demam thypoid

Upload: ocai

Post on 07-Jul-2015

983 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

DEMAM THYPOIDI. PENGERTIAN Adalah penyakit inpeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran. Pada anak biasanya lebih ringan dari pada orang dewasa, masa inkubasi 10 20 hari, yang tersingkat 4 hari jika inpeksi terjadi melalui makanan ( Ngastiyah , 1995 ). II. ETIOLOGI Penyebab dari penyakit ini adalah salmonella typhosa, basi gram negatif yang bergerak dengan bulu getar dan tidak berspora. III. PATOFISIOLOGI Makanan dan minuman yang terkontaminasi bakteri salmonella typhosa masuk melalui mulut terus sampai ke saluran pencernaan. Basil diserap di usus halus, melalui pembuluh limfe halus masuk ke dalam peredaran darah sampai di organ-organ terutama hati dan limfe. Basil yang tidak dihancurkan berkembang biak dalam hati dan limfe, sehingga organ tersebut akan membesar disertai nyeri pada perabaan. Basil masuk kedalam darah dan menyebar keseluruh tubuh terutama kelenjar limfoid usus halus, sehingga tukak berbentuk lonjong pada mukosanya, mengakibatkan perdarahan dan perforasi usus, Gejala demam disebabkan oleh endotoxin. IV. TANDA DAN GEJALA Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala : Prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan Lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat Nafsu makan berkurang Tanda dan gejala yang biasanya ditemukan : 1. Demam Bersifat febris remiten dan suhu tidak tinggi, selama minggu I suhu tubuh berangsur naik setiap hari. 2. Gangguan pada saluran pencernaan Pada mulut nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah, lidah tertutup selaput putih kotor ( coated tongue ). Ujung dan tepinya kemerahan. 3. Gangguan kesadaran Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak seberapa dalam, yaitu apatis sampai somnolen. V. TERAFI MEDIS ( PENGOBATAN ) 1. Isolasi pasien, disinfektan pakaian. 2. Perawatan untuk menghindari komplikasi. 3. Istirahat selama demam sampai 2 minggu, sampai suhu normal. 4. Diet makanan yang mengandung cairan, kalori dan tinggi protein. 5. Obat : Kloramfenicol : hari I diberikan 4 x 1 ( 250 mg ) Hari II diberikan 4 x 2 sampai 3 hari turun panas,

Kemudian dilanjutkan 4 x 1 selama 1 minggu. Untuk menghindari komplikasi akibat pemakaian kloramfenicol, maka dapat diberikan ampicillin 60 150 mg / kg BB / hari. Pada penderita toksis dapat diberikan sebesar 4 gr / hari, sedangkan pada penderita lainnya 2 gr / hari. Bila penderita disertai toksis dapat diberikan kortikosteroid antara 3 5 hari, dan tidak diberikan bila terdapat kemungkinan perforasi. Vit B komplek dan Vit C sangat diperlukan untuk menjaga kesegaran dan kekuatan badan serta berperan dalam kestabilan pembuluh kafiler. VI. REFERENSI Marylin E Doengoes. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3 . EGC. Jakarta. 1999. Nyastiyah. Seri Perawatan Anak, Gangguan Sistem Pencernaan. EGC. Jakarta. 1995. Purnawan Junaidi, dkk. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 2. Media Aesculapius. FKUI. Jakarta. 1982. Sylvia A Price, dkk. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. EGC . Jakarta 1995.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TYPHUS ABDOMINALIS PENGKAJIAN 1. AKTIVITAS DAN ISTIRAHAT Gejala : Kelemahan, kelelahan, malaise, cepat lelah, insomnia / tidak tidur, merasa gelisah, ansietas, pembatas aktivitas sehubungan dengan efek proses penyakit. 2. SIRKULASI Tanda : - Taki kardi ( respon terhadap demam, dehidrasi, proses inflamasi dan nyeri ). - Kemerahan area eksmosis ( kekurangan Vit K ) - TD hipotensi - Kulit membran mukosa : turgor buruk, kering, lidah kotor dan pecah (dehidrasi) 3. INTEGRITAS EGO Gejala : Ansietas, ketakutan, emosi kesal, mis : perasaan tidak berdaya / tidak ada harapan. Faktor stres, mis : hubungan dengan keluarga / pekerjaan, pengobatan yang mahal. Tanda : Menolak, perhatian menyempit, depresi. 4. ELIMINASI Gejala : - Tekstur faeces bervariasi dari bentuk lembek sampai bau atau berair.

- Konstipasi - Riwayat batu ginjal, dehidrasi. Tanda : - Menurunnya bising usus, tidak ada peristaltik atau adanya peristaltik yang dapat dilihat. - Hemoroid, fisura anal, fistula perianal, oliguria. 5. MAKANAN DAN CAIRAN Gejala : - Anorexia, mual dan muntah - Penurunan BB, tidak toleran terhadap diet / sensitif, mis : buah segar, sayur, produk susu, makanan berlemak. Tanda : - Penurunan lemak sub cutan / massa otot - Kelemahan tonus otot dan turgor kulit buruk. - Membran mukosa pucat, luka, inflamasi rongga mulut. 6 HYGIENE Tanda : - Ketidak mampuan mempertahankan diri. - Stomatitis menunjukkan kekurangan Vit dan bau badan. 7 NYERI / KEAMANAN Gelala : - Nyeri tekan pada abdomen, nyeri mata, fotopobia ( iritis ) Tanda : - Nyeri tekan abdomen / distensi. 8. KEAMANAN Gejala : - Artritis ( memperburuk gejala dengan aksaserbasi penyakit usus ) C ( eksaserbasi akut )C - 40- Peningkatan suhu 39, 5 - Penglihatan kabur, alergi terhadap makanan. Tanda : Lesi kulit mungkin ada. Mis : eritema nodusum ( meningkat, nyeri tekan, kemerahan dan bengkak ) pada tangan, muka, paha, kaki dan mata kaki. 9. SEKSUALITAS Gejala : Frekuensi menurun / menghindari aktivitas seksual. 10. INTERAKSI SOSIAL Gejala : - Masalah hubungan / peran sehubungan dengan kondisi. - Ketidak mampuan aktif dalam sosial.

PEMERIKSAAN DIAGNOSIS A. LABORATURIUM Darah : - Hb biasanya turun - Leukosit biasanya turun - Test widal untuk menentukan adanya suatu reaksi aglitinasi antara antugen dan antibodi. Kultur Darah : Positif pada minggu I Kultur urine dan faeces : Positif pada minggu II dan III. B. Rontgen ( foto abdomen ) Untuk mengetahui pembesaran hati dan limfe.

DIAGNOSA KEPERAWATAN Potensial kurang volume cairan B/D resiko peningkatan kehilangan cairan tubuh yang diakibatkan dari muntah dan demam. Tujuan jangka pendek : Mempertahankan keseimbangan masukan dan keluaran cairan. Tujuan jangka panjang : Mempertahankan volume cairan yang adekuat. Rencana Tindakan 1. Awasi keseimbangan cairan, perkirakan kehilangan yang terlihat, mis : keringat, observasi oliguria. 2. Awasi TV. Catat TD, resp dan temp. 3. Observasi kulit, membran mukosa, penurunan turgor kulit, pengisian kapiler lambat. 4. Kolaborasi untuk pemberian cairan parenteral sesuai indikasi. Rasionalisasi 1. Memberikan informasi tentang keseimbangan cairan, fungsi ginjal dan kontrol penyakit usus, juga pedoman pada penggantian cairan. 2. Hipotensi , takikardi, demam dapat menunjukan respon terhadap efek kehilangan cairan. 3. Menunjukan kehilangan cairan berlebihan / dehidrasi. 4. Mempertahankan istirahat usus akan memerlukan pergantuan cairan untuk memperbaiki kehilangan. Perubahan suhu tubuh ( hipertermi ) B/D proses infeksi / penyakit. Ditandai : suhu tubuh tinggi > C perectal, C peroral dan 38,837,8 akral kulit hangat, takhi kardi, peningkatan tingkat pernafasan. C. C - 1Tujuan jangka pendek : Dalam waktu 4 6 jam suhu tubuh dapat diturunkan 0,5 C ) . C 37,5Tujuan jangka panjang : Mempertahankan suhu tubuh normal ( 36 Rencana Tidakan 1. Pantau suhu tubuh secara berkala tiap 4 6 jam. Tngkatkan frekuensi pengukuran selama periode menggigil. 2. Kompres hangat, hindari penggunaan alkohol. 3. Dorong untuk minum air putih sesui indikasi 4. Kolaborasi tentang pemberian obat antiperitika dan antibiotika \ Rasionalisasi C menunjukan penyakit infeksi usus C 41,11. Suhu 38,9 2. Membantu mengurangi demam. Cat: penggunaan air es / alkohol mungkin menyebabkan kedinginan, peningkatan suhu secara aktual dan alkohol dapat mengeringkan kulit. 3. Peningkatan masukan cairan membantu menurunkan temp. 4. Antiperitika untuk mengurangi demam dengan aksi sentral pada hypothalamus dan antibiotika untuk penanganan proses infeksi.

Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh B/D penurunan masukan peroral sekunder terhadap kebutuhan peningkatan metabolisme yang berkaitan dengan demam dan proses infeksi. Ditandai : membran mukosa pucat, menolak untuk makan, tidak ada nafsu makan, BB menurun. Tujuan jangka pendek : Peningkatan masukan nutrisi peroral. Tujuan jangka panjang : Masukan nutrisi adekuat. Rencana Tindakan 1. Anjurkan membatasi aktivitas selama sakit ( tirah baring ) 2. Anjurkan istirahat sebelum makan. 3. Anjurkan untuk kebersihan oral 4. Kolaborasi : - Diet sesui indikasi, makanan yang dihancurkan, rendah sisa, protein dantinggi kalori dan rendah serat. - Obat-obatan Vit B 12 - Beri nutrisi parenteral total, terafi IV sesui indikasi. Rasionalisasi 1. Menurunkan kebutuhan metabolik untuk mencegah penurunan kalori dan simpanan energi 2. Menenangkan peristaltik dan meningkatkan energi untuk makan. 3. Mulut yang bersih dapat meningkatkan rasa makanan. 4. - Memungkinkan saluran usus untuk mematikan kembali proses pencernaan, protein untuk penyembuhan integritas ringan. - Malabsorsi Vit B 12 akibat kehilangan nyata fungsi ilium, penggantian megatasi depresi sumsum tulang dan meningkatkan sel darah merah. - Program ini mengistirahatkan saluran gastrointestinal sementara memberikan nutrisi penting.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TYPHUS ABDOMINALIS

PENGKAJIAN I. BIODATA. 4. IDENTITAS PASIEN Nama : Nn. Maya Umur : 19 tahun Jenis kelamin : Perempuan Pendidikan : S 1 Semester III Pekerjaan : Mahasiswa

Agama : Islam Suku / Bangsa : Banjar / Indonesia Status perkawinan : Belum Kawin Alamat : Unlam III Tgl masuk RS / Pusk : 16 10 - 2001 Tgl pengkajian : 18 10 - 2001 Nomor register : 84 36 55 Dignosa medis : Typhus Abdominalis A. IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB. Nama : Tn. Beny S Umur : 45 tahun Jenis kelamin : laki-laki Pendidikan : S 1 Pekerjaan : PNS Agama : Islam Hubungan Dgn Pasien : Orang Tua II. RIWAYAT PENYAKIT. A. Keluhan utama. Badan panas, sakit kepala, pusing, mual, muntah, tidak ada nafsu makan, perut terasa nyeri. B. Riwayat penyakit sekarang. Pasien sudah merasa tidak enak badan dan kurang nafsu makan sejak tgl 12-10-2001, disertai dengan sakit kepala, badan panas, mual dan ada muntah. Panas berkurang setelah minum obat parasetamol, tapi hanya sebentar kemudian panas lagi. Pada hari senin pasien dibawa ke RSU Banjarbaru dan dirawat inap. C. Riwayat penyakit terdahulu. Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami penyakit seperti sekarang ini, pasien juga tidak pernah dirawat di RS, pernah sakit biasa seperti flu, pilek dan batuk, dan sembuh setelah minum obat biasa yang dijual di pasaran. Pasien juga diketahui sering pingsan bila merasa kelelahan. III. PEMERIKSAAN FISIK. A. Keadaan umum. Kesadaran : CM. KU lemah Vital sign TD : 110/70 Temp : 37,1 C Nadi : 80 X/menit Resp : 20 X / menit TB : 160 cm BB : 48 kg. B. Kulit. Turgor cepat kembali bila dicubit, terasa hangat, tidak ada lesi,benjolan dan kemerahan. C. Kepala.

Bentuk simetris, tidak ada tanda bekas trauma, rambut hitam ikal, ketombe tidak terlihat, distribusi rambut merata. D. Penglihatan. Gerakan bola mata dan kelopak mata simetris, konjungtiva tampak anemis, sklera putih, pupil bereaksi terhadap cahaya, produksi air mata (+), tidak menggunakan alat bantu penglihatan. E. Penciuman & Hidung. Penciuman dapat membedakan bau-bauan, mukosa hidung merah muda, sekret tidak ada, tidak ada terlihat pembesaran mukosa atau polip. F. Pendengaran & Telinga. Bentuk D/S simetris, mukosa lubang hidung merah muda, tidak ada cairan dan serumen, tidak menggunakan alat bantu, dapat merespon setiap pertanyaan yang diajukan dengan tepat. G. Mulut. Bibir tampak kering, lidah tampak kotor ( keputihan ), gigi lengkap, tidak ada pembengkakan gusi, tidak teerlihat pembesaran tonsil, mukosa pucat. H. Leher. Tidak ada pembatasan gerak, tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tiak ada peningkatan tekanan JVP. I. Dada / Pernafasan / Sirkulasi. Dada D/S simetris, gerakan singkron, tidak ada sesak, tidak ada bunyi nafas tambahan, BJ 1 dan BJ 2 terdengar dengan jelas, denyut nadi teraba kuat. J. Abdomen. Bentuk simetris, tidak teraba pembesaran hati dan limfe, nyeri tekan epigastrik, peristaltik terdengar tidak ada peningkatan. K. Sistem reproduksi. Tidak ada keluhan pada organ genital, haid pertama pada usia 12 tahun dan tidak pernah ada keluhan nyeri yang berlebihan pada waktu haid. L. Ekstremitas atas & bawah. Tangan bentuk simetris, tidak ada peradangan sendi dan oedem, dapat bergerak dengan bebas, akral hangat, tangan kanan terpasang infus. Kaki bentuk simetris, tidak ada pembatasan gerak dan oedem, akral hangat.

IV. KEBUTUHAN FISIK, PSIKOLOGIS, SOSIAL & SPIRITUAL. A. Aktivitas & Istirahat. Aktivitas sehari-hari sebagai mahasiswa, saat ada keluhan pasien istirahat dari kegiatannya. Tidur biasanya pada malam sekitar jam 23.00 sampai jam 05.30, tidur siang jarang. Sejak ada keluhan tidur malam sering terbangun karena panas.

B. Personal hygiene. Mandi biasanya 3 x sehari, sikat gigi 2-3 x sehari, keramas bila kepala terasa gatal, ganti baju 3-4 x sehari. C. Nutrisi. Makan biasanya 3 x sehari dengan menu bervariasi, sering makan diwarung. Tidak ada pantangan makan, suka bakso. Minum tidak menentu. Saat sakit makan hanya porsi, kadang bisa sampai muntah. D. Eliminasi. BAB biasanya 1-2 hari sekali, selama di RS belum ada BAB. BAK tidak menentu, rata-rata4-6 X sehari, tidak pernah ada keluhan batu atau nyeri. E. Sexualitas. Pasien belum menikah F. Psikososial. Menunjukan sikaf baik terhadap perawat dan mudah berkomunikasi dengan orang lain. Anak ke 2 dari 4 bersaudara. G. Spiritual. Mempunyai keyakinan kuat untuk sembuh, tidak percaya dengan hal yang berbau tahayul. V. PROSEDUR DIAGNOSTIK DAN PENGOBATAN. A. Laboratorium. NO HARI & TANGGAL JENIS PEMERIKSAAN KATEGORI NORMAL HASIL PEMERIKSAAN 1

2 Rabu 17-10-2001 18-10-2001 Hb Leoko LED Widal Ty.O 1/80 ( + ) Ty.H 1/80 ( + ) PA.O 1/80 ( + ) PA.H 1/80 ( + )

10-12 gr % 4000-10000/mm 0-20/ jam 1/160 (+) 1/320 (+) 1/160 (+) 1/320 (+) 1/160 (+) 1/320 (+) 1/160 (+) 1/320 (+) 9.0 gr % 6.600 /mm 12 mm/jam 1/640 (-) 1/640 (-) 1/640 (-) 1/640 (-) B. Rontgen Hasil :-.. C. EKG. Hasil :-. D. Pemeriksaan lain ( EEG, USG, CT Scan, dll ). E. Pengobatan : IVFD D5% : RL ( 1:1 ) - 20 tts/mt Ulsikur Inj. 1 amp / 8 jam Pyralen Inj. 1 amp / 8 jam XD ( 1: 1 ) k/p Dexymox 3 x 500 mg Be Comzet 1 x 1 tab

ANALISA DATA Data subyektif & Obyektif Etiologi Masalah DS : - mengeluh badan terasa panas. DO : - Temp 37,1 C - Akral kulit hangat

DS : - Tidak ada nafsu makan - Mual - Merasa lemah DO : - Bibir kering - Porsi makan porsi - Muntah

-

Adanya proses endotoxin/ infeksi.

Penurunan masukan peroral terhadap kebutuhan peningkatan metabolisme yang berkaitan dengan demam Terjadi peningkatan kehilangan cairan tubuh yang diakibatkan muntah dan demam Perubahan suhu tubuh

Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Potensial kekurangan volume cairan.

INTERVENSI KEPERAWATAN NO HARI & TANGGAL DIAGNOSA KEPERAWATAN PERENCANAAN IMPLEMENTASI TUJUAN TINDAKAN RASIONALISASI 1

2

3 Kamis 18-10-2001 10.00

Kamis 18-10-2001 10.00

Kamis 18-10-2001 11.00 Perubahan suhu tubuh B/D proses infeksi atau endotoxin, ditandai : - Mengeluh badan panas - temp 37,1 C - akral kulit hangat

Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh B/D penurunan pemasukan peroral terhadap kebutuhan peningkatan metabolisme yang berkaitan dengan demam, ditandai : - tidak ada nafsu makan - mual, muntah - bibir kering

- makan porsi

Potensial kekurangan volume cairan B/D terjadinya peningkatan kehilangan cairan tubuh yang diakibatkan oleh muntah dan demam Jangka pendek : Dalam waktu 4-6 jam suhu tubuh dapat turun Jangka panjang: Mempertahankan suhu tubuh normal ( 36 C - 37 C )

Jangka pendek : Peningkatan masukan nutrisi peroral Jangka panjang : Masukan nutrisi adekuat.

Jangka pendek : Mempertahankan keseimbangan masukan dan keluaran cairan Jangka panjang : Mempertahankan volume cairan yang adekuat 1. Pantau suhu tubuh secara berkala tiap 4-6 jam. 2. Anjurkan pasien untuk banyak minum 3. Beri kompres dingin pada dahi pasien 4. Kolaborasi pemberian obat antiperitika dan antibiotika.

1. Anjurkan pasien untuk makan makanan yang disukai dan bukan kontraindikasi.

2. Beri makan dalam porsi sedikit tapi sering 3. Beri nutrisi parenteral total, terafi IV sesui indikasi 1. Awasi TV.

2. Observasi kulit, membran mukosa, penurunan turgor kulit, pengisian kapiler lambat. 3. Kolaborasi untuk pemberian cairan parenteral sesui indikasi. 1. Suhu tubuh 38,9 C - 41 C menunjukan adanya penyakit infeksi usus. 2. Mencegah dehidrasi dan menjaga kelembaban kulit. 3. Menurunkan suhu tubuh melalui proses konduksi. 4. Antiperetika untuk mengurangi demam dengan aksi sentral pada hypothalamus dan antibiotika untuk penanganan infeksi. 1. Untuk membangkitkan selera dan nafsu makan pasien

2. Untuk meningkatkan makan/ masukan nutrisi yang lebih adekuat. 3. Program ini untuk mengistirahatkan saluran gastrointestinal sementara memberikan nutrisi penting. 1. Hipotensi, takhi kardi dan demam dapat menunjukan respon terhadap efek kehilangan cairan.

2. Mengetahui secara dini tanda kehilangan cairan yang berlebihan.

3. Mempertahankan istirahat usus akan memerlukan pergantian cairan untuk memperbaiki kehilangan. 1. Pukul 10.30 mengukur suhu tubuh. Temp 37 C. 2. Memberi anjuran untuk memperbanyak minum. 3. Mengkompres dahi dengan air dingin. 4. Membantu pasien minum obat dan menjelaskan fungsi dari obat tersebut.

1. Memberi dukungan pasien untuk memakan makanan yang disukai dan menerangkan makanan kontraindikasi. 2. Menganjurkan makan sedikit tapi sering. 3. Memonitor kelancaran jalannya cairan infus.

1. Mengukur TD, temp, nadi, dan memasukan dalam catatan perkembangan pasien. 2. Mengobserpasi membran mukosa dan turgor kulit kalau ada terjadi dehidrasi. 3. Memonitor lancarnya jalan cairan infus. 20 tts/mt. CATATAN PERKEMBANGAN. NO HARI / TANGGAL NO DX PERKEMBANGAN PARAF 1 2 3 Jumat 19-10-2001 Jumat 19-10-2001

Sabtu 20-10-2001 1 2 3 S: Pasien mengatakan panas badannya sudah turun. O: Temp 36 C . A: Suhu tubuh sudah memasuki rentang normal. P: Intervensi kompres dingin dihentikan, yang lain diteruskan. S: Pasien mengatakan lebih segar dan tidak ada mual. O: Makanan mulai dihabiskan walaupun dalam bentuk bubur. Muntah tidak ada. A: Masukan nutrisi terpenuhi. P: Intervensi diteruskan selama proses penyembuhan. S: Pasien merasa lebih bertenaga. O:Demam berkurang, muntah tidak terjadi lagi. A: Potensial masalah tidak terjadi. P: Tetap jalankan intervensi selama proses penyenbuhan. Diposkan oleh Heri Saputra di Rabu, April 07, 2010 Label: ASKEP KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Home Posts RSS Comments RSS EditTop of Form

Bottom of Form

dez's blogjust another place 2 share...

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN DEMAM TYPOIDMar 30 Posted by delicious _ DeZ Labels: Asuhan Keperawatan A. Tinjauan Teoritis Demam Typoid

1. Pengertian Demam typoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna dengan gejala demam lebih dari tujuh hari, gangguan pada saluran cerna dan gangguan kesadaran. (Mansjoer, 2000: 432). Demam typoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan bakteremia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi nodus peyer di distal ileum. Disebabkan salmonella thypi, ditandai adanya demam 7 hari atau lebih, gejala saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. (Soegijanto, 2002: 1). Demam typoid adalah penyakit infeksi bakteri hebat yang di awali di selaput lendir usus, dan jika tidak di obati secara progresif akan menyerbu jaringan di seluruh tubuh. (Tambayong, 2000: 143). Demam typoid adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh infeksi salmonella typhi. ( Ovedoff, 2002: 514).

2. Etiologi Menurut Lewis, Et al (2000: 192) Penyakit demam typoid disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella typhi. Sedangkan menurut Arif Mansjoer, dkk (1999: 421) etiologi dari demam typoid adalah Salmonella typhi, sedangkan demam paratipoid disebabkan oleh organisme yang termasuk dalam spesies salmonella enteretidis bioseratife para typhi B, salmonella enteretidis bioseratife C. Kuman-kuman ini lebih dikenal dengan nama salmonella paratyphi A, salmonella schottmueller dan salmonella hirscfeldii. Menurut Ruth F, Craven dan Constance J, Hirni (2002: 1011) tentang penyebab dari demam typoid adalah bakteri Salmonella typhi.

3. Patofisiologi Kuman salmonella thypi masuk bersama makanan/ minuman setelah berada di dalam usus halus mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus (terutama plak peyer) dan jaringan limfoid mesenterika. Setelah menyebabkan keradangan dan nekrosis setempat kuman lewat pembuluh darah limfe masuk ke darah (bakterimia primer) menuju organ retikuloendotelial system (RES) terutama hati dan limfa. Di tempat ini kuman difagosit oleh sel-sel fagosit RES dan kuman yang tidak difagosit berkembang biak. Pada akhir masa inkubasi 5-9 hari kuman kembali masuk ke darah menyebar keseluruh tubuh (bakteremia sekunder) dan sebagian kuman masuk ke organ tubuh terutama limpa, kandung empedu yang selanjutnya kuman tersebut di keluarkan kembali dari kandung empedu ke rongga usus dan

menyebabkan reinfeksi di usus. Dalam masa bakteremia ini kuman mengeluarkan endotoksin yang susunan kimia nya sama dengan somatik antigen (lipopolisakarida), yang semula diduga bertanggung jawab terhadap terjadinya gejala-gejala dari demam typoid. (Suriadi, 2001: 281). Demam typoid disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya yang merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang. Selanjut zat pirogen yang beredar di darah mempengaruhi pusat termoregulasi di hipotalamus yang mengakibatkan timbulnya gejala demam.

4. Tanda dan Gejala Menurut Ruth F Craven dan constance J, Hirnie (2002: 1011) tanda dan gejala demam typoid adalah sakit kepala, panas, sakit perut, diare dan muntah. Gejala-gejala yang timbul bervariasi. Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya, yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan peningkatan suhu badan. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi relatif, lidah typoid (kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta tremor), hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan kesadaran berupa samnolen koma, sedangkan reseolae jarang ditemukan pada orang Indonesia. (Mansjoer, 1999: 422). Menurut Ngastiyah (2005: 237), demam typoid pada anak biasanya lebih ringan daripada orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, kemudian menyusul gejala klinis yang biasanya ditemukan, yaitu: a. Demam Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remitten dan suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali. b. Gangguan Pada Saluran Pencernaan Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah

(ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan limpa membesar disertai nyeri dan peradangan. c. Gangguan Kesadaran Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai samnolen. Jarang terjadi supor, koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan terlambat mendapatkan pengobatan). Gejala lain yang juga dapat ditemukan, pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan reseol, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit, yang ditemukan pada minggu pertama demam, kadang-kadang ditemukan pula trakikardi dan epistaksis. d. Relaps Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam typoid, akan tetapi berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setelah suhu badan normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti.

5. Komplikasi Menurut Ngastiyah (2005: 241), komplikasi pada demam typoid dapat terjadi pada usus halus, umumnya jarang terjadi bila terjadi sering fatal diantaranya adalah: a. Perdarahan Usus, bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Bila perdarahan banyak terjadi melena dan bila berat dapat disertai perasaan nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan. b. Perforasi Usus, timbul biasanya pada minggu ke-3 atau setelah itu dan terjadi pada bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara dirongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara diantara hati dan diafragma. Pada foto rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak. c. Peritonitis, biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus halus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang (defense musculair) dan nyeri tekan. Komplikasi di usus halus, terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakterimia) yaitu meningitis, kolesistitis, ensefalopati dan lain-lain, terjadi karena infeksi sekunder yaitu Bronkopneumonia. Dehidrasi dan asidosis dapat timbul akibat masukan makanan yang kurang dan respirasi akibat suhu tubuh yang tinggi.

6. Pemeriksaan Penunjang Menurut David Ovedoff (2002: 514), pemeriksaan khusus yang diperiksa adalah: a. Jumlah leukosit (biasanya terdapat leukopenia). b. Selama minggu pertama, biakan darah positif pada 90% penderita. c. Biakan tinja menjadi positif pada minggu kedua dan ketiga. d. Biakan sum-sum tulang sering berguna bila biakan darah negatif. e. Titer agglutinin (tes widal terhadap antigen somatic (O) dan flagel (A) meningkat selama minggu ketiga, positif semua dan kadang-kadang negatif semua bisa mungkin terjadi pada tes widal). Menurut Arif Mansjoer, dkk (1999: 421), biakan darah positif memastikan demam typoid, tetapi biakan darah negatif tidak menyingkirkan demam typoid. Peningkatan uji titer widal empat lipat selama 2-3 minggu memastikan diagnosis demam typoid. Menurut Rachmat Juwono (1999: 436) bahwa pemeriksaan Laboratorium melalui: 1. Pemeriksaan leukosit Pemeriksaan leukosit ini tidaklah sering dijumpai, karena itu pemeriksaan jumlah leukosit ini tidak berguna untuk diagnosis demam typoid. 2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi kembali ke normal setelah sembuhnya demam typoid. Kenaikan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan pembatasan pengobatan. 3. Biakan darah Biakan darah positif memastikan demam typoid, tetapi biakan darah negatif tidak menyingkirkan demam typoid. 4. Uji widal Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella typhi terdapat dalam serum pasien demam typoid, juga pada orang yang pernah ketularan salmonella typhi dan juga para orang yang pernah divaksinasi terhadap demam typoid. Dari pemeriksaan widal, titer antibodi terhadap antigen O yang bernilai > 1/200 atau peningkatan > 4 kali antara masa akut dan konvalensens mengarah kepada demam typoid, meskipun dapat terjadi positif maupun negatif palsu akibat adanya reaksi silang antara spesies salmonella. Diagnosis pasti ditegakkan dengan menemukan kuman salmonella typhi pada biakan empedu yang diambil dari darah klien. (Mansjoer, 2000: 433). Akibat infeksi oleh kuman salmonella typhi pasien membuat antibodi (aglutinin), yaitu: a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen (berasal dari tubuh kuman).

b. Aglutinin H, berasal dari rangsangan antigen H (berasal dari flagella kuman). c. Aglutinin Vi, karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman). Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosis, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typoid. Faktor-faktor yang mempengaruhi uji widal Faktor yang berhubungan dengan klien: a. Keadaan umum: gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah klien sakit satu minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6. b. Penyakit-penyakit tertentu: ada beberapa penyakit yang dapat menyertai demam typoid yang tidak dapat menimbulkan antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut. c. Pengobatan dini dengan antibiotika: pengobatan dini dengan obat anti mikroba dapat menghambat pembentukan antibodi. d. Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid: obat-obat tersebut dapat menghambat terjadinya pembentukan antibodi karena supresi sistem retikuloendotelial. e. Vaksinasi dengan kotipa atau tipa: seseorang yang divaksinasi dengan kotipa atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahanlahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik. f. Infeksi klien dengan klinis/ subklinis oleh salmonella sebelumnya: keadaan ini dapat mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah. g. Reaksi anamnesa: keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap salmonella thypi karena penyakit infeksi dengan demam yang bukan typoid pada seseorang yang pernah tertular salmonella dimasa lalu.

7. Penatalaksanaan Medis Menurut Copstead, et al (2000: 170) Pilihan pengobatan mengatasi kuman Salmonella typhi yaitu ceftriaxone, ciprofloxacin, dan ofloxacin. Sedangkan

alternatif lain yaitu trimetroprin, sulfametoksazol, ampicilin dan cloramphenicol. Pengobatan demam typoid terdiri atas 3 bagian, yaitu: 1. Perawatan Pasien demam typoid perlu dirawat di Rumah Sakit untuk isolasi, observasi dan pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah perdarahan usus. Mobilisasi pasien dilakukan secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. 2. Diet Di masa lampau, pasien demam typoid diberi bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Pemberian bubur saring tersebut dimaksudkan untuk menghindari komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus, karena ada pendapat bahwa usus perlu di istirahatkan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini, yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan selai kasar) dapat diberikan dengan aman pada pasien demam typoid. 3. Obat Obat-obatan antimikroba yang sering dipergunakan, ialah: a. Kloramfenikol, dosis hari pertama 4 kali 250 mg, hari kedua 4 kali 500 mg, diberikan selama demam dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam, kemudian dosis diturunkan menjadi 4 kali 250 mg selama 5 hari kemudian. b. Tiamfenikol Dosis dan efektifitas tiamfenikol pada demam typoid sama dengan kloramfenikol. Komplikasi hematologis pada penggunaan tiamfenikol lebih jarang dari pada kloramfenikol. Dengan tiamfenikol demam pada demam typoid turun setelah ratarata 5-6 hari. c. Ampicilin dan Amoxilin, efektifitas keduanya lebih kecil dibandingkan dengan kloramfenikol. Indikasi mutlak penggunaannya adalah klien demam typoid dengan leukopenia. Dosis 75-150 mg/kg berat badan, digunakan sampai 7 hari bebas demam. d. Kontrimoksazol (kombinasi trimetroprin dan sulfametaksazol), efektifitas nya kurang lebih sama dengan kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa 2 kali 2 tablet sehari digunakan sampai 7 hari bebas demam turun setelah 5-6 hari. e. Sepalosporin generasi ketiga, beberapa uji klinis menunjukkan bahwa sepalosporin generasi ketiga antara lain sefoperazon, cefriaxone, cefotaxim efektif untuk demam typoid.

f. Fluorokinolon Fluorokinolon efektif untuk demam typoid, tetapi dosis dan lama pemberian yang optimal belum diketahui dengan pasti. Selain dengan pemberian antibiotik, penderita demam typoid juga diberikan obatobat simtomatik antara lain: a. Antipiretika tidak perlu diberikan secara rutin setiap klien demam typoid karena tidak berguna. b. Kortikosteroid Klien yang toksit dapat diberikan kortikosteroid oral atau parenteral dalam pengobatan selama 5 hari. Hasilnya biasanya sangat memuaskan, kesadaran klien menjadi baik, suhu badan cepat turun sampai normal, tetapi kortikosteroid tidak boleh diberikan tanpa indikasi, karena dapat menyebabkan perdarahan intestinal dan relaps. (Sjaifoellah, 1996: 440).

8. Prognosis Prognosis demam typoid tergantung dari umur, keadaan umum, derajat kekebalan tubuh, jumlah dan virulensi salmonella, serta cepat dan tepatnya pengobatan. Angka kematian pada anak-anak 2,6% dan pada orang dewasa 7,4% rata-rata 5,7 %. (Sjaifoellah, 1996: 441). Sedangkan menurut Ngastiyah (2005: 236), umunya prognosis demam typoid pada anak baik, asal pasien cepat berobat. Mortalitas pada pasien yang dirawat adalah 6%. Prognosis menjadi tidak baik bila terdapat gambaran klinis yang berat seperti: a. Demam tinggi (hiperpireksia) atau febris continue. b. Kesadaran sangat menurun (supor, koma atau delirium). c. Terdapat komplikasi yang berat misalnya dehidrasi dan asidosis perforasi.

B. Tinjauan Teoritis Keperawatan Demam Typoid 1. Pengkajian Keperawatan Menurut Doenges (1999: 476-485) adalah: a. Aktivitas dan Istirahat. Gejala: Kelemahan, kelelahan, malaise, merasa gelisah dan ansietas, pembatasan aktivitas/ kerja sehubungan dengan proses penyakit. b. Sirkulasi Tanda: Takikardi (respon demam, proses inflamasi dan nyeri), bradikardi relatif, hipotensi termasuk postural, kulit/membran mukosa turgor buruk, kering, lidah kotor.

c. Integritas Ego Gejala: Ansietas, gelisah, emosi, kesal misal perasaan tidak berdaya/ tidak ada harapan. Tanda: Menolak, perhatian menyempit. d. Eliminasi Gejala: Diare/konstipasi. Tanda: Menurunnya bising konstipasi/adanya peristaltik.

usus/tak

ada

peristaltik

meningkat

pada

e. Makanan/cairan Gejala: Anoreksia, mual dan muntah. Tanda: Menurunnya lemak subkutan, kelemahan, tonus otot dan turgor kulit buruk, membran mukosa pucat. f. Hygiene Tanda: Ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri, bau badan. g. Nyeri/ kenyamanan Gejala: Hepatomegali, Spenomegali, nyeri epigastrium. Tanda: Nyeri tekan pada hipokondilium kanan atau epigastrium. h. Keamanan C, penglihatan kabur, gangguan mental delirium/ psikosis.C-40Gejala: Peningkatan suhu tubuh 38 i. Interaksi Sosial Gejala: Menurunnya hubungan dengan orang lain, berhubungan dengan kondisi yang di alami. j. Penyuluhan/ Pembelajaran Gejala: Riwayat keluarga berpenyakit inflamasi usus.

2. Diagnosis Keperawatan Diagnosis Keperawatan yang muncul menurut NANDA (2001-2002) yaitu: a. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi salmonella typhi. b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keharusan istirahat ditempat tidur/ tirah baring. c. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pemasukan yang kurang, mual, muntah/pengeluaran yang berlebihan, diare, panas tubuh.

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake kurang akibat mual, muntah, anoreksia atau output yang berlebihan akibat diare. e. Diare berhubungan dengan peradangan pada dinding usus halus. f. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pada usus halus. g. Kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit, kebutuhan pengobatan dan prognosis berhubungan dengan kurang informasi atau informasi yang tidak adekuat.

3. Perencanaan Keperawatan a. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi salmonella typhi. Intervensi: 1) Monitor suhu tubuh minimal tiap 2 jam. Rasional: Mengetahui perubahan suhu, suhu 38,9-41,1C menunjukkan proses inflamasi. 2) Jelaskan upaya untuk mengatasi hipertermi dan bantu klien/ keluarga dalam melaksanakan upaya tersebut, seperti: dengan memberikan kompres dingin pada daerah frontal, lipat paha dan aksila, selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh, tingkatkan intake cairan dengan perbanyak minum. Rasional: Membantu mengurangi demam. 3) Observasi tanda-tanda vital (Tekanan darah, Suhu, Nadi dan Respirasi) setiap 2-3 jam. Rasional: Tanda-tanda vital dapat memberikan gambaran keadaan umum klien. 4) Monitor penurunan tingkat kesadaran. Rasional: Menentukan intervensi selanjutnya untuk mencegah komplikasi lebih lanjut. 6) Anjurkan keluarga untuk membatasi aktivitas klien. Rasional: Untuk mempercepat proses penyembuhan. 5) Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian obat antipiretik dan antibiotik. Rasional: Obat antiperitik untuk menurunkan panas dan antibiotik mengobati infeksi basil salmonella typhi.

b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keharusan istirahat di tempat tidur/ tirah baring. Intervensi: 1) Berikan bantuan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari berupa makanan, minuman, ganti baju dan perhatikan kebersihan mulut, rambut, genetalia dan kuku. Rasional: Pemberian bantuan pada klien dapat menghindari timbulnya komplikasi yang berhubungan dengan pergerakan yang melanggar program tirah baring. 2) Libatkan keluarga dalam pemenuhan ADL. Rasional: Partisipasi keluarga sangat penting untuk keperawatan dan mencegah komplikasi lebih lanjut.

mempermudah

proses

3) Jelaskan tujuan tirah baring untuk mencegah komplikasi dan mempercepat proses penyembuhan Rasional: Istirahat menurunkan mobilitas usus juga menurunkan laju metabolisme dan infeksi. c. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pemasukan yang kurang, mual, muntah/ pengeluaran yang berlebihan, diare, panas tubuh. Intervensi: 1) Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, turgor kulit, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik) jika diperlukan. Rasional: Perubahan status hidrasi, membran mukosa, turgor kulit menggambarkan berat ringannya kekurangan cairan. 2) Monitor tanda-tanda vital Rasional: Perubahan tanda vital dapat menggambarkan keadaan umum klien. 3) Monitor masukan makanan/ cairan dan hitung intake kalori harian. Rasional: Memberikan pedoman untuk menggantikan cairan. 4) Dorong keluarga untuk membantu pasien makan. Rasional: Keluarga sebagai pendorong pemenuhan kebutuhan cairan klien. 5) Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian cairan IV. Rasional: Pemberian cairan IV untuk memenuhi kebutuhan cairan. d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake kurang akibat mual, muntah, anoreksia, atau output yang berlebihan akibat diare. Intervensi:

1) Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori. Rasional: Mengetahui penyebab pemasukan menentukan intervensi yang sesuai dan efektif.

yang

kurang

sehingga

dapat

2) Monitor adanya penurunan berat badan. Rasional: Kebersihan nutrisi dapat diketahui melalui peningkatan berat badan 500 gr/minggu. 3) Monitor lingkungan selama makan. Rasional: Lingkungan yang nyaman dapat menurunkan stress dan lebih kondusif untuk makan. 4) Monitor mual dan muntah. Rasional: Mual dan muntah mempengaruhi pemenuhan nutrisi. 5) Libatkan keluarga dalam kebutuhan nutrisi klien. Rasional: Meningkatkan peran serta keluarga dalam pemenuhan nutrisi untuk mempercepat proses penyembuhan. 6) Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C. Rasional: Protein dan vitamin C dapat memenuhi kebutuhan nutrisi. 7) Berikan makanan yang terpilih. Rasional: Untuk membantu proses dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi. 8) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien. Rasional: Membantu dalam proses penyembuhan. e. Diare berhubungan dengan peradangan pada dinding usus halus. Intervensi: 1) Monitor tanda dan gejala diare. Rasional: Untuk menentukan intervensi yang akan dilakukan. 2) Identifikasi faktor penyebab diare. Rasional: Mengetahui penyebab diare sehingga dapat menentukan intervensi selanjutnya. 3) Observasi turgor kulit secara rutin. Rasional: Turgor kulit jelek dapat menggambarkan keadaan klien. 4) Ajarkan pasien untuk menggunakan obat antidiare. Rasional: Untuk membantu dalam proses penyembuhan.

5) Anjurkan pasien untuk makan makanan rendah serat, tinggi protein dan tinggi kalori jika memungkinkan. Rasional: Makanan rendah serat dan tinggi protein dapat membantu mengatasi diare. 6) Evaluasi efek samping pengobatan terhadap gastrointestinal. Rasional: Untuk melanjutkan intervensi dan pemberian obat berikutnya. 7) Evaluasi intake makanan yang masuk. Rasional: Untuk mengetahui tingkat perkembangan klien. 8) Kolaborasi dengan tim medis lain dalam pemberian cairan IV. Rasional: Untuk membantu mempercepat proses penyembuhan. f. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pada usus halus. Intervensi: 1) Kaji tingkat nyeri, lokasi, lamanya, intensitas dan karakteristik nyeri. Rasional: Perubahan pada karakteristik nyeri dapat menunjukkan penyebaran penyakit/ terjadi komplikasi. 2) Kaji ulang faktor yang meningkatkan nyeri dan menurunkan nyeri. Rasional: Dapat menunjukkan dengan tepat pencetus atau faktor yang memperberat (seperti stress, tidak toleran terhadap makanan) atau mengidentifikasi terjadinya komplikasi, serta membantu dalam membuat diagnosis dan kebutuhan terapi. 3) Beri kompres hangat pada daerah nyeri. Rasional: Untuk menghilang nyeri. 4) Kolaborasi dengan tim medis lainnya dalam pemberian obat analgetik. Rasional: Analgetik dapat membantu menurunkan nyeri. g. Kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit, kebutuhan pengobatan dan prognosis berhubungan dengan kurang informasi atau informasi yang tidak adekuat. Intervensi: 1) Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga klien tentang penyakit anaknya. Rasional: Mengetahui pengetahuan ibu tentang penyakit demam typoid. 2) Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan klien. Rasional: Agar ibu klien mengetahui tentang penyakit demam typoid, penyebab,

tanda dan gejala, serta perawatan dan pengobatan penyakit demam typoid. 3) Beri kesempatan keluarga untuk bertanya bila ada yang belum dimengerti. Rasional: Supaya keluarga lebih memahami tentang penyakit tersebut. 4. Evaluasi Evaluasi adalah usaha untuk menilai keefektifan asuhan keperawatan yang telah diberikan kepada klien dengan demam typoid. Hasil evaluasi yang diharapkan adalah: a. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi salmonella typhi. Evaluasi: 1) Suhu tubuh dalam batas normal (36,6-37,5 C). 2) Klien tidak demam lagi. 3) Klien tidak gelisah. 4) Turgor kulit baik. 5) Kesadaran compos mentis. b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keharusan istirahat di tempat tidur/ tirah baring. Evaluasi: 1) Kebutuhan mandi, makan, minum, eleminasi, ganti pakaian, kebersihan mulut, rambut, kuku dan genetalia terpenuhi. 2) Klien berpartisipasi dalam tirah baring. 3) Klien mobilisasi secara bertahap. c. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pemasukan yang kurang, mual, muntah/ pengeluaran yang berlebihan, diare, panas tubuh. Evaluasi: 1) Masukan dan haluaran cairan seimbang. 2) Turgor kulit baik, membran mukosa lembab. 3) Tanda-tanda vital dalam batas normal. d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake kurang akibat mual, muntah, anoreksia, atau output yang berlebihan akibat diare. Evaluasi: 1) Klien dapat menghabiskan makanan yang disediakan. 2) Klien tidak lagi mual, dan muntah. 3) Menunjukkan berat badan stabil atau peningkatan berat badan sesuai saran dengan nilai laboratorium normal dan tidak ada tanda-tanda mal nutrisi. e. Diare berhubungan dengan peradangan pada usus halus. Evaluasi:

1) Tidak mengalami diare. 2) Turgor kulit baik. f. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pada usus halus. Evaluasi: 1) Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol. 2) Tampak rileks dan mampu tidur atau istirahat secara adekuat. g. Kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit, kebutuhan pengobatan dan prognosis berhubungan dengan kurang informasi atau informasi yang tidak adekuat. Evaluasi: Keluarga klien mengerti tentang penyakit anaknya.

Beranda Download Askep KTI KTI D3 Kep Kumpulan Leaflet Kampus WH Buku Tamu Paradigma Bisnis

Hidayat2's BlogRSS Entri | Komentar RSSTop of Form

Bottom of Form

My Facebook

Agung Hidayat

Create Your Badge

Meta Daftar Masuk log RSS Entri RSS Komentar WordPress.com

KalenderApril 2009 S S R K J S M Mar Mei

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1 1 0 1 2

1 1 1 1 1 1 1

April 2009 S S R K J S M 3 4 5 6 7 8 9 2 2 2 2 2 2 2 0 1 2 3 4 5 6 2 2 2 3 7 8 9 0

MateriAskep Kardiovaskuler

Askep Maternitas Askep OrtopediAnakKeperawatan Jiwa

Askep Urologi Berita Fisiologi Imunologi Integumen KardivaskulerKDM KeperawatanMusculuskeletal Ortopedi

Maternitas

Penyakit Kelamin

Promkes

Sistem Pencernaan

Sistem Pernafasan Sistem Persyarafan

Sistem Syaraf Story

Askep Typoid pada anakPosted on 24 April 2009 by hidayat2

2 Votes

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN THPOIDA. KONSEP DASAR1. Pengertian

Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 1994 ). Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella Thypi ( Arief Maeyer, 1999 ).

Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis, ( Syaifullah Noer, 1996 ). Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut juga paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis (.Seoparman, 1996). Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999). Dari beberapa pengertian diatasis dapat disimpulkan sebagai berikut, Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A. B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi. 2. Etiologi Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. Ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.3. Patofisiologi Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses. Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman

ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu. Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid

disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang. 4. Manifestasi Klinik Masa tunas typhoid 10 14 hari a. Minggu I pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut. b. Minggu II pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran.

5. Komplikasia. Komplikasi intestinal 1) Perdarahan usus 2) Perporasi usus 3) Ilius paralitik b. Komplikasi extra intestinal

1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis, tromboplebitis. 2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia hemolitik.

3) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis. 4) Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis. 5) Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis. 6) Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis. 7) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia. 6. Penatalaksanaan a. Perawatan.1) Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk mencegah komplikasi perdarahan usus. 2) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi perdarahan.

b. Diet. 1) Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein. 2) Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring. 3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim. 4) Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari. c. Obat-obatan.1) Klorampenikol 2) Tiampenikol 3) Kotrimoxazol 4) Amoxilin dan ampicillin

7. PencegahanCara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci tangan setelah dari toilet dan khususnya minum susu sebelum mentah makan (yang atau belum mempersiapkan makanan, hindari

dipsteurisasi), hindari minum air mentah, rebus air sampai mendidih dan hindari makanan pedas

8. Pemeriksaan penunjangPemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari : a. Pemeriksaan leukosit Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid. b. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid. c. Biakan darah Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor : 1) Teknik pemeriksaan Laboratorium Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung. 2) Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit. Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali. 3) Vaksinasi di masa lampau

Vaksinasi

terhadap

demam

typhoid

di

masa

lampau

dapat

menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif. 4) Pengobatan dengan obat anti mikroba. Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif. d. Uji Widal Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu : 1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman). 2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman). 3) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman) Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid. Faktor faktor yang mempengaruhi uji widal : a. Faktor yang berhubungan dengan klien : 1. Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.

2. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah klien sakit 1 minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6. 3. Penyakit penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat menyertai demam typhoid yang tidak dapat menimbulkan antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut. 4. Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan obat anti mikroba dapat menghambat pembentukan antibodi. 5. Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat tersebut dapat menghambat terjadinya pembentukan antibodi karena supresi sistem retikuloendotelial. 6. Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi dengan kotipa atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik. 7. Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya : keadaan ini dapat mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah. 8. Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap salmonella thypi karena penyakit infeksi dengan demam yang bukan typhoid pada seseorang yang pernah tertular salmonella di masa lalu. b. Faktor-faktor Teknis 1. Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat mengandung antigen O dan H yang sama, sehingga reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies yang lain. 2. Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan mempengaruhi hasil uji widal.

3. Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada penelitian yang berpendapat bahwa daya aglutinasi suspensi antigen dari strain salmonella setempat lebih baik dari suspensi dari strain lain.

9. Tumbuh kembang pada anak usia 6 12 tahunPertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran berbagai organ fisik berkaitan dengan masalah perubahan dalam jumlah, besar, ukuran atau dimensi tingkat sel. Pertambahan berat badan 2 4 Kg / tahun dan pada anak wanita sudah mulai mengembangkan cirri sex sekundernya. Perkembangan menitik beratkan pada aspek diferensiasi bentuk dan fungsi termasuk perubahan sosial dan emosi. a. Motorik kasar 1) Loncat tali 2) Badminton 3) Memukul 4) motorik kasar di bawah kendali kognitif dan berdasarkan secara bertahap meningkatkan irama dan keleluasaan. b. Motorik halus 1) Menunjukan keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan 2) Dapat meningkatkan kemampuan menjahit, membuat model dan bermain alat musik. c. Kognitif 1) Dapat berfokus pada lebih dan satu aspek dan situasi 2) Dapat mempertimbangkan sejumlah alternatif dalam pemecahan masalah 3) Dapat membelikan cara kerja dan melacak urutan kejadian kembali sejak awal 4) Dapat memahami konsep dahulu, sekarang dan yang akan datang

d. Bahasa 1) Mengerti kebanyakan kata-kata abstrak 2) Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata sifat, kata keterangan, kata penghubung dan kata depan 3) Menggunakan bahasa sebagai alat pertukaran verbal 4) Dapat memakai kalimat majemuk dan gabungan

10. Dampak hospitalisasiHospitalisasi atau sakit dan dirawat di RS bagi anak dan keluarga akan menimbulkan stress dan tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress tergantung pada persepsi anak dan keluarga terhadap kerusakan penyakit dan pengobatan. Penyebab anak stress meliputi ; a. Psikososial Berpisah dengan orang tua, anggota keluarga lain, teman dan perubahan peran b. Fisiologis Kurang tidur, perasaan nyeri, imobilisasi dan tidak mengontrol diri c. Lingkungan asing Kebiasaan sehari-hari berubah d. Pemberian obat kimia Reaksi anak saat dirawat di Rumah sakit usia sekolah (6-12 tahun) a. Merasa khawatir akan perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya b. Dapat mengekspresikan perasaan dan mampu bertoleransi terhadap rasa nyeri c. Selalu ingin tahu alasan tindakan d. Berusaha independen dan produktif Reaksi orang tua

a. Kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit, prosedur, pengobatan dan dampaknya terhadap masa depan anak b. Frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan pengobatan serta tidak familiernya peraturan Rumah sakit

B. ASUHAN KEPERAWATAN1. Pengkajian Faktor Presipitasi dan Predisposisi

Faktor presipitasi dari demam typhoid adalah disebabkan oleh makanan yang tercemar oleh salmonella typhoid dan salmonella paratyphoid A, B dan C yang ditularkan melalui makanan, jari tangan, lalat dan feses, serta muntah diperberat bila klien makan tidak teratur. Faktor predisposisinya adalah minum air mentah, makan makanan yang tidak bersih dan pedas, tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, dari wc dan menyiapkan makanan.

2. Diagnosa KeperawatanDiagnosa yang mungkin muncul pada klien typhoid adalah : a. Resti ketidakseimbangan volume cairan dan elektrolit b.d hipertermi dan muntah. b. Resti gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat. c. Hipertermi b.d proses infeksi salmonella thypi. d. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik. e. Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang informasi atau informasi yang tidak adekuat. 3. Perencanaan Berdasarkan diagnosa keperawatan secara teoritis, maka rumusan perencanaan keperawatan pada klien dengan typhoid, adalah sebagai berikut :

Diagnosa. 1Resti gangguan ketidak seimbangan volume cairan dan elektrolit, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hipertermia dan muntah. Tujuan Ketidak seimbangan volume cairan tidak terjadi Kriteria hasil Membran mukosa bibir lembab, tanda-tanda vital (TD, S, N dan RR) dalam batas normal, tanda-tanda dehidrasi tidak ada Intervensi Kaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir kering, turgor kulit tidak elastis dan peningkatan suhu tubuh, pantau intake dan output cairan dalam 24 jam, ukur BB tiap hari pada waktu dan jam yang sama, catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah nyeri dan distorsi lambung. Anjurkan klien minum banyak kira-kira 2000-2500 cc per hari, kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, K, Na, Cl) dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan tambahan melalui parenteral sesuai indikasi.

Diagnosa. 2Resiko tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan intake yang tidak adekuat Tujuan Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi Kriteria hasil Nafsu makan bertambah, menunjukkan berat badan stabil/ideal, nilai bising usus/peristaltik usus normal (6-12 kali per menit) nilai laboratorium normal, konjungtiva dan membran mukosa bibir tidak pucat. Intervensi Kaji pola nutrisi klien, kaji makan yang di sukai dan tidak disukai klien, anjurkan tirah baring/pembatasan aktivitas selama fase akut, timbang

berat badan tiap hari. Anjurkan klien makan sedikit tapi sering, catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah, nyeri dan distensi lambung, kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet, kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium seperti Hb, Ht dan Albumin dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antiemetik seperti (ranitidine).

Diagnosa 3Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi Tujuan Hipertermi teratasi

Kriteria hasil Suhu, nadi dan pernafasan dalam batas normal bebas dari kedinginan dan tidak terjadi komplikasi yang berhubungan dengan masalah typhoid.Intervensi Observasi suhu tubuh klien, anjurkan keluarga untuk membatasi aktivitas klien, beri kompres dengan air dingin (air biasa) pada daerah axila, lipat paha, temporal bila terjadi panas, anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat seperti katun, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti piretik.

Diagnosa 4Ketidak mampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik Tujuan Kebutuhan sehari-hari terpenuhi

Kriteria hasil Mampu melakukan aktivitas, bergerak dan menunjukkan peningkatan kekuatan otot. Intervensi Berikan lingkungan tenang dengan membatasi pengunjung, bantu kebutuhan seharihari klien seperti mandi, BAB dan BAK, bantu klien mobilisasi secara bertahap, dekatkan barang-barang yang selalu di butuhkan ke meja klien, dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian vitamin sesuai indikasi.

Diagnosa 5Resti infeksi sekunder berhubungan dengan tindakan invasive Tujuan Infeksi tidak terjadi

Kriteria hasil Bebas dari eritema, bengkak, tanda-tanda infeksi dan bebas dari sekresi purulen/drainase serta febris.Intervensi Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR dan RR). Observasi kelancaran tetesan infus, monitor tanda-tanda infeksi dan antiseptik sesuai dengan kondisi balutan infus, dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti biotik sesuai indikasi.

Diagnosa 6Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang informasi atau informasi yang tidak adekuat Tujuan Pengetahuan keluarga meningkat

Kriteria hasil Menunjukkan pemahaman tentang penyakitnya, melalui perubahan gaya hidup dan ikut serta dalam pengobatan.Intervensinya Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga klien tentang penyakit anaknya, Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan klien, beri kesempatan keluaga untuk bertanya bila ada yang belum dimengerti, beri reinforcement positif jika klien menjawab dengan tepat, pilih berbagai strategi belajar seperti teknik ceramah, tanya jawab dan demonstrasi dan tanyakan apa yang tidak di ketahui klien, libatkan keluarga dalam setiap tindakan yang dilakukan pada klien 4. Evaluasi

Berdasarkan implementasi yang di lakukan, maka evaluasi yang di harapkan untuk klien dengan gangguan sistem pencernaan typhoid adalah : tanda-tanda vital stabil, kebutuhan cairan terpenuhi, kebutuhan nutrisi terpenuhi, tidak terjadi hipertermia, klien dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari secara mandiri, infeksi tidak terjadi dan keluaga klien mengerti tentang penyakitnya.

Filed under: Askep Ditandai: | Keperawatan Anak Askep ISPA pada anak Askep Penyakit Jantung Rematik Pada Anak Suka Be the first to like this post.

Tinggalkan BalasanTop of Form

Enter your comment here...

Guest Masuk Masuk Masuk

Email (required) (Belum diterbitkan)

Nama (required)

Situs web

Beritahu saya balasan komentar lewat surat elektronik. Beritahu saya tulisan baru lewat surat elektronik.Bottom of Form

Yang Lagi Online

Nilai Blog iniWebsite saya nilaiRp

29.66 Juta

Statistik Blog 784,473 sejak 2009

Spam Blocked3.630 spam comments

Arsip Juni 2011 (1) Mei 2011 (1) April 2011 (2) Desember 2010 (4) November 2010 (4) Oktober 2010 (2) Juli 2009 (8) Juni 2009 (12) Mei 2009 (28) April 2009 (58) Maret 2009 (25) Video info Napza Kesehatan Jiwa Pralisis Nervus Fasialis dan Kaitannya Dengan Bidang Kedokteran Gigi Askep Sindrom Nefrotik Askep Hidrocepalus

Tulisan Terkini

Askep AML Gemuruh Merapi Bikin Panik Warga Kondisi Gunung Berapi Versi Geolog LIPI & Singapura Bright Fuh, Baby With Tumour, Dies Finally Cerebral Palsy Askep pada pasien dengan retinoblastoma Konsep Dasar Hemodialisa Askep Ca Colon

Blog pada WordPress.com. Theme: Digg 3 Column by WP Designer.