laporan kulit revisi
DESCRIPTION
tinea unguiumTRANSCRIPT
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT KULIT & KELAMIN
RUMAH SAKIT: RS HUSADA
Nama: Sherli Yanti Arifin Tanda
Tangan
NIM: 40613804
…………
……
Dokter Pembimbing: Tanda
Tangan
dr. Hendrik Kunta Adjie, SpKK
…………
……
I. Identitas Pasien
Nama : Nn. E
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 24 tahun
Alamat : Pondok melati,Bekasi
Pekerjaan : Karyawati
Status Perkawinan : Belum menikah
1
II. Anamnesa
Autoanamnesa dari pasien tanggal 7 mei 2014, jam 11: 00
Keluhan Utama : Bercak-bercak kecoklatan pada lengan atas dan perut hilang
timbul sejak 1 tahun lalu
Keluhan Tambahan : Gatal saat berkeringat.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke Poli Kulit RS Husada dengan keluhan bercak-bercak kecoklatan
pada lengan atas dan abdomen yang hilang timbul sejak 1 tahun lalu dan gatal saat
berkeringat. Pasien sudah mencoba berobat ke dokter dan dikasi obat tapi tidak mengalami
perbaikan.
Dalam anggota keluarga hanya pasien yang mempunyai keluhan seperti ini. Pasien
juga menyangkal adanya penyakit seperti kencing manis, hipertensi dan riwayat alergi pada
dirinya dan anggota keluarga pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien mengatakan sudah mengalami bercak-bercak kecoklatan yang hilang timbul
sejak 1 tahun yang lalu.
III. Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Status Gizi : Baik
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Suhu : 37,2 ̊̊̊̊ C
Berat Badan : 65 kg
2
IV. Status Dermatologi
Distribusi : Regional
Lokasi : Lengan atas dan Abdomen
Efloresensi : Makula hiperpigmentasi
Gambar : Makula hipopigmenasi yang berukuran miliar-lentikular-plakat pada
abdomen.
V. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
VI. Resume
Seorang wanita berusia 24 tahun, datang dengan keluhan bercak-bercak kecoklatan
sejak 1 tahun yang lalu yang hilang timbul. Selain itu terdapat rasa gatal saat berkeringat pada
lengan atas dan abdomen. Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga tidak ada.
Status Dermatologis
Distribusi :Regional
Lokasi : Lengan atas dan perut
3
Efloresensi : Makula hiperpigmentasi
VII. Diagnosis
Diagnosis kerja :Pityriasis versicolor
Diagnosis banding : Vitiligo, Morbus Hansen ,Eritrasma
VIII. Penatalaksanaan
a. Non medikamentosa
Menjaga kebersihan diri
Segera mengganti baju yang basah karena berkeringat
Mengeringkan badan dengan baik sehabis mandi
b. Medikamentosa
Topikal
R/ Selsun shampoo yellow 2% fl I
s.u.e (pagi sebelum mandi oleskan biarkan 5 menit lalu mandi)
Sistemik
R/ Ketokonazol tab 200mg no X
S 1 dd 1 pc malam
R/ Vitamin A 20.000U no X
S 1 dd 1 pagi hari
Pro: Nn E
Umur : 24 tahun
4
IX. Prognosis
Ad vitam : Ad bonam
Ad fungtionam : Ad bonam
Ad kosmetikam : Ad bonam
Ad sanationam : Ad bonam
5
TINJAUAN PUSTAKA
Pytriasis Versicolor
I. DEFINISI
Pityriasis versikolor adalah infeksi jamur superfisial pada kulit yang disebabkan oleh
Malassezia furfur atau Pityrosporum orbiculare dan ditandai dengan adanya makula di kulit,
skuama halus dan disertai rasa gatal. Infeksi ini bersifat menahun, ringan dan biasanya tanpa
peradangan. Pityriasis versicolor biasanya mengenai wajah, leher, badan, lengan atas, ketiak,
paha dan lipatan paha. ( Madani A, 2000 )
Penyakit ini terutama mengenai orang dewasa muda, dan disebabkan oleh ragi
Malassezia yang merupakan komensal kulit normal pada folikel pilosebaseus. Ini merupakan
kelainan yang biasa didapatkan di daerah beriklim sedang, bahkan lebih sering lagi terdapat
di daerah beriklim tropis. Alasan mengapa multiplikasi ragi tersebut sampai terjadi dan
menimbulkan lesi kulit pada orang – orang tertentu belum diketahui. ( Graham – Brown,
2005 )
II. SINONIM
Tinea versikolor, kormofitosis, dermatofitosis, liver spots, tinea flava, pititiasis
versikolor flava dan panau.
III. EPIDEMIOLOGI
Pityriasis versikolor adalah penyakit universal tetapi lebih banyak dijumpai di daerah
tropis karena tingginya temperatur dan kelembaban. Walaupun kelainan kulit lebih terlihat
pada orang berkulit gelap, namun angka kejadian pityriasis versikolor sama di semua ras.
Menyerang hampir semua umur terutama remaja, terbanyak pada usia 16 – 40 tahun.
Penyakit ini dapat terjadi pada pria dan wanita, dimana pria lebih sering terserang dibanding
wanita dengan perbandingan 3 : 2.
IV. ETIOLOGI
Penyakit ini disebabkan oleh jamur Malassezia furfur. Malassezia furfur ( dahulu dikenal
sebagai Pityrosporum orbiculare, Pityrosporum ovale ) merupakan jamur lipofilik yang
6
normalnya hidup di keratin kulit dan folikel rambut manusia saat masa pubertas dan di luar
masa itu organisme yang lipofilik, Malassezia furfur memerlukan lemak ( lipid ) untuk
pertumbuhan in vitro dan in vivo.
Secara in vitro, asam amino asparagin akan menstimulasi pertumbuhan organisme,
sedangkan asam amino lainnya yaitu glisin akan menginduksi pembentukan hifa. Pada riset
yang terpisah, tampak bahwa secara in vivo, kadar asam amino meningkat pada kulit pasien
yang tidak terkena panu. Jamur ini juga ditemukan di kulit yang sehat, namun baru akan
memberikan gejala bila tumbuh berlebihan.
V. PATOGENESIS
Di kulit manusia terdapat flora normal. Flora normal yang berhubungan dengan
timbulnya Pityriasis versikolor adalah Pityrosporum ovale yang berbentuk oval dan
Pityrosporum orbiculare yang berbentuk bulat. Selama jamur ini masih dalam bentuk ragi
maka kulit akan tetap seperti biasa atau normal. Dengan adanya faktor – faktor predisposisi,
yaitu faktor eksogen dan faktor endogen, maka jamur akan cepat bermultiplikasi dan berubah
bentuk. Jamur akan mengalami transformasi dari bentuk ragi ke bentuk hifa yang disebut
Malassezia furfur.
Faktor eksogen meliputi suhu, kelembaban udara dan keringat (Budimulja, 2001). Hal
ini merupakan penyebab Pytiriasis versicolor banyak dijumpai di daerah tropis dan pada
musim panas di daerah subtropis. Faktor eksogen lain adalah penutupan kulit oleh pakaian
atau kosmetik dimana akan mengakibatkan peningkatan konsentrasi CO2, mikroflora dan PH.
(Partogi,2008)
Faktor endogen meliputi malnutrisi, dermatitis seboroik, sindrom cushing, terapi
imunosupresan, hiperhidrosis, dan riwayat keluarga. Disamping itu bisa disebabkan oleh
diabetes mellitus, pemakaian steroid jangka panjang, kehamilan dan penyakit – penyakit
berat lainnya yang mempermudah timbulnya Pityriasis versicolor. (Partogi,2008)
Malassezia furfur mampu mempertahankan bentuk walaupun dalam keadaan vakum
dan mampu mempererat ikatan diantara sel keratinosit sehingga terbentuk akumulasi skuama
dan dengan proses biosintesa lipoperoksidase dari jamur yang terdapat dalam kulit yang
7
mengandung lemak ( sebum ) akan menghasilkan asam dikarboksilat (azelaic acid), yang
diketahui toksik terhadap melanosit, sehingga menimbulkan kerusakan pada melanosit.
Hancurnya melanosom dapat menghambat enzim tyrosinase dan menyebabkan
degenerasi mitokondria sehingga pada kulit tersebut akan nampak gambaran hipopigmentasi.
Faktor lain yang menyebabkan timbulnya gambaran hipopigmentasi adalah mengecilnya
melanosom dan sel – sel jamur pada permukaan kulit yang dapat menghalangi sinar
ultraviolet.
Gambaran hiperpigmentasi umumnya disebabkan oleh meningkatnya ketebalan dari
lapisan stratum korneum dan adanya sel – sel inflamasi yang bertindak sebagai stimulus ke
melanosit sehingga melanosit memproduksi lebih banyak pigmen. Selain itu juga bisa
disebabkan oleh pembesaran melanosom dan distribusinya yang berubah.
VI. GEJALA KLINIS
Kelainan kulit Pityriasis versikolor sangat superfisial dan ditemukan terutama di badan.
Kelainan ini terlihat sebagai bercak – bercak berwarna – warni, bentuk tidak teratur sampai
teratur, batas jelas sampai difus. Bercak –bercak tersebut berfluoresensi bila dilihat dengan
lampu wood. Bentuk papulo-vesikuler dapat terlihat walaupun jarang. Kelainan biasanya
asimptomatik sehingga adakalanya penderita tidak mengetahui bahwa ia berpenyakit tersebut.
(Budimulja,2002)
Kadang – kadang penderita dapat merasakan gatal ringan yang merupakan alasan
berobat. Pseudoakromia akibat tidak terkena sinar matahari atau kemungkinan pengaruh
toksis jamur terhadap pembentukan pigmen sering dikeluhkan oleh penderita.
(Budimulja,2002)
Biasanya tidak ada keluhan (asimtomatis), tetapi dapat dijumpai gatal pada keluhan
pasien. Pasien yang menderita Pityriasis versikolor biasanya mengeluhkan bercak pigmentasi
dengan alasan kosmetik. Predileksi pityriasis vesikolor yaitu pada tubuh bagian atas, lengan
atas, leher, abdomen, aksila, inguinal, paha, genitalia (Burkhart and Lorie, 2010).
Bentuk lesi tidak teratur, berbatas tegas sampai difus dengan ukuran lesi dapat milier,
lentikuler, numuler sampai plakat. Ada dua bentuk yang sering dijumpai (Jhonson and
Suurmond, 2007):
1. Bentuk makuler: berupa bercak yang agak lebar, dengan squama halus
8
diatasnya, dan tepi tidak meninggi.
2. Bentuk folikuler: seperti tetesan air, sering timbul disekitar rambut.
VII. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Penderita biasanya mengeluhkan gatal ringan, yang merupakan alasan berobat.
Penderita pada umumnya hanya mengeluhkan adanya bercak/macula berwarna putih
(hipopigmentasi) atau kecoklatan (hiperpigmentasi) dengan rasa gatal yang akan muncul saat
berkeringat. (Radiono, 2001)
2. Pemeriksaan fisik
Kelainan kulit di temukan di badan terlihat sebagai bercak-bercak berwarna-warni,
bentuk tidak teratur sampai teratur, batas jelas sampai difus. Sering didapatkan lesi bentuk
folikular atau lebih besar, atau bentuk nummular yang meluas membentuk plakat. Kadang-
kadang dijumpai bentuk campuran, yaitu folikular dengan nummular, folikular dengan plakat
ataupun folikular atau nummular dengan plakat (Madani A, 2000)
3. Pemeriksaan langsung dengan KOH 10%
Bahan-bahan kerokan kulit diambil dengan cara mengerok bagian kulit yang
mengalami lesi. Sebelumnya kulit dibersihkan dengan kapas alcohol 70%,lalu dikerok
dengan skapel steril dan jatuhnya ditampung dalam kaca objek steril. Sebagian dari bahan
tersebut diperiksa langsung dengan KOH 10% yang diberi tinta parker biru hitam dipanaskan
sebentar,ditutup dengan gelas penutup dan diperiksa dibawah mikroskop. Pada pytriasis
versicolor hifa tampak pendek-pendek, bercabang, terpotong – potong atau bengkok dengan
spora yang berkelompok.
Gambar : Kerokan kulit
9
Gambar : “spaghetti and meatballs”
4. Lampu Wood
Cara untuk melakukan pemeriksaan ini adalah pemeriksaan
dilakukan di ruang yang gelap atau lampu dimatikan. Jarak lampu dari lesi
sekitar 4-6 inci. Kulit yang akan diperiksa dibasuh dulu sebelum
pemeriksaan karena efek deodorant, bedak atau minyak mungkin akan
mempengaruhi hasil pemeriksaan. Jika di lesi terdapat Malassezia furfur,
akan memberikan perubahan warna pada seluruh daerah lesi sehingga
batas lesi lebih mudah dilihat. Daerah yang terkena infeksi akan
memperlihatkan fluoresensi warna kuning keemasan.
Gambar : Fluoresensi warna kuning keemasan
10
VIII. DIAGNOSIS BANDING
Penyakit ini harus dibedakan dengan :
1. Eritrasma
Eritrasma merupakan penyakit bakteri kronik pada stratum korneum yang dianggap
sebagai penyakit jamur, yang disebabkan oleh Corynebacterium minitussismum, ditandai
dengan adanya lesi eritema dan skuama halus, terutama di daerah ketiak dan lipat paha. Pada
pemeriksaan dengan lampu Wood, lesi terlihat berfluoresensi merah membara (coral
red).Sedangkan pada sediaan langsung kerokan lesi, ditemukan susunan struktur semacam
hifa pendek halus, berdiameter 1 mikron atau kurang, yang mudah putus sebagai bentuk basil
kecil atau difteroid (untuk melihat bentuk terakhir tersebut diperlukan ketelitian).
2. Pitiriasis Alba
Pitiriasis Alba ditandai dengan adanya bercak kemerahan atau merah muda berbentuk
bulat, oval atau plakat yang tidak teratur, dengan skuama halus. Setelah eritema menghilang,
lesi yang dijumpai hanya depigmentasi dengan skuama halus. Bercak biasanya multipel 4 –
20 dengan diameter 0.5 – 2 cm. Sering dijumpai pada anakanak pada bagian wajah (paling
sering di sekitar mulut, dagu, pipi serta dahi). Lesi juga dapat dijumpai pada ekstremitas dan
badan, dapat simetris pada bokong, paha atas, punggung dan ekstensor lengan, tanpa keluhan.
Lesi umumnya menetap, terlihat sebagai leukoderma setelah skuama menghilang.
Gambar : Gambaran lesi pada penyakit pityriasis alba
11
3. Vitiligo
Vitiligo adalah hipomelanosis idiopatik didapat ditandai dengan adanya macula putih
berdiameter mm sampai cm, bulat atau lonjong dengan batas tegas, tanpa perubahan
epidermis lain, yang dapat meluas, dapat mengenai bagian tubuh yang mengandung sel
melanosit (kulit, rambut dan mata). Daerah yang sering terkena adalah bagian ekstensor
tulang terutama di atas jari, periorifisial sekitar mata, mulut dan hidung, tibialis anterior, dan
pergelangan tangan bagian fleksor. Lesi bilateral dapat simetris ataupun asimetris. Pada area
yang terkena trauma dapat timbul vitiligo. Mukosa jarang terkena, kadang -kadang mengenai
genital eksterna, puting susu, bibir dan ginggiva.
Gambar : Gambaran lesi pada penyakit vitiligo
4. Morbus Hansen
Morbus Hansen (Kusta) merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya
ialah Mycobacterium leprae yang berbentuk basil gram positif, tahan asam dan alkohol. Pada
Kusta, lesi berupa makula hipopigmentasi, hiperpigmentasi atau eritematosa, berukuran
sampai plakat, dan ditemukan gangguan sensibilitas pada lesi (hipostesia sampai anestesia).
IX. PENGOBATAN
Pengobatan Pityriasis versikolor dapat diterpai secara topikal maupun sistemik.
Tingginya angka kekambuhan merupakan masalah dimana mencapai 60 % pada tahun
12
pertama dan 80 % setelah tahun kedua. Oleh sebab itu diperlukan terapi profilaksis untuk
mencegah rekurensi :
1. Pengobatan topical
2. Pengobatan harus dilakukan secara menyeluruh, tekun dan konsisten. Obat yang dapat
digunakan ialah :
a. Selenium sulfide 1,8% dalam bentuk shampoo 2-3 kali seminggu. Obat digosokan
pada lesi dan didiamkan selama 15-30 menit sebelum mandi setelah itu dibilas.
b. Salisil spiritus 10 %
c. Turunan azol, misalnya : mikonazol, klotrimazol, isokanazol dan ekonazol dalam
bentuk topical
d. Sulfur presipitatum dalam bedak kocok 4-20%
3. Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik diberikan pada kasus pityriasis versicolor yang luas atau jika
pemakaian obat topical tidak berhasil. Obat yang dapat diberikan adalah :
a. Ketokonazol
Dosis : 200 mg perhari selama 10 hari
b. Flukonazol
Dosis : dosis tunggal 150-300 mg setiap minggu
c. Itraconazol
Dosis : 100 mg perhari selama 2 minggu (Madani A, 2000)
4. Terapi hipopigmentasi (Leukoderma)
a. Liquor carbonas detergent 5%, salep pagi/malam
b. Krim kortikosteroid menengah pagi dan malam
c. Jemur di matahari ±10 menit antara jam 10.00-15.00 (Murtiastutik,2009)
X. PROGNOSIS
Prognosis baik bila pengobatan dilakukan menyeluruh, tekun dan konsisten.
Pengobatan harus diteruskan 2 minggu setelah fluoresensi negatif dengan pemeriksaan lampu
Wood dan sediaan langsung negatif.
13
BAB III
KESIMPULAN
Pityriasis Versikolor (Tinea Versikolor, Kromofitosis, Dermatomikosis, Liver Spots,
Tinea Flava, Pitiriasis Versikolor Flava dan Panu), merupakan penyakit jamur superfisial
yang kronik, biasanya tidak memberikan keluhan subyektif, hanya ditandai dengan
terdapatnya bercak-bercak makular multiple, dengan segala ukuran dan bentuk, bervariasi
dari putih pada kulit berpigmen, sampai berwarna coklat pada kulit pucat, paling sering
terlihat di daerah tropis lembab dan panas.
Pitiriasis Versikolor disebabkan oleh Malassezia furfur, merupakan jamur lipofilik
yang normalnya hidup di keratin kulit dan folikel rambut manusia. Dengan adanya faktor-
faktor predisposisi, yaitu faktor eksogen dan faktor endogen, maka jamur akan cepat
bermultiplikasi dan berubah bentuk. Jamur mengalami transformasi dari bentuk ragi ke
bentuk hifa yang disebut Malassezia furfur, dimana bentuk ini akan berubah sifat dari flora
normal menjadi pathogen.Yang termasuk faktor endogen adalah kulit berminyak dan
hiperhidrosis (produksi kelenjar sebum dan keringat berlebih), genetik, imunodefisiensi,
sindrom Cushing, malnutrisi. Sedangkan yang termasuk faktor eksogen adalah lingkungan
dengan suhu dan kelembaban tinggi, hygiene kurang, oklusi pakaian, penggunaan emolien
yang berminyak.
Untuk menegakkan diagnosis dilakukan pemeriksaan sediaan langsung dengan KOH
dari kerokan lesi, ditemukan gambaran yang sering disebut “spaghetti and meatballs”, yaitu
kelompok hifa pendek yang tebalnya 3 – 8 mikron, dikelilingi spora berkelompok yang
berukuran 1 – 2 mikron dan pada pemeriksaan lampu Wood, terlihat fluoresensi lesi kulit
berwarna kuning keemasan (copperyorange).
Penatalaksanaan Pitiriasis Versikolor, dapat dilakukan dengan cara non
medikamentosa dan medikamentosa. Non medikamentosa dilakukan dengan pemberian
edukasi mengenai kekambuhan penyakit, sehingga harus menghindari faktor predisposisi.
Sedangkan medikamentosa dilakukan dengan pemberian terapi topikal (apabila lesi masih
minimal), maupun sistemik.(apabila lesi sulit sembuih setelah diberikan terapi topikal, lesi
yang luas, dan episode yang berulang). Prognosis Pitiriasis Versikolor baik, apabila dilakukan
menyeluruh, tekun dan konsisten.
14
DAFTAR PUSTAKA
Budimulja, Unandar. 2006. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. ilmu penyakit kulit dan kelamin. 3rd ed. Jakarta :
balai penerbit FKUI: 2013
Partogi D. Pityriasis Versicolor dan Diagnosis Bandingnya (Ruam-ruam Bercak Putih Pada
Kulit). USU e-Repository. 2008; 2-4. [cited 2011 Mei 5]. Available: URL:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3417/1/08E00851.pdf
Burkhart CG. Tinea Versicolor. [online] 2010 April 6. [cited 2011 Mei 5]. Available from:
URL: http://emedicine.medscape.com/
15