kimia analitik 2
DESCRIPTION
hopefully usedTRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II March 2, 2014
MODUL III
ADISI-ALKALIMETRI
(Penentuan Kadar HCl Dengan Larutan Standar NaOH)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 PRINSIP PERCOBAAN
Titrasi asam basa merupakan titrasi langsung dengan melibatkan asam maupun
basa sebagai titrat ataupun titran. Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan.
Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya.
1.2 TUJUAN PERCOBAAN
Menetapkan konsentrasi HCl oleh larutan standar NaOH, dimana konsentrasi
NaOH diketahui sebelumnya dengan larutan H2C2O4.
1
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II March 2, 2014
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DASAR TEORI
Analisa volumetri suatu cara untuk menentukan kadar atau konsentrasi dari suatu
zat dengan menentukan vulome dari suatu larutan tertentu dengan konsentrasi
tertentu yang diperlukan pada suatu reaksi tertentu. Asidi-alkalimetri adalah salah
satu analisa volumetri yang bertujuan untuk menentukan kadar suatu asam/basa
dengan menggunakan volume dari basa/asam dengan konsentrasi tertentu yang
diperlukan pada reaksi asam-basa.
2.2 TEORI TAMBAHAN
Teori Asam Basa
1. Teori Arrhenius
Menurut Arrhenius, asam adalah suatu zat yang bila dilarutkan dalam air
berdisosiasi menghasilkan ion hidrogen (H+) sebagai satu-satunya ion positif.
HCl → H+ + Cl-
Basa adalah suatu zat yang bila dilarutkan dalam air berdisosiasi menghasilkan
ion hidroksil (OH-) sebagai satu-satunya ion negatif.
NaOH → Na+ + OH-
2. Teori Bronsted Lowry
Asam adalah semua zat yang dapat memberikan proton (H+) atau pemberi
proton atau donor proton.
Basa adalah semua zat yang dapat menerima proton (H+) atau pemberi
proton atau aseptor proton.
2
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II March 2, 2014
Yang dimaksudkan dengan ”zat” pada teori ini dapat suatu senyawa yang netral,
ion negatif atau ion positif.
HCl H+ + Cl-
HCO3- H+ + CO3
2-
NH4+ H+ + NH3
Karena setiap reaksi adalah reaksi yang dapat balik, berarti “hasil reaksi”
pelepasan proton diatas dapat mengikat kembali proton, maka setiap asam selalu
mempunyai basa pasangannya yang dinamakan basa konjugasi.
Proton menurut teori atom adalah partikel yang sangat tidak stabil dan tidak dapat
berdiri sendiri. Karena itu jika ada pelepasan proton selalu harus di ikuti oleh
pengikatan proton tersebut. Dalam larutan asam dengan pelarut air, maka air
itulah yang akan berfungsi sebagai pengikat proton.
HB + H2O H3O+ + B**
Karena itu berdasar teori Bronsted-Lowry, apa yang dinamakan reaksi ionisasi
asam sebenarnya adalah suatu reaksi asam basa. Hal yang sama untuk reaksi
ionisasi air, satu molekul air berfungsi sebagai asam dan melepaskan proton dan
satu molekul air yang lain berfungsi sebagai basa, penerima proton.
H2O H+ + OH- (basa konjugasi)
H+ + H2O H3O+ (asam konjugasi)
Kalau reaksi diatas dijumlahkan akan kita dapat :
2H2O H3O+ + OH-
Zat yang dapat bersifat seperti H2O, dapat bersifat asam dan pada saat yang sama
juga dapat bersifat sebagai basa dinamakan zat yang amfiprotik.
3
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II March 2, 2014
Secara keseluruhan, teori asam-basa bronsted-lowry ini lebih baik dari teori
arrhenius dan juga masih menyangkut konsep H+ atau pH tapi dengan
catatanbahwa H+ harus dibaca sebagai H3O+.
3. Teori Lewis
Asam adlah semua zat yang dapat menerima pasangan elektron atau aseptor
pasangan elektron.
Basa adalah semua zat yang dapat memberikan pasangan elektron atau donor
pasangan elektron.
Semua zat yang memenuhi kriteria asam menurut teori lewis kemudian
dinamakan Asam Lewis.
Dapat dilihat dari reaksi-reaksi diatas bahwa reaksi akan berhenti apabila jumlah
H+ telah ekivalen dengan jumlah OH- dan dimana semua basa tepat bereaksi
dengan asam dinamakan titik ekivalen. Pada titik ekivalen akan berlaku :
Nasam x Vasam = Nbasa x Vbasa
Pada umumnya reaksi asam-basa sukar untuk dapat diamati karena itu diperlukan
bantuan indikator untuk dapat melihat perubahan pada reaksi ini. Indikator
terutama diperlukan untuk dapat melihat titik akhir dari suatu titrasi, dimana pada
titrasi tersebut mulai terjadi perubahan warna. Indikator yang baik adalah
indikator yang perubahan warnanya atau titik akhir titrasinya terletak sedekat
mungkin dengan titik ekivalen.
Pada titik ekivalen, tidak ada lagi kelebihan asam atau basa dan pada saat ini yang
kita punya adalah larutan garam, sehingga pH-nya juga sama dengan pH dari
larutan garam yang terjadi. Pada saat ini seharusnya penambahan asam atau basa
harus dihentikan dan pada saat ini juga warna harus sudah berubah. Dengan kata
lain indikator yang harus dipergunakan adalah indikator yang trayek pH-nya
sedekat mungkin dengan pH larutan garam yang akan terbentuk
4
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II March 2, 2014
Prinsip Titrasi Asam Basa
Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titrant.
Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan
dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya. Titrant ditambahkan titer
sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan ekuivalen ( artinya secara
stokiometri titrant dan titer tepat habis bereaksi). Keadaan ini disebut sebagai
“titik ekivalen”. Pada saat titik ekivalen ini maka proses titrasi dihentikan,
kemudian kita mencatat volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan
tersebut. Dengan menggunakan data volume titrant, volume dan konsentrasi titer
maka kita bisa menghitung kadar titrant.
Bobot ekivalen adalah suatu zat pada reaksi asam basa adalah banyaknya mol zat
itu yang ekivalen dengan 1 mol H+ atau 1 mol OH-. Cara mengetahui bobot
ekivalen ada dua cara yaitu:
1. Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi
dilakukan, kemudian membuat plot antara pH dengan volume titrant untuk
memperoleh kurva titrasi. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut adalah
“titik ekuivalen”.
2. Memakai indikator asam basa. Indikator ditambahkan pada titrant sebelum
proses titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik
ekuivalen terjadi, pada saat inilah titrasi kita hentikan.
Pada umumnya cara kedua dipilih disebabkan kemudahan pengamatan, tidak
diperlukan alat tambahan, dan sangat praktis. Indikator yang dipakai dalam titrasi
asam basa adalah indikator yang perbahan warnanya dipengaruhi oleh pH.
Penambahan indikator diusahakan sesedikit mungkin dan umumnya adalah dua
hingga tiga tetes. Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi
dipilih sedekat mungkin dengan titik ekuivalen, hal ini dapat dilakukan dengan
memilih indikator yang tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan.
Keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indikator
disebut sebagai “titik akhir titrasi” atau “titik ekivalen”. Pada saat titik ekivalen,
5
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II March 2, 2014
tidak ada lagi kelebihan asam atau basa, yang ada adalah larutan garam, sehingga
pH-nya juga sama dengan pH dari larutan garam yang terjadi.
Indikator Asam – Basa
Indikator asam basa adalah asam atau basa organik lemah yang mempunyai warna
molekul (warna asam) berbeda dengan warna ionnya (warna basa).
HIn ↔ H+ + In-
Warna molekul warna ion
Pada contoh di atas, warna molekul lebih kuat dalam suasana asam, sedangkan
warna ion lebih kuat dalam suasana basa, yaitu bila indikator dinetralkan. Pada pH
tertentu, dimana kedua bentuk ada dalam jumlah yang hampir sama, maka akan
terjadi warna kombinasi dari warna molekul dan warna ionnya. Daerah transisi
dari perubahan warna indikator meliputi lebih kurang 2 unit pH dan daerah ini
disebut trayek pH. Beberapa contoh indikator asam basa beserta trayek pH dan
perubahan warnanya dapat dilihat pada tabel berikut :
Indikator Trayek pH Warna Asam HIn Warna Basa In pKIn
Biru Bromfenol 3,0 -4,6 kuning biru 4,1
Biru Bromtimol 6,0 – 7,6 kuning biru 7,1
Biru Fenol 1,2 – 2,8 merah kuning 1,7
Biru Timol 8,0 – 9,6 kuning biru 8,9
Fenolftalein 8,3 – 10,5 tak berwarna merah jambu 9,3
Jingga Metal 3,1 – 4,4 merah jingga 3,7
Lakmus 6,0 – 8,0 merah biru ----
Merah Fenol 6,8 – 8,4 kuning merah 7,8
Merah Metal 4,2 – 6,3 merah kuning 5,0
6
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II March 2, 2014
Pemilihan indikator ditentukan oleh pH larutan pada titik ekuivalen. Pada titrasi
asam lemah dengan basa kuat, maka pH larutan pada titik ekuivalen diatas 7
(misalkan pH = 9), maka indikator yang dapat dipakai adalah biru timol atau
fenolftalein. Indikator ini biasanya digunakan hanya beberapa tetes sebagai
larutan dalam air atau alkohol (70 % - 90% h/v) dengan kadar 0,05 – 0,1 %.
Sebaliknya pada titrasi basa lemah dengan asam kuat, maka pH larutan pada titik
ekuivalen di bawah 7 (misalkan pH = 4), maka indikator yang dapat digunakan
adalah biru bromfenol atau jingga metil.
Larutan Baku
Dalam analisis ini, harus menggunakan suatu larutan yang disebut larutan baku,
yaitu suatu larutan yang dapat dipakai untuk menentukan konsentrasi dari larutan
lain. Ada 2 macam larutan baku, yaitu larutan baku primer dan larutan baku
sekunder. Larutan baku primer adalah suatu larutan/zat yang dapat dipakai untuk
menentukan kadar yang dapat dipakai untuk menentukan kadar atau konsentrasi
larutan/zat lain, tetapi harus distandarkan dahulu pada larutan baku primer.
Larutan/zat baku primer mempunyai beberapa persyaratan, diantaranya adalah:
Stabil, tidak mudah berubah
Mudah ditimbang
Mudah didapat dalam bentuk yang murni.
Sebagai larutan/zat baku primer asam biasanya dipakai Asam Oksalat (H2C2O4)
Rumus Umum Titrasi
7
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II March 2, 2014
Pada saat titik ekivalen maka mol-ekuivalent asam akan sama dengan mol-
ekivalen basa, maka hal ini dapat kita tulis sebagai berikut:
Mol ekivalen asam = Mol ekivalen basa
Mol ekuivalen diperoleh dari hasil perkalian antara Normalitas dengan volume
maka rumus diatas dapat kita tulis sebagai:
N x V asam = N x V basa
Normalitas diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan jumlah ion
H+ pada asam atau jumlah ion OH pada basa, sehingga rumus diatas menjadi:
n x M x V asam = n x V x M basa
Keterangan :
N = Normalitas
V = Volume
M = Molaritas
n = jumlah ion H+ (pada asam) atau OH – (pada basa)
BAB III
8
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II March 2, 2014
METODELOGI PERCOBAAN
I. ALAT DAN BAHAN PERCOBAAN
1. Alat Percobaan
a. Erlenmeyer 250 mL
b. Buret 50 mL
c. Statif
d. Klem
e. Labu Ukur 100 mL
f. Pipet Gondok 10 mL
g. Gelas Kimia 250 dan 100 mL
h. Botol Semprot
2. Bahan Percobaan
a. Larutan NaOH
b. Larutan HCl
c. Larutan Asam Oksalat
d. Indikator Fenolptalien (pp)
e. Aquadest
II. PROSEDUR PERCOBAAN
9
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II March 2, 2014
A. Standarisasi Larutan NaOH terhadap Asam Oksalat (H2C2O4)
1. Pipet 10 mL larutan standar Asam Oksalat 1 N ke dalam labu ukur 100
mL, encerkan sampai tanda batas, homogenkan.
2. Pipet 10 mL larutan tersebut ke dalam Erlenmeyer 250 mL.
3. Tambahkan 2 – 3 tetes indikator Fenolptalien.
4. Masukan larutan NaOH yang akan distandarisasi ke dalam Buret yang
telah diatur posisinya, agar siap dioperasikan.
5. Titrasi larutan Asam Oksalat dalam Erlenmeyer dengan larutan NaOH dari
Buret sampai terjadi perubahan warna menjadi merah muda. Catat volume
NaOH yang diperlukan.
6. Lakukan pengerjaan titrasi secara triplo, agar volume NaOH konstan.
7. Hitung konsentrasi larutan NaOH.
B. Penentuan Konsentrasi HCl terhadap NaOH
1. Pipet 10 mL larutan HCl, masukan ke dalam Erlenmeyer 250 mL.
2. Tambahkan 2 – 3 tetes indikator Fenolptalien.
3. Titrasi larutan HCl dalam Erlenmeyer dengan larutan NaOH dari Buret
sampai terjadi perubahan warna menjadi merah muda. Catat volume
NaOH yang diperlukan.
4. Lakukan pengerjaan titrasi secara triplo, agar volume NaOH konstan.
5. Hitung konsentrasi larutan HCl.
III. DIAGRAM ALIR
10
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II March 2, 2014
- Pipet 10 mL larutan tersebut ke dalam Erlenmeyer 250 mL.
- Tambahkan 2 – 3 tetes indikator Fenolptalien.
- Masukan larutan NaOH yang akan distandarisasi ke dalam Buret
- Titrasi larutan Asam Oksalat dalam Erlenmeyer dengan larutan
NaOH
- Tambahkan 2 – 3 tetes indikator Fenolptalien.
- Titrasi larutan HCl dalam Erlenmeyer dengan larutan NaOH
11
Pipet 10 mL larutan standar Asam Oksalat 1 N ke dalam labu ukur 100 mL, encerkan sampai tanda batas, homogenkan
Hitung konsentrasi larutan NaOH.
Pipet 10 mL larutan HCl, masukan ke dalam Erlenmeyer 250 mL.
Hitung konsentrasi larutan HCl.
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II March 2, 2014
3.4 SIFAT FISIK DAN KIMIA
NaOH
SIFAT FISIKA dan KIMIA : Keadaan fisik dan penampilan: Solid. (Deliquescent padat.)Bau: berbau.Molekul Berat: 40 g / molWarna: Putih.pH (1% soln / air): [. Dasar] 13,5Titik Didih: 1388 ° C (2530,4 ° F)Melting Point: 323 ° C (613,4 ° F)Spesifik Gravity: 2.13 (Air = 1)Properti Dispersi: Lihat kelarutan dalam air.Kelarutan: Mudah larut dalam air dingin.
HClKeadaan fisik dan penampilan: Cairan.Bau: pedas. Iritasi (Strong.)Warna: tak berwarna menyala kuning.pH (1% soln / air): Asam.Titik Didih: 108.58 C @ 760 mmHg (untuk 20,22% HCl dalam air) 83 C @ 760 mmHg (untuk 31% HCl dalam air) 50,5 C (untuk 37% HCl dalam air)Melting Point: -62,25 ° C (-80 ° F) (20,69% HCl dalam air) -46,2 C (31,24% HCl dalam air) -25,4 C (39,17% HCl dalam air)Spesifik Gravity: 1,1-1,19 (Air = 1) 1.10 (20% dan 22% HCl solusi) 1,12 (24% HCl solusi) 1,15 (29,57% HCl solusi) 1,16 (32% HCl solusi) 1,19 (37% dan 38% HCl solusi)Tekanan Uap: 16 kPa (@ 20 ° C) rata-rataKepadatan uap: 1,267 (Air = 1)Bau Threshold: 0,25 sampai 10 ppmProperti Dispersi: Lihat kelarutan dalam air, dietil eter.Kelarutan: Larut dalam air dingin, air panas, dietil eter.Stabilitas: Produk ini stabil.
12
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II March 2, 2014
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HASILPERCOBAAN
A. Standarisasi Larutan NaOH terhadap Asam Oksalat (H2C2O4)
Konsentrasi H2C2O4
Konsentrasi awal = 1 N
Volume pemipetan = 10 mL
Volume labu ukur = 100 mL
10 mL Asam Oksalat 1 N diencerkan menjadi 100 mL, maka konsentrasi
Asam Oksalat menjadi :
V1 x N1 = V2 x N2
10 mL x 1N = 100 mL x N2
N2 = (10 mL x 1N) / 100 mL
= 0,1 N
Hasil Titrasi
No Volume asam oksalat (mL) Volume NaOH (mL)
1 10 9,60
2 10 9,55
3 10 9,60
13
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II March 2, 2014
B. Penentuan Konsentrasi HCl terhadap NaOH
Hasil Titrasi
No Volume HCl (mL) Volume NaOH (mL)
1 10 8,00
2 10 7,95
3 10 8,00
4.2 PEMBAHASAN
Perhitungan :
Untuk mengetahui konsentrasi NaOH digunakan rumus:
1. Vasam oksalat x Nasam oksalat = V NaOH x N NaOH
10 mL x 0,1 N = 9,60 mL x N NaOH
N NaOH = (10 N x 0,1 N) / 9,60 mL
N NaOH = 0,1042 N
2. Vasam oksalat x Nasam oksalat = V NaOH x N NaOH
10 mL x 0,1 N = 9,55 mL x N NaOH
N NaOH = (10 N x 0,1 N) / 9,55 mL
N NaOH = 0,1047 N
3. Vasam oksalat x Nasam oksalat = V NaOH x N NaOH
10 mL x 0,1 N = 9,60 mL x N NaOH
N NaOH = (10 N x 0,1 N) / 9,60 mL
N NaOH = 0,1042 N
Konsentrasi rata-rata NaOH : 0,1044 N
Reaksi :
H2C2O4 (aq) + NaOH (aq) → Na2C2O4 (aq) + 2H2O
14
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II March 2, 2014
Perhitungan:
Untuk mengetahui konsentrasi HCl digunakan rumus:
1. VHCl x NHCl = V NaOH x NNaOH
10 mL x NHCl = 8,00 mL x 0,1044 N
NHCl = (8,00 mL x 0,1044 N) / 10 mL
NHCl = 0,0836 N
2. VHCl x NHCl = V NaOH x NNaOH
10 mL x NHCl = 7,95 mL x 0,1044 N
NHCl = (7,95 mL x 0,1044 N) / 10 mL
NHCl = 0,0830 N
3. VHCl x NHCl = V NaOH x NNaOH
10 mL x NHCl = 8,00 mL x 0,1044 N
NHCl = (8,00 mL x 0,1044 N) / 10 mL
NHCl = 0,0836 N
Konsentrasi rata-rata HCl : 0,0834
Reaksi :
NaOH (aq) + HCl (aq) → NaCl (s) + H2O
15
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II March 2, 2014
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisa di atas, maka titrasi Asidi-Alkalimetri, pada
dasarnya menggunakan dua macam larutan yaitu larutan pentiter dan
larutan dititer.
Pada saat titik ekivalen larutan berubah menjadi merah muda dengan
pemakaian indikator fenolptalien.
Pada percobaan ini didapat konsentrasi NaOH 0,1044 N dan konsentrasi
HCl 0,0834 N.
16
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II March 2, 2014
MODUL IV
ASAM-BASA
(Aplikasi titrasi Asam-Basa dalam penentuan angka asam
dari minyak goreng)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 PRINSIP PERCOBAAN
Penentuan seberapa banyak KOH yang diperlukan untuk menetralkan asam
lemak bebas yang terkandung dalam minyak goreng.
1.2 TUJUAN PERCOBAAN
Menentukan angka asam dari minyak goreng.
17
HO ─ CH2
HO ─ CH
HO ─ CH2
3 RCOOH + H2O
R1 ─ COO ─ CH2
R3 ─ COO ─ CH2
R2 ─ COO ─ CH
Asam lemak Gliserol Trigliserida
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II March 2, 2014
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 TEORI DASAR
Minyak goreng berfungsi sebagai penghantar panas, penambah
rasa gurih, dan penambah nilai kalori bahan pangan. Mutu minyak goreng
ditentukan oleh titim asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai
terbentuk akrolein yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa
gatal pada tenggorokan. Hidrasi gliserol akan membentuk aldehida tidak
jenuh. Makin tinggi titik asap, makin baik mutu minyak goreng itu. Titik
asap suhu minyak goreng tergantung dari kadar glisero bebas. Lemak yang
telah digunakan untuk menggoreng titik asapnya akan turun, karena telah
terhidrolisis molekul lemak. Pada suhu ruang minyak berwujud semi
padatan dengan kandungan butter yang sudah difraksionasi dengan olein
sebanyak 75% dan stearin 25%.
2.2 TEORI TAMBAHAN
Lemak dan Minyak atau secara kimiawi adalah trigliserida merupakan bagian
terbesar dari kelompok lipida. Trigliserida ini merupakan senyawa hasil
kondensasi satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak.
18
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II March 2, 2014
Secara umum lemak diartikan sebagai trigliserida yang dalam kondisi suhu
ruang berada dalam keadaan padat. Sedangkan minyak adalah trigliserida
yang daklam suhu ruang berbentuk cair. Secara lebih pasti tidak ada batasan
yang jelas untuk membedakan minyak dan lemak (Julianty, 2008).
Lemak dan minyak merupakan makronutrien penting yang menempati urutan
kedua setelah HA sebagai bahan bakar untuk memberikan energi kepada sel-
sel tubuh. Lemak mempunyai fungsi lain yang tidak dimiliki oleh HA seperti
pembentukan komponen membran vitamin larut lemak. Berdasarkan
bentuknya, lemak dibedakan drngan minyak yaitu lemak berbentuk padat
sedangkan minyak berbentuk cair. Lemak atau minyak yang terdapat didalam
tubuh disebut pula lipid. Lemak yang ada dalam makanan maupun tubuh dapat
diklasifikasikan menjadi 3 kelompok utama yaitu:trigliserida, kolesterol dan
fosfolipid. Asam lemak dapat dibedakan pula antara asam lemak jenuh dan
tidak jenuh. Keduanya dibedakan berdasarkan ada tidaknya ikatan rangkap
antara dua atom karbonnya dalam rumus bangunnya. Minyak nabati seperti
minyak zaitun, kanola dan kacang lebih banyak mengandung asam lemak
omega-9 atau asam oleat sementara minyak kelapa mengandung lebih banyak
asam lemak jenuh atau asam palmitat. Karena itu, dua jenis minyak yang
disebutkan terakhir ini sering digolongkan kedalam jenis minyak jenuh
kendati minyak sawit sendiri dengan pemrosesan dalam industri sudah terolah
menjadi jenis minyak yang mengandung cukup banyak asam lemak tak jenuh
(Hartono, 2006).
Angka asam dinyatakan sebagai jumlah miligram KOH yang diperlukan untuk
menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam satu gram minyak atau
lemak. Angka asam besar menunjukan asam lemak bebas (FFA) yang besar
yang berasal dari hidrolisis minyak atupun karena proses pengolahan yang
kurang baik. Makin tinggi angka asam makin rendah kualitasnya (Julianty,
2008).
19
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II March 2, 2014
Bilangan Asam = mL KOH x Norm. KOH x 56,1
gram minyak
% FFA = mL KOH x Norm. KOH x BM Asam Lemak x 100%
gram minyak x 1000
Selama pemanasan minyak goreng mengalami perubahan fisik dan kimia
dikarenakan terjadinya reaksi oksidasi minyak dan degradasi asam lemak.
Pengamatan pada perubahan sifat fisik minyak goreng selama pemanasan
telah lama diketahui dan digunakan untuk mengidentifikasi kualitas minyak
goreng. Pengukuran kandungan asam lemak bebas pada minyak merupakan
salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas minyak
goreng. Weiss (1983) melaporkan bahwa salah satu indikator minyak goreng
mencapai batas pemakaian (frying life) adalah dicapainya kosentrasi asam
lemak bebas (FFA) sebesar 0,5 % (Budiyanto, 2008).
20
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II March 2, 2014
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 ALAT DAN BAHAN
A. Alat yang digunakan
a. Erlenmeyer 250 mL
b. Pendingin Leibig
c. Pembakar Bunsen
d. Statif dan Klem buret
e. Buret 50ml
f. Pipet Ukur
g. Pipet tetes
h. Gelas ukur
i. Gelas Kimia
j. Pipet Volume
k. Botol Semprot
B. Bahan yang digunakan
1. Minyak goreng
2. Alkohol 95%
3. KOH 0,1 N
4. Ind. Phenolptalein
21
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II March 2, 2014
3.2 Cara Kerja
1. Timbang 20 gram minyak goreng ke dalam Erlenmeyer 250 mL
2. Tambahkan 50 mL alcohol
3. Pasang pendingin leibig terbalik di atas Erlenmeyer, lakukan
pemanasan sampai mendidih dan dikocok kuat-kuat
4. Dinginkan, tambahkan 3 tetes indicator phenolptalein dan titrasi
dengan KOH 0,1 N sampai timbul warna merah muda
5. Hitung angka asam
Bilangan Asam = mL KOH x Norm. KOH x 56,1
gram minyak
3.3 DIAGRAM ALIR
- Tambahkan 50 mL alcohol
- Pasang pendingin leibig terbalik di atas Erlenmeyer, lakukan
pemanasan sampai mendidih dan dikocok kuat-kuat
- Dinginkan, tambahkan 3 tetes indicator phenolptalein dan
titrasi dengan KOH 0,1 N
22
Timbang 20 gram minyak
goreng ke dalam Erlenmeyer
250 mL
Hitung angka asam
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II March 2, 2014
3.4 SIFAT FISIK DAN KIMIA
Bau: tidak berbau
Rasa : pahit
pH: 13,5 (0,1 M larutan)
Titik Didih: 2408 derajat F
Pembekuan / Melting Point: 680 derajat F
NFPA Rating: (perkiraan) Kesehatan: 3; mudah terbakar: 0; Reaktivitas:
1
Kelarutan: Larut dalam air
Spesifik Gravity / Kepadatan: 2,04
Molekul Rumus: KOH
Molekul Berat: 56,1047
23
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II March 2, 2014
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL PERCOBAAN
gram minyak untuk data ke-1 = 20,00 gram
gram minyak untuk data ke-2 = 20,00 gram
gram minyak untuk data ke-2 = 20,00 gram
o VKOH untuk titrasi ke-1 = 16,0 mL
o VKOH untuk titrasi ke-2 = 15,9 mL
o VKOH untuk titrasi ke-2 = 15,9 mL
Konsentrasi KOH : 0,01 N
4.2 PEMBAHASAN
Bilangan Asam = mL KOH x Norm. KOH x 56,1
gram minyak
16,0 mL x 0,01 N x 56,1 = 0,4488
20 gram
15,9 mL x 0,01 N x 56,1 = 0,4460
20 gram
15,9 mL x 0,01 N x 56,1 = 0,4460
20 gram
Angka asam rata-rata : 0,4469
24
HO ─ CH2
HO ─ CH
HO ─ CH2
+ 3 RCOOH H2O
R1 ─ COO ─ CH2
R3 ─ COO ─ CH2
R2 ─ COO ─ CH
Asam lemak
Gliserol Trigliserida
H+
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II March 2, 2014
Reaksi
25
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II March 2, 2014
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan diperoleh data angka asam dari minyak goreng
sebagai berikut :
1. 0,4488
2. 0,4460
3. 0,4460
Dengan rata-rata hasil angka asam : 0,4469
26
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II March 2, 2014
MODUL V
PERMANGANOMETRI
(Penentuan Kadar Besi (Fe) Secara Permanganometri)
I. PRINSIP PERCOBAAN
Titrasi Permanganometri merupakan titrasi langsung yang didasarkan pada reaksi
redoks. Dalam reaksi ini ion MnO4- bertindak sebagai oksidator. Ion MnO4
- akan
berubah menjadi ion Mn2+ dalam suasana asam, dan dalam suasana basa akan
berubah menjadi MnO2.
II. TUJUAN PERCOBAAN
Menentukan konsentrasi KMnO4 dan menentukan konsentrasi besi (II) dalam
FeSO4.
27
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II March 2, 2014
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 TEORI DASAR
Permanganometri adalah suatu metoda analisa kimia yang didasari atas
reaksi reduksi dan oksidasi, dimana kalium permanganate akan megoksidasi
berbagai zat bersifat reduktor, dan pada saat itu warna lembayung dari kalium
permanganate akan hilang.
Oksidasi dalam suasana asam itu paling banyak dipakai dalam analisa
volumetric. Kalium permanganat adalah suatu senyawa yang sedikit mantap, penguraian dapat
terjadidengan sendirinya oleh panas cahaya, asam dan batu kawi. Penguraian dapat pula tetjadi
dibawah pengaruh zat-zat organik pada konsentrasi yang sangat kecil , yang mungkin
terdapatdalam air suling atau pada dinding aiat gelas yang tak dibersihkan dengan baik. Begitu
pulagabus dan karet dapat bereaksi dengan kalium permanganat.
2.2 TEORI TAMBAHAN
Permanganometri merupakan metode titrasi dengan menggunakan kalium
permanganat, yang merupakan oksidator kuat sebagai titran. Titrasi ini didasarkan
atas titrasi reduksi dan oksidasi atau redoks. Permanganat bereaksi secara
beraneka, karena mangan dapat memiliki keadaan oksidasi +2, +3, +4, +6, dan +7.
Dalam reaksi ini, ion MnO4- bertindak sebagai oksidator. Ion MnO4
- akan berubah
menjadi ion Mn2+ dalam suasana asam, dan MnO2 dalam suasana basa. Teknik
titrasi ini biasa digunakan untuk menentukan kadar oksalat atau besi dalam suatu
sample.
Pada Permanganometri, titran yang digunakan adalah Kalium Permanganat.
Kalium Permanganat mudah diperoleh dan tidak memerlukan indikator kecuali
digunakan larutan yang sangat encer serta telah digunakan secara luas sebagai
pereaksi oksidasi selama seratus tahun lebih. Setetes permanganat memberikan
28
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II March 2, 2014
suatu warna merah muda yang jelas kepada volume larutan dalam suatu titrasi.
Warna ini digunakan untuk menunjukkan kelebihan pereaksi.
Dalam suasana asam atau [H+] ≥ 0,1 N, ion permanganat mengalami reduksi
menjadi ion mangan (II) sesuai reaksi :
MnO4- + 8H+ + 5e Mn2
+ + 4H2O Eo = 1,51 Volt
Dalam suasana netral, ion permanganat mengalami reduksi menjadi mangan
dioksida seperti reaksi berikut :
MnO4- + 4H+ + 3e MnO2 + 2H2O Eo = 1,70 Volt
Dan dalam suasana basa atau [OH-] ≥ 0,1 N, ion permanganat akan mengalami
reduksi sebagai berikut:
MnO4- + 2H2O + 3e MnO2 + 4OH- Eo = 0,56 Volt
Untuk pengasaman sebaiknya dipakai Asam Sulfat, karena asam ini tidak
menghasilkan reaksi samping. Sebaliknya jika dipakai Asam Klorida dapat terjadi
kemungkinan teroksidasinya ion klorida menjadi gas klor dan reaksi ini
mengakibatkan dipakainya larutan Permanganat dalam jumlah berlebih. Meskipun
untuk beberapa reaksi dengan Arsen (II) Oksida, Antimoni (II) dan Hidrogen
Peroksida, karena pemakaian Asam Sulfat justru akan menghasilkan beberapa
tambahan kesulitan.
Kalium Pemanganat adalah oksidator kuat, oleh karena itu jika berada dalam HCl
akan mengoksidasi ion Cl- yang menyebabkan terbentuknya gas klor dan
kestabilan ion ini juga terbatas. Biasanya digunakan pada medium asam 0,1 N.
Namun, beberapa zat memerlukan pemanasan atau katalis untuk mempercepat
29
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II March 2, 2014
reaksi. Seandainya banyak reaksi itu tidak lambat, akan dijumpai lebih banyak
kesulitan dalam menggunakan reagensia ini
Sehingga Asam Sulfat adalah asam yang paling sesuai, karena tidak bereaksi
terhadap permanganat dalam larutan encer. Dengan Asam Klorida, ada
kemungkinan terjadi reaksi :
2MnO4- + 10Cl- + 16H 2Mn2+ + 5Cl2 + 8H2O
Kalium Permanganat distandarisasikan dengan menggunakan Asam Oksalat,
Natrium Oksalat atau Arsen (III) Oksida standar-standar primer, yang semuanya
dapat dioksidasi oleh Kalium Permanganat.
Reaksi yang terjadi pada proses pembakuan Kalium Permanganat menggunakan
Asam Oksalat adalah:
5C2O4- + 2MnO4
- + 16H+ 10CO2 + 2Mn2+ + 8H2O
Akhir titrasi ditandai dengan timbulnya warna merah muda yang disebabkan
kelebihan permanganat.
Beberapa ion logam yang tidak dioksidasi dapat dititrasi secara tidak langsung
dengan Permanganometri seperti: ion-ion Ca, Ba, Sr, Pb, Zn, dan Hg (I) yang
dapat diendapkan sebagai oksalat. Setelah endapan disaring dan dicuci, dilarutkan
dalam H2SO4 berlebih sehingga terbentuk Asam Oksalat secara kuantitatif. Asam
Oksalat inilah yang akhirnya dititrasi dan hasil titrasi dapat dihitung banyaknya
ion logam yang bersangkutan.
Ion-ion Ba dan Pb dapat pula diendapkan sebagai garam khromat. Setelah
disaring, dicuci, dan dilarutkan dengan asam, ditambahkan pula larutan baku
FeSO4 berlebih. Sebagian Fe2+ dioksidasi oleh khromat tersebut dan sisanya dapat
ditentukan banyaknya dengan menitrasinya dengan KMnO4.
30
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II March 2, 2014
Sumber-sumber kesalahan pada titrasi permanganometri, antara lain terletak pada:
1. Larutan pentiter KMnO4 pada buret.
Apabila percobaan dilakukan dalam waktu yang lama, larutan KMnO4 pada
buret yang terkena sinar akan terurai menjadi MnO2 sehingga pada titik akhir
titrasi akan diperoleh pembentukan presipitat coklat yang seharusnya adalah
larutan berwarna merah rosa.
2. Penambahan KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan seperti H2C2O4.
Pemberian KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan H2C2O4 yang telah
ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan cenderung menyebabkan reaksi
antara MnO4- dengan Mn2+.
2MnO4- + 3Mn2+ + 2H2O 5MnO2 + 4H+
3. Penambahan KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan seperti H2C2O4.
Pemberian KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan H2C2O4 yang telah
ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan mungkin akan terjadi kehilangan
oksalat karena membentuk peroksida yang kemudian terurai menjadi air.
H2C2O4 + O2 H2O2 + 2CO2↑
31
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II March 2, 2014
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 ALAT DAN BAHAN
A. Alat yang digunakan
a. Erlenmeyer 250 mL \
b. Buret 50 mL
c. Statif
d. Klem
e. Labu Ukur 100 mL
f. Pipet Volume 10 mL
g. Gelas Kimia 250 mL
h. Botol Semprot
i. Kaki tiga
j. Pembakar spirtus
k. Kassa asbes
l. Corong gelas
m. Termometer
B. Bahan yang digunakan
1. KMnO4 0,1 N
2. FeSO4
3. H2C2O4. 2H2O 1 N
4. H3PO4 pekat
5. H2SO4 4 N
6. Aquadest
32
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II March 2, 2014
3.2 CARA KERJA
A. Penentuan Konsentrasi Kalium Permanganat terhadap Asam Oksalat
(H2C2O4)
1. Pipet 10 mL larutan standar Asam Oksalat 1 N ke dalam labu ukur 100
mL, encerkan sampai tanda batas, homogenkan.
2. Pipet 10 mL larutan tersebut ke dalam Erlenmeyer 250 mL.
3. Tambahkan 5 mL H2SO4 4 N.
4. Panaskan larutan tersebut sampai mencapai suhu 70 – 80 oC.
5. Dalam keadaan panas, tambahkan KMnO4 dari buret tetes demi tetes.
6. Kocok sampai terbentuk warna merah jambu yang tidak hilang. Catat
volume KMnO4 yang diperlukan.
7. Lakukan pengerjaan titrasi secara triplo, agar volume KMnO4 konstan.
8. Hitung konsentrasi larutan KMnO4.
B. Penentuan Konsentrasi Besi (Fe) terhadap Kalium Permanganat
(KMnO4)
1. Pipet 10 mL larutan besi (II) ke dalam labu ukur 100 mL, encerkan sampai
tanda batas, homogenkan.
2. Pipet 10 mL larutan besi (II) dari labu ukur 100 mL, masukan ke dalam
Erlenmeyer 250 mL.
3. Tambahkan 5 mL H2SO4 4 N dan 1 mL H3PO4 pekat.
4. Panaskan larutan tersebut sampai mencapai suhu 70 – 80 oC.
5. Dalam keadaan panas, tambahkan KMnO4 dari buret tetes demi tetes.
6. Kocok sampai terbentuk warna merah jambu yang tidak hilang. Catat
volume KMnO4 yang diperlukan.
7. Lakukan pengerjaan titrasi secara triplo, agar volume KMnO4 konstan.
Hitung konsentrasi larutan besi (II) dengan perbandingan dari konsentrasi
KMnO4.
33
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II March 2, 2014
3.3 DIAGRAM ALIR
A.
-Pipet 10 mL larutan tersebut ke dalam Erlenmeyer
250 mL.
-Tambahkan 5 mL H2SO4 4 N.
-Panaskan larutan tersebut sampai mencapai suhu
70 – 80 oC.
-Dalam keadaan panas, tambahkan KMnO4 dari
buret tetes demi tetes.
-Kocok sampai terbentuk warna merah jambu yang
tidak hilang. Catat volume KMnO4 yang
diperlukan.
- Pipet 10 mL larutan besi (II) dari labu ukur 100 mL,
masukan ke dalam Erlenmeyer 250 mL.
- Tambahkan 5 mL H2SO4 4 N dan 1 mL H3PO4 pekat.
- Titrasi dengan KMnO4
- Kocok sampai terbentuk warna merah jambu yang tidak
hilang. Catat volume KMnO4 yang diperlukan.
34
Pipet 10 mL larutan standar
Asam Oksalat 1 N ke dalam labu
ukur 100 mL, encerkan sampai
tanda batas, homogenkan.
Hitung Konsentrasi KMnO4
Pipet 10 mL larutan besi (II) ke dalam labu ukur 100 mL, encerkan sampai tanda batas, homogenkan
Hitung Konsentrasi Fe
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II March 2, 2014
3.4 SIFAT FISIK DAN KIMIA
KMnO4 Keadaan fisik dan penampilan: PadatanBau: berbau.Rasanya: manis, astringen.Berat Molekul: 158,03 g / molWarna: Ungu. (Dark.)Melting Point: terurai.Spesifik Gravity: 2,7 @ 15 C (Air = 1)Properti Dispersi: Lihat kelarutan dalam air, aseton metanol,.kelarutan:Mudah larut dalam metanol, aseton. Sebagian larut dalam air dingin, air panas. Larut dalam Asam Sulfat
H2C2O4
Bentuk : cair Bau : menyengatWarna : bening sampai agak kekuninganMassa jenis : 2.13 Titik didih : 85 CTitik lebur : -25 CTekanan uap (20 C) : 20 mbarKelarutan dalam Air (20 C) : terlarut 82,3 g/100mpH (20 C) : 1
35
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II March 2, 2014
BAB IV
HASIL DAN PERCOBAAN
A. HASIL PERCOBAAN
Konsentrasi awal = 1 N
Volume pemipetan = 10 mL
Volume labu ukur = 100 mL
10 mL Asam Oksalat 1 N diencerkan menjadi 100 mL, maka konsentrasi
Asam Oksalat menjadi :
V1 x N1 = V2 x N2
10 mL x 1N = 100 mL x N2
N2 = (10 mL x 1 N) / 100 mL
= 0,1 N
Hasil Titrasi
No Volume asam oksalat (mL) Volume NaOH (mL)
1 10 40
2 10 40
3 10 40
36
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II March 2, 2014
Penentuan Fe (II) dengan KMnO4 0,1159 N
Hasil titrasi
No Volume FeSO4 (mL) Volume KMnO4 (mL)
1 10 10
2 10 10
3 10 10
4.2 PEMBAHASAN
Untuk mengetahui konsentrasi KMnO4 digunakan rumus:
Vasam oksalat x Nasam oksalat = V KMnO4 x N KMnO4
10 mL x 0,1 N = 40 mL x N KMnO4
N KMnO4 = (10 N x 0,1 N) / 40 mL
N KMnO4 = 0,025 N
Reaksi :
Reduksi : MnO4- + 8H+ + 5e Mn2+ + 4H2O x 4
Oksidasi : H2C2O4 + H2O C2O42- + 4H+ + 4e x 5
4 MnO4- + 12 H+ + 5 H2C2O4 4Mn2+ + 11 H2O + 5 C2O4
2-
37
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II March 2, 2014
Untuk mengetahui konsentrasi Fe (II) digunakan rumus:
VFe (II) x NFe (II) = VKMnO4 x N KMnO4
10 mL x NFe (II) = 10 mL x 0,025 N
NFe (II) = (10 mL x 0,025 N) / 10 mL
N Fe(II) = 0,025 N
Reaksi :
Reduksi : MnO4- + 8H+ + 5e Mn2+ + 4H2O x 1
Oksidasi : Fe2+ Fe3+ + e x 5
MnO4- + 8H+ + 5Fe2+ Mn2+ + 4 H2O + 5 Fe3+
38
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II March 2, 2014
BAB V
KESIMPULAN
Permanganometri adalah suatu metode analisa kimia yang didasari atas
reaksi reduksi dan reaksi oksidasi (Redoks), dimana Kalium Permanganat
akan mengoksidasi berbagai zat yang bersifat reduktor dan pada saat itu
warna lembayung dari Kalium Permanganat akan hilang.
Penentuan konsentrasi Fe (II) menggunakan KMnO4 0,025 N volume
KMnO4 40 mL, hal ini disebabkan konsentrasi KMnO4 terlalu encer.
Seharusnya KMnO4 dipekatkan lagi namun karena keterbatasan waktu
dalam praktikum hal ini tidak sempat dilakukan.
Konsentrasi Fe (II) yang didapat dengan menggunakan KMnO4 0,025 N
adalah 0,025 N.
39
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II March 2, 2014
MODUL6
IODOMETRI
(PENENTUAN KADAR TEMBAGA (Cu) SECARA
IODOMETRI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 PRINSIP PERCOBAAN
Sejumlah tertentu larutan K2Cr2O7 standar direduksi dengan KI berlebih. I2 yang
terbentuk dititrasi dengan larutan Na2S2O3 yang akan ditentukan konsentrasinya
pada suasana asam dengan menggunakan indikator amilum. TA ditunjukan
dengan warna biru tapat hilang. Pada TE berlaku mEk K2Cr2O7 = mEk I2 =
mEK Na2S2O3 sehingga konsentrasi Na2S2O3 dapat dihitung.
2.2 TUJUAN PERCOBAAN
- Mengetahui konsentrasi larutan baku Na2S2O4
- Mengetahui konsentrasi larutan CuSO4
40
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II March 2, 2014
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 TEORI DASAR
Metode Iodometri termasuk juga metoda analisa kimia yang didasari
reaksi redoks. Dalam pelaksanaannya dapat dibagi atas 2 bagian :
1. Titrasi Iodimetri atau titrasi langsung yaitu suatu titrasi dimana penitrasi
ialah larutan baku iodium yang merupakan pengoksid atau oksidator.
2. Titrasi Iodometri merupakan titrasi tidak langsung yaitu suatu titrasi
dimana zat yang akan ditentukan direaksikan terlebih dahulu dengan
iodide berlebih, dan iodium yang terbentuk kemudian dititer dengan
larutan baku tiosulfat.
Sebagai indicator dipakai larutan kanji atau amilum. Dalam iodometri terjadi
perubahan warna dari tidak berwarna menjadi biru, sedangkan pada iodimetri
terjadi sebaliknya.
Untuk standarisasi larutan thiosulfat sejumlah zat dapat dipergunakan sebagai
standar primer diantaranya larutan kalium dikromat. Dalam hal ini pertama-tama
larutan standar dikromat ditambah KI berlebih, kemudian iodium yan terbentuk
dititrasi dengan larutan thiosulfat sehingga konsentrasi thiosulfat dapat ditentukan.
41
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II March 2, 2014
2.2 TEORI TAMBAHAN
Pada titrasi iodometri, analit yang dipakai adalah oksidator yang dapat
bereaksi dengan I- (iodide) untuk menghasilkan I2, I2 yang terbentuk secara
kuantitatif dapat dititrasi dengan larutan tiosulfat. Dari pengertian diatas maka
titrasi iodometri adalah dapat dikategorikan sebagai titrasi kembali.
Iodida adalah reduktor lemah dan dengan mudah akan teroksidasi jika
direaksikan dengan oksidator kuat. Iodida tidak dipakai sebagai titrant hal ini
disebabkan karena factor kecepatan reaksi dan kurangnya jenis indicator yang
dapat dipakai untuk iodide. Oleh sebab itu titrasi kembali merubakan proses
titrasi yang sangat baik untuk titrasi yang melibatkan iodide. Senyawaan
iodide umumnya KI ditambahkan secara berlebih pada larutan oksidator
sehingga terbentuk I2. I2 yang terbentuk adalah equivalent dengan jumlah
oksidator yang akan ditentukan. Jumlah I2 ditentukan dengan menitrasi I2
dengan larutan standar tiosulfat (umumnya yang dipakai adalah Na2S2O3)
dengan indicator amilum jadi perubahan warnanya dari biru tua kompleks
amilum-I2 sampai warna ini tepat hilang.
Reaksi yang terjadi pada titrasi iodometri untuk penentuan iodat adalah
sebagai berikut:
IO3- + 5 I- + 6H+ -> 3I2 + H2O
I2 + 2 S2O32- -> 2I- + S4O6
2-
Setiap mmol IO3- akan menghasilkan 3 mmol I2 dan 3 mmol I2 ini akan tepat
bereaksi dengan 6 mmol S2O32- (ingat 1 mmol I2 tepat bereaksi dengan 2
mmol S2O32-) sehingga mmol IO3- ditentukan atau setara dngan 1/6 mmol
S2O32-.
Mengapa kita menitrasi langsung antara tiosulfat dengan analit? Beberapa
alasan yang dapat dijabarkan adalah karena analit yang bersifat sebagai
42
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II March 2, 2014
oksidator dapat mengoksidasi tiosulfat menjadi senyawaan yang bilangan
oksidasinya lebih tinggi dari tetrationat dan umumnya reaksi ini tidak
stoikiometri. Alasa kedua adalah tiosulfat dapat membentuk ion kompleks
dengan beberapa ion logam seperti Besi(II).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan titrasi Iodometri
adalah sebagai berikut:
Penambahan amilum sebaiknya dilakukan saat menjelang akhir titrasi, dimana
hal ini ditandai dengan warna larutan menjadi kuning muda (dari oranye
sampai coklat akibat terdapatnya I2 dalam jumlah banyak), alasannya
kompleks amilum-I2 terdisosiasi sangat lambat akibatnya maka banyak I2
yang akan terabsorbsi oleh amilum jika amilum ditambahkan pada awal titrasi,
alasan kedua adalah biasanya iodometri dilakukan pada media asam kuat
sehingga akan menghindari terjadinya hidrolisis amilum
Titrasi harus dilakukan dengan cepat untuk meminimalisasi terjadinya
oksidasi iodide oleh udara bebas. Pengocokan pada saat melakukan titrasi
iodometri sangat diwajibkan untuk menghindari penumpukan tiosulfat pada
area tertentu, penumpukkan konsentrasi tiosulfat dapat menyebabkan
terjadinya dekomposisi tiosulfat untuk menghasilkan belerang. Terbentuknya
reaksi ini dapat diamati dengan adanya belerang dan larutan menjadi bersifat
koloid (tampak keruh oleh kehadiran S).
S2O32- + 2H+ -> H2SO3 + S
Pastikan jumlah iodide yang ditambahkan adalah berlebih sehingga semua
analit tereduksi dengan demikian titrasi akan menjadi akurat. Kelebihan iodide
tidak akan mengganggu jalannya titrasi redoks akan tetapi jika titrasi tidak
dilakukan dengan segera maka I- dapat teroksidasi oleh udara menjadi I2.
43
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II March 2, 2014
Bagaimana menstandarisasi larutan tiosulfat?
Tiosulfat yang dipakai dalam titrasi iodometri dapat distandarisasi dengan
menggunakan senyawa oksidator yang memiliki kemurnian tinggi (analytical
grade) seperti K2Cr2O7, KIO3, KBrO3, atau senyawaan tembaga(II).
Bila digunakan Cu(II) maka pH harus dibuffer pada pH 3 dan dipakai tiosianat
untuk masking agent, KSCN ditambahkan pada waktu mendektitik akhir
titrasi dengan tujuan untuk menggantikan I2 yang teradsorbsi oleh CuI. Bila
pH yang digunakan tinggi maka tembaga(II) akan terhidrolisis dan akan
terbentuk hidroksidanya. Jika keasaman larutan sangat tinggi maka cenderung
terjadi reaksi I- sebagai akibat adanya Cu(II) dalam larutan yang megkatalis
reaksi tersebut.
Beberapa contoh reaksi iodometri adalah sebagai berikut
2MnO4- + 10 I- + 16 H+ <-> 2Mn2+ + 5 I2 + 8H2O
Cr2O72- + 6I- <-> 14 H+ <-> 2Cr3+ + 3 I2 + 7H2O
2Fe3+ + 2I- <-> 2Fe2+ + I2
2 Ce4+ + 2I- <-> 2Ce3+ + I2
Br2 + 2I- <-> 2Br- + I2
44
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II March 2, 2014
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 ALAT DAN BAHAN
A. Alat yang digunakan
a. Buret 50 mL
b. Statif dan Klem
c. Erlenmeyer
d. Labu ukur
e. Gelas Ukur
f. Corong gelas
g. Pipet volume
h. Pipet tetes
i. Batang pengaduk
j. Spatula
k. Gelas kimia
l. Botol semprot
B. Bahan yang digunakan
1. Na2S2O3 0.1 N
2. K2Cr2O7 1.0 N
3. KI padat (bebas iodat)
4. Amilum / kanji
5. CuSO4
45
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II March 2, 2014
3.2 CARA KERJA
A. Standarisasi larutan thiosulfat
1. Pipet 10 mL larutan K2Cr2O7 1.0 N ke dalam labu ukur 100 mL,
encerkan sampai tanda batas dan homogenkan.
2. Pipet 10 mL larutan tersebut ke dalam erlenmeyer secara triplo.
3. Tambahkan 1-2 gram KI (bebas iodat)dan 1 mL HCl pekat.
4. Titrasi sesegera mungkin dengan larutan thiosulfat sampai warna kuning.
5. Tambahkan 1 mL larutan kanji, sehingga warna akan menjadi biru
6. Lanjutkan titrasi dengan thiosulfat sampai warna biru tepat hilang.
7. Hitung konsentrasi thiosulfat.
B. Penentuan konsentrasi tembaga (Cu)
1. Pipet 10 mL larutan CuSO4 ke dalam labu ukur 100 mL, encerkan sampai
tanda batas, homogenkan.
2. Pipet 10 mL larutan tersebut ke dalam erlenmeyer secara triplo.
3. Tambahkan 1-2 gram KI (bebas iodat) dan 1 mL HCl pekat
4. Titrasi sesegera mungkin dengan larutan thiosulfat sampai warna kuning.
5. Tambahkan 1 mL larutan kanji, sehingga warna akan menjadi biru.
6. Lanjutkan titrasi dengan thiosulfat sampai warna biru tepat hilang.
7. Hitung konsentrasi tembaga (Cu).
46
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II March 2, 2014
3.3 DIAGRAM ALIR
- Pipet 10 mL larutan tersebut ke dalam erlenmeyer secara
triplo.
- Tambahkan 1-2 gram KI (bebas iodat)dan 1 mL HCl pekat.
- Titrasi sesegera mungkin dengan larutan thiosulfat sampai
warna kuning.
- Tambahkan 1 mL larutan kanji, sehingga warna akan menjadi
biru
- Lanjutkan titrasi dengan thiosulfat sampai warna biru tepat
hilang.
- Pipet 10 mL larutan tersebut ke dalam erlenmeyer secara triplo.
- Tambahkan 1-2 gram KI (bebas iodat) dan 1 mL HCl pekat
- Titrasi sesegera mungkin dengan larutan thiosulfat sampai warna
kuning.
- Tambahkan 1 mL larutan kanji, sehingga warna akan menjadi biru.
- Lanjutkan titrasi dengan thiosulfat sampai warna biru tepat hilang.
47
Pipet 10 mL larutan K2Cr2O7 1.0 N ke
dalam labu ukur 100 mL, encerkan
sampai tanda batas dan homogenkan.
Hitung Konsentrasi Thiosulfat
Pipet 10 mL larutan CuSO4 ke dalam labu ukur 100 mL, encerkan
sampai tanda batas, homogenkan.
Hitung Konsentrasi CuSO4
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II March 2, 2014
3.4 SIFAT FISIK DAN KIMIA
Na2S2O3
Rumus Kimia : Na2S2O3Bentuk Fisik : Padat (granul atau kristal)Berat Molekul : 158.11 g/molBau : Tidak berbauWarna : putih Rasa : pahit pH : 8.6 (larutan 7.5%) Titik Didih : Terdekomposisi pada suhu di atas 1000C Spesific Gravity : 1.667
48
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II March 2, 2014
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL PERCOBAAN
A. Standarisasi Larutan Thiosulfat
Konsentrasi Kalium Dikromat : 0,1 N
Volume Kalium Dikromat : 10mL
Volume Titrasi :
Titrasi ke- Volume
1 24 mL
2 23,5 mL
3 24 mL
B. Penentuan Konsentrasi Tembaga
Konsentrasi Natrium Thiosulfat : 0,0419 N
Volume CuSO4 : 10 mL
Volume Titrasi :
Titrasi ke- Volume
1 9,60 mL
2 9,60 mL
3 9,60 mL
49
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II March 2, 2014
4.2 PEMBAHASAN
A. Standarisasi Thiosulfat
VK2Cr2O7 x Nk2Cr2O7 = VNa2S2O3 x N Na2S2O3
10 mL x 0,1 N = 24,00 mL x N Na2S2O3
N Na2S2O3= (0,1 N x 10 mL) / 24 mL
NNaCl = 0,0417 N
VK2Cr2O7 x Nk2Cr2O7 = VNa2S2O3 x N Na2S2O3
10 mL x 0,1 N = 23,5 mL x N Na2S2O3
N Na2S2O3= (0,1 N x 10 mL) / 23,5 mL
NNaCl = 0,0425 N
VK2Cr2O7 x Nk2Cr2O7 = VNa2S2O3 x N Na2S2O3
10 mL x 0,1 N = 24,00 mL x N Na2S2O3
N Na2S2O3= (0,1 N x 10 mL) / 24 mL
NNaCl = 0,0417 N
Konsetrasi rata-rata : 0,0419 N
B. Penentuan Konsentrasi Tembaga
VNa. Tiosulfat x NNa. Tiosulfat = V CuSO4 x N CuSo4
9,60 mL x 0,0419 N = 10 mL x N CuSo4
N CuSo4 = (9,60 x 0,0419) / 10 mL
N KMnO4 = 0,0402 N
50
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK II March 2, 2014
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan diperoleh data sebagai berikut :
Konsentrasi Natrium Thiosulfat :
1. 0,0417 N
2. 0,0425 N
3. 0,0417 N
Dengan rata-rata konsentrasi : 0,0419 N
Konsentrasi CuSO4 : 0,0402 N
51