15-82-61

2.1.1 Identitas orangtua

Identitas ayah

Nama ayah : Tn.G

Umur : 32 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Petani

Pendidikan : SMP

Agama : Islam

Alamat : Jl. Tegal Waru kecamatan Dau, Malang

Status Pernikahan : menikah

Suku : Jawa

Identitas ibu

Nama ibu : Ny.S

Umur : 30 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Petani

Pendidikan : SD

7

Agama : Islam

Alamat : Jl. Tegal Waru kecamatan Dau, Malang

Status Pernikahan : menikah

Suku : Jawa

1. Keluhan Utama : Muntah-muntah sejak 3 hari yang lalu sebanyak 14 kali

Harapan : Muntahnya berhenti dan panasnya turun, sehingga bisa

kembali sehat

Kekhawatiran : Sakitnya bertambah parah

2. Riwayat Penyakit Sekarang

An.R, 8 bulan datang dengan keluhan muntah-muntah sejak 3 hari yang lalu

(Kamis, 10 Oktober 2013) dan tercatat 14 kali muntah pada tanggal 10 Oktober

2013. Muntah yang dialami pasien terjadi ketika pasien diberikan susu

tambahan (bukan ASI) dan obat-obatan namun tidak muntah ketika diberikan

makanan tambahan (bubur). Muntah menyembur, dengan muntahan berbentuk

susu dan sebelum dimuntahkan susu sempat tertelan (tidak langsung

dimuntahkan). Selama dirawat pasien tidak selalu menangis, menangis sangat

keras saat datang ke RSI minggu (13 Oktober 2013). Pasien lebih mudah

muntah ketika sedang menangis dan keluhan muntah berkurang ketika pasien

tertidur. Keluhan lain adalah muntahnya pasien diikuti dengan panas yang

tinggi sejak 3 hari yang lalu. Keluhan batuk, pilek, dan diare disangkal.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat alergi obat : (-)

Riwayat dengue fever : (-)

Riwayat dengue hemorragic : (-)

Riwayat radang tenggorokan : (-)

Riwayat demam tifoid : (-)

Riwayat magh : (-)

Riwayat demam kejang : (-)

Riwayat muntah : (-)

Riwayat malaria : (-)

Riwayat trauma : (-)

Riwayat alergi makanan : (-)

Riwayat diare : (-)

8

4. Riwayat Pengobatan

Riwayat MRS

Pasien sudah MRS di RSSA pada hari Sabtu (12 Oktober 2013), namun

karena keadaan pasien tidak berubah, pada hari Minggu (13 Oktober 2013)

pasien alih rawat ke RSI Unisma.

Riwayat operasi : (-)

Riwayat konsumsi obat : Ketika rawat inap di RSSA diberikan obat

namun ibu pasien tidak tahu obat apa. Hanya berbentuk puyer dan syrup.

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat keluarga dengan penyakit serupa : (-)

Riwayat gangguan saluran pencernaan pada keluarga : (-)

Riwayat Alergi : (-)

Riwayat DM : (-)

Riwayat hipertensi : kakek (+)

6. Riwayat Gizi

Sehari-hari pasien hanya minum susu kaleng dan makan bubur kemasan.

Makan bubur sejak usia 4 bulan dengan alasan anak mudah lapar.

7. Riwayat Kebiasaan Pasien dan Keluarga

Riwayat merokok : (-)

Riwayat bepergian jauh : (-)

Riwayat pengisisan waktu luang : waktu senggang digunakan untuk

berkumpul dengan keluarga.

8. Riwayat Sosial Ekonomi

Ayah pasien dan ibu pasien bekerja sebagai petani dan orang tua pasien hanya

sebagai anggota masyarakat biasa, tidak memiliki jabatan khusus di

masyarakat.

Review of Sistem

1. Kulit : kulit gatal (-), bintik merah di kulit (-)

2. Kepala : pusing (-), rambut rontok (-), luka (-), benjolan (-)

3. Mata : merah (-/-), katarak (-/-)

4. Hidung : tersumbat (-/-), mimisan (-/-), sekret/rhinorrea (-/-)

9

5. Telinga : Cairan (-/-), nyeri (-/-)

6. Mulut : Sariawan (-), mulut hiperemis (-)

7. Tenggorokan: Sakit menelan (-), serak (-), ada rasa tersendat (-)

8. Pernafasan : Sesak nafas (-), batuk (+), mengi (-)

9. Kardiovaskuler : Berdebar-debar (-), nyeri dada (-),

10. Gastrointestinal : Mual (+), muntah (+), diare (-),nyeri perut atas (-),

kembung (+)

11. Genitourinaria : BAK dan BAB normal, BU (+)

12. Neurologic : Kejang (-), lumpuh (-), kaki kesemutan (-)

13. Muskuluskeletal : Kaku sendi (-), nyeri sendi (-), nyeri otot (-)

14. Ekstremitas :

a. Atas kanan : bengkak (-), hangat (-), pucat (-), luka (-), dingin (-)

b. Atas kiri : bengkak (-), hangat (-), pucat (-), luka (-), dingin (-)

c. Bawah kanan : bengkak (-),hangat (-), pucat (-), luka (-), dingin (-)

d. Bawah kiri : bengkak (-),hangat (-), pucat (-), luka (-), dingin (-)

2.3 PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan Umum

Tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis (GCS 456), status gizi

kesan cukup.

2. Tanda Vital dan Status Gizi

Tanda Vital

Tensi : 120/80 mmHg

Nadi : 120 x/menit, reguler, isi cukup, simetris

Pernafasan : 30 x/menit

Suhu : 39.9o C

Status gizi

Berat badan : 8,5 kg

Panjang badan : 167 cm

3. Kulit : Warna : Sawo matang, ikterik (-), sianosis (-)

4. Kepala : DBN

10

5. Mata : Conjunctiva hiperemi (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil

isokor (+/+). Mata cowong (-/-)

6. Hidung : Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis(-),

deformitas hidung (-)

7. Mulut : Bibir pucat (-), bibir kering (-), gusi berdarah (-)

8. Telinga : DBN

9. Tenggorokan : Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-)

10. Leher : trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-),

pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-)

11. Thoraks

Simetris, retraksi interkostal (-), retraksi subkostal (-)

- Cor : I : Ictus cordis tak tampak

P : Tidak dilakukan

P : Tidak dilakukan

A : BJ I–II intensitas normal, regular, bising (-)

- Pulmo :

I : Pengembangan dada kanan = kiri

P : Tidak dilakukan

P : Sonor / sonor

A : Suara dasar vesikuler (+ /+ )

suara tambahan RBK (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen

I : Dinding perut sejajar dengan dinding dada

A :Bising usus (+)

Pal :nyeri tekan (-)

Per:Meteorismus (+)

12. Sistem Collumna Vertebralis

I : Deformitas (-), skoliosis (-), kiphosis (-), lordosis (-)

P : Tidak dilakukan

P : Tidak dilakukan

13. Ektremitas: Tidak dilakukan

14. Pemeriksaan Neurologik

11

Fungsi Luhur : Tidak dilakukan

Fungsi Vegetatif : Tidak dilakukan

Fungsi Sensorik : Tidak dilakukan

Fungsi motorik : Tidak dilakukan

Berdasarkan anamnesis dan data pemeriksaan fisik didapatkan:

Differential diagnosis/Diagnosis banding pada An.A adalah:

1. Stenosis esofagus

2. GERD (Gastroesofageal reflux desease)

3. Stenosis pilorus

4. Invaginasi

5. Overfeeding

6. Gastroenteritis

2.4 Pemeriksaan Penunjang

Hematologi

Pemeriksaan 13 Oktober 2013

Jumlah sel darah

- Hemoglobin (g/dl) 11.2

-hematokrit (%) 33.7

-leukosit (ribu/uL) +11.6

-trombosit (ribu/uL) 284

-eritrosit (juta/uL) 4.75

-PDW (fL) 10.5

-MPV (fL) 7.3

-PCT (%) 0.2

Index

-MCV (%) -71.0

-MCH (pg) -23.6

-MCHC (%) 33.2

Differential

12

-Basofil (%) 0.1

-Eosinofil (%) -0.4

-Limfosit (%) - 28.3

-Monosit (%) 7.8

-Netrofil (%) 68.5

-Large imm cell (%) 2.0

-Atyp.Limfosit (%) 0.1

Jumlah total sel

-Lymp (ribu/L) 3.26

-Total basofil (ribu/L) 0.01

-Total Monosit (ribu/L) 0.91

-Total Eosinofil (ribu/L) 0.05

-Total Neutrofil (ribu/L) 7.42

-Total large imm cell

(ribu/L) 0.23

-Total Atyp Limfosit

(ribu/L) 1.30

Serologi

Hasil pemeriksaan tanggal 13 Oktober 2013

CRP Negatif (negatif < 6 mg)

Elektrolit

Natrium 139 mmol/l

Kalium 4.0 mmol/l

Clorida 108 mmol/l

Calsium –

Phospor -

13

RESUME

An.R, 8 bulan datang dengan keluhan muntah-muntah sejak 3 hari yang

lalu (Kamis, 10 Oktober 2013) dan tercatat 14 kali muntah

Pasien sudah MRS di RSSA pada hari Sabtu (12 Oktober 2013), tapi

pasien masih panas, dan hari minggu (13 Oktober 2013) pasien alih rawat

ke RSI Unisma.

Riwayat pemberian makanan tambahan sejak usia 4 bulan dengan alasan

an.R mudah lapar dan sulit kenyang

Pemeriksaan fisik an.R didapatkan muntah proyektil (+), demam 39,9 C

(+) meteorismus (+), Bising usus (+)

Pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosistosis, MCV dan MCH

menurun, dan sift to the left pada pemeriksaan diff count.

(*data rekam medik 13 Oktober 2013 RSI UNISMA)

Follow up

Tanggal 13 oktober 2013

S : Muntah dan panas yang tinggi

O : KU tampak sakit sedang, compos mentis GCS`456, gizi kesan cukup

Tanda vital: TD: 120/70 mmHg RR: 30 x/menit

N: 120 x/menit S: 39,9oC

A : Observasi febris dan vomiting

P : IVFD Kaen 3B 800 cc / 8jam, inj ondansetron 2x 0.5 mg (KP), terfacef

2x125mg, Cefotaxime 2x200mg, dumin suppositoria 125gram (KP)

Tanggal 14 Oktober 2013

S : muntah dan panas berkurang

O : KU baik, compos mentis, gizi kesan cukup

Tanda vital: T: 120/80 mmHg RR: 30 x/menit

N: 100 x/menit S: 37,5oC

A : Observasi febris dan vomiting

P : IVFD Kaen 3B 800 cc / 8jam, inj ondansetron 2x 0.5 mg (KP), terfacef

2x125mg, Cefotaxime 2x200mg, dumin suppositoria 125gram (KP)

14

Tanggal 15 Oktober 2013

S : muntah dan panas berkurang

O : KU baik, compos mentis, gizi kesan cukup

Tanda vital: T: 120/80 mmHg RR: 30 x/menit

N: 100 x/menit S: 36,5oC

A : Observasi febris dan vomiting

P : IVFD Kaen 3B 800 cc / 8jam, inj ondansetron 2x 0.5 mg (KP), terfacef

2x125mg, Cefotaxime 2x200mg, dumin suppositoria 125gram (KP)

2.4 FLOW SHEET

Nama : An.R

Diagnosis : Observasi Febris dan vomiting

NO Tanggal Vital Sign BB/PB Keluhan Rencana

1 13/10/2013 18.00 TD:110/70

N:120

S: 39,9oC

Rr:30x

permenit

8.5/88cm Muntah dan

panas

IVFD Kaen 3B

800 cc / 8jam,

inj ondansetron

2x 0.5 mg (KP),

terfacef

2x125mg,

Cefotaxime

2x200mg,

dumin

suppositoria

125gram (KP)

2 14/11/2013

06.00 TD: 120/80

N:102

S: 36,6

Rr:30

8.5/88cm

Muntah dan

panas berkurang

Cefotaxime,

ondansetron

2x1 mg,

Dumin

sup.125mg

(KP)

PO: sanmol,

terfacef

12.00 TD: 100/60

N: 102

S: 36

Rr: 32

18.00 TD:100/60

N: 102

S: 36,4

Rr:32

3 15/11/2013

06.00 TD: 100/60

N: 100

S: 37,5

Rr:32 8.5/88cm

Panas dan

muntah

berkurang

Cefotaxime,

ondansetron

2x1 mg,

Dumin

sup.125mg

(KP)

PO: sanmol,

terfacef

12.00 TD: 90/80

N: 94

S: 37,5

Rr:18

15

18.00 TD: 100/70

N: 102

S: 36.8

Rr:32

4 16/09/2013

06.00 TD: 100/70

N: 100

S: 37,3

Rr:30

8.5/88cm

Panas dan

muntah

berkurang

Cefotaxime,

ondansetron

2x1 mg,

Dumin

sup.125mg

(KP)

PO: sanmol,

terfacef

12.00

TD: 110/80

N:100

S: 37,5

Rr:30

2.6 DIAGNOSIS HOLISTIK

Diagnosis Holistik UI

1. Diagnosis dari segi biologis

Working diagnosis: Observasi febris dan vomiting

Differential diagnosis:

1. Stenosis esofagus

2. GERD (Gastroesofageal reflux desease)

3. Stenosis pilorus

4. Invaginasi

5. Overfeeding

6. Gastroenteritis

2. Diagnosis dari segi psikososial

Hubungan An.R dengan keluarganya cukup harmonis, saling mendukung

dan perhatian.

3. Diagnosa dari segi sosial

Penderita hanya sebagai anggota masyarakat biasa

16

Diagnosis Holistik UNS

1. Aspek Personal

Keluhan Utama : Muntah-muntah sejak 3 hari yang lalu sebanyak 14 kali

Harapan : Muntahnya berhenti dan panasnya turun, sehingga bisa

kembali sehat

Kekhawatiran : Sakitnya bertambah parah

2. Aspek Klinis : Observasi febris dan vomiting

3. Aspek Resiko Internal

Pasien mudah lapar, dan tidak kenyang hanya dengan ASI

Pasien selalu muntah setelah diberikan susu tambahan (umur 8 bulan)

Panas tinggi

4. Aspek Resiko Eksternal

Pengetahuan dari orangtua yang kurang mengenai makanan apa saja yang

boleh diberikan sesuai dengan umur anak

Kurangnya waktu bersama, karena orangtua bekerja di sawah dari pagi

sampai siang sehingga asupan ASI dalam waktu ini kurang maksimal

5. Aspek Fungsional

Derajat 3 Pasien kurang mampu melakukan aktivitas sehari-hari seperti

sebelum sakit.

2.7 PENATALAKSANAAN HOLISTIK

1. Farmakoterapi

R/ injeksi

IVFD Kaen 3B 800 cc / 8jam 20 tpm

Na 50 mEq, K 20 mEq, Cl 50 mEq, Laktat 20 mEq, glucose 27 gr tiap

liter.

Indikasi: Sebagai cairan dasar maintenance untuk pasien usia ≥3 tahun

atau ≥15 kgBB.

Dosis: dewasa dan anak ≥3 tahun atau ≥15 kgBB 50-100 mL pada 1x

pemberian secara IV drip.

Sediaan: Larutan infus 500 mL.

17

Inj ondansetron 2x 0.5 mg (KP: kalau perlu / p.r.n.: pro re nata)

Indikasi: mual dan muntah akibat radioterapi dan sitostatika. Pencegahan

dan pengobatan mual dan muntah paska operasi.

Perhatian: Hamil dan laktasi.

Kontraindikasi: Hipersensitifitas

Efek samping: sakit kepala, rasa panas dan hangat pada kepala dan

epigastrium, peningkatan aminotransferase, konstipasi, reaksi

hipersensitifitas, penglihatan kabur, dan pusing.

Sediaan: tablet, ampul 4 mg/2 ml dan 8 mg/4 ml.

Terfacef 2x125mg

Natrium seftroakson anhidrat setara seftriakson 1 g/vial

Indikasi: sepsis, meningitis, infeksi abdomen, infeksi tulang, persendian

dan jaringan lunak, prabedah, ginjal dan saluran kemih, saluran pernafasan

khususnya pneumonia, telinga, hidung, tenggorokan, kelamin termasuk

gonore.

Kontraindikasi: hipersensitifitas

Dosis: Dewasa dan anak > 12 tahun: dosis lazim 1-2 g diberikan sekali

sehari, kasus berat dapat ditingkatkan sampai 4 g diberikan sekali sehari.

Neonatus: sekali sehari 20-50 mg/kgBB, harus dipertimbangkan

kematangan sistem enzim bayi. Bayi dan anak < 12 tahun: sekali sehari

20-80 mg/kgBB/hari. Anak BB > 50 kg diberikan sebagai dosis dewasa,

dosis IV 50 mg/kgBB atau lebih, diberikan secara infus paling sedikit

selama 30 menit.

Sediaan: Dosis 1 vial serbuk + 1 ampul aqua pro injeksi 10 mL

Cefotaxime 2x200mg

Indikasi: infeksi saluran pernafasan bawah, saluran kemih, ginekologi,

kulit, tulang dan rawan sendi, saluran pencernaan, dan susunan saraf pusat,

bakteremia, septikemia

Dosis: dewasa dan anak > 12 tahun: 1-2 g/hr maksimal 12 g/hr. Anak 1

bulan-12 bulan (1 tahun): 50-100 mg/kgBB/hr dalam 4-6 dosis terbagi.

Bayi dan bayi prematur 1-4 minggu: 50mg/kg/BB/hr IV tiap 12 jam.

Sediaan: vial 500 mg, 2x10 mL; vial 1 gr, 2x10 mL

18

Dumin suppositoria 125gram (KP: kalau perlu / p.r.n.: pro re nata)

Parasetamol 120 mg/5 ml sirup: 500 mg/tablet

Indikasi: Menurunkan demam dan meredakan rasa nyeri pada otot, kepala,

dan gigi

Kontrainsikasi: Hipersensitifitas

Dosis: Sirup 3-4x sehari, anak <1 tahun 2,5 ml; 2-6 tahun 5 ml; 7-12 tahun

10 ml; dewasa 3-4x sehari 1-2 tablet maksimal 8 tablet sehari.

Sediaan: Botol 60 ml sirup, 100 tablet, 1000 tablet

2. Non farmakologi (Komunikasi, Informasi, dan edukasi)

Memberikan pengertian dan pemahaman kepada keluarga pasien mengenai

keluhan (muntah dan panas) yang diderita an.R merupakan gejala dari

sebuah penyakit. Dukungan dan peran aktif dari keluarga sangat

diperlukan untuk membantu pemulihan keadaan an.R dan tumbuh

kembangnya.

Untuk pernyataan bahwa an.R mudah lapar dan tidak kenyang hanya

dengan ASI, bisa diberikan pengertian bahwa makanan tambahan selain

ASI seharusnya diberikan setelah anak berumur 6 tahun. Sebelum itu,

hanya diperbolehkan memberikan ASI, jika anak tetap rewel kemungkinan

frekwensi pemberian ASI kurang (3-4 jam sekali) atau mungkin durasinya

kurang lama.

Diberikan pengertian kepada pihak keluarga jika kebersihan peralatan bayi

(botol susu) juga sangat berpengaruh untuk sistem pencernaan bayi.

Setelah digunakan, diharap peralatan bayi bisa dicuci dengan air hangat

dan menggunakan sabun cuci yang dapat membunuh kuman namun tetap

aman bayi bayi.

Untuk pernyataan bahwa an.R selalu muntah setelah diberikan susu

tambahan (umur 8 bulan), bisa dipikirkan untuk mengganti susu dan

berpikir kemungkinan ke arah alergi dari kandungan di dalam susu yang

diberikan (karbohidrat, lemah, dan protein)

Makanan tambahan yang diberikan (bubur) dapat diberikan dengan

volume kecil dengan frekwensi yang sering, diharapkan dapat

19

menyingkirkan kemungkinan muntahnya an.R disebabkan karena

overfeeding.

Analisa dan Pola Pengaturan Gizi :

Perhitungan AMB (Angka Metabolisme Basal) menurut rumus

FAO/WHO/UNU.

Umur 0-3 tahun 60,9 x BB – 54 = (60,9 x 8.5 kg) - 54

= 517,65 – 54 = 463,65 kkal

Kebutuhan kalori terkait aktivitas dan stress:

- Aktifitas istirahat di tempat tidur (faktor: 1,3)

Kalori = AMB x faktor aktifitas

= 463,65 x 1,3

= 602,75 kkal

Kalori ini dibagi dalam 3 porsi besar dan 2 porsi tambahan, yakni:

1. Makan pagi 20% = 120,55 kalori

2. Makan siang 30% = 180,83 kalori

3. Makan malam 25% = 150,69 kalori

4. Asupan di sela makan pagi dan siang 10% = 60,275 kalori

5. Asupan di sela makan siang dan malam 15% = 90,41 kalori

Panduan diet gangguan saluran cerna: Mudah dicerna, dengan porsi

makanan yang kecil dan sering

Tabel 4. Distribusi makanan setiap waktu makan:

Waktu makan Karbohidrat 65% Protein 25% Lemak 10%

Pagi 73,36 kalori 30,14 kalori 12,05 kalori

Siang 117,54 kalori 45,21 kalori 18,08 kalori

Malam 97,95 kalori 37,65 kalori 15,07 kalori

20

LAPORAN STUDI KASUS STASE ANAK

BAB III

PEMBAHASAN

ASPEK KEDOKTERAN KELUARGA

IDENTIFIKASI FUNGSI KELUARGA

5.1 Identifikasi fungsi keluarga

No Nama Kedudukan L/P Umur Pendidikan Pekerjaan Pasien

klinik Ket.

1 Tn.G Ayah L 32 th SMP petani tidak -

2 Ny.S Ibu P 30 th SD petani Tidak -

3 Nn.A Anak

pertama P 16th SMP

Pelajar

SMA Tidak -

4 An.R Anak kedua L 8 bulan - - Ya -

Sumber: data primer, 13 Oktober 2013

Kesimpulan: An.R tinggal bersama orangtuanya, terdapat satu orang sakit yaitu

An.R umur 8 bulan, beralamat Jl. Tegal Waru kecamatan Dau

5.2 Fungsi Holistik

1.Fungsi Biologis

An.R adalah pasien dengan observasi febris dan vomiting. Dalam struktur

keluarga , kepala keluarga adalah ayah pasien yang berusia 32 tahun dan

ibu pasien berumur 30 tahun. Pasien merupakan anak kedua dari dua

bersaudara

2. Fungsi Psikologis

Pasien memiliki hubungan baik dengan keluarga

3. Fungsi Sosial

Keluarga ini tidak mempunyai kedudukan sosial tertentu dalam

masyarakat, hanya sebagai anggota masyarakat biasa.

21

Fungsi Fisiologis dengan Alat APGAR Score

Untuk menilai fungsi fisiologis digunakan APGAR score. APGAR score

adalah skor yang digunakan untuk menilai fungsi keluarga ditinjau dari sudut

pandang setiap anggota keluarga terhadap hubungannya dengan anggota keluarga

yang lain. APGAR score meliputi :

Adaptation : kemampuan anggota keluarga tersebut beradaptasi

dengan anggota keluarga yang lain, serta penerimaan, dukungan, dan

saran dari anggota keluarga yang lain.

Partnership : menggambarkan komunikasi, saling membagi, saling

mengisi antara anggota keluarga dalam segala masalah yang dialami

oleh keluarga tersebut

Growth : menggambarkan dukungan keluarga terhadap hal-hal baru

yang dilakukan anggota keluarga tersebut

Affection : menggambarkan hubungan kasih sayang dan interaksi

antar anggota keluarga

Resolve : menggambarkan kepuasan anggota keluarga tentang

kebersamaan dan waktu yang dihabiskan bersama anggota keluarga

yang lain.

Penilaian :

o Hampir selalu : 2 poin

o Kadang – kadang : 1 poin

o Hampir tak pernah : 0 poin

Penyimpulan :

o Nilai rata-rata < 5 : kurang

o Nilai rata-rata 6-7 : cukup/sedang

o Nilai rata-rata 8-10 : baik

22

Tabel 5.2 APGAR score Tn.D=10

APGAR Sering/

selalu

Kadang-

kadang

Jarang/

Tidak

A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya

bila saya menghadapi masalah

P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan

membagi masalah dengan saya

G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan

mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan

baru atau arah hidup yang baru

A Saya puas dengan cara keluarga saya

mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon

emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll

R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya

membagi waktu bersama-sama

Tabel 5.3 APGAR score Ny.S =8

APGAR Sering/s

elalu

Kadang-

kadang

Jarang/

Tidak

A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya

bila saya menghadapi masalah

P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan

membagi masalah dengan saya

G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan

mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan

baru atau arah hidup yang baru

A Saya puas dengan cara keluarga saya

mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon

emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll

R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya

membagi waktu bersama-sama

Tabel 5.5 APGAR score Nn. A =9

APGAR Sering/

selalu

Kadang-

kadang

Jarang/

Tidak

A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya

bila saya menghadapi masalah

23

P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan

membagi masalah dengan saya

G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan

mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan

baru atau arah hidup yang baru

A Saya puas dengan cara keluarga saya

mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon

emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll

R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya

membagi waktu bersama-sama

Kesimpulan: total APGAR (10+8+9) : 3 = 9 (APGAR baik)

Fungsi Patologis

Fungsi patologis dari keluarga An.R dinilai dengan menggunakan alat

S.C.R.E.E.M sebagai berikut.

Tabel 5.7 SCREEM keluarga penderita

SUMBER PATOLOGIS

Social Hubungan dengan teman-teman Nn.JN kurang berjalan

lancar karena padatnya kegiatan kampus dan pondok. -

Culture Menggunakan adat-istiadat Jawa, bahasa Jawa, serta

bahasa Indonesia secara sopan dengan sesama anggota

keluarga dan orang lain dikehidupan sehari-hari.

Anggota keluarga juga telah mengikuti perubahan

zaman dan tergolong modern.

-

Religious Keluarga Tn.W memiliki agama yang kuat

diperlihatkan dengan pendidikan anak-anaknya yang

dilandasi kehidupan pesantren.

-

Economic Penghasilan keluarga yang relatif cukup dan tergolong

cukup. -

Educational Tingkat pendidikan keluarga kurang, pendidikan

terakhir orang tua Nn.JN adalah SD. Oleh karena itu

keluarga terkesan menganggap remeh penyakit yang

dialami anaknya.

-

Medical Dalam mencari pelayanan kesehatan, keluarga Nn.JN

pergi ke RSI hanya pada saat tidak bisa menangani

permasalahan kesehatan sendiri. Orang tua

berkemampuan cukup untuk membiayai pelayanan

kesehatan sehingga proses pembayaran secara mandiri.

-

Kesimpulan: Keluarga An.R tidak memiliki fungsi patologis

24

1.4 Pola interaksi keluarga

Diagram 1. Pola interaksi keluarga An. Z

Keterangan:

: hubungan baik : laki-laki

: hubungan kurang baik : perempuan

: pasien

Kesimpulan : Hubungan An. R dengan semua anggota keluarga baik

Kesimpulan

Hubungan antara An.R dengan semua anggota keluarga baik.

1.5 Genogram

Alamat lengkap : : Jl. Tegal Waru kecamatan Dau, Malang

Bentuk keluarga : Nuclear Family

Keterangan:

: meninggal dunia : tinggal dalam satu rumah

: laki-laki : pasien an.R

: perempuan

Tn.D Ny.S

Nn.A An. R

25

5.6. Identifikasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi kesehatan

Prilaku Nonprilaku

Kesimpulan:

Identifikasi faktor perilaku dan non perilaku keluarga An.R cukup mendukung

kesehatan karena cukup memahami tentang masalah kesehatan, kepedulian

keluarga terhadap penyakit yang diderita An.R baik serta tempat pelayanan

kesehatan yang cukup dekat dengan tempat tinggal An.R

5.7 Identifikasi lingkungan rumah

1. Lingkungan Luar Rumah

Keluarga An.R tinggal di rumah berukuran 5x20 m2

yang saling

berdekatan dengan rumah 1 dan rumah lainnya. Diluar rumah memiliki

pekarangan rumah dan pagar pembatas.

Pengetahuan

Keluarga ini cukup

mengerti masalah

kesehatan

Sikap

Keluarga ini sangat peduli

dengan kesehatan anggota

keluarga satu sama lain

Tindakan

Keluarga An.R segera

membawanya ke klinik

atau bidan

Lingkungan

Bersih dan padat.

Pencahayaan dan sirkulasi

udara dirumah An.R baik

Pelayanan kesehatan

Cukup dekat dengan

tempat tinggal An.R

Keturunan

Keluarga pasien tidak

pernah menderita sakit

serupa.

An.R

26

2. Lingkungan Dalam Rumah

Status kepemilikan hunian : menumpang/kontrak/hibah/milik sendiri

Daerah perumahan : kumuh/padat bersih/berjauhan/mewah

Karakteristik Rumah Kesimpulan

Luas tanah (luas kamar) : 5 x 20 m2 Pasien

tinggal di

rumah

dengan

kondisi yang

baik

Jumlah penghuni dalam satu rumah : 4 orang

Jarak antar rumah: 0 meter

Tidak bertingkat

Lantai rumah: berubin

Dinding rumah: tembok

Jamban : ada (WC)

Kamar mandi : ada, sebanyak 2 untuk 60 siswi

Dapur : -

Tempat bermain : -

Penerangan listrik : cukup memadai

Ketersediaan air bersih : PDAM

Kondisi umum rumah (kamar): Memiliki halaman dengan rumah yang tertata

bersih dan rapi

Tempat pembuangan sampah : Pembuangan sampah di rumah di buang di

belakang rumah.

20 m

5 m

Pekarangan rumah Kamar 1

Kamar 2

Kamar 3

Kamar 4

Ruang tamu

dan ruang keluarga

Dapur

Kamar

mandi

27

Denah Rumah

Keterangan:

Indoor : - Luas rumah : 5x20 m 2

- Lantai : Keramik

- Pencahayaan dan ventilasi: Cukup

Outdoor : - Halaman rumah : memiliki halaman rumah

- Sumber air bersih : PDAM

- Saluran pembuangan air : Langsung menuju selokan

- Saluraan jamban : menuju septic tank

28

LAPORAN STUDI KASUS STASE ANAK

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

4.1 Anatomi dan Fisiologi Saluran Pencernaan

Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai

anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima

makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke

dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau

merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.

Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring),

kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem

pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran

pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.

A. Mulut

Merupakan suatu rongga terbuka tempat

masuknya makanan dan air pada hewan. Mulut biasanya terletak di kepala dan

umumnya merupakan bagian awal dari sistem pencernaanlengkap yang berakhir

di anus. Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam

dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa

yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari

manis, asam, asin dan pahit. Saliva (air liur), sekresi yang berkaitan dengan mulut

yang diproduksi oleh tiga kelenjar saliva utama yaitu parotis, submandibula,

sublingual yang terletak di rongga mulut yang dikeluarkan melalui duktus didalam

mulut. Saliva terdiri atas 99,5% air serta 0,5% protein dan elektrolit. Protein saliva

yang terpenting adalah amilase, mukus, dan lisozim.

B. Tenggorokan ( Faring)

Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal

dari bahasa yunani yaitu Pharynk. Didalam lengkung faring terdapat tonsil

(amandel) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan

merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan

29

nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung,

didepan ruas tulang belakang

C. Kerongkongan (Esofagus)

Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui

sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan

berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Di

sebelah depan kerongkongan terdapat saluran pernapasan yang disebut trakea.

Trakea menghubungkan rongga hidung dengan paru-paru. Pada saat kita menelan

makanan, ada tulang rawan yang menutup lubang ke tenggorokan. Bagian tersebut

dinamakan epiglotis. Epiglotis mencegah makanan masuk ke paru-paru.

D. Lambung

Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang

keledai. Terdiri beberapa bagian yaitu: Kardia, Fundus, Antrum, Pylorus.

Lambung adalah ruang berbentuk kantung yang berbentuk huruf j yang terletak

antara esofagus dan korpus (badan). Motilitas lambung bersifat kompleks dan

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

Pengisian lambung jika kosong lambung memiliki volume 50 ml tetapi

organ ini dapat mengembang sampai dengan 1000 ml ketika makan. Ada dua

faktor yang menjaga motilitas lambung yaitu plastisitas yang mengacu pada

kemampuan otot polos dalam mempertahankan ketegangannya yang konstan

dalam rentang waktu yang lebar. Selanjutnya adalah relaksasi reseptif yakni

proses relaksasi otot polos untuk meningkatkan kemampuan lambung dalam

mengakomodasi volume makanan.

Lambung mempunyai dua otot lingkar, yaitu otot lingkar pardia dan otot

lingkar pilorus. Otot lingkar kardia terletak di bagian atas dan berbatasan dengan

bagian bawah kerongkongan. Fungsinya adalah untuk mencegah makanan dari

lambung agar tidak kembali ke kerongkongan dan mulut. Otot lingkar pilorus

hanya terbuka apabila makanan telah tercerna di lambung.

Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara

ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim.

30

E. Usus halus (usus kecil)

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang

terletak di antaralambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh

darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding

usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu

melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga

melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak. Di usus

halus terdapat susunan yang sangat rapat dari kelenjar mucus campuran, yang

disebit kelenjar brunner.Kelenjar ini menyekresi mucus yang alkalis dalam jumlah

besar.Fungsi dari mucus yang disekresikan oleh kelenjar brunner adalah untuk

melindungi dinding duodenum dari pencernaan oleh getah lambung yang sangat

asam, yang keluar dari lambung.

Enzim-Enzim Pencernaan Pada Sekresi Usus Halus

Bila sekresi usus halus dikumpulkan tanpa serpihan sel, sekresi ini hampir

tidak mengandung enzim.Enterosit mukosa, terutama yang menutupi vili,

mengandung enzim pencernaan yang mencerna zat-zat makanan khusus ketika

makanan diabsorbsi melalui epitel.Enzim-enzim ini adalah sebagai berikut:

- Beberapa peptidase untuk memecah peptide kecil menjadi asam amino

- Empat enzim sukrase, maltase, isomaltase, dam lactase untuk memecah

disakarida menjadi monosakarida.

- Sejumlah kecil lipase intestinum untuk memecah lemak netral menjadi

gliserol dan asam lemak.

Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas

jari (duodenum), usus kosong(jejunum), dan usus penyerapan (ileum).

1. Usus dua belas jari (Duodenum)

Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang

terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum).

Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai

dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz.

Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak

terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang

normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua

31

muara saluran yaitu dari pankreasdan kantung empedu. Nama duodenum berasal

dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari.

2. Usus Kosong (jejenum)

Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah

bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus

penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-

8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan

digantungkan dalam tubuh denganmesenterium.

Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot

usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat

dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner.

Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan, yakni

sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus

kosong dan usus penyerapan secara makroskopis.

Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti "lapar" dalam

bahasa Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Laton, jejunus, yang

berarti "kosong.

3. Usus Penyerapan (illeum)

Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus.

Pada sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak

setelah duodenumdan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum

memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa)

dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.

F. Usus Besar (Kolon)

Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus

buntu danrektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.

Usus besar terdiri dari :

Kolon asendens (kanan)

Kolon transversum

Kolon desendens (kiri)

Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)

32

Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna

beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.

Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting,

seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa

penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri

didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan

dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.

G. Usus Buntu (sekum)

Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, "buta") dalam

istilah anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta

bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan

pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian

besarherbivora memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora eksklusif

memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai

cacing.

H. Umbai Cacing (Appendix)

Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu.

Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis

yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam

rongga abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen).

Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam bahasa

Inggris, vermiform appendix(atau hanya appendix) adalah hujung buntu tabung

yang menyambung dengan caecum.

Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang

dewasa, Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2

sampai 20 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing

bisa berbeda - bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap

terletak di peritoneum.

Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna dan organ vestigial

(sisihan), sebagian yang lain percaya bahwa apendiks mempunyai fungsi

dalam sistem limfatik. Operasi membuang umbai cacing dikenal

sebagai appendektomi.

33

I. Rektum dan anus

Rektum (Bahasa Latin: regere, "meluruskan, mengatur") adalah sebuah

ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir

di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses.

Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi,

yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke

dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB).

Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum

akan memicusistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk

melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan

dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika

defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses

akan terjadi.

Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan

limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit)

dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh

otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar -

BAB), yang merupakan fungsi utama anus.

J. Pankreas

Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi

utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting

seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan

erat dengan duodenum (usus dua belas jari).

Pankraes terdiri dari 2 jaringan dasar yaitu :

Asini, menghasilkan enzim-enzim pencernaan

Pulau pankreas, menghasilkan hormon

Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke dalam duodenum dan

melepaskan hormon ke dalam darah. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas akan

mencerna protein, karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik memecah protein ke

dalam bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh dan dilepaskan dalam bentuk

inaktif. Enzim ini hanya akan aktif jika telah mencapai saluran pencernaan.

34

Pankreas juga melepaskan sejumlah besar sodium bikarbonat, yang berfungsi

melindungi duodenum dengan cara menetralkan asam lambung.

Enzim – Enzim Pencernaan Pankreas

Sekresi pankreas mengandung banyak enzim untuk mencerna tiga jenis

makanan utama : protein, karbohidrat, dan lemak. Enzim-enzim pancreas yang

paling penting untuk mencerna protein adalah tripsin, kimotripsin, dan

karboksipolipeptidase.

Tripsin dan kimotripsin memisahkan seluruh dan sebagian protein yang

dicerna menjadi peptide berbagai ukuran tetapi tidak menyebabkan pelepasan

asam-asam amino bentuk tunggal. Namun karboksipolipeptidase ternyata

memecah beberapa peptide menjadi asam-asam amino bentuk tunggal, sehingga

menyelesaikan pencernaan beberapa protein menjadi bentuk asam amino.

Enzim pancreas untuk mencerna karbohidrat adalah amilase pankreas,

yang akan menghidrolisis pati, glikogen, dan sebagian besar karbohidrat lain

(kecuali selulosa) untuk membentuk sebagian besar disakarida dan beberapa

trisakarida.

K. Hati

Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia dan

memiliki berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan

pencernaan. Organ ini memainkan peran penting dalam metabolisme dan

memiliki beberapa fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen,

sintesis protein plasma, dan penetralan obat. Dia juga memproduksi bile, yang

penting dalam pencernaan. Istilah medis yang bersangkutan dengan hati biasanya

dimulai dalam hepat- atau hepatik dari kata Yunani untuk hati, hepar.

Zat-zat gizi dari makanan diserap ke dalam dinding usus yang kaya akan

pembuluh darah yang kecil-kecil (kapiler). Kapiler ini mengalirkan darah ke

dalam vena yang bergabung dengan vena yang lebih besar dan pada akhirnya

masuk ke dalam hati sebagai vena porta. Vena porta terbagi menjadi pembuluh-

pembuluh kecil di dalam hati, dimana darah yang masuk diolah. Hati melakukan

proses tersebut dengan kecepatan tinggi, setelah darah diperkaya dengan zat-zat

gizi, darah dialirkan ke dalam sirkulasi umum.

35

L. Kandung empedu

Kandung empedu (Bahasa Inggris: gallbladder) adalah organ berbentuk

buah pir yang dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh

untuk proses pencernaan. Padamanusia, panjang kandung empedu adalah sekitar

7-10 cm dan berwarna hijau gelap - bukan karena warna jaringannya, melainkan

karena warna cairan empedu yang dikandungnya. Organ ini terhubungkan

dengan hati dan usus dua belas 91\jari melalui saluran empedu.

Empedu memiliki fungsi penting yaitu: Membantu pencernaan dan

penyerapan lemak , bukan karena enzim dalam empedu yang menyebabkan

pencernaan lemak.

1.2 VOMITING (MUNTAH)

1.2.1 Definisi muntah

Muntah adalah pengeluaran isi lambung secara paksa melalui mulut disertai

kontraksi lambung dan abdomen. Pada anak biasanya sulit untuk mendiskripsikan

mual, mereka lebih sering mengeluhkan sakit perut atau keluhan umum lainnya.

Muntah merupakan suatu cara di mana traktus gastrointestinal membersihkan

dirinya sendiri dari isinya ketika hampir semua bagian atas traktus gastrointestinal

teriritasi secara luas, sangat mengembang atau bahkan sangat terangsang.

Kejadian ini biasanya disertai dengan menurunnya tonus otot lambung, kontraksi,

sekresi, meningkatnya aliran darah ke mukosa intestinal, hipersalivasi, keringat

dingin, detak jantung meningkat dan perubahan irama pernafasan. Refluks

duodenogastrik dapat terjadi selama periode nausea yang disertai peristaltik

retrograde dari duodenum ke arah antrum lambung atau secara bersamaan terjadi

kontraksi antrum dan duodenum. Muntah timbul bila persarafan atau otak

menerima satu atau lebih pencetus seperti keracunan makanan, infeksi pada

gastrointestinal, efek samping obat, atau perjalanan. Mual biasanya dapat timbul

sebelum muntah. 3,4

1.2.2 Etiologi Muntah

Pembahasan etiologi muntah pada bayi dan anak berdasarkan usia adalah sebagai

berikut :5

36

Usia 0 – 2 Bulan :

1. Kolitis Alergika

Alergi terhadap susu sapi atau susu formula berbahan dasar kedelai.

Biasanya diikuti dengan diare, perdarahan rektum, dan rewel.

2. Kelainan anatomis dari saluran gastrointestinal

Kelainan kongenital, termasuk stenosis atau atresia. Manifestasinya berupa

intoleransi terhadap makanan pada beberapa hari pertama kehidupan.

3. Refluks Esofageal

Regurgitasi yang sering terjadi segera setelah pemberian susu. Sangat

sering terjadi pada neonatus; secara klinis penting bila keadaan ini

menyebabkan gagal tumbuh kembang, apneu, atau bronkospasme.

4. Peningkatan tekanan intrakranial

Rewel atau letargi disertai dengan distensi abdomen, trauma lahir

dan shaken baby syndrome.

5. Malrotasi dengan volvulus

80% dari kasus ini ditemukan pada bulan pertama kehidupan, kebanyakan

disertai emesis biliaris.

6. Ileus mekonium

Inspissated meconium pada kolon distal; dapat dipikirkan diagnosis cystic

fibrosis.

7. Necrotizing Enterocolitis

Sering terjadi khususnya pada bayi prematur terutama jika mengalami

hipoksia saat lahir. Dapat disertai dengan iritabilitas atau rewel, distensi

abdomen dan hematokezia.

8. Overfeeding

Regurgitasi dari susu yang tidak dapat dicerna, wet-burps sering pada bayi

dengan kelebihan berat badan yang diberi air susu secara berlebihan.

9. Stenosis pylorus

Puncaknya pada usia 3-6 minggu kehidupan. Rasio laki-laki banding

wanita adalah 5:1 dan keadaan ini sering terjadi pada anak laki-laki

pertama. Manifestasi klinisnya secara progresif akan semakin memburuk,

proyektil, dan emesis nonbiliaris.

37

Usia 2 bulan-5 tahun

1. Tumor otak

Pikirkan terutama jika ditemukan sakit kepala yang progresif, muntah-

muntah, ataksia, dan tanpa nyeri perut.

2. Ketoasidosis diabetikum

Dehidrasi sedang hingga berat, riwayat polidipsi, poliuri dan polifagi.

3. Korpus alienum

Dihubungkan dengan kejadian tersedak berulang, batuk terjadi tiba-tiba

atau air liur yang menetes.

4. Gastroenteritis

Sangat sering terjadi; sering adanya riwayat kontak dengan orang yang

sakit, biasanya diikuti oleh diare dan demam.

5. Trauma kepala

Muntah sering atau progresif menandakan konkusi atau perdarahan

intrakranial.

6. Hernia inkarserasi

Onset dari menangis, anoreksia dan pembengkakan skrotum yang terjadi

tiba-tiba.

7. Intussusepsi

Puncaknya terjadi pada bulan ke 6-18 kehidupan; pasien jarang mengalami

diare atau demam dibandingkan dengan anak yang mengidap

gastroenteritis.

8. Posttusive

Seringkali, anak-anak akan muntah setelah batuk berulang atau batuk yang

dipaksakan.

9. Pielonefritis

Demam tinggi, tampak sakit, disuria atau polakisuria. Pasien mungkin

mempunyai riwayat infeksi traktus urinarius sebelumnya

Usia 6 tahun ke atas

1. Adhesi

Terutama setelah operasi abdominal atau peritonitis.

38

2. Appendisitis

Manifestasi klinis dan lokasi nyeri bervariasi. Gejala sering terjadi

termasuk nyeri yang semakin meningkat, menjalar ke kuadran kanan

bawah, muntah didahului oleh nyeri, anoreksia, demam subfebril, dan

konstipasi.

3. Kolesistitis

Lebih sering terjadi pada perempuan, terutama dengan penyakit hemolitik

(contohnya, anemia sel sabit). Ditandai dengan nyeri epigastrium atau

kuadran kanan atas yang terjadi secara tiba-tiba setelah makan.

4. Hepatitis

Terutama disebabkan oleh infeksi virus atau akibat obat; pasien mungkin

mempunyai riwayat buang air besar berwarna seperti dempul atau urin

berwarna seperti teh pekat.

5. Inflammatory bowel disease

Berkaitan dengan diare, hematokezia, dan nyeri perut. Striktura bisa

menyebabkan terjadinya obstruksi.

6. Intoksikasi

Lebih sering terjadi pada anak yang sedang belajar berjalan dan remaja.

Dicurigai jika mempunyai riwayat depresi. Bisa juga disertai oleh

gangguan status mental.

7. Migrain

Nyeri kepala yang berat; sering terdapatnya aura sebelum serangan seperti

skotoma. Pasien mungkin mempunyai riwayat nyeri kepala kronis atau

riwayat keluarga dengan migrain.

8. Pankreatitis

Faktor resiko termasuk trauma perut bagian atas, riwayat infeksi

sebelumnya atau sedang infeksi, penggunaan kortikosteroid, alkohol dan

kolelitiasis.

9. Ulkus peptikum

Pada remaja, ratio wanita:pria = 4:1. Nyeri epigastrium kronik atau

berulang, sering memburuk pada waktu malam.

39

1.2.3 Patofisiologi Muntah

Kemampuan untuk memuntahkan merupakan suatu keuntungan karena

memungkinkan pengeluaran toksin dari lambung. Muntah terjadi bila terdapat

rangsangan pada pusat muntah yang berasal dari, gastrointestinal, vestibulo

okular, aferen kortikal yang lebih tinggi, menuju CVC kemudian dimulai nausea,

retching, ekpulsi isi lambung. 1,3

Ada 2 regio anatomi di medulla yang mengontrol muntah,

1)chemoreceptor trigger zone (CTZ) dan 2) central vomiting centre(CVC). CTZ

terletak di area postrema pada dasar ujung caudal ventrikel IV di luar blood brain

barrier (sawar otak). Koordinasi pusat muntah dapat dirangsang melalui berbagai

jaras. Muntah dapat terjadi karena tekanan psikologis melalui jaras yang kortek

serebri dan sistem limbik menuju pusat muntah (CVC) dan jika pusat muntah

terangsang melalui vestibular atau sistim vestibuloserebelum dari labirin di dalam

telinga. Rangsangan bahan kimia melalui darah atau cairan otak (LCS ) akan

terdeteksi oleh CTZ. Mekanisme ini menjadi target dari banyak obat anti emetik.

Nervus vagus dan visera merupakan jaras keempat yang menstimulasi muntah

melalui iritasi saluran cerna dan pengosongan lambung yang lambat. Sekali pusat

muntah terangsang maka cascade ini akan berjalan dan akan menyebabkan

timbulnya muntah. Pencegahan muntah mungkin dapat melalui mekanisme ini. 1,3

Stimulasi terhadap pusat muntah : 7

1. Stimulasi pada reseptor suprameduler

Muntah psikogenik

Peningkatan tekanan intrakranial (efusi subdural atau hematoma,

edema otak, atau tumor, hidrosefalus, meningoensefalitis, sindroma

Reye)

Valvulus (migrain, hipertensi)

Kejang

Penyakit vestibuler, ‘motion sickness’

2. Stimulasi pada ‘Chemoreceptor Trigger Zone’

Obat-obatan : opiat, ipecac, digoksin, antikonvulsan

Toksin

40

Produk metabolisme :

- Asidemia, ketonemia, (diabetik ketoasidosis, lactic asidosis,

fenilketonuria, renal tubular asidosis)

- Aminoasidemia (tirosinemia, hipervalinemia, lisinuria, ‘maple

syrup urine’)

- Asidemia organis (asidemia metilmalonik, asidemia propionik,

asidemia isovalerik)

- Hiperamonemia (sindroma Reye, defek siklus urea)

- Lain-lain (intoleransi fruktosa herediter, galaktosemia, kelainan

oksidasi asam lemak, diabetes insipidus, insufisiensi adrenal,

hiperkalsemia, hipervitaminosis A)

3. Stimulasi pada reseptor perifer gastrointestinalis atau obstruksi

traktus gastrointestinalis atau keduanya

Faringeal : refleks menelan (sekret sinusitis, ‘self induced rumination’)

Esofageal

- Fungsional : refluks, akhalasia, lain-lain, dismotilitas esofageal

- Struktural : striktura, cincin, atresia dll.

Gastrik

- Ulkus peptikum, infeksi, dismotolitas/gastroparesis

- Obstruksi (benzoar, stenosis piloris, penyakit granulomatosus

kronik)

Pada manusia muntah terdiri dari 3 aktivitas yang

terkait, nausea(mual), retching dan pengeluaran isi lambung. CTZ mengandung

reseptor untuk bermacam-macam sinyal neuroaktif yang menyebabkan muntah.

Reseptor di CTZ diaktivasi oleh bahan-bahan proemetik di dalam sirkulasi darah

atau di cairan serebrospinal (CSF). Reseptor untuk dopamin titik tangkap kerja

dari apomorfin, asetilkolin, vasopresin, enkefalin, angiotensin, insulin, endorfin,

substansi P, dan mediator-mediator lain Stimulator oleh teofilin dapat

menghambat aktivitas proemetik dari bahan neuropeptik tersebut.

41

Eferen dari CTZ dikirim ke CVC, selanjutnya terjadi serangkaian kejadian

yang dimulai melalui spangnik vagus eferen. CVC terletak di traktus nukleus

solitarius dan di sekitar formasio retikularis medula tepat di bawah CTZ..1,3

Muntah sebagai respons terhadap iritasi gastrointestinal, radiasi abdomen,

dilatasi gastrointestinal adalah kerja dari signal aferen nervus vagus ke pusat

muntah yang dipicu oleh pelepasan lokal mediator inflamasi dari mukosa yang

rusak, dengan pelepasan sekunder neurotransmiter. Eksitasi paling penting adalah

serotonin dari sel enterokromafin mukosa. Pada motion sickness diketahui bahwa

gerakan perubahan arah tubuh yang cepat menyebabkan orang tertentu

muntah, signal aferen ke pusat muntah berasal dari reseptor di labirin dan impuls

ditransmisikan terutama melalui inti vestibular ke dalam serebelum,kemudian ke

zona pencetus kemoreseptor, dan akhirnya ke pusat muntah.3

Berbagai rangsangan psikis, termasuk gambaran yang memuakkan, dan

faktor psikologi lain dapat menyebabkan muntahmelalui jaras kortek serebri dan

sistem limbik menuju pusat muntah.Selain itu, gejala gastrointestinal meliputi

peristaltik, salivasi, takipnea, takikardi.1,4

Terdapat tiga fase muntah, yaitu fase prodromal (fase pre-ejeksi), fase ejeksi

dengan retching dan muntah dan fase post ejeksi.4,8

1. Fase pre-ejeksi

Fase ini biasanya berlangsung sebentar, ditandai dengan mual dan

dihubungkan dengan peningkatan kadar vasopressin plasma (ADH), kadang-

kadang kenaikan ini melebihi tingkat vasopressin yang dibutuhkan dalam

kerjanya sebagai antidiuretik dan mengganggu aktifitas mioelektrisitas di antrum

gaster sehingga terjadi takigastria. Awal dariretching menyebabkan

kontraksi retrograde yang kuat dimulai dari usus halus bagian bawah membawa

isi dari usus halus kembali ke lambung. Pada tahap awal dari iritasi

gastrointestinal atau distensi yang berlebihan, antiperistaltis mulai terjadi, sering

beberapa menit sebelum muntah terjadi. Antiperistaltis dapat dimulai sampai

sejauh ileum di traktus intestinal, dan gelombang antiperistaltik bergerak mundur,

naik ke usus halus dengan kecepatan 2-3cm/detik; proses ini dapat mendorong

sebagian isi usus kembali ke duodenum, menjadi sangat meregang. Peregangan ini

menjadi faktor pencetus yang menimbulkan tindakan muntah yang

42

sebenarnya. Sistem saraf otonom teraktivasi sehingga terjadi takikardi,

vasokonstriksi dan berkeringat dingin. Sistem saraf vagus membuat traktus

intestinal bagian atas menjadi relaksasi dan memicu salivasi.

2. Fase ejeksi

Retching biasanya mendahului muntah. Fungsi dari retching masih belum

diketahui. Muntah merupakan gabungan dari kontraksi ritmik yang terkoordinasi

dari diafragma, otot-otot interkostalis eksterna dan otot abdomen memeras

lambung dan mengeluarkan isi lambung.

Pada saat muntah, kontraksi intrinsik kuat terjadi baik pada duodenum

maupun lambung, bersama dengan relaksasi sebagian dari sfingter esophagus

bagian bawah, sehingga membuat muntahan mulai bergerak ke dalam esophagus.

Setelah itu terjadi kerja muntah spesifik yang melibatkan otot-otot abdomen

mengambil alih dan mendorong muntahan ke luar.

Sekali pusat muntah telah cukup dirangsang dan timbul perilaku muntah,

efek yang pertama adalah (1) bernafas dalam, (2) naiknya tulang lidah dan faring

untuk menarik sfingter esofagus bagian atas supaya terbuka, (3) penutupan glotis,

dan (4) pengangkatan palatum mole untuk menutupi nares posterior. Kemudian

datang kontraksi yang kuat ke bawah diafragma bersama dengan rangsangan

kontraksi semua otot dinding abdomen. Keadaan ini memeras perut di antara

diafragma dan otot-otot abdomen, membentuk suatu tekanan intragastrik sampai

ke batas yang tinggi. Akhirnya sfingter esophagus bagian bawah berelaksasi

secara lengkap, membuat pengeluaran isi lambung ke atas melalui esophagus. Jadi

kerja muntah berasal dari suatu kerja memeras otot-otot abdomen bersama dengan

pembukaan sfingter esophagus secara tiba-tiba sehingga isi lambung dapat

dikeluarkan.

3. Fase Post-ejeksi

Fase post ejeksi belum seluruhnya dimengerti, bagaimana fungsi normal tubuh

kembali lagi sepenuhnya setelah mengalami muntah dan kapan muntah pertama

akan diikuti muntah lainnya lagi.

43

1.2.4 Komplikasi 1,4

a. Komplikasi metabolik :

Dehidrasi, alkalosis metabolik, gangguan elektrolit dan asam basa, deplesi

kalium, natrium. Dehidrasi terjadi sebagai akibat dari hilangnya cairan lewat

muntah atau masukan yang kurang oleh karena selalu muntah. Alkalosis sebagai

akibat dari hilangnya asam lambung, hal ini diperberat oleh masuknya ion

hidrogen ke dalam sel karena defisiensi kalium dan berkurangnya

natrium ekstraseluler. Kalium dapat hilang bersama bahan muntahan dan keluar

lewat ginjal bersama-sama bikarbonat. Natrium dapat hilang lewat muntah dan

urine. Pada keadaan alkalosis yang berat, pH urine dapat 7 atau 8, kadar natrium

dan kalium urine tinggi walaupun terjadi deplesi Natrium dan Kalium

b. Gagal Tumbuh Kembang

Muntah berulang dan cukup hebat menyebabkan gangguan gizi karena

intake menjadi sangat berkurang dan bila hal ini terjadi cukup lama, maka akan

terjadi kegagalan tumbuh kembang.

c. Aspirasi Isi Lambung

Aspirasi bahan muntahan dapat menyebabkan asfiksia. Episode aspirasi

ringan berulang menyebabkan timbulnya infeksi saluran nafas berulang. Hal ini

terjadi sebagai konsekuensi GERD.

d. Mallory Weiss syndrome

Merupakan laserasi linier pada mukosa perbatasan esofagus dan

lambung. Biasanya terjadi pada muntah hebat berlangsung lama. Pada

pemeriksaan endoskopi ditemukan kemerahan pada mukosa esofagus bagian

bawah daerah LES. Dalam waktu singkat akan sembuh. Bila anemia terjadi

karena perdarahan hebat perlu dilakukan transfusi darah

e. Peptik esofagitis

Akibat refluks berkepanjangan pada muntah kronik menyebabkan

iritasi mukosa esophagus oleh asam lambung.

44

1.2.5 Prognosis

Prognosis pasien dengan gejala muntah tergantung pada derajat dehidrasi

dan penatalaksanaan dehidrasi, etiologi penyakit yang menyebabkan muntah, serta

komplikasi yang terjadi dari muntah itu sendiri.

45

LAPORAN STUDI KASUS STASE ANAK

BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Dasar Penegakan Diagnosis

5.1.1 Anamnesis

Sifat dan ciri muntah akan membantu mengetahui penyebab muntah.

Muntah proyektil dapat dikaitkan dengan adanya obstruksi gastrointestinal atau

tekanan intrakranial yang meningkat. Muntah persisten pada neonatus dapat

dicurigai ke arah kelainan metabolik bawaan ditambah dengan adanya riwayat

kematian yang tidak jelas pada saudaranya dan multipel abortus spontan pada

ibunya. 1,9

Bahan muntahan dalam bentuk apa yang dimakan menunjukkan bahwa

makanan belum sampai di lambung dan belum dicerna oleh asam lambung berarti

penyebab muntahnya di esofagus. Muntah yang mengandung gumpalan susu yang

tidak berwarna coklat atau kehijauan mencerminkan bahwa bahan muntahan

berasal dari lambung. Muntah yang berwarna kehijauan menunjukkan bahan

muntahan berasal dari duodenum di mana terjadi obstruksi di bawah ampula

vateri. Bahan muntahan berwarna merah atau kehitaman (coffee ground vomiting)

menunjukkan adanya lesi di mukosa lambung. Muntah yang terlalu berlebihan

dapat menyebabkan robekan pada mukosa daerah sfingter bagian bawah esofagus

yang menyebabkan muntah berwarna merah kehitaman (Mallory Weiss

syndrome). Adanya erosi atau ulkus pada lambung menyebabkan muntah

berwarna hitam, kecoklatan, atau bahkan merah karena darah belum tercerna

sempurna. Pada periode neonatal darah ibu yang tertelan oleh bayi pada waktu

persalinan atau puting susu ibu yang luka akibat sedotan mulut bayi, warna

muntah juga berwarna kecoklatan, dapat dibedakan antara darah ibu dan bayi

dengan Apt test (alkali denaturation test). Muntah fekal menunjukan adanya

peritonitis atau obstruksi intestinal. 1,3

Jenis dan jumlah makanan atau minuman sebelum muntah (ASI atau susu

formula, makanan atau minuman lainnya), kehilangan berat badan, miksi terakhir

46

dan perubahan perilaku harus dicermati. Poin penting lainnya adalah apakah ada

riwayat alergi atau intoleran makanan dan pengobatan sebelumnya, apakah anak

mengalami gejala lain seperti nyeri kepala, diare atau letargi. Perlu juga

ditanyakan kondisi medis anak sebelumnya, riwayat pembedahan, riwayat

bepergian ke negara berkembang dan sumber air minum dan apakah anak

sebelumnya mengkonsumsi makanan yang mungkin telah tercemar. 1,3

Kelainan anatomik kongenital, genetik, dan penyakit metabolik lebih

sering terlihat pada periode neonatal, sedangkan peptik, infeksi, dan psikogenik

sebagai penyebab muntah lebih sering terjadi dengan meningkatnya umur.

Intoleransi makanan, perilaku menolak makanan dengan atau tanpa muntah sering

merupakan gejala dari penyakit jantung, ginjal, paru, metabolik, genetik, atau

kelainan neuromotorik.1,3

5.1.2 Pemeriksaan fisik 9

Tanda-tanda dehidrasi yaitu ubun-ubun yang cekung, turgor kulit kembali

lambat/sangat lambat, mulut kering, air mata yang kering,berkurangnya

frekuensi miksi (kurang dari satu popok basah dalam enam jam pada bayi)

atau anak dengan denyut jantung cepat (bervariasi, tergantung umur anak)

sehingga dapat dinilai derajat dehidrasi untuk penatalaksanaan selanjutnya.

Iritasi peritonium dicurigai pada anak yang menahan sakit dengan posisi

memeluk lutut, perlu diperiksa adanya distensi, darm countour dan darm

steifung, peningkatan serta bising usus.

Teraba massa, organomegali, perut yang lunak atau tegang harus

diperhatikan dan diperiksa dengan seksama. Pada pilorus hipertrofi akan

teraba massa pada kuadran kanan atas perut.

Intususepsi biasanya ditandai dengan perut yang lunak, masa berbentuk

sosis pada kuadran kanan atas dan ada bahagian yang kosong pada kuadran

kanan bawah (Dance sign)

Rectal toucher, penurunan tonus sfingter ani, dan feses yang keras dengan

jumlah yang banyak pada ampula menandakan adanya impaksi fekal.

Konstipasi akan meningkatkan tonus sfingter ani, dan ampula yang kosong

menandakan Hirschsprung disease.

47

5.1.3 Diagnosis Banding

Diagnosis banding muntah pada bayi berdasarkan kekerapan timbulnya

dapat dilihat pada tabel dibawah ini 1,3

Tabel. 1 Diagnosis Banding muntah pada bayi

Sering Jarang

Obstruksi Adrenogenital syndrome

Tumor Otak

Gastroenteritis (Peningkatan Tekanan Intra Kranial)

Refluks Gastroesofageal Keracunan Makanan

Overfeeding Inborn error of metabolism

Infeksi Sistemik Asidosis Tubular Ginjal

Ruminasi

Perdarahan Subdural

Diagnosis banding muntah pada bayi berdasarkan kekerapan timbulnya

dapat dilihat pada tabel dibawah ini 1,3

Tabel. 2 Diagnosis Banding muntah pada anak dan Remaja

Sering Jarang

Gastroenteritis Sindrom Reye

Infeksi Sistemik Hepatitis

Keracunan Ulkus Peptikum

Sindrom Pertusis Pankreatitis

Obat-obatan Peningkatan Tekanan Intra Kranial

Penyakit Telinga Tengah

Kemoterapi

Akalasia

Muntah Siklik

Striktur Esofagus

Kelainan metabolisme bawaan

48

Diagnosis banding muntah berdasarkan gejala yang hampir sama adalah

sebagai berikut:2

1. Posseting

Pengeluaran sedikit isi lambung sehabis makan, biasanya meleleh keluar

dari mulut. Sering didahului oleh bersendawa, tidak berbahaya dan akan

menghilang dengan sendirinya.

2. Ruminasi (Rumination, merycism)

Merupakan suatu kebiasaan abnormal, mengeluarkan isi lambung,

mengunyahnya dan kemudian menelannya kembali. Kadang-kadang dirangsang

secara sadar dengan mengorek faring dengan jari, tidak berbahaya. Kebiasaan ini

sulit dihilangkan, memerlukan bimbingan psikologik/psikoterapi yang intensif.

3. Regurgitasi

Disebabkan oleh inkompetens sfingter kardioesofageal dan/atau

memanjangnya waktu pengosongan isi lambung. Dapat mengganggu

pertumbuhan dan menimbulkan infeksi traktus respiratorius berulang akibat

aspirasi. Bisa juga sebagai salah satu penyebab sudden infant death syndrome.

Sebagian besar akan menghilang sendiri dengan bertambahnya umur bayi.

4. Refluks gastroesofageal (RGE)

RGE adalah keluarnya isi lambung ke dalam esophagus. Keadaan ini

mungkin normal atau dapat pula abnormal. Setaip refluks tidak selalu disertai

regurgitasi atau muntah, tetapi setiap regurgitasi pasti disertai refluks.

5.2 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan awal pada pasien dengan keluhan muntah adalah

mengkoreksi keadaan hipovolemi dan gangguan elektrolit. Pada penyakit

gastroenteritis akut dengan muntah, obat rehidrasi oral biasanya sudah cukup

untuk mengatasi dehidrasi.9

Pada muntah bilier atau suspek obstuksi intestinal penatalaksanaan

awalnya adalah dengan tidak memberikan makanan secara peroral serta

memasang nasogastic tube yang dihubungkan dengan intermittent suction. Pada

keadaan ini memerlukan konsultasi dengan bagian bedah untuk penatalaksanaan

lebih lanjut.9

49

Pengobatan muntah ditujukan pada penyebab spesifik muntah yang dapat

diidentifikasi. Penggunaan antiemetik pada bayi dan anak tanpa mengetahui

penyebab yang jelas tidak dianjurkan. Bahkan kontraindikasi pada bayi dan anak

dengan gastroenteritis sekunder atau kelainan anatomis saluran gastrointestinal

yang merupakan kasus bedah misalnya, hiperthrophic pyoric stenosis (HPS),

apendisitis, batu ginjal, obstruksi usus, dan peningkatan tekanan intrakranial.

Hanya pada keadaan tertentu antiemetik dapat digunakan dan mungkin efektif,

misalnya pada mabuk perjalanan (motion sickness), mual dan muntah pasca

operasi, kemoterapi kanker, muntah siklik, gastroparesis, dan gangguan motilitas

saluran gastrointestinal.1,3

Terapi farmakologis muntah pada bayi dan anak adalah sebagai

berikut: 1,3,9

a. Antagonis dopamin

Tidak diperlukan pada muntah akut disebabkan infeksi gastrointestinal

karena biasanya merupakan self limited. Obat-obatan antiemetik biasanya

diperlukan pada muntah pasca operasi, mabuk perjalanan, muntah yang

disebabkan oleh obat-obatan sitotoksik, dan penyakit refluks gastroesofageal.

Contohnya Metoklopramid dengan dosis pada bayi 0.1 mg/kgBB/kali PO 3-4 kali

per hari. Pasca operasi 0.25 mg/kgBB per dosis IV 3-4 kali/hari bila perlu. Dosis

maksimal pada bayi 0.75 mg/kgBB/hari. Akan tetapi obat ini sekarang sudah

jarang digunakan karena mempunyai efek ekstrapiramidal seperti reaksi distonia

dan diskinetik serta krisis okulonergik.

Domperidon adalah obat pilihan yang banyak digunakan sekarang ini

karena dapat dikatakan lebih aman. Domperidon merupakan derivat

benzimidazolin yang secara invitro merupakan antagonis dopamine. Domperidon

mencegah refluks esophagus berdasarkan efek peningkatan tonus sfingter

esophagus bagian bawah.

b. Antagonisme terhadap histamine (AH1)

Diphenhydramine dan Dimenhydrinate (Dramamine) termasuk dalam

golongan etanolamin. Golongan etanolamin memiliki efek antiemetik paling kuat

diantara antihistamin (AH1) lainnya. Kedua obat ini bermanfaat untuk mengatasi

mabuk perjalanan (motion sickness) atau kelainan vestibuler. Dosisnya oral: 1-

50

1,5mg/kgBB/hari dibagi dalam 4-6 dosis. IV/IM: 5 mg/kgBB/haridibagi dalam 4

dosis.

c. Prokloperazin dan Klorpromerazin

Merupakan derivate fenotiazin. Dapat mengurangi atau mencegah muntah

yang disebabkan oleh rangsangan pada CTZ. Mempunyai efek kombinasi

antikolinergik dan antihistamin untuk mengatasi muntah akibat obat-obatan,

radiasi dan gastroenteritis. Hanya boleh digunakan untuk anak diatas 2 tahun

dengan dosis 0.4–0.6 mg/kgBB/hari tiap dibagi dalam 3-4 dosis, dosis maksimal

berat badan <20>

d. Antikolinergik

Skopolamine dapat juga memberikan perbaikan pada muntah karena faktor

vestibular atau stimulus oleh mediator proemetik. Dosis yang digunakan adalah

0,6 mikrogram/kgBB/ hari dibagi dalam 4 dosis dengan dosis maksimal 0,3mg per

dosis.

e. 5-HT3 antagonis serotonin

Yang sering digunakan adalah Ondanasetron. Mekanisme kerjanya diduga

dilangsungkan dengan mengantagonisasi reseptor 5-HT yang terdapat pada CTZ

di area postrema otak dan mungkin juga pada aferen vagal saluran cerna.

Ondansentron tidak efektif untuk pengobatanmotion sickness. Dosis mengatasi

muntah akibat kemoterapi 4–18 tahun: 0.15 mg/kgBB IV 30 menit senelum

kemoterapi diberikan, diulang 4 dan 8 jam setelah dosis pertama diberikan

kemudiansetiap 8jam untuk 1-2 hari berikutnya. Dosis pascaoperasi: 2–12 yr

<40>40 kg: 4 mg IV; >12 yr: dosis dewasa8 mg PO/kali.

51

LAPORAN STUDI KASUS STASE ANAK

BAB VI

PENUTUP

6.1 KESIMPULAN HOLISTIK

Diagnosis dari segi biologis

Working diagnosis: Observasi febris dan vomiting

Differential diagnosis:

1. Stenosis esofagus

2. GERD (Gastroesofageal reflux desease)

3. Stenosis pilorus

4. Invaginasi

5. Overfeeding

6. Gastroenteritis

Diagnosis dari segi psikososial

Hubungan An.R dengan keluarganya cukup harmonis, saling mendukung

dan perhatian.

Diagnosa dari segi sosial

Penderita hanya sebagai anggota masyarakat biasa

6.2 SARAN KOMPREHENSIF

Memberikan pengertian dan pemahaman kepada keluarga pasien mengenai

keluhan (muntah dan panas) yang diderita an.R merupakan gejala dari

sebuah penyakit. Dukungan dan peran aktif dari keluarga sangat

diperlukan untuk membantu pemulihan keadaan an.R dan tumbuh

kembangnya.

Untuk pernyataan bahwa an.R mudah lapar dan tidak kenyang hanya

dengan ASI, bisa diberikan pengertian bahwa makanan tambahan selain

ASI seharusnya diberikan setelah anak berumur 6 tahun. Sebelum itu,

hanya diperbolehkan memberikan ASI, jika anak tetap rewel kemungkinan

52

frekwensi pemberian ASI kurang (3-4 jam sekali) atau mungkin durasinya

kurang lama.

Diberikan pengertian kepada pihak keluarga jika kebersihan peralatan bayi

(botol susu) juga sangat berpengaruh untuk sistem pencernaan bayi.

Setelah digunakan, diharap peralatan bayi bisa dicuci dengan air hangat

dan menggunakan sabun cuci yang dapat membunuh kuman namun tetap

aman bayi bayi.

Untuk pernyataan bahwa an.R selalu muntah setelah diberikan susu

tambahan (umur 8 bulan), bisa dipikirkan untuk mengganti susu dan

berpikir kemungkinan ke arah alergi dari kandungan di dalam susu yang

diberikan (karbohidrat, lemah, dan protein)

Makanan tambahan yang diberikan (bubur) dapat diberikan dengan

volume kecil dengan frekwensi yang sering, diharapkan dapat

menyingkirkan kemungkinan muntahnya an.R disebabkan karena

overfeeding.

53

DAFTAR PUSTAKA

1. Putra, Deddy Satriya. Muntah pada anak. Di sunting dan di terbitkanKlinik Dr.

Rocky™. Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Arifin Achmad/ FK-UNRI.

Pekanbaru. Diakses dari http://www.dr-rocky.com. Last update Saturday, 28

March 2009 19:14

2. Suraatmaja, Sudaryat. 2005. Muntah pada bayi dan anak dalam kapita selekta

gastroenterologi anak. CV. Sagung Seto. Jakarta.

3. Sudarmo, Subijanto Marto. 2009. Penatalaksanaan muntah pada bayi dan anak.

Divisi Gastroenterologi Laboratotrium Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr.

Soetomo/FKUnair. Diakses darihttp://www.pediatrik.com/buletin/20060220-

hw0gpy-buletin.pdf

4. Guyton and Hall, 1996. Textbook of medical physiology. 9th

Ed. W. B

Saunders Company. Philadelphia.

5. Firmansyah, Agus. 1991. Gejala gangguan saluran cerna dalam buku ajar ilmu

kesehatan anak A. H Markum.Jilid I. Gaya Baru. Jakarta; hal: 408-409.

6. Charles A. Pohl, Leonard G.Gomella, series editor. Pediatrics on call. Lange

medical book/McGraw-Hill. 2006:435

7. Lindley, Keith J, Andrews, Paul L. Pathogenesis and treatment of cyclical

vomiting. Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition [serial online]

2005 September. Philadelphia.. Available from URL : www.jpgn.org

8. Scruggs, Karen and Johnson, Michael. 2004. Persistent vomiting in pediatric

treatment guidelines. Current Clinical Strategies. USA; p : 129-133

9. Keshav, Satish. 2004. Nausea and vomiting in the gastrointestinal system at a

glance. Blackwell Science Ltd. Australia; p: 62-63

10. Behrman RE, 1998. Major symptoms and signs of digestive tract disorders in

nelson essentials of pediatrics, 3rd ed. WB Saunders. Philadelphia;

11. Schwarz, Steven M. Gastroesophageal refluks. [serial online] 2008, January

18th

. Philadelphia. Available from

URL:http://emedicine.medscape.com/article/930029-overview