osteoporosis pada lansia

23
Osteoporosis pada Lansia Egidius Ian Andrian 102012346 Kelompok : BP6 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 2012 Jalan Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510 Telp : 021-56942061 Fax : 021-5631731 E-mail : [email protected] Pendahuluan Osteoporosis adalah suatu penyakit degeneratif yang ditandai dengan melemahnya struktur penyusun tulang sehingga membuat tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Osteoporosis biasanya terjadi pada manusia yang sudah menginjak usia lanjut. Osteoporosis terdiri dari dua macam tipe yaitu osteoporosis pasca menopause yang berhubungan dengan defisiensi estrogen dan osteoporosis senilis yang berkaitan dengan gangguan absorbsi kalsium. Penanganan osteoporosis haruslah dilakukan sedini mungkin agar kerusakan yang diakibatkan juga minimal, suatu contoh kasus berikut akan memberikan penjelasan mengenai osteoporosis serta pengobatan dan penatalaksanaan dalam pemeriksaannya lebih lanjut. Anamnesis Anamnesis memegang peranan yang penting pada evaluasi penderita osteoporosis. Kadang-kadang keluhan utama bias langsung mengarah kepada diagnosis, misalnya fraktur colum femoris pada osteoporosis, bowing leg pada riket, atau kesemutan dan rasa kebal d mulut, dan ujung jari pada hipokalsemia. Pada anak-anak

Upload: yogidj

Post on 23-Dec-2015

25 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

yogie love ninanda widakdo

TRANSCRIPT

Page 1: Osteoporosis Pada Lansia

Osteoporosis pada Lansia

Egidius Ian Andrian

102012346 Kelompok : BP6

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 2012

Jalan Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510 Telp : 021-56942061 Fax : 021-5631731

E-mail : [email protected]

Pendahuluan

Osteoporosis adalah suatu penyakit degeneratif yang ditandai dengan melemahnya struktur penyusun tulang sehingga membuat tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Osteoporosis biasanya terjadi pada manusia yang sudah menginjak usia lanjut. Osteoporosis terdiri dari dua macam tipe yaitu osteoporosis pasca menopause yang berhubungan dengan defisiensi estrogen dan osteoporosis senilis yang berkaitan dengan gangguan absorbsi kalsium. Penanganan osteoporosis haruslah dilakukan sedini mungkin agar kerusakan yang diakibatkan juga minimal, suatu contoh kasus berikut akan memberikan penjelasan mengenai osteoporosis serta pengobatan dan penatalaksanaan dalam pemeriksaannya lebih lanjut.

Anamnesis

Anamnesis memegang peranan yang penting pada evaluasi penderita osteoporosis. Kadang-kadang keluhan utama bias langsung mengarah kepada diagnosis, misalnya fraktur colum femoris pada osteoporosis, bowing leg pada riket, atau kesemutan dan rasa kebal d mulut, dan ujung jari pada hipokalsemia. Pada anak-anak gangguan pertumbuhan atau tumbuh pendek, nyeri tulang, kelemahan otot, waddling gait, kalsifikasi ekstraskeletal, kesemuanya mengarah pada penyakit tulang metabolic.

Factor lain yang harus ditanyakan adalah fraktur dengan trauma minimal, imobilisasi lama, penurunan tinggi badan pada orang tua, kurangnya paparan sinar matahari, asupan kalsium, fosfor dan vitamin D, latihan yang teratur.

Obat-obatan yang diminum dalam jangka waktu panjang juga harus diperhatikan, seperti kortikosteroid, hormone tiroid, antikonvulsan, heparin, antasida yang mengandung alumunium, sodium-fluorida dan bifosfonat etidronat.

Page 2: Osteoporosis Pada Lansia

Alcohol dan merokok juga merupakan factor resiko osteoporosis. Penyakit penyakit lain yang harus ditanyakan yang juga berhubungan dengan osteoporosis adalah penyakit ginjal, saluran cerna, hati, endokrin dan isufisiensi pancreas. Riwayat haid umur menarche dan riwayat menopause. Penggunaan obat kontraseptif juga harus d perhatikan. Serta riwayat keluarga dengan osteoporosis juga diperhatikan, karena ada beberapa penyakit tulang metabolit yang bersifat herediter.

Pemeriksaan Fisik

Tinggi badan dan berat badan harus diukur pada setiap penderita osteoporosis. Demikian juga gaya berjalan penderita, deformitas tulang, leg-length inequality, nyeri spinal dan jaringan parut pada leher (bekas operasi tiroid).

Penderita dengan osteoporosis sering menunjukkan kifosis dorsal atau gibbus (Dowager’s hump) dan penurunan tinggi badan. Selain itu juga didapatkan protuberantia abdomen, spasme otot paravertebral dan kulit yang tipis. 1

Pemeriksaan Penunjang

Osteoporosis perlu diobati dengan baik. Keberhasilan penanganan osteoporosis sangat tergantung kepada bagaimana pemeriksaan tulang, mendeteksinya secara dini, dan menentukan risiko terjadinya patah tulang untuk mengambil tindakan pengobatan secepatnya. Pemeriksaan tulang terdiri atas dua kategori besar, yang pertama dengan menentukan densitas atau kepadatan tulang, dengan menggunakan berbagai alat yang kini semakin canggih. Yang kedua melalui pemeriksaan biokimiawi darah, untuk mengetahui bagaimana turnover atau proses modeling-remodeling tulang. Pemeriksaan densitas tulang dan biokimiawi darah penting pula untuk mengetahui keberhasilan pemberian obat antiosteoporosis. 4

Biokimiawi

Kalsium, fosfat, dan alkali fosfatase serum serta kalsium urin normal. (Alkali fosfatase bisa meningkat setelah fraktur). 2

Radiologi

Rontgen lateral vertebra lumbal dan dorsal. Bisa tampak bentuk baji atau deformitas konkaf ( seperti ikan cod) pada korpus vertebra. Bisa terjadi ruptur diskus ke dalam korpus vertebra (nodus Schmorl). Hilangnya densitas tulang bisa tampak jelas namun evaluasi massa tulang berdasarkan radiologis tidak bisa diandalkan. Osteopenia yang tegas pada rontgen merupakan tanda hilangnya tulang yang lanjut. 2

Densitometri tulang

2

Page 3: Osteoporosis Pada Lansia

Absorpsiometri kuantitatif dengan computed tomography (CT) dengan foton tunggal atau ganda sampai absorpsiometri sinar X energi ganda (DXA) menilai densitas tulang dengan pengukuran absorpsi sinar gamma atau sinar X di lokasi yang secara klinis relevan seperti di radius, pelvis atau vertebra. Jika tersedia, DXA adalah metode terpilih, dengan metode pengukuran yang cepat dan berkaitan dengan paparan radiasi yang rendah. 2

Foto rontgen polos berguna untuk memperlihatkan fraktur yang berhubungan dengan osteoporosis. 3

Absorpsiometri rontgen emisi ganda (dual emission X-ray absorptiometry [DEXA]) digunakan untuk mengukur densitas tulang dan menghitung derajat osteopenia (kehilangan tulang ringan-sedang) atau osteoporosis (kehilangan tulang berat). Pengukuran berguna pada orang-orang yang beresiko (misalnya yang sedang menjalani terapi kortikosteroid, menopause yang terjadi lebih awal) untuk mengevaluasi kebutuhan dan respons terhadap proteksi tulang. 3

1. Dual Energy X-Ray Absorptiometry (DXA)

DXA adalah suatu teknik yang akurat dan presisi yang dapat digunakan untuk mengukur densitas tulang di beberapa tulang di rangka. Mesin DXA bisa mengukur Bone Mineral Content (BMC) di panggul, tulang belakang, tulang radius dan tulang calcaneus atau total mineral di seluruh rangka. Pasien tetap berpakaian dan ditempatkan secara hati-hati di sebuah meja untuk tindakan scan yang membutuhkan waktu sebentar dan menghasilkan sebuah hasil laporan dalam bentuk cetakan. 5

2. Hip BMD

Hip DXA atau DXA panggul dianggap sebagai “gold standard” oleh banyak ahli untuk menilai resiko fraktur dan membuat diagnosis untuk osteoporosis. Hip DXA adalah prediktor yang lebih kuat untuk fraktur panggul dibandingkan pemeriksaan BMD di tempat lain dan memprediksi resiko fraktur-fraktur lain sebaik atau bahkan lebih baik dari cara pengukuran yang lain. BMD panggul tidak dipengaruhi oleh kelainan degeneratif artritis dari panggul. 5

3. Spine BMD

Spine BMD mengukur vertebra lumbal, L1 sampai L4, dalam proyeksi posteroanterior. Karena tulang belakang memiliki tulang trabekular yang lebih banyak dibandingkan tempat lain, spine BMD lebih sensitif terhadap efek dari hormon dan obat-obatan. Spine BMD cenderung sedikit lebih presisi dibandingkan hip DXA, jadi beberapa dokter lebih memilih menggunakan spine BMD untuk memonitor efek dari perawatan kortikosteroid dan perawatan obat-obatan lain. 5

3

Page 4: Osteoporosis Pada Lansia

Spine BMD memperlihatkan kandungan mineral dari seluruh tulang lumbal termasuk badan vertebra, bagian posterior tubuh dan sendi serta total kalsium diatas aorta abdominal. Karena itu, spine BMD meningkat sejalan dengan artritis degeneratif dan kalsifikasi aorta, yang mana keduanya meningkat secara umum dan parah setelah usia 65. Karena alasan ini, setelah usia sekitar 65 tahun spine BMD cenderung meningkat, daripada menurun seperti yang terlihat pada pengukuran BMD yang lain. 5

Karena alasan ini, kecuali jika ada alasan spesifik untuk mengukur spine BMD, seperti perawatan dengan kortikosteroid, spine BMD tidak boleh dilakukan untuk dewasa dengan usia diatas 65 tahun atau mereka yang memiliki kelainan artritis degeneratif pada tulang belakang.

Pengukuran spine DXA bisa meningkat jika satu atau lebih dari vertebra lain yang diukur mengalami fraktur atau terkena degeneratif artritis lokal.

4. Periperhal DXA (pDXA)

Alat DXA yang lebih kecil digunakan untuk mengukur densitas tulang di lengan bawah. Radius distal biasanya digunakan karena mengandung tulang trabekular dan tulang kortikal. Karena kecil dan relatif murah, mereka lebih banyak tersedia di rumah sakit dibandingkan DXA standard.Tes pDXA secara umum lebih murah daripada spine atau hip DXA. 5

Dual energy X-ray absorptiometry (DXA, DEXA) pada saat ini adalah teknik densitometrik yang paling berkembang, terpercaya dan popular yang digunakan sebagai “gold standard” dan “reference standard”. Teknik ini serbaguna dan dapat digunakan untuk menilai bone mineral content untuk seluruh rangka tulang atau pada tulang-tulang tertentu, terutama yang paling rentan terkena fraktur. Rangka atau tulang yang diperiksa terkena dua sinar X-ray dengan intensitas yang berbeda. Dan kandungan mineral dari tulang dihitung dengan program komputer dari banyaknya radiasi. Teknik ini mengukur luas area densitas (g/cm2) daripada densitas volumetrik yang sebenarnya (g/cm3) karena menggunakan scan secara dua dimensi.

Dengan menggunakan dua pengukuran, kontribusi daripada komponen jaringan halus (beda jumlah untuk jaringan otot dan jaringan lemak) bisa dihitung dan dibuang. DXA bisa mengukur panggul dan tunggal belakang (central) dan lengan bawah (peripheral) bahkan bisa melakukan total body scan (full body DXA scanner).

Sendi panggul dan tulang belakang lumbal diukur secara rutin dari depan (AP) atau dari samping (lateral). Kombinasi evaluasi dari kedua pengukuran ini bisa mengembangkan nilai dari status mineral tulang pasien dan prediksi fraktur, terutama kasus dengan variasi anatomi, kelainan degeneratif yang parah dan fraktur. Pengukuran

4

Page 5: Osteoporosis Pada Lansia

tulang lumbal tidak terbatas hanya pada badan vertebranya, tetapi juga termasuk arch dan processus spinosus yang memiliki kuantitas tulang kompak yang patut dipertimbangkan. 6

Hasil Pengukuran dengan DEXA berupa: 1

Densitas mineral tulang pada area yang dinilai satuan bentuk gram per CM2

Kandungan mineral tulang dalam satuan gram.

Perbandingan hasil densitas mineral tulang dengan nilai normal rata-rata densitas tulang pada orang seusia dan dewasa muda yang dinyatakan dalam persentase.

Perbandingan hasil densitas mineral tulang dengan nilai normal rata-rata densitas tulang pada orang seusia dan dewasa muda yang dinyatakan dalam skor standar deviasi (Z-score atau T-score)

Densitas mineral tulang yang rendah merupakan faktor risiko utama yang dapat dicegah dan prediktor utama terjadinya fraktur. Secara umum setiap terjadi penurunan densitas tulang sebesar 1 standar deviasi dibawah rata-rata densitas mineral tulang orang dewasa muda akan meningkatkan terjadinya fraktur sebanyak 2-3 kali. 1

Pemeriksaan densitometri untuk mengetahui densitas tulang pada osteoporotik dipakai standar WHO sebagai berikut: 1

Kategori Diagnostik T-ScoreNormal >-1Osteopenia <-1Osteoporosis <-2,5(tanpa fraktur)Osteoporosis berat <-2,5(dengan fraktur)

Working Diagnosis

Osteoporosis

Osteoporosis adalah hilangnya massa tulang dan bukan perubahan kandungannya. Keadaan ini ditandai oleh meningkatnya risiko fraktur akibat kerapuhan tulang. Lokasi fraktur tersering adalah tulang belakang, kolum femoris, dan radius. 2 Osteoporosis adalah hal yang sering dijumpai dan menjadi predisposisi untuk terjadinya fraktur tulang akibat adanya penurunan kuantitatif dan kedua komponen matriks tulang (osteoid dan hidroksiapatit). 3

Sebanyak 50% wanita dan 15% pria mengalami fraktur yang berhubungan dengan osteoporosis pada usia 90 tahun. Osteoporosis dapat bersifat sekunder terhadap penyakit tertentu( di bawah) atau primer, osteoporosis primer lebih sering terjadi pada wanita berusia lanjut. Terutama pada

5

Page 6: Osteoporosis Pada Lansia

wanita yang terlambat menarche, mengalami menopause lebih cepat, atau memiliki riwayat oligomenorea dalam waktu lama (misalnya atlet, anoreksia nervosa). 3

Faktor risiko penting lainnya termasuk merokok, alkohol, gaya hidup yang sedikit beraktivitas(atau latihan tanpa beban) adanya riwayat keluarga (massa tulang puncak dipengaruhi oleh kontrol genetik yang kuat), dan postur tubuh yang kurus. Osteoporosis sekunder terjadi pada: 3

Penyakit endokrin: tirotoksikosis, penyakit Cushing, hipogonadisme, hiperparatiroidisme.

Penyakit reumatologis: artropati inflamasi, terutama yang diobati dengan steroid.

Penyakit saluran pencernaan: malabsorpsi, sirosis.

Neoplasia

Penggunaan obat-obatan terutama kortikosteroid, heparin, warfarin dan fenitoin.

Diferential Diagnosis

Osteoarthritis

Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Vertebra, panggul, lutut dan pergelangan kaki paling sering terkena OA. Terapi OA biasanya simptomatik, misalnya dengan pengendalian faktor-faktor risiko, latihan, intervensi fisioterapi, dan terapi farmakologis, pada OA fase lanjut sering diperlukan pembedahan. Untuk membantu mengurangi keluhan nyeri pada OA, biasanya digunakan analgetika atau obat anti-inflamasi non steroid (OAINS). Karena keluhan nyeri pada OA yang kronik dan progresif, penggunaan OAINS biasanya berlangsung lama, sehingga tidak jarang menimbulkan masalah. 1

Etiopatogenesis Osteartritis1

Berdasarkan patogenesisnya OA dibedakan menjadi dua yaitu OA primer dan OA sekunder. Osteoartritis primer disebut juga OA idiopatik yaitu OA yang kausanya tidak diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi. OA sekunder adalah OA yang didasari oleh adanya kelainan endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan, herediter, jejas mikro dan makro serta imobilisasi yang terlalu lama. Osteoartritis primer lebih sering ditemukan dibanding sekunder.

Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari suatu proses ketuaan yang tidak dapat dihindari. Para pakar yang meneliti penyakit ini sekarang berpendapat bahwa OA ternyata

6

Page 7: Osteoporosis Pada Lansia

merupakan penyakit gangguan homeostasis dari metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur proteoglikan kartilago yang penyebabnya belum jelas diketahui. Jejas mekanis dan kimiawi pada sinovia sendi yang terjadi multifaktorial, antara lain karena faktor umur, stres mekanis atau penggunaan sendi yang berlebihan.

Jejas mekanis dan kimiawi ini diduga merupakan faktor penting yang merangsang terbentuknya molekul abnormal dan produk degradasi kartilago didalam cairan sinovial sendi yang mengakibatkan terjadi inflamasi sendi, kerusakan kondrosit dan nyeri.

Osteoartritis ditandai dengan fase hipertrofi kartilago yang berhubungan dengan suatu peningkatan terbatas dari sintesis matriks makromolekul oleh kondrosit sebagai kompensasi perbaikan(repair). Osteoartritis terjadi sebagai hasil kombinasi antara degradasi rawan sendi, remodelling tulang dan inflamasi.

Peningkatan degradasi kolagen akan mengubah keseimbangan metabolisme rawan sendi. Kelebihan produk hasil degradasi matriks rawan sendi ini cenderung berakumulasi di sendi dan menghambat fungsi rawan sendi serta mengawali suatu respons imun yang menyebabkan inflamasi sendi.

Kelainan disekitar rawan sendi tergantung pada sendi yang terkena, tetapi prinsipnya adalah adanya tanda-tanda inflamasi sendi, perubahan fungsi dan struktur rawan sendi seperti persambungan sendi yang tidak normal, gangguan fleksibilitas, pembesaran tulang serta gangguan fleksi dan ekstensi, terjadinya instabilitas sendi, timbulnya krepitasi baik pada gerakan aktif maupun pasif.

Faktor-Faktor Risiko Osteoartritis1

1. Umur

Dari semua faktor risiko untuk timbulnya OA, faktor ketuaan adalah yang terkuat. Prevalensi dan beratnya OA semakin meningkat dengan bertambahnya umur. OA hampir tak pernah pada anak-anak, jarang pada umur di bawah 40 tahun dan sering pada umur di atas 60 tahun. Akan tetapi harus diingat bahwa OA bukan akibat ketuaan saja. Perubahan tulang rawan sendi pada ketuaan berbeda dengan perubahan pada OA.

2. Jenis Kelamin

Wanita lebih sering terkena OA lutut dan OA banyak sendi, dan lelaki lebih sering terkena OA paha, pergelangan tangan dan leher. Secara keseluruhan, di bawah 45 tahun frekuensi OA kurang lebih sama pada laki-laki dan wanita, tetapi di atas 50 tahun (setelah menopause) frekuensi OA

7

Page 8: Osteoporosis Pada Lansia

lebih banyak pada wanita daripada pria. Hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis OA.

3. Genetik

Faktor herediter juga berperan pada timbulnya OA misalnya, pada ibu dari seorang wanita dengan OA pada sendi-sendi interfalang distal (nodus Heberden) terdapat 2 kali lebih sering OA pada sendi-sendi tersebut, dan anak-anaknya perempuan cenderung mempunyai 3 kali lebih sering, daripada ibu dan anak perempuan-peremuan dari wanita tanpa OA tersebut.

4. Kegemukan dan Penyakit Metabolik

Berat badan yang berlebih nyata berkaitan dengan meningkatnya risiko untuk timbulnya OA baik pada wanita maupun pria. Kegemukan ternyata tak hanya berkaitan dengan OA pada sendi yang menanggung beban, tapi juga dengan OA sendi lain (tangan atau sternoklavikula). Oleh karena itu disamping faktor mekanis yang berperan (karena meningkatnya beban mekanis), diduga terdapat faktor lain (metabolik) yang berperan pada timbulnya kaitan tersebut.Peran faktor metabolik dan hormonal pada kaitan antara OA dan kegemukan juga disokong oleh adanya kaitan antara OA dengan penyakit jantung koroner, diabetes mellitus dan hipertensi. Pasien-pasien osteoartritis ternyata mempunyai risiko penyakit jantung koroner dan hipertensi yang lebih tinggi daripada orang-orang tanpa osteoartritis.

Manifestasi Klinis1

Pada umumnya pasien OA mengatakan bahwa keluhan-keluhannya sudah berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan-lahan.

1. Nyeri Sendi

Keluhan ini merupakan keluhan utama yang seringkali membawa pasien ke dokter (meskipun mungkin sebelumnya sendi sudah kaku dan berubah bentuknya). Nyeri biasanya bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan tertentu kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri yang lebih dibanding gerakan yang lain.

2. Hambatan Gerakan Sendi

Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat dengan pelan-pelan sejalan dengan bertambahnya rasa nyeri.

3. Kaku Pagi

Pada beberapa pasien, nyeri atau kaku sendi dapat timbul setelah imobilitas, seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu yang cukup lama atau bahkan setelah bangun tidur.

4. Pembesaran sendi (deformitas)

8

Page 9: Osteoporosis Pada Lansia

Pasien mungkin menunjukkan bahwa salah satu sendinya (seringkali terlihat di lutut atau tangan) secara perlahan-lahan membesar.

5. Perubahan Gaya Berjalan

Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien. Hampir semua pasien OA pergelangan kaki, tumit, lutut atau panggul berkembang jadi pincang. Gangguan belajar dan gangguan fungsi sendi yang lain merupakan ancaman terbesar untuk kemandirian pasien OA yang umurnya tua.

Pemeriksaan Fisis1

1. Hambatan Gerak

Perubahan ini seringkali sudah ada meskipun pada OA yang masih dini (secara radiologis). Biasanya bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit, sampai sendi hanya bisa digoyangkan dan menjadi kontraktur. Hambatan gerak dapat konsentris(seluruh arah gerakan) maupun eksentris (Salah satu arah gerakan saja).

2. Krepitasi

Gejala ini lebih berarti untuk pemeriksaan klinis OA lutut. Pada awalnya hanya berupa perasaan akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang memeriksa. Dengan bertambah beratnya penyakit, krepitasi dapat terdengar sampai jarak tertentu. Gejala ini mungkin timbul karena gesekan kedua permukaan tulang sendi pada saat sendi digerakkan atau secara pasif dimanipulasi.

3. Pembengkakan Sendi yang seringkali asimetris

Pembengkakan sendi pada OA dapat timbul karena efusi pada sendi yang biasanya tak banyak (<100cc). Sebab lain ialah karena adanya osteofit, yang dapat mengubah permukaan sendi.

4. Tanda-tanda peradangan

Tanda-tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang merata dan warna kemerahan) mungkin dijumpai pada OA karena adanya sinovitis. Biasanya tanda-tanda ini tak menonjol dan timbul belakangan, seringkali dijumpai di lutut, pergelangan kaki dan sendi-sendi kecil tangan dan kaki.

5. Perubahan bentuk (deformitas) sendi yang permanen

Perubahan ini dapat timbul karena kontraktur sendi yang lama, perubahan permukaan sendi, berbagai kecacatan dan gaya berdiri dan perubahan pada tulang dan permukaan sendi.

9

Page 10: Osteoporosis Pada Lansia

6. Perubahan Gaya Berjalan

Keadaan ini hampir selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan berat badan. Terutama dijumpai pada OA lutut, sendi paha dan OA tulang belakang dengan stenosis spinal. Pada sendi-sendi lain, seperti tangan bahu, siku dan pergelangan tangan, osteoartritis juga menimbulkan gangguan fungsi.

Pengelolaan dan Penatalaksanaan1

Pengelolaan OA berdasarkan atas distribusinya (sendi mana yang terkena) dan berat ringannya sendi yang terkena. Pengelolaannya terdiri dari 3 hal:

Terapi non- farmakologis:

Edukasi atau penerangan

Terapi fisik dan rehabilitasi

Penurunan berat badan

Terapi farmakologis:

Analgesik oral non-opiat

Analgesik topikal

OAINS (obat anti inflamasi non steroid)

Chondroprotective

Steroid-intraartikuler

Terapi Bedah

Malaligment, deformitas lutut Valgus-Varus dsb

Arthroscopic debridement dan joint lavage

Osteotomi

Artroplasti sendi total

10

Page 11: Osteoporosis Pada Lansia

Etiologi

Patogenesisnya multifaktoral. Risiko osteoporosis meningkat sejalan dengan usia, jenis kelamin wanita, ras ( kulit putih dan Asia), serta postur tubuh yang kecil. Defisiensi estrogen adalah faktor utama pada wanita pascamenopause, dan wanita dengan defisiensi estrogen pramenopause (menopause dini, ooforektomi, anoreksia, penyakit kronis, olahraga fisik berlebihan) termasuk kelompok beresiko. Riwayat osteoporosis dalam keluarga adalah faktor resiko yang lemah. Imobilisasi, seringkali akibat artritis, tampaknya turut berperan sebagai penyebab. Beberapa jenis obat, termasuk sterois, hormon tiroid, dan alkohol, memiliki efek samping pada massa tulang. Peran asupan kalsium, absorpsi kalsium, serta vitamin D tidak terlalu jelas. 2

Klasifikasi

Umum, penuaan normal terutama pada wanita : 2

Pascamenopause (tipe 1), disertai hilangnya tulang trabekular menimbulkan lesi vertebra pada kolapsnya lempeng ujung, terjadinya fraktur baji dan crush fracture, sampai usia sekitar 70 tahun.

Senilis (tipe 2), disertai hilangnya tulang kortikal tambahan menimbulkan fraktur yang khas pada kolum femoris, biasanya pada wanita di atas 75 tahun. Fraktur ini sebagian disebabkan oleh meningkatnya lengkungan tubuh normal sejalan dengan usia dan akibatnya timbul instabilitas disertai jatuh.

Patogenesis

Osteoporosis dibagi 2 kelompok, yaitu osteoporosis primer(involusional) dan osteoporosis sekunder. Osteoporosis primer adalah osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya, sedangakan osteoporosis sekunder adalah osteoporosis yang diketahui penyebabnya. Osteoporosis primer dibagi lagi menjadi osteoporosis tipe I dan tipe II. Osteoporosis tipe I disebut juga osteoporosis pascamenopause, disebabkan oleh defisiensi estrogen akibat menopause. Osteoporosis tipe II, disebut juga osteoporosis senilis, disebabkan oleh gangguan absorpsi kalsium di usus sehingga menyebabkan hiperparatiroidisme sekunder yang mengakibatkan timbulnya osteoporosis. 1

1. Patogenesis Osteoporosis Tipe I1

Setelah menopause, maka resorpsi tulang akan meningkat, terutama pada dekade awal setelah menopause, sehingga insidens fraktur, terutama fraktur vertebra dan radius distal meningkat. Penurunan densitas tulang terutama pada tulang trabekular, karena memiliki permukaan yang luas dan hal ini dapat dicegah dengan terapi sulih estrogen. Petanda resorpsi tulang dan formasi tulang, keduanya meningkat menunjukkan adanya peningkatan bone turnover. Estrogen juga berperan menurunkan produksi berbagai sitokin oleh bone marrow

11

Page 12: Osteoporosis Pada Lansia

stromal cells dan sel-sel mononuklear seperti IL-1,IL-6 dan TNF-a yang berperan meningkatkan kerja osteoklas.

Dengan demikian, penurunan kadar estrogen akibat menopause akan meningkatkan produksi berbagai sitokin tersebut sehingga aktifitas osteoklas meningkat. Selain peningkatan aktifitas osteoklas, menopause juga menurunkan absorpsi kalsium di ginjal. Selain itu, menopause juga menurunkan sintesis berbagai protein yang membawa 1,25(OH)2D, sehingga pemberian estrogen akan meningkatkan konsentrasi 1,25(OH)2D di dalam plasma.

2. Patogenesis Osteoporosis Tipe II1

Selama hidupnya, seorang wanita akan kehilangan tulang spinalnya sebesar 42% dan kehilangan tulang femurnya sebesar 58%. Pada dekade ke delapan dan sembilan kehidupannya, terjadi ketidakseimbangan remodeling tulang, dimana resorpsi tulang meningkat, sedangkan formasi tulang tidak berubah atau menurun. Hal ini akan menyebabkan kehilangan massa tulang, perubahan mikroarsitektur tulang dan peningkatan risiko fraktur.

Defisiensi kalsium dan vitamin D juga sering didapatkan pada orang tua. Hal ini disebabkan oleh asupan kalsium dan vitamin D yang kurang, anoreksia, malabsorpsi dan paparan sinar matahari yang rendah. Akibat defisiensi kalsium, akan timbul hiperparatiroidisme sekunder yang persisten sehingga akan semakin meningkatkan resorpsi tulang dan kehilangan massa tulang.

Aspek nutrisi yang lain adalah defisiensi protein yang faktor lain yang juga ikut berperan terhadap kehilangan massa tulang pada orang tua adalah faktor genetik dan lingkungan (merokok, alkohol, obat-obatan dan imobilisasi lama).

Gambaran klinis

Gambaran klinisnya berhubungan dengan fraktur. Fraktur vertebra (baji atau crush) paling sering terjadi pada pertengahan dorsal tulang belakang dan sambungan torakolumbalis (T12 dan L1). Kejadiannya bisa asimtomatik, atau menyebabkan nyeri punggung berat mendadak. Kompresi medula spinalis bukan merupakan gejalanya, dan menunjukkan adanya penyebab lain seperti metastasis atau penyakit Paget. Fraktur multipel menyebabkan penurunan tinggi badan dan deformitas tulang belakang. Fraktur tulang panggul hampir selalu terjadi setelah jatuh dan sering berhubungan dengan perawatan yang lama di rumah sakit. 2

Tanda khas dari osteoporosis adalah fraktur yang terjadi akibat trauma ringan (pada tulang radius distal-fraktur Colles-atau kolum femur) atau bahkan tanpa trauma sama sekali, misalnya fraktur (baji) pada verterbra daerah torakal, menyebabkan berkurangnya tinggi badan, kifosis tulang punggung yang berlebih, dan nyeri. 3

Penatalaksanaan

12

Page 13: Osteoporosis Pada Lansia

Saat ini, tidak ada penanganan yang dapat mengembalikan secara komplit akan

osteoporosis. Pencegahan awal dapat dilakukan untuk mencegah osteoporosis pada sebagian

besar orang. Pada pasien dengan osteoporosis, intervensi medis dapat menghambat progresinya.

Pada osteoporosis sekunder, penanganan pada kelainan primer seharusnya diberikan. Terapi

dilakukan secara individualis berdasarkan skenario klinis pasien, dengan resiko dan

keuntungannya yang telah didiskusikan antara petugas medis dan pasien.4,6

Pasien diidentifikasikan akan resiko osteoporosis(termasuk anak-anak dan dewasa muda)

seharusnya diukur termasuk asupan kalsium, vitamin d, dan latihan fisik. hal lainnya

direkomendasikan adalah menghindari rokok dan konsumsi alkohol berlebih. Pencegahan

lainnya harus diberikan pada pasien yang mengkonsumsi glukokortikoid untuk medikasi yang

lain. Hal ini termasuk penggunaan dosis minimum yang efektif, pemutusan obat secepat

mungkin, dan pemberian suplemen kalsium dan vitamin D.6

National Osteoporosis Foundation (NOF) merekomendasi bahwa farmakoterapi harus

dipikirkan untuk pasien posmenopausal dan laki-laki 50 tahun atau lebih dengan gejala berikut:4

Fraktur panggul atau vertebra

Nilai T-score -2.5 atau kurang

Massa tulang rendah (T-score antara -1.0 dan -2.5)

American College of Physicians telah meringkas dan menyimpulkan penanganan

farmakoterapi untuk osteoporosis. Agen yang dapat digunakan sementara waktu adalah

bisphosphonates, selective estrogen-receptor modulator (SERM) raloxifene, calcitonin,

denosumab, dan agen anabolik, teriparatide. Seluruh terapi harus diberikan dengan kalsium dan

suplemen vitamin D. Petunjuk dari American Association of Clinical Endocrinologists (AACE),

yang dipublikasikan pada tahun 2010, hal berikut termasuk dalam rekomendasi dalam pemilihan

obat untuk menangani osteoporosis:

Lini pertama: alendronate, risedronate, zoledronic acid, denosumab

Lini kedua: ibandronate

Lini kedua atau ketiga: raloxifene

Lini terakhir: calcitonin

Penanganan untuk pasien dengan resiko fraktur tinggi bila gagal dengan biphosphonate:

teriparatide

13

Page 14: Osteoporosis Pada Lansia

Tidak ada studi yang menunjukkan bahwa kombinasi 2 atau lebih terapi memiliki efek

yang lebih baik dibandingkan dengan pemberian satu agen terapi. Petunjuk AACE menyarankan

untuk tidak memberikan terapi kombinasi hingga efeknya benar-benar diketahui dengan pasti.4

Bisphosphonates adalah agen yang paling dipakai untuk osteoporosis. Biphosphonate

telah dipakai baik untuk penanganan dan pencegahan. Tersedia dalam bentuk oral dan intravena.4

Alendronate disetujui untuk penanganan osteoporosis pada laki-laki, perempuan

posmenopausal, dan pada pasien dengan osteoporosis akibat pemakaian glukokortikoid. Hal ini

telah menunjukkan peningkatan densitas spinalis dan panggul pada perempuan posmenopausal.

Pemakaian dengan kontrol klinis yang tepat dapat menurunkan fraktur spinalis, panggul, dan

pergelangan tangan hingga 50% dengan osteoporosis. Dosis pemakaian dari alendronate adalah

70mg/minggu, dan harus dimakan 30 menit sebelum makan di pagi hari dengan diiringi minum

air dalam jumlah segelas besar. Alendronate dapat diberikan bersama dengan

kolekalsiferol(Vitamin D3). Kombinasi ini diindikasikan pada laki-laki osteoporosis untuk

meningkatkan massa tulang.6

Ibandronate (Boniva) adalah bifosfonat yang dapat diberikan sekali dalam sebulan secara

oral. Bifosfonat intravena adalah pilihan yang tepat pada pasien yang intoleransi pada bifosfonat

oral. Ibandronate juga tersedia dalam bentuk intravena yang diberikan setiap 3 bulan. 4,6

Komplikasi

Ketika seseorang mengalami fraktur parah hingga immobilisasi, maka pasien akan tirah

baring seterusnya. Hal ini dapat berakibat fatal karena perlahan tapi pasti, otot-otot dari pasien

akan mengalami atrofi. Yang ditakutkan adalah atrofi pada otot pernafasan sehingga dapat

mengancam jiwa. Selain itu, fraktur yang lebih ringan dapat mengurangi kualitas kehidupan

seseorang, maka dari itu fraktur harus segera ditangani. Lebih tepatnya osteoporosis pasien harus

menjadi fokus utama penanganan karena osteoporosis merupakan etiologi penyebab fraktur sang

pasien dalam skenario.

Kesimpulan

14

Page 15: Osteoporosis Pada Lansia

Osteoporosis merupakan salah satu penyakit degeneratif yang umumnya menyerang

perempuan lanjut usia dengan kondisi posmenopausal. Hal ini menyebabkan rapuhnya tulang

atau keroposnya tulang sang penderita, sehingga ketika mengalami suatu trauma ringan

sekalipun dapat berakibat patah tulang atau fraktur. Fraktur pada penderita osteoporosis

umumnya menyerang panggul, vertebra, dan pergelangan tangan. Hal ini sering terjadi ketika

sang penderita terjatuh dari posisi berdiri. Dengan jatuh secara posisi duduk, maka dicurgai

tulang coxae penderita mengalami fraktur. Dengan jatuh secara posisi tangan menahan terlebih

dahulu, maka dicurigai pergelangan tangan mengalami fraktur. Terakhir bila jatuh dalam posisi

tidur, maka dicurigai tulang vertebra mengalami fraktur. Osteoporosis sendiri disebabkan karena

tidak seimbangnya aktivitas osteoklas dan osteoblas. Hal ini yang menyebabkan resorbsi tulang

berlebih sedangkan pembentukannya kurang dari sewajarnya. Pemberian bifosfonat dapat cukup

efektif menangani penderita osteoporosis, baik per oral maupun per intravena. Pencegahan

merupakan jalan terbaik sebelum sang pasien mengalami osteoporosis, karena osteoporosis susah

dideteksi sebelum muncul adanya fraktur. Pemeriksaan BMD dapat menjadi skrining tes

penderita osteoporosis. Selain pemberian farmakoterapi, penderita juga harus mendapatkan

asupan vitamin D secara adekuat, dalam hal ini, cukup dengan paparan sinar matahari pada pagi

hari.

DAFTAR PUSTAKA

15

Page 16: Osteoporosis Pada Lansia

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 3 Ed 5. Jakarta: Interna Publishing, 2009.h. 2446-8, 2538-46, 2650-60.

2. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Lecture notes: kedokteran klinis. Ed 6. Jakarta: Erlangga, 2007.h. 200-1.

3. Davey P. At a glance medicine. Jakarta : Erlangga, 2006.h. 380-1.

4. Tandra H. Segala sesuatu yang harus anda ketahui tentang osteoporosis. Jakarta: Gramedia, 2009.h. 61.

5. Cumming Sr, Cosman F, Jamal SA. Osteoporosis: an evidence based guide to prevention and management. American College of Physicians, 2010.h. 33-5.

6. Bartl R, Frisch B. Osteoporosis: diagnosis, prevention, therapy. 2nd Ed. Berlin: Springer, 2009. H. 63-4

16