jurnal anestesi- aningdita kesumo- g0007186

Upload: dkesumo

Post on 12-Jul-2015

474 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

TUGAS JOURNAL READING

SUMBER:

British Medical Bulletin 1999,55 (No. 1)

KEPANITERAAN KLINIK SMF ANESTESI FAKULTAS KEDOKTERAN UNS 2011

Peranan endotelium dalam mengatur kontrol vaskular pada sepsis dan kondisi terkaitS John Wort dan Timothy W Evans Unit Gawat Darurat, Fakultas Kedokteran Imperial, Rumah Sakit Royal Brompton, London, Inggris Sebagian besar kematian pasien kritis yang memerlukan perawatan intensif disebabkan oleh sepsis dan gejala sisa seperti syok sepsis, systemic inflamatory response syndrome (SIRS) dan sindrom gangguan pernapasan akut/ acute respiratory distress syndrome (ARDS). Pasien ICU yang mengalami kondisi ini dan tidak bisa bertahan akan mengalami sindrom disfungsi organ menyeluruh/ multiple organ dysfunction syndrome (MODS). Sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS) merupakan salah satu disfungsi organ paru dan ditandai oleh hipertensi pulmonal, sering kali terjadi hipotensi sistemik. Sel endotel yang biasanya bertanggung jawab dalam pengaturan tonus pembuluh darah tidak akan berfungsi jika terjadi sepsis. Pro-trombosis, mediator inflamasi dan mediator vasoaktif akan dilepaskan termasuk nitrit oksida (NO), endotelin (ETs) dan produk metabolisme siklo-oksigenase. Gangguan produksi mediator tersebut kemungkinan disebabkan oleh sindrom disfungsi organ menyuluruh (MODS). Pembahasan ini menyoroti penelitian terbaru dengan penekanan pada terapi pilihan. Sepsis dan sindrom terkait (Tabel 1) merupakan masalah berat yang banyak terjadi di bidang praktek klinis, melanda lebih dari 1% dari pasien rumah sakit dan merupakan 40% penyebab utama syok sepsis. Kurang dari 50% pasien yang mengalami infeksi mikrobiologi ditemukan gejala klinis sepsis, sisanya menampilkan gejala klinis systemic inflamatory response syndrome (SIRS). Banyak pihak menganggap bahwa sepsis, syok septik dan SIRS merupakan gejala berkelanjutan respon host terhadap paparan penyakit. Dengan demikian, angka kematian meningkat dari sekitar 7% untuk pasien dengan SIRS menjadi 50-90% untuk pasien dengan syok sepsis, dan biasanya disebabkan oleh MODS. Saat ini, para peneliti fokus pada kegagalan sirkulasi yang berhubungan dengan sepsis dan kondisi terkait dengan harapan adanya kejelasan mengenai patogenesis MODS. Secara historis, manifestasi sirkulasi SIRS / sepsis telah diakui dan diselidiki sampai tingkat tertentu pada organ individu.

Tabel 1. Definisi dari sindrom respon inflamasi sistemik (SIRS), sepsis, syok sepsis dan sindrom disfungsi berbagai organ

Dengan demikian, sindrom gangguan pernapasan akut/ acute respiratory distress syndrome (ARDS) sekarang dianggap sebagai manifestasi dari disfungsi organ paru, tapi dulu pertama kali disebut sebagai fenomena terisolasi selama lebih dari 30 tahun yang lalu. ARDS ditandai dengan edema paru non-hidrostatik dan hipoksemia refraktori dan mempersulit 25% dari kasus SIRS/sepsis. Hipertensi Pulmonal dengan peningkatan resistensi vaskuler paru (PVR) merupakan hal yang umum terjadi, bahkan penurunan resistensi vaskuler sistemik (SVR) yang merupakan ciri SIRS dan sepsis. Pada akhir 1980-an, ARDS dikenal berhubungan dengan disfungsi endotel dan gangguan, yang dicirikan in vivo menggunakan teknik radioisotope non-invasif.

Gambar 1. Aktivasi humoral dan sel yang dimediasi oleh jalur endotoksin atau molekul serupa sehingga menyebabkan peradangan dan kerusakan jaringan

Acute

respiratory

distress

syndrome

(ARDS)

disebabkan

oleh

hilangnya

vaskokonstriksi paru hipoksia pada pasien menunjukkan pentingnya mekanisme kontrol vaskular dalam menentukan karakteristik klinis dari suatu sindrom dan kemungkinan terjadinya kegagalan perkembangan organ. Perubahan dalam kontrol vaskular telah didokumentasikan pada kedua model eksperimental dan pasien dengan sepsis yang tidak ada komplikasi ARDS, dan ditandai dengan hipotensi sistemik yang tidak responsif terhadap agen pressor dan inotropik, mungkin dimediasi melalui perubahan produksi agen vasomotor endotelial Hipotesis bahwa zat-zat tersebut memainkan peran yang signifikan dalam pengaturan tonus pembuluh darah sistemik dan paru pada keadaan fisiologis dibuktikan pada awal 1990an, yang lebih ditekankan pada pentingnya barrier endotel dan fungsi endokrin dalam menentukan manifestasi klinis SIRS/ sepsis, dengan referensi khusus untuk pengembangan MODS. Endotelium dan sepsis Ada beberapa ulasan yang komprehensif mengenai patogenesis sepsis dan kondisi terkait (Gambar 1), tetapi hasil negatif uji klinis di daerah ini selama 5 tahun terakhir telah mengubah cara pandang terhadap beberapa sindrom dan MODS. Jadi, manifestasi klinis dari paparan dapat ditentukan oleh luasnya pengaruh eksogen dalam mengaktifkan proses pro-dan anti-inflamasi endogen, dan biasanya menjadi penyebab dominan. Meskipun proses ini dihasilkan secara lokal oleh trauma jaringan, atau secara sistemik oleh organisme infektif melalui aliran darah; pada awalnya, pengaruh pro-inflamasi berinteraksi dengan endotelium vaskular terutama dimediasi melalui sitokin.

Tabel 2. Zat yang dihasilkan oleh endotelium

Aktivasi sel endotel Endotelium adalah lapisan intima pembuluh darah yang terdiri dari sel skuamosa simplek yang menyediakan ruang untuk sirkulas darah. Sel endotel melakukan kontrol aktif tonus pembuluh darah, memasok thromboresisten dan menentukan sejauh mana pembuluh darah permeabel terhadap sel dan molekul melalui sintesis dan pelepasan berbagai zat (Tabel 2, Gambar 2A). Dalam keadaan meradang, terjadi aktivasi sel endotel yang menyebabkan hilangnya integritas pembuluh darah, peningkatan ekspresi adhesi dari molekul leukosit, perubahan fenotip dari anti- hingga pro-trombotik, sitokin dan regulasi molekul HLA. Terjadi dua tahap aktivasi. Tahap pertama adalah stimulasi sel endotel atau aktivasi Tipe I yang tidak memerlukan sintetis protein de novo maupun up-regulasi genotipik. Sel endotel saling tarik menarik satu sama lain, mengekspresikan P-selectin yang mengakibatkan peningkatan adhesi neutrofil dan melepaskan faktor von Willebrand yang mengatur perlekatan trombosit ke subendotelium. Aktivasi Tipe II memerlukan up-regulasi dari ekspresi mRNA dan sintesis protein de novo, terutama sitokin dan molekul adhesi. Ada mekanisme kontrol umum intraseluler yang terlibat dalam proses ini, misalnya molekul yang dimediasi dengan faktor nuklear kappa beta (NF-KB).

Gambar 2. (A) Sel endotel mempertahankan homeostasis vaskular dengan pelepasan mediator seperti nitrat oksida (NO) melalui konstitutif nitrat oksida sintase (eNOS), prostasiklin (Pgy) melalui siklooksigenase-1 (COX-1) dan endotelin-1 (ET-1) yang berasal dari peningkatan transkripsi preproET (ppET), konversi proET (PET) dan konversi endotelin oleh endotelin converting enzim (ECE). BK dan CYT mewakili rangsangan seperti bradikinin dan sitokin

Gambar 2. (B) Dalam sepsis, adanya endotoksin dan sitokin awal inflamasi (TNF, IL-1) menghasilkan aktivasi dan gangguan sel endotel. Sel-sel yang diaktifkan menghasilkan jumlah besar NO yang diinduksi (iNOS), prostaglandin (PG) melalui COX-2 dan endotelin (ET). Otot polos tampaknya memiliki peran penting pada kondisi ini. Proporsi relatif dari NO, PG dan ET menentukan respon vaskular pada daerah yang terkena.

Endotelium menghasilkan adhesi sel vaskular (VCAM-1) dan adhesi molekul interseluler (ICAM-1 dan ICAM-2) serta E-selektin, memfasilitasi pengikatan leukosit. Secara bersamaan, neutrofil teraktivasi mengekspresikan urutan komplementer dari permukaan molekul adhesi yang disebut integrin, yang paling signifikan adalah CD 11/CD 18 kompleks. Integrin tersebut menentukan migrasi neutrofil ke interstitium. Kaskade adhesi ditinjau secara rinci, tetapi dikaitkan dengan peningkatan ekspresi endotoksin / sitokin yang diinduksi gen yang signifikan dalam menentukan kontrol vasomotor, terutama pengkodean untuk produksi oksida nitrat (NO), endothelins (ET) dan produk siklooksigenase (COX) (Gambar 2B). Mediator vasoktif turunan-endothel Nitrat oksida: produksi dan regulasi Pada tahun 1980, faktor relaksan turunan-endotel/ endothelially-derived relaxant factor (EDRF) merupakan mediator yang bertanggung jawab untuk relaksasi otot polos vaskuler yang disebabkan oleh asetilkolin. EDRF kemudian terbukti secara farmakologi identik dengan NO. NO merangsang guanilat siklase untuk membentuk GMP siklik (cGMP) yang menyebabkan penurunan kalsium intraseluler, sehingga terjadi dilatasi otot polos dari pembuluh darah arteri dan vena (Gambar 3). NO disintesis dari nitrogen guanidin terminal yang berasal dari asam amino semi-esensia Larginine. Sintesis tersebut dibantu oleh sekelompok flavin yang mengandung enzim kolektif disebut NO sintase (NOS). Proses ini dapat dihambat oleh L-arginin analog seperti NG-monometil-L-arginin (L-NMMA). Setidaknya ada tiga isoform NOS yang berbeda, semuanya membutuhkan NADPH dan tetrahydrobiopterin sebagai kofaktor. NOS endotel (eNOS) dan NOS neural (nNOS) bersifat konstitutif dan ketergantungan pada kalsium dan kalmodulin. Sebuah isoform ketiga (iNOS) yang diinduksi oleh zat pro-inflamasi seperti lipopolisakarida (LPS) dan interleukin (IL)-l dan kalsium dan kalmodulin-independen. Ketiga isoform telah dimurnikan, dikloning, disekuensi dan diekspresikan. Jalur metabolisme L-arginin terhadap NO dan L-citrulline berjalan dengan baik dan semua isoform dihambat oleh L-arginin analog. Meskipun sel endotel adalah sel yang pertama kali diketahui dapat menghasilkan NO pada mamalia, saat ini diketahui ada beberapa tempat yang menghasilkan NO. Penghambat NOS menyebabkan peningkatan tekanan darah sistemik secara cepat dan perubahan aliran darah pada hewan dan manusia. Hal ini menunjukkan bahwa NO secara terus menerus dilepaskan agar regulasi aliran darah berada dalam keadaan fisiologis. Secara khusus, jumlah NO yang dihasilkan tergantung pada tonus pembuluh darah basal. Peningkatan aliran dapat meningkatkan produksi agonis pembuat relaksasi endotelium-terikat. Dalam pembuluh darah paru, produksi

NO berkurang dalam kondisi hipoksia dan dapat menyebabkan vasokontriksi hipoksia paru/ hypoxic pulmonary vasoconstriction (HPV). Pada tikus, transfer materi genetik eNOS konstitutif yang menggunakan vektor virus dapat mengurangi kejadian HPV.

Gambar 3. Sintesis NO dalam endotelium dibantu oleh NOS dan mekanisme sintesis NO pada otot polos.

Nitrat oksida: produksi pada sepsis eksperimental Pada hewan sepsis sampai 1000 kali telah diidentifikasi adanya konsentrasi fisiologis dari NO. Endotoksin, dan sitokin IL-1, interferon-y (IFN-y) dan faktor nekrosis tumor (TNF) menginduksi iNOS di otot polos pembuluh darah. Pemberian Interleukin-2 sebagai terapi pasien dengan kondisi ganas juga menginduksi produksi metabolit NO. Rangkaian kejadian yang menyebabkan peningkatan produksi NO sulit untuk dijelaskankan. Selain itu, induksi iNOS belum diidentifikasi secara jelas pada manusia. Namun, pengkodean mRNA untuk produksi iNOS terdeteksi pada arteri paru tikus dalam 20 menit pada paparan endotoksin secara in vivo, tapi produksi protein pasti memakan waktu jauh lebih lama. Jadi, hiporeaktivitas noradrenalin yang terjadi dalam 60 menit selama paparan infektif pada hewan pengerat terlalu cepat untuk dijelaskan dengan produksi NO oleh iNOS saja. Peningkatan

produksi awal dan relatif sederhana NO mungkin disebabkan aktivitas NOS yang konstitutif, meskipun ketersediaan tetrahydrobiopterin (BH4) dapat membatasinya. Namun demikian, 3 jam setelah paparan endotoksik terdapat peningkatan besar dalam produksi NO sebagai hasil dari aktivitas iNOS di endotelium dan otot halus pembuluh darah. Endotelium yang utuh diperlukan memaksimalkan respon NO, sehingga hilangnya endotelium utuh akan menyebabkan penundaan signifikan pada keadaan hiporesponsif pembuluh darah (6 jam dibanding 4 jam) aorta tikus yang terpapar fraksi lipopolisakarida (LPS) endotoksin in vitro. Respon tersebut dicegah dengan pemberian deksametason, yang membatasi ekspresi pengkodean mRNA untuk iNOS pada tahap transkripsi. Tikus yang kekurangan iNOS, meskipun tidak mampu untuk meningkatkan produksi nitrat, tidak akan terlindungi dari efek mematikan LPS. Paru-paru adalah tempat utama pengekspresian iNOS pada sepsis. Induksi NOS mRNA telah dibuktikan pada arteri paru tikus yang terpapar LPS, di mana pelepasan NO bertanggung jawab atas terjadinya hiporesponsif pada agen konstriktor yang terlihat di jaringan tersebut. Induksi iNOS di jaringan paru-paru dan arteri pulmonal dihambat oleh deksametason. Penghambatan iNOS dengan inhibitor spesifik aminoguanidin juga melindungi paru-paru terhadap LPS yang terinduksi hipertensi pulmonal namun lebih jauh lagi dapat mengganggu HPV dengan implikasi yang jelas untuk aplikasi terapi seperti pada pasien dengan ARDS dan peningkatan PVR. Penelitian terbaru pada tikus juga menunjukkan bahwa iNOS yang diturunkan akan meningkatkan endotel disfungsi. Dalam kondisi ini, otot halus adalah sumber utama dari NO melalui peningkatan iNOS expression. Endothelins: produksi dan regulasi Endothelins (ET) adalah vasokonstriktor alami yang paling ampuh. Tiga isoform telah diidentifikasi, ET-1, ET-2 dan ET-3, masing-masing yang merupakan asam amino peptida 21 yang berkaitan dengan bisa ular sarafotoxin. ET terbentuk mengikuti pembelahan yang disebut 'big endothelin' oleh endothelin-converting enzyme (ECE). Big-endotelin dibentuk oleh pembelahan pre-pro-peptida (ppET) (Gambar 4). Endotelin converting enzyme (ECE) adalah lapisan glikoprotein metallopeptidase yang sekarang diketahui terdapat beberapa isoform berbeda. Sebagian besar bukti menunjukkan bahwa ET, yang mana ET-1 adalah isoform utama dalam pembuluh darah manusia, tidak disimpan tetapi disintesis secara de novo. ET-1 diproduksi terutama di endotelium namun dapat juga ditemukan di otot polos pembuluh darah dan miosit jantung. Beberapa faktor merangsang pengeluaran ET-1 termasuk trauma pergesekan dinding pembuluh darah, hipoksia, endotoksin, TNF, interferon, adrenalin, angiotensin, trombin, platelet-teraktivasi dan beberapa prostanoids. ET

menginduksi kontraksi otot polos melalui beberapa jalur messenger sekunder. Namun, aktivasi fosfolipase C yang mengakibatkan peningkatan sintesis inositol trifosfat dan diasilgliserol dianggap sebagai sistem penyebab utama, meskipun proteinkinase C juga berpengaruh.

Gambar 4. Diagram representasi dari sintesis pre-pro-endotelin menjadi endotelin-1 Dua jenis reseptor ET sejauh ini telah diklon dan diekspresikan. ETA memiliki afinitas yang lebih tinggi untuk ET-1 daripada ET-2 dan ET-3 dan diekspresikan secara luas, terutama pada sel otot polos pembuluh darah. ETB bersifat non-selektif dan dapat mengikat ketiga ET secara seimbang. Reseptor ETB ditemukan pada endotelium dan lapisan dasar otot polos pembuluh darah. Stimulasi ETA bertanggung jawab atas efek konstriktor langsung dari ET-1 dan hasil stimulasi ETB dalam pelepasan vasodilator NO, vasokonstriktor dan vasodilator COX menghasilkan tromboksan produk (Tx) A dan prostasiklin (PGI2). Namun,

reseptor ETA juga dapat melepaskan prostanoid. Injeksi injeksi bolus ET1 yang diberikan kepada manusia atau hewan menyebabkan penurunan sementara dari tekanan darah oleh respon vasopresor berkelanjutan. Penurunan sementara dari tekanan darah dapat diberikan terapi antagonis yaitu pemberian L-NMMA. Respon vasopresor dapat dilemahkan oleh agonis reseptor ETA. Tikus rekayasa genetik dengan penghapusan ET-1, ET-3, ECE, ETA dan ETB telah diproduksi. Tikus yang kekurangan ETA dan ET-l memiliki fenotip yang sama dengan kelainan kraniofasial fenotipe dan cacat pembuluh darah toraks. Tikus homozigot segera mati setelah lahir karena gagal nafas. Tikus heterozigot (secara tak terduga) mengalami hipertensi. ET-3 dan ETB juga memiliki fenotip serupa dengan megakolon toksikasi dan piebald spotting. Hal ini menyiratkan peran ET-3 dan ETB pada migrasi sel crest neural. Namun, sampai saat ini belum ada data terbaru yang mendefinisikan peran vasoaktif dari ET dan reseptornya. ET-1 dihapus terutama pada pembuluh darah paru. Proses ini tampaknya dimediasi reseptor ETB, setidaknya pada tikus, karena jumlah ET-1 meningkat setelah pemberian ETB antagonis. Cacat pada rasio pembersihan hingga produksi ET-1 oleh paru-paru dapat meningkatkan jumlah sirkulasi peptida. Endothelins: produksi sepsis eksperimental Reseptor ET-1 (ETA dan/ atau ETB) antagonis mengurangi kenaikan PVR yang diinduksi oleh hipoksia pada hewan pengerat. Penghambatan ECE melemahkan hipertensi pulmonal yang terlihat setelah operasi by pass kardiopulmonar pada babi. Selain itu, ET-1 dapat menginduksi ekspresi platelet-turunan dan mengubah faktor pertumbuhan pada kultur sel otot polos, menunjukkan bahwa ET-1 penting dalam remodeling pembuluh darah. Efek dari ET-1 pada tonus pembuluh darah merupakan hasil dari aktifitas autokrin dan parakrin pada otot polos, terutama karena pelepasan ET-1 dari sel endotel yang terpolarisasi albumin. Sirkulasi level ET tidak dapat menjadi acuan utama atas konsentrasi jaringan lokal. Pada tikus yang diberi endotoksin, pre-pro-ET-1 mRNA mengalami peningkatan di beberapa jaringan (jantung, paru-paru, aorta dan arteri paru) namun tidak terlihat di ginjal atau otot skeletal. ET-1 mRNA dan produksi peptida meningkat pada otot polos pembuluh darah manusia bila terkena sitokin dan LPS. Hal ini menunjukkan bahwa pada kondisi peradangan, otot polos pembuluh darah sama seperti endotelium merupakan tempat yang signifikan dalam memproduksi ET-1. Pengaruh peptida pada sepsis masih belum jelas. Hal ini menyebabkan banyaknya spekulasi tentang kontribusi ET pada hipertensi pulmonal dan penurunan aliran darah ke

ginjal dan sirkulasi splanknikus yang tampak pada sepsis meskipun terjadi hipotensi sistemik. cincin arteri paru yang terisolasi pada tikus diobati dengan LPS dan menunjukkan respon berlebih terhadap ET-1 eksogen, merupakan efek poten akibat hilangnya endotel, tromboksan A dan reseptor ETB antagonist. Sekali lagi, penghilangan arteri paru pada tikus akibat pemberian endotoksemik, blokade reseptor ETA melemahkan ET-1 yang menginduksi kontraksi. Aktivasi reseptor ETB hanya menyebabkan vasodilatasi melalui pelepasan NO, efek hilang setelah pengobatan dengan endotoksin. Tikus yang diobati dengan endotoksin menunjukkan pelemahan fase depressor terhadap respon hemodinamik ET-1 tapi tidak ada pelemahan pada fase pressor. Kombinasi Reseptor antagonis ET bosentan yang diberikan sebelum endotoksin akan melemahkan tahap kedua dari fase elevasi PVR. Pada tikus yang diberikan infus LPS lebih dari 24 jam, non-selektif ET antagonis reseptor (SB209670) akan meningkatkan penurunan tekanan darah arteri rata-rata, dan mengubah vasokonstriksi mesenterika infus LPS menjadi vasodilation yang signifikan. Meskipun meningkatkan jumlah ET-1, kombinasi ET antagonis reseptor bosentan tidak mempengaruhi hemodinamik pada tikus endotoxemik dibandingkan dengan kontrol. Temuan ini menunjukkan bahwa efektivitas antagonis ET tidak dapat diprediksi pada sepsis dan menunjukkan bahwa perlu dilakukan penyelidikan lebih lanjut untuk menjelaskan mekanisme reseptor dan jalur messenger sekunder jalur pada hewan sepsis. Terlepas dari efek vasokonstriksi, ET-1 adalah mitogen otot polos dan berkontribusi pada remodelling pembuluh darah dan hipertensi pulmonal yang terjadi pada cedera paruparu akut. Dalam kondisi peradangan, disfungsi endotel akan mengurangi pelepasan NO dan pembentukan prostasiklin yang diinduksi oleh ET-1. Disfungsi endotel juga berpengaruh pada efek konstriksi menyeluruh. Peningkatan tingkat sirkulasi ET-1 yang terlihat pada sepsis dapat terjadi karena penurunan pembersihan atau peningkatan produksi ET-1. Beberapa studi menunjukkan bahwa kedua mekanisme tersebut dapat terjadi dan paru-paru merupakan lokasi memungkinkan terjadinya proses tersebut.

Gambar 5. Jalur seluler pada metabolisme fosfolipid. Asam arakidonat (AA) dilepaskan dari membran fosfolipid akibat aktivitas fosfolipase A2 (PLA2). AA dikonversi menjadi prostaglandin H2 (PG H2) melalui aksi siklooksigenase (COX). PGH2 ini kemudian dikonversi oleh sel spesifik sintase menjadi PGD2, PGE2 dan PGF2alfa , prostasiklin (PGI2) atau tromboksan (TXA2). Kemudian, prostaglandin bertindak melalui reseptor G-protein untuk mengatur jumlah cAMP dan Ca2+. . Produk siklooksigenase: produksi dan regulasi Prostaglandin memiliki peran penting dalam pengaturan mediator pada fungsi kardiovaskular dan paru-paru. Jalur sintetik tersebut dijelaskan pada Gambar 5. Dari berbagai macam mediator, prostasiklin dan tromboksan merupakan mediator yang paling penting. Prostasiklin (PGI2) adalah vasodilator kuat, bekerja pada reseptor G-protein untuk meningkatkan jumlah cAMP intraseluler. Prostasiklin juga merupakan penghambat penting dari agregasi trombosit. Tromboksan (TXA2) adalah konstriktor ampuh arteri paru-paru setelah pemberian infus endotoksin, dan juga mampu meningkatkan permeabilitas kapiler. Sebaliknya, tromboksan dapat menyebabkan agregasi trombosit. Enzim yang paling penting adalah siklooksigenase (COX). COX memiliki dua isoform (COX-1 dan COX-2) yang

dibentuk oleh gen yang berbeda. COX-1 diproduksi dengan lambat dan berkontribusi dalam pemeliharaan homeostasis fisiologis, sedangkan COX-2 diekspresikan pada tingkat tinggi sesuai induksi. Induksi terjadi dengan cepat dan pengkodean gen COX-2 merupakan respon awal. Banyak agen yang menyebabkan induksi COX-2 bertindak sesuai reseptor yang memiliki domain tirosin kinase intraseluler, aktivasi tersebut menyebabkan fosforilasi protein. COX-2 menyebabkan pelepasan sejumlah besar prostaglandin dan tromboksan. Bila tidak ada dalam jaringan normal, COX-2 diekspresikan di lokasi peradangan dan monosit serta makrofag yang distimulasi dengan lipopolisakarida atau interleukin-1. Ekspresi COX-2 dihambat oleh anti-inflamasi glukokortikoid baik secara in vivo maupun in vitro, dan oleh anti-inflamasi sitokin seperti IL-4 dan IL-10. Defisiensi COX-1 dan COX-2 pada tikus telah memberikan sedikit data mengenai peran mediator vasoaktif. ET-1 merangsang pelepasan vasodilator prostasiklin dan prostaglandin E2, serta vasokonstriktor tromboksan melalui aktivasi protein kinase yang diinduksi C1. Ada persamaan antara COX dengan system enzim NOS yang menimbulkan pertanyaan tentang kemungkinan 'cross-talk'. Yang menarik adalah pelepasan NO endogen telah terbukti dapat menghambat serta mengaktifkan COX-2 dan mekanisme 'umpan balik' terjadi secara in vivo. Pengaruh dari produk siklooksigenase produk pada keadaan hipoksia masih belum jelas. Pentingnya pengaruh produk siklooksigenase ditunjukkan oleh pengamatan bahwa indometasin menambah HPV. Namun, flurbiprofen dapat memburuk HPV pada arteri paru manusia yang terisolasi. Selain itu, aktivitas prostaglandin bervariasi sesuai ukuran arteri. Isoprostan adalah kelompok baru dari prostaglandin yang dapat diproduksi secara bebas pada jalur COX dalam kondisi stres oksidatif. 8-iso prostaglandin F2alfa (8-isoPGF2alfa) meningkat 3 kali lipat pada pasien diabetes mellitus non-insulin yang berhubungan dengan peningkatan stres oksidatif dan disfungsi endotel. 8-isoPGF2alfa telah terbukti memiliki fungsi sebagai konstriktor dan dilator pada arteri paru-paru tikus. vasokonstriksi dihambat oleh reseptor antagonis tromboksan. Vasodilatasi muncul akibat adanya NO dan aksi predominan dari 8-isoPGF2alfa. Oleh karena itu, konsentrasi 8-isoPGF2alfa bergantung dan berkaitan dengan jumlah NO endogen yang dihasilkan. Hal ini menunjukkan bahwa 8-isoPGF2alfa adalah vasodilator pada kondisi normal dari mengurangi dengan stres oksidan rendah, tetapi dapat mencapai konsentrasi yang cukup untuk menghasilkan vasokonstriksi selama kondisi prooksidan yang berhubungan dengan sepsis. Siklooksigenase produk: produksi pada sepsis eksperimental Endotoksin bakteri, sitokin dan mitogens dapat menginduksi ekspresi dari COX-2 mRNA atau protein, sedangkan anti-inflamasi sitokin IL-4 dan IL-10 menghambat expresi

tersebut. Beberapa sel pernapasan seperti makrofag alveolar, fibroblas paru-paru, sel endotel mikrovaskuler paru-paru serta sel epitel alveolar atau trachobronchial mengekspresikan COX-2 mRNA dan/ atau protein in vitro saat dirangsang dengan endotoksin atau sitokin. Induksi dan penyesuaian COX-2 meningkat pada PGL, hal ini diketahui sekitar 6 jam setelah terapi IL-1, yang merupakan respon protektif terhadap hipertensi pulmonal disertai sepsis. Induksi COX-2 juga terlihat pada kultur sel endotel manusia yang telah terpapar endotoxin. Tikus yang diberi LPS secara in vivo menunjukkan regulasi yang berbeda pada ekspresi gen COX-1 dan COX-2. LPS mengatur COX-2 sesuai regulasi COX-1. Lain halnya dengan perubahan ekspresi akibat pemberian dexamethasone, meskipun ekspresi iNOS diinduksi oleh LPS ternyata dihambat dalam jaringa yang sama. Hilangnya efek 'cyto-protective' COX1 serta regulasi COX- 2 menyebabkan hilangnya kontrol pembuluh darah dan kegagalan organ pada pasien dengan sepsis. Pada kultur aorta tikus yang diberi LPS, COX-2 dan iNOS yang diinduksi dalam pembuluh utuh, otot polos vaskular menjadi lokasi utama produksi mediator. Jalur COX dan NOS berjalan sendiri sehingga L-NAME memiliki sedikit efek pada aktivitas COX, dan indometasin tidak mempengaruhi aktivitas NOS. Manipulasi respon inflamasi pada pasien sepsis Kematian yang berhubungan dengan syok sepsis masih tinggi. Sebagian besar terapi bertujuan untuk menstabilkan dan mendukung kondisi pasien. Sampai saat ini, hanya sedikit bukti yang memanipulasi unsur-unsur individual dari kaskade inflamasi atau mediator yang mempengaruhi kematian. Beberapa uji coba yang telah dilakukan tidak berpengaruh dan tidak dilakukan secara acak. Produksi dan manipulasi nitrat oksida Hilangnya vasokonstriksi yang diinduksi dalam paru-paru dan sirkulasi sistemik oleh NO mungkin signifikan pada pasien dengan ARDS dan sepsis. Ada banyak laporan mengenai peningkatan jumlah nitrat oksida pada pasien dewasa dan anak dengan sepsis. Jika NO bertanggung jawab atas vasodilatasi sistemik yang mencirikan sepsis, jumlah nitrat oksida yang beredar diharapkan memiliki korelasi dengan tingkat gangguan hemodinamik. Beberapa penelitian telah dilakukan di daerah ini, tetapi pada kelompok korban trauma dan pasien sepsis ditemukan adanya penurunan SVR yang signifikan ketika konsentrasi NO turun lebih dari 1 SD di luar nilai rata-rata kelompok kontrol. Studi-studi lain telah menggunakan pengukuran hemodinamik atau ketergantungan agen pressor untuk mengukur vasodilasi. Methemoglobinemia dapat dirangsang oleh inhalasi NO konsentrasi tinggi dan secara teoritis oleh peningkatan produksi lokal (endotel). Kadar methemoglobin yang tinggi dapat ditemukan pada anak-anak dengan syok sepsis.

Konsetrasi cGMP pada jaringan telah digunakan sebagai penanda aktivitas jalur NO Larginin, dan kadar yang lebih tinggi telah diidentifikasi pada pasien kritis dengan syok septik dibandingkan dengan pasien kontrol. kadar NO yang dihembuskan tampaknya berkurang pada pasien SIRS yang disebabkan oleh bypass jantung dan ARDS, berdasarkan bukti aktivasi sel inflamasi dan sel endotel. Apakah hal ini merupakan kelainan atau bukan tergantung pada pembuangan NO atau ketidak-akuratan sirkulasi di paru. Kedua isoform NOS dapat dihambat secara kompetitif dengan analog L-arginin. Contohnya adalah L-NMMA dan L-NAME (NGnitro-L-arginin ester metil). Secara logis, penghambatan NOS harus membantu sepsis yang diinduksi hipotensi. Administrasi penghambat NOS pada pasien dengan sepsis atau hewan yang diberi LPS menghasilkan kenaikan SVR. Namun pada babi yang diberi NOS endotoksemia melalui infus, dapat menyebabkan penurunan cardiac output dan eksaserbasi tekanan arteri pulmonal. Berdasarkan studi terakhir pada orang yang mengalami sepsis ditemukan hal yang serupa. Jadi, hal ini dapat mengganggu proses penghambatan NOS pokok dan NOS terinduksi. Secara khusus, cNOS menghasilkan NO yang memiliki anti-trombotik dan melindungi terhadap kebocoran mikrovaskuler dan ikatan sel, mengatur aliran darah di dalam mikrosirkulasi. Saat ini, telah dikembangkan agen yang selektif menghambat NOS terinduksi. Aminoguanidin 7 kali lipat lebih selektif untuk iNOS daripada L-NMMA, dan menyebabkan peningkatan ketergantungan dosis fenilefrin yang menginduksi tegangan dan penipisan endotelium pada cincin arteri paru dari tikus yang diberi endotoksin, tetapi tidak berpengaruh pada tikus yang diberi perlakuan palsu. Bagaimanapun, toksisitas membatasi penggunaan aminoguinidin pada manusia sehingga agen terbaru yang minim toksik sangat dinanti. Endotelin produksi dan manipulasi Ekspresi ET-1 meningkat pada plasma dan paru-paru pasien dengan hipertensi pulmonal dan berbagai kondisi yang berhubungan dengan ARDS. Jumlah ET-1 juga meningkat pada pasien kritis, yang berhubungan dengan keparahan dan akibat penyakit. Meskipun ada beberapa data yang menjelaskan manipulasi endotelin pada pasien tersebut, bosentan (suatu reseptor endotelin antagonis) telah digunakan untuk menurunkan tekanan darah secara signifikan pada pasien hipertensi. Produksi dan manipulasi COX Pasien ARDS mengalami peningkatan kadar serum TXA2. TXA2 adalah vasokonstriktor dan penghambatan TXA2 dapat mengurangi hipertensi pulmonal awal pada percobaan induksi endotoksin pada pasien sepsis. Dengan demikian, produksi lokal agen

vasodilator (PGI2) dan vasokonstriktor (TXA2) berpengaruh terhadap tonus pembuluh darah setempat. Pengaturan gen COX-1 dan COX-2 gen meningkatkan kemungkinan bahwa peningkatan COX-2 dan penurunan aktivitas COX-1 berkontribusi pada hilangnya kontrol mikrovaskuler yang mengarah pada kegagalan organ pada pasien sepsis. Selain itu, penurunan regulasi COX-1 dengan agen anti inflamasi non-steroid menyebabkan ulserasi lambung dan disfungsi ginjal. Hal ini mungkin disebabkan hilangnya efek pertahanan sel PGEr. Ibuprofen, penghambat non-selektif tidak menunjukkan manfaat pada percobaan ini. Oleh karena itu, berbagai upaya telah dilakukan untuk mengembangkan penghambat selektif COX-2 dan penelitian tersebut sedang dilakukan. Terapi steroid pada sepsis Mekanisme molekuler yang mendasari efek anti-inflamasi dari glukokortikoid tidak sepenuhnya dipahami, tetapi ada bukti yang menunjukkan bahwa glukokortikoid menghambat aktivitas faktor transkripsi seperti AP-1 dan NFKB. Sayangnya, manfaat teoritis aplikasi ini pada sepsis belum terbukti secara klinis. Dua meta-analisis dari percobaan dosis tinggi glukokortikoid telah diterbitkan dan keduanya menyimpulkan bahwa tidak ada bukti yang menunjukkan adanya efek menguntungkan pada pasien sepsis. Secara keseluruhan memang terdapat angka kematian lebih tinggi pada kelompok pengobatan ini. Terapi non-steroid Dalam review terbaru dari uji agen non-glukokortikoid pada sepsis, 18 studi yang diterbitkan 1989-1997 termasuk didalamnya terdapat data kelangsungan hidup dan kelompok kontrol. Intervensi terdiri dari reseptor antagonis interleukin-1 (IL-LRA), anti-antibodi bradikinin, anti-platelet activating factor, faktor antibodi anti nekrosis tumor, reseptor TNF terlarut dan anti-prostaglandin (ibuprofen). Meta-analisis mengungkapkan hanya sedikit efek menguntungkan yang tidak signifikan secara statistik. Hampir semua kelompok kontrol memiliki tingkat mortalitas yang sama (36%). Yang lebih mengkhawatirkan, reseptor TNF terlarut dengan berat molekul tinggi (P 80) menunjukkan peningkatan mortalitas pada kelompok perlakuan. Efek menguntungkan dari intervensi non-steroid pada sepsis cenderung kecil. Sebagian besar pasien mungkin menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hasil dari dosis tinggi reseptor TNF terlarut P 80 dan glukokortikoid menunjukkan bahwa dosis tinggi agen anti-inflamasi pada sepsis dapat merugikan. Potensi terapi Sebuah tinjauan terapi potensial baru ini telah diterbitkan oleh Amerika-Eropa Konferensi ARDS70 dan termasuk anti-oksidan terapi, anti-protease, antibodi yang diarahkan terhadap adhesi molekul, proinflamasi pendekatan dan manipulasi genetik. Beberapa ini telah mencapai uji klinis, meskipun hasil yang menjanjikan pada hewan.

Terapi potensial Sebuah penelitian mengenai terapi potensial terbaru telah diterbitkan oleh AmerikaEropa Konferensi ARDS. Termasuk terapi anti-oksidan terapi, anti-protease, antibodi yang dimaksudkan untuk melawan adhesi molekul, pendekatan pro-inflamasi dan manipulasi genetik. Beberapa penelitian ini telah mencapai uji klinis, meskipun hasil yang menjanjikan baru terlihat pada hewan percobaan. Kesimpulan Endotelium adalah lapisan aktif metabolik yang mampu mempertahankan aliran darah lokal dan homeostasis. Dalam kondisi sepsis dimana keseimbangan tersebut hilang dapat menyebabkan munculnya lokasi pro-trombotik, pro-inflamasi dengan produksi mediator vasoaktif seperti endotelin NO, dan siklooksigenase. Sebagian besar produksi mediator dilakukan oleh otot polos. Produksi vasodilator (seperti NO dan prostasiklin) atau vasokonstriktor (seperti endotelin dan tromboksan) dapat menentukan pola lokal respon pembuluh darah dan karenanya mengakibatkan disfungsi organ. Dengan demikian, endotelium memainkan peran penting dalam mengatur respon pembuluh darah pada sepsis. Penelitian ini menghasilkan terapi klinis yang berharga produksi penghambat spesifik dari iNOS dan COX-2 dan reseptor antagonis ET. Hasil dari uji klinis tersebut sangat ditunggutunggu.