naskah akademis rancangan peraturan...

128
i LAPORAN PENELITIAN NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH TAHUN 2016-2025 OLEH I KETUT SUDIARTA, SH.MH FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA 2015

Upload: dinhmien

Post on 04-Feb-2018

270 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

i

LAPORAN PENELITIAN

NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

TENTANG

RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN

DAERAH TAHUN 2016-2025

OLEH

I KETUT SUDIARTA, SH.MH

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

2015

Page 2: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

ii

KATA PENGANTAR

Setiap daerah mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan

mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi

dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada

masyarakat demikian amant Pasal 18 ayat 6 Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945.

Lebih lanjut dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang

Kepariwisataan mewajibkan bagi kabupaten atau kota yang menyusun

Rencana Induk Pembangunan kepariwisataan diatur dalam bentuk

Peraturan daerah, diperlukan pula argumentasi tentang (urgensi)

membentuk Peraturan Daerah tersebut, yang secara garis besar meliputi

argumentasi filosofis, sosiologis, dan yuridis.

Dalam kerangka inilah perlu disusun Naskah Akademik Rancangan

Peraturan Daerah Kabupaten Wakatobi tentang Rencana Induk

Pembangunan Kepariwsataan Daerah Tahun 2016 - 2025.

Peneliti

Page 3: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

iii

DAFTAR ISI

Judul Penelitian i

Kata Pengantar ii

Daftar Isi ……………………………………………………………………….. iii Daftar Tabel…………………………………………………………………….. iv

Daftar Matrik…………………………………………………………………… v

BAB I PENDAHULUAN ........................................................... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ............................................... 1

1.2 Identifikasi Masalah ..................................................... 2

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penyusunan Naskah Akademis 4 1.4 Metode ....................................................................... 5

1. Pendekatan ......................................................... 5

2. Sumber Bahan Hukum ........................................ 7 3. Pengumpulan Bahan Hukum ................................ 8

4. Analisis ............................................................... 9

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS .............. 10 2.1 Kajian Teoritik Tentang Kepariwisataan ....................... 10

2.2 Kajian terhadap Asas/Prinsip yang terkait dengan

Penyusunan Norma Hukum Kepariwisataan ................

12 2.3 Kajian terhadap Praktik Penyelenggaran, Kondisi Yang

ada Serta Permasalahan yang dihadapi Masyarakat ....

15

2.4 Kajian terhadap implikasi penerapan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan yang akan diatur dalam

peraturan daerah terhadap aspek ekonomi, sosial-

budaya dan lingkungan.. .............................................

27

BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT ...........................

31

3.1 Kajian Terhadap Peraturan Perundang-Undangan yang Memuat Kondisi Hukum yang ada ...............................

31

3.2. Kajian Terhadap Peraturan Daerah Kabupaten

Wakatobi yang memuat kondisi hukum yang ada terkait dengan Kepariwisataan .....................................

49

BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS 51

4.1 Landasan Filosofis ....................................................... 51 4.2 Landasan Sosiologis .................................................... 53

4.3 Landasan Yuridis ......................................................... 55

Page 4: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

iv

BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN DAN RUANG

LINGKUP MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH

56 5.1. Jangkauan dan Arah Pengaturan Rencana Induk

Pembangunan Kepariwisataan.....................................

56

5.2. Ruang Lingkup Materi dan Jangkauan Pengaturan

Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan. ..........

69

BAB VI PENUTUP ..................................................................... 76

6.1 Kesimpulan .................................................................. 76

6.2 Saran ........................................................................... 76

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Konsep Awal Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Wakatobi

Tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten

Wakatobi.

Page 5: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

v

DAFTAR MATRIK

No Nama Matrik Hal

1 Peraturan Perundang-Undangan dan Rumusan Norma Yang Berkaitan Dengan Kewenangan Kabupaten Bidang

Kepariwisataan.........................................................................

31

2 Peraturan Daerah Kabupaten Wakatobi Yang memuat Kondisi

Hukum Yang Ada terkait dengan Kepariwisataan ...................

50

Page 6: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Secara filosofis Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah

Kabupaten Wakatobi dilandasi oleh pemikiran bahwa pembangunan

nasional adalah untuk memajukan kesejahteraan umum sebagaimana dimuat di dalam Undang-Undang Dasar 1945, pada hakekatnya adalah

pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh

masyarakat Indonesia yang menekankan pada keseimbangan pembangunan, kemakmuran lahiriah dan kepuasan batiniah, dalam suatu

masyarakat Indonesia yang maju dan berkeadilan sosial berdasarkan

Pancasila.

Secara filosofis, pembangunan kepariwisataan Kabupaten Wakatobi dirumuskan dalam visi “Wakatobi sebagai destinasi ekowisata bahari

berkelas dunia dan berbasis masyarakat” untuk

mengimplementasikannya memerlukan perencanaan induk, yang mempunyai peranan yang sangat strategis dalam menjamin keberlanjutan

penyelenggaraan kepariwisataan. Untuk itu maka penyelenggaraan

kepariwisataan perlu diatur dan dibina demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan serta penghidupan masyarakat, sekaligus untuk

mewujudkan pengelolaan kepariwisataan yang serasi, selaras dan

seimbang. Melalui penetapan rencana induk pembangunan kepariwisataan (RIPPARDA) diharapkan dapat menopang dan menunjang tujuan

pembangunan di Kabupaten Wakatobi.

Dari aspek sosiologis, paradigma pembangunan kepariwisataan yang

bertumpu semata mata pada aspek ekonomis sudah saatnya ditinggalkan

dan diganti dengan paradigma baru pembangunan kepariswisataan yang

berbasis pada keserasian antara manfaat ekonomi dengan keseimbangan

lingkungan, sosial dan budaya. Paradigma baru memandang

kepariwisataan sebagai salah satu sumber daya yang mempunyai nilai

ekonomi dengan tidak mengorbankan aspek lingkungan yang bersifat

eksploitatif. Pembangunan kepariwisataan dilakukan dengan pendekatan

yang konprehensif dari hulu, sejak sebelum pembangunan tersebut

berpotensi memunculkan dampak negatif, sampai kehilir, yaitu pada fase

kepariwisataan tersebut sudah berkembang dan dirasakan manfaatnya oleh

masyarakat maupun pemerintah. Pembangunan kepariwisataan dengan

paradigma baru tersebut dilakukan melalui kegiatan penyusunan rencana

induk dan penetapan rencana induk tersebut menjadi peraturan daerah.

Penetapan peraturan daerah tentang rencana induk pembangunan

kepariwisataan akan memperkuat paradigma baru pembangunan

kepariwisataan yang sejalan dengan konsep pembangunan berlandaskan

“Wakatobi sebagai destinasi ekowisata bahari berkelas dunia dan berbasis

masyarakat”

Page 7: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

2

Dari aspek yuridis Pemerintah Kabupaten Wakatobi sampai akhir

tahun 2014 memiliki beberapa ketentuan regulasi terkait dengan

keperiwisataan, namun belum memiliki peraturan daerah tentang Rencana

Induk Pembangunan Kepariwisataan yang diwajibkan oleh Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.

Dengan latar belakang pemikiran secara filosofis, sosiologis, dan

yuridis tersebut di atas, maka penyusunan Naskah Akademik Rancangan

Peraturan Daerah Kabupaten Wakatobi tentang Rencana Induk

Pembangunan Kepariwisataan dipandang perlu guna mendapatkan kajian

yang mendalam dan konprehensif baik secara teoritik maupun pemikiran

ilmiah dalam merumuskan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten

Wakatobi tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan.

1.2.Identifikasi Masalah

Kajian hukum perundang-undangan atau kajian terhadap suatu

pengaturan menyangkut dua isu pokok, yakni penormaan materi muatan

dan prosedur pembentukan. Kajian ini focus pada upaya penyusunan

naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada

pada isu penormaan materi muatan atau perumusan materi muatan

sebagai suatu aturan yang mengandung norma hukum.

Isu perumusan aturan melingkupi beberapa sub isu yakni: a)

landasan, b) asas-asas dalam pengaturan, c) batas-batas kewenangan

pengaturan dan d) ruang lingkup materi muatan pengaturan.

Dikaitkan dengan isu pembangunan kepariwisataan di Kabupaten

Wakatobi, maka identifikasi permasalahannya berkaitan dengan persoalan-

persoalan dalam bidang:

1. Destinasi diantaranya :

a. Belum tertatanya pengembangan struktur kepariwisataan dan

perwilayahan destinasi pariwisata.

b. Kurangnya penataan dan perintisan daya tarik wisata alam, daya

tarik wisata budaya dan daya tarik wisata buatan yang berdaya

saing.

c. Lemahnya keterpaduan pengembangan daya tarik wisata alam,

budaya dan buatan.

d. Kurangnya pengembangan dan peningkatan prasarana

transportasi untuk menunjang pergerakan internal dan

konektivitas antar wilayah kabupaten.

e. Kurangnya pengembangan dan peningkatan konektivitas antara

destinasi pariwisata dengan asal wisatawan dan dengan pintu

Page 8: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

3

gerbang pariwisata nasional dan/atau regional serta konektivitas

dengan destinasi hinterland khususnya di Provinsi Sultra.

f. Kurangnya pengembangan dan peningkatan kemudahan akses

dan pergerakan wisatawan secara internal dan eksternal serta

kenyamanan dan keamanan pergerakan wisatawan.

g. Kurangnya pengembangan dan peningkatan prasarana umum

yang mendukung pertumbuhan, peningkatan kualitas dan daya

saing kepariwisataan kabupaten.

h. Kurangnya pengembangan dan peningkatan fasilitas umum yang

mendukung pertumbuhan, peningkatan kualitas dan daya saing

kepariwisataan kabupaten.

i. Kurangnya pengembangan fasilitas akomodasi pariwisata untuk

mendukung peningkatan investasi pariwisata.

j. Kurangnya pengembangan fasilitas pariwisata untuk mendukung

pemberdayaan masyarakat dan bertumbuhnya usaha kecil dan

mikro.

k. Kurangnya pengembangan fasilitas daya tarik wisata yang

berkualitas dan berdaya saing.

l. Kurangnya pengembangan potensi, kapasitas dan partisipasi

masyarakat dalam kepariwisataan termasuk pengembangan usaha

produktif di bidang pariwisata

m. Kurangnya pengembangan dan penguatan kemitraan rantai nilai

antar usaha antar usaha pariwisata dan antara usaha pariwisata

dengan usaha sektor terkait.

n. Kurangnya peningkatan akses dan dukungan permodalan serta

perluasan akses pasar terhadap produk industri kecil dan

kerajinan dan usaha pariwisata skala usaha mikro dan kecil.

2. Industri Pariwisata, diantaranya : a. Lemahnya daya saing fasilitas pariwisata yang memenuhi standar

internasional.

b. Lemahnya pengembangan skema kerja sama antara pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha, dan masyarakat.

c. Lemahnya bentuk pengembangan manajemen dan pelayanan

usaha pariwisata yang kredibel dan berkualitas serta bertanggung

jawab terhadap lingkungan.

d. Belum berkembang secara mapan kualitas dan keragaman usaha daya tarik wisata.

3. Pemasaran diantaranya:

a. Lemahnya pemasaran dan promosi untuk mendukung penciptaan

destinasi ekowisata.

b. Lemahnya pemasaran dan promosi untuk meningkatkan

pertumbuhan segmen ceruk pasar. c. Lemahnya promosi berbasis tema ekowisata.

Page 9: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

4

d. Belum optimalnya pemasaran wisata konvensi,insentif dan

pameran yang bertemakan ekowisata.

e. Belum optimalnya pemosisian citra pariwisata termasuk pemosisian citra pariwisata di antara para pesaing didasarkan

kekuatan keberadaan TNW sebagai Cagar Biosfer dan ikon utama

kepariwisataan kabupaten yang telah dikenal luas baik secara nasional maupun di dunia internasional serta kekuatan

keanekaragaman hayati lainnya, budaya dan keramah-tamahan

penduduk.

f. Lemahnya promosi dan diplomasi guna mengkomunikasikan bahwa Wakatobi sebagai destinasi pariwisata yang aman, nyaman,

dan berdaya saing.

g. Belum optimalnya dukungan, koordinasi dan sinkronisasi terhadap Badan Promosi Pariwisata Daerah dan Forum Tata Kelola

h. Lemahnya fungsi dan peran promosi pariwisata di dalam dan di

luar negeri. 4. Kelembagaan diantaranya :

a. Lemahnya tata kelola organisasi kepariwisataan dalam struktur

pemerintahan kabupaten.

b. Belum optimalnya kemampuan perencana,pelaksana dan

pengawasan program pembangunan kepariwisataan.

c. Lemahnya mekanisme sinkronisasi dan harmonisasi program

pembangunan kepariwisataan baik diinternal SKPD yang

membidangi pariwisata maupun lintas SKPD.

d. Belum terbentuknya Badan Promosi Pariwisata Daerah.

e. Lemahnya struktur dan fungsi Forum Tata Kelola.

f. Lemahnya kemampuan dan profesionalitas pegawai bidang

kepariwisataan.

g. Lemahnya kualitas sumber daya manusia pengelola pendidikan

dan latihan bidang kepariwisataan

h. Lemahnya kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang

memiliki sertifikasi kompetensi

i. Lemahnya kemampuan kewirausahaan dibidang kepariwisataan.

j. Rendahnya penelitian dalam rangka memperkuat pengembangan

desinasi berbasis ekowisata, pemberdayaan masyarakat dan

pengembangan investasi melalui kerjasama dengan perguruan

tinggi, LSM, lembaga riset, TNW dan lembaga-lembaga

internasional.

1.3. Tujuan dan Kegunaan Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik

Sesuai dengan ruang lingkup identifikasi masalah yang diungkapkan

diatas, tujuan dan kegunaan penyusunan naskah akademik dirumuskan

sebagai berikut:

1. Tujuan penyusunan naskah akademik ini yakni :

Page 10: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

5

a. Untuk merumuskan landasan ilmiah penyusunan Rancangan

Peraturan Daerah Pemerintah Kabupaten Wakatobi tentang

pembangunan kepariwisataan.

b. Untuk merumuskan arah dan cakupan ruang lingkup materi bagi

penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Pemerintah Kabupaten

Wakatobi tentang pembangunan kepariwisataan.

2. Kegunaan penyusuanan naskah akademik ini, yakni :

1. Hasil kajian hukum ini diharapkan berguna sebagai masukan bagi

pembuat Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Wakatobi

tentang pembangunan kepariwisataan.

2. Hasil kajian hukum ini diharapkan berguna bagi pihak-pihak yang

berkepentingan dalam pembuatan Peraturan Daerah Pemerintah

Kabupaten Wakatobi tentang pembangunan kepariwisataan.

1.4. Metode

Penyusunan naskah akademik pada dasarnya merupakan suatu

kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan

naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode

penelitian hukum. Penelitian hukum dapat dilakukan melalui metode

yuridis normatif dan metode yuridis empiris.

Dalam penyusunan akademik ini dilakukan penelitian hukum dengan

metode yuridis normatif dengan melakukan studi pustaka yang menelaah

(terutama bahan hukum primer yang berupa Peraturan Perundang-

undangan dan dokumen hukum lainnya). Dalam penelitian ini juga

dilakukan wawancara, untuk verifikasi bahan hukum primer dan diskusi

(focus group discussion), dan rapat dengar pendapat. Berdasarkan metode

penelitian hukum di atas, langkah-langkah yang dilakukan dalam

penelitian ini antara lain:

a. Pendekatan

Penelitian hukum mengenal beberapa metode pendekatan, yaitu

pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konsep

(conseptual approach), pendekatan analitis (analytical approach),

pendekatan perbandingan (comparative approach), pendekatan historis

(historical approach), pendekatan filsafat (philosophical approach) dan

pendekatan kasus (case approach)1

Pendekatan yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik

ranperda ini adalah pendekatan perundang-undangan ( statute approach),

pendekatan konsep (conseptual approach), pendekatan analitis (analytical

approach) dan pendekatan filsafat (philosophical approach).

Page 11: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

6

Pendekatan perundang-undangan (statute approach), dilakukan

dengan menelaah peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan

pembangunan kepariwisatan antara lain:

a. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor

244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

5587), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2014 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5657).

b. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725).

c. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan

Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil ( Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2007 Nomor 84 Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4739).

d. Undang Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966).

e. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup.(Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2009 Nomor 140 Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5059).

f. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian

Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah

Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737).

g. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Nasional.(Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4833).

h. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana

Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2025

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 125,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4562).

Page 12: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

7

i. Peraturan Daerah Kabupaten Wakatobi Nomor 12 Tahun 2012

tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Wakatobi 2012-

2032 (Lembaran Daerah Kabupaten Wakatobi Tahun 2012 Nomor

12 Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Wakatobi Nomor 1).

Pendekatan konsep hukum (conceptual approach) dilakukan dengan

menelaah konsep-konsep para ahli mengenai kepariwisataan, pengelolaan

pariwisata dan konsep-konsep lain yang terkait. Pendekatan analitis

(analytical approach) adalah suatu pendekatan yang dilakukan dengan

menguraikan aturan hukum yang terkait dengan pembangunan

kepariwsataan sehingga mendapatkan komponen-komponen pengelolaan

pariwisata atau unsur-unsurnya untuk dapat ditetapkan dalam suatu

persoalan tertentu. Pendekatan filsafat (philosophical approach) adalah

pendekatan yang dilakukan dengan menelaah asas-asas yang terkandung

dan/atau melandasi kaidah hukum kepariwisataan.

b. Sumber Bahan Hukum.

Sumber bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer

dan hukum bahan hukum sekunder2. Bahan hukum primer adalah segala

dokumen resmi yang memuat ketentuan hukum, dalam hal ini, bahan

hukum primer yang dipergunakan dalam penyusunan naskah akademik ini

terdiri atas:

a. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725).

b. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan

Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil ( Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2007 Nomor 84 Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4739).

c. Undang Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966).

d. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup.(Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2009 Nomor 140 Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5059).

e. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor

244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

5587), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti

Page 13: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

8

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2014 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5657).

f. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian

Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah

Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737).

g. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4833).

h. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana

Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2025

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 125,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4562).

i. Peraturan Daerah Kabupaten Wakatobi Nomor 12 Tahun 2012

tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Wakatobi 2012-

2032 (Lembaran Daerah Kabupaten Wakatobi Tahun 2012 Nomor

12 Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Wakatobi Nomor 1).

Bahan hukum sekunder adalah dokumen atau bahan hukum yang

memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer seperi hasil

penelitian atau karya tulis para ahli hukum yang memiliki relevansi dengan

penelitian ini.

Bahan hukum informatif berupa informasi dari lembaga atau pejabat,

baik dari lingkungan Pemerintah Kabupaten Wakatobi maupun para pihak

yang membidangi tentang kepariwisataan. Bahan ini digunakan sebagai

penunjang dan untuk mengkonfirmasi bahan hukum primer dan sekunder.

c. Pengumpulan Bahan Hukum

Metode pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan cara:

a) Studi dokumenter dan kepustakaan untuk bahan hukum primer dan

bahan hukum sekunder.

b) Untuk bahan informatif dilakukan dengan studi lapangan yaitu

wawancara dan FGD (focus group discussion).

Page 14: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

9

d. Analisis

Terhadap bahan-bahan hukum yang terkumpul dilakukan

interpretasi secara hermeneutikal yaitu: (a) berdasarkan pemahaman tata

bahasa (gramatikal) yakni berdasarkan makna kata dalam konteks

kalimatnya, (b) aturan hukum dipahami dalam konteks latar belakang

sejarah pembentukannya (historikal) (c) dalam kaitannya dengan tujuan

yang ingin diwujudkannya (teleologikal) yang menentukan isi hukum positif

itu (untuk menemukan ratio legis-nya) dan (d) dalam konteks hubungannya

dengan aturan hukum positif yang lainnya (sistimatikal) dan secara

kontekstual merujuk pada faktor-faktor kenyataan kemasyarakatan dan

kenyataan ekonomi (sosiologikal) dengan mengacu pandangan hidup serta

nilai-nilai cultural dan kemanusiaan fundamental (philosophical) dalam

proyeksi ke masa depan (future logikal)3 .

Page 15: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

10

BAB II

KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

2.1.Kajian Teoritik Tentang Kepariwisataan

Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan Bab I

Pasal 1 dinyatakan bahwa Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan

yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin

yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta

interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan,

Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pengusaha.

Pembangunan adalah suatu proses perubahan kearah yang lebih baik

yang di dalamnya meliputi upaya-upaya perencanaan, implementasi dan

pengendalian,dalam rangka penciptaan nilai tambah sesuai yang

dikehendaki. Pembangunan kepariwisataan diwujudkan melalui

pelaksanaan rencana pembangunan kepariwisataan dengan

memperhatikan keaneka ragaman, keunikan, dan kekhasan budaya dan

alam, serta kebutuhan manusia untuk berwisata. Pembangunan

kepariwisataan nasional meliputi:

a. Destinasi Pariwisata;

b. Pemasaran Pariwisata;

c. Industri Pariwisata; dan

d. Kelembagaan Kepariwisataan.

Destinasi Pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu

atau lebih wilayah administrative yang di dalamnya terdapat Daya Tarik

Wisata, Fasilitas Umum, Fasilitas Pariwisata, aksesibilitas,serta masyarakat

yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya Kepariwisataan. Daya Tarik

Wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai

yang berupa keaneka ragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan

manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan.

Aksesibilitas Pariwisata adalah semua jenis sarana dan prasarana

transportasi yang mendukung pergerakan wisatawan dari wilayah asal

wisatawan ke Destinasi Pariwisata maupun pergerakan di dalam wilayah

Destinasi Pariwisata dalam kaitan dengan motivasi kunjungan wisata.

Prasarana Umum adalah kelengkapan dasar fisik suatu lingkungan yang

pengadaannya memungkinkan suatu lingkungan dapat beroperasi dan

berfungsi sebagaimana semestinya. Fasilitas Umum adalah sarana

pelayanan dasar fisik suatu lingkungan yang diperuntukkan bagi

masyarakat umum dalam melakukan aktifitas kehidupan keseharian.

Fasilitas Pariwisata adalah semua jenis sarana yang secara khusus

Page 16: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

11

ditujukan untuk mendukung penciptaan kemudahan, kenyamanan,

keselamatan wisatawan dalam melakukan kunjungan ke Destinasi

Pariwisata.

Pemasaran Pariwisata adalah serangkaian proses untuk menciptakan,

mengkomunikasikan,menyampaikan produk wisata dan mengelola relasi

dengan wisatawan untuk mengembangkan Kepariwisataan dan seluruh

pemangku kepentingannya. Industri Pariwisata adalah kumpulan Usaha

Pariwisata yang saling terkait dalam rangka menghasilkan barang dan/atau

jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan

pariwisata.Kelembagaan Kepariwisataan adalah kesatuan unsur beserta

jaringannya yang dikembangkan secara terorganisasi, meliputi Pemerintah,

Pemerintah Daerah, swasta dan masyarakat, sumber daya manusia,

regulasi dan mekanisme operasional, yang secara berkesinambungan guna

menghasilkan perubahan ke arah pencapaian tujuan di bidang

Kepariwisataan.

Lebih lanjut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang

Kepariwisataan Pasal 8 menentukan bahwa Pembangunan kepariwisataan

dilakukan berdasarkan rencana induk pembangunan kepariwisataan yang

terdiri atas rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional, rencana

induk pembangunan kepariwisataan provinsi, dan rencana induk

pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota. Rencana induk

pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota diatur dengan Peraturan

Daerah kabupaten/kota. Penyusunan rencana induk pembangunan

kepariwisataan dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan.

Rencana induk pembangunan kepariwisataan kepariwisataan berdasarkan

Pasal 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 meliputi perencanaan

pembangunan industri pariwisata, destinasi pariwisata, pemasaran, dan

kelembagaan kepariwisataan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2011

Tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun

2010-2025 menyebutkan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan

Nasional yang selanjutnya disebut dengan RIPPARNAS adalah dokumen

perencanaan pembangunan kepariwisataan nasional untuk periode 15 (lima

belas) tahun terhitung sejak tahun 2010 sampai dengan tahun 2025.

RIPPARNAS menjadi pedoman penyusunan Rencana Induk Pembangunan

Kepariwisataan Provinsi. RIPPARNAS dan Rencana Induk Pembangunan

Kepariwisataan Provinsi menjadi pedoman penyusunan Rencana Induk

Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten/Kota. Rencana Induk

Pembangunan Kepariwisataan Daerah Kabupaten yang selanjutnya disebut

dengan RIPPARDA Kabupaten adalah dokumen perencanaan pembangunan

kepariwisataan daerah untuk periode 15 (lima belas) tahun.

Page 17: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

12

2.2. Kajian terhadap Asas/Prinsip yang terkait dengan Penyusunan

Norma Hukum Kepariwisataan.

Asas pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang

secara teoritik meliputi Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

yang baik yang bersifat formal dan Asas Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan yang baik yang bersifat materiil. Asas pembentukan

perundang-undangan yang baik dan bersifat formal dituangkan dalam

Pasal 5 UU Nomor 12 Tahun 2011 (khususnya dalam pembentukan

Peraturan Daerah, asas-asas tersebut diatur pula dalam pasal 137 Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (selanjutnya

disebut UU Pemda), “Perda dibentuk berdasarkan pada asas pembentukan

peraturan perundang-undangan” yang meliputi :

a. Kejelasan tujuan;

b. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat;

c. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan;

d. Dapat dilaksanakan;

e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan;

f. Kejelasan rumusan; dan

g. Keterbukaan.

Sedangkan asas-asas materiil pembentukan peraturan perundang-

undangan yang baik diatur dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) UU No 12

Tahun 2011 (khususnya berkenaan dengan peraturan daerah diatur dalam

Pasal 138 ayat (1) dan ayat (2) UU Pemda), yakni materi muatan Peraturan

Perundang-undangan mengandung asas:

a. Pengayoman;

b. Kemanusiaan;

c. Kebangsaan;

d. Kekeluargaan;

e. Kenusantaraan;

f. Bhineka tunggal ika;

g. Keadilan;

h. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;

i. Ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau

j. Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.

Selain asas tersebut, Peraturan Perundang-undangan tertentu dapat

berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-

undangan yang bersangkutan. Mengenai asas-asas materiil yang lain sesuai

dengan bidang hukum Peraturan Perundang-undangan tertentu dijelaskan

dalam Penjelasan Pasal 6 ayat (2) UU Nomor 12 Tahun 2011, yang

dimaksud dengan asas sesuai dengan bidang hukum masing-masing antara

lain:

Page 18: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

13

1. Dalam Hukum Pidana misalnya asas legalitas, asas tiada hukuman

tanpa kesalahan, asas pembinaan narapidana, dan asas praduga tak

bersalah.

2. Dalam Hukum Perdata misalnya dalam hukum perjanjian antara lain

asas kesepakatan, asas kebebasan berkontrak, dan asas itikad baik.

Relevansi asas-asas formal pembentukan perundang-undangan yang

baik dengan pengaturan penyelenggaraan pembangunan kepariwisataan di

Kabupaten Wakatobi dapat diuraikan sebagai berikut:

Pertama,Asas kejelasan tujuan. Pengaturan Pembanguanan

Kepariwisataan di Pemerintah Kabupaten Wakatobi bertujuan:

1. meningkatkan kualitas dan kuantitas Destinasi Pariwisata;

2. mengkomunikasikan Destinasi Pariwisata Indonesia dengan

menggunakan media pemasaran secara efektif, efisien dan bertanggung

jawab.

3. mewujudkan Industri Pariwisata yang mampu menggerakkan

perekonomian nasional; dan mengembangkan Kelembagaaan

Kepariwisataan dan tata kelola pariwisata yang mampu:

a. mensinergikan Pembangunan Destinasi Pariwisata, Pemasaran

Pariwisata, dan Industri Pariwisata secara profesional, efektif dan

efisien.

b. Ketegasan mengenai larangan dalam pembangunan kepariwisataan.

c. Ketertiban dalam penyelenggaraan pembangunan kepariwisataan.

d. Kejelasan tugas, wewenang, dan tanggung jawab instansi terkait di

Pemerintah Daerah Kabupaten Wakatobi dalam pembangunan

kepariwisataan.

Kedua, kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat. Contoh:

Pengaturan Pembangunan Kepariwisataan dengan Peraturan Daerah

dilakukan Bupati Wakatobi dengan persetujuan bersama DPRD Kabupaten

Wakatobi. Rancangan dapat berasal dari Bupati atau dari DPRD Kabupaten

Wakatobi, dalam konteks ini Rancangan Perda tentang Pembangunan

Kepariwisataan Daerah ini merupakan inisiatif eksekutif.

Ketiga, kesesuaian antara jenis dan materi muatan.Pengaturan

pembanguanan kepariwisataan diatur dalam Peraturan Daerah. Adapun

materi pokok yang diatur dengan Peraturan Daerah mengacu pada

peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pembangunan

kepariwisataan, seperti kajian dalam bab-bab berikutnya dalam kajian

naskah akademis ini.

Keempat, Asas dapat dilaksanakan. Agar asas ini dapat diwujudkan

dengan dibentuknya peraturan daerah tentang pembangunan

kepariwisataan daerah, harus memperhatikan beberapa aspek: (1) filosofi,

yakni ada jaminan keadilan dalam penyelenggaraan pembangunan

kepariwisataan di Kabupaten Wakatobi; (2) yuridis, ada jaminan kepastian

Page 19: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

14

hukum dalam penyelenggaraan pembangunan kepariwisataan di

Pemerintah Kabupaten Wakatobi, termasuk substansinya tidak boleh

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi; dan

(3) sosiologis, penyelenggaraan pembangunan kepariwisataan di Pemerintah

Kabupaten Wakatobi memang dapat memberikan manfaat, baik bagi

pemerintah daerah maupun bagi masyarakat, termasuk substansinya tidak

bertentangan dengan kepentingan umum.

Kelima,kedayagunaan dan kehasilgunaan.Asas ini dapat diwujudkan

sepanjang penyelenggaraan pembangunan kepariwisataan di Kabupaten

Wakatobi memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam

mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Keenam, kejelasan rumusan.Asas ini dapat terwujud dengan

pembentukan peraturan daerah tentang penyelenggaraan pembangunan

kepariwisataan di Kabupaten Wakatobi, sesuai persyaratan teknik

penyusunan peraturan perundang-undangan, sistematika dan pilihan kata

atau terminologi, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti,

sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam

pelaksanaannya.Singkatnya, rumusan aturan hukum dalam Peraturan

daerah tentang pembangunan kepariwisataan menjamin kepastian.

Ketujuh, keterbukaan.Proses pembentukan Peraturan Daerah ini

harus menjamin partisipasi masyarakat, dalam artian masyarakat dijamin

haknya untuk memberikan masukan, baik tertulis maupun lisan, serta

kewajiban Pemerintah Daerah untuk menjamin masukan tersebut telah

dipertimbangkan relevansinya. Untuk terselenggaranya partisipasi

masyarakat itu, maka terlebih dahulu Pemerintah Daerah memberikan

informasi tentang proses pembentukan Peraturan daerah tentang

pembangunan kepariwisataan ini.

Relevansi asas-asas materiil pembentukan peraturan perundang-

undangan yang baik dengan pengaturan pembangunan kepariwisataan

dapat diuraikan sebagai berikut:

Pertama,keadilan.Peraturan Daerah tentang pembangunan

kepariwisataan harus mencerminkan keadilan secara proposional bagi

setiap warga masyarakat tanpa kecuali.Tuntutan keadilan mempunyai dua

arti, dalam arti formal keadilan menuntut bahwa hukum berlaku

umum.Dalam arti materiil dituntut agar hukum sesuai dengan cita-cita

keadilan dalam masyarakat. Demikian pula dalam penyusunan norma

hukum pembangunan kepariwisataan dimaksudkan untuk berlaku umum.

Agar mendapatkan rumusan norma hukum tentang pembangunan

kepariwisataan sesuai dengan aspirasi keadilan yang berkembang dalam

masyarakat, maka harus diadakan konsultasi publik.

Kedua, kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan.

Berdasarkan asas ini materi muatan peraturan daerah tentang

Page 20: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

15

pembangunan kepariwisataan tidak berisi ketentuan-ketentuan yang

bersifat membedakan berdasarkan latar belakang antara lain agama, suku,

ras, golongan, gender, atau status sosial. Inti dari kesamaan adalah

keadilan, yang menjamin perlakuan yang sama, sesuai hak dan

kewajibannya.

Ketiga,ketertiban dan kepastian hukum.Agar peraturan daerah

tentang pembangunan kepariwisataan dapat menimbulkan ketertiban

dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum. Jaminan

kepastian hukum mempunyai dua arti.Pertama, kepastian hukum dalam

arti kepastian pelaksanaannya, yakni bahwa hukum yang diundangkan

dilaksanakan dengan pasti oleh negara.Kedua, kepastian hukum dalam arti

kepastian orientasi, yakni hukum harus sedemikian jelas sehingga

masyarakat dan pemerintah serta hakim dapat berpedoman

padanya.Masing-masing pihak dapat mengetahui tentang hak dan

kewajibannya.Dalam konteks ini, yang dimaksud dengan kepastian hukum

adalah kepastian hukum dalam arti kepastian orientasi. Ini berarti norma

hukum pembangunan kepariwisataan harus sedemikian jelas sehingga

masyarakat dan pemerintah daerah serta hakim dapat berpedoman

padanya, terutama masyarakat dapat dengan jelas mengetahui hak dan

kewajiban dalam kaitannya dengan pembangunan kepariwisataan,

termasuk norma hukum tentang sanksi atas pelanggarannya tidak boleh

berlaku surut.

Keempat, keseimbangan, keserasian, dan keselarasan. Dalam

konteks penyusunan norma hukum pembangunan kepariwisataan harus

ada keseimbangan beban dan manfaat, atau kewajiban dengan hak yang

didapatkannya. Juga harus ada keseimbangan antara sanksi antara

aparatur dan masyarakat ketika melakukan kelalaian atau pelanggaran.

2.3. Kajian Terhadap Praktik Penyelenggaraan, Kondisi Yang ada Serta Permasalahan yang Dihadapi Masyarakat.

Kajian terhadap praktik penyelenggaraan, kondisi yang ada serta permasalahan yang dihadapi masyarakat berkaitan dengan kepariwisataan

di Kabupaten Wakatobi diantaranya meliputi:

1) Permasalahan yang dihadapi dalam Pembangunan Destinasi

Pariwisata.

Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan destinasi

pariwisata, diantaranya berkaitan dengan:

Page 21: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

16

a. Status Kawasan/Wilayah.

1. Tumpang tindih (overlapping) kawasan. Pemekaran Wakatobi menjadi

kabupaten telah berimplikasi serius terhadap sistem manajemen Taman

Nasional Wakatobi (TNW). Secara yuridis, keberadaan TNW yang

kongruen dengan wilayah Kabupaten Waktobi merupakan satu fenomena

unik dan menarik, sekaligus menjadi salah satu permasalahan dalam

sistem manajemen TNW dan manajemen pemerintahan Kabupaten

Wakatobi. Terbentuknya Kabupaten Wakatobi berimplikasi pada

pengembangan wilayah dan sosial ekonomi. Sementara wilayah

pengembangan sosial dan ekonomi tersebut yang menjadi tumpuan

masyarakat merupakan ruang-ruang ekologi yang mempunyai fungsi

perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan berkelanjutan. Tekanan-

tekanan terhadap integritas kawasan konservasi dan konflik kepentingan

tidak terhindarkan antara fungsi konservasi dengan tujuan

pengembangan wilayah.

2. Kegiatan wisata belum harmonis dan sinkron dengan sistem zonasi

Taman Nasional. Sebagai kawasan pelestarian alam, pengelolaan Taman

Nasional didasarkan atas rencana zonasi yang telah ditetapka. Namun

demikian, kegiatan wisata sebagai upaya pemanfaatan potensi kawasan

belum berjalan harmonis dan sinkron dengan rencana zonasi karena

belum optimalkan mengintegrasikan pengembangan wilayah dengan

pengelolaan kawasan konservasi.

3. Konflik pemanfaatan ruang laut. Rejim ruang laut sebagai sumberdaya

milik bersama (common property resources) memunculkan tumpang

tindih pemanfaatan dimana beberapa jenis pemanfaatan tersebut tidak

bersinergi dan bahkan berkonflik satu sama lainnya. Konflik yang terjadi

dapat disebabkan oleh belum optimalnya pemahaman dan penaatan

terhadap peruntukan ruang serta masih lemahnya pengendalian

pemanfaatan.

4. Masih tingginya tekanan dari aktivitas pemanfaatan sumberdaya alam

yang mengarah pada kerusakan ekosistem dan kemerosotan

keanekaragaman hayati. Berbagai tekanan terhadap kelestarian

ekosistem beserta keanekaragaman hayatinya merupakan perpaduan

dari masih tingginya ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya

alam tanpa didukung oleh kearifan dalam pemanfaatannya, pemanfaatan

yang berlebihan,rendahnya kesadaran masyarakat dan masih

terbatasnya kapasitas pengendalian.

5. Kerusakan lingkungan oleh faktor antropogenik. Seiring dengan

pertambahan jumlah penduduk dan aktivitas pembangunan maka

kebutuhan terhadap ruang dan sumberdaya alam semakin meningkat.

Page 22: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

17

Dalam pemanfaatan tersebut masih terdapat praktek-praktek yang

menimbulkan kerusakan terhadap lingkungan, seperti eksploitasi pasir,

karang dan material laut lainnya, sertaperluasan lahan penimbunan

pantai dan laut yang tidak terencana dan terkontrol.

b. Orientasi, Posisi dan Aksesibilitas pariwisata, diantaranya:

1. Pintu gerbang dan pusat pelayanan utama pariwisata belum tertata dan

terkesan kumuh. Wajah depan Kota Wangi-Wangi yang bercorak kota

maritim dengan beberapa pelabuhan laut dan penyeberangan yang

merupakan pintu gerbang utama Kabupaten Wakatobi dan menjadi pusat

pelayanan pariwisata kondisinya belum tertata dan menampakkan

kondisi yang kumuh. Sebagai pintu gerbang utama melalui laut, kondisi

ini kurang mendukung penguatan first impression bagi wisatawan yang

berkunjung ke Wakatobi. Kota Wangi-Wangi dan kota-kota kecamatan

yang semuanya merupakan kota pelabuhan juga belum memiliki

“karakter” khusus yang menjadi pusat dan penanda orientasi yang dapat

membentuk dan menguatkan citra pariwisata.

2. Wakatobi secara geografis berada pada posisi yang relatif jauh dari pasar

nusantara dan pintu gerbang utama kedatangan wisatawan mancanegara

ke Indonesia. Wakatobi berlokasi relatif jauh dari Bali, Jakarta dan

Batam yang merupakan pintu gerbang utama wisatawan mancanegara

dan pasar nusantara. Jarak yang relatif jauh dengan lama penerbangan

lebih dari 1,5 jam dan lama pelayaran lebih dari 10 jam dari Kota Kendari

menjadikan Wakatobi relatif sulit dicapai dan harga transportasi yang

relatif mahal. Jarak yang relatif jauh juga berpengaruh terhadap minat

kunjungan wisatawan karena adanya efek peluruhan minat oleh faktor

jarak destinasi.

3. Kondisi landasan pacu Bandara Matahora yang relatif pendek dan

frekuensi penerbangan (flight) masih rendah. Bandara Matahora sebagai

pintu gerbang Wakatobi dari jalur udara memiliki landasan sepanjang

2500 meterdengan Runway 2000 meter dan Uprond 103 x 73 meter

dimana dapat didarati oleh pesawat berbadan kecil dan sedang.

Frekuensi penerbangan pun masih sedikit dengan rute terbatas Makassar-

Kendari-Wakatobi dan sebaliknya yang dilayani oleh pesawat jenis

ATR72-500 dengan kapasitas 72 penumpang dan Kendari-Baubau-

Wakatobi dengan pesawat Cesna dengan kapasitas 17 orang dengan

frekeuensi sekali dalam seminggu. Keterbatasan rute dan kapasitas

penerbangan menyebabkan kurang kuatnya konektivitas antara Wakatobi

dengan asal wisatawan nusantara, dengan pintu gerbang wisata regional

dan/atau nasional dan dengan pasar pariwisata internasional.

Page 23: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

18

4. Aksesibilitas eksternal dan internal antar pulau-pulau utama melalui

jalur laut terkendala kelancarannya oleh cuaca ekstrim. Perairan laut

Wakatobi merupakan perairan yang sangat terbuka terutama di bagian

timur yang merupakan Laut Banda. Kondisi ini menyebabkan

pembangkitan gelombang terjadi pada jarak yang jauh dimana pada saat

puncak musim timur terjadi kondisi gelombang ekstrim yang

membahayakan pelayaran.

5. Frekuensi pelayaran reguler antar pulau masih rendah. Frekuensi

pelayaran antar pulau-pulau hanya sekali dalam sehari. Sementara

transportasi menggunakan speed boat carter relatif mahal harganya.

Kondisi ini menyebabkan pergerakan internal kurang optimal.

6. Jaringan jalan belum mendukung konektivitas pusat-pusat kota dengan

daya tarik wisata dan antar daya tarik wisata. Jaringan jalan yang

menghubungkan antar kota-kota kecamatan relatif baik akan tetapi

banyak daya tarik wisata potensial belum terbangun jaringan jalannya.

Jaringan jalan yang ada sebagian besar dalam kondisinya buruk.

7. Terbatasnya ketersediaan moda transportasi darat sebagai sarana

pergerakan internal destinasi. Kabupaten Wakatobi belum memiliki

sistem tranportasi publik yang mendukung kemudahan pergerakan

wisatawan di internal pulau-pulau utama. Moda transportasi masih

terbatas baik jumlah, keragaman jenis maupun trayeknya. Sarana

angkutan umum hanya tersedia secara terbatas di Kota Wangi-Wangi

dengan jaringan dalam kota. Sarana transportasi yang dapat diakses

oleh wisatawan untuk sarana pergerakan adalah mobil carter. Kondisi ini

menyebabkan terbatasnya pilihan moda transportasi yang mudah dan

murah yang dapat dimanfaatkan wisatawan untuk mendukung

pergerakan.

8. Sistem informasi transportasi yang mudah diakses wisatawan belum

tersedia. Untuk mendukung kemudahan wisatawan memperoleh

informasi mengenai moda transportasi, rute dan jadwal keberangkatan

dibutuhkan pelayanan informasi yang mudah diakses wisatawan. Di

pusat-pusat kegiatan pariwisata dan pelabuhan-pelabuhan yang

melayani transportasi antar pulau baik internal maupun eksternal belum

dilengkapi dengan informasi yang dapat memberikan kemudahan

wisatawan menjadwalkan perjalanan dan menentukan pilihan modanya.

9. Secara keseluruhan tingkat kepuasan wisatawan terhadap aksesibilitas

dan transportasi masih rendah. Faktor-faktor yang mempengaruhi

rendahnya tingkat kepuasan wisatawan terhadap aksesibilitas yaitu

kemudahan pencapaian, terbatasnya pilihan moda transportasi yang

Page 24: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

19

terjangkau harganya, jaringan, skedul, kenyamanan dan pelayanan

transportasi.

c. Daya Tarik Wisata/Atraksi Wisata.

1. Pengembangan dan pengelolaan daya tarik wisata masih fokus pada daya

tarik wisata bahari (diving). Wakatobi sangat kaya akan potensi daya

tarik wisata selain daya tarik wisata alam bahari yang telah menjadi

keunggulannya. Beragam daya tarik wisata alam di daratan dan daya

tarik wisata budaya masih relatif sedikit memperoleh sentuhan perintisan

dan pengembangannya. Daya tarik wisata alam di daratan seperti

panorama puncak dan gua-gua alam serta beragam daya tarik wisata

budaya berupa situs, cagar budaya dan peninggalan sejarah, kampung

adat, dan kesenian daerah belum dikelola sebagai upaya terpadu dalam

peningkatan daya saing destinasi.

3. Aset peninggalan budaya belum terkelola secara memadai. Beberapa

peninggalan budaya dalam bentuk situs dan bentengyang sekaligus

sebagai aset pariwisata belum dikelola secara baik dalam rangka

pelestarian dan pengembangannya sebagai daya tarik wisata. Pengelolaan

dimaksud meliputi pengembangan sistem informasi, dokumentasi,

manajemen pengunjung dan penyiapan petugasnya.

4. Belum terintegrasinya pembinaan dan pelestarian kesenian tradisional

dengan pariwisata. Pelestarian kesenian tradisional saat ini bertumpu

pada pembinaan sanggar-sanggar seni yang semakin berkembang

jumlahnya baik di sekolah-sekolah maupun masyarakat. Berbagai

kesenian tradsional dan tradisi lisan sebagai identitas masyarakat

Waktobi belum diarahkan secara optimal upaya pelestariannya secara

terintegrasi dengan pambangunan pariwisata Wakatobi. Kesenian

tradisional dan tradisi lisan tersebut menyimpan berbagai ingatan

kolektif masyarakat, merefleksi kehidupan masa lalu dan memproyeksi

masa depan mereka serta mengandung berbagai nilai-nilai moral dan

tata nilai dalam kehidupan. Sehingga jika kesenian tradsional dan tradisi

lisan yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dapat didorong

sebagai salah satu kekuatan pariwisata budaya berbasis seni tradisi

maka akan dapat mendorong percepatan partisipasi masyarakat dalam

industri pariwisata.

5. Fasilitas daya tarik wisata masih terbatas. Secara keseluruhan, daya

tarik wisata baik daya wisata alam maupun daya tarik wisata budaya

belum memiliki fasilitas yang memadai untuk menunjang kebutuhan

wisatawan dan meningkatkan kualitas pengalamannya. Di laut, hanya

sebagian kecil dive site dilengkapi dengan mooring buoys. Daya tarik

wisata pantai dan daya tarik wisata alam di daratan lainnya masih

Page 25: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

20

terbatas ruang tempat parkir, plaza (meeting point) dan toilet. Daya tarik

wisata budaya terutama situs dan cagar budaya serta kampung adat

belum dilengkapi dengan fasilitas interpretasi yang memudahkan

wisatawan memperoleh informasi dan pemahaman mengenai daya tarik

wisata tersebut.

d. Prasarana Umum dan Fasilitas Umum

1. Tingkat pelayanan air bersih yang terbatas. Kabupaten Wakatobi

memiliki potensi sumberdaya air yang memadai untuk dapat

didayagunakan bagi penyediaan air publik dan industri pariwisata.

Karena keterbatasan pembiayaan, pembangunan sistem jaringan air

bersih perpipaan masih terbatas di perkotaan dan jangkauan

pelayanannya pada masyarakat masih relatif rendah.

2. Tingkat pelayanan energi listrik masih terbatas. Masih banyak DTW

prioritas yang belum terjangkau jaringan dan pelayanan energy listrik

PLN, seperti Kapota dan Hoga. Sementara itu di Pulau Kaledupa, Pulau

Tomia dan Pulau Binongko, pelayanan energi listrik PLN belum penuh 24

jam.

3. Akses telekomunikasi masih terbatas. Perkembangan teknologi

telekomunikasi dengan pesatnya yang memberikan kemudahan bagi

masyarakat untuk memanfaatkan berbagai sarana telekomunikasi

berbasis pada jaringan nir-kabel. Kebutuhan mendasar terhadap

layanan telekomunikasi bagi wisatawan di destinasi pariwisata disamping

jaringan telepon adalah akses internet. Provider yang melayani akses

internet di Wakatobi masih terbatas sehingga masih banyak daerah blank

spot. Persepsi wisatawan mengenai kepuasannya terkait layanan

telekomunikasi masih rendah.

4. Fasilitas pelayanan kesehatan pariwisata masih belum memadai.

Kabupaten Wakatobi telah mempunyai fasilitas kesehatan masyarakat

(primer) dan layanan kesehatan rujukan (sekunder) yang memadai.

Namun demikian, untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi

wisatawan serta pelayanan kesehatan dan keselamatan pariwisata,

fasilitas kesehatan yang ada perlu dikembangkan dan dilengkapi.

e. Fasilitas Pariwisata

1. Secara umum fasilitas pariwisata masih terbatas jumlah, keragaman dan

persebarannya. Fasilitas pariwisata yang telah ada umumnya terpusat di

beberapa lokasi dengan jumlah yang sedikit dan pilihan yang terbatas.

Usaha pariwisata hanya tersebar di tiga pulau utama, yaitu Wangi-

Wangi, Kaledupa dan Tomia. Beberapa usaha pariwisata yang tersedia

Page 26: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

21

seperti akomodasi pariwisata, rumah makan/restoran, transportasi

pariwisata, perjalanan wisata dan pemanduan wisata.

2. Fasilitas akomodasi pariwisata jumlah dan sebarannya terbatas.

Fasilitas akomodasi pariwisata masih terpusat di Wangi-Wangi, sebagian

di Tomia dan sedikit di Kaledupa. Sementara di Binongko belum tersedia

fasilitas akomodasi untuk memenuhi kebutuhan wisatawan menginap.

3. Fasilitas rumah makan/restoran jumlah dan sebarannya terbatas.

Fasilitas rumah makan/restoran belum tersedia di semua pulau-pulau

utama. Wisatawan yang berkunjung ke Kaledupa dan Binongko

menghadapi kesulitan memperoleh layanan fasilitas rumah makan.

Sementara itu, rumah makan di Wangi-Wangi dan Tomia jumlahnya

masih kurang memadai serta menu yang disediakan kurang beragam.

Kualitas pelayanan pun belum memenuhi standar pariwisata.

4. Fasilitas pengusahaan daya tarik wisata masih terbatas. Sebagian besar

daya tarik wisata belum dikelola oleh suatu organisasi atau lembaga

pengelola. Dengan demikian, sebagian besar daya tarik wisata belum

dilengkapi dengan fasilitas daya tarik wisata, semisal pos penerimaan

pengunjung, toilet, warung souvenir, furniture (tempat duduk), meeting

point, bangsal pengunjung, fasilitas interpretasi, rambu-rambu, tempat

parkir, tempat sampah, fasilitas keamanan dan keselamatan dan pos

jaga.

5. Fasilitas hiburan masih terbatas jumlah dan sebarannya. Fasilitas

hiburan hanya terdapat di Wangi-wangi dalam bentuk karaoke. Di pulau-

pulau lainnya belum terdapat fasilitas hiburan yang memberikan pilihan

menikmati hiburan pada malam hari setelah berkunjung atau melakukan

atraksi wisata.

6. Fasilitas keuangan dan penukaran uang masih terbatas jumlah dan

sebarannya.Keberadaan transaksi keuangan baik bank, ATM dan atau

tempat penukaran uang bagi masyarakat dan wisatawan yang datang

berkunjung ke Wakatobi sangat penting, karena dengan adanya fasilitas

transaksi keungan maka wisatawan yang datang berkunjung tidak perlu

membawa uang tunai dalam jumlah besar ketika datang berkunjung.

Disamping itu adanya fasilitas keuangan menjamin wisatawan untuk

bertransaksi saat diperlukan. Fasilitas keuangan dan penukaran uang

hanya terdapat di Wangi-Wangi sementara di tiga pulau utama lainnya

belum tersedia.

7. Fasilitas informasi pariwisata yang mudah diakses belum lengkap.

Fasilitas infromasi pariwisata relatif memadai di Wangi-Wangi.

Sementara di pulau-pulau lainnya wisatawan menghadapi kesulitan

Page 27: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

22

mengakses informasi mengenai daya tarik wisata, paket-paket wisata dan

perjalanan pariwisata.

8. Fasilitas keamanan dan keselamatan pariwisata masih terbatas. Tingkat

keamanan dan keselamatan pariwisata merupakan salah satu tolak ukur

penilaian daya saing destinasi pariwisata. Fasilitas keamanan dan

keselamatan pariwisata di Wakatobi didukung oleh fasilitas keamanan

yang dimiliki Kepolisian, SAR, dan TNI. Tingkat pelayanan fasilitas

keamanan tersebut belum menjangkau wilayah geografis yang luas.

Sementara Satuan Polisi Khusus Pariwisata belum tersedia. Untuk

menjamin keselamatan atraksi wisata terutama wisata bahari belum

didukung oleh keberadaan pos-pos penyelamatan (Balawista) yang

memadai.

9. Fasilitas rambu-rambu pariwisata masih terbatas. Fasilitas rambu-

rambu pariwisata seperti peta pariwisata, tanda-tanda petunjuk arah dan

petanda telah tersedia tetapi hanya terbatas pada tempat-tempat

tertentu. Sebagian besar wilayah di seluruh pulau-pulau utama belum

dilengkapi dengan rambu-rambu pariwisata yang dapat memberikan

kemudahan bagi wisatawan mengenali dan mengakses daya tarik wisata

yang ada.

10. Fasilitas toko cinderamata masih terbatas jumlah dan sebarannya.

Masyarakat Wakatobi memiliki beragam kerajinan tradisional yang

bernilai pariwisata yang dapat dipasarkan sebagai produk cinderamata

(souvenir). Pemasaran produk-produk kerajinan tradisional sebagai

produk cinderamata terkendala oleh belum tersedianya toko/warung

cinderamata. Pasar seni pun belum tersedia sebagai jembatan antara

pengerajin dengan konsumen (wisatawan). Pada saat ini toko

cinderamata hanya terdapat di Wangi-Wangi dengan jumlah yang

sedikit.

11. Pembangunan fasilitas pariwisata belum optimal memperhatikan dan

mengarusutamakan nilai-nilai kearifan lokal dalam berbagai hal, seperti

arsitektur tradisional. Pembangunan fasilitas pariwisata diharapkan

dapat dijadikan wahana untuk pelestarian dan memperkaya langgam

arsitektur lokal yang sekaligus memperkuat identitas budaya.

f. Masyarakat pariwisata dan pemberdayaan masyarakat

1. Masalah sosial budaya dalam hubungannya dengan masyarakat adat.

Terdapat masalah pengembangan pariwisata terkait peran adat (sara)

pada wilayah adat. Permasalahan ini muncul sejak ditetapkannya

Wakatobi sebagai TNW dan berlanjut pada pembentukan Kabupaten

Wakatobi. Masyarakat adat Wakatobi yang memiliki hukum adat yang

Page 28: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

23

tumbuh dan berkembang di masyarakat memanfaatkan aset-aset sara

berupa tanah, hutan dan laut untuk kepentingan masyarakat.

Sementara regulasi yang ada berkaitan dengan penetapan status

kawasan dan undang-undang pembentukan Kabupaten Wakatobi

implementasinya berbeda dengan prinsip-prinsip yang diyakini

masyarakat adat. Persoalan perbedaan persepsi yang dipicu oleh

ruang/tanah dan nilai-nilai budaya ini merupakan potensi konflik di

masa depan mengingat adanya praktek-praktek pemindahan kepemilikan

tanah adat kepada pihak perorangan atau pengusaha pariwisata.

2. Wisata kuliner belum berkembang. Masyarakat Wakatobi mempunyai

beragaman makanan/kuliner tradisional berbahan baku lokal yang

mempunyai cita rasa unik dan khas yang berpotensi sebagai pendukung

wisata kuliner. Namun demikian, kuliner-kuliner tersebut masih sulit

diperoleh karena belum dikemas dan dipasarkan melalui warung-warung

kuliner.

3. Kelompok-kelompok usaha pariwisata berbasis masyarakat belum

berkembang optimal. Beberapa masyarakat di desa-desa wisata telah

membangun inisiatif membentuk kelompok usaha bersama di bidang

pariwisata. Pemberdayaan masyarakat melalui kepariwisataan ini

merupakan upaya pendayagunaaan potensi sumberdaya lokal belum

dikembangkan secara terpadu dan meluas.

4. Pemberdayaan masyarakat di bidang pariwisata belum terintegrasi dan

berkelanjutan. Terdapat banyak inisiatif program-program

pemberdayaan masyarakat yang telah diluncurkan oleh berbagai

pemangku kepentingan dan lembaga-lembaga yang menaruh perhatian

terhadap pembangunan kepariwisataan Wakatobi. Sebagai contoh, Balai

Taman Nasional Wakatobi mempunyai program Model Desa Konservasi,

Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui COREMAP II mempunyai

program 40 desa binaan di Wakatobi, Bank Mandiri dan British Council

meluncurkan program Mandiri Bersama Mandiri Pariwisata di lima desa

di Wakatobi yang membantu pemberdayaan masyarakat di bidang

pariwisata. Demikian pula Pemerintah dan Pemerintah Daerah telah

banyak meluncurkan program-program pemberdayaan misalnya melalui

PNPM Mandiri Pariwisata. Swiss Contact mempunyai desa binaan di

Kulati, begitu juga LSM-LSM lainnya telah banyak meluncurkan

program-program pemberdayaan. Keseluruhan program-program yang

diluncurkan tersebut bertujuan meningkatkan keberdayaan masyarakat

di bidang kepariwisataan. Namun demikian, program-program

pemberdayaan tersebut masih bersifat parsial dan belum terintegrasi,

baik integrasi lintas pemangku kepentingan, lintas sektor maupun

Page 29: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

24

integrasi dari aspek-aspek kepariwisataan yang dapat menjamin

tumbuhnya kemandirian dan keberlanjutannya.

5. Kesadaran masyarakat dalam mejaga kelestarian lingkungan belum

bertumbuh secara optimal.Pemahanan masyarakat tentang arti penting

menjaga kelestarian lingkungan bagi keberlanjutan pembangunan belum

tertanam secara menyeluruh di kalangan masyarakat. Kearifan lokal

sebagai intisari dari nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang di

masyarakat belum terimplementasi secara optimal dalam menjaga

kelestarian lingkungan. Kepariwisataan nantinya dapat memberikan

kontribusi dalam membangun kesadaran individu dan kolektif

masyarakat karena faktor kelestarian lingkungan merupakan prasyarat

mutlak bagi keberlanjutan kepariwisataan pada khususnya dan

kehidupan masyarakat pada umumnya.

2). Kelemahan yang Dimiliki dalam Pembangunan Industri Pariwisata,

diantaranya:

a. Daya Saing Industri Pariwisata

1. Secara keseluruhan daya saing industri pariwisata Wakatobi masih

rendah. Faktor-faktor yang melemahkan daya saing industri pariwisata

menurut hasil survei wisatawan yaitu aksesibilitas, ketersediaan moda

transportasi, jumlah, keragaman dan pelayanan akomodasi pariwisata,

jumlah, keragaman dan pelayanan rumah makan/restoran, fasilitas daya

tarik wisata, ketersediaan informasi, interpretasi daya tarik wisata,

kesesuaian harga (value for money) transportasi, layanan transportasi,

keselamatan transportasi, jaringan jalan, fasilitas pejalan kaki,

aksesibilitas penyandang cacat, layanan telekomunikasi, kemampuan

komunikasi masyarakat, fasilitas dan pelayanan kesehatan pariwisata,

tempat belanja dan ragam produk, penukaran uang, peta dan rambu-

rambu pariwisata, dan call center.

2. Kualitas sumberdaya manusia di industri pariwisata masih rendah.

Sebagian besar komponen-komponen pelayanan dimana sebagai ujung

tombaknya adalah sumberdaya manusia, menunjukkan indeks kepuasan

yang rendah dipersepsikan oleh wisatawan, seperti pelayanan akomodasi,

rumah makan, transportasi pariwisata dan pemanduan wisata. Hal ini

menunjukkan bahwa kualitas SDM industri pariwisata masih rendah.

3. Sertifikasi kompetensi SDM pariwisata belum berjalan optimal.

Sertifikasi kompetensi SDM baru menyasar SDM di bidang pemandu

wisata selam dan jumlahnya masih terbatas. Sementara SDM di bidang

usaha lainnya belum memperoleh fasilitasi melalui sertifikasi

Page 30: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

25

kompetensi. Pelaksanaan sertifikasi kompetensi belum dipandang

sebagai kebutuhan dalam peningkatan kualitas pelayanan usaha

pariwisata.

b. Pengembangan investasi pariwisata

1. Beragamnya hambatan dan tantangan investasi industri pariwisata.

Aksesibilitas merupakan hambatan utamanya selain ketersediaan

prasarana umum. Di internal kawasan, jaringan jalan masih terbatas

menuju daya tarik wisata dan jaringan yang ada pun kondisinya masih

jauh dari kondisi ideal. Kondisi ini berpengaruh pada dua hal, yaitu

pertama kurang optimalnya pengembangan daya tarik wisata yang ada

dalam rangka diversifikasi dan memperlancar pola serta jaringan

pergerakan antar daya tarik wisata; kedua, investor harus membangun

sendiri aksesibilitas sehingga menghambat pengembangan investasi.

Penghantaran wisatawan ke daerah tujuan wisata wisata antar pulau

dalam rangka peningkatan lama kunjungan wisatawan juga terkendala

dengan terbatasnya aksesibilitas dan konektivitas antar pulau. Kualitas

sumberdaya manusia di dunia usaha pariwisata masih kurang memadai

ditinjau dari aspek wawasan pariwisata, pelayanan dan kemampuan

bahasa asing.

3.Permasalahan yang dihadapi dalam Pembangunan Pemasaran

Pariwisata, diantaranya:

a. Strategi Pemasaran

1. Pemasaran belum dikelola secara terpadu, sinergis dan berkelanjutan.

Selama ini pemasaran pariwisata berpusat secara sektoral di Dinas

Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Badan Promosi Pariwisata Daerah belum

berfungsi optimal.

b. Promosi Pariwisata

1. Ketidakseimbangan antara promosi dengan kesiapan destinasi

pariwisata. Gencarnya promosi pariwisata hingga menjadikan Wakatobi

demikian populernya sebagai destinasi pariwisata bahari baik di

kalangan pasar nusantara maupun mancanegara tidak sebanding

dengan realita kesiapan infrastruktur, prasarana umum, fasilitas umum

dan fasilitas pariwisata. Hal ini menjadi tantangan ke depannya dimana

pemasaran dan promosi pariwisata haruslah dilakukan dengan prinsip-

prinsip pemasaran bertanggung jawab dan membangun keterpaduan

antar sektor dan antar pemangku kepentingan dalam mempercepat

pengembangan destinasi seiring tingginya intensitas pemasaran dan

promosi yang dilakukan.

Page 31: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

26

2. Target promosi pariwisata masih bersifat umum, belum secara spesifik

menyasar target pasar yang tepat sesuai dengan keunggulan destinasi.

Wakatobi belum secara tegas dan spesifik menetapkan target pasar

pariwisata baik pasar nusantara maupun mancanegara yang menjadi

prioritas yang disasar dalam promosi pariwisata. Kondisi ini dipandang

kurang efektif dampaknya dari pelaksanaan promosi yang dilakukan.

4.Permasalahan dalam Pembangunan Kelembagaan Kepariwisataan,

diantaranya meliputi:

a. Kebijakan dan Regulasi

1. Keterpaduan antar sektor dalam pembangunan kepariwisataan belum

optimal. Pariwisata telah ditetapkan sebagai sektor unggulan

pembangunan Kabupaten Wakatobi. Dari aspek kelembagaan

pemerintahan dan ketatakelolaan kepariwisataan, pariwisata sebagai

sektor unggulan yang bersifat multi-sektor belum optimal dipahami oleh

seluruh SKPD terkait. Pembangunan kepariwisataan masih dipandang

tugas dan tanggung jawab Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif semata.

Kondisi ini menyebabkan koordinasi antar SKPD terkait masih lemah.

Pembangunan kepariwisataan yang bersifat multi-sektor membutuhkan

kapasitas kelembagaan yang mampu mengkoordinasikan peran, tugas

dan tanggung jawab seluruh lembaga/SKPD terkait untuk mencapai

tujuan organisasi secara efisien. Politik anggaran dalam penganggaran

pembiayaan pembangunan daerah juga belum mendukung

Kepariwisataan sebagai sektor unggulan. Hal ini menyebabkan beberapa

fungsi Dinas pada aspek pengaturan, pembinaan, pengelolaan,

pengawasan dan pengendalian kepariwisataan belum dapat dijalankan

secara efektif.

2. Lemahnya keterpaduan program-program pengembangan kepariwisataan

antar pemangku kepentingan. Terdapat banyak lembaga pemerintah dan

non-pemerintah seperti LSM mempunyai program-program kerja yang

mendukung pengembangan kepariwisataan Wakatobi baik dari aspek

destinasi, industri, pemasaran maupun kelembagaan. Namun demikian

program-program tersebut umumnya dijalankan secara sektoral sehingga

kurang efektif dalam mengakselerasi capaian-capaian sesuai dengan

tujuan dan sasaran program. Hal ini disebabkan karena pemangku

kepentingan utama yaitu TNW, Pemerintah, Pemerintah Daerah (Provinsi

Sultra dan Kabupaten Wakatobi), LSM dan organisasi non-pemerintah

lainnya belum bekerja dalam sebuah jejaring (networking) atau

membangun aliansi strategis berbasis isu untuk saling menguatkan satu

sama lainnya.

Page 32: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

27

3. Regulasi untuk mendukung pembangunan kepariwisataan berkelanjutan

masih belum lengkap. Pembangunan kepariwisataan membutuhkan

dukungan regulasi yang adaptif terhadap perkembangan dan dinamika

kepariwisataan tersebut. Demikian juga beberapa permasalahan

lingkungan diantaranya bersumber dari belum lengkapnya perangkat

regulasi. Dalam rangka pelestarian nilai-nilai sosial dan budaya,

pengembangan kepariwisataan juga perlu dukungan regulasi agar

pengembangan pariwisata senantiasa selaras nilai-nilai budaya lokal.

Sebagai contoh konkritnya, pembangunan fasilitas pariwisata baik

dalam tata letak maupun arsitekturnya yang bersifat tangible sanat

penting didorong mengakomodasi nilai-nilai, filosofi dan langgam

arsitektur lokal. Secara keseluruhan aspek pembangunan kepariwisataan

diharapkan dapat secara optimal menjadi wahana memperkuat jati diri

atau identitas daerah serta pelestarian budaya.

4. Penegakan hukum belum kuat dan konsisten.Keterbatas kapasitas

aparatur dan belum kuatnya komitmen supremasi hukum menyebabkan

penegakan hukum belum terimplementasi secara optimal. Kelemahan ini

menimbulkan beberapa permasalahan lingkungan berlangsung dan

cenderung memburuk yang dapat menjadi feedback negatif terhadap

kepariwisataan. Seiring dengan perkembangan dan dinamika

pembangunan serta kehidupan sosial masyarakat maka dibutuhkan

komitmen dan implementasi penegakan hukum yang kuat dan konsisten.

Penegakan hukum yang kuat dan konsisten untuk memastikan bahwa

seluruh tananan kehidupan dan dinamika pembangunan berjalan sesuai

koridor hukum sebagai prasyarat bagi terwujudnya pembangunan

berkelanjutan.

2.4. Kajian terhadap implikasi penerapan Rencana Induk Pembangunan

Kepariwisataan yang akan diatur dalam peraturan daerah terhadap

aspek ekonomi, sosial-budaya dan lingkungan.

Pariwisata telah diakui sebagai lokomotif pembangunan ekonomi

dibanyak negara berkembang di dunia, dan para ahli menjadikan industri tanpa asap (smokeless industry) ini sebagai paspor menuju pembangunan.

Sebagai industri terbesar di dunia, pariwisata dianggap sebagai sarana

untuk mencapai pembangunan berkelanjutan dengan manfaat yang sangat

signifikan di bidang ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan, serta memberi kesempatan seluas luasnya bagi masyarakat lokal untuk meningkatkan

kesejahteraannya (Sharpley, 2002).

Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, digariskan dengan tegas bahwa kepariwisataan merupakan

bagian integral dari pembangunan nasional yang dilakukan secara

Page 33: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

28

sistematis, terencana, terpadu, berkelanjutan, dan bertanggung jawab

dengan tetap memberikan perlindungan terhadap nilai-nilai agama, budaya

yang hidup di masyarakat, kelestarian dan mutu lingkungan hidup, serta kepentingan nasional. Hal ini selanjutnya dijabarkan dalam PP Nomor 50

tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional

Tahun 2010 – 2025, dimana terdapat empat hal pokok yang menjadi perhatian dalam pembangunan kepariwisataan di Indonesia, yakni aspek:

destinasi; industri; pemasaran dan promosi; serta kelembagaan.

Penegasan serta penjabaran tersebut mengindikasikan tentang

pentingnya perencanaan dan pengelolaan sumberdaya pariwisata sedemikian rupa agar pembangunannya dapat berkelanjutan dan

memberikan manfaat optimal kepada masyarakat. Perencanan dan

pengelolaan destinasi maupun daya tarik wisata secara profesional dan berkelanjutan, yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan akan

menentukan tiga hal pokok berikut, yakni: a) keunggulan daya tarik

destinasi tersebut bagi pasar wisatawan; b) manfaatnya secara ekologi, ekonomi, sosial dan budaya bagi masyarakat dan daerah; serta c) daya

saingnya di antara pasar destinasi pariwisata international (Damanik &

Teguh, 2012). Sejumlah alasan penting kenapa prinsip-prinsip keberlanjutan

(sustainability) perlu diterapkan dalam pengelolaan destinasi pariwisata

khususnya di Indonesia: pertama semakin tajamnya kompetisi destinasi di

tingkat global maupun nasional; kedua tingginya variasi dan ketimpangan perkembangan destinasi pariwisata di tanah air; dan ketiga rendahnya

daya saing pariwisata Indonesia dibandingkan dengan negara-negara

tetangga. Apabila destinasi pariwisata tidak dikelola secara professional dalam kerangka keberlanjutan, maka akan sulit diharapkan destinasi

tersebut memiliki daya saing tinggi dalam jangka panjang (Osmanovic,

Kenjic, & Zrnic, 2010). Mengelola destinasi pariwisata agar dapat berkelanjutan sangat

ditentukan oleh pandangan ke depan dari kebijakan (forward-looking policies) dan philosopi manajemen yang dianut, yang mampu membangun

hubungan harmonis antara masyarakat lokal, sektor usaha swasta, dan pemerintah. Keharmonisan hubungan tersebut berkaitan erat dengan

praktik-praktik pembangunan guna meningkatkan manfaat ekonomi yang

selaras dengan perlindungan terhadap alam, sosial budaya, dan lingkungan, sehingga kehidupan masyarakat lokal maupun destinasi dapat

meningkat kualitasnya (Edgell, Allen, Smith, & Swanson, 2008).

Pertanyaannya adalah apakah mungkin destinasi pariwisata tersebut berkelanjutan secara ekonomi bagi pelaku usaha pariwisata dan

masyarakat lokal, sementara dalam waktu yang bersamaan pembangunan

tersebut sangat peka terhadap isu-isu lingkungan, budaya dan sosial? Menurut Edgell, S.L,. (2006) jawaban singkatnya adalah sangat mungkin,

karena kebijakan pariwisata berkelanjutan harus ditentukan oleh kondisi

alam dan lingkungan terbangun, disertai dengan perlindungan terhadap

keberlanjutan masyarakat lokal. Edgell, selanjutnya menguraikan bahwa lebih dari sekedar kepentingan ekonomi, kebijakan pembangunan destinasi

pariwisata harus fokus pada prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan,

Page 34: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

29

yakni: (1) memanfaatkan secara optimum sumberdaya lingkungan,

memelihara proses-preses ekologi essential, dan melakukan konservasi

terhadap natural heritage dan keragaman biologi; (2) menghargai keaslian nilai-nilai sosial budaya dari komunitas lokal, melakukan konservasi

terhadap bangunan dan living cultural heritage serta nilai-nilai tradisional,

berkontribusi pada pemahaman antar budaya dan adanya sikap saling menghargai; dan (3) memastikan dalam jangka panjang akan memberikan

manfaat sosial ekonomi secara layak kepada semua pemangku kepentingan

dengan distribusi yang adil, termasuk kesempatan kerja yang stabil dan

kesempatan memperoleh penghasilan, serta berkontribusi kepada upaya pengentasan kemiskinan.

Pembangunan pariwisata berkelanjutan membutuhkan partisipasi dari

seluruh stakeholders serta kepemimpinan politik yang kuat untuk memastikan adanya partisipasi yang luas dalam membangun konsensus

bersama. Pembangunan berkelanjutan merupakan proses yang terus

menerus dan membutuhkan monitoring yang tidak pernah berhenti terhadap dampak-dampak yang ditimbulkannya.

Dari perspektif manajemen destinasi pariwisata, karakteristik produk

wisata yang berbeda dengan produk jasa lainnya, membutuhkan implementasi pengelolaan yang ketat dan berbeda, karena pada dasarnya

manajemen destinasi pariwisata bertujuan untuk menjamin kualitas

destinasi itu sendiri dan kepuasan berwisata. Secara singkat, tujuan

pengelolaan destinasi dapat dibagi menjadi dua: pertama untuk melindungi asset, dan sumberdaya wisata dari penurunan mutu dan manfaat bagi

pengelola, masyarakat lokal, maupun wisatawan; kedua meningkatkan

daya saing destinasi pariwisata melalui tawaran pengalaman berwisata yang berkualitas kepada wisatawan. Semakin tinggi kualitas pengalaman yang

dapat ditawarkan, maka semakin tinggi pula potensi daya saing destinasi

tersebut. Daya saing yang tinggi inilah menjadi faktor kunci yang menjamin keberlanjutan perkembangan destinasi tersebut, karena jumlah

wisatawan dan pengeluarannya akan terus meningkat, sehingga

memberikan dampak positif kepada pelaku usaha, komunitas lokal, pemerintah, dan lingkungan setempat (RAMBOLL Water & Environment,

2003).

Sejumlah manfaat yang dapat diperoleh dari pengelolaan destinasi

pariwisata yang dilakukan secara professional, antara lain: (1) meningkatnya kepuasan wisatawan sebagai akibat dari semakin baiknya

kualitas pelayanan berwisata di destinasi; (2) meningkatnya daya saing

destinasi, sehingga dapat menarik investor lebih banyak untuk menanamkan modalnya; (3) jaminan atas keberlanjutan ekonomi, sosial-

budaya dan lingkungan semakin kuat; (4) ter-ciptanya kemitraan yang

semakin kuat dari para pemangku kepentingan; dan (5) perbaikan serta inovasi secara terus menerus atas seluruh atribut destinasi pariwisata

(European Communities, 2003; Kim & Lee, 2004; Anonim, 2007; Damanik

& Teguh, 2012). Berkaitan dengan upaya untuk mewujudkan tujuan pembangunan

pariwisata berkelanjutan di Kabupaten Wakatobi dengan berbagai manfaat

di bidang ekonomi, sosial budaya maupun lingkungan hidup bagi

Page 35: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

30

masyarakat lokal dimana pembangunan tersebut dilaksanakan, maka

diperlukan sejumlah kebijakan pemerintah yang akan dituangkan dalam

Peraturan Daerah Kabupaten Wakatobi tentang Kepariwisataan. Peraturan yang akan disusun diharapkan dapat mencarikan solusi terhadap berbagai

isu penting mengenai kepariwisataan di Kabupaten Wakatobi.

Page 36: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

31

BAB III

EVALUASI DAN ANALISIS

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT

3.1.Kajian Terhadap Peraturan Perundang-Undangan yang Memuat Kondisi Hukum yang ada.

Kajian berupa evaluasi dan analisis peraturan perundang-undangan terkait, dilakukan untuk mengetahui kondisi hukum atau peraturan

perundang-undangan yang mengatur mengenai Rencana Induk

Pembangunan Pariwisata Kabupaten Wakatobi, serta untuk mengetahui posisi dari peraturan daerah yang baru, guna menghindari terjadinya

tumpang tindih pengaturan. Kajian terhadap peraturan perundang-

undangan yang memuat kondisi hukum yang ada, mempergunakan pendekatan perundangan-undangan dengan melihat jenis, hierarki dan

materi muatan peraturan perundang-undangan berkaitan dengan

kewenangan pemerintah kabupaten tentang pengaturan kepariwisataan.

Dengan mempergunakan rujukan ketentuan Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 peraturan perundang-undangan dan

rumusan norma yang berkaitan dengan kewenangan kabupaten bidang

kepariwisataan, ditampilkan dalam tabel berikut dibawah ini

Matrik 1.

Peraturan Perundang-Undangan dan Rumusan Norma Yang Berkaitan Dengan Kewenangan Kabupaten Bidang Kepariwisataan.

No Peraturan

Perundang-Undangan

Rumusan Normanya Analisis

1 Undang-Undang

Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun

1945

Pasal 18 ayat 6

Pemerintahan daerah berhak menetapkan

peraturan daerah dan

peraturan perundang-undangan lain untuk

melaksanakan otonomi

dan tugas pembantuan

Pemerintah daerah

Kabupaten Wakatobi

mempunyai

wewenang untuk menetapkan

peraturan daerah

untuk

melaksanakan otonomi. Dengan

demikian

Pemerintah Kabupaten

Wakatobi,

mempunyai wewenang untuk

menetapkan

Peratuuran Daerah

Page 37: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

32

tentang Rencana

Induk

Pembangunan Pariwisata

Kabupaten

Wakatobi.

2 Undang-Undang Nomor 26 Tahun

2007 tentang

Penataan Ruang. ( Lembaran

Negara Republik

Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,

Tambahan

Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor

4725).

Pasal 5 (5)Penataan ruang

berdasarkan nilai

strategis kawasan terdiri atas penataan ruang

kawasan strategis

nasional, penataan ruang kawasan strategis

provinsi, dan penataan

ruang kawasan strategis

kabupaten/kota.

Pasal 11

(1)Wewenang pemerintah

daerah kabupaten/kota dalam enyelenggaraan

penataan ruang meliputi:

1. pengaturan, pembinaan, dan

pengawasan

terhadap

pelaksanaan penataan ruang

wilayah

kabupaten/kota dan kawasan strategis

kabupaten/kota;

2. pelaksanaan penataan ruang

wilayah

kabupaten/kota; 3. pelaksanaan

penataan ruang

kawasan strategis

kabupaten/kota; dan

d.kerja sama penataan

ruang antar kabupaten/ kota.

(2)Wewenang pemerintah

Berdasarkan ketentuan Undang-

Undang Nomor 26

Tahun 2007, Pemerintah

Kabupaten

Wakatobi mempunyai

kewenangan untuk

melakukan

perencanaan tata ruang wilayah

kabupaten.

Kegiatan

penyusunan

RIPPARDA merupakan satu

kegiatan yang

selaras dengan perencanaan tata

ruang wilayah

kabupaten.

Page 38: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

33

daerah kabupaten/kota

dalam pelaksanaan

penataan ruang wilayah kabupaten/kota

sebagaimana

dimaksud pada ayat (1)

huruf b meliputi: A. perencanaan tata

ruang wilayah

kabupaten/ kota; B. pemanfaatan ruang

wilayah

kabupaten/kota; dan

C. pengendalian

pemanfaatan ruang wilayah

kabupaten/kota.

(3)Dalam pelaksanaan

penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota

sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf c, pemerintah daerah

kabupaten/kota

melaksanakan: a. penetapan kawasan

strategis

kabupaten/kota; b. perencanaan tata

ruang kawasan

strategis

kabupaten/kota; c. pemanfaatan ruang

kawasan strategis

kabupaten/kota; dan

d. pengendalian

pemanfaatan ruang kawasan strategis

kabupaten/kota.

(4)Dalam melaksanakan kewenangan

sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dan ayat (2), pemerintah daerah

kabupaten/kota

mengacu pada pedoman

Page 39: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

34

bidang penataan ruang

dan petunjuk

pelaksanaannya. (5)Dalam pelaksanaan

wewenang sebagaimana

dimaksud pada ayat (1),

ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), pemerintah

daerah kabupaten/kota:

a. menyebarluaskan informasi yang

berkaitan dengan

rencana umum dan rencana rinci tata

ruang dalam rangka

pelaksanaan penataan ruang

wilayah

kabupaten/kota; dan

b. melaksanakan standar pelayanan

minimal bidang

penataan ruang. (6) Dalam hal pemerintah

daerah abupaten/kota

tidak dapat memenuhi standar pelayanan

minimal bidang

penataan ruang, pemerintah daerah

provinsi dapat

mengambil langkah

penyelesaian sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-

undangan.

3 Undang-Undang

Nomor 27 Tahun 2007 tentang

Pengelolaan

Wilayah Pesisir

dan Pulau-pulau Kecil ( Lembaran

Negara Republik

Indonesia Tahun 2007 Nomor 84,

Tambahan

Pasal 55

(1)Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau

Kecil pada tingkat

kabupaten/kota

dilaksanakan secara terpadu yang

dikoordinasi oleh dinas

yang membidangi kelautan dan perikanan.

(2)Jenis kegiatan yang

Berdasarkan

ketentuan Undang-Undang Nomor 27

Tahun 2007 ini,

kabupaten

mempunyai wewenang untuk

mengelola wilayah

pesisir yang dilaksanakan secara

terpadu oleh dinas

Page 40: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

35

Lembaran

Negara Republik

Indonesia Nomor 4739).

dikoordinasikan

sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) meliputi: a. penilaian setiap

usulan rencana

kegiatan tiap-tiap

pemangku kepentingan sesuai

dengan perencanaan

Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-

Pulau Kecil terpadu;

b. perencanaan antarinstansi, dunia

usaha, dan

masyarakat; c. program akreditasi

skala

kabupaten/kota;

d. rekomendasi izin kegiatan sesuai

dengan kewenangan

tiap-tiap dinas otonom atau badan

daerah; serta

e. penyediaan data dan informasi bagi

Pengelolaan Wilayah

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil skala

kabupaten/kota.

(3)Pelaksanaan kegiatan

sebagaimana imaksud pada ayat (2) diatur oleh

bupati/walikota.

yang

membidanginya.

4 Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor

10 Tahun 2009 tentang

Kepariwisataan (

Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun

2009 Nomor 11,

Tambahan Lembaran

Negara Republik

Pasal 8 (1)Pembangunan

kepariwisataan

dilakukan berdasarkan rencana induk

pembangunan

kepariwisataan yang

terdiri atas rencana induk pembangunan

kepariwisataan nasional,

rencana induk pembangunan

kepariwisataan provinsi,

Undang-Undang No 10 Tahun 2009,

memberi

kewenangan kepada daerah kabupaten

untuk menetapkan

rencana induk

pembangunan kepariwisataan

kabupaten/kota

dengan Peraturan Daerah

kabupaten/kota.

Page 41: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

36

Indonesia Nomor

4966 )

dan rencana induk

pembangunan

kepariwisataan kabupaten/kota.

(2)Pembangunan

kepariwisataan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) merupakan

bagian integral dari rencana pembangunan

jangka panjang nasional

Pasal 9

(1)Rencana induk pembangunan

kepariwisataan nasional

sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 8 ayat (1) diatur dengan Peraturan

Pemerintah.

(2)Rencana induk pembangunan

kepariwisataan provinsi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1)

diatur dengan Peraturan

Daerah provinsi. (3)Rencana induk

pembangunan

kepariwisataan

kabupaten/kota sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 8 ayat (1)

diatur dengan Peraturan Daerah kabupaten/kota.

(4)Penyusunan rencana

induk pembangunan kepariwisataan

sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dilakukan

dengan melibatkan

pemangku kepentingan. (5)Rencana induk

pembangunan

kepariwisataan

Page 42: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

37

sebagaimana dimaksud

pada ayat (4) meliputi

perencanaan pembangunan industri

pariwisata, destinasi

pariwisata, pemasaran,

dan kelembagaan kepariwisataan.

Pasal 29 Pemerintah provinsi

berwenang:

1) menyusun dan menetapkan rencana

induk pembangunan

kepariwisataan provinsi; 2) mengoordinasikan

penyelenggaraan

kepariwisataan di

wilayahnya; 3) melaksanakan

pendaftaran, pencatatan,

dan pendataan pendaftaran usaha

pariwisata;

4) menetapkan destinasi pariwisata provinsi;

5) menetapkan daya tarik

wisata provinsi; 6) memfasilitasi promosi

destinasi pariwisata dan

produk pariwisata yang

berada di wilayahnya; 7) memelihara aset provinsi

yang menjadi daya tarik

wisata provinsi; dan 8) mengalokasikan

anggaran

kepariwisataan.

5 Undang-

Undang

Nomor 32 Tahun 2009

tentang

Perlindungan dan

Pengelolaan

Pasal 63

a) Dalam perlindungan

dan pengelolaan lingkungan hidup,

pemerintah

kabupaten/kota bertugas dan

berwenang:

Salah satu

kewenangan

Kabupaten yakni menetapkan

kebijakan tingkat

kabupaten berkaitan dengan

pengelolan

Page 43: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

38

Lingkungan

Hidup (

Lembaran Negara

Republik

Indonesia

Tahun 2009 Nomor 140,

Tambahan

Lembaran Negara

Republik

Indonesia Nomor 5059

).

a. menetapkan

kebijakan tingkat

kabupaten/kota; b. menetapkan dan

melaksanakan KLHS

tingkat

kabupaten/kota; c. menetapkan dan

melaksanakan

kebijakan mengenai RPPLH

kabupaten/kota;

d. menetapkan dan melaksanakan

kebijakan mengenai

amdal dan UKL-UPL; e. menyelenggarakan

inventarisasi sumber

daya alam dan emisi

gas rumah kaca pada tingkat

kabupaten/kota;

f. mengembangkan dan melaksanakan kerja

sama dan kemitraan;

g. mengembangkan dan menerapkan

instrumen

lingkungan hidup; h. memfasilitasi

penyelesaian

sengketa;

i. melakukan pembinaan dan

pengawasan

ketaatan penanggung jawab

usaha dan/atau

kegiatan terhadap ketentuan perizinan

lingkungan dan

peraturan perundang-

undangan;

j. melaksanakan standar pelayanan

minimal;

k. melaksanakan

lingkungan hidup,

pembentukan

RIPPARDA Kabupaten,

berkaitan dengan

kebijakan tingkat

kabupaten yang substansi materinya

berkaitan dengan

pengelolaan lingkungan. Dengan

demikian Undang-

Undang Pengelolan Lingkungan Hidup

relevan dirujuk

sebagai ketentuan mengingat dalam

Ranperda

RIPPARDA yang

akan dibentuk.

Page 44: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

39

kebijakan mengenai

tata cara pengakuan

keberadaan masyarakat hukum

adat, kearifan lokal,

dan hak masyarakat

hukum adat yang terkait dengan

perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup

pada tingkat

kabupaten/kota; l. mengelola informasi

lingkungan hidup

tingkat kabupaten/kota;

m. mengembangkan dan

melaksanakan

kebijakan sistem informasi lingkungan

hidup tingkat

kabupaten/kota; n. memberikan

pendidikan,

pelatihan, pembinaan, dan

penghargaan;

o. menerbitkan izin lingkungan pada

tingkat

kabupaten/kota; dan

p. melakukan penegakan hukum

lingkungan hidup

pada tingkat kabupaten/kota.

6 Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2014 tentang

Pemerintahan

Daerah (Lembaran

Negara Republik

Indonesia Tahun 2014 Nomor 244,

Tambahan

Pasal 12 (1). ...

(2). ...

(3)Urusan Pemerintahan

Pilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

11 ayat (1) meliputi:

a. kelautan dan perikanan;

b. pariwisata;

Urusan Pemerintahan

Pilihan adalah

Urusan

Pemerintahan yang wajib

diselenggarakan

oleh Daerah sesuai dengan potensi yang

dimiliki Daerah.

Page 45: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

40

Lembaran Negara

Republik

Indonesia Nomor 5587).

c. pertanian;

d. kehutanan;

e. energi dan sumber daya mineral;

f. perdagangan;

g. perindustrian; dan

h. transmigrasi.

Salah satu daya

tarik Kabupaten Wakatobi dari

sektor Pariwisata.

Pariwisata bagi Pemerintah

kabupaten

Wakatobi, merupakan salah

satu penghasil

devisa, dengan demikian salah satu

urusan pilihan yang

diselenggarakan oleh Pemerintah

Kabupaten

Wakatobi adalah

urusan pilihan bidang pariwisata.

Dengan demikian Undang-undang ini

relevan

dipergunakan sebagai salah satu

ketentuan

mengingat dari rencana

pembentukan

RIPPARDA

Kabupaten Wakatobi.

7 Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2010 tentang

Cagar Budaya, (

Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun

2010 Nomor

130, Tambahan Lembaran

Negara Republik

Indonesia Nomor 5168 ).

Pasal 64

Pengamanan Cagar

Budaya sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 61 dan Pasal 62 harus

memperhatikan

pemanfaatannya bagi

kepentingan sosial, pendidikan,

pengembangan ilmu

pengetahuan, agama, kebudayaan, dan/atau

pariwisata.

Cagar Budaya

pemanfaatannya dapat untuk

kepentingan sosial,

pendidikan, pengembangan ilmu

pengetahuan,

agama,

kebudayaan, dan/atau

pariwisata.

Bupati mempunyai

kewenangan

Page 46: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

41

Pasal 67

(1)Setiap orang dilarang

memindahkan Cagar

Budaya peringkat

nasional, peringkat provinsi, atau peringkat

kabupaten/kota, baik

seluruh maupun bagian-bagiannya,

kecuali dengan izin

Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai

dengan tingkatannya.

Pasal 72

(1)Pelindungan Cagar

Budaya dilakukan

dengan menetapkan batas-batas

keluasannya dan

pemanfaatan ruang melalui sistem Zonasi

berdasarkan hasil

kajian. (2)Sistem Zonasi

sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) ditetapkan oleh:

a. Menteri apabila telah

ditetapkan sebagai

Cagar Budaya nasional atau mencakup 2 (dua)

provinsi atau lebih;

b.gubernur apabila telah ditetapkan

sebagai Cagar Budaya

provinsi atau mencakup 2 (dua)

kabupaten/kota atau

lebih; atau c.bupati/wali kota

sesuai dengan

keluasan Situs Cagar Budaya atau

Kawasan Cagar Budaya

di wilayah

berkaitan dengan

pemanfaatan cagar

budaya untuk kepentingan

pariwisata.

Berdasarkan

ketentuan ini, maka UU No 11 Tahun

2010, relevan

dirujuk sebagai salah satu

ketentuan

mengingat dalam rancangan perda

yang akan dibentuk.

Page 47: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

42

kabupaten/kota.

Pasal 109 (2)Setiap orang yang tanpa

izin gubernur atau izin

bupati/wali kota,

membawa Cagar Budaya ke luar wilayah provinsi

atau kabupaten/kota

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (2)

dipidana dengan pidana

penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau

denda paling sedikit

Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak

Rp100.000.000,00 (seratus

juta rupiah).

8 Peraturan Pemerintah

Nomor 38 Tahun

2007 tentang Pembagian

Urusan

Pemerintahan

antara Pemerintah,

Pemerintahan

Daerah Provinsi dan

Pemerintahan

Daerah Kabupaten/Kota

(Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun

2007 Nomor 82,

Tambahan

Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor

4737);

Pasal 7

1. ...

2. ... (3)Urusan pilihan

sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 6 ayat (2)

adalah urusan pemerintahan yang

secara nyata ada dan

berpotensi untuk meningkatkan

kesejahteraan

masyarakat sesuai dengan

kondisi,kekhasan dan

potensi unggulan daerah yang bersangkutan.

(4)Urusan pilihan

sebagaimana dimaksud

pada ayat (3) meliputi: a.kelautan dan

perikanan;

b. pertanian; c. kehutanan;

d.energi dan sumber

Berdasarkan ketentuan Pasal 7

ayat (4) Peraturan

Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007

telah ditentukan,

Pariwisata sebagai

salah satu urusan pilihan.

Dalam menentukan

Pariwisata sebagai urusan pilihan,

salah satu

kewenangan yang dimiliki oleh

pemerintahan

daerah kabuapten adalah penetapan

kebijakan skala

kabupaten bidang

pariwisata. Dengan demikian,

Peraturan

Pemerintah Nomor 38 tahun 2007,

relevan

Page 48: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

43

daya mineral;

e.pariwisata;

f. industri; g. perdagangan;dan

h. ketransmigrasian.

(5).Penentuan urusan

pilihan ditetapkan oleh pemerintahan daerah.

Berdasarkan Lampiran Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor

38 Tahun 2007 tanggal 9 Juli 2007, pada hurup Q

diatur pembagian urusan

pemerintahan bidang pariwisata.

Kewenangan

Pemerintahan Daerah

kabupaten diatur sebagai berikut :

(3) ...

(4) ... (5) Sub Bidang Kebijakan

Bidang Kepariwisataan.

a. Kebijakan 1. Pelaksanaan

kebijakan

nasional,provinsi dan penetapan

kebijakan skala

kabupaten:

1. RIPP Kabupaten. 2. ...

3. ...

4. Pelaksanaan kebijakan nasional

dan provinsi serta

penetapan pedoman pengembangan

destinasi pariwisata

skala kabupaten. 4....

5.Sub Bidang Kebijakan

Bidang Kebudayaan dan Pariwisata.

1. Rencana induk

pengembangan

dipergunakan

sebagai salah satu

ketentuan mengingat dalam

Rancangan

Peraturan Daerah

Kabupaten Wakatobi tentang

RIPPARDA

Kepariwisataan.

Page 49: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

44

sumber daya

kebudayaan dan

pariwisata nasional skala kabupaten.

2. Pelaksanaan

kebijakan

nasional/provinsi dan penetapan kebijakan

kabupaten dalam

pengembangan sumber daya manusia

kebudayaan dan

pariwisata skala kabupaten.

3. Pelaksanaan

kebijakan nasional /provinsi dan

penetapan kebijakan

kabupaten penelitian

kebudayaan dan pariwisata skala

kabupaten.

9 Peraturan Pemerintah

Republik

Indonesia Nomor 50 Tahun 2011

Tentang Rencana

Induk

Pembangunan Kepariwisataan

Nasional Tahun

2010-2025.( (Lembaran

Negara Republik

Indonesia Tahun 2011 Nomor 125,

Tambahan

Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor

4562).

Pasal 4 (1)RIPPARNAS menjadi

pedoman bagi

pembangunan kepariwisataan

nasional.

(2)RIPPARNAS

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi

pedoman penyusunan

Rencana Induk Pembangunan

Kepariwisataan

Provinsi. (3)RIPPARNAS dan

Rencana Induk

Pembangunan Kepariwisataan

Provinsi sebagaimana

dimaksud pada ayat (1)

dan ayat (2) menjadi pedoman penyusunan

Rencana Induk

Pembangunan Kepariwisataan

Kabupaten/Kota.

RIPPARNAS dan Rencana Induk

Pembangunan

Kepariwisataan Provinsi

dipergunakan

menjadi pedoman

penyusunan Rencana Induk

Pembangunan

Kepariwisataan Kabupaten.

Persoalan hukum

yang ditemui sampai saat

dilakukan kajian

ini, Rencana Induk Pembangunan

Kepariwisataan

Provinsi Sulawesi

Tenggara, sampai saat ini belum

ditetapkan. Dengan

demikian Rencana Induk

Pembangunan

Page 50: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

45

Kepariwisataan

Provinsi Sulawesi

Tenggara, tidak dipergunakan

ketentuan

mengingat dari

Rencana Induk Pembangunan

Kepariwisataan

Kabupaten Wakatobi.

10 Peraturan

Pemerintah Nomor 15 Tahun

2010 tentang

Penyelengaraan

Penataan Ruang (Lembaran

Negara Republik

Indonesia Tahun 2010 Nomor 21).

Pasal 153

(1)Peraturan zonasi kabupaten/kota

merupakan penjabaran

dari ketentuan umum

peraturan zonasi yang ditetapkan dalam

rencana tata ruang

wilayah kabupaten/kota.

(2)Peraturan zonasi

kabupaten/kota sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) ditetapkan

dengan peraturan daerah

kabupaten/kota.

(3)Peraturan zonasi

kabupaten/kota merupakan dasar

dalam pemberian

insentif dan disinsentif, pemberian izin, dan

pengenaan sanksi di

tingkat kabupaten/kota.

Pasal 154

(1)Peraturan zonasi kabupaten/kota

memuat zonasi pada

setiap zona

peruntukan. (2)Zona peruntukan

sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) merupakan suatu

bagian wilayah atau

Ketentuan ini

menunjukkan bahwa Pemerintah

Daerah Kabupaten

mempunyai

wewenang untuk menetapkan

peraturan daerah

tentang Rencana Induk

Pembangunan

Kepariwisataan Kabupaten.

Peraturan

Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010

tentang

Penyelengaraan

Penataan Ruang relevan dirujuk

sebagai salah satu

ketentuan mengingat dalam

Perda RIPPARDA

Kabupaten Wakatobi yang akan

dibentuk.

Page 51: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

46

kawasan yang

ditetapkan dalam

rencana tata ruang untuk mengembankan

suatu fungsi tertentu

sesuai dengan

karakteristik zonanya. (3)Ketentuan zonasi

sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) meliputi: a. ketentuan kegiatan

dan penggunaan

ruang yang diperbolehkan,

diperbolehkan

dengan syarat, dan yang tidak

diperbolehkan;

b. ketentuan intensitas

pemanfaatan ruang paling sedikit terdiri

atas:

1. koefisien dasar bangunan

maksimum;

b. koefisien lantai bangunan

maksimum;

c. ketinggian bangunan

maksimum; dan

d. koefisien dasar

hijau minimum. c. ketentuan prasarana

dan sarana

minimum sebagai kelengkapan dasar

fisik lingkungan yang

mendukung berfungsinya zona

secara optimal; dan

a. ketentuan lain yang dibutuhkan untuk

mengendalikan

pemanfaatan ruang pada kawasan cagar

budaya, kawasan

rawan bencana,

Page 52: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

47

kawasan

keselamatan operasi

penerbangan, dan kawasan lainnya

sesuai dengan

ketentuan peraturan

perundang-undangan.

(4)Selain ketentuan zonasi

sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dalam

wilayah kota memuat

ketentuan lain yang dibutuhkan untuk

mengendalikan

perkembangan penggunaan lahan

campuran, sektor

informal, dan

pertumbuhan gedung pencakar langit.

11 Peraturan Pemerintah

Nomor 50 Tahun

2011 tentang Rencana Induk

Pembangunan

Kepariwisataan

Nasional Tahun 2010-2025

(Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun

2011 Nomor 125,

Tambahan Lembaran Negara

Republik

Indonesia Nomor 4562).

Pasal 4 (1)RIPPARNAS menjadi

pedoman bagi

pembangunan kepariwisataan

nasional.

(2)RIPPARNAS

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi

pedoman penyusunan

Rencana Induk Pembangunan

Kepariwisataan

Provinsi. (3)RIPPARNAS dan

Rencana Induk

Pembangunan Kepariwisataan Provinsi

sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dan ayat

(2) menjadi pedoman penyusunan Rencana

Induk Pembangunan

Kepariwisataan Kabupaten/Kota.

Berdasarkan Peraturan

Pemerintah Nomor

50 Tahun 2011 Kabupaten

Wakatobi

mempunyai

wewenang untuk menetapkan

Peraturan Daerah

berkaitan dengan RIPPARDA

Kabupaten.

Page 53: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

48

12 Peraturan

Pemerintah

Nomor 27 Tahun 2012 tentang

Izin Lingkungan

(Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun

2012 Nomor

48.Tambahan Lembaran Negara

Republik

Indonesia Nomor 5285).

Pasal 1

Angka 1

Izin Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada

setiap orang yang

melakukan Usaha

dan/atau Kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL

dalam rangka

perlindungan dan pengelolaan lingkungan

hidup sebagai prasyarat

memperoleh izin Usaha dan/atau Kegiatan.

Angka 2

Analisis Mengenai Dampak

Lingkungan Hidup, yang

selanjutnya disebut Amdal, adalah kajian mengenai

dampak penting suatu

Usaha dan/atau Kegiatan yang direncanakan pada

lingkungan hidup yang

diperlukan bagi proses pengambilan keputusan

tentang penyelenggaraan

Usaha dan/atau Kegiatan.

Angka 3

Upaya Pengelolaan

Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan

Lingkungan Hidup, yang

selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan

dan pemantauan terhadap

Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak berdampak

penting terhadap

lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses

pengambilan keputusan

tentang penyelenggaraan Usaha dan/atau Kegiatan.

Angka 4

Usaha pariwisata

merupakan usaha

yang menyediakan barang dan /atau

jasa bagi

pemenuhan

kebutuhan wisatawan dan

penyelenggaraan

pariwisata. Dalam kasus-kasus

tertentu, berkaitan

dengan usaha pariwisata wajib

memperhatikan dan

memenuhi Izin Lingkungan.

Dengan demikian,

Peraturan

Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012

tentang Izin

Lingkungan relevan dipergunakan

sebagai salah satu

ketentuan mengingat dalam

Rancangan

Peraturan Daerah tentang Rencana

Induk

Pembangunan

Kepariwisataan. yang akan dibentuk.

Page 54: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

49

Usaha dan/atau Kegiatan

adalah segala bentuk

aktivitas yang dapat menimbulkan perubahan

terhadap rona lingkungan

hidup serta menyebabkan

dampak terhadap lingkungan hidup.

19 Peraturan

Daerah Kabupaten

Wakatobi No. 12

Tahun 2012

tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah

Kabupaten Wakatobi 2012-

2032.(Lembaran

Daerah Kabupaten

Wakatobi Tahun

2012 Nomor 12, Tambahan

Lembaran

Daerah

Kabupaten Wakatobi Nomor

1).

Pasal 2

Penataan ruang Kabupaten bertujuan untuk

mewujudkan tatanan

ruang wilayah Kabupaten

dalam rangka optimalisasi potensi

sumberdaya alam berbasis

kelautan-perikanan dan pariwisata secara

berkelanjutan untuk

meningkatkan daya saing kabupaten dengan tetap

mempertimbangkan daya

dukung, daya tampung, karakteristik fisik wilayah

dan kelestarian

sumberdaya alam.

Peraturan Daerah

Kabupaten Wakatobi searah

dan sejalan dengan

Rancangan

RIPPARDA Kabupaten Badung

yang akan

dibentuk.

3.2.Kajian Terhadap Peraturan Daerah Kabupaten Wakatobi yang

memuat kondisi hukum yang ada terkait dengan Kepariwisataan.

Penelusuran terhadap beberapa Peraturan Daerah Kabupaten Wakatobi, yang memuat kondisi hukum terkait dengan kepariwisataan,

sejalan dan searah dengan RIPPARDA Kabupaten Wakatobi dapat

ditampilkan pada matrik dibawah ini.

Page 55: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

50

Matrik 2.Peraturan Daerah Kabupaten Wakatobi yang memuat kondisi

hukum yang ada terkait dengan Kepariwisataan.

No Peraturan

Daerah

Rumusan

Normanya

Analisis

1 Peraturan Daerah

Kabuten Wakatobi Nomor 3 Tahun

2008 tentang

Urusan Pemerintahan Yang

Menjadi

Kewenangan Pemerintahan

Daerah Kabupaten

Wakatobi

(Lembaran Daerah kabupaten

Wakatobi Tahun

2008 Nomor 3 Seri D )

Pasal 6

(4) Urusan pilihan sebagaimana dimaksud

pada ayat (3) meliputi:

a. kelautan dan perikanan;

b. pertanian;

c. kehutanan; d. energi dan

sumber daya

mineral;

e. pariwisata; f. industri;

g. perdagangan; dan

h. ketransmigrasian. (5) Penentuan urusan

pilihan ditetapkan oleh

Pemerintahan Daerah Kabupaten Wakatobi.

Peraturan Daerah

Kabuten Wakatobi Nomor 3 Tahun 2008

tentang Urusan

Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan

Pemerintahan Daerah

Kabupaten Wakatobi, sejalan dengan

RIPPDA yang akan

dibentuk.

2 Peraturan Daerah

Kabuten Wakatobi

Nomor 12 Tahun 2012 tentang

Rencana Tata

Ruang Wilayah Kabupaten

Wakatobi Tahun

2012-2032(Lembaran

Daerah kabupaten

Wakatobi Tahun 2012 Nomor 12 )

Pasal 2

Penataan ruang

Kabupaten bertujuan untuk mewujudkan

tatanan

ruang wilayah Kabupaten dalam

rangka optimalisasi

potensi sumberdaya alam

berbasis kelautan-

perikanan dan pariwisata

secara berkelanjutan

untuk meningkatkan

daya saing kabupaten dengan tetap

mempertimbangkan

daya dukung, daya tampung,

karakteristik fisik

wilayah dan kelestarian

sumberdaya alam.

Tujuan dari Peraturan

Daerah Kabuten

Wakatobi Nomor 12 Tahun 2012 tentang

Rencana Tata Ruang

Wilayah Kabupaten Wakatobi Tahun

2012-2032, relevan

dengan RIPPDA Wakatobi yang akan

dibentuk.

Page 56: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

51

BAB IV

LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS

4.1.Landasan Filosofis

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun

2011 menentukan landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan

yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan

pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana

kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila

dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945.

Berdasarkan pertimbangan filosofis sebagaimana dimaksudkan diatas,

pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang dimuat dalam

Peraturan Daerah Kabupaten Wakatobi tentang Rencana Induk

Pembangunan Kepariwisataan yag dibentuk mengacu pada prinsip

pembangunan kepariwisataan.

Dalam rangka mengatur penyelenggaraan dan pengelolaan

kepariwisataan di wilayah Kabupaten Wakatobi, Dinas Pariwisata dan

Ekonomi Kreatif Kabupaten Wakatobi yang merupakan salah satu Satuan

Kerja Pemerintah Kabupaten Wakatobi, sekaligus sebagai pelaku

pembangunan Kebudayaan dan Kepariwisataan daerah merumuskan

visi“Terwujudnya Wakatobi sebagai Tujuan Ekowisata Dunia 2016”.

Dalam visi tersebut terdapat tiga kata kunci (tujuan, ekowisata, dunia) yang

masing-masing bermakna sebagai berikut.

Tujuan

: Menjadikan Wakatobi sebagai daerah tujuan wisata

yang paling diminati oleh wisatawan domestik

maupun mancanegara

Ekowisata : Tempat wisata yang nyaman, aman, indah dan

ramah lingkungan.

Dunia

: Wakatobi semakin dikenal diseluruh penjuru dunia

sebagai daerah tujuan wisata.

Untuk mewujudkan visi yang telah dirumuskan di atas, dengan

berpedoman pada tugas pokok dan fungsi dinas yang berperan sebagai

regulator dan fasilitator dalam pembangunan kebudayaan dan pariwisata

yang transparan dan akuntabel dengan mengutamakan kepentingan

masyarakat, maka dirumuskan langkah-langkah strategis dalam bentuk

misi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Wakatobi tahun 2012-

2016 adalah sebagai berikut:

Page 57: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

52

1) Menciptakan tata pemerintahan yang bersih, dan akuntabel.

2) Meningkatkan pelestarian dan pengembangan kebudayaan daerah

yang berlandaskan pada nilai-nilai kearifan lokal di berbagai bidang.

3) Mengembangkan pengelolaan pariwisata ekologi (ecotourism) yang

berbasiskemaritiman, budaya dan masyarakat yang bedaya saing

global.

4) Meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan domestik dan

mancanegara.

Untuk melaksanakan misi tersebut, dilakukan dengan cara:

a. Penguatan moral lingkungan dan etik sosial secara holistik dalam

pembangunan kepariwisataan sebagai destinasi ekowisata bahari dalam

memperkuat daya saing destinasi;

b. Pengembangan perwilayahan destinasi pariwisata berbasis pada

keunggulan potensi kepariwisataan secara merata dan berkeadilan;

c. Pengembangan aksesibilitas dan konektivitas destinasi secara internal

dan eksternal dalam rangka memperkuat kedudukan, fungsi dan peran

destinasi sebagai kawasan strategis pariwisata nasional berkelas dunia;

d. Pengembangan industri pariwisata berdaya saing, kridibel, sumberdaya

manusia pariwisata berkualitas dan bertanggung jawab terhadap

lingkungan alam dan sosial budaya;

e. Penguatan struktur industri melalui pembentukan rantai nilai yang

berkualitas antar usaha pariwisata termasuk dengan usaha-usaha

masyarakat setempat memperkuat backward linkages terhadap produk-

produk dan input-input lokal melalui kemitraan;

f. Penguatan citra pariwisata sebagai destinasi ekowisata dengan kemasan

pariwisata modern yang disertai dengan pengembangan model

pemasaran pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism marketing)

baik dalam skala industri maupun destinasi;

g. Pengembangan pemasaran pariwsiata yang sinergis, berkesinambungan

dan bertanggung jawab melalui jejaring antar pemangku kepentingan

berorientasi pada kebersamaan (mutuality);

h. Pengembangan kebijakan dan regulasi beserta mekanisme operasional

yang efektif dan efisien dalam mendorong terwujudnya kepariwisataan

berkelanjutan dan berbasis masyarakat; dan

i. Pengembangan dan penguatan organisasi serta SDM pemerintah dan

non-pemerintah yang disertai dengan kemitraan yang kuat antara

pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha dan masyarakat dalam

pembangunan kepariwisataan.

Adapun sasaran pembangunan kepariwisataan daerah Wakatobi,

diharapkan mencapai sasaran sebagai berikut:

a. Terkendalinya pembangunan pariwisata di wilayah Kabupaten Wakatobi

baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat.

Page 58: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

53

b. Terciptanya keserasian antara kawasan atau zonasi lindung dan

kawasan– kawasan atau zonasi pemanfaatan atau budidaya.

c. Tersusunnya rencana dan keterpaduan program-program

pembangunan di wilayah kabupaten dalam upaya pengoptimalan

sumber daya kepariwisataan.

d. Terdorongnya minat investasi masyarakat dan dunia usaha di wilayah

Kabupaten Wakatobi.

e. Terkoordinasinya pembangunan antar wilayah dan antar sektor

pembangunan dalam kerangka investasi pariwisata.

Untuk mencapai sasaran seperti yang dicanangkan diatas, perlu

ditetapkan arah pembangunan kepariwisataan daerah. Arah pembangunan

kepariwisataan Kabupaten Wakatobi diarahkan pada Prinsip-Prinsip

Ecotourism, yakni:

a. Memiliki fokus natural area yang memungkinkan wisatawan memiliki

peluang untuk menikmati alam secara personal.

b. Menyediakan interprestasi atau jasa pendidikan yang memberikan

peluang kepada wisatawan untuk menikmati alam sehingga mereka

menjadi mengerti, lebih mampu berapresiasi serta lebih menikmati.

c. Kegiatan yang terbaik yang dapat dilakukan dalam rangka

keberlanjutan secara ekologis.

d. Memberikan kontribusi terhadap konservasi alam dan warisan budaya.

e. Memberikan kontribusi secara kontinyu terhadap masyarakat local.

f. Respek serta peka terhadap nilai-nilai budaya yang ada di Kabupaten

Wakatobi.

g. Secara konsisten memenuhi harapan konsumen.

h. Dipasarkan serta dipromosikan dengan jujur serta akurat sehingga

kenyataannya sesuai dengan harapan.

4.2. Landasan Sosiologis

Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang

menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek. Landasan sosiologis

sesungguhnya menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan

masalah dan kebutuhan masyarakat dan negara.

Fakta empiris yang dirumuskan dalam Rencana Induk Pembangunan

Kepariwisataan dituangkan dalam tujuan dan sasaran pembangunan

kepariwisataan yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat

pada umumnya, dan masyarakat Kabupaten Wakatobi pada khususnya.

Tujuan Pembangunan Kepariwisataan Daerah meliputi:

a. Destinasi Pariwisata.

Page 59: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

54

1) Menjaga integritas ekosistem alam baik di perairan maupun di

daratan dan pelestarian aset-aset budaya serta keunggulan banding

dan saing destinasi ekowisata berkelas dunia.

2) Mengembangkan dan menata struktur kepariwisataan serta

perwilayahan destinasi pariwisata sebagai pusat-pusat kegiatan

pariwisata yang berkualitas, berwawasan lingkungan dan berorientasi

keadilan sosial dalam satu kesatuan yang utuh dengan pengelolaan

TN Wakatobi.

3) Mengembangkan aksesibilitas dan konektivitas internal dan eksternal

dalam rangka kemudahan pencapaian, pergerakan dan penghantaran

wisatawan ke seluruh destinasi pariwisata.

b. Industri Pariwisata.

1) Meningkatkan kontribusi kepariwisataan bagi perekonomian nasional

dan daerah yang semakin nyata serta kesejahteraan masyarakat

setempat sebagai tuan rumah seiring dengan semakin meningkatnya

jumlah kunjungan wisatawan.

2) Meningkatkan nilai-nilai sosial, budaya, kearifan lokal dan

memajukan kebudayaan daerah dalam kepariwisataan serta

meningkatkan keberdayaan sosial dan ekonomi masyarakat.

3) Meningkatkan keragaman dan daya saing usaha pariwisata yang

disertai dengan semakin tingginya kepedulian/tanggung jawab dunia

usaha terhadap lingkungan alam dan sosial budaya.

4) Menguatkan struktur industri pariwisata dengan terciptanya

keterkaitan yang erat antar usaha pariwisata, dan antara usaha

pariwisata dengan produk-produk lokal dalam suatu rantai nilai yang

berkualitas dan saling menguntungkan dalam pola kemitraan yang

semakin kuat.

c. Pemasaran Pariwisata.

1) Mengembangkan kewirausahaan masyarakat, memperluas lapangan

pekerjaan dan mendorong tumbuhnya usaha mikro dan kecil dalam

kepariwisataan termasuk semakin terhormatnya produk-produk

kreatif berbasis budaya lokal dalam kepariwisataan.

2) Meningkatkan dan memantapkan citra pariwisata sesuai dengan

karakter destinasi ekowisata berbasis masyarakat.

3) Mengoptimalkan dan mengintensifkan pasar utama ekoturis baik

domestik maupun mancanegara serta mengembangkan pasar baru

dan pasar berkembang yang didukung pemasaran dan promosi

pariwisata inovatif secara terpadu, sinergis, berkesinambungan dan

bertanggung jawab.

Page 60: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

55

d. Kelembagaan Pariwisata.

1) Mengembangkan kebijakan dan regulasi termasuk perizinan usaha

pariwisata yang ramah lingkungan dan berbasis masyarakat.

2) Memperkuat kelembagaan organisasi pemerintah dan non-

pemerintah termasuk kelembagaan koordinatif, peran dan tugas

masing-masing serta mekanisme koordinasi antar pemangku

kepentingan.

3) Mengembangkan kualitas sumberdaya manusia (SDM) pariwisata

baik SDM pemerintah, dunia usaha maupun masyarakat.

4) Meningkatkan keterpaduan antara Pemerintah dan pemerintah

daerah, antar sektor, antar pemangku kepentingan, antar sains dan

manajemen dalam pembangunan kepariwisataan.

4.3. Landasan Yuridis Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun

2011 menentukan landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan

yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi

permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan

mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang

akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan

masyarakat. Landasan yuridis menyangkut persoalan hukum yang

berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur sehingga perlu

dibentuk Peraturan Perundang-Undangan yang baru.

Beberapa persoalan hukum itu, antara lain, peraturan yang sudah

ketinggalan, peraturan yang tidak harmonis atau tumpang tindih, jenis

peraturan yang lebih rendah dari Undang-Undang sehingga daya

berlakunya lemah, peraturannya sudah ada tetapi tidak memadai, atau

peraturannya memang sama sekali belum ada.

Persoalan hukum tentang Rencana Induk Pembangunan

Kepariwisataan Daerah Kabupaten Wakatobi yang akan dibentuk, dari

sisi landasan yuridis berhubungan dengan kekosongan hukum dan

peraturannya memang sama sekali belum ada, dimana Peraturan Daerah

tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah Kabupaten

Wakatobi diharapkan berfungsi sebagai rencana induk kepariwisataan,

belum terbentuk sebagaimana diperintahkan oleh Undang-Undang Nomor

10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan Pasal 8 ayat (1) dan Pasal 9 ayat (3).

Page 61: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

56

BAB V

JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN DAN RUANG LINGKUP MATERI

MUATAN PERATURAN DAERAH

5.1. Jangkauan dan Arah Pengaturan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan.

Naskah Akademik ini berfungsi mengarahkan ruang lingkup materi

muatan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Wakatobi tentang

Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan yang akan dibentuk. Sasaran

yang akan diwujudkan dalam pengaturan Rencana Induk Pembangunan

Kepariwisataan ini, terdiri atas tujuan dan sasaran pembangunan

kepariwisataan daerah Kabupaten Wakatobi.

Adapun kebijakan dan strategi pembangunan kepariwisataan daerah

yang akan diwujudkan dalam pengaturan Rencana Induk Pembangunan

Kepariwisataan Daerah di Kabupaten Wakatobi ini meliputi:

a. Kebijakan berkaitan dengan destinasi pariwisata, kebijakan

pengaturannya meliputi:

1) Pengembangan struktur kepariwisataan dan perwilayahan destinasi

pariwisata yang mempunyai keterpaduan yang kuat dengan

pengembangan sektor-sektor terkait.

2) Pemantapan, penataan dan perintisan daya tarik wisata alam, daya

tarik wisata budaya dan daya tarik wisata buatan yang berdaya saing;

3) Peningkatan keterpaduan pengembangan daya tarik wisata alam,

budaya dan buatan.

4) Pengembangan dan peningkatan prasarana transportasi untuk

menunjang pergerakan internal dan konektivitas antar daya tarik

wisata di dalam wilayah kabupaten.

5) Pengembangan dan peningkatan konektivitas antara destinasi

pariwisata dengan asal wisatawan dan dengan pintu gerbang

pariwisata nasional dan/atau regional serta konektivitas dengan

destinasi hinterland khususnya di Provinsi Sultra.

6) Pengembangan dan peningkatan kemudahan akses dan pergerakan

wisatawan secara internal dan eksternal serta kenyamanan dan

keamanan pergerakan wisatawan.

7) Pengembangan dan peningkatan prasarana umum yang mendukung

pertumbuhan, peningkatan kualitas dan daya saing kepariwisataan

kabupaten.

8) Pengembangan dan peningkatan fasilitas umum yang mendukung

pertumbuhan, peningkatan kualitas dan daya saing kepariwisataan

kabupaten.

Page 62: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

57

9) Pengembangan fasilitas akomodasi pariwisata untuk mendukung

peningkatan investasi pariwisata.

10) Pengembangan fasilitas pariwisata untuk mendukung pemberdayaan

masyarakat dan bertumbuhnya usaha kecil dan mikro.

11) Pengembangan fasilitas daya tarik wisata yang berkualitas dan

berdaya saing.

12) Pengembangan potensi, kapasitas dan partisipasi masyarakat dalam

kepariwisataan termasuk pengembangan usaha produktif di bidang

pariwisata.

13) Pengembangan dan penguatan kemitraan rantai nilai antarusaha

pariwisata dan antara usaha pariwisata dengan usaha sektor terkait.

14) Peningkatan akses dan dukungan permodalan serta perluasan akses

pasar terhadap produk industri kecil dan kerajinan dan usaha

pariwisata skala usaha mikro dan kecil.

15) Peningkatan kesadaran, peran, motivasi dan kemampuan masyarakat

serta pemangku kepentingan terkait.

16) Peningkatan kemudahan dan pemberian insentif investasi di bidang

pariwisata sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

serta menggalakkan promosi investasi.

Untuk merealisasikan kebijakan-kebijakan tersebut, ada sekitar dua puluh

tiga (23) strategi yang dirumuskan. Strategi-strategi tersebut dikelompokan

untuk untuk memudahkan dalam merumuskan norma pengaturannya,

diantaranya:

1) Strategi pengembangan struktur kepariwisataan dan perwilayahan

destinasi pariwisata.

2) Strategi pemantapan daya tarik wisata alam.

3) Strategi penataan daya tarik wisata alam.

4) Stategi perintisan daya tarik wisata alam.

5) Strategi pemantapan daya tarik wisata budaya.

6) Strategi penataan daya tarik wisata budaya.

7) Stategi pemantapan daya tarik wisata buatan.

8) Strategi penataan daya tarik wisata buatan.

9) Strategi perintisan daya tarik wisata buatan.

10) Strategi peningkatan keterpaduan pengembangan daya tarik wisata

alam, budaya dan buatan.

11) Startegi pengembangan dan peningkatan prasarana transportasi.

12) Strategi pengembangan dan peningkatan konektivitas antara

destinasi pariwisata dengan asal wisatawan dan dengan pintu

gerbang pariwisata nasional dan/atau regional serta konektivitas

dengan destinasi hinterland.

Page 63: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

58

13) Strategi pengembangan dan peningkatan kemudahan akses dan

pergerakan wisatawan secara internal dan eksternal serta

kenyamanan dan keamanan pergerakan wisatawan.

14) Strategi pengembangan dan peningkatan prasarana umum yang

mendukung pertumbuhan, peningkatan kualitas dan daya saing

kepariwisataan kabupaten..

15) Strategi pengembangan dan peningkatan fasilitas umum yang

mendukung pertumbuhan, peningkatan kualitas dan daya saing

kepariwisataan.

16) Strategi pengembangan fasilitas akomodasi pariwisata untuk

mendukung peningkatan investasi pariwisata.

17) Strategi pengembangan fasilitas pariwisata untuk mendukung

pemberdayaan masyarakat dan bertumbuhnya usaha kecil dan

mikro.

18) Strategi pengembangan fasilitas daya tarik wisata yang berkualitas

dan berdaya saing.

19) Strategi pengembangan potensi, kapasitas dan partisipasi

masyarakat dalam kepariwisataan termasuk pengembangan usaha

produktif di bidang pariwisata.

20) Strategi pengembangan dan penguatan kemitraan rantai nilai antar

usaha antar usaha pariwisata dan antara usaha pariwisata dengan

usaha sektor terkait.

21) Strategi peningkatan akses dan dukungan permodalan serta

perluasan akses pasar terhadap produk industri kecil dan

kerajinan dan usaha pariwisata skala usaha mikro dan kecil.

22) Strategi peningkatan kesadaran, peran, motivasi dan kemampuan

masyarakat serta pemangku kepentingan terkait.

23) Strategi peningkatan kemudahan dan pemberian insentif investasi

di bidang pariwisata sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan serta menggalakkan promosi investasi.

Ruang lingkup untuk setiap strategi, dirumuskan sebagai berikut:

1. Ruang lingkup strategi pengembangan struktur kepariwisataan dan

perwilayahan destinasi pariwisata meliputi:

a. menetapkan pusat pelayanan primer dan sekunder pariwisata secara

terpadu dengan pengembangan pusat kegiatan wilayah dan pusat-

pusat pelayanan kawasan dalam struktur ruang wilayah kabupaten.

b. menetapkan Destinasi Pariwisata Kabupaten (DPK), Kawasan

Pengembangan Pariwisata (KPP) Kabupaten dan Kawasan Strategis

Pariwisata (KSP) Kabupaten sesuai dengan potensi dan keunggulan

yang dimiliki masing-masing kawasan secara seimbang di antara

pulau-pulau utama.

Page 64: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

59

c. memperkuat keterkaitan antar-KPP, antar-KSP, serta antara KPP dan

KSP kabupaten melalui peningkatan keterhubungan,

pengengembangan dan pengendalian investasi pariwisata dan

pengembangan produk serta paket-paket wisata.

2. Stategi pemantapan daya tarik wisata alam, ruang lingkupnya meliputi:

a. meningkatkan upaya pengelolaan daya tarik wisata alam yang telah

berkembang sehingga dapat diandalkan menjadi keunggulan saing

bagi destinasi.

b. mengendalikan aktivitas wisata alam dalam batas-batas daya

dukung.

c. Meningkatkan upaya konservasi keanekaragaman hayati (ekosistem,

jenis, dan genetik) yang menjadi daya tarik wisata agar integritas

lingkungan tetap terjaga kelestariannya.

3. Strategi penataan daya tarik wisata alam, ruang lingkupnya meliputi:

a. menata pola tapak daya tarik wisata alam secara harmonis guna

mengintegrasikan fungsi-fungsi pemanfaatan bagi aktivitas wisata

dan konservasi/perlindungan lingkungan.

b. mengelola daya tarik wisata alam secara inovatif guna

mengoptimalkan fungsi-fungsi pemanfaatan dan

konservasi/perlindungan lingkungan.

4. Strategi perintisan daya tarik wisata alam, ruang lingkup meliputi :

a. Menggali unsur-unsur keunikan alam untuk dikembangkan sebagai daya tarik wisata baru.

b. Mengembangkan diversifikasi daya tarik wisata dengan memasukkan

daya tarik wisata baru dalam paket-paket perjalanan wisata. 5. Strategi pemantapan daya tarik wisata budaya, ruang lingkup meliputi:

a. meningkatkan upaya pengelolaan daya tarik wisata budaya yang

telah berkembang sehingga dapat diandalkan sebagai komplementer

keunggulan saing bagi destinasi selain daya tarik wisata alam.

b. meningkatkan upaya konservasi warisan budaya (situs/cagar budaya

dan peninggalan sejarah) dalam kepariwisataan.

6. Strategi penataan daya tarik wisata budaya, ruang lingkup meliputi:

a. menata pola tapak daya tarik wisata budaya secara harmonis guna

mengintegrasikan fungsi-fungsi pemanfaatan bagi aktivitas wisata

dan konservasi/perlindungan warisan budaya.

b. mengelola daya tarik wisata budaya yang inovatif guna

mengoptimalkan fungsi-fungsi pemanfaatan dan

konservasi/perlindungan warisan budaya.

7. Strategi pemantapan daya tarik wisata buatan ruang lingkup meliputi :

a. meningkatkan upaya pengelolaan daya tarik wisata buatan sehingga

dapat diandalkan sebagai komplementer keunggulan saing bagi

destinasi selain daya tarik wisata alam.

Page 65: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

60

b. meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan daya

tarik wisata buatan.

8. Strategi penataan daya tarik wisata buatan ruang lingkup meliputi:

a. menata pola tapak daya tarik wisata buatan secara harmonis guna

mengintegrasikan fungsinya sebagai daya tarik wisata dan

pemanfaatan tadisional.

b. pengelolaan daya tarik wisata buatan yang inovatif berbasis

masyarakat.

9. Strategi perintisan daya tarik wisata buatan ruang lingkupnya meliputi :

a. penggalian unsur-unsur keunikan bangunan-bangunan, pola

perkampungan dan elemen-elemen arsitektur tradisional untuk

dikembangkan sebagai daya tarik wisata baru.

b. mengembangkan diversifikasi daya tarik wisata buatan dengan

memasukkannya kedalam paket-paket perjalanan wisata.

10. Strategi peningkatan keterpaduan pengembangan daya tarik wisata

alam, budaya dan buatan ruang lingkupnya meliputi:

a. mengembangkan keterpaduan antar daya tarik wisata alam, budaya

dan buatan dalam paket-paket perjalanan wisata.

b. memperkuat konektivitas antar daya tarik wisata alam, budaya dan

buatan dalam struktur kepariwisataan kabupaten.

11. Startegi pengembangan dan peningkatan prasarana transportasi

meliputi:

a. mengembangkan dan meningkatkan jaringan jalan yang menghubungkan antar pusat-pusat pelayanan pariwisata dan/atau

kawasan pariwisata, antara pusat pelayanan pariwisata dan/atau

kawasan pariwisata dengan daya tarik wisata dan antar daya tarik wisata.

b. mengembangkan dan meningkatkan pedestrian di pusat-pusat

pelayanan pariwisata. c. mengembangkan dan meningkatkan dermaga di pulau-pulau kecil.

12. Strategi pengembangan dan peningkatan konektivitas antara destinasi

pariwisata dengan asal wisatawan dan dengan pintu gerbang pariwisata

nasional dan/atau regional serta konektivitas dengan destinasi

hinterland meliputi :

a. mengembangkan dan meningkatkan jaringan jalan kolektor primer

dan jalan lingkungan primer di masing-masing pulau. b. mengembangkan kapasitas Pelabuhan Laut dan Pelabuhan

Penyeberangan serta penataannya sebagai pintu gerbang masuknya

wisatawan melalui jalur laut.

c. akselerasi pembangunan marina di Wangi-Wangi dan pengembangan dermaga-dermaga khusus pariwisata di masing-masing kawasan

pariwisata secara representatif.

d. optimalisasi Pelabuhan Laut sebagai pelabuhan kapal cruise dalam rangka meningkatkan intensitas kunjungan kapal cruise.

Page 66: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

61

e. mengembangkan kapasitas Bandara Matahora sebagai pintu

gerbang utama masuknya wisatawan melalui udara.

f. meningkatkan kelas atau status dan/atau mengintegrasikan fungsi Bandara Maranggi di Pulau Tomia sebagai Bandara umum

disertai dengan pengembangan kapasitas bandara.

13. Strategi pengembangan dan peningkatan kemudahan akses dan

pergerakan wisatawan secara internal dan eksternal serta kenyamanan

dan keamanan pergerakan wisatawan meliputi:

a. Meningkatkan ketersediaan sarana transportasi darat sebagai

sarana pergerakan wisatawan menuju destinasi dan pergerakan

wisatawan internal sesuai kebutuhan dan perkembangan pasar

dengan memprioritaskan usaha transportasi kerakyatan.

b. Meningkatkan ketersediaan sarana transportasi laut dan

intensitas pelayaran angkutan niaga dan penyeberangan.

c. Meningkatkan ketersediaan sarana pelayaran rakyat dan sarana

pelayaran angkutan pariwisata internal sesuai kebutuhan.

d. Mengembangkan dan meningkatkan kualitas kenyamanan dan

keamanan sarana trasportasi darat.

e. Mengembangkan dan meningkatkan kualitas kenyamanan dan

keamanan sarana angkutan laut internal termasuk pembinaan

pelayaran rakyat dan pelayaran angkutan pariwisata internal

yang dikelola masyarakat.

f. Memfasilitasi penyediaan fasilitas keselamatan pelayaran rakyat

dan pelayaran angkutan pariwisata yang dikelola masyarakat.

14. Strategi pengembangan dan peningkatan prasarana umum yang

mendukung pertumbuhan, peningkatan kualitas dan daya saing

kepariwisataan meliputi :

a. Meningkatkan kapasitas ketersediaan air bersih yang mendukung

pengembangan pariwisata melalui optimalisasi pengembangan

sumber-sumber air yang ada dan pengembangan jaringannya.

b. Meningkatan kapasitas ketersediaan energi listrik beserta

jaringannya dengan mengembangkan bauran sumber-sumber

energi listrik.

c. Mengembangkan dan meningkatkan prasarana dan sarana

persampahan disertai usaha pengelolaan sampah secara terpadu

dan berbasis masyarakat.

d. Mengembangkan instalasi pengelolaan air limbah secara komunal

di pusat-pusat pelayanan pariwisata.

e. Mengembangkan prasarana dan sarana mitigasi bencana dengan

mengoptimalkan potensi dan kearifan lokal.

Page 67: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

62

15. Strategi pengembangan dan peningkatan fasilitas umum yang

mendukung pertumbuhan, peningkatan kualitas dan daya saing

kepariwisataan meliputi :

a. Mengembangkan lembaga pendidikan tinggi setingkat Sekolah

Tinggi atau Akademi di bidang pariwisata di bawah Kementerian

Pariwisata.

b. Mendorong partisipasi masyarakat untuk mengembangkan

lembaga pendidikan dan pelatihan di bidang pariwisata.

c. Mengembangkan fasilitas kesehatan dan keselamatan wisata

selam;dan

d. Mengembangkan dan menata pasar-pasar tradisional sekaligus

sebagai daya tarik wisata.

16. Strategi pengembangan fasilitas akomodasi pariwisata untuk

mendukung peningkatan investasi pariwisata dilakukan dengan

mengembangkan dan meningkatkan ketersediaan fasilitas pariwisata

dalam kerangka investasi pariwisata berdasarkan perwilayahan

pariwisata.

17. Strategi pengembangan fasilitas pariwisata untuk mendukung

pemberdayaan masyarakat dan bertumbuhnya usaha kecil dan mikro

meliputi :

a. Mengembangkan fasilitas pariwisata dalam kerangka

pemberdayaan masyarakat, pengembangan desa wisata dan

kampung-kampung wisata.

b. Mengembangkan pasar seni dan kios-kios cinderamata di pusat-

pusat pelayanan pariwisata, daya tarik wisata dan desa-desa

wisata.

18. Strategi pengembangan fasilitas daya tarik wisata yang berkualitas dan

berdaya saing meliputi:

a. Mengembangkan fasilitas penunjang pengusahaan dan

peningkatan daya tarik wisata yang semakin berkualitas.

b. Mengembangkan fasilitas daya tarik wisata untuk menunjang

pengusahaan daya tarik wisata dalam rangka pemberdayaan

masyarakat.

c. Mengembangkan fasilitas daya tarik wisata untuk meningkatkan

keamanan, kenyamanan dan keselamatan wisata.

d. Mengembangkan fasilitas daya tarik wisata untuk meningkatkan

perlindungan lingkungan.

19. Strategi pengembangan potensi, kapasitas dan partisipasi masyarakat

dalam kepariwisataan termasuk pengembangan usaha produktif di

bidang pariwisata meliputi :

a. Memetakan secara partisipatif potensi dan kebutuhan penguatan

kapasitas masyarakat lokal dalam pengembangan kepariwisataan.

Page 68: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

63

b. Memberdayakan potensi dan kapasitas masyarakat lokal dalam

pengembangan kepariwisataan.

c. Mengembangkan kelembagaan dan menguatkan kelembagaan

masyarakat yang telah ada guna mendorong kapasitas dan peran

masyarakat dalam pengembangan kepariwisataan.

d. Mengembangkan potensi sumber daya lokal yang ada di

masyarakat dan di lingkungan sekitarnya sebagai daya tarik

wisata berbasis masyarakat lokal dalam kerangka pemberdayaan

masyarakat melalui pariwisata;

e. Mengembangkan potensi sumber daya lokal melalui desa wisata

dan kampung-kampung wisata.

f. Meningkatkan kualitas produk industri kecil/kerajinan sebagai

komponen pendukung produk wisata.

g. Meningkatkan kemampuan berusaha pelaku usaha pariwisata

skala usaha mikro dan kecil yang dikembangkan masyarakat

lokal.

h. Mengembangkan regulasi untuk mendorong pemberian insentif

dan kemudahan bagi pengembangan industri kecil/kerajinan dan

usaha pariwisata skala usaha mikro dan kecil.

i. Mengembangkan regulasi untuk pelindungan terhadap

kelangsungan industri kecil/kerajinan dan usaha pariwisata skala

usaha mikro dan kecil.

20. Strategi pengembangan dan penguatan kemitraan rantai nilai antar

usaha antar usaha pariwisata dan antara usaha pariwisata dengan

usaha sektor terkait meliputi :

a. Mendorong dan memfasilitasi pengembangan kemitraan antar

usaha kepariwisataan dengan industri kecil/kerajinan dan usaha

mikro dan kecil.

b. Meningkatkan kualitas produk industri kecil/kerajinan dan

layanan jasa kepariwisataan yang dikembangkan usaha mikro

dan kecil dalam memenuhi standar pasar.

c. Meningkatkan kualitas produk-produk pertanian, perkebunan,

perikanan dan peternakan melalui pemberdayaan masyarakat

dalam memenuhi standar pasar pariwisata.

21. Strategi peningkatan akses dan dukungan permodalan serta perluasan

akses pasar terhadap produk industri kecil dan kerajinan dan usaha

pariwisata skala usaha mikro dan kecil meliputi :

a. Memperkuat akses dan jejaring industri kecil dan kerajinan dan

usaha pariwisata skala usaha mikro dan kecil dengan sumber

potensi pasar dan informasi global.

b. Meningkatkan tanggung jawab sosial dan lingkungan

perusahaan dalam upaya memperluas akses pasar terhadap

Page 69: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

64

produk industri kecil/kerajinan dan usaha pariwisata skala

usaha mikro dan kecil.

c. Insentif dan kemudahan terhadap akses permodalan bagi usaha

pariwisata skala usaha mikro dan kecil dalam pengembangan

usaha.

d. Bantuan permodalan untuk mendukung perkembangan industri

kecil dan kerajinan dan usaha pariwisata skala usaha mikro dan

kecil.

22. Strategi peningkatan kesadaran, peran, motivasi dan kemampuan

masyarakat serta pemangku kepentingan terkait meliputi:

a. Mengintensifkan komunikasi-informasi-edukasi (KIE) kepada

masyarakat guna meningkatkan pemahaman dan kesadaran

tentang sadar wisata dalam mendukung pengembangan

kepariwisataan.

b. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam mewujudkan sadar

wisata bagi penciptaan iklim kondusif kepariwisataan setempat

melalui kepeloporan tokoh-tokoh setempat.

c. Melibatkan masyarakat, tokoh dan generasi muda dalam

menciptakan iklim kondusif kepariwisataan.

d. Membangun dan meningkatkan kualitas jejaring media dalam

mendukung upaya peningkatan kesadaran dan peran

masyarakat dan pemberdayaan masyarakat di bidang pariwisata.

e. Mengembangkan komunikasi-informasi-edukasi mengenai

kepariwisataan kepada masyarakat dan sekolah-sekolah.

f. Meningkatkan kuantitas dan kualitas serta penyebaran informasi

pariwisata nusantara kepada masyarakat untuk menumbuhkan

wawasan kepariwisataan.

23. Strategi peningkatan kemudahan dan pemberian insentif investasi di bidang pariwisata sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan serta menggalakkan promosi investasi meliputi :

a. Meningkatkan pelayanan perizinan sesuai dengan SOP yang ada melalui pengembangan kapasitas birokrasi.

b. Menyempurnakann regulasi yang menghambat investasi.

c. Menyediakan informasi peluang-peluang investasi yang mudah diakses.

d. Meningkatkan promosi investasi di bidang pariwisata di dalam

negeri dan di luar negeri.

b. Industri Pariwisata. Ruang lingkup perumusan kebijakan

pembangunan industri pariwisata yang akan dituangkan dalam

pengaturan norma hukumnya meliputi:

a. Peningkatan daya saing daya tarik wisata diwujudkan dalam bentuk

pengembangan kualitas dan keragaman usaha daya tarik wisata.

Page 70: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

65

b. Peningkatan daya saing fasilitas pariwisata diwujudkan dalam bentuk

pengembangan kapasitas dan kualitas fungsi dan layanan fasilitas

pariwisata yang memenuhi standar internasional dan mengangkat

unsur keunikan dan kekhasan lokal.

c. Pengembangan kemitraan usaha pariwisata diwujudkan dalam bentuk

pengembangan skema kerja sama antara Pemerintah, pemerintah

daerah, dunia usaha, dan masyarakat.

d. Penciptaan kredibilitas bisnis diwujudkan dalam bentuk pengembangan

manajemen dan pelayanan usaha pariwisata yang kredibel dan

berkualitas serta bertanggung jawab terhadap lingkungan.

Agar kebijakan-kebijakan tersebut dapat diimplementasikan dengan baik,

perlu dirumuskan beberapa strategi, seperti:

1. Strategi peningkatan daya saing daya tarik wisata diwujudkan dalam bentuk pengembangan kualitas dan keragaman usaha daya tarik

wisata, meliputi :

a. Mengembangkan manajemen atraksi termasuk manajemen berbasis konservasi (alam dan budaya dengan keterlibatan

masyarakat di dalamnya).

b. Mengembangkan, melengkapi dan memperbaiki kualitas interpretasi daya tarik wisata.

c. Menguatkan kualitas produk wisata.

d. Meningkatkan pengemasan produk wisata dan diversitas

keragaman paket-paket produk wisata. 2. Startegi peningkatan daya saing fasilitas pariwisata diwujudkan dalam

bentuk pengembangan kapasitas dan kualitas fungsi dan layanan

fasilitas pariwisata yang memenuhi standar internasional dan

mengangkat unsur keunikan dan kekhasan local meliputi :

a. Mendorong dan memfasilitasi penerapan meningkatkan

standardisasi dan sertifikasi usaha pariwisata melalui penyiapan

perangkat-perangkatnya.

b. Mengembangkan skema fasilitasi untuk mendorong pertumbuhan

usaha pariwisata skala usaha mikro, kecil dan menengah.

c. Memberikan insentif untuk menggunakan produk dan tema yang

memiliki keunikan dan kekhasan lokal.

3. Startegi pengembangan kemitraan usaha pariwisata diwujudkan dalam

bentuk pengembangan skema kerja sama antara Pemerintah,

pemerintah daerah, dunia usaha, dan masyarakat dilakukan dengan

menguatkan kerja sama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, dunia

usaha, dan masyarakat.

4. Strategi penciptaan kredibilitas bisnis diwujudkan dalam bentuk

pengembangan manajemen dan pelayanan usaha pariwisata yang

kredibel dan berkualitas serta bertanggung jawab terhadap lingkungan

meliputi :

Page 71: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

66

a. Menerapkan standardisasi dan sertifikasi usaha pariwisata yang

mengacu pada prinsip-prinsip dan standar internasional dengan

mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya local.

b. Menerapkan sistem yang aman dan tepercaya dalam transaksi

bisnis secara elektronik.

c. Mendukung penjaminan usaha melalui regulasi dan fasilitasi;

d. Mendorong tumbuhnya ekonomi biru (blue economy) di sepanjang

mata rantai usaha pariwisata.

e. Mengembangkan manajemen usaha pariwisata yang peduli

terhadap pelestarian lingkungan dan budaya.

c. Pemasaran Pariwisata. Kebijakan-kebijakan pembangunan pemasaran pariwisata yang dapat atau relevan dirumuskan dalam draft rancangan

peraturan daerah yang akan dibentuk meliputi :

1) Pengembangan pasar wisatawan dalam bentuk pemantapan

segmen pasar ekotutis yang bersifat segmen ceruk pasar untuk mengoptimalkan pengembangan destinasi ekowisata.

2) Pemantapan citra kepariwistaan kabupaten secara berkelanjutan

termasuk peningkatan citra sebagai destinasi pariwisata yang aman, nyaman, dan berdaya saing.

3) Pengembangan kemitraan pemasaran pariwisata diwujudkan

dalam bentuk pengembangan kemitraan pemasaran yang terpadu, sinergis, berkesinambungan dan berkelanjutan.

4) Penguatan dan perluasan eksistensi promosi di dalam negeri dan

luar negeri. Untuk mencapai sasaran dari kebijakan-kebijakan tersebut, strategi

yang relevan dirumuskan meliputi:

1. Strategi pengembangan pasar wisatawan dalam bentuk pemantapan

segmen pasar ekotutis yang bersifat segmen ceruk pasar untuk

mengoptimalkan pengembangan destinasi ekowisata meliputi :

a. Meningkatkan pemasaran dan promosi untuk mendukung

penciptaan destinasi ekowisata.

b. Meningkatkan akselerasi pemasaran dan promosi pada pasar

utama, baru, dan berkembang.

c. Mengembangkan pemasaran dan promosi untuk meningkatkan

pertumbuhan segmen ceruk pasar.

d. Mengembangkan promosi berbasis tema ekowisata.

e. Meningkatkan pemasaran wisata konvensi, insentif dan pameran

yang bertemakan ekowisata.

2. Strategi pemantapan citra kepariwistaan secara berkelanjutan termasuk

peningkatan citra sebagai destinasi pariwisata yang aman, nyaman, dan

berdaya saing meliputi : a. Meningkatkan dan memantapkan pemosisian citra pariwisata

termasuk pemosisian citra pariwisata di antara para pesaing

Page 72: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

67

didasarkan kekuatan keberadaan TNW sebagai Cagar Biosfer dan

ikon utama kepariwisataan kabupaten yang telah dikenal luas

baik secara nasional maupun di dunia internasional serta kekuatan keanekaragaman hayati lainnya, budaya dan keramah-

tamahan penduduk.

b. Meingkatkan promosi dan diplomasi guna mengkomunikasikan bahwa Wakatobi sebagai destinasi pariwisata yang aman, nyaman,

dan berdaya saing.

3. Strategi pengembangan kemitraan pemasaran pariwisata diwujudkan

dalam bentuk pengembangan kemitraan pemasaran yang terpadu, sinergis, berkesinambungan dan berkelanjutan meliputi:

a. Meningkatkan keterpaduan yang sinergis promosi antar pemangku

kepentingan. b. Mengembangkan berbagai strategi pemasaran berbasis pada

pemasaran yang bertanggung jawab, yang menekankan tanggung

jawab terhadap masyarakat, sumber daya lingkungan dan wisatawan.

4. Strategi penguatan dan perluasan eksistensi promosi di dalam negeri

dan luar negeri meliputi :

a. Akselerasi pembentukan Badan Promosi Pariwisata Daerah dan

mengoptimalkan peran dan fungsi Forum Tata Kelola.

b. Menguatkan dukungan, koordinasi dan sinkronisasi terhadap

Badan Promosi Pariwisata Daerah dan Forum Tata Kelola.

c. Menguatkan fungsi dan peran promosi pariwisata di dalam negeri.

d. Menguatkan fungsi dan keberadaan promosi pariwisata di luar

negeri melalui fasilitasi program kemitraan antara pelaku promosi

pariwisata Indonesia di dalam negeri dengan pelaku promosi

pariwisata Indonesia yang berada di luar negeri.

d. Kelembagaan Pariwisata. Kebijakan-kebijakan pembangunan

kelembagaan pariwisata yang dapat atau relevan dirumuskan dalam draft rancangan peraturan daerah yang akan dibentuk meliputi :

1) Penguatan organisasi kepariwisataan melalui penguatan mekanisme

kinerja organisasi dan penguatan organisasi kepariwisataan yang menangani bidang-bidang teknis kepariwisataan (pemasaran,

industri dan destinasi).

2) Peningkatan kapasitas dan kapabilitas SDM Pariwisata di lingkungan

pemerintah, dunia usaha dan masyarakat. 3) Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan untuk mendukung

pembangunan kepariwisataan.

Untuk mencapai sasaran dari kebijakan-kebijakan tersebut, strategi yang

relevan dirumuskan meliputi

1. Strategi penguatan organisasi kepariwisataan melalui penguatan mekanisme kinerja organisasi dan penguatan organisasi kepariwisataan

Page 73: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

68

yang menangani bidang-bidang teknis kepariwisataan (pemasaran,

industri dan destinasi) meliputi:

a. Menguatkan tata kelola organisasi kepariwisataan dalam struktur pemerintahan kabupaten.

b. Menguatkan kemampuan perencanaan, pelaksanaan, dan

pengawasan program pembangunan kepariwisataan. c. Menguatkan mekanisme sinkronisasi dan harmonisasi program

pembangunan kepariwisataan baik secara internal SKPD yang

membidangi pariwisata maupun lintas SKPD.

d. Menguatkan struktur dan fungsi organisasi bidang-bidang.

e. Memfasilitasi terbentuknya Badan Promosi Pariwisata Daerah.

f. Menguatkan kemitraan antara Badan Promosi Pariwisata

Indonesia atau Daerah dan Pemerintah atau Pemerintah Daerah

dalam pembangunan kepariwisataan kabupaten.

g. Menguatkan struktur dan fungsi Forum Tata Kelola.

h. Menguatkan kemitraan antara Forum Tata Kelola dan Pemerintah

atau Pemerintah Daerah dalam pembangunan kepariwisataan

kabupaten.

2. Strategi peningkatan kapasitas dan kapabilitas SDM Pariwisata di

lingkungan pemerintah, dunia usaha dan masyarakat meliputi :

a. Meningkatkan kemampuan dan profesionalitas pegawai bidang

kepariwisataan;

b. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia pengelola

pendidikan dan latihan bidang kepariwisataan;

c. Meningkatkan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang

memiliki sertifikasi kompetensi;

d. Meningkatkan kemampuan kewirausahaan di bidang

kepariwisataan

e. Meningkatkan kualitas dan kuantitas lembaga pendidikan

kepariwisataan yang terakreditasi;

f. Mengembangkan lembaga pendidikan bidang kepariwisataan baik

di tingkat SMK maupun pendidikan tinggi;dan

g. Mengembangkan lembaga pelatihan dan kursus bidang

kepariwisataan.

3. Strategi penyelenggaraan penelitian dan pengembangan untuk

mendukung pembangunan kepariwisataan meliputi :

a. Meningkatkan penelitian dalam rangka memperkuat pengembangan desinasi berbasis ekowisata, pemberdayaan

masyarakat dan pengembangan investasi melalui kerjasama

dengan perguruan tinggi, LSM, lembaga riset, TNW dan lembaga-lembaga internasional.

b. Meningkatkan penelitian dalam rangka pengembangan daya tarik

wisata, pengembangan pasar baru dan pengembangan produk,

pengembangan dan penguatan citra pariwisata, peningkatan daya

Page 74: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

69

saing produk pariwisata, penguatan industri pariwisata,

pengembangan kemitraan usaha pariwisata, penciptaan

kredibilitas bisnis, pengembangan tanggung jawab terhadap lingkungan, pengembangan organisasi kepariwisataan dan

pengembangan SDM pariwisata.

5.2.Ruang Lingkup Materi dan Jangkauan Pengaturan Rencana Induk

Pembangunan Kepariwisataan.

Ruang lingkup materi muatan, arah dan jangkauan pengaturan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten Wakatobi

mencakup:

1. Ketentuan umum. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2011, Lampiran II

menentukan ketentuan umum tersebut sebagai berikut:

a. Ketentuan Umum memuat rumusan akademik mengenai pengertian istilah, dan frasa.

b. Ketentuan umum diletakkan dalam bab satu. Jika dalam Peraturan

Perundang-undangan tidak dilakukan pengelompokan bab, ketentuan umum diletakkan dalam pasal atau beberapa pasal awal.

c. Ketentuan umum dapat memuat lebih dari satu pasal.

d. Ketentuan umum berisi:

1. batasan pengertian atau definisi.

2. singkatan atau akronim yang dituangkan dalam

batasanpengertian atau definisi.

3. hal-hal lain yang bersifat umum yang berlaku bagi pasal atau

beberapa pasal berikutnya antara lain ketentuan yang

mencerminkan asas, maksud, dan tujuan tanpa dirumuskan

tersendiri dalam pasal atau bab.

Jika ketentuan umum memuat batasan pengertian atau definisi,

singkatan atau akronim lebih dari satu, maka masing-masing

uraiannya diberi nomor urut dengan angka Arab dan diawali dengan

huruf kapital serta diakhiri dengan tanda baca titik.

a. Kata atau istilah yang dimuat dalam ketentuan umum hanyalah kata

atau istilah yang digunakan berulang-ulang di dalam pasal atau

beberapa pasal selanjutnya.

b. Apabila rumusan definisi dari suatu Peraturan Perundang-undangan

dirumuskan kembali dalam Peraturan Perundang-undangan yang

akan dibentuk, rumusan definisi tersebut harus sama dengan

rumusan definisi dalam Peraturan Perundang-undangan yang telah

berlaku tersebut.

c. Rumusan batasan pengertian dari suatu Peraturan Perundang

undangan dapat berbeda dengan rumusan Peraturan

Page 75: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

70

Perundangundangan yang lain karena disesuaikan dengan

kebutuhan terkait dengan materi muatan yang akan diatur.

d. Jika suatu kata atau istilah hanya digunakan satu kali, namun kata

atau istilah itu diperlukan pengertiannya untuk suatu bab, bagian

atau paragraf tertentu, kata atau istilah itu diberi definisi.

e. Jika suatu batasan pengertian atau definisi perlu dikutip kembali di

dalam ketentuan umum suatu peraturan pelaksanaan, maka

rumusan batasan pengertian atau definisi di dalam peraturan

pelaksanaan harus sama dengan rumusan batasan pengertian atau

definisi yang terdapat di dalam peraturan lebih tinggi yang

dilaksanakan tersebut.

f. Karena batasan pengertian atau definisi, singkatan, atau akronim

berfungsi untuk menjelaskan makna suatu kata atau istilah maka

batasan pengertian atau definisi, singkatan, atau akronim tidak

perlu diberi penjelasan, dan karena itu harus dirumuskan dengan

lengkap dan jelas sehingga tidak menimbulkan pengertian ganda.

g. Penulisan huruf awal tiap kata atau istilah yang sudah didefinisikan

atau diberi batasan pengertian dalam ketentuan umum ditulis

dengan huruf kapital baik digunakan dalam norma yang diatur,

penjelasan maupun dalam lampiran.

h. Urutan penempatan kata atau istilah dalam ketentuan umum

mengikuti ketentuan sebagai berikut:

a) pengertian yang mengatur tentang lingkup umum ditempatkan

lebih dahulu dari yang berlingkup khusus.

b) pengertian yang terdapat lebih dahulu di dalam materi pokok

yang diatur ditempatkan dalam urutan yang lebih dahulu.

c) pengertian yang mempunyai kaitan dengan pengertian di atasnya

diletakkan berdekatan secara berurutan.

Berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksudkan diatas, maka

ketentuan umum yang dirumuskan dalam Rencana Induk Pembangunan

Kepariwisataan Daerah ini, antara lain:

1. Daerah adalah Kabupaten Wakatobi.

2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintahan Kabupaten Wakatobi.

3. Bupati adalah Bupati Wakatobi.

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD

adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Wakatobi

5. Satuan Kerja Perangkat Daerah selanjutnya disingkat SKPD adalah

Satuan Kerja Perangkat Daerah lingkup Pemerintah Kabupaten

Wakatobi.

6. Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah yang

selanjutnya disebut RIPPARDA adalah dokumen perencanaan

Page 76: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

71

pembangunan kepariwisataan daerah untuk periode tahun 2016

sampai dengan tahun 2029.

7. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan

pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul

sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi

antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan,

Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Pengusaha.

8. Pembangunan adalah suatu proses perubahan ke arah yang lebih

baik yang di dalamnya meliputi upaya-upaya perencanaan,

implementasi dan pengendalian, dalam rangka penciptaan nilai

tambah sesuai yang dikehendaki.

9. Daerah Tujuan Pariwisata yang selanjutnya disebut Destinasi

Pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau

lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat Daya Tarik

Wisata, Fasilitas Umum, Fasilitas Pariwisata, aksesibilitas, serta

masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya

Kepariwisataan.

10. Destinasi Pariwisata Kabupaten yang selanjutnya disingkat DPK

adalah Destinasi Pariwisata yang berskala Kabupaten.

11. Kawasan Strategis Pariwisata Daerah yang selanjutnya disingkat

KSPD adalah kawasan yang memiliki fungsi utama pariwisata atau

memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata kabupaten yang

mempunyai pengaruh penting dalam satu atau lebih aspek, seperti

pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pemberdayaan sumber

daya alam, daya dukung lingkungan hidup, serta pertahanan dan

keamanan.

12. Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan,

keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam,

budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau

tujuan kunjungan wisatawan.

13. Aksesibilitas Pariwisata adalah semua jenis sarana dan prasarana

transportasi yang mendukung pergerakan wisatawan dari wilayah

asal wisatawan ke Destinasi Pariwisata maupun pergerakan di dalam

wilayah Destinasi Pariwisata dalam kaitan dengan motivasi

kunjungan wisata.

14. Prasarana Umum adalah kelengkapan dasar fisik suatu lingkungan

yang pengadaannya memungkinkan suatu lingkungan dapat

beroperasi dan berfungsi sebagaimana semestinya.

15. Fasilitas Umum adalah sarana pelayanan dasar fisik suatu

lingkungan yang diperuntukkan bagi masyarakat umum dalam

melakukan aktifitas kehidupan keseharian.

Page 77: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

72

16. Fasilitas Pariwisata adalah semua jenis sarana yang secara khusus

ditujukan untuk mendukung penciptaan kemudahan, kenyamanan,

keselamatan wisatawan dalam melakukan kunjungan ke Destinasi

Pariwisata.

17. Pemberdayaan Masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan

kesadaran, kapasitas, akses, dan peran masyarakat, baik secara

individu maupun kelompok, dalam memajukan kualitas hidup,

kemandirian, dan kesejahteraan melalui kegiatan Kepariwisataan.

18. Pemasaran Pariwisata adalah serangkaian proses untuk

menciptakan, mengkomunikasikan, menyampaikan produk wisata

dan mengelola relasi dengan wisatawan untuk mengembangkan

Kepariwisataan dan seluruh pemangku kepentingannya.

19. Industri Pariwisata adalah kumpulan Usaha Pariwisata yang saling

terkait dalam rangka menghasilkan barang dan/atau jasa bagi

pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan

pariwisata.

20. Kelembagaan Kepariwisataan adalah kesatuan unsur beserta

jaringannya yang dikembangkan secara terorganisasi, meliputi

Pemerintah, Pemerintah Daerah, swasta dan masyarakat, sumber

daya manusia, regulasi dan mekanisme operasional, yang secara

berkesinambungan guna menghasilkan perubahan ke arah

pencapaian tujuan di bidang Kepariwisataan.

21. Organisasi Kepariwisataan adalah institusi baik di lingkungan

Pemerintah maupun swasta yang berhubungan dengan

penyelenggaraan kegiatan Kepariwisataan.

22. Sumber Daya Manusia Pariwisata yang selanjutnya disingkat SDM

Pariwisata adalah tenaga kerja yang pekerjaannya terkait secara

langsung dan tidak langsung dengan kegiatan Kepariwisataan.

23. Usaha pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan/atau

jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan

pariwisata.

24. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat kepada usaha dan

pekerja pariwisata untuk mendukung peningkatan mutu produk

pariwisata, pelayanan dan pengelolaan Kepariwisataan.

25. Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang

atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk

tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan

daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.

26. Wisatawan adalah orang yang melakukan wisata.

27. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung

berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat,

pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah.

Page 78: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

73

28. Pengusaha Pariwisata adalah orang atau sekelompok orang yang

melakukan kegiatan usaha pariwisata.

29. Perwilayahan pembangunan kepariwisataan daerah adalah hasil

pewilayahan pembangunan kepariwisataan yang diwujudkan dalam

bentuk kawasan pariwisata daerah, kawasan pembangunan

pariwisata daerah, dan kawasan strategis pariwisata daerah.

30. Kawasan pariwisata daerah adalah kawasan pariwisata yang

merupakan keterpaduan sistemik antar kawasan pembangunan

pariwisata dalam skala daerah.

31. Kawasan pembangunan pariwisata daerah adalah kawasan geografis

di dalam destinasi pariwisata yang memilikitema tertentu, dengan

komponen daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata,

aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi

terwujudnya kepariwisataan.

32. Infrastruktur pariwisata adalah semua fasilitas yang memungkinkan

semua proses dan kegiatan kepariwisataan dapat berjalan dengan

lancar sedemikian rupa, sehingga dapat memudahkan wisatawan

memenuhi kebutuhannya.

33. Ekowisata adalah pariwisata yang bertanggungjawab di daerah alami

atau yang dikelola dengan kaidah alam, memeliki komitmen

terhadap kelestarian lingkungan, memberikan manfaat ekonomi

terutama kepada masyarakat lokal dan diselenggarakan sesuai

dengan nilai sosial budaya masyarakat setempat

34. Ekowisata berbasis masyarakat adalah usaha ekowisata yang

dikelola dan dikembangkan oleh masyarakat setempat yang memiliki

kepedulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap kelestarian

lingkungan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat.

35. Standarisasi kepariwisataan adalah proses merumuskan,

menetapkan, menerapkan dan merevisi standar, yang dilaksanakan

secara tertib dan bekerjasama dengan semua pihak guna menjamin

kualitas dan kredibilitas usaha di bidang kepariwisataan.

36. Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan

perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh pekerja

pariwisata untuk mengembangkan profesionalitas kerja.

37. Sertifikat adalah jaminan tertulis yang diberikan oleh

lembaga/laboratorium yang telah diakreditasi untuk menyatakan

bahwa barang, jasa, proses, sistem atau personel telah memenuhi

standar yang dipersyaratkan.

Page 79: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

74

b. Materi Pokok Yang Diatur.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2011, Lampiran II

menentukan materi pokok yang akan diatur disusun dengan berpedoman

pada kriteria sebagai berikut:

1. Materi pokok yang diatur ditempatkan langsung setelah bab

ketentuan umum, dan jika tidak ada pengelompokkan bab, materi

pokok yang diatur diletakkan setelah pasal atau beberapa pasal

ketentuan umum.

2. Pembagian materi pokok ke dalam kelompok yang lebih kecil

dilakukan menurut kriteria yang dijadikan dasar pembagian.

3. Pembagian berdasarkan hak atau kepentingan yang dilindungi,

seperti pembagian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

4. pembagian berdasarkan urutan/kronologis, seperti pembagian dalam

hukum acara pidana, dimulai dari penyelidikan, penyidikan,

penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tingkat pertama,

tingkat banding, tingkat kasasi, dan peninjauan kembali.

5. pembagian berdasarkan urutan jenjang jabatan, seperti Jaksa Agung,

Wakil Jaksa Agung, dan Jaksa Agung Muda.

Berdasarkan pada pedoman kriteria diatas, materi pokok yang diatur

dalam Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah Kabupaten

Wakatobi terdiri dari :

No Bab Tentang Pasal

1 I Ketentuan Umum 1

2 II Pembangunan Kepariwisataan Daerah 2- 12

3 III Kebijakan Dan Strategi Pembangunan Pariwisata

Daerah

13 - 43

4 IV Rencana Pembangunan Perwilayahan Pariwisata 44 - 56

5 V Rencana Program Pembangunan Pariwisata 57 - 60

6 VI Indikasi Program Pembangunan Kepariwsaitaan 61

7 VII Pengawasan Dan Pengendalian 62

8 VIII Ketentuan Penutup 63

RIPPARDA Kabupaten Wakatobi mempunyai kedudukan sebagai berikut :

1. Merupakan penjabaran dari visi dan misi pembangunan Daerah serta kebijakan pembangunan yang berlaku.

2. Sebagai dasar hukum dan dasar pertimbangan di dalam menyusun

Rencana Pembangunan Jangka Pendek, Menengah dan Panjang Bidang Pariwisata dan Rencana Strategis Dinas Pariwisata Daerah.

3. Sebagai dasar perencanaan, pengelolaan, dan pengendalian

pembangunan kepariwisataan Daerah.

Page 80: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

75

c. Ketentuan Sanksi

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2011, Lampiran

II khususnya berkaitan dengan pengaturan sanksi pidana menentukan jika

diperlukan. Hal ini berarti pengaturan sanksi pidana dalam Peraturan

Daerah tidak bersifat mutlak, tergantung dari kebutuhan. Dalam Peraturan

Daerah Kabupaten Wakatobi tentang Rencana Induk Pembangunan

Kepariwisataan Daerah yang akan dibentuk tidak memerlukan pengaturan

tentang sanksi pidana.

d. Ketentuan Peralihan.

Ketentuan peralihan memuat penyesuaian pengaturan tindakan

hukum atau hubungan hukum yang sudah ada berdasarkan Peraturan

Perundang-undangan yang lama terhadap Peraturan Perundang-undangan

yang baru, yang bertujuan untuk:

a. menghindari terjadinya kekosongan hukum.

b. menjamin kepastian hukum.

c. memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang terkena dampak

perubahan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

d. mengatur hal-hal yang bersifat transisional atau bersifat sementara.

Berdasarkan kajian pada landasan yuridis, ditemukan bahwa belum

ada pengaturan berupa Peraturan Daerah Kabupaten Wakatobi tentang

Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah. Dengan tidak

adanya peraturan daerah tentang Rencana Induk Pembangunan

Kepariwisataan, maka tidak ada kajian berupa penyesuaian pengaturan

tindakan hukum atau hubungan hukum yang sudah ada berdasarkan

Peraturan Daerah lama terhadap Peraturan Perundang-undangan yang

baru. Dengan demikian, dalam Peraturan Daerah Kabupaten Wakatobi

tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah ini tidak

mengatur tentang Ketentuan Peralihan.

Page 81: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

76

BAB VI

PENUTUP

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan kajian yang telah di lakukan, dapat ditarik kesimpulan;

a. Bahwa Kabupaten Wakatobi belum mempunyai Peraturan Daerah

tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah. b. Berdasarkan keseluruhan pengkajian secara normatif dan praktek

empiris, maka perlu disusun Peraturan Daerah tentang Rencana

Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah. c. Dasar kewenangan daerah untuk membentuk Peraturan Daerah

diatur dalam Pasal 236 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2014 tentang Pemerintahan Daerah mengatur, Untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah dan Tugas Pembantuan,

Daerah membentuk Perda. Peraturan Daerah dibentuk oleh DPRD

dengan persetujuan bersama kepala Daerah. Peraturan Daerah

tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah juga ditentukan secara tegas dalam Pasal 8 ayat (1) dan Pasal 9 ayat (3)

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.

6.2. Saran

1. Menyiapkan segera Peraturan Daerah yang mengatur tentang

Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan. 2. Menyiapkan Peraturan Daerah yang mengatur tentang Rencana

jangka pendek, Rencana jangka menengah dan Rencana jangka

panjang beserta Peraturan Bupati sebagai bentuk pendelegasian kewenangan mengatur.

3. Agar diselenggarakan proses konsultasi publik sehingga

masyarakat dapat memberikan masukan dalam penyusunan

Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Wakatobi tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah,sesuai

dengan asas keterbukaan dan ketentuan tentang partisipasi

masyarakat dalam Pasal 96 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 dan Pasal 354 ayat (4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam Pasal 354 ayat (4) UU

Pemerintahan Daerah 2014, partisipasi masyarakat dilakukan dalam bentuk :

a. konsultasi publik.

b. Musyawarah. c. Kemitraan.

d. penyampaian aspirasi.

e. Pengawasan.

f. keterlibatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Page 82: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

77

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2007. http. Retrieved December 15, 2013, from

www.ret.gov.au/tourism /decuments/tourism industri development_ best_practice_destination _manag ement-planning_framework.

Bernard Arief Sidharta, “Penelitian hukum normative” analisis penelitian philosophical dan dogmatical”, dalam Soelistyowati Irianto dan

Sidharta, eds., 2009, Metode Penelitian Hukum: Konstelasi dan Refleksi,

Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

C.F.G Sunaryati Hartono, 1994, Penelitian Hukum di Indonesia Pada

Akhir Abad ke 2, Alumni, Bandung.

Damanik, J., & Teguh, F. 2012. Manajemen Destinasi Pariwisata:

Sebuah Pengantar Ringkas. Yogyakarta: Kepel Press.

Edgell, D. L., Allen, M. D., Smith, G., & Swanson, J. R. 2008. Tourism Policy and Planning: Yesterday, Today and Tomorrow. Great Britain: Elsevier

Inc. Edgell, S. L. 2006. Managing Sustainable Tourism: A Legacy for the

Future. Binghamton, NY: The Haworth Hospitality Press.

European Communities, 2003. A Manual for Evaluating the Quality Performance of Tourist Destinations and Services. Enterprise DG

Publication, Luxembourg.

Kim, D. K., & Lee, T. H. 2004. Public and Private Partnership for

Facilitating Tourism Investment in the APEC Member Economies. Seoul: Korea

Asia-Pacific Economic Coorporation.

Osmanovic, J., Kenjic, V., & Zrnic, R. 2010. Destination Management:

Concensus for Competitiveness. Tourism & Hospitality Management

Organisation Conference Proceedings.

Peter Mahmud Marzuki; 2005, Penelitian Hukum, Jakarta

Interpratama Offset.

LAMPIRAN

1. KONSEP AWAL RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN

WAKATOBI TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN PARIWISATA (RIPPARDA) KABUPATEN WAKATOBI.

Page 83: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

78

LAMIRAN KONSEP AWAL RANCANGAN PERATURAN DAERAH

KABUPATEN WAKATOBI TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN

PARIWISATA (RIPPARDA) KABUPATEN WAKATOBI.

BUPATI WAKATOBI

PROVINSI SULAWESI TENGGARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

NOMOR ... TAHUN….

TENTANG

RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN

KABUPATEN WAKATOBI TAHUN 2016-2025

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI WAKATOBI,

Menimbang : a. bahwa kepariwisataan merupakan bagian integral dari

pembangunan nasional dan daerah yang dilakukan secara

sistematis, terencana, terpadu, berkelanjutan, dan

bertanggungjawab dengan tetap memberikan perlindungan

terhadap nilai-nilai agama, budaya yang hidup dalam

masyarakat, kelestarian dan mutu lingkungan hidup, serta

kepentingan daerah;

b. bahwa Kabupaten Wakatobi merupakan kabupaten

kepulauan berbasis budaya maritime dan kawasan

konservasi yang memiliki potensi dalam pengembangan

kepariwisataan dan telah ditetapkan sebagai kawasan

strategis pariwisata nasional yang diharapkan dapat

menjadi lokomotif dan penggerak pembangunan

kepariwisataan yang tidak hanya penting bagi Kabupaten

Wakatobi sendiri tetapi juga dalam skala Provinsi Sulawesi

Tenggara dan nasional;

Page 84: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

79

c. untuk melaksanakan ketentuan pasal 9 ayat (3) Undang-

Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan,

maka Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan

Kabupaten ditetapkan dengan Peraturan Daerah;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud

dalam huruf a, huruf b dan huruf c perlu membentuk

Peraturan Daerah tentang Rencana Induk Pembangunan

Kepariwisataan Kabupaten Wakatobi Tahun 2016-2025;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2003 tentang

Pembentukan Kabupaten Wakatobi di Propinsi Sulawesi

Tenggara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003

Nomor 144 tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4339 );

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah

beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12

Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 59,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

4844);

4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang

Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4966);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang

Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional

Tahun 2010-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2011 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5262).

Page 85: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

80

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

KABUPATEN WAKATOBI

dan

BUPATI WAKATOBI

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA INDUK

PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN WAKATOBI

TAHUN 2016-2025

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:

1. Daerah adalah Kabupaten Wakatobi.

2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintahan Kabupaten Wakatobi

3. Bupati adalah Bupati Wakatobi.

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Wakatobi

5. Satuan Kerja Perangkat Daerah selanjutnya disingkat SKPD adalah Satuan

Kerja Perangkat Daerah lingkup Pemerintah Kabupaten Wakatobi.

6. Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah yang selanjutnya

disebut RIPPARDA adalah dokumen perencanaan pembangunan

kepariwisataan daerah untuk periode tahun 2016 sampai dengan tahun

2025.

7. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata

dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud

kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan

masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah,

dan Pengusaha.

8. Pembangunan adalah suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik yang

di dalamnya meliputi upaya-upaya perencanaan, implementasi dan

Page 86: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

81

pengendalian, dalam rangka penciptaan nilai tambah sesuai yang

dikehendaki.

9. Daerah Tujuan Pariwisata yang selanjutnya disebut Destinasi Pariwisata

adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah

administratif yang di dalamnya terdapat Daya Tarik Wisata, Fasilitas Umum,

Fasilitas Pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan

melengkapi terwujudnya Kepariwisataan.

10. Destinasi Pariwisata Kabupaten yang selanjutnya disingkat DPK adalah

Destinasi Pariwisata yang berskala Kabupaten.

11. Kawasan Strategis Pariwisata Daerah yang selanjutnya disingkat KSPD

adalah kawasan yang memiliki fungsi utama pariwisata atau memiliki potensi

untuk pengembangan pariwisata kabupaten yang mempunyai pengaruh

penting dalam satu atau lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial

dan budaya, pemberdayaan sumber daya alam, daya dukung lingkungan

hidup, serta pertahanan dan keamanan.

12. Perwilayahan Pembangunan DPD adalah hasil perwilayahan Pembangunan

Kepariwisataan yang diwujudkan dalam bentuk DPD, dan KSPD.

13. Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan,

dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil

buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan.

14. Aksesibilitas Pariwisata adalah semua jenis sarana dan prasarana

transportasi yang mendukung pergerakan wisatawan dari wilayah asal

wisatawan ke Destinasi Pariwisata maupun pergerakan di dalam wilayah

Destinasi Pariwisata dalam kaitan dengan motivasi kunjungan wisata.

15. Prasarana Umum adalah kelengkapan dasar fisik suatu lingkungan yang

pengadaannya memungkinkan suatu lingkungan dapat beroperasi dan

berfungsi sebagaimana semestinya.

16. Fasilitas Umum adalah sarana pelayanan dasar fisik suatu lingkungan yang

diperuntukkan bagi masyarakat umum dalam melakukan aktifitas kehidupan

keseharian.

17. Fasilitas Pariwisata adalah semua jenis sarana yang secara khusus ditujukan

untuk mendukung penciptaan kemudahan, kenyamanan, keselamatan

wisatawan dalam melakukan kunjungan ke Destinasi Pariwisata.

18. Pemberdayaan Masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan kesadaran,

kapasitas, akses, dan peran masyarakat, baik secara individu maupun

kelompok, dalam memajukan kualitas hidup, kemandirian, dan

kesejahteraan melalui kegiatan Kepariwisataan.

19. Pemasaran Pariwisata adalah serangkaian proses untuk menciptakan,

mengkomunikasikan, menyampaikan produk wisata dan mengelola relasi

dengan wisatawan untuk mengembangkan Kepariwisataan dan seluruh

pemangku kepentingannya.

20. Industri Pariwisata adalah kumpulan Usaha Pariwisata yang saling terkait

dalam rangka menghasilkan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan

kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan pariwisata.

Page 87: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

82

21. Kelembagaan Kepariwisataan adalah kesatuan unsur beserta jaringannya

yang dikembangkan secara terorganisasi, meliputi Pemerintah, Pemerintah

Daerah, swasta dan masyarakat, sumber daya manusia, regulasi dan

mekanisme operasional, yang secara berkesinambungan guna menghasilkan

perubahan ke arah pencapaian tujuan di bidang Kepariwisataan.

22. Organisasi Kepariwisataan adalah institusi baik di lingkungan Pemerintah

maupun swasta yang berhubungan dengan penyelenggaraan kegiatan

Kepariwisataan.

23. Sumber Daya Manusia Pariwisata yang selanjutnya disingkat SDM Pariwisata

adalah tenaga kerja yang pekerjaannya terkait secara langsung dan tidak

langsung dengan kegiatan Kepariwisataan.

24. Usaha pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan/atau jasa bagi

pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata.

25. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat kepada usaha dan pekerja

pariwisata untuk mendukung peningkatan mutu produk pariwisata,

pelayanan dan pengelolaan Kepariwisataan.

26. Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau

sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan

rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik

wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.

27. Wisatawan adalah orang yang melakukan wisata.

28. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai

fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha,

Pemerintah, dan Pemerintah Daerah.

29. Pengusaha Pariwisata adalah orang atau sekelompok orang yang melakukan

kegiatan usaha pariwisata.

30. Perwilayahan pembangunan kepariwisataan daerah adalah hasil pewilayahan

pembangunan kepariwisataan yang diwujudkan dalam bentuk kawasan

pariwisata daerah, kawasan pembangunan pariwisata daerah, dan kawasan

strategis pariwisata daerah.

31. Kawasan pariwisata daerah adalah kawasan pariwisata yang merupakan

keterpaduan sistemik antar kawasan pembangunan pariwisata dalam skala

daerah.

32. Kawasan pembangunan pariwisata daerah adalah kawasan geografis di dalam

destinasi pariwisata yang memilikitema tertentu, dengan komponen daya

tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta

masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan.

33. Infrastruktur pariwisata adalah semua fasilitas yang memungkinkan semua

proses dan kegiatan kepariwisataan dapat berjalan dengan lancar sedemikian

rupa, sehingga dapat memudahkan wisatawan memenuhi kebutuhannya.

34. Ekowisata adalah pariwisata yang bertanggungjawab di daerah alami atau

yang dikelola dengan kaidah alam, memeliki komitmen terhadap kelestarian

lingkungan, memberikan manfaat ekonomi terutama kepada masyarakat

lokal dan diselenggarakan sesuai dengan nilai sosial budaya masyarakat

setempat

Page 88: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

83

35. Ekowisata berbasis masyarakat adalah usaha ekowisata yang dikelola dan

dikembangkan oleh masyarakat setempat yang memiliki kepedulian,

tanggung jawab dan komitmen terhadap kelestarian lingkungan dan

peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat.

36. Standarisasi kepariwisataan adalah proses merumuskan, menetapkan,

menerapkan dan merevisi standar, yang dilaksanakan secara tertib dan

bekerjasama dengan semua pihak guna menjamin kualitas dan kredibilitas

usaha di bidang kepariwisataan.

37. Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku

yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh pekerja pariwisata untuk

mengembangkan profesionalitas kerja.

38. Sertifikat adalah jaminan tertulis yang diberikan oleh lembaga/laboratorium

yang telah diakreditasi untuk menyatakan bahwa barang, jasa, proses, sistem

atau personel telah memenuhi standar yang dipersyaratkan.

BAB II

PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH

Pasal 2

(1) Pembangunan kepariwisataan daerah meliputi: a. Destinasi pariwisata; b. Pemasaran pariwisata; c. Industri pariwisata; dan d. Kelembagaan kepariwisataan.

(2) Pembangunan kepariwisataan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilaksanakan berdasarkan RIPPARDA.

Pasal 3

RIPPARDA memuat :

a. Visi;

b. Misi;

c. Tujuan;

d. Sasaran; dan

e. Arah pembangunan kepariwisataan daerah dalam kurun waktu tahun 2016

sampai dengan tahun 2025.

Page 89: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

84

Pasal 4

Visi pembangunan kepariwisataan daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 3

huruf a adalah “Terwujudnya Wakatobi sebagai destinasi ekowisata bahari

berkelas dunia dan berbasis masyarakat.

Pasal 5

Misi pembangunan kepariwisataan daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 3

huruf b diwujudkan dengan:

a. Penguatan moral lingkungan dan etika sosial secara holistik dalam

pembangunan kepariwisataan sebagai destinasi ekowisata bahari dalam

memperkuat daya saing destinasi;

b. Pengembangan perwilayahan destinasi pariwisata berbasis pada keunggulan

potensi kepariwisataan secara merata dan berkeadilan;

c. Pengembangan aksesibilitas dan konektivitas destinasi pariwisata secara

internal dan eksternal dalam rangka memperkuat kedudukan, fungsi dan

peran destinasi sebagai kawasan strategis pariwisata nasional berkelas dunia;

d. Pengembangan industri pariwisata berdaya saing, kridibel, sumberdaya

manusia pariwisata berkualitas dan bertanggung jawab terhadap lingkungan

alam dan sosial budaya;

e. Penguatan struktur industri melalui pembentukan rantai nilai yang

berkualitas antar usaha pariwisata termasuk dengan usaha-usaha

masyarakat setempat memperkuat backward linkages terhadap produk-

produk dan input-input lokal melalui kemitraan;

f. Penguatan citra pariwisata sebagai destinasi ekowisata dengan kemasan

pariwisata modern yang disertai dengan pengembangan model pemasaran

pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism marketing) baik dalam skala

industri maupun destinasi;

g. Pengembangan pemasaran pariwsiata yang sinergis, berkesinambungan dan

bertanggung jawab melalui jejaring antar pemangku kepentingan berorientasi

pada kebersamaan (mutuality);

h. Pengembangann kebijakan dan regulasi beserta mekanisme operasional yang

efektif dan efisien dalam mendorong terwujudnya kepariwisataan

berkelanjutan dan berbasis masyarakat; dan

i. Pengembangan dan penguatan organisasi serta SDM pemerintah dan non-

pemerintah yang disertai dengan kemitraan yang kuat antara pemerintah,

pemerintah daerah, dunia usaha dan masyarakat dalam pembangunan

kepariwisataan.

Page 90: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

85

Pasal 6

Tujuan pembangunan kepariwisataan daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal

3 huruf c meliputi:

a. Menjaga integritas ekosistem alam baik di perairan maupun di daratan dan

pelestarian aset-aset budaya serta keunggulan banding dan saing destinasi

ekowisata berkelas dunia;

b. Mengembangkan dan menata struktur kepariwisataan serta perwilayahan

destinasi pariwisata sebagai pusat-pusat kegiatan pariwisata yang

berkualitas, berwawasan lingkungan dan berorientasi keadilan sosial dalam

satu kesatuan yang utuh dengan pengelolaan TN Wakatobi;

c. Mengembangkan aksesibilitas dan konektivitas internal dan eksternal dalam

rangka kemudahan pencapaian, pergerakan dan penghantaran wisatawan

ke seluruh destinasi pariwisata;

d. Meningkatkan kontribusi kepariwisataan bagi perekonomian nasional dan

daerah yang semakin nyata serta kesejahteraan masyarakat setempat

sebagai tuan rumah seiring dengan semakin meningkatnya jumlah

kunjungan wisatawan;

e. Meningkatkan nilai-nilai sosial, budaya, kearifan lokal dan memajukan

kebudayaan daerah dalam kepariwisataan serta meningkatkan keberdayaan

sosial dan ekonomi masyarakat;

f. Meningkatkan keragaman dan daya saing usaha pariwisata yang disertai

dengan semakin tingginya kepedulian/tanggung jawab dunia usaha

terhadap lingkungan alam dan sosial budaya;

g. Menguatkan struktur industri pariwisata dengan terciptanya keterkaitan

yang erat antar usaha pariwisata, dan antara usaha pariwisata dengan

produk-produk lokal dalam suatu rantai nilai yang berkualitas dan saling

menguntungkan dalam pola kemitraan yang semakin kuat;

h. Mengembangkan kewirausahaan masyarakat, memperluas lapangan

pekerjaan dan mendorong tumbuhnya usaha mikro dan kecil dalam

kepariwisataan termasuk semakin terhormatnya produk-produk kreatif

berbasis budaya lokal dalam kepariwisataan;

i. Meningkatkan dan memantapkan citra pariwisata sesuai dengan karakter

destinasi ekowisata berbasis masyarakat;

j. Mengoptimalkan dan mengintensifkan pasar utama ekoturis baik domestik

maupun mancanegara serta mengembangkan pasar baru dan pasar

berkembang yang didukung pemasaran dan promosi pariwisata inovatif

secara terpadu, sinergis, berkesinambungan dan bertanggung jawab;

k. Mengembangkan kebijakan dan regulasi termasuk perizinan usaha

pariwisata yang ramah lingkungan dan berbasis masyarakat;

l. Memperkuat kelembagaan organisasi pemerintah dan non-pemerintah

termasuk kelembagaan koordinatif, peran dan tugas masing-masing serta

mekanisme koordinasi antar pemangku kepentingan;

Page 91: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

86

m. Mengembangkan kualitas sumberdaya manusia (SDM) pariwisata baik SDM

pemerintah, dunia usaha maupun masyarakat; dan

n. Meningkatkan keterpaduan antara Pemerintah dan pemerintah daerah,

antar sektor, antar pemangku kepentingan, antar sains dan manajemen

dalam pembangunan kepariwisataan.

Pasal 7

Sasaran pembangunan kepariwisataan daerah sebagaimana dimaksud dalam

pasal 3 huruf d adalah :

a. Terkendalinya pembangunan pariwisata di wilayah Kabupaten Wakatobi

baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat;

b. Terciptanya keserasian antara kawasan atau zonasi lindung dan kawasan –

kawasan atau zonasi pemanfaatan atau budidaya;

c. Tersusunnya rencana dan keterpaduan program-program pembangunan di

wilayah kabupaten dalam upaya pengoptimalan sumber daya

kepariwisataan;

d. Terdorongnya minat investasi masyarakat dan dunia usaha di wilayah

Kabupaten Wakatobi; dan

e. Terkoordinasinya pembangunan antar wilayah dan antar sektor

pembangunan dalam kerangka investasi pariwisata.

Pasal 8

Arah pembangunan kepariwisataan daerah sebagaimana dimaksud pada pasal 3

huruf e meliputi pola pengembangan kepariwisataan Wakatobi diarahkan pada

Prinsip-Prinsip Ecotourism, yakni:

i. Memiliki fokus 'natural area' yang memungkinkan wisatawan memiliki peluang

untuk menikmati alam secara personal;

j. Menyediakan interprestasi atau jasa pendidikan yang memberikan peluang

kepada wisatawan untuk menikmati alam sehingga mereka menjadi mengerti,

lebih mampu berapresiasi serta lebih menikmati;

k. Kegiatan yang terbaik yang dapat dilakukan dalam rangka keberlanjutan

secara ekologis;

l. Memberikan kontribusi terhadap konservasialam dan warisan budaya;

m. Memberikan kontribusi secara kontinyu terhadap masyarakat local;

n. Respek serta peka terhadap nilai-nilai budaya yang ada di Kabupaten

Wakatobi;

o. Secara konsisten memenuhi harapan konsumen;dan

p. Dipasarkan serta dipromosikan dengan jujur serta akurat sehingga

kenyataannya sesuai dengan harapan.

Page 92: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

87

Pasal 9

Pelaksanaan RIPPARDA diselenggarakan secara terpadu oleh pemerintah daerah,

dunia usaha dan masyarakat.

Pasal 10

(1) RIPPARDA menjadi pedoman bagi pembangunan kepariwisataan daerah.

(2) RIPPARDA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi salah satu

pedoman penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah,

Rencana Kerja Pemerintah Daerah dan Kebijakan Umum Anggaran,

Prioritas Plafon Anggaran Sementara, selanjutnya dijadikan pedoman dalam

penyusunan Renstra Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait.

Pasal 11

Indikator sasaran pembangunan kepariwisataan daerah sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 7 tercantum dalam Lampiran I yang tidak terpisahkan dari Peraturan

Daerah ini.

Pasal 12

Arah pembangunan kepariwisataan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8

menjadi dasar arah kebijakan, strategi, dan indikasi program pembangunan

kepariwisataan daerah dalam kurun waktu tahun 2016 sampai dengan tahun

2025 yang meliputi Pembangunan:

a. Destinasi pariwisata daerah;

b. Industri pariwisata daerah;

c. Pemasarapariwisata;dan

d. Kelembagaan kepariwisataan;

BAB III

KEBIJAKAN DAN STRATEGI

PEMBANGUNAN PARIWISATA DAERAH

Bagian Kesatu

Kebijakan Pembangunan Destinasi Pariwisata Daerah

Pasal 13

Kebijakan pembangunan destinasi pariwisata daerah sebagaimana dimaksud

dalam pasal 12 huruf a meliputi:

a. Pengembangan struktur kepariwisataan dan perwilayahan destinasi

pariwisata yang mempunyai keterpaduan yang kuat dengan pengembangan

sektor-sektor terkait;

b. Pemantapan, penataan dan perintisan daya tarik wisata alam, daya tarik

wisata budaya dan daya tarik wisata buatan yang berdaya saing;

Page 93: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

88

c. Peningkatan keterpaduan pengembangan daya tarik wisata alam, budaya dan

buatan;

d. Pengembangan dan peningkatan prasarana transportasi untuk menunjang

pergerakan internal dan konektivitas antar daya tarik wisata di dalam wilayah

kabupaten;

e. Pengembangan dan peningkatan konektivitas antara destinasi pariwisata

dengan asal wisatawan dan dengan pintu gerbang pariwisata nasional

dan/atau regional serta konektivitas dengan destinasi hinterland khususnya

di Provinsi Sultra;

f. Pengembangan dan peningkatan kemudahan akses dan pergerakan

wisatawan secara internal dan eksternal serta kenyamanan dan keamanan

pergerakan wisatawan;

g. Pengembangan dan peningkatan prasarana umum yang mendukung

pertumbuhan, peningkatan kualitas dan daya saing kepariwisataan

kabupaten;

h. Pengembangan dan peningkatan fasilitas umum yang mendukung

pertumbuhan, peningkatan kualitas dan daya saing kepariwisataan

kabupaten;

i. Pengembangan fasilitas akomodasi pariwisata untuk mendukung

peningkatan investasi pariwisata;

j. Pengembangan fasilitas pariwisata untuk mendukung pemberdayaan

masyarakat dan bertumbuhnya usaha kecil dan mikro;

k. Pengembangan fasilitas daya tarik wisata yang berkualitas dan berdaya saing;

l. Pengembangan potensi, kapasitas dan partisipasi masyarakat dalam

kepariwisataan termasuk pengembangan usaha produktif di bidang

pariwisata;

m. Pengembangan dan penguatan kemitraan rantai nilai antarusaha pariwisata

dan antara usaha pariwisata dengan usaha sektor terkait;

n. Peningkatan akses dan dukungan permodalan serta perluasan akses pasar

terhadap produk industri kecil dan kerajinan dan usaha pariwisata skala

usaha mikro dan kecil;

o. Peningkatan kesadaran, peran, motivasi dan kemampuan masyarakat serta

pemangku kepentingan terkait; dan

p. Peningkatan kemudahan dan pemberian insentif investasi di bidang

pariwisata sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan serta

menggalakkan promosi investasi.

Bagian Kedua

Strategi Pembangunan Destinasi Pariwisata

Pasal 14

Stategi pengembangan struktur kepariwisataan dan perwilayahan destinasi

pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a meliputi :

Page 94: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

89

a. Menetapkan pusat pelayanan primer dan sekunder pariwisata secara terpadu

dengan pengembangan Pusat Kegiatan Wilayah dan Pusat-Pusat Pelayanan

Kawasan dalam struktur ruang wilayah kabupaten;

b. Menetapkan Destinasi Pariwisata Kabupaten (DPK), Kawasan Pengembangan

Pariwisata (KPP) Kabupaten dan Kawasan Strategis Pariwisata (KSP)

Kabupaten sesuai dengan potensi dan keunggulan yang dimiliki masing-

masing kawasan secara seimbang di antara pulau-pulau utama; dan

c. Memperkuat keterkaitan antar-KPP, antar-KSP, serta antara KPP dan KSP

kabupaten melalui peningkatan keterhubungan, pengengembangan dan

pengendalian investasi pariwisata dan pengembangan produk serta paket-

paket wisata.

Pasal 15

(1) Stategi pemantapan daya tarik wisata alam, sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 13 huruf b meliputi :

a. Meningkatkan upaya pengelolaan daya tarik wisata alam yang telah

berkembang sehingga dapat diandalkan menjadi keunggulan saing bagi

destinasi;

b. Mengendalikan aktivitas wisata alam dalam batas-batas daya dukung;dan

c. Meningkatkan upaya konservasi keanekaragaman hayati (ekosistem, jenis,

dan genetik) yang menjadi daya tarik wisata agar integritas lingkungan

tetap terjaga kelestariannya.

(2) Stategi penataan daya tarik wisata alam, sebagaimana dimaksud dalam Pasal

13 huruf b meliputi :

a. Menata pola tapak daya tarik wisata alam secara harmonis guna

mengintegrasikan fungsi-fungsi pemanfaatan bagi aktivitas wisata dan

konservasi/perlindungan lingkungan; dan

b. Mengelola daya tarik wisata alam secara inovatif guna mengoptimalkan

fungsi-fungsi pemanfaatan dan konservasi/perlindungan lingkungan.

(3) Stategi perintisan daya tarik wisata alam, sebagaimana dimaksud dalam Pasal

13 huruf b meliputi :

a. Menggali unsur-unsur keunikan alam untuk dikembangkan sebagai daya

tarik wisata baru; dan

b. Mengembangkan diversifikasi daya tarik wisata dengan memasukkan daya

tarik wisata baru dalam paket-paket perjalanan wisata.

Page 95: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

90

(4) Strategi pemantapan daya tarik wisata budaya sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 13 huruf b meliputi :

a. Meningkatkan upaya pengelolaan daya tarik wisata budaya yang telah

berkembang sehingga dapat diandalkan sebagai komplementer keunggulan

saing bagi destinasi selain daya tarik wisata alam; dan

b. Meningkatkan upaya konservasi warisan budaya (situs/cagar budaya dan

peninggalan sejarah) dalam kepariwisataan.

(5) Strategi penataan daya tarik wisata budaya sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 13 huruf b meliputi :

a. Menata pola tapak daya tarik wisata budaya secara harmonis guna

mengintegrasikan fungsi-fungsi pemanfaatan bagi aktivitas wisata dan

konservasi/perlindungan warisan budaya;dan

b. Mengelola daya tarik wisata budaya yang inovatif guna mengoptimalkan

fungsi-fungsi pemanfaatan dan konservasi/perlindungan warisan budaya.

(6) Stategi pemantapan daya tarik wisata buatan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 13 huruf b meliputi :

c. Meningkatkan upaya pengelolaan daya tarik wisata buatan sehingga dapat

diandalkan sebagai komplementer keunggulan saing bagi destinasi selain

daya tarik wisata alam; dan

d. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan daya tarik

wisata buatan.

(7)Strategi penataan daya tarik wisata buatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

13 huruf b meliputi :

a. Menata pola tapak daya tarik wisata buatan secara harmonis guna

mengintegrasikan fungsinya sebagai daya tarik wisata dan pemanfaatan

tadisional; dan

b. Pengelolaan daya tarik wisata buatan yang inovatif berbasis masyarakat.

(8) Strategi perintisan daya tarik wisata buatan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 13 huruf b meliputi :

a. Penggalian unsur-unsur keunikan bangunan-bangunan, pola

perkampungan dan elemen-elemen arsitektur tradisional untuk

dikembangkan sebagai daya tarik wisata baru; dan

b. Mengembangkan diversifikasi daya tarik wisata buatan dengan

memasukkannya kedalam paket-paket perjalanan wisata.

Page 96: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

91

Pasal 16

Strategi peningkatan keterpaduan pengembangan daya tarik wisata alam, budaya

dan buatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf c, meliputi :

a. Mengembangkan keterpaduan antar daya tarik wisata alam, budaya dan buatan

dalam paket-paket perjalanan wisata; dan

b. Memperkuat konektivitas antar daya tarik wisata alam, budaya dan buatan

dalam struktur kepariwisataan kabupaten.

Pasal 17

Startegi pengembangan dan peningkatan prasarana transportasi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 13 huruf d meliputi:

a. Mengembangkan dan meningkatkan jaringan jalan yang menghubungkan antar

pusat-pusat pelayanan pariwisata dan/atau kawasan pariwisata, antara pusat

pelayanan pariwisata dan/atau kawasan pariwisata dengan daya tarik wisata

dan antar daya tarik wisata;

b. Mengembangkan dan meningkatkan pedestrian di pusat-pusat pelayanan

pariwisata; dan

c. Mengembangkan dan meningkatkan dermaga di pulau-pulau kecil.

Pasal 18

Strategi pengembangan dan peningkatan konektivitas antara destinasi pariwisata

dengan asal wisatawan dan dengan pintu gerbang pariwisata nasional dan/atau

regional serta konektivitas dengan destinasi hinterland sebagai dimaksud dalam

Pasal 13 huruf e meliputi :

a. Mengembangkan dan meningkatkan jaringan jalan kolektor primer dan jalan lingkungan primer di masing-masing pulau;

b. Mengembangkan kapasitas Pelabuhan Laut dan Pelabuhan Penyeberangan

serta penataannya sebagai pintu gerbang masuknya wisatawan melalui jalur

laut;

c. Akselerasi pembangunan marina di Wangi-Wangi dan pengembangan

dermaga-dermaga khusus pariwisata di masing-masing kawasan pariwisata

secara representatif;

d. Optimalisasi Pelabuhan Laut sebagai pelabuhan kapal cruise dalam rangka

meningkatkan intensitas kunjungan kapal cruise;

e. Mengembangkan kapasitas Bandara Matahora sebagai pintu gerbang utama

masuknya wisatawan melalui udara; dan

f. Meningkatkan kelas/status dan/atau mengintegrasikan fungsi Bandara

Maranggi di Pulau Tomia sebagai Bandara umum disertai dengan

pengembangan kapasitas bandara.

Page 97: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

92

Pasal 19

Strategi pengembangan dan peningkatan kemudahan akses dan pergerakan

wisatawan secara internal dan eksternal serta kenyamanan dan keamanan

pergerakan wisatawan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf f meliputi :

a. Meningkatkan ketersediaan sarana transportasi darat sebagai sarana

pergerakan wisatawan menuju destinasi dan pergerakan wisatawan internal

sesuai kebutuhan dan perkembangan pasar dengan memprioritaskan usaha

transportasi kerakyatan;

b. Meningkatkan ketersediaan sarana transportasi laut dan intensitas pelayaran

angkutan niaga dan penyeberangan;

c. Meningkatkan ketersediaan sarana pelayaran rakyat dan sarana pelayaran

angkutan pariwisata internal sesuai kebutuhan;

d. Mengembangkan dan meningkatkan kualitas kenyamanan dan keamanan

sarana trasportasi darat;

e. Mengembangkan dan meningkatkan kualitas kenyamanan dan keamanan

sarana angkutan laut internal termasuk pembinaan pelayaran rakyat dan

pelayaran angkutan pariwisata internal yang dikelola masyarakat; dan

f. Memfasilitasi penyediaan fasilitas keselamatan pelayaran rakyat dan pelayaran

angkutan pariwisata yang dikelola masyarakat.

Pasal 20

Strategi pengembangan dan peningkatan prasarana umum yang mendukung

pertumbuhan, peningkatan kualitas dan daya saing kepariwisataan

kabupatensebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf g meliputi :

a. Meningkatkan kapasitas ketersediaan air bersih yang mendukung

pengembangan pariwisata melalui optimalisasi pengembangan sumber-sumber

air yang ada dan pengembangan jaringannya;

b. Meningkatan kapasitas ketersediaan energi listrik beserta jaringannya dengan

mengembangkan bauran sumber-sumber energi listrik;

c. Mengembangkan dan meningkatkan prasarana dan sarana persampahan

disertai usaha pengelolaan sampah secara terpadu dan berbasis masyarakat;

d. Mengembangkan instalasi pengelolaan air limbah secara komunal di pusat-

pusat pelayanan pariwisata;dan

e. Mengembangkan prasarana dan sarana mitigasi bencana dengan

mengoptimalkan potensi dan kearifan lokal.

Page 98: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

93

Pasal 21

Strategi pengembangan dan peningkatan fasilitas umum yang mendukung

pertumbuhan, peningkatan kualitas dan daya saing kepariwisataan

kabupatensebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf h meliputi :

a. Mengembangkan lembaga pendidikan tinggi setingkat Sekolah Tinggi atau

Akademi di bidang pariwisata di bawah Kementerian Pariwisata;

b. Mendorong partisipasi masyarakat untuk mengembangkan lembaga

pendidikan dan pelatihan di bidang pariwisata;

c. Mengembangkan fasilitas kesehatan dan keselamatan wisata selam;dan

d. Mengembangkan dan menata pasar-pasar tradisional sekaligus sebagai daya

tarik wisata.

Pasal 22

Strategi pengembangan fasilitas akomodasi pariwisata untuk mendukung

peningkatan investasi pariwisatasebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf i

dilakukan dengan mengembangkan dan meningkatkan ketersediaan fasilitas

pariwisata dalam kerangka investasi pariwisata berdasarkan perwilayahan

pariwisata.

Pasal 23

Strategi pengembangan fasilitas pariwisata untuk mendukung pemberdayaan

masyarakat dan bertumbuhnya usaha kecil dan mikrosebagaimana dimaksud

dalam pasal 13 huruf j meliputi :

a. Mengembangkan fasilitas pariwisata dalam kerangka pemberdayaan

masyarakat, pengembangan desa wisata dan kampung-kampung wisata; dan

b. Mengembangkan pasar seni dan kios-kios cinderamata di pusat-pusat

pelayanan pariwisata, daya tarik wisata dan desa-desa wisata.

Pasal 24

Strategi pengembangan fasilitas daya tarik wisata yang berkualitas dan berdaya

saingsebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf k meliputi:

a. Mengembangkan fasilitas penunjang pengusahaan dan peningkatan daya tarik

wisata yang berkualitas;

b. Mengembangkan fasilitas daya tarik wisata untuk menunjang pengusahaan

daya tarik wisata dalam rangka pemberdayaan masyarakat;

c. Mengembangkan fasilitas daya tarik wisata untuk meningkatkan keamanan,

kenyamanan dan keselamatan wisata; dan

d. Mengembangkan fasilitas daya tarik wisata untuk meningkatkan perlindungan

lingkungan.

Page 99: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

94

Pasal 25

Strategi pengembangan potensi, kapasitas dan partisipasi masyarakat dalam

kepariwisataan termasuk pengembangan usaha produktif di bidang

pariwisatasebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf l meliputi :

a. Memetakan secara partisipatif potensi dan kebutuhan penguatan kapasitas

masyarakat lokal dalam pengembangan kepariwisataan;

b. Memberdayakan potensi dan kapasitas masyarakat lokal dalam

pengembangan kepariwisataan;

c. Mengembangkan kelembagaan dan menguatkan kelembagaan masyarakat

yang telah ada guna mendorong kapasitas dan peran masyarakat dalam

pengembangan kepariwisataan;

d. Mengembangkan potensi sumber daya lokal yang ada di masyarakat dan di

lingkungan sekitarnya sebagai daya tarik wisata berbasis masyarakat lokal

dalam kerangka pemberdayaan masyarakat melalui pariwisata;

e. Mengembangkan potensi sumber daya lokal melalui desa wisata dan

kampung-kampung wisata;

f. Meningkatkan kualitas produk industri kecil/kerajinan sebagai komponen

pendukung produk wisata ;

g. Meningkatkan kemampuan berusaha pelaku usaha pariwisata skala usaha

mikro dan kecil yang dikembangkan masyarakat lokal;

h. Mengembangkan regulasi untuk mendorong pemberian insentif dan

kemudahan bagi pengembangan industri kecil/kerajinan dan usaha

pariwisata skala usaha mikro dan kecil; dan

i. Mengembangkan regulasi untuk pelindungan terhadap kelangsungan

industri kecil/kerajinan dan usaha pariwisata skala usaha mikro dan kecil.

Pasal 26

Strategi pengembangan dan penguatan kemitraan rantai nilai antar usaha antar

usaha pariwisata dan antara usaha pariwisata dengan usaha sektor

terkaitsebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf m meliputi :

a. Mendorong dan memfasilitasi pengembangan kemitraan antar usaha

kepariwisataan dengan industri kecil/kerajinan dan usaha mikro dan kecil;

b. Meningkatkan kualitas produk industri kecil/kerajinan dan layanan jasa

kepariwisataan yang dikembangkan usaha mikro dan kecil dalam

memenuhi standar pasar; dan

c. Meningkatkan kualitas produk-produk pertanian, perkebunan, perikanan

dan peternakan melalui pemberdayaan masyarakat dalam memenuhi

standar pasar pariwisata.

Page 100: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

95

Pasal 27

Strategi peningkatan akses dan dukungan permodalan serta perluasan akses

pasar terhadap produk industri kecil dan kerajinan dan usaha pariwisata skala

usaha mikro dan kecilsebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf n meliputi :

a. Memperkuat akses dan jejaring industri kecil dan kerajinan dan usaha

pariwisata skala usaha mikro dan kecil dengan sumber potensi pasar dan

informasi global;

b. Meningkatkan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan dalam

upaya memperluas akses pasar terhadap produk industri kecil/kerajinan dan

usaha pariwisata skala usaha mikro dan kecil;

c. Insentif dan kemudahan terhadap akses permodalan bagi usaha pariwisata

skala usaha mikro dan kecil dalam pengembangan usaha; dan

d. Bantuan permodalan untuk mendukung perkembangan industri kecil dan

kerajinan dan usaha pariwisata skala usaha mikro dan kecil.

Pasal 28

Strategi peningkatan kesadaran, peran, motivasi dan kemampuan masyarakat

serta pemangku kepentingan terkaitsebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf

o meliputi:

a. Mengintensifkan komunikasi-informasi-edukasi (KIE) kepada masyarakat

guna meningkatkan pemahaman dan kesadaran tentang sadar wisata dalam

mendukung pengembangan kepariwisataan;

b. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam mewujudkan sadar wisata bagi

penciptaan iklim kondusif kepariwisataan setempat melalui kepeloporan

tokoh-tokoh setempat;

c. Melibatkan masyarakat, tokoh dan generasi muda dalam menciptakan iklim

kondusif kepariwisataan;

d. Membangun dan meningkatkan kualitas jejaring media dalam mendukung

upaya peningkatan kesadaran dan peran masyarakat dan pemberdayaan

masyarakat di bidang pariwisata;

e. Mengembangkan komunikasi-informasi-edukasi mengenai kepariwisataan

kepada masyarakat dan sekolah-sekolah;dan

f. Meningkatkan kuantitas dan kualitas serta penyebaran informasi pariwisata

nusantara kepada masyarakat untuk menumbuhkan wawasan

kepariwisataan.

Pasal 29

Strategi peningkatan kemudahan dan pemberian insentif investasi di bidang

pariwisata sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan serta

menggalakkan promosi investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf p

meliputi :

Page 101: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

96

a. Meningkatkan pelayanan perizinan sesuai dengan ketentuan yang ada

melalui pengembangan kapasitas birokrasi;

b. Menyempurnakann regulasi yang menghambat investasi;

c. Menyediakan informasi peluang-peluang investasi yang mudah diakses; dan

d. Meningkatkan promosi investasi di bidang pariwisata di dalam negeri dan di

luar negeri.

Bagian Ketiga

Kebijakan Pembangunan Industri Pariwisata Daerah

Pasal 30

Kebijakan pembangunan industri pariwisata daerah sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 12 huruf b, meliputi:

a. Peningkatan daya saing daya tarik wisata diwujudkan dalam bentuk pengembangan kualitas dan keragaman usaha daya tarik wisata

b. Peningkatan daya saing fasilitas pariwisata diwujudkan dalam bentuk

pengembangan kapasitas dan kualitas fungsi dan layanan fasilitas

pariwisata yang memenuhi standar internasional dan mengangkat unsur

keunikan dan kekhasan lokal;

c. Pengembangan kemitraan usaha pariwisata diwujudkan dalam bentuk

pengembangan skema kerja sama antara Pemerintah, pemerintah daerah,

dunia usaha, dan masyarakat;dan

d. Penciptaan kredibilitas bisnis diwujudkan dalam bentuk pengembangan

manajemen dan pelayanan usaha pariwisata yang kredibel dan berkualitas

serta bertanggung jawab terhadap lingkungan.

Bagian Keempat

Strategi Pembangunan Industri Pariwisata Daerah

Pasal 31

Strategi peningkatan daya saing daya tarik wisata diwujudkan dalam bentuk

pengembangan kualitas dan keragaman usaha daya tarik wisata sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 30 huruf a meliputi :

a. Mengembangkan manajemen atraksi termasuk manajemen berbasis

konservasi (alam dan budaya dengan keterlibatan masyarakat di dalamnya);

b. Mengembangkan, melengkapi dan memperbaiki kualitas interpretasi daya tarik

wisata;

c. Menguatkan kualitas produk wisata;dan

Page 102: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

97

d. Meningkatkan pengemasan produk wisata dan diversitas keragaman paket-

paket produk wisata.

Pasal 32

Startegi Peningkatan daya saing fasilitas pariwisata diwujudkan dalam bentuk

pengembangan kapasitas dan kualitas fungsi dan layanan fasilitas pariwisata yang

memenuhi standar internasional dan mengangkat unsur keunikan dan kekhasan

localsebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf b meliputi :

a. Mendorong dan memfasilitasi penerapan meningkatkan standardisasi dan

sertifikasi usaha pariwisata melalui penyiapan perangkat-perangkatnya;

b. Mengembangkan skema fasilitasi untuk mendorong pertumbuhan usaha

pariwisata skala usaha mikro, kecil dan menengah; dan

c. Memberikan insentif untuk menggunakan produk dan tema yang memiliki

keunikan dan kekhasan lokal.

Pasal 33

Startegi pengembangan kemitraan usaha pariwisata diwujudkan dalam bentuk

pengembangan skema kerja sama antara Pemerintah, pemerintah daerah, dunia

usaha, dan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf c dilakukan

dengan menguatkan kerja sama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, dunia

usaha, dan masyarakat.

Pasal 34

Strategi penciptaan kredibilitas bisnis diwujudkan dalam bentuk pengembangan

manajemen dan pelayanan usaha pariwisata yang kredibel dan berkualitas serta

bertanggung jawab terhadap lingkungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 30

huruf d meliputi :

a. Menerapkan standardisasi dan sertifikasi usaha pariwisata yang mengacu

pada prinsip-prinsip dan standar internasional dengan mengoptimalkan

pemanfaatan sumber daya lokal;

b. Menerapkan sistem yang aman dan tepercaya dalam transaksi bisnis secara

elektronik;

c. Mendukung penjaminan usaha melalui regulasi dan fasilitasi;

d. Mendorong tumbuhnya ekonomi biru (blue economy) di sepanjang mata

rantai usaha pariwisata; dan

e. Mengembangkan manajemen usaha pariwisata yang peduli terhadap

pelestarian lingkungan dan budaya.

Page 103: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

98

Bagian Kelima

Kebijakan Pembangunan Pemasaran Pariwisata

Pasal 35

Kebijakan pembangunan pemasaran pariwisata sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 12 huruf c meliputi :

a. Pengembangan pasar wisatawan dalam bentuk pemantapan segmen pasar

ekotutis yang bersifat segmen ceruk pasar untuk mengoptimalkan

pengembangan destinasi ekowisata;

b. Pemantapan citra kepariwistaan kabupaten secara berkelanjutan termasuk

peningkatan citra sebagai destinasi pariwisata yang aman, nyaman, dan

berdaya saing;

c. Pengembangan kemitraan pemasaran pariwisata diwujudkan dalam bentuk

pengembangan kemitraan pemasaran yang terpadu, sinergis,

berkesinambungan dan berkelanjutan; dan

d. Penguatan dan perluasan eksistensi promosi di dalam negeri dan luar negeri

Bagian Keenam

Strategi Pembangunan Pemasaran Pariwisata

Pasal 36

Strategi pengembangan pasar wisatawan dalam bentuk pemantapan segmen pasar

ekotutis yang bersifat segmen ceruk pasar untuk mengoptimalkan pengembangan

destinasi ekowisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf a meliputi :

a. Meningkatkan pemasaran dan promosi untuk mendukung penciptaan

destinasi ekowisata;

b. Meningkatkan akselerasi pemasaran dan promosi pada pasar utama, baru,

dan berkembang;

c. Mengembangkan pemasaran dan promosi untuk meningkatkan pertumbuhan

segmen ceruk pasar;

d. Mengembangkan promosi berbasis tema ekowisata; dan

e. Meningkatkan pemasaran wisata konvensi, insentif dan pameran yang

bertemakan ekowisata.

Pasal 37

Strategi pemantapan citra kepariwistaan kabupaten secara berkelanjutan

termasuk peningkatan citra sebagai destinasi pariwisata yang aman, nyaman, dan

berdaya saing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf b meliputi :

Page 104: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

99

a. Meningkatkan dan memantapkan pemosisian citra pariwisata termasuk

pemosisian citra pariwisata di antara para pesaing didasarkan kekuatan

keberadaan TNW sebagai Cagar Biosfer dan ikon utama kepariwisataan

kabupaten yang telah dikenal luas baik secara nasional maupun di dunia

internasional serta kekuatan keanekaragaman hayati lainnya, budaya dan

keramah-tamahan penduduk; dan

b. Meingkatkan promosi dan diplomasi guna mengkomunikasikan bahwa

Wakatobi sebagai destinasi pariwisata yang aman, nyaman, dan berdaya

saing.

Pasal 38

Strategi pengembangan kemitraan pemasaran pariwisata diwujudkan dalam

bentuk pengembangan kemitraan pemasaran yang terpadu, sinergis,

berkesinambungan dan berkelanjutan sebagai dimaksud dalam Pasal 35 huruf c

meliputi :

a. Meningkatkan keterpaduan yang sinergis promosi antar pemangku

kepentingan; dan

b. Mengembangkan berbagai strategi pemasaran berbasis pada pemasaran

yang bertanggung jawab, yang menekankan tanggung jawab terhadap

masyarakat, sumber daya lingkungan dan wisatawan.

Pasal 39

Strategi penguatan dan perluasan eksistensi promosi di dalam negeri dan luar

negerisebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf d meliputi :

a. Akselerasi pembentukan Badan Promosi Pariwisata Daerah dan

mengoptimalkan peran dan fungsi Forum Tata Kelola;

b. Menguatkan dukungan, koordinasi dan sinkronisasi terhadap Badan

Promosi Pariwisata Daerah dan Forum Tata Kelola;

c. Menguatkan fungsi dan peran promosi pariwisata di dalam negeri;dan

d. Menguatkan fungsi dan keberadaan promosi pariwisata di luar negeri

melalui fasilitasi program kemitraan antara pelaku promosi pariwisata

Indonesia di dalam negeri dengan pelaku promosi pariwisata Indonesia yang

berada di luar negeri.

Page 105: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

100

Bagian Ketujuh

Kebijakan Pembangunan Kelembagaan Kepariwisataan

Pasal 40

Kebijakan pembangunan kelembagaan kepariwisataan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 12 huruf d meliputi:

a. Penguatan organisasi kepariwisataan melalui penguatan mekanisme kinerja

organisasi dan penguatan organisasi kepariwisataan yang menangani bidang-

bidang teknis kepariwisataan (pemasaran, industri dan destinasi);

b. Peningkatan kapasitas dan kapabilitas SDM Pariwisata di lingkungan

pemerintah, dunia usaha dan masyarakat; dan

c. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan untuk mendukung

pembangunan kepariwisataan.

Bagian Kedelapan

Strategi Pembangunan Kelembagaan Kepariwisataan

Pasal 41

Strategi penguatan organisasi kepariwisataan melalui penguatan mekanisme

kinerja organisasi dan penguatan organisasi kepariwisataan yang menangani

bidang-bidang teknis kepariwisataan (pemasaran, industri dan destinasi)

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf a meliputi:

a. Menguatkan tata kelola organisasi kepariwisataan dalam struktur

pemerintahan kabupaten;

b. Menguatkan kemampuan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan

program pembangunan kepariwisataan;

c. Menguatkan mekanisme sinkronisasi dan harmonisasi program pembangunan

kepariwisataan baik secara internal SKPD yang membidangi pariwisata

maupun lintas SKPD;

d. Menguatkan struktur dan fungsi organisasi bidang-bidang;

e. Memfasilitasi terbentuknya Badan Promosi Pariwisata Daerah;

f. Menguatkan kemitraan antara Badan Promosi Pariwisata Indonesia atau

Daerah dan Pemerintah atau Pemerintah Daerah dalam pembangunan

kepariwisataan kabupaten;

g. Menguatkan struktur dan fungsi Forum Tata Kelola; dan

h. Menguatkan kemitraan antara Forum Tata Kelola dan Pemerintah atau

Pemerintah Daerah dalam pembangunan kepariwisataan kabupaten.

Page 106: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

101

Pasal 42

Strategi peningkatan kapasitas dan kapabilitas SDM Pariwisata di lingkungan

pemerintah, dunia usaha dan masyarakatsebagaimana dimaksud dalam Pasal 40

huruf b meliputi :

a. Meningkatkan kemampuan dan profesionalitas pegawai bidang

kepariwisataan;

b. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia pengelola pendidikan dan

latihan bidang kepariwisataan;

c. Meningkatkan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang memiliki

sertifikasi kompetensi;

d. Meningkatkan kemampuan kewirausahaan di bidang kepariwisataan

e. Meningkatkan kualitas dan kuantitas lembaga pendidikan kepariwisataan

yang terakreditasi;

f. Mengembangkan lembaga pendidikan bidang kepariwisataan baik di tingkat

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) maupun pendidikan tinggi;dan

g. Mengembangkan lembaga pelatihan dan kursus bidang kepariwisataan.

Pasal 43

Strategi penyelenggaraan penelitian dan pengembangan untuk mendukung

pembangunan kepariwisataansebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf c

meliputi :

a. Meningkatkan penelitian dalam rangka memperkuat pengembangan

desinasi berbasis ekowisata, pemberdayaan masyarakat dan pengembangan

investasi melalui kerjasama dengan perguruan tinggi, LSM, lembaga riset,

TNW dan lembaga-lembaga internasional;dan

b. Meningkatkan penelitian dalam rangka pengembangan daya tarik wisata,

pengembangan pasar baru dan pengembangan produk, pengembangan dan

penguatan citra pariwisata, peningkatan daya saing produk pariwisata,

penguatan industri pariwisata, pengembangan kemitraan usaha pariwisata,

penciptaan kredibilitas bisnis, pengembangan tanggung jawab terhadap

lingkungan, pengembangan organisasi kepariwisataan dan pengembangan

SDM pariwisata.

Page 107: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

102

BAB IV

RENCANA PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN PARIWISATA

Bagian Kesatu

Struktur Perwilayahan Pariwisata

Pasal 44

Struktur perwilayahan pariwisata daerah meliputi:

a. Destinasi Pariwisata Kabupaten ( DPK );

b. Kawasan pengembangan pariwisata (KPP) Daerah;

c. Kawasan Pariwisata (KP) dan Kawasan daya tarik wisata (KDTW); dan

d. Daya tarik wisata (DTW).

Pasal 45

Destinasi pariwisata (DPK) meliputi :

a. DPK Wangi-Wangi dan sekitarnya;

b. DPK Kaledupa dan sekitarnya;

c. DPK Tomia dan sekitarnya; dan

d. DPK Binongko dan sekitarnya.

Pasal 46

Destinasi Pariwisata Kabupaten ( DPK )Wangi-Wangi dan sekitarnya mencakup:

a. Kawasan Pengembangan Pariwisata (KPP) Sombu – Waha dan sekitarnya;

b. Kawasan Pengembangan Pariwisata (KPP) Patuno dan sekitarnya;

c. Kawasan Pengembangan Pariwisata (KPP) Kota Wangi-Wangi dan sekitarnya;

d. Kawasan Pengembangan Pariwisata (KPP) Liya Togo dan sekitarnya;

e. Kawasan Pengembangan Pariwisata (KPP) Kapota Tolo dan sekitarnya; dan

f. Kawasan Pengembangan Pariwisata (KPP) Tindoi dan sekitarnya.

Page 108: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

103

Pasal 47

Destinasi Pariwisata Kabupaten (DPK) Kaledupa dan sekitarnya mencakup:

a. Kawasan Pengembangan Pariwisata (KPP) Pulau Hoga dan sekitarnya;

b. Kawasan Pengembangan Pariwisata (KPP) Sambano dan sekitarnya;

c. Kawasan Pengembangan Pariwisata (KPP) Pajam dan sekitarnya

d. Kawasan Pengembangan Pariwisata (KPP) Langge dan sekitarnya

e. Kawasan Pengembangan Pariwisata (KPP)Ambeua dan sekitarnya

Pasal 48

Destinasi Pariwisata Kabupaten (DPK) Tomia dan sekitarnya mencakup:

a. Kawasan Pengembangan Pariwisata (KPP) Pulau Tolandono dan sekitarnya;

b. Kawasan Pengembangan Pariwisata (KPP) Waha dan sekitarnya;

c. Kawasan Pengembangan Pariwisata (KPP) Kulati dan sekitarnya; dan

d. Kawasan Pengembangan Pariwisata (KPP) Puncak Kahianga dan sekitarnya.

Pasal 49

Destinasi Pariwisata Kabupaten (DPK) Binongko dan sekitarna mencakup:

a. Kawasan Pengembangan Pariwisata (KPP) Runduma dan sekitarnya

b. Kawasan Pengembangan Pariwisata (KPP) Wali dan sekitarnya; dan

c. Kawasan Pengembangan Pariwisata (KPP) Popalia dan sekitarnya.

Pasal 50

(1) Struktur pelayanan pariwisata kabupaten terdiri atas:

a. Pusat pelayanan primer;

b. Pusat pelayanan sekunder;

c. Pusat pelayanan tersier; dan

d. Sistem jaringan aksesibilitas.

(2) Pusat pelayanan primersebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai kawasan

perkotaan yang memiliki fasilitas pelayanan utama terhadap fungsi

kepariwisataan Kabupaten Wakatobi. Pusat Pelayanan Primer berada di

Kawasan Perkotaan Wangi-Wangi, meliputi Kawasan Perkotaan Wanci dan

Mandati.

Page 109: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

104

(3) Pusat pelayanan sekunder sebagaimana dmaksud pada ayat (1) merupakan

kawasan perkotaan yang memiliki fasilitas pelayanan pendukung untuk

fungsi kepariwisataan Kabupaten Wakatobi. Pusat Pelayanan Sekunder

tersebar di masing-masing pulau utama selain Pulau Wangi-Wangi yaitu

Perkotaan Ambeua di Pulau Kaledupa, Perkotaan Waha di Pulau Tomia dan

Perkotaan Rukuwa di Pulau Binongko.

(4) Pusat pelayanan tersier sebagaimana dimaksud pada ayat (1)merupakan pos

pelayanan wisata yang mendukung Pusat Pelayanan Sekunder. Pusat

Pelayanan Tersier berada di Kapota, Sambano, Pulau Hoga, Langge, Kulati,

Usuku, Bente dan Popalia.

(5) Sistem jaringan aksesibilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)merupakan

pintu gerbang utama kepariwisataan Wakatobi bertumpu pada peningkatan

prasarana transportasi udara dan prasarana transportasi laut.Prasarana

transportasi udara adalah Bandara Matahara yang didukung oleh

pengembangan kapasitas dan fungsi Bandara Maranggo di Tomia Timur.

Prasarana transportasi laut sebagai pintu gerbang utama kedatangan

wisatawan yaitu Pelabuhan Pangulubelo Wangi-Wangi, Pelabuhan

Penyeberangan Wangi-Wangi dan pengembangan marina/pelabuhan

pariwisata di Wangi-Wangi.

Bagian Kedua

Rencana Kawasan Pengembangan Pariwisata

Pasal 51

Tema pengembangan produk wisata kabupaten adalah:

a. Kawasan Pengembangan Pariwisata (KPP) Sombu – Waha dan sekitarnya

dikembangkan untuk wisata pantai;

b. Kawasan Pengembangan Pariwisata (KPP) Patuno dan sekitarnya

dikembangkan Daya dikembangkan wisata pantai dan taman bawah laut.

c. Kawasan Pengembangan Pariwisata (KPP) Kota Wangi-Wangi dan

sekitarnyapengembangan pariwisata perkotaan dengan mengandalkan potensi

daya tarik di sekitar pelabuhan, marina dan water front city yang ditunjang

oleh pengembangan kuliner. Pengembangan fasilitas pariwisata diarahkan

pada akomodasi kelas menengah ke bawah, fasilitas wisata bahari, informasi

pariwisata, toko/pasar seniserta pusat pergelaran seni dan pameran.

Page 110: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

105

d. Kawasan Pengembangan Pariwisata (KPP) Liya Togo dan sekitarnya

pengembangannya diarahkan sebagai desa wisata berbasis budaya yang

dilengkapi dengan fasilitas pariwisata seperti akomodasi pariwisata yang dapat

dikelola masyarakat seperti homestay dan pondok wisata.

e. Kawasan Pengembangan Pariwisata (KPP) Kapota Tolo dan sekitarnya;

Pengembangan KPP ini bertemakan wisata pulau kecil dengan suasana

perdesaan dan lingkungan alamnya yang masih asri.

f. Kawasan Pengembangan Pariwisata (KPP) Tindoi dan sekitarnya;

Pengembangan KPP ini diarahkan pada ekowisata terestrial (wana wisata),

landskap, agrowisata, dan adventure tourism.

g. KPP Pulau Hoga dan sekitarnya sebagai kawasan pengembangan pariwisata

terbatas berbasis ekowisata.

h. KPP Sambano dan sekitarnya; KPP ini dikembangkan dengan tema wisata

pantai yang didukung oleh beberapa daya tarik wisata bahari dan telaga alam.

Pengembangan fasilitas pariwisata khususnya akomodasi pariwisata dapat

diarahkan pada pengembangan hotel berkelas.

i. KPP Pajam dan sekitarnya; Tema pengembangan kawasan pengembangan

pariwisata ini adalah wisata budaya dan landscape.

j. KPP Langge dan sekitarnya; KPP ini diarahkan pada pengembangan tema

ekowisata mangrove dan petualangan pulau-pulau kecil di Pulau Darawa dan

pulau-pulau kecil sekitarnya.

k. KPP Ambeua dan sekitarnya; KPP ini diarahkan pada pengembangan tema

wisata budaya dan wisata perdesaan. Pengembangan wisata perdesaan ini

sangat kuat diintegrasikan dengan sektor pertanian dan kerajinan rumah

tangga.

l. KPP Pulau Tolandono dan sekitarnya; KPP ini merupakan kawasan yang telah

berkembang sebagai dive resort. Tema khusus ini tetap dipertahankan dalam

pengembangannya.

m. KPP Waha dan sekitarnya; KPP ini merupakan perpaduan pengembangan

pariwisata perkotaan Waha dengan panorama bentang pesisir pantai bertebing

di sekitar Waitii Barat, Woha dan Kolosoha. KPP ini mempunyai keterkaitan

erat dengan pengembangan daya tarik Benteng Patuha yang diarahkan sebagai

salah satu pusat pengembangan kebudayaan Wakatobi.

n. KPP Kulati dan sekitarnya; KPP ini dikembangkan dengan tema khusus desa

wisata yang didukung oleh keindahan alam pantai, bawah laut dan tebing-

Page 111: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

106

tebing pantai berpanorama indah di wilayah Huntete. Pada KPP ini dapat

diarahkan pula bagi pengembangan resort pantai berkualitas tinggi.

Pengembangan lebih eksklusif dengan fasilitas hotel berbintang.

o. KPP Puncak Kahianga dan sekitarnya KPP ini diarahkan pengembangannya

dengan tema wisata panorama dengan mengandalkan keindahan alam puncak

Kahingga dengan pandangan 360o. Pengembangan wisata panorama ini

dipadukan dengan wisata budaya dan perdesaan.

p. KPP Runduma dan sekitarnya; KPP ini diarahkan pengembangannya sebagai

wisata pesisir pantai, terutama pengembangan Pantai Palahidu yang

diintegrasikan dengan wisata budaya.

q. KPP Wali dan sekitarnya; KPP ini diarahkan pengembangannya dengan tema

desa wisata berbasis budaya dengan fasilitas akomodasi pariwisata setingkat

homestay dan pondok wisata.

r. KPP Popalia dan sekitarnya; KPP ini diarahkan pengembangannya dengan

tema wisata petualangan bahari dan resort berkelas.

Pasal 52

(1) Jenis wisata unggulan yang dikembangkan di kawasan strategis pariwisata

adalah:

a. KSP Matahora dan sekitarnya mengembangkan wisata alam, wisata

budaya dan buatan;

b. KSP Kapota mengembangkan produk wisata pulau kecil, wisata

bahari,pantai,lingkungan alam daratan, telaga dan perdesaan dengan

beberapa peninggalan sejarah;

c. KSP Hoga dan sekitarnya mengembangkan panorama bawah laut.

d. KSP Tolandono mengembangkan wisata pantai dan laut;

e. KSP Huntete mengembangkan wisata pantai Huntete; dan

f. KSP Palahidu mengembangkan wisatalaut dan pantai Palahidu.

(2) Jenis wisata pendukung yang dikembangkan di kawasan strategis pariwisata

antara lain:

a. KSP Matahora dan sekitarnya mengembangkan Goa alam,Hutan Puncan

dan hutan mangrove;

b. KSP Hoga dan sekitarnya mengembangkan beberapa goa alam dengan

stalakmik dan telaga.

c. KSP Tolandono mengembangkan wisata terumbu karang yang indah dan

ikan karang yang beraneka ragam, dan wista diving;

Page 112: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

107

d. KSP Huntete mengembangkan wisata puncak Kahianga Goa pinggir laut;

dan

e. KSP Palahidu mengembangkan wisata budaya dan buatan.

Pasal 53

Target pasar wisatawan pariwisata kabupaten adalah wisatawan berkualitas baik

wisatawan mancanegara maupun wisatawan domestik.

Pasal 54

Peningkatan kualitas daya tarik wisata dilakukan melalui:

a. pembangunan dan perbaikan fasilitas pendukung yang berstandar

internasional dengan memperhatikan aspek konservasi alam dan budaya serta

daya dukung lingkungan;

b. peningkatan tata kelola, kompetensi sumber daya manusia, dan peranserta

masyarakat setempat; dan

c. revitalisasi potensi budaya lokal.

Pasal 55

Pengembangan fasilitas pariwisata kabupaten dilakukan dengan:

a. selektif dan terbatas dengan prioritas pengembangan usaha kecil dan

menengah;

b. mempertimbangkan daya dukung (carrying capacity); dan

c. menciptakan iklim persaingan usaha pariwisata yang kondusif untuk

keberlanjutan usaha pariwisata.

Bagian Ketiga

Rencana Kawasan Strategis Pariwisata

Pasal 56

(1) Kawasan Strategis Pariwisata (KSP) Kabupaten adalah kawasan yang memiliki

fungsi utama pariwisata atau memiliki potensi untuk pengembangan

pariwisata kabupaten yang mempunyai pengaruh penting dalam satu atau

lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pemberdayaan

sumber daya alam, daya dukung lingkungan hidup, serta pertahanan dan

keamanan.

(2) Berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan

6(enam) Kawasan strategisnPariwisata terdiri atas :

Page 113: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

108

a. KSP Matahora dan sekitarnya;

b. KSP Kapota dan sekitarnya;

c. KSP Hoga dan sekitarnya;

d. KSP Tolandono dan sekitarnya

e. KSP Huntete dan sekitarnya; dan

f. KSP Polahidu dan sekitarnya.

BAB V

RENCANA PROGRAM PEMBANGUNAN PARIWISATA

Bagian Kesatu

Program Pembangunan Destinasi Pariwisata

Pasal 57

(1)Program pembangunan destinasi pariwisata daerah meliputi:

a. Pengembangan struktur kepariwisataan dan perwilayahan destinasi

pariwisata yang mempunyai keterpaduan yang kuat dengan pengembangan

sektor-sektor terkait;

b. Pemantapan, penataan dan perintisan daya tarik wisata alam, daya tarik

wisata budaya dan daya tarik wisata buatan yang berdaya saing;

c. Peningkatan keterpaduan pengembangan daya tarik wisata alam, budaya

dan buatan;

d. Pengembangan dan peningkatan prasarana transportasi untuk menunjang

pergerakan internal dan konektivitas antar daya tarik wisata di dalam

wilayah kabupaten;

e. Pengembangan dan peningkatan konektivitas antara destinasi pariwisata dengan asal wisatawan dan dengan pintu gerbang pariwisata nasional dan/atau regional serta konektivitas dengan destinasi hinterland khususnya di Provinsi Sultra;

f. Pengembangan dan peningkatan kemudahan akses dan pergerakan wisatawan secara internal dan eksternal serta kenyamanan dan keamanan pergerakan wisatawan;

g. Pengembangan dan peningkatan prasarana umum yang mendukung pertumbuhan, peningkatan kualitas dan daya saing kepariwisataan kabupaten;

h. Pengembangan fasilitas akomodasi pariwisata untuk mendukung

peningkatan investasi pariwisata;

i. Pengembangan fasilitas pariwisata untuk mendukung pemberdayaan

masyarakat dan bertumbuhnya usaha kecil dan mikro;

j. Pengembangan fasilitas daya tarik wisata yang berkualitas dan berdaya

saing;

Page 114: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

109

k. Pengembangan potensi, kapasitas dan partisipasi masyarakat dalam kepariwisataan termasuk pengembangan usaha produktif di bidang

pariwisata; l. Pengembangan dan penguatan kemitraan rantai nilai antar usaha antar

usaha pariwisata dan antara usaha pariwisata dengan usaha sektor terkait; m. Peningkatan akses dan dukungan permodalan serta perluasan akses pasar

terhadap produk industri kecil dan kerajinan dan usaha pariwisata skala usaha mikro dan kecil;

n. Peningkatan kesadaran, peran, motivasi dan kemampuan masyarakat serta

pemangku kepentingan terkait; dan

o. Peningkatan kemudahan dan pemberian insentif investasi di bidang pariwisata sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan serta menggalakkan promosi investasi.

(2) Program pembangunan destinasi pariwisata Daerah sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I, dan merupakan bagian tidak

terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua

Program Pembangunan Industri Pariwisata

Pasal 58

(1) Program pembangunan industri pariwisata Daerah meliputi:

a. Peningkatan daya saing fasilitas pariwisata diwujudkan dalam bentuk

pengembangan kapasitas dan kualitas fungsi dan layanan fasilitas

pariwisata yang memenuhi standar internasional dan mengangkat unsur

keunikan dan kekhasan lokal;

b. Pengembangan kemitraan usaha pariwisata diwujudkan dalam bentuk

pengembangan skema kerja sama antara Pemerintah, pemerintah daerah,

dunia usaha, dan masyarakat;

c. Penciptaan kredibilitas bisnis diwujudkan dalam bentuk pengembangan

manajemen dan pelayanan usaha pariwisata yang kredibel dan

berkualitas serta bertanggung jawab terhadap lingkungan;dan

d. Peningkatan daya saing daya tarik wisata diwujudkan dalam bentuk

pengembangan kualitas dan keragaman usaha daya tarik wisata.

(2) Program pembangunan industri pariwisata Daerah sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I dan merupakan bagian tidak

terpisahkan dari Peraturan Daerah ini

Page 115: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

110

Bagian Ketiga

Program Pembangunan Pemasaran Pariwisata

Pasal 59

(1) Program pembangunan pemasaran pariwisata meliputi:

a. Pengembangan pasar wisatawan dalam bentuk pemantapan segmen pasar

ekotutis yang bersifat segmen ceruk pasar untuk mengoptimalkan

pengembangan destinasi ekowisata;

b. Pemantapan citra kepariwistaan kabupaten secara berkelanjutan termasuk

peningkatan citra sebagai destinasi pariwisata yang aman, nyaman, dan

berdaya saing;

c. Pengembangan kemitraan pemasaran pariwisata diwujudkan dalam bentuk

pengembangan kemitraan pemasaran yang terpadu, sinergis,

berkesinambungan dan berkelanjutan;dan

d. Penguatan dan perluasan eksistensi promosi di dalam negeri dan luar

negeri.

(2) Program pembangunan pemasaran pariwisata Daerah sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran. I dan merupakan bagian tidak

terpisahkan dari Peraturan Daerah ini

Bagian Keempat

Program Pembangunan Kelembagaan pariwisata

Pasal 60

(1) Program pembangunan industri pariwisata daerah meliputi:

a. Penguatan organisasi kepariwisataan melalui penguatan mekanisme kinerja

organisasi dan penguatan organisasi kepariwisataan yang menangani

bidang-bidang teknis kepariwisataan (pemasaran, industri dan destinasi);

b. Peningkatan kapasitas dan kapabilitas SDM Pariwisata di lingkungan

pemerintah, dunia usaha dan masyarakat;dan

c. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan untuk mendukung pembangunan kepariwisataan.

(2) Program pembangunan pemasaran pariwisata Daerah sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran.I dan merupakan bagian tidak

terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Page 116: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

111

BAB VI

INDIKASI PROGRAM PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH

Pasal 61

(1) Indikasi program pembangunan kepariwisataan daerah dilaksanakan sesuai

dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah, Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah, dan Rencana Pembangunan Jangka

Pendek.

(2) Dalam pelaksanaan indikasi program pembangunan kepariwisataan daerah

sebagaimana dimaksud pada ayat (1),Satuan Kerja Perangkat Daerah yang

membidangi urusan kepariwisataansebagai penanggungjawab didukung oleh

instansi terkait, dan dapat didukung oleh dunia usaha dan masyarakat.

(3) Indikasi program pembangunan kepariwisataan Daerah sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) rinciannya dilampirkan dalam lampiran I yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

BAB VII

PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

Pasal 62

(1) Pemerintah Daerah melakukan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan

RIPPARDA.

(2) Pengawasan dan pengendalian dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

BAB X

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 63

(1) Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Page 117: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

112

(2) Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan

Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten

Wakatobi

Ditetapkan di Wakatobi pada

tanggal........

BUPATI WAKATOBI

TTD

...........................

Diundangkan di Wakatobi pada tanggal ......

SRKRETARIS DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

TTD

..........................

Page 118: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

113

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

NOMOR : …………………..

TENTANG

RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH

TAHUN 2016-2025

I. UMUM

Mengacu pada Pasal 8 UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan bahwa

Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan merupakan bagian integral dari

Rencana Pembangunan Jangka Panjang maka Rencana Induk Pembangunan

Kepariwisataan Kabupaten Wakatobi sesuai dengan jangka waktu RPJPD

Kabupaten Wakatobi yaitu sampai tahun 2025.

Dalam pembangunan kepariwisataan Kabupaten Wakatobi dikembangnkan

berdasarkan prinsip-prinsip; berkelanjutan, keterpaduan, akselerasi, konsistensi

dan kesinambungan, kepastian hukum, kemitraan, berbasis ilmiah dan ilmu

pengetahuan, partisipasi masyarakat, membangun kapasitas

lokal,keterbukaan,adil dan merata,kekeluargaan,demokratis,keseimbangan, dan

akuntabilitas.

Page 119: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

114

II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas

Pasal 2

Cukup jelas

Pasal 3

Cukup jelas

Pasal 4

Cukup jelas.

Pasal 5

Cukup jelas

Pasal 6

Yang dimaksud dengan keunggulan banding adalah…

Pasal 7

Cukup jelas

Pasal 8

Yang dimaksud dengan Ecotourism adalah …

Yang dimaksud dengan natural area adalah…

Pasal 9

Cukup jelas

Pasal 10

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Cukup jelas.

Pasal 11

Cukup jelas

Page 120: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

115

Pasal 12

Cukup jelas

Pasal 13

Cukup jelas

Pasal 14

Cukup jelas

Pasal 15

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Cukup jelas

Ayat (3) Cukup j elas

Ayat (4) Yang dimaksud dengan warisam budaya termasuk didalamnya

situs atau cagar budaya dan peninggalan sejarah.

Ayat (5) Cuku jelas

Ayat (6) Cukup jelas

Ayat (7) Cukup jelas

Ayat (8) Cukup jelas.

Pasal 16

Cukup jelas

Pasal 17

Cukup jelas

Pasal 18

Cukup jelas

Page 121: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

116

Pasal 19

Cukup jelas

Pasal 20

Cukup jelas

Pasal 21

Cukup jelas

Pasal 22

Cukup jelas

Pasal 23

Cukup jelas

Pasal 24

Cukup jelas

Pasal 25

Cukup jelas

Pasal 26

Cukup jelas

Pasal 27

Cukup jelas

Pasal 28

Cukup jelas

Pasal 29

Cukup jelas

Pasal 30

Cukup jelas

Pasal 31

Cukup jelas

Page 122: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

117

Pasal 32

Cukup jelas

Pasal 33

Cukup jelas

Pasal 34

Cukup jelas

Pasal 35

Cukup jelas

Pasal 36

Cukup jelas

Pasal 37

Cukup jelas

Pasal 38

Cukup jelas

Pasal 39

Cukup jelas

Pasal 40

Cukup jelas

Pasal 41

Cukup jelas

Pasal 42

Cukup jelas

Page 123: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

118

Pasal 43

Cukup jelas

Pasal 44

Cukup jelas

Pasal 45

Cukup jelas

Pasal 46

Cukup jelas

Pasal 47

Cukup jelas

Pasal 48

Cukup jelas

Pasal 49

Cukup jelas

Pasal 50

Cukup jelas

Pasal 51

Cukup jelas

Pasal 52

Ayat (1) Cukup jelas

Page 124: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

119

Ayat (2) Cukup jelas

Pasal 53

Cukup jelas

Pasal 54

Cukup jelas

Pasal 55

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Cukup jelas

Pasal 56

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Cukup jelas

Pasal 57

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Cukup jelas

Pasal 58

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Cukup jelas

Pasal 59

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Cukup jelas

Pasal 60

Ayat (1) Cukup jelas

Page 125: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

120

Ayat (2) Cukup jelas

Pasal 61

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Cukup jelas

Ayat (30 Cukup jelas

Pasal 62

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Cukup jelas

Pasal 63

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR .....

Page 126: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

121

Page 127: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

122

Page 128: NASKAH AKADEMIS RANCANGAN PERATURAN …erepo.unud.ac.id/2445/1/2753c948c489a04cf3a88ad6c98dffc6.pdf · naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada pada isu

123