makalah farmasi wawa - thypoid

37
MAKALAH FARMASI TYPHUS ABDOMINALIS Oleh : Wahyu G99141082 Pembimbing: Dyah Poerwohastuti, S.Farm., Apt KEPANITERAAN KLINIK ILMU FARMASI

Upload: wahyu-wirawan

Post on 18-Jan-2016

108 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

tifus

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Farmasi Wawa - Thypoid

MAKALAH FARMASI

TYPHUS ABDOMINALIS

Oleh :

Wahyu

G99141082

Pembimbing:

Dyah Poerwohastuti, S.Farm., Apt

KEPANITERAAN KLINIK ILMU FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD Dr. MOEWARDI

SURAKARTA

2014

Page 2: Makalah Farmasi Wawa - Thypoid

BAB ITINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Typhus abdominalis adalah suatu penyakit sistemik akut yang disebabkan

oleh infeksi kuman Salmonella typhi yang menyerang manusia khususnya pada

saluran cerna yaitu pada usus halus yang masuk melalui makanan atau minuman

yang tercemar dan ditandai dengan gejala demam lebih dari satu minggu,

gangguan pada pencernaan dan lebih diperburuk dengan gangguan kesadaran.1

B. EPIDEMIOLOGI

Typhus abdominalis termasuk penyakit menular yang tercantum dalam

Undang-undang Nomor 6 tahun 1962 tentang wabah. Walaupun tercantum dalam

undang-undang wabah dan wajib dilaporkan, namun data yang lengkap belum

ada, sehingga gambaran epidemiologinya belum diketahui secara pasti. Di

Indonesia, jarang dijumpai secara epidemic, tapi lebih sering bersifat sporadic,

terpencar-pencar di suatu daerah dan jarang menimbulkan lebih dari satu kasus

pada orang-orang serumah. Sumber penularan biasanya tidak dapat ditemukan.

Ada 2 sumber penularan Salmonella typhi yaitu pasien dengan tifoid dan carrier.

Di daerah endemic, tranmisi terjadi melalui air yang tercemar dan

makanan yang tercemar oleh carrier yang merupakan sumber penularn yang

paling sering di daerah non endemik 5.

C. ETIOLOGI

Salmonella adalah basil gram negative, tidak berkapsul, hampir selalu

motil dengan menggunakan flagella peritrikosa, yang menimbulkan dua atau

lebih bentuk antigen H. Kuman ini meragikan glukosa, sehingga terbentuk dasar

asam dan cekungan basa pada agar beri gula tripel ( TSI ). Umumnya

menghasilkan H2S yang dapat terdeteksi sebagai produk reaksi hitam dan

berfungsi awal untuk membedakan isolate dari Shigella, yang juga menimbulkan

2

Page 3: Makalah Farmasi Wawa - Thypoid

reaksi TSI basa / asam. Salmonella typhi penyebab utama demam tifoid atau

typhus abdominalis. Beberapa salmonella sangat mudah beradaptasi pada

manusia seperti S.typhi, S. paratyphi A, S. paratyphi B. sementara sebagian besar

spesies beradaptasi pada hewan dan tidak menyebabkan kesakitan pada manusia.

Yang lain menginfeksi baik manusia dan hewan tingkat rendah, sehingga

menyebabkan gastroenteritis atau yang lebih jarang infeksi terlokalisir, atau

septikemik6.

D. PATOFISIOLOGI

Kuman S. typhi masuk tubuh manusia melalui mulut dengan makanan dan

air tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan asam lambung. Sebagian lagi masuk

ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque Payeri di ileum terminalis

yang hipertropi. Di tempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal

dapat terjadi. Kuman S.typhi kemudian menembus lamina propia masuk aliran

limfe mesenterial, dan mencapai kelenjar limfe mesenterial, yang juga

mengalami hipertropi. Setelah melewati kelenjar-kelenjar limfe ini, S.typhi

masuk aliran darah melalui ductus thoracicus. Kuman-kuman S.typhi lain

mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus. S.typhi bersarang di plaque

Payeri, limpa, hati dan bagian-bagian lain system retikuloendotelial. Semua

disangka demam dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid disebabkan

endotoksemia. Tapi kemudian berdasar penelitian eksperimental disimpulkan

bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam dan gejala-

gejala toksemia pada typhus abdominalis. Endotoksin S.typhi berperan pada

patogenesis, karena membantu terjadinya proses inflamasi local pada jaringan

tempat S.typhi berkembang biak. Demam pada tifoid disebabkan karena S.typhi

dan endotoksinya merangsang sintesis dan penglepasan zat pirogen olek leucosis

pada jaringan yang meradang5. Proses perkembangan S. Typhi didalam tubuh

dijlaskan dalam bagan berikut.

3

Page 4: Makalah Farmasi Wawa - Thypoid

4

Page 5: Makalah Farmasi Wawa - Thypoid

E. MANIFESTASI KLINIS

Masa tunas berlangsung 10 – 14 hari. Gejala-gejala yang timbul bervariasi.

Selain itu, gambaran penyakit bervariasi dari penyakit ringan yang asimptomatis

sampai gambaran penyakit yang khas dengan komplikasi dan kematian.

Minggu pertama, keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut

pada umumnya, yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual,

muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, epistaksis. Pada

pemeriksaan fisik didapatkan suhu badan meningkat.

Dalam minggu kedua, gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam,

bradikardia relative, lidah khas ( kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta

tremor ), hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan mental berupa

somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis, roseolae jarang ditemukan pada

orang Indonesia5.

F. DIAGNOSIS

Biakan darah positif memastikan typhus abdominalis, tapi biakan darah

negative tidak menyingkirkan typhus abdominalis. Biakan feces positif

menyokong diagnosis klinis typhus abdominalis5. Biakan feces ini, 75% positif

pada minggu ketiga.

Diagnosis serologis kurang dapat diandalkan dibandingkan biakan.

Sebagian besar pasien dapat mempunyai antibody terhadap antigen O, H, dan Vi (

tes widal ). Jika tidak mendapatkan imunisasi yang baru, titer antibody terhadap

antigen O ( > 1/ 640 ) adalah sugestif, tapi tidak spesifik selama salmonella

serogrup. Peninggian antibody empat kali lipat pada sediaan berpasangan adalah

criteria yang baik, untuk memastikan diagnosis typhus abdominalis selama 2

sampai 3 minggu5,6. Jadi pemeriksaan widal dinyatakan positif apabila :

Titer O widal I 1/ 320 atau

Titer O widal II naik 4 kali atau lebih dibandingkan titer O widal I

atau

Titer O widal I ( - ) tapi titer O widal II ( + ) berapapun angkanya

5

Page 6: Makalah Farmasi Wawa - Thypoid

Sedangkan pemeriksaan penunjang lainnya :

Darah perifer lengkap : leucopenia, limfositosis, aneosinofilia

Biakan empedu : tumbuh koloni Salmonella typhi9

G. DIAGNOSIS BANDING

Infeksi virus

Malaria3,9

H. TERAPI

1. Bed rest total, sampai 7 hari bebas panas3. Maksudnya untuk mencegah

terjadinya komplikasi yakni perdarahan usus atau perforasi usus. Mobilisasi

pasien dilakukan secara bertahap, sesuai dengan kekuatan pasien 5.

2. Diet saring TKTP rendah serat, lunak sampai 7 hari bebas panas lalu ganti

bubur kasar , dan setelah 7 hari ganti dengan nasi3. Pemberian bubur saring

bertujuan untuk menghindari komplikasi perdarahan usus / perforasi usus,

karena ada pendapat bahwa usus perlu diistirahatkan5.

3. Antibiotik

Terapi antibiotik merupakan inti dari farmakoterapi dan harus dimulai

jika bukti klinis mendukung gambaran typhus abdominalis2. Sejak tahun

1960, telah muncul strain S.typhii yang resisten terhadap kloramfenicol dan

pada tahun 1989, strain S. typhii Multi Drugs Resistance (MDR) yang kebal

terhadap Kloramfenikol amoxicillin dan cotrimoxazol muncul dan

menyebar di anak benua India dan beberapa negara di Asia Tenggara. Untuk

kasus typhus MDR ini maka obat pilihan utamanya adalah

Flouoroquinolone dan Cepholosporin generasi ketiga karena kemanjuran

serta rendahnya angka kasus relaps dan carrier2. Kloramphenicol terutama

digunakan pada daerah-daerah dimana strain lokal masih sensitive 1,2. Pada

kasus Typhus Abdominalis MDR pada anak, karena penggunaan quinolone

tidak dianjurkan, maka cephalosporine generasi ke tiga menjadi pilihan

utama2.

6

Page 7: Makalah Farmasi Wawa - Thypoid

a. Kloramfenikol

Obat yang dipilih sebagai antibiotik pada demam tifoid adalah

Kloramfenikol dimana obat ini bekerja dengan cara berikatan dengan

subunit ribosom 50 S bakteri dan menghambat pertumbuhan bakteri

dengan menghambat sintesa protein 2. Efektif untuk bakteri gram positif

dan negatif 2,7, namun jika ada antibiotik lain yang lebih aman,

dianjurkan untuk tidak menggunakan kloramfenikol 7. Saat ini terutama

digunakan untuk demam typhoid, infeksi Salmonella yang lain, serta

H.influenzae 7.

Resorbsi dari usus lengkap dan cepat, dengan BA 75-90%.

Distribusi ke jaringan rongga, dan cairan tubuh, kecuali empedu, baik

sekali. Kadar dalam LCS tinggi sekali. PP kurang dari 50%, plasma-t ½-

nya rata-rata 3 jam. Dalam hati, 90% dirombak menjadi glukoronid

inaktif 8. Ekskresi melalui ginjal dalam bentuk inaktif dan hanya 10%

dalam bentuk utuh 7.

Perbaikan klinis tampak pada hari kedua dan panas mulai turun

pada hari ke 3-5 2,4. Diberikan secara peroral kecuali pasien mengeluh

mual atau diare, dimana dapat diberikan per IV. Pemberian per IM

haruslah dihindari karena menyebabkan penurunan panas yang lambat

serta kadar obat dalam darah kurang memuaskan2.

Efek samping lain yang umum terjadi adalah gangguan lambung

usus, neuropati optis dan perifer, radang lidah dan mulut 8. Efek

samping yang lebih berat yaitu reaksi hematologik berupa depresi

sumsum tulang yang reversibel dan anemia aplastik yang irreversibel 8.

Angka kejadian reaksi hematologik ini adalah 1: 24.000-50.000 7.

Interaksi dengan obat lain :

- Barbiturat : dapat menyebabkan peningkatan kadar serum

barbiturat sedang kadar serum kloramfenikol menurun sehingga

7

Page 8: Makalah Farmasi Wawa - Thypoid

mengakibatkan toksisitas di samping itu juga memperpendek

waktu paruh kloramfenikol 2,8.

- Sulfonil urea : hipoglikemia.

- Rifampisin : kadar serum kloramfenikol turun.

- Antikoagulan : peningkatan efek dari antikoagulan.

- Hydantoin : meningkatkan kadar serum hydantoin.

Penggunaan pada ibu hamil (terutama pada trimester III (aterm

atau dalam persalinan)) dan menyusui tidak dianjurkan karena dapat

menyebabkan sindrom “Grey Baby” 8. Sedang untuk ibu hamil

Trimester I dan II dapat diberikan 3. “Grey Baby Syndrome” juga dapat

terjadi pada pemberian kloramfenikol pada bayi prematur yang

mendapat dosis tinggi. Dosis maksimal untuk bayi kurang dari 1 bulan

adalah 25 mg/kgBB/hr 7.

b. Tiamfenikol ( Urfamycin )

- Dosis dan efektivitas sama dengan kloramfenikol5.

- Kelebihan : Angka Carrier lebih sedikit pada bakteri yang

sensitive

- Keurangan : Perbaikan klinis lebih lambat. Kasus relaps lebih

banyak.

c. Cotrimoxazol ( Trimetroprim dan Sulfametoksazol )

- Dosis untuk orang dewasa adalah 2 x 480 mg sehari, digunakan

sampai 2 minggu bebas demam5.

- Menghambat pertumbuhan bakteri dengan menghambat sintesis

dari asam dihidrofolik. Sama efektif seperti kloramfenikol dalam

penurunan panas dan pencegahan relaps.

- Kelebihan : Dapat digunakan pada pasien yang alergi terhadap

Kloramfenikol Thiamphenicol, dan golongan Penicillin

- Kekurangan : Perbaikan klinis lebih lambat

d. Amoxicillin

8

Page 9: Makalah Farmasi Wawa - Thypoid

- Dosis yang dianjurkan berkisar 50 – 150 mg / kgBB sehari,

digunakan sampai 2 minggu bebas demam5.

- Menghasilkan aktivitas bakterisidal pada bakteri yang sensitif.

Kurang efektif dibandingkan dengan Kloramfenikol dalam

menurunkan panas dan kasus relaps. Angka Carrier lebih sedikit

dibandingkan antibiotik lain pada bakteri yang sensitif.

- Kelebihan : Angka Carrier lebih sedikit pada bakteri yang benar-

benar sensitive.

- Kekurangan: Perbaikan klinis lebih lambat. Kasus relaps lebih

banyak.

4. Simptomatik

Antipiretik: Paracetamol dengan dosis 3x 500-1000mg sehari

I. PROGNOSIS

Terapi yang cocok, terutama jika pasien perlu dirawat secara medis pada

stadium dini, sangat berhasil. Angka kematian dibawah 1%, dan hanya sedikit

penyulit yang terjadi6.

9

Page 10: Makalah Farmasi Wawa - Thypoid

BAB II

ILUSTRASI KASUS

A. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Tn J

Umur : 22 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Mahasiswa

Alamat : Surakarta

Agama : Islam

B. ANAMNESIS

1. Keluhan Utama : Badan panas

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan badan panas. Sejak kurang lebih 3 hari SMRS,

badan penderita panas. Panas dirasakan naik turun, dan naik terutama pada

malam hari, sampai menggigil. Penderita meminum obat penurun panas

(panadol) dan panasnya sempat turun tapi naik lagi setelah beberapa jam

minum obat. Kepala penderita juga pusing terutama saat badan panas.

Penderita mengeluhkan nyeri perut dan mual, tetapi tidak muntah, nafsu

makan berkurang dan badan terasa lemah. Sudah 4 hari ini penderita tidak

BAB. BAK tidak ada keluhan. Dalam keseharian, pasien sering membeli

makanan di pinggiran jalan untuk makan siang di kampusnya.

3. Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat mondok karena penyakit serupa ( - )

10

Page 11: Makalah Farmasi Wawa - Thypoid

Riwayat alergi obat, makanan, udara dingin (- )

Riwayat DM (-)

Riwayat asma (-)

Riwayat penyakit Liver (-)

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit serupa ( - )

Riwayat alergi (- )

Riwayat DM (-)

C. PEMERIKSAAN FISIK

A. Keadaan Umum Sakit sedang, compos mentis, gizi kesan cukup

Tanda Vital

Status Gizi

Tensi : 110/80 mmHg

Nadi : 96 x/ menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup

Frekuensi Respirasi : 20 x/menit

Suhu : 38,5 0C

BB=53 kg

TB=165 cm

BMI= 19,4

C. Kulit Warna coklat, turgor menurun (-), hiperpigmentasi (-),

kering (-), teleangiektasis (-), petechie (-), ikterik (-),

ekimosis (-), pucat (-)

D. Kepala Bentuk mesocephal, rambut warna hitam, uban (-), mudah

rontok (-), luka (-)

E. Mata Mata cekung (-/-), konjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik

(-/-), perdarahan subkonjugtiva (-/-), pupil isokor dengan

diameter (3 mm/3 mm), reflek cahaya (+/+), edema

palpebra (-/-), strabismus (-/-)

F. Telinga Membran timpani intak, sekret (-), darah (-), nyeri tekan

mastoid (-), nyeri tekan tragus (-)

G. Hidung Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), fungsi

11

Page 12: Makalah Farmasi Wawa - Thypoid

penghidu baik

H. Mulut Sianosis (-), gusi berdarah (-), gigi tanggal (-), bibir kering

(-), pucat (-), lidah tifoid (+), papil lidah atrofi (-),

stomatitis (-), luka pada sudut bibir (-), tepi lidah hiperemi

(+)

I. Leher JVP R+2cm (tidak meningkat), trakea di tengah, simetris,

pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran limfonodi

cervical (-), leher kaku (-), distensi vena-vena leher (-)

J. Thorax Bentuk normochest, simetris, pengembangan dada kanan =

kiri, retraksi intercostal (-), spider nevi (-), pernafasan

torakoabdominal, sela iga melebar (-), pembesaran KGB

axilla (-/-)

Jantung :

Inspeksi Iktus kordis tidak tampak

Palpasi Iktus kordis teraba di SIC V 1 cm medial linea

medioclavicularis

Iktus kordis tidak kuat angkat

Perkusi Batas jantung kanan atas : SIC II linea sternalis dextra

Batas jantung kanan bawah : SIC IV linea parasternalis

dekstra

Batas jantung kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistra

Batas jantung kiri bawah : SIC V 1 cm medial linea

medioklavicularis sinistra

Pinggang jantung : SIC II-III parasternalis sinistra

→ konfigurasi jantung kesan tidak melebar

Auskultasi HR : 108 kali/menit reguler. Bunyi jantung I-II murni,

intensitas normal, reguler, bising (-), gallop (-). Bunyi

jantung I > Bunyi jantung II, di SIC V 1 cm medial linea

medioklavikula sinistra dan SIC IV linea parasternal

sinistra. Bunyi jantung II > Bunyi jantung I di SIC II linea

12

Page 13: Makalah Farmasi Wawa - Thypoid

parasternal dextra et sinistra.

Pulmo :

Inspeksi Normochest, simetris, sela iga melebar (-), iga mendatar

(-). Pengembangan dada kanan = kiri, sela iga melebar,

retraksi intercostal (-)

Palpasi Simetris. Pergerakan dada kanan = kiri, peranjakan dada

kanan = kiri, fremitus raba kanan = kiri

Perkusi Sonor / Sonor

Auskultasi Suara dasar vesikuler intensitas normal, suara tambahan

wheezing (-/-), ronchi basah kasar (-/-), ronchi basah halus

basal paru (-/-), krepitasi (-/-)

K. Punggung kifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-), nyeri ketok

kostovertebra (-),

L. Abdomen :

Inspeksi Dinding perut sejajar dari dinding thorak, distended (-),

venektasi (-), sikatrik (-), stria (-), caput medusae (-)

Auscultasi Peristaltik (+) normal

Perkusi Timpani, pekak alih (-)

Palpasi nyeri tekan (-). Hepar tidak teraba. Lien tidak teraba.

M Genitourinaria Ulkus (-), sekret (-), tanda-tanda radang (-)

N. Ekstremitas Kuku pucat (+), spoon nail (-)

Akral dingin Odem

_ _

_ _

_ _

_ _

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG :

Darah Rutin

Hb : 12,1 g/dl Gol darah : B

Hct : 42 % Ur : 20

13

Page 14: Makalah Farmasi Wawa - Thypoid

Leukosit: 7000 g/dL Cr : 0,5

Eritrosit: 3.500.000 g/dL

Widal Test

Titer O Titer H

S. typhi 1 / 320 1 / 400

S. paratyphi 1 / 160 1 / 160

E. DIAGNOSIS

Typhus Abdominalis

F. PENATALAKSANAAN

1. Non Medikamentosa

Bed rest total sampai 7 hari bebas panas

(mobilsasi bertahap dari duduk sampai pulih kekuatan)

Diet TKTP lunak, rendah serat sampai 7 hari bebas panas.

Kemudian diganti bubur kasar setelah 7 hari diganti nasi

Kompres air hangat

2. Medikamentosa

Infus NaCl 0,9%

Kloramfenikol 4 x 500mg → drug of choice Thypoid

Pamol 3x500 mg → Demam

Rantin injeksi → Mual

14

Page 15: Makalah Farmasi Wawa - Thypoid

Penulisan Resep

RSUD Dr. Moewardi Surakarta

Poli Klinik Interna

11 Agustus 2014

Dokter : dr. Kharisma

R / Infus Natrium Chlorida 0,9% fl No II

Cum infuse set No I

Abocath no 20 No I

Three way No I

Simm

R / Kloramfenikol tab mg 500 No XXX

S 4 dd tab I

R/ Pamol tab mg 500 No. XV

S 3 dd tab I

R/ Rantin inj amp No. V

Cum disposable syringe cc 3 No. V

Simm

Pro : Tn. K (22 tahun)

Alamat : Surakarta

15

Page 16: Makalah Farmasi Wawa - Thypoid

BAB III

PEMBAHASAN

A. Tindakan Umum

Tujuan pengobatan adalah untuk membasmi infeksi, mengurangi

morbiditas dan mencegah komplikasi 2.

Untuk membasmi infeksi dan mencegah komplikasi, maka pemberian

antibiotika yang tepat adalah hal yang terpenting dan menjadi inti farmakoterapi

terhadap typhus abdominalis. Antibiotik diberikan secara empiris bila bukti-bukti

klinis menyokong diagnosa typhus abdominalis 2.

Untuk mengurangi morbiditas, pemberian glukokortikoid

(Dexamethasone) dapat diberikan pada pasien yang mengalami demam toksemik

yang berat 1,3. Pemberian harus dengan indikasi dan dosis yang tepat karena dapat

menyebabkan perdarahan dan perforasi usus 3. Pemberian asam salisilat dan

antipiretik lain tidak dianjurkan kaena dapat menyebabkan perdarahan dan

perforasi usus 4 disamping memang tidak banyak berguna 3. Untuk mengurangi

demam dapat dilakukan kompres dengan air hangat3 .

B. Terapi Antibiotik

Terapi antibiotik merupakan inti dari farmakoterapi dan harus dimulai jika

bukti klinis mendukung gambaran typhus abdominalis 2.

Sejak tahun 1960, telah muncul strain S.typhii yang resisten terhadap

kloramfenicol dan pada tahun 1989, strain S. typhii Multi Drugs Resistance

(MDR) yang kebal terhadap Chloramphenicol, Amoxicillin dan Cotrimoxazol

muncul dan menyebar di anak benua India dan beberapa negara di Asia Tenggara.

Untuk kasus typhus MDR ini maka obat pilihan utamanya adalah

Flouoroquinolone dan Cepholosporin generasi ketiga karena kemanjuran serta

rendahnya angka kasus relaps dan carrier 2.

16

Page 17: Makalah Farmasi Wawa - Thypoid

Kloramphenicol terutama digunakan pada daerah-daerah dimana strain

lokal masih sensitif 1,2. Pada kasus typhus abdominalis MDR pada anak, karena

penggunaan quinolone tidak dianjurkan, maka cephalosporine generasi ketiga

menjadi pilihan utama 2.

C. Pembahasan Obat

Obat yang dipilih sebagai antibiotik pada kasus di atas adalah

Chloramphenicol, dimana obat ini bekerja dengan cara berikatan dengan subunit

ribosom 50 S bakteri dan menghambat pertumbuhan bakteri dengan menghambat

sintesa protein 2. Efektif untuk bakteri gram positif dan negatif 2, namun jika ada

antibiotik lain yang lebih aman, dianjurkan untuk tidak menggunakan

kloramfenikol. Saat ini terutama digunakan untuk demam typhoid, infeksi

Salmonella yang lain, serta H. influenzae.

Resorbsi dari usus lengkap dan cepat, dengan BA 75-90%. Distribusi ke

jaringan rongga, dan cairan tubuh, kecuali empedu, baik sekali. Kadar dalam LCS

tinggi sekali. PP kurang dari 50%, plasma-t ½-nya rata-rata 3 jam. Dalam hati,

90% dirombak menjadi glukoronid inaktif 8. Ekskresi melalui ginjal dalam bentuk

inaktif dan hanya 10% dalam bentuk utuh 7.

Perbaikan klinis tampak pada hari kedua dan panas mulai turun pada hari

ke 3-5 2,4. Diberikan secara peroral kecuali pasien mengeluh mual atau diare,

dimana dapat diberikan per IV (intra venous). Pemberian per IM (intra muscular)

haruslah dihindari karena menyebabkan penurunan panas yang lambat serta kadar

obat dalam darah kurang memuaskan2.

Efek samping lain yang umum terjadi adalah gangguan lambung usus,

neuropati optis dan perifer, radang lidah dan mulut. Efek samping yang lebih

berat yaitu reaksi hematologik berupa depresi sumsum tulang yang reversibel dan

anemia aplastik yang ireversibel 8. Angka kejadian reaksi hematologik ini adalah

1: 24.000-50.000 7.

Interaksi dengan obat lain :

17

Page 18: Makalah Farmasi Wawa - Thypoid

1. Barbiturat : dapat menyebabkan peningkatan kadar serum barbiturat sedang

kadar serum kloramfenikol menurun sehingga mengakibatkan toksisitas 2 di

samping itu juga memperpendek waktu paruh kloramfenikol.

2. Sulfonil urea : hipoglikemia.

3. Rifampisin : kadar serum kloramfenikol turun.

4. Antikoagulan : peningkatan efek dari antikoagulan.

5. Hydantoin : meningkatkan kadar serum hydantoin.

Penggunaan pada ibu hamil (terutama pada trimester III (aterm atau dalam

persalinan) dan menyusui tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan sindrom

“grey baby”. Sedang untuk ibu hamil Trimester I dan II dapat diberikan 3. “Grey

Baby Syndrome” juga dapat terjadi pada pemberian kloramfenikol pada bayi

prematur yang mendapat dosis tinggi. Dosis maksimal untuk bayi kurang dari 1

bulan adalah 25 mg/kgBB/hari 7.

D. Alasan pemilihan Kloramfenikol untuk kasus ini

1. Diharapkan adanya perbaikan keadaan klinis yang lebih cepat dibandingkan

jika diberikan antibiotik lain (Amoxicillin, Amphicillin, Kotrimoxazol).

2. Harga lebih murah dibanding golongan Quinolon dan Cephalosporin generasi

ketiga.

3. Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan adanya tanda kerusakan hepar.

4. Dapat diberikan peroral.

5. Masih merupakan obat pilihan utama untuk typhus abdominalis di Indonesia.

Pada pasien ini harus dilakukan pemantauan darah rutin (Hb, HCt, AL,

AT). Jika terdapat penurunan dapat diganti dengan obat antibiotik lain.

E. Infus Ringer Lactate: Dextose 5%

Pemberian infus pada kasus ini bertujuan untuk mencegah dehidrasi,

sebagai tambahan nutrisi dan mencegah asidosis.

18

Page 19: Makalah Farmasi Wawa - Thypoid

G. Pamol

Nama obat Pamol (Paracetamol) – Parasetamol adalah drivat p-

aminofenol yang mempunyai sifat antipiretik /

analgesik.

Sifat antipiretiknya disebabkan oleh gugus aminobenzen

dan mekanismenya diduga berdasarkan efek

sentral. Parasetamol memiliki sebuah cincin benzena,

tersubstitusi oleh satu gugus hidroksil dan atom nitrogen

dari gugus amida pada posisi para (1,4). Senyawa ini

dapat disintesis dari senyawa asal fenol yang dinitrasikan

menggunakan asam sulfat dan natrium nitrat.

Parasetamol dapat pula terbentuk apabila senyawa 4-

aminofenol direaksikan dengan senyawa asetat anhidrat.

Sifat analgesik Parasetamol dapat menghilangkan rasa

nyeri ringan sampai sedang. Paracetamol sebagai

analgetik memiliki khasiat sama seperti aspirin atau

obat-obat non steroid antiinflamatory drug (NSAID)

lainnya. Seperti aspirin, parasetamol berefek

menghambat prostaglandin (mediator nyeri) di otak

tetapi sedikit aktivitasnya sebagai penghambat

postaglandin perifer. Namun, tak seperti obat-obat

NSAIDs.

Sifat antiinflamasinya sangat rendah sehingga tidak

digunakan sebagai antirematik. Pada penggunaan per

oral, Parasetamol diserap dengan cepat melalui saluran

cerna. Kadar maksimum dalam plasma dicapai dalam

waktu 30 menit sampai 60 menit setelah pemberian.

19

Page 20: Makalah Farmasi Wawa - Thypoid

Parasetamol diekskresikan melalui ginjal, kurang dari

5% tanpa mengalami perubahan dan sebagian besar

dalam bentuk terkonjugasi.

Karena Parasetamol memiliki

aktivitas antiinflamasi (antiradang) rendah, sehingga

tidak menyebabkan gangguan saluran cerna maupun efek

kardiorenal yang tidak menguntungkan. Karenanya

cukup aman digunakan pada semua golongan usia.

Dosis Dewasa Dosis umum untuk orang dewasa adalah 500 mg

sampai 1000mg setiap empat jam serta dikonsumsi

tidak lebih dari 10 hari.

Dosis anak analgesik, antipiretik: oralDosis anak 6-12 bulan 60

mg/kali, maks. 6 kali sehari; 1-6 tahun 60-120 mg/kali,

maks. 6 kali/hari; 6-12 tahun 150-300 mg/kali, maks. 1,2

g/hari; dewasa 300 mg 1 g/kali, maks. 4 g/hariSediaan :

tab. 100 mg, 500 mg; sir. 120 mg/5 ml

Kontraindikasi Pasien dengan riwayat gangguan fungsi hati dan ginjal

Interaksi Obat Paracetamol sering dikombinasikan dengan aspirin untuk

mengatasi rasa nyeri pada rematik sebab paracetamol

tidak mempunyai efek anti inflamasi seperti aspirin

sehingga bila kedua obat ini digabung maka akan

didapatkan sinergi pengobatan yang bagus pada penyakit

rematik. Paracetamol aman diberikan pada wanita hamil

dan menyusui namun tetap dianjurkan pada wanita hamil

untuk meminum obat ini bila benar benar membutuhkan

dan dalam pengawasan dokter. Paracetamol

dikombinasikan dengan opiod codein.

Paracetamol dokombinasikan dengan codein dan

penenang (syndol atau mersyndol). Parasetamol

20

Page 21: Makalah Farmasi Wawa - Thypoid

umumnya digunakan untuk mengobati demam, sakit

kepala, dan rasa nyeri ringan. Senyawa ini bila

dikombinasikan dengan obat anti inflamasi non steroid

(NSAID) atau obat pereda nyeri opioid, dapat digunakan

untuk mengobati nyeri yang lebih parah.

Perhatian Sesuaikan dosis pada pasien dengan gagal ginjal dan

alkoholik

H. Rantin

Nama obat Rantin (Ranitidine HCl) – suatu penghambat aktivitas

histamin yang kompetitif dan reversibel pa -da reseptor-

H2 histamin, termasuk reseptor pada sel-sel lambung dan

bukan suatu zat antikolinergik, Ranitidin bekerja dengan

cara menghambat sekresi asam lambung basal dan

nokturnal melalui peng -hambatan kompetitif terhadap

kerja histamin pada reseptor - H2 histamin di sel-se!

parietal. Ranitidin juga menghambat sekresi asam

lambung yang dirangsang oieh makanan, betazole,

pentagas-trln, kofein, insulin dan refleks vagal fisiologis.

Efek penghambatan terhadap histamin bersifat

kompetitif,  sedangkan terhadap pentagastrin bersifat

non-kompetitif.

Kadar puncak dalam darah setelah pemakaian oral,

tercapal dalam 1 - 2 jam dan tidak dipengaruhi oleh

adanya makanan..

Dosis Dewasa Injeksi:

Harus diberikan secara perlahan-lahan (-2'menit)

Dewasa: Intramuskular: 50mg/2ml, setiap 6-8 jam,

tanpa pengenceran. 

21

Page 22: Makalah Farmasi Wawa - Thypoid

Intravena:

- Intermittent bolus: 50 mg (2 ml) setiap 6'- 8 jam.

Larutkan ACRAN® injeksi dalam 0,9% larutan NaCI

atau larutan i,v, yang   cocok lainnya hingga konsen-

trasi tldak lebih besar dari 2,5 mg/ml (20 ml).            •

Suntikkan dengan kecepatan tidak   lebih dari 4 ml/

menit(5menit),

- Intermittent infusion: 50 mg/2 ml setiap 6 - 8 Jam,

Larutkan ACRAN® injeksi dalam dekstrosa 5% atau

larutan i.v, yang cocok   lainnya hingga konsentrasi

tidak lebih dari 0,5 mg/ml ( 100 ml).

  Diberikan dengan kecepatan tidak lebih dari 5 - 7

ml/menif(15-20menit),

- Injeksi i.v. kontinyu; tambahkan injeksi ke dalam

larutan dekstrosa 5% ( atau larutan untuk injeksi i.v.

lain yang cocok),   dengan kecepatan Infus 6,25

mg/jam,

- Pada penderita sindroma Zollinger - Ellison: encer-

kan injeksi ke daldm larutan dekstrosa 5% (atau larutan

untuk injeksi   i.v. lain yang cocok) sampai di -peroleh

konsentrasi tidak lebih dari 2,5 mg/ml. Ke -cepatan

infus pertama 1,0   mg/kg/jam,setelah 4 jam (bila pada

pengukuran asam lambung diper -oleh> lOmEq/jam)

dosis dapat ditingkatkan 0 5 mg/kg/jam.

  Dosis maksimal sampai 2,5 mg/kg/jam dengan

kecepatan infus 220 mg/jam,

- Pada penderita gagal ginjal (bila bersihan kreatinin <

50 mg/menit): dosis yang dianjurkan i.m. atau i.v,

adalah 50 mg trap   18-24 jam (bila perlu interval

pemberian ditingkatkan menjaditiap 12 jam ). Karena

22

Page 23: Makalah Farmasi Wawa - Thypoid

Ranitidin turut terdialisa maka waktu   pemberian harus

disesudikan, yaitu bertepatan dengan akhirhemodialisa.

Dosis anak analgesik, antipiretik: oralDosis anak 6-12 bulan 60

mg/kali, maks. 6 kali sehari; 1-6 tahun 60-120 mg/kali,

maks. 6 kali/hari; 6-12 tahun 150-300 mg/kali, maks. 1,2

g/hari; dewasa 300 mg 1 g/kali, maks. 4 g/hariSediaan :

tab. 100 mg, 500 mg; sir. 120 mg/5 ml

Efek samping Perubahan reversible pada fungsi hati, reaksi

hipersensitivitas, sakit kepala, ruam kulit, dan

reversible mental confusion

Interaksi Obat Dengan diazepam, metoprolol, lignokain, fenitoin,

propanolol, teofilin, warfarin, midazolam, fentanyl, ni-

fedipin.

Ranitidine tidak menghambat kerja dari sitokrom

P450 dalam hati.

Pemberian bersama warfarin dapat meningkatkan

atau menurunkan waktu protrombin

Perhatian Sesuaikan dosis pada pasien dengan gangguan fungsi

ginjal, disfungsi hati, hamil dan masa laktasi.

23

Page 24: Makalah Farmasi Wawa - Thypoid

DAFTAR PUSTAKA

1. Butterton, JR., Calderwood, SB., Acute Infectious Diarrheal Disease and

Bacterial Food Poisoning. In Harrison Principles of Internal Medicine 15-

Ed, McGraw- Hill, 2002: 83

2. Corales, R., Typhoid Fever , www.emedicine.com, 2004

3. Gunawan, GS. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Departemen

Farmakologi dan Terpeutik Fakultas Kedokteran-Universitas Indonesia

Jakarta

4. Hermawan, AG. Bed Side Teaching Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-2.

Yayasan Kesuma Islam Kedokteran. Surakarta. 1999

5. Hermawan, AG., Sumandjar, T., Penanganan penderita Demam Tifoid

Dewasa Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Dalam: Protap IPD-FK UNS

RSUD Dr. Moewardi, SMF Ilmu Penyakit Dalam FK UNS- RSUD Dr.

Moewardi Surakarta. 2004 : 115-116

6. Juwono, R. Demam Tifoid. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid

I. Edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 1999 : 435-441

7. Keusch, GT. Salmonellosis. Dalam : Harrison Prinsip-prinsip Ilmu

Penyakit Dalam. Jakarta : EGC. 1999 : 755-758

8. Setiabudy, I., Kunadi, R., Antimikroba. Dalam Farmakologi dan Terapi

Edisi Ke-4, Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia, 1995 : 651- 653

9. Tjay, TH., Rahardja, K., Obat- Obat Penting: Khasiat, Penggunaan , dan

Efek- Efek Sampingnya Edisi ke- 5. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

2001: 64-82

24

Page 25: Makalah Farmasi Wawa - Thypoid

10. Zulkarnain, I., Nelwan, RHH., Pohan, GT., Demam Tifoid. Dalam :

Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta :

Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2001 : 256-259.

25