makalah remed dinna edit
TRANSCRIPT
MAKALAH
KARSINOGENESIS
KARSINOMA NASOFARING
Disusun Oleh :
PRISA DWICAHMI
I11111010
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURAN
TAHUN 2012
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan sebuah makalah berjudul
“Karsinogenesis Karsinoma Nasofaring”.
Pembuatan makalah ini berguna untuk memenuhi tugas remedial Modul
Biologi Molekuler dalam semester genap pada program studi Pendidikan Dokter
Universitas Tanjungpura.
Pada proses penulisan makalah ini, penulis banyak mendapatkan bantuan
berupa dorongan dari semua pihak, maka pada kesempatan ini tak lupa penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. dr. Delima Fajar Liana, selaku koordinator penanggung jawab modul.
2. Orang tua penulis yang selalu memberi semangat dan doa dari jauh.
3. Teman-teman penulis yang telah memberi banyak saran dan dorongan.
4. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari sebagai manusia biasa, tentu tak luput dari kesalahan
dan kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun atas makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua. Amin.
Pontianak, 6 Juni 2012
Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER................................................................................................................ i
KATA PENGANTAR......................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang................................................................................... 1
1.2 Tujuan................................................................................................ 2
1.3 Manfaat.............................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 3
2.1 Penyebab Kanker............................................................................... 3
2.2 Karsinogenesis................................................................................... 4
2.3 Onkogen dan Proto-Onkogen............................................................ 5
2.4 Virus Epstein Barr............................................................................. 6
2.5 Karsinoma Nasofaring....................................................................... 7
2.5.1 Definisi...................................................................................... 7
2.5.2 Epidemiologi............................................................................. 8
2.4.3 Klasifikasi................................................................................. 8
2.3.4 Epidologi................................................................................... 8
2.3.5 Mekanisme Molekuler Terjadinya Karsinoma Nasofaring....... 9
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN............................................................. 11
iii
3.1 Kesimpulan........................................................................................ 11
3.2 Saran.................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 12
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Kanker adalah istilah yang berlaku untuk sekelompok penyakit dimana
sel tidak responsif terhadap pengendalian pertumbuhan yang normal. Sebuah
sel yang membelah secara abnormal akhirnya akan membentuk suatu massa
yang disebut tumor. Perbedaan tumor jinak dan kanker adalah sel kanker
dapat menginvasi jaringan di sekitarnya. Sel kanker juga dapat beranak sebar
(bermetastasis), terpisah dari massa yang sedang tumbuh dan berpindah
tempat, malalui darah atau limfe, ke organ yang tidak terkait, dimana sel
tersebut membentuk pertumbuhan sel kanker yang baru.
Karsinogenesis merupakan proses perubahan menjadi kanker, proses ini
melalui tahapan yang disebut sebagai multistep carsinogenesis. Proses
karsinogenesis secara bertahap diawali dengan proses inisiasi, dilanjutkan
dengan promosi dan berlanjut dengan progresi dari sel normal menjadi sel
kanker atau malignant cell.
Kerusakan genetik merupakan “jantung” karsinogenesis. Teridentifikasi
tiga golongan agen karsinogenik (karsinogen): (1)zat kimia, (2)energi radiasi
(3)mikroba. Zat kimia dan radiasi energi sudah terbukti merupakan penyebab
kanker pada manusia, dan virus onkogenik berperan pada patogenesis tumor
beberapa model hewan dan paling sedikit beberapa tumor manusia.
Karsinoma nasofaring disebabkan oleh multifaktor. Sampai sekarang
penyebab pastinya belum jelas. Faktor yang berperan terhadap terjadinya
karsinoma nasofaring adalah faktor makanan seperti mengkonsumsi ikan
asin, sedikit memakan sayur dan buah segar. Faktor lain adalah non makanan
seperti debu, asap rokok, uap zat kimia, asap kayu bakar dan asap dupa
(kemenyan). Faktor genetik juga dapat mempengaruhi terjadinya karsinoma
nasofaring. Selain itu terbukti juga infeksi virus Epstein-Barr dapat
menyebabkan karsinoma nasofaring. Hal ini dapat dibuktikan dengan
1
dijumpai adanya keberadaan protein-protein laten pada penderita karsinoma
nasofaring. Pada penderita ini sel yang terinfeksi oleh EBV akan
menghasilkan protein tertentu yang berfungsi untuk proses proliferasi dan
mempertahankan kelangsungan virus di dalam sel host. Protein laten ini dapat
dipakai sebagai petanda (marker) dalam mendiagnosa karsinoma nasofaring,
yaitu EBNA-1 dan LMP-1, LMP- 2A dan LMP-2B. Hal ini dibuktikan
dengan ditemukannya pada 50% serum penderita karsinoma nasofaring
LMP-1 sedangkan EBNA-1 dijumpai di dalam serum semua pasien
karsinoma nasofaring. Selain itu dibuktikan oleh hasil penelitian Khrisna dkk
(2004) terhadap suku Indian asli bahwa EBV DNA di dalam serum penderita
karsinoma nasofaring dapat dipakai sebagai biomarker pada karsinoma
nasofaring primer.
1.2. TUJUAN
I. Mengetahui secara umum Mekanisme Karsinogenesis.
II. Mengetahui secara khusus mekanisme molekuler terjadinya Karsinoma
Nasofaring.
1.3. MANFAAT
I. Memperoleh pengetahuan mengenai karsinogenesis dari karsinoma
Nasofaring.
II. Dapat menjadi alternatif sumber pustaka bagi mahasiswa lainnya dan
masayarakat luas mengenai Karsinogenesis Karsinoma Nasofaring
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penyebab Kanker
Hubungan antara agen penyebab dan kanker belum ditemukan sampai
akhir tahun 1770-an. Salah satu yang pertama kali diajukan adalah oleh Sir
Percival Pott, yang mengamati bahwa jelaga cerobong asap merupakan
penyebab kanker skrotum yang mengenai pembersih cerobong asap di
London. Pada waktu yang hampir bersamaan, diketahui adanya hubungan
tembakau sedotan dengan kanker hidung dan merokok dengan pipa dengan
kanker bibir.
Seiring dengan makin panjangnya daftar karsinogen kimia (senyawa
yang menyebabkan kanker), hubungan kanker dengan agen lain, terutama
radiasi dan virus, diketahui pada awal abad ke-20. Kecendrungan herediter
untuk terjangkit kanker juga diketahui, dan sering dilihat kelainan kromosom
apabila dilakukan pemeriksaan kanker di bawah mikroskop cahaya.
Setelah dipastikan bahan genetik adalah DNA pada tahun 1940-an,
ditemukan bahwa DNA adalah sasaran utama di dalam sel bagi karsinogen
kimia dan radiasi agen-agen ini menyebabkan kerusakan DNA, merubah
struktur basa atau menyebabkan putusnya untai DNA. Walaupun mekanisme
perbaikan DNA dapat memperbaiki bagian-bagian DNA yang rusak, namun
apabila kerusakan tidak diperbaiki dengan benar atau apabila tidak diperbaiki
sebelum terjadi replikasi, maka dapat timbul mutasi. Apabila mutasi terjadi di
gen yang mengontrol pertumbuhan perkembangan, sel dapat mulai
berkembang biak secara abnormal dan tumbuh menjadi kanker.
Para ilmuwan mulai mengidentifikasi gen yang terlibat dalam
pertumbuhan dan perkembangan yang normal sewaktu mereka menggunakan
teknik DNA rekombinan untuk mempelajari virus penyebab kanker. Selama
3
beberapa tahun terakhir, penelitian ini memberikan gambaran yang lebih jelas
mengenai kanker.
Virus yang menimbulkan tumor (virus tumor) mengandung gen yang
dapat menyebabkan sel yang terinfeksi tumbuh secara abnormal. Gen virus
ini serupa dengan gen yang mengontrol pertumbuhan dan perkembangan sel.
2.2. Karsinogenesis
Karsinogenesis dimulai dari kerusakan genetik yang tidak mematikan
(mutasi) yang diperoleh akibat kerja agen lingkungan (missal, radiasi, kimia,
virus) pada sel somatic atau dari kuman yang diturunkan.
Terdapat empat golongan gen yang memainkan peranan penting dalam
mengatur sinyal mekanisme faktor pertumbuhan dan siklus sel, yaitu:
protoonkogen, gen supresi tumor, gen yang mengatur apoptosis, dan gen
yang memperbaiki DNA. Keempat gen tersebut merupakan target utama
kerusakan genetik pada karsinogenesis. Sel-sel kanker menunjukkan sifat
antisocial yang mengizinkan sel-sel kanker tersebut untuk tidak
memperdulikan faktor pertumbuhan istimewa dari komunitas sel-sel,
sehingga berproliferasi secara tidak normal atau gagal merespons untuk
memperbaiki kerusakan DNA atau sinyal apoptosis.
Multistep Karsinogenesis
Model klasik karsinogenesis membagi proses menjadi 3 tahap: inisiasi,
promosi, dan progresi. Inisiasi adalah proses yang melibatkan mutasi genetic
yang menjadi permanen dalam DNA sel.
Promosi adalah suatu tahap ketika sel mulai berproliferasi. Hormon
sering menjadi promotor yang merangsang pertumbuhan. Misalnya, estrogen
dapat merangsang pertumbuhan kanker payudara atu ovarium, dan
testosteron adalah faktor pertumbuhan kanker prostat. Beberapa sel kanker
dapat membuat faktor pertumbuhannya sendiri dan tidak membutuhkan tanda
eksternal. Klon sel yang tidak stabil dan mengalami inisiasi, dipaksa untuk
4
berproliferasi dan menjalani mutasi tambahan sehingga akhirnya berkembang
menjadi suatu tumor ganas.
Progresi adalah suatu tahap ketika klon sel mutan mendapatkan satu
atau lebih karakteristik neoplasma ganas seiring berkembangnya tumor, sel
menjadi lebih heterogen akibat mutasi tambahan. Beberapa subklon ini dapat
memperlihatkan perilaku ganas yang lebih agresif atau lebih mampu untuk
menghindari serangan oleh sitem imun pasien. Selama stadium progresif,
massa tumor yang meluas mendapat lebih banyak perubahan yang
memungkinkan tumor menginvasi jaringan yang berdekatan, membentuk
pasokan darahnya sendiri(angiogenesis), masuk(penetrasi), ke pembuluh
darah, dan bermigrasi ke bagian tubuh lainyang letaknya
berjauhan(metastasis) untuk membentuk tumor sekunder.
2.3. Onkogen dan Proto-Onkogen
Penelitian terhadap virus-virus tumor menghasilkan penemuan dari gen-
gen penyebab kanker yang disebut onkogen (oncogene, dari kata Yunani
onco, tumor) pada beberapa retrovirus tertentu. Setelah itu, gen-gen serupa
yang mirip dengan onkogen-onkogen ini ditemukan pada genom-genom
manusia dan hewan-hewan lain. Versi normal dari gen-gen selular itu,
disebut proto-onkogen, mengkodekan protein-protein yang merangsang
pertumbuhan dan pembelahan sel normal.
Secara umum, onkogen muncul dari perubahan genetik yang
menyebabkan peningkatan jumlah produk protein proto-onkogen atau
peningkatan aktivitas intrinsik setiap molekul protein. Perubahan-perubahan
genetik yang mengubah proto-onkogen menjadi onkogen digolongkan ke
dalam tiga kategori: pergerakan DNA dalam genom, amplifikasi proto-
onkogen, dan mutasi-mutasi titik dalam unsur kontrol atau dalam proto-
onkogen iru sendiri.
5
Sel-sel kanker seringkali ditemukan mengandung kromosom-kromosom
yang pernah patah dan digabungkan lagi secara tidak benar, sehingga
fragmen-fragmen tertranslokasi dari satu kromosom ke kromosom lain. Jika
proto-onkogen yang tertranslokasi menjadi berada di dekat promoter (atau
unsur kontrol lain) yang sangat aktif, transkripsi gen tersebut mungkin
meningkat, sehingga menjadi onkogen. Tipe perubahan genetic utama kedua,
amplifikasi, meningkatkan jumlah salinan proto-onkogen dalam sel.
Kemungkinan ketiga adalah mutasi titik pada (1) promoter atau enhanser
yang mengontrol proto-onkogen, menyebabkan peningkatan ekspresi gen
tersebut, atau (2) pada sekuens pengode, mengubah produk gen menjadi
protein yang lebih aktif atau lebih resisten terhadap degradasi daripada
protein normal. Semua mekanisme ini dapat menyebabkan perangsangan
abnormal dari siklus sel dan menempatkan sel sel dalam jalur menuju kanker
ganas.
2.4. Virus Epstein Barr
Virus Epstein-Barr (EBV), juga disebut Human herpes virus 4 (HHV-
4), adalah suatu virus dari keluarga herpes (yang termasuk Virus herpes
simpleks dan Cytomegalovirus),yang merupakan salah satu virus-virus paling
umum di dalam manusia. Banyak orang yang terkena infeksi EBV, yang
sering asymptomatic tetapi biasanya penyakit akibat radang yang cepat
menyebar. EBV dinamai menurut Mikhael Epstein dan Yvonne Barr, yang
bersama-sama dengan Bert Achong, memukan virus tahun 1964.
EBV adalah suatu virus herpes yang replikat-replikat utamanya ada di
beta-lymphocytes tetapi juga ada di dalam sel epitelium kerongkongan dan
saluran parotid. Penyebaran infeksi ini biasanya melalui air liur, dan masa
inkubasinya adalah empat-delapan minggu. Untuk infeksi akut, antibodi
heterophile yaitu dengan melekatkan eritrosit domba yang dihasilkan. Proses
ini merupakan dasar pembentukan perpaduan getah Monospot cepat Antibodi
kepada antigen kapsid viral (yaitu., VCA-IGG dan VCA-IgM) dihasilkan
sedikit lebih cepat dari antobodi heterophile dan lebih spesifik untuk infeksi
6
EBV. Viral VCA-IgG sebelumnya ada untuk infeksi akut dan penkembangan
imunitas.
EBV dilaporkan berkaitan dengan pathogenesis beberapa tumor
manusia: Limfoma Burkitt, penyakite limfoproliferatif pasca transplantasi,
limfoma system saraf pusat pada pasien AIDS, sekelompok limfoma lain
yang terkait-AIDS, suatu subset limfoma set T dan limfoma sel natural killer
(NK) yang jarang ditemukan juga mungkin berkaitan dengan EBV.
Di daerah endemik, sel tumor pada hampir semua pasien membawa
genom EBV. EBV memperlihatkan tropisme kuat terhadap sel B dan
menginfeksi banyak sel B, yang menyebabkan berproliferasi secara in vitro,
infeksi semacam ini menyebabkan imortalisasi sel B dan menghasilkan
turunan sel limfoblastoid. Turunan sel ini mengekspresikan beberapa antigen
yang dikode oleh EBV.
Dasar molekuler pada proliferasi sel B yang dipicu oleh EBV merupakan
suatu hal yang rumit. Salah satu gen yang dikode oleh EBV, yang disebut
LMP-1, bekerja sebagai onkogen, dan ekspresinya pada mencit transgenik
memicu limfoma sel B. LMP-1 mendorong proliferasi sel B dengan
mengaktifkan jalur pembuat sinyal yang mirip aktivasi sel B melalui molekul
permukaan sel B CD40. Secara bersamaan, LMP-1 mencegah apoptosis
dengan mengaktifkan BCL2. Gen lain yang dikode oleh EBV, EBNA-2,
menyebabkan transaktivasi beberapa gen pejamu, termasuk siklin D dan
famili src.
2.5. Karsinoma Nasofaring
2.5.1. Definisi
Carcinoma adalah pertumbuhan baru yang ganas terdiri dari sel-
sel epithelial yang cenderung menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan
menimbulkan metastasis. (DORLAND.2002)
Nasopharyngeal carcinoma merupakan tumor ganas yang timbul
pada epithelial pelapis ruangan dibelakang hidung (nasofaring) dan
7
ditemukan dengan frekuensi tinggi di Cina bagian
selatan(DORLAND.2002)
2.5.2. Epidemiologi
Indonesia termasuk salah satu Negara dengan prevalensi
penderita KNF yang termasuk tinggi di luar Cina. Data registrasi
kanker di Indonesia berdasarkan histopatologi tahun 2003 menunjukan
bahwa KNF menempati urutan pertama dari semua tumor ganas primer
pada laki – laki dan urutan ke 8 pada perempuan.
Karsinoma nasofaring lebih sering pada laki-laki dibanding
perempuan. Kanker ini dapat mengenai semua umur dengan insidens
meningkat setelah usia 30 tahun dan mencapai puncak padaumur 40-
60 tahun. Kasus KNF juga pernah dilaporkan terjadi pada anak-anak
dibawah usia 15 tahun. Sayang sekali tumor ganas ini tidak
mempunyai gejala yang spesifik, bahkan seringkali tanpa gejala,
sehingga hal ini menyebabkan keterlambatan dalam diagnosis dan
terapi. Bahkan pada lebih dari 70% kasus gejala pertama berupa
limfadenopati servikal, yang merupakan metastasis KNF.
2.5.3. Klasifikasi
Berdasarkan klasifikasi histologi WHO tahun 1978, KNF dibagi
menjadi tiga subtipe yaitu; squamous cell carcinoma (WHO-1),
nonkeratinizing carcinoma (WHO-2) dan undifferentiated carcinoma
(WHO-3). Undifferentiated carcinoma (WHO-3) merupakan subtipe
histologi yang utama di daerah endemik, sementara WHO-1 jarang
(<5%)
2.5.4. Etiologi
Terdapat tiga faktor etiologi utama yang berhubungan dengan
KNF yaitu infeksi EBV, kerentanan genetik dan faktor lingkungan. Di
8
daerah endemik, infeksi EBV terutama berkaitan dengan KNF subtipe
WHO-2 dan WHO-3, sedangkan untuk subtipe WHO-1 masih menjadi
perdebatan.
2.5.5. Mekanisme Molekuler Terjadinya Karsinoma Nasofaring
Virus Epstein-Barr bereplikasi dalam sel-sel epitel dan menjadi
laten dalam limfosit B. Infeksi virus epstein-barr terjadi pada dua
tempat utama yaitu sel epitel kelenjar saliva dan sel limfosit. EBV
memulai infeksi pada limfosit B dengan cara berikatan dengan reseptor
virus, yaitu komponen komplemen C3d (CD21 atau CR2).
Glikoprotein (gp350/220) pada kapsul EBV berikatan dengan protein
CD21 dipermukaan limfosit B3. Aktivitas ini merupakan rangkaian
yang berantai dimulai dari masuknya EBV ke dalam DNA limfosit B
dan selanjutnya menyebabkan limfosit B menjadi immortal. Sementara
itu, sampai saat ini mekanisme masuknya EBV ke dalam sel epitel
nasofaring belum dapat dijelaskan dengan pasti. Namun demikian, ada
dua reseptor yang diduga berperan dalam masuknya EBV ke dalam sel
epitel nasofaring yaitu CR2 dan PIGR (Polimeric Immunogloblin
Receptor). Sel yang terinfeksi oleh virus epstein-barr dapat
menimbulkan beberapa kemungkinan yaitu : sel menjadi mati bila
terinfeksi dengan virus epstein-barr dan virus mengadakan replikasi,
atau virus epstein- barr yang meninfeksi sel dapat mengakibatkan
kematian virus sehingga sel kembali menjadi normal atau dapat terjadi
transformasi sel yaitu interaksi antara sel dan virus sehingga
mengakibatkan terjadinya perubahan sifat sel sehingga terjadi
transformsi sel menjadi ganas sehingga terbentuk sel kanker.
Gen EBV yang diekspresikan pada penderita KNF adalah gen
laten, yaitu EBERs, EBNA1, LMP1, LMP2A dan LMP2B. Protein
EBNA1 berperan dalam mempertahankan virus pada infeksi laten.
Protein transmembran LMP2A dan LMP2B menghambat sinyal
tyrosine kinase yang dipercaya dapat menghambat siklus litik virus.
9
Diantara gen-gen tersebut, gen yang paling berperan dalam
transformasi sel adalah gen LMP1. Struktur protein LMP1 terdiri atas
368 asam amino yang terbagi menjadi 20 asam amino pada ujung N, 6
segmen protein transmembran (166 asam amino) dan 200 asam amino
pada ujung karboksi (C). Protein transmembran LMP1 menjadi
perantara untuk sinyal TNF (tumor necrosis factor) dan meningkatkan
regulasi sitokin IL-10 yang memproliferasi sel B dan menghambat
respon imun lokal.
10
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. KESIMPULAN
Karsinoma Nasofaring merupakan tumor ganas yang timbul pada
epithelial pelapis ruangan dibelakang hidung (nasofaring) dan ditemukan
dengan frekuensi tinggi di Cina bagian selatan.
Terdapat tiga faktor etiologi utama yang berhubungan dengan KNF yaitu
infeksi EBV, kerentanan genetik dan faktor lingkungan.
3.2. SARAN
Saya menyarankan untuk memberikan perhatian lebih dan penelitian yang
lebih mendalam mengenai penyakit Karsinoma Nasofaring, dengan adanya
penelitian yang lebih mendalam diharapkan dapat memberikan wawasan
yang lebih bagi masyarakat agar kedepannya masyarakat dapat lebih waspada
sehingga Karsinoma Nasofaring dapat dicegah.
11
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, Neil A. 2008. Biologi Edisi 8 Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga
Chrestella, Jessy. Neoplasma. 2009. Medan: Departemen Patologi Anatomi
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Farhat. 2009. Vascular Endothelial Growth Factor pada Karsinoma Nasofaring.
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 42 No. 1: 59-65
Kumar, Vinay; Ramzi S. Cotran; Stanley L. Robbins. 2011. Buku Ajar Patologi
Edisi 7 Volume 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Marks, Dawn B; Allan D Marks; Collen M. Smith. Biokimia Kedokteran Dasar:
Sebuah Pendekatan Klinis. 2000. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Price, Anderson Sylvia; Lorraine McCarty Wilson. 2012. Patofisiologi: Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 1. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Rusdiana, Delfitri Munir, Yahwardiah Siregar. 2006. Hubungan Antibodi Anti
Epstein Barr Virus dengan Karsinoma Nasofaring pada Pasien Etnis Batak
di Medan. Medan: Departemen Biokimia Fakultas Kedokteran Sumatera
Utara
Yenita, Aswiyanti Asri. 2012. Korelasi antara Latent Membrane Protein-1 Virus
Epstein-Barr dengan P53 pada Karsinoma Nasofaring (Penelitian
Lanjutan). Jurnal Kesehatan Andalas. 2012; 1(1)
12