laporan pendahuluan infark miokard akut (ami)
TRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
KEGAWATDARURATAN PADA KLIEN
DENGAN AKUT MIOKARD INFARK (A M I)
DI RUANG ICU RSUP Dr. KARIADI SEMARANG
Disusun oleh :
Susilowati B1.1.20506
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN SEMARANG
POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG
2007
AKUT MIOKARD INFARK
A. Pengertian
Infark Miokard Akut ( AMI ) adalah nekrosis miokard akibat aliran
darah ke otot jantung terganggu ( S. Harun, Ilmu Penyakit Dalam edisi ketiga
FK UI, hal 1098 ).
Infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat
suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang
(Brunner & Sudarth, 2002).
Infark miocard akut adalah nekrosis miocard akibat aliran darah ke otot
jantung terganggu (Suyono, 2001).
B. Etiologi
Umumnya AMI didasari oleh adanya aterosklerosis pembuluh darah
koroner. Nekrosis miokard akut, hampir selalu terjadi akibat penyumbatan
total arteri koronaria oleh trombus yang terbentuk pada plaque aterosklerosis
yang tidak stabil; juga sering mengikuti ruptur plaque pada arteri koroner
dengan stenosis ringan( 50-60% ). Kerusakan miokard terjadi dari
endokardium ke epikardium, menjadi komplit dan ireversibel dalam 3-4
jam. Meskipun nekrosis miokard sudah komplit, proses remodelling miokard
yang mengalami injury terus berlanjut sampai beberapa minggu atau bulan
karena daerah infark meluas dan daerah non-infark mengalami dilatasi.
Secara morfologis AMI dapat transmural atau sub-endokardial. AMI
transmural mengenai seluruh dinding miokard dan terjadi pada daerah
distribusi suatu arteri koroner. Sebaliknya pada AMI sub-endokardial,
nekrosis hanya terjadi pada bagian dalam dinding ventrikel dan umumnya
berupa bercak-bercak dan tidak konfluens seperti AMI transmural. AMI sub-
endokardial dapat regional ( terjadi pada distribusi satu arteri koroner )
atau difus ( terjadi pada distribusi lebih dari satu arteri koroner ). Patogenesis
dan perjalanan klinis dari kedua AMI ini berbeda
AMI subendokardial
Daerah subendokardial merupakan daerah miokard yang amat
peka terhadap iskemia dan infark. AMI subendokardial terjadi akibat
aliran darah subendokardial yang relatif menurun dalam waktu yang
lama sebagai akibat perubahan derajat penyempitan arteri koroner atau
dicetuskan oleh kondisi- kondisi seperti hipotensi, perdarahan dan
hipoksia. Derajat nekrosis dapat bertambah bila disertai peningkatan
kebutuhan oksigen miokard, misalnya akibat takikardia atau hipertrofi
ventrikel. Walaupun pada mulanya gambaran klinis dapat relatif ringan,
kecenderungan iskemik dan infark lebih jauh merupakan ancaman besar
setelah pasien dipulangkan dari rumah sakit.
AMI transmural
Pada lebih dari 90 % pasien AMI transmural berkaitan dengan
trombosis koroner. Trombosis sering terjadi di daerah yang mengalami
penyempitan arteriosklerotik. Penyebab lain lebih jarang ditemukan.
Termasuk disini misalnya perdarahan dalam plaque aterosklerotik
dengan hematom intramural, spasme yang umunya terjadi di tempat
aterosklerotik dan emboli koroner. AMI dapat terjadi walau pembuluh
koroner normal, tetapi hal ini amat jarang.
C. Patofisiologi
Arteri koroner kiri memperdarahi sebagian terbesar ventrikel kiri,
septum dan atrium kiri. Arteri koroner kanan memperdarahi sisi diafragmatik
ventrikel kiri, sedikit bagian posterior septum, dan ventrikel serta atrium
kanan. Nodus SA lebih sering diperdarahi oleh arteri koroner kanan daripada
kiri ( cabang sirkumfleks ). Nodus AV 90 % diperdarahi oleh arteri kanan
dan 10 % dari sisi kiri ( cabang sirkumfleks ). Kedua nodus SA dan AV juga
mendapat darah dari arteri Kugel. Jadi jelaslah obstruksi arteri koroner kiri
sering menyebabkan infark anterior, dan obstruksi arteri koroner kanan
menyebabkan infark. Tetapi bila obstruksi telah terjadi dibanyak tempat dan
kolateral-kolateral telah terbentuk, lokasi infark mungkin tidak dapat
dicerminkan oleh pembuluh asal mana yang terkena. AMI sulit dikenali pada
24-48 jam pertama, setelah ini serat-serat miokard membengkak dan nuklei
menghilang. Di tepi infark dapat terlihat perdarahan dan bendungan. Dalam
beberapa hari pertama daerah infark akut sangat lemah. Secara histologis
penyembuhan tercapai sekurang-kurangnya setelah 4 minggu, namun pada
umumnya setelah 6 minggu.
Proses terbentuknya plaque ( aterosklerosis ) banyak dipengaruhi oleh
berbagai faktor, terutama kebiasaan hidup yang jelek, antara lain :
Merokok, makan berlebihan ( obesitas ), latihan fisik yang kurang, pengaruh
psikososial, pada diit rendah serat, asupan natrium, alcohol.
Dari hal-hal tersebut di atas akan menimbulkan penumpukan lemak yang
berlebihan, sehingga akan terbentuk kolesterol. Bila aktivitas manusia
rendah, kolesterol ini akan menumpuk di dalam lumen arteri koronaria dan
terbentuklah plaque ( aterosklerosis ). Plaque ini semakin lama semakin
menebal dan bisa sampai menutupi pembuluh darah koroner, sehingga
jantung tidak mendapatkan suplai O2 dan nutrisi, yang aKriteria hasilirnya
akan terjadi infark miokard akut, gejala yang paling sering muncul adalah
adanya nyeri dada yang Kriteria hasilas.
D.
E. Tanda dan Gejala
Keluhan : rasa tidak enak, sakit, rasa tertindih beban berat, atau rasa
tercekik
Lokasi bagian tengah dada, belakang tulang dada, kerap menjalar ke
bahu, punggung, bawah dagu dan ke tangan
Jangka waktu beberapa menit, biasanya lebih dari 5 menit dan keluhan
hilang timbul dan semakin berat/ progresif
Tanda – tanda lain serangan jantung : berkeringat dingin, lemas, sesak
nafas, dan pingsan
Penderita AMI tidak selalu mengalami keluhan spesifik seperti di atas.
Pada orang yang mempunyai beberapa faktor resiko koroner, keluhan sukar
menelan harus dicurigai mengalami AMI. Sakit dada ( chest pain ) sering
berhubungan dengan AMI, tetapi dari penelitian populasi usia lanjut,
menunjukkan kira-kira 2/3 dari kejadian AMI tidak didahului oleh sakit dada.
a. Perubahan EKG pada AMI
Daerah Iskemia : inversi gelombang T, karena perubahan repolarisasi
Daerah Luka : elevasi segmen ST, karena iskemia berat
Daerah infark : gelombang Q abnormal/ patologis karena tidak ada b
depolarisasi pada jaringan mati/ nekrosis
b. Laboratorium
Peningkatan kadar enzim atau isoenzim merupakan indikator spesifik AMI.
Pada AMI enzim-enzim intrasel ini dikeluarkan ke dalam aliran darah. Kadar
total enzim-enzim ini mencerminkan luas AMI. Pemeriksaan yang berulang
diperlukan apalagi bila diagnosis AMI diragukan atau untuk mendeteksi
perluasan AMI. Enzim-enzim terpenting ialah kreatin fosfokinase atau
aspartat amino transferase ( SGOT ), laktat dehidrogenase ( alfa-HBDH ),
dan isoenzim CPK – MB ( CK-MB ). Berbeda dengan SGOT dan LDH, nilai
CPK tidak dipengaruhi oleh adanya bendungan hati, sehingga lebih
diagnostik untuk AMI.
F. Penatalaksanaan
Prinsip Umum Penatalaksanaan AMI
1) Diagnosa
a. Berdasarkan riwayat penyakit dan keluhan/ tanda – tanda
b. EKG awal tidak menentukan, hanya 24 – 60 % dari AMI ditemukan
dengan EKG awal yang menunjukkan luka akut ( Acute injury )
2) Terapi Oksigen
a. Hipoksia menimbulkan metabolisme anaerob dan metabolik asidosis,
yang akan menurunkan efektifitas obat – obatan dan terapi elektrik
( DC shock )
b. Pemberian oksigen menurunkan perluasan daerah iskemik
c. Penolong harus siap dengan bantuan pernafasan bila diperlukan
3) Monitor EKG
a. Harus segera dilaksanakan
b. Kejadian VF sangat tinggi pada beberapa jam pertama AMI.
Penyebab utama kematian beberapa jam pertama AMI adalah aritmia
jantung 3. Elevasi segmen ST > atau = 0,1 mV pada 2 atau lebih
hantaran dari area yang terserang ( anterior, lateral, inferior ),
merupakan indikasi adanya serangan miokard karena iskemia akut.
4) Akses Intravena
a. Larutan fisiologis atau RL dengan jarum infus besar
b. Bila pada kejadian henti jantung, nafas tak ada, saluran infus
terpasang, maka vena cubiti anterior dan vena jugularis eksterna
merupakan pilihan pertama untuk dipasang aliran infus
5) Penghilang rasa sakit
a. Keuntungan
Menurunkan kegelisahan dan rasa sakit, dapat menurunkan tekanan
darah dan frekuensi denyut nadi, menurunkan kebutuhan O2,
menurunkan resiko terjadinya aritmia.
b. Terapi
Preparat nitrat : tablet di bawah lidah atau spray
Nitrogliserin IV untuk sakit dada iskemik berat dan tekanan darah >
100 mmHg
Morphin 9 jika nitrat tidak berhasil atau pada sakit dada berat dengan
dosis kecil IV ( 1-3 mg ), diulang setiap 5 menit nitrasi sampai sakit
dada hilang
c. Komplikasi
Hipotensi
Aritmia karena perfusi kurang pada miokard atau reperfusi.
Penghilang rasa sakit merupakan prioritas obat – obat yang diberikan
6) Trombolitik
a. Penyumbatan koroner sangat sering disebabkan trombosis
b. Perlu diberikan segera oleh dokter yang mampu ALCS
7) Limitasi Infark
Diltazen ( antagonis calsium ), Nitrogliserin IV, Beta blockers, Aspirin.
G. Komplikasi AMI
Aritmia ; ekstra sistol, bradikardia, AV block, takikardia, dan fibrilasi
ventrikel
Gagal jantung dan edema paru
Shock
Ruptur miokard
Henti Jantung Nafas ( Cardio Pulmonary Arrest )
H. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
1) Nyeri akut b.d. iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri
koroner
Tujuan :
Nyeri dada hilang/ terkontrol setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama di RS
Kriteria hasil :
Mendemonstrasikan teKriteria hasilnik relaksasi
Menunjukkan menurunnya tegangan, rileks, mudah bergerak
TTV stabil
Intervensi :
- Pantau/ catat karakteristik nyeri, catat laporan verbal, petunjuk non
verbal, dan respon hemodinamik
- Ambil gambaran lengkap terhadap nyeri dari pasien, termasuk lokasi,
intensitas, lamanya, kualitas, dan penyebaran
- Kaji ulang riwayat angina sebelumnya, nyeri menyerupai angina, atau
nyeri infark miokard
- Anjurkan pasien untuk melaporkan nyeri dengan segera
- Ajarkan pasien teKriteria hasilnik manajemen nyeri, relaksasi dan
distraksi
- Berikan lingkungan yang tenang, aktifitas perlahan dan tindakan
nyaman
- Kolaborasi dengan tim medis lain dalam pemberian terapi
Berikan O2 tambahan dengan nasal kanule/ masker
Berikan obat sesuai indikasi, misal :
Antiangina : Nitrogliserin
Beta blockers : Atenolol, propanolol
Analgesik : Morphin, Meperidin
2) Intoleransi aktivitas b.d. ketidakseimbangan antara suplai oksigen
miokard dan kebutuhan
Tujuan :
Toleransi aktivitas pasien meningkat setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama di RS
Kriteria hasil :
Frekuensi jantung dan TD dalam batas normal
Kulit hangat, merah muda dan kering
Melaporkan tidak ada angina/ terkontrol dalam rentang waktu selama
pemberian obat
Intervensi :
- Catat/ dokumentasi frekuensi jantung, irama, dan perubahan tekanan
darah sebelum, selama dan sesudah aktifitas sesuai indikasi
- Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas pada dasar nyeri/ respon
hemodinamik
- Batasi pengunjung atau kunjungan pasien
- Anjurkan pasien menghindari peningkatan tekanan abdomen yang
berlebihan
- Jelaskan pola peningkatan bertahap dari azktivitas
- Kolaborasi dengan tim medis lain
Rujuk ke program rehabilitasi jantung
3) Ansietas b.d. ancaman atau perubahan kesehatan dan status
sosioekonomi
Tujuan :
Pasien dapat mengenali perasaannya, kondisinya setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama di RS
Kriteria hasil :
Pasien mampu mengidentifikasi penyebab, faktor yang
mempengaruhi
Menyatakan penurunan ansietas
Mendemonstrasikan ketrampilan pemecahan masalah positif
Intervensi :
- Identifikasi dan ketahui persepsi pasien terhadap ancaman/ situasi,
dorong mengekspresikan dan jangan menolak perasaan marah,
kehilangan, takut, dll
- Catat adanya kegelisahan, menolak, dan menyangkal
- Mempertahankan gaya percaya ( tanpa keyakinan yang salah )
- Kaji tanda verbal/ non verbal kecemasan dan tinggal dengan
pasien. Lakukanlah tindakan bila pasien menunjukkan perilaku
merusak
- Terima tetapi jangan diberi penguatan terhadap penggunaan
penolakan. Hindari konfrontasi
- Orientasikan pasien/ orang terdekat terhadap prosedur rutin dan
aktivitas yang diharapkan
- Jawab semua pertanyaan secara nyata. Berikan informasi
konsisten, ulangi sesuai indikasi
- Kolaborasi dengan tim medis lain dalam pemberian terapi
Berikan anti cemas/ hipnotik sesuai indikasi, misal : diazepam,
chlorpromazin, dll.
4) Curah jantung menurun b.d. penurunan kontraktilitas miokard
Tujuan :
Curah jantung adekuat setelah dilakukan tindakan keperawatan selama di
RS
Kriteria hasil :
TD dalam batas normal, haluaran urine adekuat
TTV dalam batas normal
Tidak terdapat disritmiaf
Intervensi :
- Raba nadi, catat frekuensi, keteraturan, amplitudo 9 penuh/ kuat ) dan
simetris
- Auskultasi bunyi jantung, catat frekuensi, irama
- Pantau TTV dan kaji keadekuatan curah jantung/ perfusi jaringan.
Laporkan variasi penting pada TD/ frekuensi nadi,
pernafasanperubahan warna kulit/ suhu, tingkat kesadaran/ sensasi,
dan haluaran urine selama episode disritmia
- Tentukan tipe disritmia dan catat irama : takikardi, bradikardi,
disritmia atrial, disritmia ventrikel, block jantung
- Berikan lingkungan kaji alasan untuk membatasi aktivitas selama fase
akut
- Selidiki laporan nyeri dada, cata lokasi, lamanya, intensitas dan faktor
penghilang/ pemberat
- Siapkan/ lakukan RJP sesuai indikasi
- Kolaborasi
Pantau pemeriksaan laboratorium
Berikan tambahan O2 sesuai indikasi
Berikan obat sesuai indikasi
Misal : Kalium, untuk memperbaiki hipokalemi
Antidisritmia, disdisopiramide, prokainamide, quinidin,
xylcain, mexiletin, dll.
Masukkan/ pertahankan masukkan iv
Siapkan untuk/ bantu penanaman otomatik kardioverter
atau defibrilater bila diindikasikan
5) Kurang pengetahuan tentang penyebab/ kondisi pengobatan b.d. kurang
informasi/ salah pengertian kondisi medis/ kebutuhan terapi
Tujuan :
Pasien memahami tentang kondisi, program pengobatan setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama di RS
Kriteria hasil :
Melakukan dengan benar prosedur yang diperlukan dan
kemungkinan efek samping merugikan dari obat
Melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan menjelaskan
alasan tindakan
Intervensi :
- Kaji ulang fungsi jantung normal/ kondisi elektrikal
- Jelaskan/ tekankan masalah disritmia Kriteria hasilusus tindakan
terapeutik pada pasien/ orang terdekat
- Anjurkan/ catat pendidikan tentang obat, termasuk mengapa obat
diperlukan
- Dorong pengembangan latihan rutin/ menghindari latihan berlebihan
- Memberi informasi dalam bentuk tulisan bagi pasien/ orang terdekat
untuk dibawa pulang
- Anjurkan pasien melakukan pengukuran nadi denagn tepat
DAFTAR PUSTAKA
A. Price, Sylvia and M. Wilson, Lorraine. (1992). Pathophysiology Fourth Edition.
Mosby Year Book. Michigan
Doenges, Marylinn E. et al. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, Alih bahasa I
Made Kariasa. Jakarta. EGC.
Long. B. C. (1996). Perawatan Medikal Bedah ( Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan ). Yayasan IAPK Universitas Padjadjaran. Bandung
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarth’s textbook of medical – surgical
nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC; 2000 (Buku asli
diterbitkan tahun 1996).
Soeparman. Et al. (1990). Buku Ajar Penyakit Dalam, Edisi Ketiga. Jakarta. Balai
Penerbit FKUI.
Suyono, S, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2001.