laporan kasus sindrom down

14
Laporan kasus Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNDANA SINDROM DOWN John Purnomo Bengngu Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana Kupang RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang I. Pendahuluan Sindrom Down merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling banyak terjadi pada manusia. Diperkirakan angka kejadiannya terakhir adalah 1,0-1,2 per 1000 kelahiran hidup, dimana 20 tahun sebelumnya dilaporkan 1,6 per 1000. Penurunan ini diperkirakan berkaitan dengan menurunnya kelahiran dari wanita yang berumur. Diperkirakan 20% anak dengan sindrom Down dilahirkan oleh ibu yang berumur diatas 35 tahun. Sindrom Down dapat terjadi pada semua ras. Dikatakan bahwa angka kejadiannya pada bangsa kulit putih lebih tinggi daripada kulit hitam, tetapi perbedaan ini tidak bermakna 1 . Kelainan dalam jumlah kromosom yang paling sering dijumpai adalah trisomi. Ini terjadi bila ada 3 gambaran kromosom utama di samping 2 kromosom biasa. Trisomi biasanya akibat meiosis tidak bersambung (kegagalan pasangan kromosom

Upload: ardie-ceme-thedoctor

Post on 26-Oct-2015

242 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasus Sindrom Down

Laporan kasus

Bagian Ilmu Kesehatan Anak

FK UNDANA

SINDROM DOWN

John Purnomo Bengngu

Bagian Ilmu Kesehatan Anak

Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana Kupang

RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang

I. Pendahuluan

Sindrom Down merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling banyak terjadi

pada manusia. Diperkirakan angka kejadiannya terakhir adalah 1,0-1,2 per 1000 kelahiran

hidup, dimana 20 tahun sebelumnya dilaporkan 1,6 per 1000. Penurunan ini diperkirakan

berkaitan dengan menurunnya kelahiran dari wanita yang berumur. Diperkirakan 20% anak

dengan sindrom Down dilahirkan oleh ibu yang berumur diatas 35 tahun. Sindrom Down

dapat terjadi pada semua ras. Dikatakan bahwa angka kejadiannya pada bangsa kulit putih

lebih tinggi daripada kulit hitam, tetapi perbedaan ini tidak bermakna1.

Kelainan dalam jumlah kromosom yang paling sering dijumpai adalah trisomi. Ini

terjadi bila ada 3 gambaran kromosom utama di samping 2 kromosom biasa. Trisomi

biasanya akibat meiosis tidak bersambung (kegagalan pasangan kromosom untuk

memisahkan diri)1.

Sindroma Down atau Trisomi 21 adalah sindrom retardasi mental-malformasi yang

paling sering terjadi pada manusia. Kondisi ini dulu dinamakan mongolisme karena

deskripsi wajah oleh Landon Down mirip dengan orang Asia (Mongol). Kondisi itu

sekarang disebut Sindrom Down atau Trisomi 212.

Menurut catatan Indonesia Center for Biodiversity dan Biotechnology (ICBB), Bogor, di

Indonesia terdapat lebih dari 300 ribu anak pengidap down syndrome. Sedangkan angka

kejadian penderita down syndrome di seluruh dunia diperkirakan mencapai 8 juta jiwa3.

Penderita down syndrome pada umumnya mengalami keterbelakangan

Page 2: Laporan Kasus Sindrom Down

perkembangan fisik dan mental, seperti gangguan dalam koordinasi sensori-motorik,

gangguan dalam kognitif, dan sebagainya yang seringkali menyebabkan mereka kurang

diterima secara sosial, karena perilakunya yang tidak terkoordinasi dengan baik. Penderita

down syndrome mengalami perubahan fisik lebih cepat, terutama dalam mengalami

penuaan. Gejala seperti demensia, alzheimer, kehilangan daya ingat, penurunan lebih lanjut

dalam hal intelek, dan perubahan kepribadian, dapat berkembang pada usia dini. Penyakit

jantung dan leukemia sering menjadi penyebab kematian anak dengan down syndrome.

Namun, hal ini dapat diminimalisir dengan menggunakan terapi-terapi bagi penderita down

syndrome, sehingga mereka juga dapat berkembang dan menjalani hidup secara lebih

optimal. Pada umumnya, penderita down syndrome selalu tampak gembira, mereka tidak

sadar akan cacat yang dideritanya3.

Makalah ini melaporkan suatu kasus mengenai Sindrom Down pada bayi JB umur 8

bulan.

II. Laporan Kasus

JB, bayi laki-laki umur 8 bulan, datang ke IGD RSUD. Prof. W. Z. Johannes Kupang

tanggal 8 Maret 2012 jam 11.30 WITA.

Anamnesis :

Seorang bayi laki-laki umur 8 bulan datang ke IGD RSUD Prof. W. Z. Johannes Kupang dengan

keluhan sesak nafas 4 hari sebelum masuk rumah sakit, sesak nafas disertai dengan batuk

berdahak, pilek, dan demam 4 hari sebelum masuk rumah sakit, tidak kejang dan tidak

menggigil. Tidak mual dan juga tidak muntah, buang air besar dan buang air kecil lancar,

menurut ibu nafsu makan anak menurun. Anak pernah di rawat di RSU pada saat umur 2 bulan

dengan keluhan demam, batuk, dan sesak nafas.

Pemeriksaan Fisis :

Keadaan umum : anak tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis (E4, M6, V5)

Tanda-tanda vital (8 Maret 2012)

Nadi : 124 x/menit, reguler, isi cukup, Pernafasan : 58 x/menit, reguler,

Page 3: Laporan Kasus Sindrom Down

abdominothorakal, Suhu : 38,50 C

Berat badan : 4,1 kg, panjang badan : 61 cm, status gizi : Buruk (< -3 SD)

Kepala : Bulat, tidak ada tanda-tanda trauma, ubun-ubun besar belum menutup, normosefal.

Rambut : hitam, lurus, distribusi merata, dan tidak mudah dicabut.

Wajah : Mongloid face

Mata : simetris, pupil isokor +|+, refleks cahaya langsung +|+, refleks cahaya tidak langsung +|+,

eksoftalmus (-), enoftalmus (-), strabismus (-), nistagmus (-), palpebra normal,

konjungtiva: anemia -|-, sklera : ikterik -|-, lensa : kekeruhan -|-.

Telinga : cerumen -|-, daun telinga normal

Hidung : deviasi septum nasi (-), sekret -|-, darah -|-, pernafasan cuping hidung +|+, pesek

Mulut : trismus (-), mukosa mulut : oral thrush (-), gusi : warna merah muda, radang (-), lidah :

Makroglosus, lidah kasar, warna merah muda, gigi : belum ada.

Tonsil : T1/T1, tidak hiperemis.

Bibir : simetris, sianosis (-)

Leher : massa (-), pembesaran KGB (-), tortikolis : (-), kaku kuduk : (-)

Tiroid : pembesaran tiroid (-)

Jantung : Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : ictus cordis teraba di ICS 5 midclavicula sinistra, thrill (-)

Perkusi : batas jantung kanan : ICS 2 – 4 parasternum dextra

Batas jantung kiri : ICS 2 – 5 midclavicula sinistra

Batas jantung atas : ICS 2 parasternum dextra dan sinistra

Auskultasi : S1-S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-).

Paru : inspeksi : pengembangan dada simetris, pernafasan abdominalthorako, retraksi subcostal

(+)

Palpasi : vocal fremitus simetris +|+, massa (-)

Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru

Auskultasi : bronkovesikular, ronkhi basah halus +|+, wheezing +|-

Abdomen : inspeksi : simetris, perut rata, massa (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Palpasi : distensi abdomen (-), massa (-), Hepar just palpable, lien tidak teraba,

Nyeri tekan(-), ginjal tidak teraba, turgor kulit baik,

Page 4: Laporan Kasus Sindrom Down

Perkusi : thympani pada seluruh regio abdomen

Genitalia : dalam batas normal

Anus : dalam batas normal

Ektremitas : lengkap, polidaktili (-), jari tabuh (-), simian crease (+), CRT <2 detik, tonus otot

baik, edema (-), tanda trauma (-), pulsus paradoksus (-).

Tulang belakang : dalam batas normal

Diagnosis kerja : Bronkopneumonia, Sindrom Down, Gizi buruk

Terapi : ASI/F75 8x30 cc

IVFD D5 ¼ NS 400 cc/24 jam

Ampicilin 4x100 mg/IV

Gentamicyn 2x10 mg/IV

Nebulisasi 2x (pagi dan siang) : combivent ½ ampul + NaCl 3 cc.

Vitamin A 100.000 SI/1 x

Pemeriksaan Penunjang :1. Periksa Darah Lengkap

Periksa Laboratorium Tanggal 8-3-2012 Pukul 14 : 52: 49

Pemeriksaan laboratorium memberikan hasil berikut ini :

No.

Komponen Hasil SatuanNilai

Rujukan1. WBC 14,89 10 ^3 /ul 4,60-15.002. Limph # 6,87 10 ^3 /ul 0,60- 5,203. Mono # 2,22 10 ^3 /ul 0,00-1,204. Eo # 0,29 10 ^3 /ul 0,00-0,405. Baso # 0,06 10 ^3 /ul 0,00-0,106. Neutr # 5,45 10 ^3 /ul 2,00-8,707. Limph % 46,1 % 12,00-51,08. Mono % 14,9 % 0,0-12,09. Eo % 1,9 % 0,0-6,010. Baso % 0,4 % 0,0-1,011. Neutr % 36,7 % 43,0-85,012. RBC 3,57 10 ^6 /ul 3,80-6,5013. HGB 10,2 g/dl 11,5-18,014. HCT 32,3 % 37,0-54,015. MCV 90,5 Fl 80-10016. MCH 28,6 Pg 27,0-32,017. MCHC 31,6 g/dl 31,0-36,0

Page 5: Laporan Kasus Sindrom Down

18. RDW-SD 51,3 Fl 37,0-54,019. RDW-CV 15,9 % 11,5-14,520. PLT 354 10 ^3 /ul 150-40021. MPV 9,7 Fl 4,0-13,022. PCT 0,34 % 0,17-0,3523. PDW 9,3 fl 9,0-17,024. P-LCR 20,2 % 13,0-93,0

Page 6: Laporan Kasus Sindrom Down

III. Prognosis :

Prognosis anak down syndrome adalah pertumbuhan badan tidak akan normal, tanda

kedewasaan jasmani bisa tercapai dan kehidupan seksual bisa normal tetapi tetap mandul3.

Pada bayi ini, prognosisnya adalah : Qua ad vitam : Bonam dan Qua ad sanation : dubia.

IV. Diskusi

Kelainan kromosom terletak pada kromosom 21 dan 15, dengan kemungkinan-

kemungkinan ialah : Non disjunction sewaktu osteogenesis (trisomi), translokasi kromosom 21

dan 15, Postzygotic non disjunction (mosaicism)4.

Adanya ekstra kromosom 21 memberikan pengaruh terhadap banyak sistem organ,

sehingga membentuk spektrum fenotip sindrom down yang luas, yaitu7

1. Adanya Kromosom 21 q 22,3. Menyebabkan

a. Keterlambatan Mental

b. Gambaran wajah yang khas (Mongoilism).

c. Anomali jari tangan,

d. Kelainan jantung bawaan.

2. Adanya kromosom 21q 22.1-q 22.2, menyebabkan:

a. Kelainan sistem saraf pusat (keterlambatan mental)

b. Kelainan jantung bawaan

Sampai saat ini penyebab non disjunction belum diketahui, namun diduga penyebabnya

adalah genetik, radiasi, infeksi, autoimun, dan usia ibu3. Pada pasien ini, ditemukan faktor resiko

yaitu usia ibu yang berumur 37 tahun, hal ini karena pada ibu dengan usia 37 tahun diperkirakan

akan terjadi perubahan hormonal yang dapat menyebabkan non-disjunctional pada kromosom.

Perubahan endokrin, seperti meningkatnya sekresi androgen, menurunnya kadar

hidroepiandrosteron, menurunnya konsentrasi estradiol sistemik, perubahan konsentrasi reseptor

hormon dan peningkatan secara tajam kadar Luteinizing Hormon (LH) dan Follicular

Stimulating Hormon (FSH) secara tiba – tiba sebelum dan selama menopause, dapat

meningkatkan kemungkinan terjadinya non-disjunctional3.

Page 7: Laporan Kasus Sindrom Down

Gejala klinis pada anak dengan sindrom down ini sangat mirip satu dengan yang lainnya,

retadarsi mental sangat menonjol, kemampuan berfikir dapat digolongkan pada idiot. Wajah

anak sangat khas, kepala agak kecil dan brakisefalik dengan daerah oksipital yang mendatar.

Mukanya lebar, tulang pipi tinggi, hidung pesek, mata letaknya berjauhan serta sipit miring ke

atas dan samping (seperti mongol). Iris mata menunjukan bercak-bercak (bronsfield spots).

Lipatan epikantus jelas sekali. Telinga agak aneh, bibir tebal dan lidah besar, kasar dan bercelah-

celah (scrotal tongue)4. Pada jari tangan tampak kelingking yang pendek dan membengkok ke

dalam. Jarak antara jari I dan II, baik pada tangan maupun kaki agak besar. Gambaran telapak

tangan tampak tidak normal, yaitu terdapat satu garis besar melintang (simian crease)4.

Diagnosis dari pasien Sindrom Down terdiri dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis akan didapatkan riwayat sering menderita ISPA,

muntah sekunder karena atresia duodenal dan gangguan buang air besar karena Hischprung

disease. Sedangkan pada pemeriksaan fisis, ditemukan gangguan mental dari sedang sampai

dengan berat, fisura palpebra yang miring (slanting), lipatan epikantus bilateral, gangguan

refraksi, strabismus, nistagmus, dan katarak kongenital. Pada hidung dapat ditemukan tulang

hidung hipoplastik dan flat nassal bridge. Pada lidah dapat ditemukan lidah yang cenderung

menjulur, anak bernafas dengan mulut, sering berliur, dan malformasi gigi. Dapat juga

ditemukan adanya kelainan jantung bawaan, sekitar 40-50%. Pemeriksaan penunjang yang dapat

dilakukan adalah Fluorescence In Situ Hybridization (FISH): digunakan untuk mendeteksi

Trisomi 21 secara cepat, baik pada masa prenatal maupun masa neonatal. Selain itu dapat juga

dilakukan pemeriksaan Thyroid-stimulating hormone (TSH) and Thyroxine (T4): untuk menilai

fungsi kelenjar tiroid. Dilakukan segera setelah lahir dan berkala setiap tahun8.

Page 8: Laporan Kasus Sindrom Down

Pada pasien ini ditemukan mongol face yaitu fisura palpebra yang miring, lipatan

epikantus bilateral, simian crease, lidah besar. Pada pasien ini diagnosis sindrom down sudah

dapat ditegakan, tetapi dibutukan beberapa pemeriksaan lanjut untuk dapat menyingkirkan

diagnosis hipotiroid kongenital, karena memiliki beberapa kesamaan, yaitu : lidah besar,

gangguan pertumbuhan dan perkembangan9.

Usaha untuk menyingkirkan diagnosis hipotiroid kongenital telah dilakukan pada pasien

ini, yaitu dengan memeriksa TSH dan T4, tetapi diperlukan pemeriksaan ulang untuk bisa lebih

memastikan, karena hipotiroid kongenital prognosisnya baik bila di deteksi secara dini10.

Tidak ada pengobatan untuk memperbaiki Sindrom Down. Prinsip pengobatan medis

digunakan untuk memperbaiki kualitas hidup dan memperpanjang usia penderita dengan cara :

pencegahan terhadap infeksi, rehabilitasi medis, alat bantu pendengaran bila didapatkan

gangguan pendengaran, hormon tiroid diberikan bila didapatkan tanda-tanda hipotiroid8.

Pada kasus ini juga terdapat gizi buruk (PB : 61 cm, BB : 4,1 kg). Diagnosis ditegakan

berdasarkan tanda dan gejala klinis serta pengukuran antropometri. Anak di diagnosis gizi buruk

apabila :

1. BB/PB < -3 SD atau < 70% dari median (marasmus)

2. Edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh (kwashiorkor : BB/PB < -3 SD

atau marasmik-kwashiorkor : BB/PB < -3 SD) 5.

Kondisi lain yang terjadi pada bayi dalam kasus ini adalah bayi tersebut menderita

Bronkopneumonia, diagnosis ditegakan berdasarkan adanya demam, sesak, dan batuk pada bayi

ini.

Tata laksanana umumnya diberikan antibiotik seperti ampisilin. Bila pasien datang

dengan keadaan klinis berat segera berikan oksigen dan pengobatan kombinasi ampisilin-

kloramfenikol atau ampisilin-gentamisin7. Pada pasien ini diberikan terapi kombinasi ampisilin-

gentamisin.

V. Ringkasan

Telah dilaporkan satu kasus Sindrom Down dengan bayi umur 8 bulan, diagnosis

ditegakan berdasarkan gambaran klinik dan anamnesis pada bayi. Pada pemeriksaan fisik

ditemukan adanya mongoloid face, makroglosus dan simian crease.

DAFTAR PUSTAKA

Page 9: Laporan Kasus Sindrom Down

1. Williams L. W. Sindrom Down. Rudolph A. M. : editor. Dalam : Buku Ajar Pediatri

Rudolph. EGC. 2006;340-42

2. Wahab, A. Samik, editor. Genetika Manusia. Dalam : Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi

15 volume 1. Jakarta: EGC. 2000; 392-3

3. Aryanto. (2008). Gangguan Pemahaman Bahasa pada Anak Down Syndrome. www.tx-

wicara.blogspot.com. Diakses pada 14 April 2012

4. Staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Sindrom Down. Dalam : Buku

Kuliah 1 Ilmu Kesehatan Anak. Hassan R., Alatas H. : editor. 1985; 217-9

5. http://g3mboz.student.umum.ac.id/?p=115.giziburuk di akses tanggal 17 April 2012

6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat.

Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk Buku 1. Jakarta : Departemen Kesehatan.

2009; 3,11

7. Departemen Kesehatan Republik Iindonesia. Pelayanan Kesehatan Di Rumah Sakit.

Jakarta , 2009 : 89

8. Saharso D. (2012). Sindroma Down. http://www.pediatrik.com/isi03.php. diakses pada 18

April 2012.

9. Faizi M. (2012). Hipotiroid. http://www.pediatrik.com/isi03.php. diakses pada 21 April

2012

10. Saktya (2011). Hipotiroid Kongenital. saktyairlangga.wordpress.com. diakses pada 21

April 2012