naskah komprehensif tn.sutrisno-remed
DESCRIPTION
yayayaTRANSCRIPT
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S.T.
Jenis kelamin : Laki-laki
Tempat / Tanggal Lahir : Blora / 6 September 1984
Usia : 28 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : Tamat Sekolah Menengah Atas (SMA)
Pekerjaan : Prada TNI AD
Status pernikahan : Belum menikah
Alamat : Asrama Cendrawasih – Jakarta Timur
Tanggal masuk RSPAD : 5 Desember 2012
Tanggal keluar RSPAD : 28 Desember 2012 (perawatan selama 24 hari)
Datang diantar oleh : Anggota Kesatuan
II. RIWAYAT PSIKIATRI
Riwayat diperoleh melalui:
- Autoanamnesis di Poliklinik Jiwa RSPAD Gatot Subroto pada tanggal 5
Desember 2012, selama perawatan di Bangsal Amino RSPAD Gatot Subroto
pada tanggal 6, 8 dan 11 Desember 2012
- Alloanamnesis dari anggota kesatuan (Tn.A.S., umur 24 tahun, Bintara
Kesehatan Kesdam, pendidikan terakhir SMA, tinggal di asrama Kramat Djati)
pada tanggal 5 Desember 2012 di Poliklinik RSPAD Gatot Subroto
- Alloanamnesis dari anggota kesatuan (Tn.C.S., umur 24 tahun, Prada Kesdam,
pendidikan terakhir SMA, tinggal satu kamar dengan pasien di asrama
Cendrawasih) saat kunjungan ke asrama Kesatuan Cendrawasih pada tanggal 8
Desember 2012
- Catatan rekam medis RSPAD Gatot Subroto.
1
A. Keluhan Utama
Pasien gelisah sejak 1 hari sebelum masuk RSPAD Gatot Subroto.
B. Riwayat Gangguan Sekarang
Selama kurang lebih 1 bulan sebelum masuk RSPAD, pasien sering
terlihat tertawa sendiri. Pasien tertawa sendiri saat sedang duduk, jalan,
berkumpul bersama teman-teman kesatuan atau akan tidur padahal tidak ada
kejadian di sekitarnya yang lucu dan membuat orang lain tertawa. Ketika
ditanyakan mengapa pasien tertawa sendiri, pasien mengatakan ia mendengar
suara yang bersumber dari dalam hati dan terdengar sampai ke telinganya. Suara
itu adalah suara orang laki-laki dan perempuan yang mengatakan ada Ksatria
Naga dan pasien bisa menjadi Ksatria Naga sehingga pasien tertawa karena
menganggap hal itu lucu. Suara tersebut didengar setiap hari terutama bila pasien
sendiri dan dirasakan mengganggu oleh pasien.
Selain tertawa sendiri, pasien juga sering menghabiskan waktu sendirian
sambil melamun dan merokok. Pasien sering melamun sambil memegangi
kepalanya saat sedang duduk. Pasien mengatakan kepalanya terasa sakit seperti
dibor dan dipompa seperti ada kekuatan gaib yang memasuki kepalanya sehingga
ia sering memegang dan menggaruk kepala supaya rasa sakitnya berkurang.
Pasien sering menggaruk puncak kepalanya sehingga sejak kurang lebih 1 minggu
sebelum dirawat terdapat benjolan yang keras, berukuran 2x2cm, berwarna merah
dan terasa nyeri bila dipegang.
Sejak kurang lebih 1 minggu yang lalu perawatan diri pasien semakin
buruk. Pasien jarang mandi, sikat gigi dan ganti pakaian. Pasien lebih banyak
merokok dan tidak mau makan. Apabila disuruh makan, pasien kadang marah dan
memuntahkan makanannya lalu meminta rokok. Pasien tidak mau menuruti
perintah teman satu angkatan dan adik angkatannya untuk mengerjakan perawatan
diri dan makan. Setelah diperintah oleh atasan yang tinggal di asrama, pasien baru
mau melaksanakannya karena harus melaksanakan perintah atasannya.
Pasien masih bisa melaksanakan kegiatan di asrama, tetapi kadang-kadang
harus disuruh. Setiap hari pasien mengikuti apel pagi dan sore. Kegiatan
2
kebersihan seperti menyapu dan mengepel lantai kadang dikerjakannya sendiri,
tetapi lebih sering setelah disuruh atasannya. Pasien lebih banyak menghabiskan
waktu untuk melamun, tidur dan merokok. Pasien lebih senang bila sendirian tidur
di kamarnya daripada berkumpul dengan teman-teman kesatuannya.
Pasien gelisah sejak 1 hari sebelum dibawa ke RSPAD Gatot Subroto.
Pasien mengatakan gelisah sehingga ia tidak bisa tidur dan mondar mandir di
kamarnya. Teman-teman kamar pasien merasa terganggu karena pasien terus
mondar mandir dan tidak dapat diam sepanjang malam. Pasien mengatakan tidak
mendengar suara-suara yang menyuruhnya mondar mandir.
Obat pasien yang biasanya diminum selama ini adalah Quetiapine XR
1x300mg malam, Risperidone 2x2 mg dan Trihexyphenidyl 2x2 mg sudah habis
sejak 1 hari sebelum pasien dibawa ke RSPAD Gatot Subroto. Obat habis karena
anggota kesatuan yang selama ini membawa pasien kontrol sedang dinas di luar
kota dan keesokan harinya yaitu Rabu, 5 Desember 2012 adalah jadwal kontrol
pasien. Menurut anggota kesatuan, selama ini pasien tidak meminum obatnya
secara teratur, kadang harus dengan pengawasan anggota kesatuan yang tinggal
bersama pasien.
Pasien diantar ke RSPAD Gatot Subroto oleh anggota kesatuan
Cendrawasih dengan mobil kesatuan. Pasien biasanya diantar kontrol oleh teman
kesatuannya dengan menggunakan motor. Pasien sempat memberontak dan ingin
melompat keluar mobil dalam perjalanan menuju RS karena ia mengetahui akan
dirawat inap di RS, namun pasien dapat ditenangkan oleh anggota kesatuan.
Saat berada di Poli dan Bangsal RSPAD Gatot Subroto, pasien terlihat
bingung dan tegang. Pasien sering menunduk, jarang melihat atau berkontak
dengan pemeriksa. Ekspresi wajah pasien tegang dan sering menggerakkan mulut
dan rahangnya. Pasien lebih banyak diam, lambat dalam menjawab, sering baru
menjawab pertanyaan setelah dipanggil namanya beberapa kali, menjawab tidak
sesuai pertanyaan dan tertawa sendiri.
Pasien juga sering menjawab “tidak tahu, tidak apa-apa, tidak ada apa-apa,
tidak perlu dijawab, iya apa, hmm bagaimana” dalam waktu yang lama setelah
pertanyaan diajukan sambil tertawa sendiri. Pasien sering mengulang pertanyaan
3
pemeriksa serta sering mengulang kata-kata seperti “berat badan, berat badan,
berat badan”. Tangan pasien hampir selalu memegang dan menggaruk kepalanya.
Tidak didapatkan adanya peningkatan suasana perasaan, pertambahan
energi dan minat pada pasien selama 1 minggu maupun penurunan suasana
perasaan, berkurangnya energi dan minat pada pasien selama 2 minggu sebelum
dan saat gangguan saat ini.
C. Riwayat Gangguan Sebelumnya
1. Riwayat Gangguan Psikiatri
Pasien pertama kali mengalami gangguan jiwa pada tahun 2009 (usia 25
tahun). Kurang lebih 2 bulan sebelum gangguan, pasien baru putus dari pacarnya
karena pacar pasien memilih lelaki lain sebagai suaminya. Pasien sangat
menyayangi pacarnya dan merasa kecewa karena pacarnya memilih lelaki lain.
Setelah putus dari pacarnya, pasien terlihat sering melamun, jarang berkumpul
bersama teman-temannya dan sering tidak mengerjakan tugasnya sampai selesai.
Pada pagi hari sebelum gangguan pertama, pasien mendapat banyak tugas
dari senior sehingga pasien merasa lelah. Saat tidur malam, pasien merasa
kepalanya sakit seperti dibor dan ditusuk berkali-kali. Keesokan paginya pasien
mengatakan mendengar suara-suara orang yang tidak ada wujudnya, menyuruh
pasien jalan atau lari-lari di lapangan padahal sudah bukan waktunya latihan dan
pasien mengikutinya. Anggota kesatuan yang lain melihat pasien berlari di
lapangan padahal bukan waktu latihan sehingga menyuruh pasien berhenti berlari.
Pasien sering tertawa dan bicara sendiri juga menjawab tidak sesuai pertanyaan.
Pasien kabur dari Kesatuan di Merauke selama 3 hari. Alasan kabur karena
pasien mengikuti perintah suara tanpa wujud yang menyuruhnya terus berjalan
atau berlari sampai keluar asrama. Setelah berhasil ditemukan, pasien dirawat di
RS Merauke selama 2 hari namun tidak ada perbaikan dan dipindahkan ke RS
Jayapura selama 2 hari. Obat yang didapat adalah Haloperidol 2x5mg dan
Chlorpromazine 1x100mg malam. Karena kurang fasilitas dan tidak ada perbaikan
maka pasien dirujuk ke RSPAD Gatot Subroto Jakarta.
4
Pasien dirawat selama 2 bulan di RSPAD dan mendapat obat Risperidone
2x3mg, Haloperidol 2x5mg, Trihexyphenidyl 3x2mg dan Amitriptyline 1x25mg
malam. Sepulang perawatan, pasien lebih tenang, suara-suara yang menyuruh
pasien jalan atau lari sudah tidak didengar sepanjang hari seperti sebelum
perawatan, sudah tidak sering tertawa dan bicara sendiri juga dapat menjawab
sesuai pertanyaan.
Pasien kemudian ditempatkan di Asrama Kesdam Cendrawasih yang
merupakan perwakilan Kesatuan Merauke. Alasan penempatan di Jakarta supaya
pasien lebih dekat dengan keluarga di Blora dan dekat dengan tempat kontrol di
RSPAD Gatot Subroto. Pasien “diistirahatkan”, tidak bekerja sebagai angkatan
yang membawa senjata dan bagian angkutan tapi hanya melakukan tugas
kebersihan di asrama.
Pasien dapat melakukan tugasnya dengan baik, komunikasi dan hubungan
dengan teman maupun atasan baik. Pasien mengikuti aktivitas di asrama dan
sering berkumpul dengan teman-teman kesatuannya bila ada waktu luang. Pasien
tidak minum obatnya dengan teratur karena merasa sudah sembuh yaitu sudah
tidak mendengar suara orang tanpa wujud setiap hari.
Pada tahun 2010 (usia 26 tahun) pasien dirawat di RSPAD Gatot Subroto.
Kurang lebih 3 hari sebelum dirawat pasien gelisah, mondar mandir, sering
tertawa dan bicara sendiri juga tidak bisa tidur karena mendengar suara orang
tanpa wujud yang mengajak pasien berbicara tentang Ksatria Naga. Selama 1
bulan perawatan pasien mendapat Risperidone 2x2mg, Trifluoperazine 2x10mg,
Carbamazepine 2x200mg dan Trihexyphenidyl 2x2mg.
Sepulang perawatan pasien lebih tenang, suara-suara yang mengajak
pasien bicara berkurang, tidur lebih nyenyak, bicara dan tertawa sendiri
berkurang. Di asrama pasien masih dapat mengerjakan tugas kebersihan dengan
baik, pasien masih ikut aktivitas dan berkumpul dengan anggota kesatuan lainnya,
namun pasien lebih sering menghabiskan waktunya dengan duduk sendiri dan
merokok. Pasien tidak kontrol dan minum obat dengan teratur karena merasa
bosan.
5
Pada tahun 2011 (usia 27 tahun) pasien kembali dirawat di RSPAD Gatot
Subroto selama 2 bulan. Selama 1 bulan sebelum dirawat, pasien tidak minum
obatnya karena bosan dan lebih banyak merokok. Pasien tidak bisa tidur sejak
kurang lebih 1 bulan sebelum dirawat. Pasien mengatakan setiap hari ada suara
wanita yang mengajaknya berbicara bahwa pasien bisa menjadi Ksatria Naga
terutama saat pasien sendiri sehingga pasien sering bicara dan tertawa sendiri
karena menganggap hal tersebut lucu.
Pasien juga mengatakan kepalanya sakit sekali seperti dibor sehingga
pasien harus memegangi atau menggaruknya supaya rasa sakit hilang. Hampir
sepanjang hari pasien merasa sakit di seluruh kepalanya seperti ada kekuatan dari
luar yaitu kekuatan gaib yang masuk ke kepalanya. Sebelum dirawat pasien tidak
teratur minum obat karena merasa kepalanya tetap saja sakit setelah minum obat.
Saat perawatan pasien mendapat Risperidone 2x2mg, Clozapine 1x100mg malam
dan Trihexyphenidyl 2x2mg. Pasien juga menjalani pemeriksaan Magnetic
Resonant Imaging (MRI) kepala dengan hasil parenkim intrakranial normal.
Pulang perawatan kondisi pasien sudah lebih tenang, bisa tidur, bicara dan
tertawa sendiri juga suara-suara berkurang. Tugas kebersihan asrama jarang
dikerjakan, sehingga atasan sering memerintahnya namun hasil kerjanya masih
baik. Komunikasi dan hubungan dengan teman atau atasan berkurang. Pasien
sudah jarang ikut aktivitas dan berkumpul dengan anggota kesatuan lain, lebih
banyak diam, duduk dan mondar mandir sambil merokok sehingga tidak
mengerjakan tugas kebersihannya lagi.
Selama beberapa kali episode tidak didapatkan suasana perasaan yang
meningkat dengan pertambahan energi disertai aktivitas dan minat berlebihan
selama 1 minggu maupun suasana perasaan depresi, kehilangan minat dan
berkurangnya energi selama 2 minggu.
2. Kondisi Medik Umum
Pasien pernah dirawat selama 3 hari di RS Merauke pada tahun 2008 (usia 24
tahun) karena sakit malaria saat pasien bertugas di Papua. Sejak pulang perawatan
6
sampai saat ini sakit malaria pasien tidak pernah kambuh lagi. Tidak ada riwayat
penurunan kesadaran dan kejang selama perawatan dan sesudahnya.
3. Penggunaan Zat Psikoaktif dan Alkohol
Pasien merupakan perokok aktif sejak pasien SMA (usia 17 tahun). Pasien
biasanya menghabiskan 1 bungkus rokok setiap hari. Sejak pasien pindah ke
asrama Cendrawasih dapat menghabiskan 2 bungkus rokok setiap hari.
Sejak pasien sebagai tentara dan bila ada acara kumpul dengan teman-teman
angkatan, pasien kadang minum bir Bintang 1 botol. Dalam 1 tahun kira-kira
minum bir sebanyak 3 kali. Terakhir kali minum bir tahun 2011. Penggunaan bir
tidak menyebabkan ketergantungan atau intoksikasi. Tidak ada riwayat
penggunaan zat psikoaktif lainnya.
III. Riwayat Kehidupan Pribadi
A. Riwayat Prenatal dan Perinatal
Pasien adalah anak pertama dari dua bersaudara dan merupakan anak yang
diharapkan oleh kedua orang tuanya. Pasien dikandung selama sembilan bulan,
tidak ada penyulit selama kehamilan dan persalinan. Pasien lahir normal
dengan bantuan bidan di Puskesmas, berat badan lahir cukup dan langsung
menangis.
B. Riwayat Masa Kanak Awal (0-3 tahun)
Pertumbuhan dan perkembangan pasien sesuai anak seusianya. Orang tua tidak
membedakan kasih sayang antara pasien dengan saudaranya. Pasien mendapat
air susu ibu (ASI) sampai usia 2 tahun. Tinggal bersama dengan orang tua dan
saudara perempuannya. Saat kecil pasien diasuh oleh ibunya. Riwayat
imunisasi lengkap tidak diketahui.
C. Riwayat Masa Kanak Pertengahan (4-11 tahun)
Pertumbuhan dan perkembangan pasien sesuai anak seusianya. Hubungan
pasien cukup dekat dengan kedua orang tua dan saudaranya. Tidak ada
7
perbedaan kasih sayang dari orang tua kepada anak-anaknya. Hubungan pasien
lebih dekat dengan ibu dibandingkan ayahnya.
Pasien masuk sekolah mulai Taman Kanak (TK), bersekolah dekat rumah
sehingga pergi sendiri dan tidak ada rasa cemas perpisahan. Pasien adalah anak
yang mudah bergaul dan memiliki banyak teman baik di lingkungan rumah
maupun sekolahnya. Hubungan dengan guru dan teman-teman di sekolah
maupun lingkungan rumahnya baik.
D. Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja
Pasien tinggal bersama dengan orang tua dan saudara perempuannya.
Pasien merupakan anak yang mudah bergaul, memiliki banyak teman di
lingkungan rumah dan sekolahnya. Pasien memiliki beberapa orang teman
dekat di lingkungan rumah dan sekolahnya.
Pasien aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler di sekolahnya seperti Praja
Muda Kirana (Pramuka), Palang Merah Remaja (PMR), dan karate. Pasien
menjadi anggota dan menyukai kegiatan ekstrakurikuler tersebut walaupun
cukup melelahkan.
E. Masa Dewasa
1. Riwayat Pendidikan
Pasien sekolah dari tingkat TK sampai tamat bangku SMA. Prestasi sekolah
pasien dalam batas rata-rata dan selalu naik kelas. Pasien mengatakan tidak
terlalu menyukai pelajaran sekolah, tetapi pasien aktif dalam kegiatan
ekstrakurikuler sekolahnya. Cita-cita pasien ingin menjadi tentara.
2. Riwayat Pekerjaan
Setelah lulus SMA, pasien bekerja membantu pekerjaan orang tuanya
bertani di sawah atau menggembalakan domba. Kadang-kadang pasien
menghabiskan waktunya di rumah yaitu makan, merokok dan tidur atau
berkumpul bersama teman-teman di lingkungan rumahnya.
8
Pada tahun 2005 (usia 21 tahun) pasien mendaftar tentara di Kesatuan
Blora dan lulus seleksi. Pasien mengikuti pelatihan lanjutan di Gombong
selama 3 bulan dan selama 3 bulan berikutnya di Klaten. Setelah itu pasien
ditempatkan di Kesatuan Blora.
Pada tahun 2006 (usia 22 tahun) pasien pindah ke Papua karena
ditugaskan bekerja di Kesatuan Merauke. Selama di Merauke pasien bertugas
di bagian angkutan. Kegiatan pasien mulai pukul 08.00 sampai 15.00 setiap
hari yaitu melakukan perawatan mesin dan mobil-mobil angkutan kesatuan.
3. Riwayat Perkawinan
Pasien belum menikah.
4. Agama
Pasien beragama Islam dan taat beribadah. Pendidikan agama didapatnya dari
keluarga dan sekolah. Menurut pasien agama merupakan penuntun hidup yang
harus dijalankan. Sejak mengalami gangguan, pasien kadang tidak
menjalankan ibadah agama secara rutin.
5. Aktivitas Sosial
Pasien aktif dalam kegiatan yang dilaksanakan oleh kesatuannya. Pasien
senang bila berkumpul dengan teman-teman kesatuannya. Pasien dapat
bertukar cerita dengan teman-temannya tersebut.
6. Situasi Kehidupan Sekarang
Setelah pasien mengalami gangguan jiwa di Merauke, pasien dirujuk ke
RSPAD Gatot Subroto untuk perawatannya. Pasien tidak mengetahui
penyakitnya dan setelah pulang perawatan pasien tidak kembali bertugas di
Kesatuan Merauke.
Pasien ditugaskan di Kesatuan Cendrawasih Jakarta Timur yang
merupakan perwakilan Kesatuan Merauke di Papua. Alasan penempatan ini
supaya pasien lebih dekat dengan keluarga yang dapat mengontrol pengobatan
9
pasien dan agar pasien lebih dekat dengan tempat kontrol di RSPAD Gatot
Subroto.
Di asrama Kesatuan Cendrawasih pasien melaksanakan tugas kebersihan
setiap hari. Pasien tinggal dalam satu kamar bersama-sama dengan teman
kesatuan lainnya. Pasien tinggal dalam kamar dengan 12 orang teman lainnya.
Hubungan pasien dengan teman-temannya baik dan pasien memiliki 1 orang
teman yang dekat dan menjadi pengawas minum obat bagi pasien sejak
pertama kali pasien mengalami gangguan.
Keluarga pasien sangat jarang mengunjungi pasien di Jakarta. Komunikasi
keluarga di Blora dengan pasien melalui telepon genggam. Bila ada waktu libur
atau bila pasien ingin bertemu keluarganya maka pasien pulang ke Blora
dijemput oleh iparnya, tetapi biaya transportasi ditanggung oleh pasien.
Keluarga kurang memperhatikan keadaan pasien selama ini karena alasan
biaya. Pihak Kesatuan Cendrawasih banyak membantu pasien dalam
kebutuhan sehari-hari dan pengobatan pasien selama ini. Gaji pasien sebagian
ditransfer kepada keluarga, sisanya untuk biaya hidup sehari-hari dan membeli
obat yang mahal dan persediaannya terbatas di RSPAD Gatot Subroto.
7. Riwayat Hukum
Tidak didapatkan adanya riwayat pelanggaran hukum.
8. Riwayat Psikoseksual
Pasien pernah mempunyai pacar saat ia bertugas di Kesatuan Merauke. Setelah
putus dari pacarnya, pasien tidak mempunyai pacar lagi. Pasien belum pernah
melakukan hubungan seksual dengan pacarnya maupun dengan perempuan
lain.
10
9. Riwayat Keluarga
Genogram
Keterangan:
: Laki-laki : Perempuan
: Pasien
Pasien adalah anak pertama dari dua bersaudara. Ayah pasien tamat
Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan bekerja sebagai petani beras. Ibu
pasien tamat Sekolah Dasar (SD) dan bekerja sebagai ibu rumah tangga. Ayah
pasien merupakan pekerja keras dan ingin agar anak-anaknya berhasil. Ibu
pasien merupakan orang yang pendiam dan sabar.
Hubungan pasien lebih dekat dengan ibu dibandingkan dengan ayahnya.
Pasien lebih senang bercerita kepada ibunya. Hubungan pasien dengan adik
perempuannya baik. Pasien cukup dekat dengan keponakan perempuannya.
Sejak pasien bekerja sebagai tentara, ia tidak tinggal bersama keluarganya
tetapi tinggal di asrama. Pasien merasa hal ini biasa saja karena memang 11
tugasnya sebagai tentara sehingga tinggal terpisah dari keluarga. Saat ini ayah
dan ibu pasien tinggal bersama anak perempuan (adik pasien) dan menantu
laki-laki serta cucu perempuannya. Adik pasien bekerja di pabrik rokok dan
suaminya bekerja di bank bagian penarikan.
Tidak didapatkan riwayat gangguan jiwa, hipertensi, diabetes melitus
maupun penyakit genetik lain dalam keluarga pasien.
10.Persepsi Pasien tentang Diri dan Kehidupannya
Pasien mengatakan apakah benjolan di kepalanya dapat dioperasi supaya sakit
kepala pasien dapat sembuh. Pasien mengatakan dirinya sudah empat kali
dirawat di RSPAD karena sakit kejiwaan yaitu mendengar suara-suara dan
tidak meminum obat secara teratur selama ini karena tidak mengetahui
penyebab sakitnya selama ini. Pasien mengatakan kecewa karena pacarnya
memilih orang lain sebagai suaminya bukan pasien.
11.Persepsi Keluarga tentang Diri dan Kehidupan Pasien
Keluarga kurang memperhatikan kondisi pasien sejak sakit. Keluarga jarang
sekali menengok pasien di Jakarta karena alasan biaya. Keluarga masih belum
bisa menerima sepenuhnya karena pasien mengalami gangguan jiwa. Anggota
kesatuan berharap agar pasien bisa sembuh seperti saat pertama bekerja di
Papua dan supaya karirnya tetap baik.
12.Impian, Fantasi, dan Nilai-nilai
Pasien tidak dapat mengungkapkan impian, fantasi dan nilai-nilai.
IV. STATUS MENTAL (Tanggal 6 Desember 2012 pukul 10.00 WIB;
perawatan hari kedua)
1. Deskripsi Umum
Penampilan
Laki-laki sesuai usia, perawakan kurus, terdapat benjolan di puncak kepala
pasien, perawatan diri kurang: belum ganti pakaian, kuku kuning, badan bau,
12
ekspresi wajah bingung dan tegang, kontak mata kurang adekuat, tampak
gerakan-gerakan bibir dan rahang, kadang tertawa sendiri, tangan memegang
dan menggaruk benjolan di kepalanya.
Perilaku dan Aktivitas Motorik
Pasien banyak diam dan menunduk saat wawancara, bengong dan tampak
tidak peduli dengan sekitar. Perilaku halusinatorik, tampak gerakan bibir dan
rahang pasien yang berulang-ulang, kadang gerakan tersebut hilang. Tangan
pasien sering memegang dan menggaruk benjolan di kepalanya. Gelang
identitas pasien di tangan kiri dilepas dengan tangan kanan pasien.
Badan tampak kaku saat berjalan, ayunan tangan berkurang, tremor pada
kedua tangan. Pasien tidak mau dipegang tangannya oleh pemeriksa saat
sedang dilakukan pemeriksaan terhadap anggota tubuhnya.
Sikap Terhadap Pemeriksa
Pasien bersikap kurang kooperatif terhadap pemeriksa selama wawancara.
Pasien bersikap pasif, tidak akan berbicara jika tidak ditanya terlebih dahulu,
menjawab singkat, banyak mengatakan “tidak tahu, tidak ada apa-apa, tidak
perlu dibicarakan”.
Pasien juga tidak mau dipegang anggota badannya saat dilakukan
pemeriksaan. Tetap melepaskan gelang identitasnya padahal sudah diberi
informasi tentang pentingnya gelang identitas dan sudah dipersuasi untuk tetap
memakai gelangnya.
2. Mood dan Afek
Mood : kosong; pemeriksa kurang dapat merabarasakan suasana alam
perasaan pasien dan dari observasi tidak didapatkan suatu kondisi
mood tertentu
Afek : datar; ditunjukkan oleh tidak ada atau hampir tidak adanya
ekspresi wajah tertentu, wajah tidak bergerak, berkurangnya
gerakan tubuh untuk mengekspresikan apa yang hendak
disampaikan dan intonasi suaranya yang monoton atau datar
13
Keserasian : kurang serasi; pasien kadang tertawa sendiri saat sedang diam
atau mengatakan “ya bagaimana” sambil tersenyum sendiri
3. Pembicaraan
Pembicaraan tidak spontan, kemiskinan bicara, menjawab pertanyaan
dalam waktu lama, menjawab setelah dipanggil namanya berkali-kali, kadang
tidak menjawab sesuai pertanyaan. Banyak mengatakan “tidak tahu, tidak apa-
apa, tidak ada apa-apa, tidak perlu dijawab, iya apa, hmm bagaimana”.
Sering mengulang perkataan pemeriksa, mengulang kata berkali-kali:
“berat badan, berat badan, berat badan”, volume suara cukup, artikulasi jelas,
intonasi datar, berlogat Jawa.
4. Gangguan Persepsi
Pasien menyangkal adanya halusinasi auditorik dan visual pada saat
pemeriksaan. Saat ditanyakan apakah ada yang menyuruh menggaruk
kepalanya, apakah ada yang mengajak bicara saat ini dan apakah melihat dan
mendengar ada suara orang tanpa wujud yang mengajak bicara saat ini, pasien
menjawab “tidak ada”.
Terdapat riwayat halusinasi auditorik yang mengajak pasien bicara dan
mengatakan hal lucu kepada pasien tentang Ksatria Naga serta halusinasi
auditorik yang menyuruh pasien jalan atau lari-lari keliling lapangan.
5. Pikiran
Proses dan Bentuk Pikir
Blocking: pasien sering tiba-tiba diam sebelum selesai bicara, setelah diam
pasien tidak ingat apa yang telah dikatakan dan menanyakan kembali
kepada pemeriksa
Perseverasi: pasien mengulangi terus kata “berat badan” setelah pemeriksa
menanyakan berat badannya dan saat pemeriksa menanyakan hal
lain pasien terus mengulang kata “berat badan”
14
Isi pikir
Terdapat kemiskinan ide pada pasien karena pembicaraannya sangat
minimal. Pasien memiliki preokupasi pada kepalanya sehingga sering
memegang dan menggaruk kepalanya.
Terdapat waham bizarre yaitu pasien mengatakan seluruh kepalanya sangat
sakit seperti ditusuk oleh bor dan dipompa oleh kekuatan gaib dari luar yang
masuk sehingga kepalanya harus dipegang atau digaruk.
6. Sensorium dan Kognisi
Kesadaran
Compos mentis, Glasgow Coma Scale=15.
Orientasi
Waktu : baik; pasien mengetahui saat pemeriksaan adalah pagi hari
Tempat : baik, pasien mengetahui dirinya berada di RSPAD Gatot Subroto
dan dirawat di Bangsal Amino
Orang : baik, pasien mengenali pemeriksa, anggota kesatuan yang
mengantarnya dan pasien lain yang duduk di dekatnya.
Daya Ingat
Daya ingat jangka panjang : baik; pasien dapat menceritakan tentang masa
kecilnya dan ingat bahwa dirinya dirawat di RS
ini sejak 3 tahun yang lalu
Daya ingat jangka sedang : baik; pasien mengatakan dalam satu bulan terakhir
dirinya berada di asrama Kesatuan Cendrawasih
Daya ingat jangka pendek : baik; pasien mengatakan sudah sarapan dan habis
Daya ingat segera : baik; Pasien dapat mengulang menyebutkan 3
kata: bola, kursi, sepatu. Pasien diminta
mengingatnya, diberi tahu bahwa nanti akan
ditanyakan lagi. Kemudian setelah menanyakan
hal yang lain, pemeriksa meminta pasien
mengulangi 3 kata yang sudah disebutkan. Pasien
dapat menyebutkannya kembali.
15
Konsentrasi dan Perhatian
Kurang baik. Pasien tidak dapat mengikuti wawancara sepenuhnya dengan
baik. Tidak dapat berkonsentrasi yaitu tidak dapat menjawab pertanyaan
dengan baik. Tidak dapat mengeja kata WAHYU atau DUNIA dari belakang
ke depan, tidak dapat melakukan perhitungan 100-7-7-7-7.
Kemampuan membaca dan menulis
Pasien dapat membaca PEJAMKAN MATA ANDA dengan baik walaupun
agak lambat, tetapi pasien tidak melakukan perintah tersebut. Pasien tidak
dapat menulis kata apalagi kalimat.
Kemampuan visuospasial
Pasien belum menirukan gambar segi lima bersinggungan seperti yang
dicontohkan pemeriksa. Tidak dapat menyebutkan jalan dari asrama ke RS.
Pikiran Abstrak
Kurang, pasien tidak dapat menyebutkan persamaan diantara dua benda seperti
persamaan “apel dan jeruk” dan tidak dapat mengerti arti ungkapan seperti
‘keras kepala”.
Intelegensia dan Kemampuan informasi
Pasien belum menjawab siapa nama presiden dan wakil presiden RI saat ini,
hari kemerdekaan RI, nama stasiun televisi.
7. Kemampuan Pengendalian Impuls
Saat wawancara kemampuan pengendalian impuls kurang baik. Pasien banyak
menunduk dengan tangan terus memegang dan menggaruk kepalanya. Gelang
identitas pasien dilepas padahal sudah dipersuasi tentang kegunaan gelang
supaya pasien tetap memakainya.
8. Daya Nilai dan Tilikan
Daya nilai sosial dan uji daya nilai
Daya nilai sosial baik karena pasien tidak mengganggu pasien lain yang
dirawat; uji daya nilai belum dapat dinilai karena pasien belum menjawabnya.
16
Penilaian realita
Terganggu karena adanya perilaku halusinatorik pada pasien. Beberapa kali
menggerakkan bibir dan rahangnya, tidak berespons terhadap orang lain di
sekitarnya, lebih banyak menunduk ke bawah tampak melamun sambil tertawa
sendiri.
Tilikan
Derajat empat; pasien mengatakan dirinya mengalami gangguan jiwa karena
pernah mendengar suara-suara yang saat ini sudah tidak didengarnya lagi tetapi
tidak tahu penyebab gangguan tersebut.
9. Taraf dapat Dipercaya
Pasien dapat dipercaya.
V. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT (6 Desember 2012;
perawatan hari kedua)
Status Interna
Keadaan : baik
Kesadaran : Compos mentis, Glasgow Coma Scale=15
Status Gizi : normoweight; BB=65 kg, TB=175 cm, IMT=21,22
Tanda-tanda Vital
o Tekanan Darah : 120/80 mmHg
o Frekuensi Nadi : 84 x/menit
o Frekuensi Nafas : 20 x/menit
o Suhu : 36,8oC
Kulit : sawo matang, tampak ada bekas luka lecet di
lengan kiri
Kepala : abses pada puncak kepala diameter 2x2cm
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
THT : tidak ada sekret hidung dan telinga
Leher : Jugularis Venous Pressure (JVP) normal,
limfonoduli tidak teraba membesar17
Toraks : Jantung: suara S1, S2, tidak ada suara gallop dan
murmur
Paru: suara pernapasan vesikuler, tidak ada ronkhi
dan wheezing
Abdomen : datar, soepel, hepar dan lien tidak teraba
membesar, bising usus positif normal
Ekstremitas : tremor di tangan, kekakuan ekstremitas, gerakan
ekstremitas yang melambat, tampak kaki kering,
kuku kuning dan kotor
Status Neurologis
Tanda Rangsang Meningeal : negatif
Tanda-tanda efek ekstrapiramidal
- Tremor : tremor tangan
- Akatisia : negatif
- Bradikinesia : positif
- Cara berjalan : tampak kaku dan ayunan lengan berkurang
- Keseimbangan : baik
- Rigiditas : ekstremitas atas, saat sedang diperiksa pasien
menolak tidak mau dipegang tangannya
Pemeriksaan Penunjang (7 Desember 2012; perawatan hari ketiga)
Laboratorium: Hematologi dan kimia klinik dalam batas normal
Bermakna: SGOT (AST) = 50 U/L (< 35 U/L)
Pemeriksaan Psikiatri Tambahan (6 Desember 2012; perawatan hari kedua)
Instrumen terlampir
PANSS: 139
Skala ESRS: gerakan ekspresif otomatis, bradikinesia, rigiditas, tremor tangan
Faktor risiko bunuh diri: rendah
18
(8 Desember 2012; perawatan hari keempat)
MMSE: 26
VI. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA
Telah diperiksa seorang laki-laki berusia 28 tahun, beragama Islam, suku
Jawa, status belum menikah, bekerja sebagai Prada TNI AD di Kesatuan
Cendrawasih, pendidikan terakhir tamat SMA, diantar ke Poli Jiwa RSPAD Gatot
Subroto oleh anggota Kesatuan dengan keluhan utama gelisah sejak 1 hari
sebelum dibawa ke RSPAD Gatot Subroto.
Selama kurang lebih 1 bulan pasien mendengar halusinasi auditorik tipe
commenting yang mengatakan tentang Ksatria Naga dan pasien bisa menjadi
Ksatria Naga sehingga pasien tertawa sendiri. Pasien sering melamun, terdapat
waham bizarre yaitu merasa kepalanya sakit seperti dibor dan dipompa oleh
kekuatan gaib dari luar sehingga harus digaruk untuk mengurangi sakitnya. Sejak
1 minggu yang lalu terdapat defisit perawatan diri. Pasien gelisah, tidak bisa tidur,
mondar mandir sepanjang malam sejak 1 hari sebelum dibawa ke RSPAD Gatot
Subroto.
Obat yang biasa diminum pasien yaitu Quetiapine XR 1x300mg malam,
Risperidone 2x2 mg dan Trihexyphenidyl 2x2 mg sudah habis sejak 1 hari
sebelum pasien dibawa ke RSPAD Gatot Subroto karena anggota Kesatuan yang
selama ini membawa pasien kontrol sedang dinas di luar kota. Tidak didapatkan
gejala afektif sebelum dan saat gangguan saat ini.
Pasien mengalami gangguan jiwa sejak 3 tahun lalu dan setiap tahun
kambuh dengan gejala hampir sama seperti episode gangguan saat ini. Terdapat
kemunduran progresif dari fungsi pasien sehari-hari. Tidak didapatkan gejala
afektif pada setiap episode gangguan. Riwayat kepatuhan minum obat buruk
karena kurangnya tilikan dan pengetahuan tentang penyakit, keterbatasan
ekonomi, kurang dukungan keluarga dan pelaku rawat.
Pada pemeriksaan didapatkan seorang laki-laki sesuai usia, perawatan diri
kurang, ekpresi wajah tegang dan bingung, kontak mata tidak adekuat. Sikap
19
kurang kooperatif terhadap pemeriksa. Psikomotor perilaku halusinatorik, gerakan
stereotipik rahang dan bibir juga tangan memegang kepala.
Bicara tidak spontan, menjawab lambat, tidak sesuai pertanyaan,
mengulang kata-kata, menjawab dengan kata berulang. Mood kosong dengan afek
datar, tidak serasi. Proses pikir blocking dan perseverasi. Isi pikir miskin ide,
preokupasi pada kepalanya, waham bizzare. Gangguan persepsi saat ini disangkal,
terdapat riwayat halusinasi auditorik commenting dan commanding. RTA
terganggu dengan tilikan derajat empat.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, status gizi
normoweight, tanda vital baik, status internus abses pada daerah kepala dengan
diameter 2x2cm, status neurologis ditemukan gejala parkinsonisme.
VII. FORMULASI DIAGNOSTIK
Berdasarkan pemeriksaan, pada pasien ditemukan riwayat gejala dan perilaku
yang bermakna menimbulkan penderitaan maupun hendaya dalam kehidupan
pasien. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pasien mengalami gangguan
jiwa.
1. Aksis I
Berdasarkan hasil pemeriksaan, tidak ditemukan adanya tanda-tanda
gangguan mental organik (F0) maupun kejadian yang dapat menjadi
pencetusnya. Pasien pernah dirawat karena sakit malaria tetapi setelah pulang
rawat sampai saat ini sakit malaria pasien tidak pernah kambuh dan bukan
penyebab gangguan mentalnya. Tidak pernah terdapat penurunan kesadaran
maupun kejang pada pasien. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan
zat (F1) dapat disingkirkan karena konsumsi alkohol tidak menyebabkan
ketergantungan maupun intoksikasi.
Pasien memiliki gejala psikotik yang jelas. Gejala yang ditemukan adalah
suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus, waham menetap yang
tidak wajar, arus pikiran yang terputus yang berakibat pembicaraan tidak
relevan; gejala-gejala negatif seperti apatis, pembicaraan yang terhenti, dan
respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, yang mengakibatkan
20
penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; suatu
perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan dari
beberapa aspek perilaku perorangan, bermanifestasi sebagai hilangnya minat,
tak bertujuan, sikap malas, sikap berdiam diri (self-absorbed attitude) dan
penarikan diri secara sosial berlangsung selama 1 bulan.
Pada pasien ditemukan riwayat halusinasi auditorik berupa suara
beberapa orang yang mengatakan tentang Ksatria Naga dan pasien bisa
menjadi Ksatria Naga. Saat pemeriksaan pasien mengatakan tidak mendengar
suara-suara tersebut, tetapi terdapat perilaku halusinatorik yaitu pasien banyak
menunduk, melamun, menggerakkan rahang dan bibir berulang-ulang dan
kadang tertawa sendiri. Terdapat waham bizarre berupa kepala terasa sakit
seperti dibor dan dipompa oleh kekuatan gaib dari luar sehingga sering
dipegang dan digaruk oleh pasien sampai terdapat abses di kepalanya.
Terdapat gejala negatif pada pasien berupa pendataran afek, kurangnya
dorongan kehendak, kurangnya spontanitas dan arus percakapan yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja
sosial.
Pasien pertama kali mengalami gangguan jiwa pada usia 25 tahun. Tidak
terdapat gangguan mood manik atau depresi yang menyertai gejala pasien. Dari
kriteria tersebut maka diagnosis pasien adalah skizofrenia paranoid dengan
pola perjalanan penyakit episodik dengan kemunduran progresif (F20.01).
Diagnosis banding pada pasien ini adalah Skizofrenia tak terinci episodik
dengan kemuduran progresif (F20.31). Pada pasien, ditemukan gejala lebih dari
1 tipe skizofrenia tanpa gambaran predominasi yang jelas untuk suatu
kelompok diagnosis yang khas.
Ditemukan adanya gejala-gejala parkinsonisme berupa muka topeng,
bicara monoton, bradikinesia, rigiditas ekstremitas dan tremor tangan. Pasien
didiagnosis mengalami parkinsonisme sekunder akibat obat lain (G21.1).
2. Aksis II
Tidak ada diagnosis karena tidak ditemukan ciri kepribadian yang khas pada
pasien.
21
3. Aksis III
Abses pada daerah kepala dengan diameter 2x2cm. Gejala parkinsonisme:
muka topeng, bradikinesia, rigiditas ekstremitas dan tremor tangan.
4. Aksis IV
Pasien memiliki masalah ketidakpatuhan meminum obat selama ini.
Penyebabnya adalah karena pasien kurang memiliki tilikan terhadap
penyakitnya, kurang pengetahuan terhadap penyakit dan pengobatan, tidak ada
keluarga pasien yang mendampingi pasien dalam minum obat karena pasien
tinggal di asrama, keluarga tinggal jauh jarang menengok pasien karena
keterbatasan ekonomi, ada obat yang mahal dan persediaan terbatas di RS
sehingga pasien harus membeli sendiri, anggota kesatuan tidak sepenuhnya
bisa menjadi pelaku rawat bagi pasien sehingga obat habis dan pasien tidak
kontrol ke poli.
5. Aksis V
Menggunakan skala Global Assessment of Functioning (GAF), GAF Current
sebesar 30 menunjukkan disabilitas berat dalam komunikasi dan daya nilai,
tidak mampu berfungsi hampir di semua bidang. GAF highest level of past
year (HLPY) pasien yaitu kondisi terbaik pasien selama 1 tahun terakhir
didapatkan sebesar 40. Hal ini menunjukkan beberapa disabilitas berat dalam
realita dan komunikasi, disabilitas berat dalam beberapa fungsi.
VIII. EVALUASI MULTIAKSIAL
Aksis I : Skizofrenia paranoid episodik dengan kemunduran progresif
(F20.01) DD/ Skizofrenia tak terinci episodik dengan
kemuduran progresif (F20.31) dengan Parkinsonisme sekunder
akibat obat lain (G21.1)
Aksis II : tidak ada diagnosis
Aksis III : abses pada daerah kepala dengan diameter 2x2cm;
Parkinsonisme: muka topeng, bradikinesia, rigiditas ekstremitas
dan tremor tangan
22
Aksis IV : ketidakpatuhan meminum obat karena pasien kurang memiliki
tilikan terhadap penyakitnya, kurang pengetahuan terhadap
penyakit dan pengobatan, tidak ada keluarga pasien yang
mendampingi pasien dalam minum obat karena pasien tinggal di
asrama, keluarga tinggal jauh jarang menengok pasien karena
keterbatasan ekonomi, ada obat yang mahal dan persediaannya
terbatas di RS sehingga pasien harus membeli sendiri, anggota
kesatuan tidak sepenuhnya bisa menjadi pelaku rawat bagi pasien
sehingga obat habis dan pasien tidak kontrol ke poli.
Aksis V : Global Assessment of Functioning Current=30, Highest Level of
Past Year (HLPY)=40
IX. DAFTAR MASALAH
1. Organobiologik
Parkinsonisme
Abses at regio kepala
2. Psikologik
Wajah yang tampak bingung dan tegang
Psikomotor perilaku halusinatorik
Gerakan stereotipik rahang, bibir, tangan
Gangguan proses pikir berupa blocking, perseverasi
Gangguan isi pikir yaitu miskin ide, waham bizarre
Gangguan persepsi berupa riwayat halusinasi auditorik commenting dan
commanding
Pembicaraan tidak spontan, menjawab lama, mengulang kata
Mood kosong dengan afek datar, tidak serasi
RTA terganggu
Tilikan derajat 4
Gangguan pengendalian impuls
3. Sosiokultural
23
Tinggal di asrama jauh dari keluarga
Kurang dukungan keluarga karena kurang pengetahuan, tinggal jauh dari
pasien dan masalah ekonomi
Anggota kesatuan belum dapat sepenuhnya menjadi pelaku rawat bagi
pasien
Persediaan obat pasien habis, tidak diantar kontrol; persediaan obat terbatas
di RSPAD
X. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
Hal-hal yang meringankan prognosis:
Faktor pencetus yang jelas
Awitan akut
Riwayat premorbid baik dalam sosial dan pekerjaan
Masih ada dukungan dari pihak Kesatuan
Respons terhadap pengobatan baik
Hal-hal yang memberatkan prognosis:
Awitan usia muda
Belum menikah
Sering kambuh
Tilikan derajat 4
Tidak ada remisi selama 3 tahun terapi
Riwayat kontinuitas terapi yang buruk
Banyaknya psikopatologi (gangguan proses, bentuk, isi pikir, persepsi,
pembicaraan, mood dan afek, psikomotor, dll)
Masalah ekonomi
Dukungan keluarga yang buruk
24
Belum optimalnya pelaku rawat
Banyak merokok
Efek samping obat
XI. PENATALAKSANAAN
a. Rawat inap untuk mengatasi gejala akut dan untuk memastikan bahwa pasien
mendapatkan pengobatan.
b. Terapi Farmakologi:
Risperidone 2x2 mg
Trihexyphenidyl 2x2 mg
Alternatif injeksi antipsikotik jangka panjang
c. Asuhan Gizi
Diet makanan biasa.
d. Saran
Konsul bagian Bedah untuk tata laksana abses di daerah kepala.
e. Terapi Non-Farmakologis:
1. Kepada pasien
Memberikan edukasi pada pasien mengenai penyakit dan gejala-gejala
yang ada
Memberikan informasi tentang pentingnya minum obat, manfaat obat dan
kontrol berobat secara teratur
Memberikan informasi tentang efek samping obat dan pentingnya untuk
segera memberitahu dokter apabila muncul efek samping tersebut terutama
yang tidak menyenangkan untuk pasien seperti timbul rasa mengantuk
sehingga tidak dapat beraktifitas
Manajemen pengobatan yang ditujukan untuk meningkatkan keterampilan
pasien mengelola pengobatannya
Psikoterapi suportif kepada pasien yaitu mendukung setiap perkembangan
pasien dengan memberikan pujian
Melatih kemampuan perawatan diri (memperhatikan mandi, sikat gigi,
kebersihan kuku, kepala) dan kemampuan hidup mandiri pasien (pasien
25
diberi motivasi untuk segera memberi tahu anggota kesatuan bila obat
akan habis, anggota kesatuan lain bisa menemani pasien kontrol ke poli)
Melatih keterampilan sosial pasien dalam berkomunikasi dengan orang
lain (kontak mata, terima kasih, tidak pergi sebelum komunikasi selesai)
Mengajak pasien membuat jadwal harian dan menggunakan waktu luang
untuk melakukan kegiatan yang disenanginya
Terapi okupasional selama perawatan di bangsal dengan melakukan tugas
kebersihan untuk melatih pasien kembali agar bisa berfungsi seperti
sebelumnya di asrama
Kunjungan asrama untuk menilai faktor-faktor yang mungkin menjadi
potensi penyelesaian masalah maupun potensi stressor
2. Kepada anggota kesatuan (teman asrama, bintara kesehatan, pimpinan)
Memberikan informasi dan edukasi kepada anggota kesatuan tentang
kondisi pasien, penyakit yang dideritanya, perjalanan penyakit, serta
prognosis
Memberikan informasi tentang manfaat obat, pentingnya minum obat dan
kontrol berobat secara teratur
Memberikan informasi tentang efek samping obat
Memberikan edukasi tentang pentingnya dukungan pelaku rawat yaitu
dalam pendampingan minum obat untuk mencegah kekambuhan pada
pasien
Memberi penjelasan kepada pelaku rawat bahwa perilaku pasien yang
terjadi merupakan bagian dari penyakitnya
Memberikan pelatihan kepada anggota kesatuan tentang penanganan
pasien gangguan jiwa dalam fase akut.
XII. DISKUSI
Diagnosis skizofrenia paranoid ditegakkan atas dasar adanya gejala
riwayat halusinasi auditorik tipe commenting dan commanding, perilaku
26
halusinatorik, waham bizarre, dan gejala-gejala negatif pada pasien. Pasien
pertama kali mengalami gangguan jiwa pada usia 25 tahun.1,2
Penatalaksanaan pada pasien mencakup terapi farmakologi dan non-
farmakologi. Terapi farmakologi dengan memberikan antipsikotik atipikal
Risperidone. Antipsikotik diberikan karena pasien memiliki gejala psikotik dan
sebelumnya memiliki riwayat pengobatan yang berespons baik dengan
Risperidone. Antipsikotik atipikal digunakan pada pasien ini karena efektivitasnya
baik, efek samping minimal dan dapat memperbaiki fungsi kognitif.3
Risperidone merupakan lini pertama yang dapat diberikan pada hampir
setiap pasien dengan gejala psikotik. Risperidone memiliki bioavailabilitas
sebesar 70% dimetabolisme di hati menjadi 9-hidroksi risperidon. Setelah ditelan,
kadar puncak Risperidone akan dicapai dalam 1 jam dan kadar puncak
metabolitnya dalam waktu 3 jam. Waktu paruh Risperidone dan metabolitnya
berkisar antara 20 jam sehingga dapat diberikan sekali sehari.3,4
Steady state dicapai setelah 5 hari pemberian. Kecepatan atau jumlah obat
yang diabsorpsi tidak dipengaruhi adanya makanan dalam usus. Risperidone
memiliki afinitas yang tinggi terhadap reseptor dopamin D2 dan reseptor
serotonin 5-HT2. Walaupun memiliki afinitas yang tinggi terhadap reseptor
dopamin D2, kejadian efek samping ekstrapiramidal cukup rendah. Pemberian
Trihexyphenidyl pada pasien ini ditujukan untuk meminimalisasi adanya efek
samping ekstrapiramidal.4
Rencana pemberian Haloperidol Decanoat (injeksi jangka panjang) dapat
dipikirkan berdasarkan pada pertimbangan ketidakpatuhan minum obat yang
menimbulkan gangguan berulang. Haloperidol Decanoat diberikan dari dosis 50
mg setiap 3-4 minggu karena dilepas secara lambat dalam pembuluh darah dan
memiliki waktu paruh yang panjang.5
Terapi non-farmakologi juga berperan penting pada pasien. Intervensinya
berupa psikoterapi suportif, psikoedukasi dan rehabilitasi psikiatri. Psikoterapi
suportif memberi perhatian dan dukungan kepada pasien supaya pasien merasa
aman, diterima dan dilindungi. Psikoterapi suportif dapat diberikan pada pasien
27
yang mengalami gangguan proses kognitif, gangguan dalam penilaian realita,
gangguan proses pikir, serta gangguan dalam berinteraksi dengan orang lain.6
Rehabilitasi psikiatri bertujuan membantu orang-orang dengan gangguan
psikiatri untuk meningkatkan kemampuan mereka supaya tetap berfungsi dengan
baik dalam kehidupannya. Prinsip dari program ini adalah berfokus pada masalah
yang dihadapinya (pekerjaan, tempat tinggal, pendapatan) dengan perhatian pada
pilihan dan tujuan pribadi. Intervensi ditujukan pada pelatihan ketrampilan (baik
formal atau seringkali belajar dari pengalaman) dan modifikasi lingkungan untuk
memperoleh hasil yang efektif.7,8
Ketrampilan sosial adalah perilaku, verbal dan non-verbal yang digunakan
untuk berkomunikasi secara efektif dengan orang lain. Beberapa contohnya adalah
kontak mata saat berkomunikasi, senyum saat menyapa orang lain, berjabat
tangan ketika bertemu orang lain, mengekspresikan pendapat, berterima kasih,
meminta maaf dan memberi respons emosi yang tepat.9,10
Gambar 1. Vicious cylces defisit ketrampilan sosial www.virtualmedicalcentre.com
Ketrampilan ini secara statistik memperbaiki aktivitas dan kemampuan
kerja seseorang. Number needed to treat (NNT) setidaknya ada 3 kasus yang
memerlukan intervensi ini untuk meningkatkan fungsi sosial seseorang. Hasil
meta-analisis bahwa latihan ketrampilan sosial memiliki pengaruh kuat, positif
pada perilaku, self-rated assertiveness, dan berkurangnya angka hosipitalisasi.11
28
Beberapa hal yang diharapkan dapat meningkatkan fungsi pasien secara
sosial yaitu melatih kemampuan perawatan diri (memperhatikan mandi, sikat gigi,
kebersihan kuku, kepala) dan kemampuan hidup mandiri (pasien diberi motivasi
untuk segera memberi tahu anggota kesatuan bila obat akan habis supaya anggota
kesatuan lain bisa menemani pasien kontrol ke poli). Pasien juga dilatih untuk
membuat jadwal harian supaya lebih teratur dan mengisi waktu luang sesuai
dengan minat dan hal yang menyenangkan (main bola, musik).12
Terapi okupasional yang merupakan bagian dari rehabilitasi psikiatri
efektif dilakukan pada orang dengan skizofrenia dengan kriteria: a) ingin bekerja,
b) memiliki riwayat pekerjaan sebelumnya, c) jarang dirawat di RS, atau d)
memiliki kecakapan kerja yang baik. Sejak mengalami gangguan pertama kali,
pasien bekerja di bidang kebersihan asrama dan kecakapan kerjanya baik, tetapi
kurang lebih 1 tahun terakhir tidak melakukan pekerjaannya setiap hari.13
Bekerja tidak hanya memenuhi kebutuhan finansial tetapi juga
mengembalikan pengalaman, membuat seseorang berperan dalam masyarakat,
meningkatkan harga diri dan kualitas kehidupan meskipun sebagian besar orang
dengan gangguan psikiatri berat menilai pekerjaan dengan imbalan adalah satu-
satunya tujuan.13,14
Hasil meta-analisis menyatakan psikoedukasi mengurangi angka
kekambuhan dan hospitalisasi sebanyak 20% jika pasien juga diikutsertakan dan
intervensi keluarga (anggota kesatuan, karena pasien tinggal di asrama dan
keluarga di luar kota) dilakukan selama lebih dari 3 bulan. Randomized Trials
menunjukkan kombinasi intervensi keluarga dan terapi obat yang adekuat
mengurangi angka kekambuhan sebanyak 1 tahun.12,15,16
Rekomendasi terbaru Schizophrenia Patient Outcomes Research Team
(PORT) bahwa intervensi keluarga merupakan komponen penting yang dilakukan
sedikitnya dalam waktu 9 bulan meliputi “edukasi penyakit, intervensi krisis,
dukungan emosional, dan pelatihan bagaimana melakukan koping dengan gejala
penyakit dan masalah terkait.” Hal yang perlu diperhatikan psikiater dalam
bekerja sama dengan keluarga penderita gangguan psikiatri: 1) memahami
29
pengalaman keluarga terhadap gangguan mental penderita, 2) melibatkan keluarga
dalam terapi dan rehabilitasi, 3) memahami intervensi dan dukungan keluarga
yang sesuai, 4) memahami kebutuhan akan keluarga (figur keluarga yang disegani
oleh penderita gangguan psikiatri).12
DAFTAR PUSTAKA
1. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III.
Cetakan Pertama. Departemen Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Pelayanan
Medik. Jakarta; 1993: 105-109, 111-113.
30
2. Lewis S, Escalona R, Keith SJ. Phenomenology of Schizophrenia. Kaplan and
Sadock’s Comprehensive Textbook of Psychiatry. 9th Edition. Lippincott
Williams and Wilkins; 2009: 1434-1450.
3. Stahl MS. Antipsychotic Agents. Stahl’s Essential Psychopharmacology. 3rd
Edition. Cambridge University Press; 2008: 327-452.
4. Lehman AF et al. Treatment Recommendations for Patients with
Schizophrenia. APA Practice Guideline for Treatment of Patients with
Schizophrenia. 2nd Edition; 2004: 22-29.
5. Prior TI. Avoiding Relaps in Schizophrenia: Non-compliance and the Use of
Long-acting Injectables. Available in www.medscape.com.
6. Faith BD, Lisa D. Schizophrenia: Psychosocial Treatment. Kaplan and
Sadock’s Comprehensive Textbook of Psychiatry. 8th Edition. Lippincott
Williams and Wilkins; 2007: 1456-1466.
7. Corrigan PW, Mueser KT, Bond GR, Drake RE, Solomon P. Principles and
Practice of Psychiatric Rehabilitation. An Empirical Approach. The Guildford
Press. 2008: 50-75; 115-136; 379-398.
8. Twamley EW, Jeste DV, Lehman AF. Vocational Rehabilitation in
Schizophrenia and Other Psychotic Disorder: A Literature Review and Meta-
Analysis of Randomized Controlled Trials. Lippincott Wiliams&Wilkins.
2003; 191(8): 515-523.
9. Bowie CR, McGurk SR, Mausbach B, Patterson TL, Harvey PD. Combined
Cognitive Remediation and Functional Skills Training for Schizophrenia:
Effects on Cognition, Functional Competence, and Real-Word Behavior. Am J
Psychiatry. 2012.
10. Virtual Medical Centre. Social Skills Training. Available in
www.virtualmedicalcentre.com.
11. Benton MK, Schroeder HE. Social Skills Training with Schizophrenics: A
Meta-aanalytic Evaluation. Journal of Consulting and Clinical Psychology.
1990; 58(6): 741-747.
31
12.Corrigan PW, Mueser KT, Bond GR, Drake RE, Solomon P. Principles and
Practice of Psychiatric Rehabilitation. An Empirical Approach. The Guildford
Press. 2008: 210-231; 234-262.
13.Twamley EW, Jeste DV, Lehman AF. Vocational Rehabilitation in
Schizophrenia and Other Psychotic Disorder: A Literature Review and Meta-
Analysis of Randomized Controlled Trials. Lippincott Wiliams&Wilkins.
2003; 191(8): 515-523.
14.Lehman AF. Vocational Rehabilitation in Schizophrenia. Schizophrenia
Bulletin. 2010; 21(4): 645-656.
15. Dixon LB, Lehman AF. Family Intervensions for Schizophrenia.
Schizophrenia Bulletin. 1995; 21(4): 631-643.
16. Pitschel-Walz G, Leucht S, Bäuml J, Kissling W, Engel RR. The Effect of
Family Interventions on Relapse and Rehospitalization in Schizophrenia-A
Meta-analysis. Schizophrenia Bulletin. 2001; 27(1): 73-92.
KURVA PERJALANAN PENYAKIT
32
Rawat RSPAD
FOLLOW UP
Tanggal 6 Desember 2012 (H-2) 8 Desember 2012 (H-4)
33
2009 25 tahun
201026 tahun
201127 tahun
2012 28 tahun
Pertama sakit; stressor: putus dengan pacar; halusinasi auditorik commanding, bicara dan tertawa sendiri; kabur dari Kesatuan Merauke; dirawat di RS Merauke 2 hari dan Jayapura 2 hari; Haloperidol 2x5mg, Chlorpromazine 1x100mg malam; rujuk ke RSPAD dirawat 2 bulan; Risperidone 2x3mg, Haloperidol 2x5mg, Trihexyphenidyl 3x2mg, Amitriptyline 1x25mg malam; “diistirahatkan” kerja kebersihan di Kesatuan Cendrawasih Jakarta
Halusinasi auditorik, gelisah, mondar mandir, bicara dan tertawa sendiri; dirawat 1 bulan di RSPAD; Risperidone 2x2mg, Trifluoperazine 2x10mg, Carbamazepine 2x200mg dan Trihexyphenidyl 2x2mg; kerja, komunikasi baik, duduk sendiri dan banyak merokok
Halusinasi auditorik, tertawa dan bicara sendiri, kepala sakit seperti dibor, defisit perawatan diri, tidak mau makan, banyak merokok, gelisah, mondar mandir, tidak bisa tidur
Halusinasi auditorik, tidak bisa tidur, tertawa dan bicara sendiri, kepala sakit seperti dibor; rawat RSPAD 2 bulan; Risperidone 2x2mg, Clozapine 1x100mg malam, Trihexyphyenidyl 2x2mg; kerja jarang dikerjakan, harus disuruh, komunikasi kurang, makin sering mondar mandir sambil merokok
Suyektif:Pasien mengatakan dirawat pertama kali 3 tahun lalu di RS ini. Banyak diam dan menunduk, tangan memegang kepala berulang kali karena merasa sakit dan gerakan rahang berulang. Menjawab pertanyaan lama, jawaban singkat berulang “tidak tahu, tidak apa-apa, bagaimana”, mengulang kata “berat badan, berat badan”. Kadang tertawa sendiri.
Pasien mengatakan sudah 3 hari dirawat dan keadaanya lebih tenang. Pasien tidur nyenyak, kepala sudah tidak terlalu sakit. Pasien sudah lebih cepat dalam menjawab pertanyaan. Masih terlihat pasien tertawa sendiri.
Penampilan
laki-laki sesuai usia, kurus, perawatan diri buruk, wajah bingung dan tegang, kontak mata kurang adekuat
laki-laki sesuai usia, kurus, baju sudah ganti dan bersih, ekspresi wajah tidak terlalu tegang, kontak mata kurang adekuat
Sikap/
Psikomotor
kurang kooperatif/ perilaku halusinatorik, gerakan stereotipik tangan dan rahang; parkinsonisme: tremor, rigiditas, bradikinesia
kooperatif/ perilaku halusinatorik, gerakan stereotipik rahang dan tangan; parkinsonisme: tremor, rigiditas, bradikinesia
Pembicaraantidak spontan, miskin pembicaraan, menjawab lama, singkat, berulang, mengulang kata-kata
kurang spontan, menjawab lebih cepat dari sebelumnya, sudah jarang mengulang kata-kata
Mood/ Afek kosong/ datar, tidak serasi kosong/ datar, tidak serasi
Proses/ isi pikir blocking, perseverasi/ miskin ide, preokupasi pada kepalanya, waham bizzare
blocking/ miskin ide, preokupasi pada kepalanya, waham bizzare
Persepsi tidak didapatkan halusinasi tidak didapatkan halusinasi
RTA/Insight terganggu/ derajat 4 terganggu/ derajat 4
Tata laksana
Risperidone 2x2mgTrihexyphenidyl 2x2mgDiet biasaPsikoterapi suportif
Risperidone 2x3mgTrihexyphenidyl 2x2mgDiet biasaPsikoterapi suportifRencana untuk membuat jadwal harian dan mulai ketrampilan sosial
Tanggal 11 Desember 2012 (H-7) 27 Desember 2012 (H-23)
34
Suyektif: Pasien mengatakan tidurnya nyenyak. Mengatakan mendengar orang-orang berbicara kepada pasien tentang Ksatria Naga, tapi saat ini sudah tidak didengar lagi. Pasien diam sambil menggerakan rahangnya berulang-ulang. Masih terlihat pasien tertawa sendiri. Benjolan di kepala sudah mengecil.
Pasien mengatakan keadaannya sudah baik, tidak apa-apa lagi. Tidur nyenyak, tidak gelisah, tidak mendengar suara-suara, kepala masih sakit. Pasien ingin pulang dan mengikuti kegiatan di asramanya. Pasien mengatakan minum obat membuat keadaannya lebih baik. Pasien tahu dirinya mengalami sakit kejiwaan dan akan minum obat teratur. Pasien kadang diam dan tertawa sendiri. Tidak ada benjolan di kepalanya.
Penampilanlaki-laki sesuai usia, kurus, baju bersih, ekspresi wajah masih tegang, kontak mata kurang adekuat
laki-laki sesuai usia, kurus, baju bersih, ekspresi wajah tidak terlalu tegang, kontak mata lebih adekuat
Sikap/
Psikomotor
kooperatif/ perilaku halusinatorik, gerakan stereotipik rahang, gerakan tangan berkurang; parkinsonisme: tremor, rigiditas, bradikinesia
kooperatif/ perilaku halusinatorik berkurang, gerakan stereotipik rahang, parkinsonisme: tremor dan rigiditas berkurang
Pembicaraankurang spontan, miskin pembicaraan, menjawab lebih cepat, singkat
kurang spontan, menjawab lebih banyak dan lebih cepat dari sebelumnya
Mood/ Afek kosong/ datar, tidak serasi kosong/ datar, tidak serasi
Proses/ isi pikir blocking/ miskin ide, preokupasi pada kepalanya, waham bizzare
blocking/ miskin ide, preokupasi pada kepalanya, waham bizzare
Persepsi tidak didapatkan halusinasi tidak didapatkan halusinasi
RTA/Insight terganggu/ derajat 4 terganggu/ derajat 4
Tata laksana
Risperidone 2x3mgTrihexyphenidyl 2x2mgDiet biasaPsikoterapi suportif dengan memuji perkembangan pasien (sudah mandi, mau berkumpul dengan pasien lain)Melatih pasien untuk lebih mandiri dalam perawatan diri, membuat jadwal harian dan melatih pasien agar lebih banyak memakai waktunya melakukan kegiatan bersama pasien lain
Risperidone 2x3mgTrihexyphenidyl 2x2mgDiet biasaPsikoterapi suportifPsikoedukasi pelaku rawat yaitu teman asrama pasien tentang pengobatan pasien secara teraturRencana pulang
35