laporan praktikum kimia analisis p4

31
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS PERCOBAAN 4 YODO-YODIMETRI Disusun Oleh: 1. Thea Widi Indiani (G1F011011) 2. Iin Solihati (G1F011013) 3. Kurnia Puspa Harleynda (G1F011015) 4. Imroatul Kanza A.A. (G1F011017) 5. Wigati Nuraeni (G1F011019) Kelompok : 2 Golongan : I Hari/Tanggal Praktikum: Selasa, 27 November 2011 Asisten : Rizky Novasari KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Upload: rizky-d-shimonz-rezpector

Post on 01-Oct-2015

512 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

defsfd

TRANSCRIPT

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISISPERCOBAAN 4YODO-YODIMETRI

Disusun Oleh:1. Thea Widi Indiani(G1F011011)2. Iin Solihati(G1F011013)3. Kurnia Puspa Harleynda(G1F011015)4. Imroatul Kanza A.A.(G1F011017)5. Wigati Nuraeni(G1F011019)

Kelompok: 2Golongan: IHari/Tanggal Praktikum: Selasa, 27 November 2011Asisten : Rizky Novasari

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANJURUSAN FARMASIPURWOKERTO2012

PERCOBAAN 4YODO-YODIMETRI

A. Tujuan PercobaanMenetapkan kadar suatu senyawa obat dalam sampel menggunakan prinsip reaksi oksidasi dan reduksi

B. Alat dan Bahana. AlatAlat yang digunakan padapraktikum ini adalah labu ukur 500ml dan 100ml, statif, klem, gelas ukur, buret, corong gelas, pipet tetes, erlenmeyer 250ml dan 100ml, beaker glass, filler, pipet ukur, batang pengaduk, spatula dan timbangan.b. BahanBahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah larutan baku Iodium 0.1 N, Akuades, Kalium Iodida, Indikator amilum / kanji, Vitamin C, Larutan asam klorida encer, Larutan baku Natrium Tiosulfat 0,1 N, CuSO4, Metampiron ( Antalgin ).

C. Data Pengamatan1. LARUTAN BAKUA. LARUTAN YODIUM 0,1 NPembakuan larutan yodium didapat larutan yodium 0,1 NB. LARUTAN NATRIUM TIOSULFAT 0,1 NReplikasimL titranmL sampel

12,25

225

325

Penetapan normalitas Na2S2O3N = R1 = = 0,227 NR2 = = 0,25 NR3 = = 0,25 NRata-rata = = = 0,24 N2. PENETAPAN KADAR A. Kadar Cu dalam Cu SO4 (metode Yodometri)ReplikasimL titran Na2S2O3mL CuSO4N CuSO4

1330,24

22,930,24

32,7530,24

Kadar = x 100 %Kadar 1 = x 100 % = 0,762 %Kadar 2 = x 100 % = 0,736 %Kadar 3 = x 100 % = 0,698 %Rata rata kadar = = % = 0,732 %X

0,7620,7320,030,0009

0,7360,0040,000016

0,6980,0340,00112

0,068120,41 x 10-4

d = = 0,0227SD = = 3,195 x 10-2Kadar Cu dalam CuSO4 adalah 0,732 3,195 x 10-2 %B. Kadar Vitamin C (metode yodimetri)ReplikasimL titran N titran

110,1

20,60,1

30,90,1

Kadar = x 100 %Kadar 1 = x 100 % = 89 %Kadar 2 = x 100 % = 53,4 %Kadar 3 = x 100 % = 80,1 %Rata-rata kadar = = % = 74,16 %X

8974,1614,84220,2256

53,420,76430,97

80,15,9435,283

41,54686,486

d = = 13,846SD = = 18,5264Kadar Vitamin C adalah 74,16 18,526 %C. Kadar Metampiron (metode Yodimetri)ReplikasimL titran N titran

14,30,1

24,10,1

34,20,1

Kadar = x 100 %Kadar 1 = x 100 % = 75,61 %Kadar 2 = x 100 % = 72,09 %Kadar 3 = x 100 % = 73,85 %Rata-rata kadar = = % = 73,85 %X

75,6173,851,763,097

72,091,763,097

73,8500

3,526,194

d = = 1,173SD = = 1,75Kadar Metampiron adalah 73,85 1,75 %

D.Pembahasan

Definisi dari analisis kualitatif adalah pemeriksaan kimiawi tentang jenis-jenis unsur atau ion terdapat dalam suatu zat tunggal atau campuran beberapa zat. Setelah sifat dasar penyusun-penyusun dari suatu contoh itu dipastikan, seringkali analisis itu kemudian diminta menetapkan banyaknya tiap komponen atau komponen komponen khusus yang ada di dalamnya. Penetapan semacam ini terletak didaerah analisis kuantitatif (Bassett, 1994).Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikan bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan bilangan oksidasi.Berarti proses oksidasi disertai hilangnya elektron sedangkan reduksi memperoleh elektron. Oksidator adalah senyawa di mana atom yang terkandung mengalami penurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor, atom yang terkandung mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Oksidasi-reduksi harus selalu berlangsung bersama dan saling menkompensasi satu sama lain. Istilah oksidator reduktor mengacu kepada suatu senyawa, tidak kepada atomnya saja (Khopkar, 2002).Dalam proses analitik, iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri) dan ion iodida digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Relatif beberapa zat merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung dengan iodium. Maka jumlah penentuan iodimetrik adalah sedikit. Akan tetapi banyak pereaksi oksidasi cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion iodida, dan ada banyak penggunaan proses iodometrik. Suatu kelebihan ion iodida ditambahkan kepada pereaksi oksidasi yang ditentukan, dengan pembebasan iodium, yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat. Reaksi antara iodium dan tiosulfat berlangsung secara sempurna (Underwood, 1986).Titrasi titrasi redoks berdasarkan pada perpindahan elektron antara titran dengan analit. Jenis titrasi ini biasanya menggunakan potensiometri untuk mendeteksi titik akhir, meskipun demikian penggunaan indikator yang dapat berubah warnanya dengan adanya kelebihan titran juga sering digunakan. Titrasi yang melibatkan iodium dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu titrasi langsung (iodimetri) dan titrasi tidak langsung (iodometri) (Rohman, 2007).Iodometri atau iodimetri merupakan titrasi-titrasi yang menyangkut reaksi :I2 + 2e 2I-Titrasi langsung yang disebut iodimetri, larutan baku I2 dipakai sebagai titrat atau titran untuk mengoksidasi analat, cara ini jarang dipakai sebab iodium sendiri merupakan oksidator lemah. Titrasi tidak langsung yang disebut iodometri, KI digunakan sebagai reduktor untuk mereduksi analat sehingga terbentuk I2 bebas, I2 bebas ini dititrasi oleh larutan baku Na2S2O3. Cara ini dapat digunakan untuk menganalisis hampir semua oksidator yang kuat sehingga lebih sering digunakan daripada iodimetri (Harjadi, 1993).Larutan standar yang dipergunakan dalam kebanyakan proses iodometrik adalah natrium tiosulfat. Garam ini biasanya tersedia sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi terhadap standar primer. Larutan natrium tiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama. Sejumlah zat padat digunakan sebagai standar primer untuk larutan natrium tiosulfat. Iodium murni merupakan standar yang paling nyata, tetapi jarang digunakan karena kesukaran dalam penanganan dan penimbangan. Lebih sering digunakan pereaksi yang kuat yang membebaskan iodium dari iodida, suatu proses iodometrik (Underwood, 1986).Iodium merupakan oksidator lemah. Sebaliknya ion iodida merupakan suatu pereaksi reduksi yang cukup kuat. Dalam proses analitik iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri) dan ion iodida digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Beberapa zat merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung dengan iodium. Maka jumlah penentuan iodometrik adalah sedikit. Akan tetapi banyak pereaksi oksidasi cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion iodida, dan ada banyak penggunaan proses iodometrik. Dengan adanya kelebihan ion iodida yang ditambahkan pada pereaksi oksidasi yang ditentukan, yaitu dengan pembebasan iodium, yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat (Day & Underwood, 1986).Iodium hanya sedikit larut dalam air (0,00134 mol per liter pada 25 0C), tetapi agak larut dalam larutan yang mengandung ion iodida. Larutan iodium standar dapat dibuat dengan menimbang langsung iodium murni dan pengenceran dalam botol volumetrik. Iodium, dimurnikan dengan sublimasi dan ditambahkan pada suatu larutan KI pekat, yang ditimbang dengan teliti sebelum dan sesudah penembahan iodium. Akan tetapi biasanya larutan distandarisasikan terhadap suatu standar primer, As2O3 yang paling biasa digunakan. (Underwood, 1986).Kelarutan iodium rendah dalam air maka larutannya dibuat dengan menambahkan KI berlebihan, sehingga terjadi reaksi berikut :I2 + I- I3- K = = 7 x 102Tetapan kesetimbangan proses pembentukan kompleks ini tidak begitu besar, sehingga kelebihan ion iodida dapat menggeser reaksi ke arah kanan, akibatnya dalam larutan itu iodium berada dalam bentuk ion tri-iodida I3- (Svehla, 1979).Metode titrasi iodometri langsung (iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan suatu larutan iod standar. Metode titrasi iodometri tak langsung (iodometri) adalah berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia. Potensial reduksi normal dari sistem reversibel:I2(solid) 2e 2I-Persamaan di atas mengacu kepada suatu larutan air yang jenuh dengan adanya iod padat; reaksi sel setengah ini akan terjadi, misalnya, menjelang akhir titrasi iodida dengan suatu zat pengoksid seperti kalium permanganat, ketika konsentrasi ion iodida menjadi relatif rendah. Dekat permulaan, atau dalam kebanyakan titrasi iodometri, bila ion iodida terdapat dengan berlebih, terbentuklah ion tri-iodida:I2(aq) + I- I3-karena iod mudah larut dalam larutan iodida, reaksi sel setengah itu lebih baik ditulis sebagai:I3- + 2e 3I-Potensial reduksi standarnya adalah 0,5355 volt. Maka, iod atau ion tri-iodida merupakan zat pengoksid yang jauh lebih lemah ketimbang kalium permanganat, kalium dikromat, dan serium (IV) sulfat (Bassett, 1994). Zat-zat pereduksi yang kuat (zat zat potensial reduksi yang jauh lebih rendah), seperti timah (II) klorida, asam sulfat, hidrogen sulfida, dan natrium thiosulfat, bereaksi lengkap dan cepat dengan iod, bahkan dalam larutan asam. Dengan zat pereduksi yang lemah misalnya arsen trivalen, atau stibium trivale, reaksi yang lengkap hanya akan terjadi bila larutan dijaga tetap netral atau, sangat sedikit asam. Pada kondisi ini, potensial reduksi adalah minimum, atau daya mereduksinya adalah maksimum (Bassett, 1994).Jika suatu zat pengoksid kuat diolah dalam larutan netral atau (lebih biasa) larutan asam, dengan ion iodida yang sangat berlebih, yang terakhir bereaksi sebagai zat pereduksi, dan oksidan akan direduksi secara kuantitatif. Dalam hal-hal yang demikian, sejumlah iod yang ekivalen akan dibebaskan, lalu dititrasi dengan larutan standar suatu zat pereduksi, biasanya natrium thiosulfat (Bassett, 1994).Warna larutan 0,1 N iodium adalah cukup kuat sehingga dapat bekerja sebagai indikatornya sendiri. Iodium juga memberi warna ungu atau merah lembayung yang kuat kepada pelarut pelarut sebagai karbon tetraklorida atau kloroform dan kadang kadang hal ini digunakan untuk mengetahui titik akhir titrasi. Akan tetapi lebih umum digunakan suatu larutan (dispersi koloidal) kanji karena warna biru tua dari kompleks kanji iodium dipakai untuk suatu uji sangat peka terhadap iodium. Kepekaan lebih besar dalam larutan yang sedikit asam daripada larutan netral dan akan lebih besar lagi dengan adanya ion iodida.Larutan standar yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometrik adalah natrium thiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi dengan standar primer. Larutan natrium thiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama (Day & Underwood,1986).Jika larutan iodium dalam KI pada suasana netral maupun asam dititrasi dengan natrium thiosulfat maka:I3- + 2S2O32- 3I- + S4O62-Selama reaksi zat antara S2O32- yang tidak berwarna adalah terbentuk sebagai berikut : S2O32- + I3- S2O3I- + 2I- yang mana berjalan terus menjadi: S2O3I- + S2O32- S4O62- +I3- Reaksi berlangsung baik dibawah pH = 5,0 (Khopkar, 2002).

Monografi1. Kalium IodidaKalium Iodida mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 101,5% KI, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian hablur heksa hedral ; transparan atau tidak berwarna, opak dan putih; atau serbuk butiran putih. Higroskopik. Kelarutan sangat mudah larut dalam air, lebih mudah larut dalam air mendidih; larut dalam etanol 95% P; mudah larut dalam gliserol P (Anonim, 1979).

2. Iodium Iodum (I) mempunyai bobot molekul 126,90 gram/mol. Iodum mengandung tidak kurang dari 99,8% dan tidak lebih dari 100,5% I. Pemerian iodum yaitu keping atau granul, berat, hitam keabuabuan; bau khas; berkilau seperti metal. Kelarutannya sukar larut dalam air; mudah larut dalam karbon disulfide, dalam kloroform, dalam tetraklorida dan dalam eter; larut dalam etanol dan dalam larutan iodide; agak sukar larut dalam gliserin (Anonim, 1995).Iodium merupakan oksidator yang relatof lemah. Oksidasi potensial dari sistem iodium. Iodida ini jauh lebih rendah daripada oksidasi potensial sistem oksidasi reduksi yang lain. Walaupun demikian, iodium masih mampu mengoksidasi reduktor-reduktor kuat yaitu oksidasi potensialnya lebih rendah. Dengan demikian, iodium beraksi sempurna dengan reduktor kuat seperti H2SO4 (Vogel,1994)

3. Vitamin C

Asam askrobat mengandung tidak kurang dari 99,0% .Pemerian serbuk atau hablur; putih atau agak kuning; tidak berbau; rasa asam. Oleh pengaruh cahaya lambat laun menjadi gelap. Dalam keadaan kering, mantap di udara, dalam larutan cepat teroksidasi.Kelarutan mudah larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol (95%) P; praktis tidak larut dalam kloroform P, dalam eter P dan dalam benzen P. Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya. Khasiat dan penggunaan antikorbut (Anonim, 1979).

4. Natrium tiosulfat (Na2S2O3)Natrium tiosulfat (Na2S2O3) merupakan hablur besar, tidak berwarna, atau serbuk hablur kasar lebih biasa disebut sebagai pentahidrat, Na2S2O35H2O, merupakan satu bahan berhablur monoklinik, efloresen yang juga disebut sebagai natrium hiposulfit atau "hipo". Natrium Tiosulfat. Mengkilap dalam udara lembab dan mekar dalam udara kering pada suhu lebih dari 33C. Larutannya netral atau basa lemah terhadap lakmus. Sangat mudah larut dalam air dan tidak larut dalam etanol (Anonim, 1995).

5. CuSO4Nama resmi : TEMBAGA II SULFATNama lain : Kupri sulfatRM : CUSO4.5H2OPemerian : Prisma tri klinik,serbuk hablur,biruKelarutan : Larut dalam 3 bagian air dan 3 bagian gliserol, sangat sukar larut dalam etanol.Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapatKegunaan : Sebagai sampel (Anonim, 1995).

6. Metampiron

Tablet antalgin mengandung metampiron, C13H16N3NaO4S.H2O, tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 105,0% dalam jumlah yang tidak tertera pada etiket. Metampiron mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 101,0% C13H16N3NaO4S, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian metampiron yaitu serbuk hablur, putih atau putih kekuningan. Susut pengeringan tidak lebih dari 5,5% (Anonim, 1995).

7. Kanji

Amilosa

Amilopektin Amilum atau kanji merupakan kombinasi amilosa yang memberikan warna biru jika bereaksi dengan yodium dan amilopektin yang memberikan merah violet jika bereaksi dengan yodium. Titrasi yodimetri, amilum sebaiknya ditambahkan saat mendekati titik ekivalen untuk mencegah kompleks berwarna biru antara amilum dengan yodium yang sukar larut dalam air dingin. Iodida pada konsentrasi < 10-5 M dapat dengan mudah ditekan oleh amilum. Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut yang digunakan. Kompleks iodium-amilum mempunyai kelarutan kecil dalam air sehingga biasanya ditambahkan pada titik akhir reaksi ( Khopkar, 1990 ).Kanji atau amilum lebih umum dipergunakan, karena warna biru gelap dari kompleks yodium kanji bertindak sebagai suatu tes yang amat sensitif untuk yodium. Mekanisme pembentukan kompleks yang berwarna ini tidak diketahui, namun ada pemikiran bahwa molekul molekul yodium tertahan di permukaan amylose, suatu konstituen dari amilum. Larutan larutan amilum dengan mudah didekomposisi oleh bakteri, dan biasanya sebuah substansi, seperti asam borat ditambahkan sebagai bahan pengawet (Day & Underwood, 1981).

8. Asam Sulfat

Asam sulfat (H2SO4) memiliki bobot molekul 98,07 gram/mol. Asam sulfat mengandung tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 98,0% b/b H2SO4. Perhatian bila asam sulfat akan dicampur dengan cairan lain, selalu tambahkan asam ke dalam cairan pengencer dan lakukan dengan sangat hati-hati. Pemerian asam sulfat yaitu cairan jernih, seperti minyak, tidak berwarna, bau sangat tajam dan koresif. Bobot jenis lebih kurang 1,84. Kelarutan bercampur dengan air dan dengan etanol, dengan menimbulkan panas (Anonim, 1995).

I. Larutan bakua. Larutan Yodium 0,1 NPertama,dilakukan pembuatan larutan yodium dengan cara melarutkan 20 g kalium iodida dalam 30 ml air dalam labu tertutup. Kemudian,ditimbang sekitar 12,7 g yodium dalam gelas arloji,ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam larutan KI pekat. Labu kemudian ditutup dan kikocok hingga yodium larut. Terakhir,didiamkan pada suhu kamar dan ditambahkan air hingga 1000 ml.Setelah larutan selesai dibuat kemudian dilakukan pembakuan. Lebih kurang 100 mg arsentrioksida ditimbang kemudian dilarutkan dalam 20 ml NaOH 1 N,jika perlu dipanaskan. Kemudian diencerkan dengan air 40 ml dan ditambahkan 2 tetes jingga metik lalu dilanjutkan dengan penambahan HCL encer hingga warna kuning menjadi jingga. Kemudian ditambahkan 2 g Na-Bikarbonat,20 ml air dan 3 ml larutan kanji. Selanjutnya,dititrasi dengan yodium hingga timbul warna biru tetap.Reaksi :As2O3 + 6 NaOH -> 2 Na3AsO3 + 3H2OI2 + Na3AsO3 + H2O -> Na3AsO4 + 2HIPada percobaan kali ini kami tidak melakukan pembakuan karena bahan yang digunakan tidak ada sehingga langsung ditetapkan kadar larutan todium tersebut 0,1 N.Gambar larutan iodium 0,1 Nb. Larutan Natrium Tiosulfat 0,1 NREAKSI: 6I- + Cr2O72- + 14 H+ 3I2 + 2Cr2+ + 7H2O3I2 + 6S2O32- 3S4O62- + 6I-PEMBUATAN K2Cr2O7 0,1NKalium dikromat (K2Cr2O7) yang telah ditentukan konsentrasinya ditimbang dengan menggunakan neraca analitis kemudian dilarutkan dengan aquadest di dalam labu ukur 100 ml sampai batas kalibrasi.PEMBAKUAN:Larutan K2Cr2O7 0,1N dimasukkan ke dalam erlenmeyer bertutup kaca sebanyak 5 ml, kemudian diencerkan dengan 50 ml akuades. Setelah itu ditambahkan KI 2g dan HCl encer 5ml, lalu ditutup dan dibiarkan selama 10 menit. Setelah ditambah KI larutan menjadi warna coklat tua. Fungsi penambahan HCl dalam larutan tersebut adalah memberikan suasana asam, sebab larutan yang terdiri dari kalium dikromat dan kalium iodida berada dalam kondisi netral atau memiliki keasaman rendah. Selanjutnya diencerkan dengan 100 ml air dan dititrasi yodium yang dibebaskan dengan larutan Na2S2O3 0,1 N menggunakan larutan kanji/amilum. Indikator yang digunakan dalam proses standarisasi ini adalah indikator amilum 1%. Penambahan amilum yang dilakukan saat mendekati titik akhir titrasi dimaksudkan agar amilum tidak membungkus iod karena akan menyebabkan amilum sukar dititrasi untuk kembali ke senyawa semula. Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini disebabkan sifat I2yang mudah menuap. Pada titik akhir titrasi iod yang terikat juga hilang bereaksi dengan titran sehingga warna biru mendadak hilang dan perubahannya sangat jelas. Penggunaan indikator ini untuk memperjelas perubahan warna larutan yang terjadi pada saat titik akhir titrasi. Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut yang digunakan. Kompleks iodium-amilum memiliki kelarutan yang kecil dalam air, sehingga umumnya ditambahkan pada titik akhir titrasi.Titrasi dilakukan sebanyak 3 kali agar diperoleh angka yang akurat. Pada titrasi pertama di dapat ml titran sebanyak 2,2 ml, titrasi ke-2 dan ke-3 sebanyak 2 ml. Sehingga di dapat rata-rata normalitasnya adalah 0,24 N.Gambar Larutan Natrium Tiosianat setelah titrasiII. Penetapan kadara. Penetapan Kadar Cu dalam CuSO4 (metode Yodometri)Larutan standar yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometri adalah natrium tiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi dengan standar primer. Larutan natrium thiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama. CuSo4 berperan sebagai oksidator dan natrium tiosianat sebagai reduktor (Day & Underwood, 1981).Tembaga murni dapat digunakan sebagai standar primer untuk natrium thiosulfat dan dianjurkan apabila thiosulfat harus digunakan untuk penentuan tembaga. Potensial standar pasangan Cu(II) Cu(I), Cu2+ + e Cu+ Eo= +0.15 V(Day & Underwood, 1981).Penetapan kadar Cu dilakukan dengan menambahkan 3 mL larutan tembaga sulfat (CuSO4.5H2O) dengan 2 mL asam asetat dan 1,5 gram KI. Kemudian ditambahkan 3 tetes larutan kanji yang berfungsi sebagai indikator lalu dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat ) 0,24 N sampai warna larutan berubah menjadi bening dan direplikasi sebanyak 3 kali. Hasilnya kadar pertama 0,762 %, kadar kedua 0,736 %, dan kadar ketiga 0,732 %. Dari hasil perhitungan kadar rata-rata yang didapat adalah 0,732 % 0,0319 , hasilnya ini sangat berbeda dengan literatur ( Farmakope Indonesia Edisi IV) dimana kadar CuSO4 seharusnya adalah 56%.Reaksi: 2CuSO4 + 4KI 2K2SO4 + 2CuI2 2CuI2 2CuI + I2 + 2 CuSO4 + 4KI 2K2SO4 + 2CuI + I2 (Day & Underwood, 1981).Gambar Larutan CuSO4 setelah titrasib. Penetapan kadar Metampiron (Metode Yodimetri)Metampiron adalah suatu derivat Pirazolon yang mempunyai efek analgetika-antipiretika yang kuat..Khusus untuk menghilangkan rasa nyeri yang berhubungan neuritis .Pada percobaan penetapan kadar metampiron, langkah awal yang dilakukan adalah dengan mengerus tablet antalgin/metampiron dengan menggunakan mortir sampai halus dan homogen. Setelah itu serbuk ditimbang dengan saksama sebanyak 100 mg. Penimbangan dilakukan 3 kali karena titrasi yang akan dilakukan juga sebanyak 3 kali. Serbuk yang telah d itimbang sebanyak 100 mg kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer lalu dilarutkan dengan 50 ml air bebas CO2 dan 10 ml asam sulfat encer dan dikocok sampai homogen. Penambahan asam sulfat ini adalah untuk memberikan suasana asam pada saat titrasi. Hal tersebut dilakukan agar larutan metampiron dapat dinaikkan keasamannya sehingga dapat dititrasi. Telah diketahui bahwa dalam metode titrasi, larutan yang diuji akan ditetesi dengan menggunakan larutan yang merupakan kebalikan dari asam-basanya. Untuk itulah perlu dinaikkan keasaman dari larutan metampiron tersebut. Metampiron digunakan sebagai titrat, sementara iodin digunakan sebagai titran. Penetapan metampiron pada percobaan ini dilakukan dengan analisis iodometri yang merupakan reaksi oksidasi reduksi. Iodometri dilakukan terhadap zat yang potensial reduksinya paling rendah dari sistem larutan iodium. Warna dari sebuah larutan iodin 0,1 N cukup intens sehingga iodin dapat bertindak sebagai indikator bagi dirinya sendiri. Iodin juga memberikan warna ungu atau violet yang intens untuk zat-zat pelarut seperti karbon tetraklorida dan kloroform dan terkadang kondisi ini dipergunakan dalam mendeteksi titik akhir dari titrasi-titrasi. Namun, pada percobaan iodimetri kali ini kita menggunakan larutan kanji sebagai indikator.Setelah larutan tercampur, ditambahkan 1 ml larutan kanji sebagai indikator yang mengandung amilosa dan amilopektin. Larutan metampiron selanjutnya dititrasi dengan baku iodium (iodimetri) 0,1 N yang akan bereaksi dengan amilosa menghasilkan warna biru yang cukup intensif. Kelarutan dari iodin meningkat lewat kompleksasi oleh iodida kemudian mengoksidasi metampiron (NaHSO) menjadi suatu senyawa, yakni NaHSO4. Titik akhir dari reaksi ini diindikasikan oleh reaksi dari iodin dengan larutan pati yang akan membentuk warna biru gelap. Selama metampiron masih terdapat dalam larutan, triiodida secara cepat dikonversi menjadi ion iodida sehingga tidak ada warna biru gelap yang terbentuk dari reaksi antara iodin - pati. Namun ketika metampiron telah dioksidasi, maka triiodida berlebih dalam kesetimbangan dengan iodin akan membentuk warna biru gelap akibat reaksi dengan pati. Penambahan pati berfungsi sebagai indikator, di mana pati akan membentuk kompleks berwarna biru dengan I3-. Bila I3- sudah habis bereaksi menjadi I- maka warna biru yang terbentuk akan hilang. Keunggulan pada pemakaian kanji ini yaitu bahwa harganya murah, namun terdapat kelemahan-kelemahan yaitu sebagai berikut : (i) bersifat tidak dapat larut dalam air dingin; (ii) ketidak stabilan suspensinya dalam air; (iii) dengan iod memberi suatu kompleks yang tak dapat larut dalam air, sehingga kanji tidak boleh ditambahkan terlalu dini dalam titrasi.Setelah terjadi perubahan warna, maka titrasi dihentikan. Perubahan warna tersebutlah yang menunjukkan adanya titik akhir titrasi. Pada replikasi pertama, volume iodium yang dibutuhkan adalah 4,3 ml, pada titrasi kedua 4,1 ml , dan pada titrasi ketiga adalah 4,2 ml. Mulanya titik akhir yang dapat diamati adalah perubahan warna menjadi hijau ,namun setelah diidiamkan beberapa menit pada akhirnya menjadi biru. Volume larutan iod yang digunakan ini, akan diperlukan dalam perhitungan kadar metampiron. Pada percobaan ini dilakukan 3x titrasi pada setiap penitrasian dengan maksud untuk mendapat nilai volume rata-rata yang di gunakan dalam perhitungan. pada percobaan ini pula diperoleh hasil rata-rata kadar Methampiron adalah 73,85 1,75 %. hal ini tidaklah sesuai dengan kadar Methampiron yang tertera pada farmakope indonesia edisi 3 yakni tidak kurang dari 99,0 % dan tidak lebih dari 101,0 %.Ketidaksesuaian antara hasil kadar percobaan dengan kadar standar dalam farmakope indonesia akibat dipengaruhi oleh beberapa faktor :kesalahan dalam penimbangan sampeldan kurang teliti dalam mengamati volume buret pada saat titik akhir titrasiDalam kebanyakan titrasi langsung dengan Iod (Iodimetri), digunakan suatu larutan iod dalam kalium Iodida, dank arena itu sepesi reaktifnya adalah Ion tri -iodida, I3- untuk tepatnya. Semua persamaan ang melibatkan reaksi reaksi iod seharusnya ditulis dengan I3- bukan I2, misalnya:I3- + 2S2O32- = 3I + S4O6-akan lebih akurat dari pada :I2 + 2S2O32- = 2I- + S4O6-(Basset, J. dkk, 1994)

Titrasi Iod harus dilakukan dengan lambat agar I2sempurna bereaksi dengan antalgin, jika titrasi tepat maka I2 tidak bereduksi sempurna dengan antalgin sehingga titik akhir lebih cepat, tercapai, dan hasilnya tidak akurat. Deteksi titik akhir ada iodimetri ini dilakukan dengan menggunakan indikatir kanji oleh amilum yang akan memberikan warna biru pada saat terjadinya titik akhir titrasinya. (Sudjadi, 2007) Dalam menggunakan metode iodometrik kita menggunakan indikator kanjidimana warna dari sebuah larutan iodin 0,1 N cukup intens sehingga iodin dapatbertindak sebagai indikator bagi dirinya sendiri. Iodin juga memberikan warna unguatau violet yang intens untuk zat-zat pelarut seperti karbon tetra korida dan kloroform.Namun demikan larutan dari kanji lebih umum dipergunakan, karena warna biru gelapdari kompleks iodin-kanji bertindak sebagai suatu tes yang amat sensitiv untuk iodin(Underwood, 1986)Gambar larutan Metampiron setelah titrasic. Penetapan kadar Vitamin C (metode Yodimetri)Penentuan kadar vitamin C ditentukan dengan menggunakan metode Yodimetri. Hal pertama yang dilakukan dalam penetapan kadar vit. C yakni menimbang seksama labih kurang 100 mg vit. C , pada percobaan ini bahan-bahan yang digunakan sebanyak 1/5 dari bahan yang ditentukan . Jadi sebanyak 20 mg vit. C ditimbang seksama, lalu dilarutkan dalam 5 ml air. Kemudian ditambahkan dengan 1 ml HCl 0,1 N dan segera dititrasi dengan Iodium 0,1 N dengan sekali-kali dikocok hingga terjadi warna biru mantap selama 2 menit. Asam askorbat adalah oksidator lemah yang jika direduksi dengan iodide berjalan lambat maka agar reaksi berjalan sempurna dapat ditempuh dengan beberapa cara yaitu memperbesar konsentrasi ion iodide atau memperbesar konsentrasi hydrogen . Tujuan penambahan HCl yakni untuk memberikan suasana asam sehingga konstrasi hydrogen bertambah besar dan dengan bertambahnya konsentrasi hydrogen maka reaksi pun akan berjalan dengan cepat . indicator yang digunakan dalam reaksi ini adalah laritan kanji. Indicator kanji digunakan untuk mendeteksi kelebihan iodium . pada saat titrasi dijtunjukkan dengan perubahan warna larutan menjadi warna warna biru tua selama 1-2 menit.Reaksi :C6H8O6 + I2 C6H6O6Data perhitungan :ReplikasimL titran N titran

110,1

20,60,1

30,90,1

Kadar = x 100 %Kadar 1 = x 100 % = 89 %Kadar 2 = x 100 % = 53,4 %Kadar 3 = x 100 % = 80,1 %Rata-rata kadar = = % = 74,16 %X

8974,1614,84220,2256

53,420,76430,97

80,15,9435,283

41,54686,486

d = = 13,846SD = = 18,5264Jadi,kadar Vitamin C yang diperoleh adalah 74,16 18,526 %. Menurut literatur, kadar vitamin C itu tidak kurang dari 90% - 110% dari kadar yang tertera dalam kemasan dan dikemasan tertera keterangan kadar vitamin C adalah 50 mg.(Anonim, 1995). Sehingga,kadar vitamin C yang diuji sesuai dengan literatur.Gambar larutan Vitamin C setelah titrasi

E.Kesimpulan Iodimetri adalah analisa titrimetri untuk zat-zat reduktor seperti Natrium tiosulfat,arsenat dengan menggunakan larutan iodin baku secara langsung. Iodometri adalah analisa titrimetri untuk zat-zat reduktor dengan penambahan larutan iodin baku berlebihan dan kelebihannya dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat baku. Pada percobaan ini didapatkan larutan baku yodium 0,1 N dan larutan Natrium tiosulfat 0,24 N. Kadar sampel yang diperoleh dari percobaan ini antara lain : Kadar Cu dalam CuSO4: 0,732 3,195 x 10-2 % Kadar Metampiron: 73,85 1,75 Kadar Vitamin C: 74,16 18,526 %

DAFTAR PUSTAKAAnonim. 1979. Farmakope Indonesia edisi 3. DEPKES RI, Jakarta.Basset. J etc. 1994. Buku Ajar Vogel, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.Day, R.A & Underwood, A. L., 1986, Analisis Kimia Kuantitatif, Erlangga, Jakarta.Harjadi, W., 1993, Ilmu Kimia Analitik Dasar, PT. Gramedia, Jakarta.Khopkar, S. M. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Rohman, Abdul, 2007, Kimia Farmasi Analisis, Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta.Svehla, G., 1979, Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi ke lima, PT. Kalman Media Pusaka, Jakarta.Syabatini, Annisa, 2009, Iodometri Iodimetri, http://annisanfushie.wordpress.com/2009/07/17/iodometri-dan-iodimetri/, diakses pada tanggal 01 Desember 2012.Ulfah, Mutia, 2012, Titrasi Oksidasi-Reduksi:Iodometri, http://muthiaura.wordpress.com/2012/06/14/titrasi-reduksi-oksidasi/, diakses pada tanggal 01 Desember 2012.