ispa

32

Click here to load reader

Upload: vina-subaidi

Post on 04-Aug-2015

97 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Ispa

PENGECAHAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN ATAS PADA ANAK

Disusun Oleh :

Arnitya Laksmi,S.Ked 0920.221.115

S. Puri Parastuti,S.Ked 0920.221.116

Dessy Riskyana,S.Ked 0920.221.120

Ani Wahyuni,S.Ked 0920.221.121

Pembimbing:

Dr.Zarni Amri, MPH

KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL

“VETERAN” Jakarta, 2011

Page 2: Ispa

KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami ingin mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah memberkati kami sehingga Refrat “Pencegahan ISPA Pada Anak” ini dapat diselesaikan. Kami juga ingin mengucapkan terima kasih bagi seluruh pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan refrat ini dan berbagai sumber yang telah kami pakai sebagai data dan fakta pada refrat ini.

Kami mengakui bahwa kami adalah manusia yang mempunyai keterbatasan dalam berbagai hal. Oleh karena itu tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan sangat sempurna. Begitu pula dengan refrat ini yang telah kami selesaikan. Tidak semua hal dapat kami deskripsikan dengan sempurna dalam refrat ini. Kami melakukannya semaksimal mungkin dengan kemampuan yang kami miliki. Di mana kami juga memiliki keterbatasan kemampuan.

Maka dari itu seperti yang telah dijelaskan bahwa kami memiliki keterbatasan dan juga kekurangan, kami bersedia menerima kritik dan saran dari pembaca yang budiman. Kami akan menerima semua kritik dan saran tersebut sebagai batu loncatan yang dapat memperbaiki refrat kami di masa datang. Sehingga semoga refrat berikutnya dan refrat lain dapat diselesaikan dengan hasil yang lebih baik.

Dengan menyelesaikan refrat ini kami mengharapkan banyak manfaat yang dapat dipetik dan diambil dari karya ini. Semoga dengan adanya karya tulis ini dapat mengurangi bahkan menghilangkan penggunaan boraks dan formalin sebagai pengawet pada makanan. Dengan begitu maka kesehatan akan lebih terjamin dan tidak ada lagi muncul berbagai penyakit baru yang diakibatkan penggunaan bahan-bahan terlarang sebagai bahan baku makanan. Kami juga mengharapkan kinerja yang lebih baik dan tegas serta efektif dari pihak pengawas makanan yang merupakan bagian dari kepemerintahan, sehingga makanan yang dihasilkan dari Indonesia dapat lebih terjamin dan sehat.

Penulis

Page 3: Ispa

DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Permasalahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Infeksi Saluran Pernafasan Akut

2.2 Etiologi Infeksi Saluran Pernafasan Akut

2.3 Klasifikasi Infeksi Saluran Pernafasan Akut

2.4 Penularan ISPA

2.5 Tanda dan Gejala klinis ISPA

2.6 Faktor Resiko ISPA

2.7 Kekambuhan ISPA pada Balita

2.8 Peran orang tua dalam pencegahan ISPA

2.8.1 Mengetahui penyakit ISPA pada anak

2.8.2 Mengatur pola makan anak

2.8.3 Menciptakan kenyamanan lingkungan rumah

2.8.4 Menghindari faktor pencetus (Pencemaran udara)

2.9 Pemberantasan ISPA

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

Page 4: Ispa

BAB I

PEDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit infeksi dan kurang gizi merupakan penyebab kematian balita di negara maju

maupun di negara berkembang. Penyakit infeksi yang sering terjadi pada balita adalah Diare,

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), Infeksi telinga, Radang tenggorokan, dan Tetanus.

Dari antara penyakit ini, kasus ISPA adalah kasus yang paling tinggi.

Kasus ISPA merupakan 50% dari seluruh penyakit pada anak berusia dibawah 5

tahun, dan 30% pada anak 5-12 tahun. Kasus ISPA di negara berkembang 2-10 kali lebih

banyak dari pada di negara maju. Perbedaan ini berhubungan dengan etiologi dan faktor

resiko. Dinegara maju, ISPA di dominasi oleh virus, sedangkan dinegara berkembang ISPA

sering disebabkan oleh bakteri seperti S. Pneumonia dan H. Influenza. Di negara

berkembang, ISPA dapat menyebabkan 10%-25% kematian dan bertanggung jawab terhadap

1/3-1/2 kematian pada balita (Raharjoe, 2008; WHO, 2003).

Di Indonesia, ISPA sering disebut sebagai "pembunuh utama". Kasus ISPA

merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien kesarana kesehatan yaitu 40%-60%

dari seluruh kunjungan ke Puskesmas dan 15%-30% dari seluruh kunjungan rawat jalan dan

rawat inap Rumah Sakit. Diperkirakan kematian akibat ISPA khususnya Pneumonia

mencapai 5 kasus diantara 1000 balita. Ini berarti ISPA mengakibatkan 150.000 balita

meninggal tiap tahunnya, atau 12.500 korban perbulan, atau 416 kasus perhari, atau 17 anak

perjam atau seorang bayi tiap 5 menit (Depkes, 2004).

Kematian pada penderita ISPA terjadi jika penyakit telah mencapai derajat ISPA yang berat.

Paling sering kematian terjadi karena infeksi telah mencapai paru-paru. Keadaan ini disebut

sebagai radang paru mendadak atau pneumonia. Sebagian besar keadaan ini terjadi karena

penyakit ringan (ISPA ringan) yang diabaikan. Sering kali penyakit dimulai dengan batuk

pilek biasa, tetapi karena daya tahan tubuh anak lemah maka penyakit dengan cepat menjalar

ke paru-paru. Jika penyakitnya telah menjalar ke paru-paru dan anak tidak mendapat

pengobatan serta perawatan yang tepat, anak dapat meninggal. Perawatan yang dimaksud

adalah perawatan dalam pengaturan pola makan balita, menciptakan lingkungan yang

nyaman sehingga tidak mengganggu kesehatan, menghindari faktor pencetus seperti asap dan

debu serta menjaga kebersihan diri balita. (Depkes, 2002).

Page 5: Ispa

Angka kejadian ISPA yang masih tinggi pada balita disebabkan oleh tingginya

frekuensi kejadian ISPA pada balita. Dalam satu tahun rata-rata seorang anak di pedesaan

dapat terserang ISPA 3-5 kali, sedangkan di daerah perkotaan sampai 6-8 kali. Penyebab

tingginya kekambuhan ISPA pada balita terkait dengan banyaknya faktor yang berhubungan

dengan ISPA. Beberapa faktor yang berkaitan dengan ISPA pada balita antara lain usia,

keadaan gizi yang buruk, status imunisasi yang tidak lengkap serta kondisi lingkungan yang

buruk seperti ventilasi rumah yang tidak memenuhi syarat, kepadatan hunian rumah yang

terlalu padat, pencemaran udara (asap dan debu) di dalam rumah maupun di luar rumah.

Untuk menghilangkan atau mengurangi kemungkinan yang dapat meningkatkan

potensi anak terkena ISPA, maka diperlukan upaya pencegahan. Upaya pencegahan yang

dapat dilakukan adalah meningkatkan pengetahuan mengenai penyakit Infeksi Saluran

Pernafasan Akut (ISPA), mengatur pola makan dengan tujuan memenuhi nutrisi balita,

menciptakan lingkungan yang nyaman serta menghindari faktor pencetus.

Keluarga atau rumah tangga adalah unit masyarakat terkecil. Oleh sebab itu untuk mencapai

derajat kesehatan masyarakat yang baik harus dimulai dari keluarga. Orang tua (ayah dan ibu)

merupakan sasaran utama dalam pencegahan suatu penyakit. Orang tua yang memiliki peran

yang buruk dalam menjaga kesehatan keluarga akan mempengaruhi angka kesehatan anggota

keluarga terutama anggota keluarga yang masih balita.

Anak adalah aset bagi orang tua dan ditangan orang tua anak dapat tumbuh dan

berkembang secara sehat baik fisik maupun mental. Secara sosiologis anak balita sangat

tergantung pada lingkungan, karena itu keterlibatan orang tua diperlukan sebagai mekanisme

untuk menurunkan dampak masalah kesehatan pada anak dan keluarganya (Nelson, 2003).

Anak adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan lingkungannya, artinya

membutuhkan lingkungan yang dapat memfasilitasi dalam memenuhi kebutuhan dasarnya

dan untuk belajar mandiri, lingkungan yang dimaksud adalah orang tua (Supartini, 2004)

1.2 Permasalahan

Berdasarkan uraian yang telah disebutkan diatas maka penulis ingin mencoba untuk

mengemukakan upaya pemberantasan ISPA dengan prioritas kepada penatalaksanaan kasus

ISPA pada bayi dan anak-anak. Mengingat tujuan pembangunan kesehatan dalam upaya

menurunkan angka mortalitas dan morbilitas, sehingga tujuan pembangunan nasional untuk

memperoleh sumber daya manusia yang berkualitas baik, fisik maupun mental.

Page 6: Ispa

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Infeksi Saluran Pernafasan Akut

Menurut Depkes (2004) infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan istilah

yang diadaptasi dari istilah bahasa inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Istilah ISPA

meliputi tiga unsur penting yaitu infeksi, saluran pernafasan, dan akut. Dengan pengertian

sebagai berikut: Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh

manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. Saluran pernafasan

adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus,

rongga telinga tengah dan pleura. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai 14

hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa

penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari

Berdasarkan pengertian diatas, maka ISPA adalah infeksi saluran pernafasan yang

berlangsung selama 14 hari. Saluran nafas yang dimaksud adalah organ mulai dari hidung

sampai alveoli paru beserta organ adneksanya seperti sinus, ruang telinga tengah, dan pleura.

ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan

bagian bawah (termasuk jaringan paru – paru) dan organ adneksa saluran pernafasan. Dengan

batasan ini, jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan (respiratory tract). Sebagian

besar dari infeksi saluran pernafasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak

memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan menderita

pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibat kematian.

Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2

golongan yaitu :

1. ISPA non- Pneumonia : dikenal masyarakat dengan istilah batuk pilek

2. Pneumonia : apabila batuk pilek disertai gejala lain seperti kesukaran bernapas,

peningkatan frekuensi nafas (nafas cepat).

Page 7: Ispa

2.2 Etiologi Infeksi Saluran Pernafasan Akut

Depkes (2004) menyatakan penyakit ISPA dapat disebabkan oleh berbagai penyebab

seperti bakteri, virus, mycoplasma, jamur dan lain-lainnya. ISPA bagian atas umumya

disebabkan oleh virus, sedangkan ISPA bagian bawah dapat disebabkan oleh bakteri

umumnya mempunyai manifestasi klinis yang berat sehingga menimbulkan beberapa

masalah dalam penanganannya.

Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah genus Streptococcus, Stapilococcus,

Pneumococcus, Haemophyllus, Bordetella dan corynobacterium. Virus penyebab ISPA

antara lain golongan Paramykovirus (termasuk di dalamnya virus Influenza, virus

Parainfluenza dan virus campak), Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Herpesvirus dan

lain-lain. Di negara-negara berkembang umunya kuman penyebab ISPA adalah

Streptocococcus pneumonia dan Haemopylus influenza.

2.3 Klasifikasi Infeksi Saluran Pernafasan Akut

A. Berdasarkan lokasi anatomik

Penyakit ISPA dapat dibagi dua berdasarkan lokasi anatominya, yaitu: ISPA atas

(ISPaA) dan ISPA bawah (ISPbA). Contoh ISPA atas adalah batuk pilek (Common cold),

Pharingitis, Otitis, Flusalesma, Sinusitis, dan lain-lain. ISPA bawah diantaranya

Bronchiolitis dan Pneumonia yang sangat berbahaya karena dapat mengakibatkan kematian

(WHO, 2003).

B. Berdasarkan golongan Umur

Berdasarkan golongan umur, ISPA dapat diklasifikasikan atas 2 bagian, yaitu sebagai

berikut:

1) Kelompok umur kurang dari 2 bulan, dibagi atas: Pneumonia berat dan bukan

Pneumonia. Pneumonia berat ditandai dengan adanya nafas cepat, yaitu pernafasan

sebanyak 60 kali permenit atau lebih, atau adanya tarikan dinding dada yang kuat

pada dinding dada bagian bawah ke dalam ( severe chest indrawing), sedangkan

bukan pneumonia bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak

ada nafas cepat (WHO,2003).

2) Kelompok umur 2 bulan sampai kurang 5 tahun dibagi atas: pneumonia berat,

pneumonia dan bukan pneumonia. Pneumonia berat, bila disertai nafas sesak yaitu

adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam pada waktu anak menarik nafas.

Pneumonia didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernafas disertai

adanya nafas cepat sesuai umur, yaitu 40 kali permenit atau lebih. Bukan pneumonia,

Page 8: Ispa

bila tidak ditemukan terikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada nafas cepat

(WHO, 2003).

2.4 Penularan ISPA

Bibit penyakit ISPA berupa jasad renik ditularkan melalui udara. Jasad renik yang ada

di udara akan masuk kedalam tubuh melalui saluran pernafasan dan menimbulkan infeksi dan

penyakit ISPA dapat pula berasal dari penderita yang kebetulan mengandung bibit penyakit,

baik yang sedang jatuh sakit maupun karier. Jika jasad renik berasal dari tubuh manusia,

maka umumnya dikeluarkan melalui sekresi saluran pernafasan dan berupa saliva dan

sputum.

Oleh karena salah satu penularan melalui udara yang tercemar dan masuk ke dalam

tubuh melalui saluran pernafasan, maka penyakit ISPA termasuk golongan air bone disease.

Adanya bibit penyakit di udara umumnya berbentuk aerosol yakni susupensi yang melayang

di udara, dapat seluruhnya berupa bibit penyakit atau hanya sebagian. Adapun bentuk aerosol

dari penyebab penyakit ISPA tersebut yakni:

a. Droplet nuclei, yaitu sisa dari sekresi saluran pernafasan yang dikeluarkan dari tubuh yang

berbentuk droplet dan melayang di udara.

b. Dust, yaitu campuran antara bibit penyakit yang melayang.

2.5 Tanda dan Gejala klinis ISPA

ISPA adalah penyakit infeksi yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih

saluran nafas, mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk

jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Secara umum gejala dan

tanda-tanda ISPA adalah terjadi demam, batuk, pilek dan disertai nafas cepat ataupun tarikan

dinding dada ke bagian bawah dalam.

Menurut Hundak dan Galo (1997) yang dikutip dari Agustama (2005), penyakit paru

atau saluran nafas dengan gejala umum maupun gejala pernafasan antara lain batuk, sputum

berlebihan, hemoptisis, dispnea dan dada nyeri.

Pertama, batuk merupakan gejala paling umum akibat penyakit pernafasan.

Rangsangan yang biasanya menimbulkan batuk adalah rangsangan mekanik dan kimia.

Inhalasi debu, asap dan benda-benda asing berukuran kecil merupakan penyebab batuk yang

paling sering.

Kedua sputum, orang dewasa normal membentuk sputum sekitar 100 ml per hari

dalam saluran pernafasan, sedangkan dalam keadaan gangguan saluran pernafasan sputum

Page 9: Ispa

dihasilkan melebihi 100 ml per hari. Ketiga, Hemoptisis, yaitu istilah yang digunakan untuk

menyatakan batuk darah atau sputum berdarah. Keempat, dispnea atau sesak nafas yaitu

perasaan sulit bernafas dan nyeri dada.

Tanda-tanda bahaya

Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan keluhan-keluhan

dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala-gejala menjadi

lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernapasan dan

mungkin meninggal. Bila sudah dalam kegagalan pernapasan maka dibutuhkan

penatalaksanaan yang lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu

diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat

ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernapasan.

Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan tanda-tanda

laboratories:

Tanda-tanda klinis

Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi dinding thorak,�

napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang, grunting expiratoir dan

wheezing.

Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypotensi �dan cardiac arrest.

Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, �bingung, papil bendung, kejang dan coma.

Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak. �

Tanda-tanda laboratoris : hypoxemia, hypercapnia dan acydosis (metabolik dan atau

respiratorik)

Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah:

tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan tanda

bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa minum

(kemampuan minumnya menurun ampai kurang dari setengah volume yang biasa

diminumnya), kejang, kesadaran menurun, stridor, Wheezing, demam dan dingin.

Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus yang benar

merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program (turunnya kematian karena

Page 10: Ispa

pneumonia dan turunnya penggunaan antibiotik dan obat batuk yang kurang tepat pada

pengobatan penyakit ISPA) .

2.6 Faktor Resiko ISPA

Menurut Depkes (2004) faktor resiko terjadinya ISPA terbagi atas dua kelompok

yaitu:

a. Faktor internal merupakan suatu keadaan didalam diri penderita (balita) yang memudahkan

untuk terpapar dengan bibit penyakit (agent) ISPA yang meliputi jenis kelamin, berat badan

lahir, status ASI, dan status imunisasi.

b. Faktor eksternal merupakan suatu keadaan yang berada diluar diri penderita (balita) berupa

lingkungan fisik, biologis, sosial dan ekonomi yang memudahkan penderita untuk terpapar

bibit penyakit (agent) meliputi: polusi asap rokok, polusi asap dapur, kepadatan tempat

tinggal, keadaan geografis, ventilasi dan pencahayaan.

2.7 Kekambuhan ISPA pada Balita

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990) kambuh definisikan sebagai kondisi

jatuh sakit lagi yang biasanya lebih parah dari dahulu. Dalam Raharjoe (2008) dikatakan

bahwa angka kekambuhan ISPA pada balita di negara berkembang 2-10 kali lebih tinggi dari

pada di negara maju. Indonesia sebagai negara berkembang memiliki angka kekambuhan

ISPA yang cukup tinggi. Dalam satu tahun rata-rata anak balita di perkotaan menderita ISPA

6-8 kali sedangkan balita yang tinggal di pedesaan dapat terkena ISPA 3-5 kali. Penyebab

tingginya kekambuhan ISPA pada balita terkait dengan banyaknya faktor yang berhubungan

dengan ISPA.

Beberapa faktor yang berkaitan dengan ISPA pada balita antara lain usia, keadaan gizi

yang buruk, status imunisasi yang tidak lengkap serta kondisi lingkungan yang buruk seperti

ventilasi rumah yang tidak memenuhi syarat, kepadatan hunian rumah yang terlalu padat,

pencemaran udara (asap dan debu) di dalam rumah maupun di luar rumah.

Page 11: Ispa

2.8 Peran orang tua dalam pencegahan ISPA

Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi sosial yang

diberikan atau posisi individu didalam masyarakat. Dalam setiap posisi terdapat sejumlah

peran yang masing-masing terdiri dari kesatuan perilaku yang kurang lebih bersifat homogen

dan didefenisikan menurut kultur sebagaimana yang diharapkan dalam posisi atau status

(Friedman, 1998).

Kozier (1995) mendefenisikan peran adalah seperangkat tingkah laku yang

diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa peran orang tua adalah perilaku yang diharapkan oleh

orang lain terhadap orang tua sesuai dengan kedudukannya dalam keluarga.

Menurut Nye dan Gecas (1976) dalam Friedman (1998) mengidentifikasi peran dasar

yang membentuk posisi sebagai orang tua yaitu:

1. Peran sebagai provider (penyedia) yaitu peran untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara

ekonomi dan mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasikan untuk

memenihi kehidupan.

2. Peran perawatan anak yaitu peran untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota

keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi. Orang tua diharapkan dapat melindungi

dan mencegah terhadap penyakit yang mungkin dialami keluarga.

3. Peran sosialisasi anak yaitu peran mengembangkan dan melatih anak untuk berkehidupan

sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain di luar rumah.

4. Peran pendidikan yaitu orang tua berperam dan bertanggung jawab yang besar terhadap

pendidikan anak-anaknya untuk menghadapi kebutuhan dewasanya.

5. Peran afektif yaitu peran memenuhi kebutuhan psikososial sebelum anggota keluarga

berada di luar rumah.

Peran orang tua dalam pencegahan ISPA pada balita termasuk dalam peran orang tua

dalam perawatan anak. Peran aktif orang tua dalam pencengahan ISPA sangat diperlukan

karena yang biasa terkena dampak ISPA adalah usia balita dan anak-anak yang kekebalan

tubuhnya masih rentan terkena infeksi. Sehingga diperlukan peran orang tua dalam

menangani hal ini. Orang tua harus mengerti tentang dampak negatif dari penyakit ISPA

seperti ISPA ringan bisa menjadi Pneumonia yang kronologisnya dapat mengakibatkan

kematian, jika tidak segera ditangani.

Page 12: Ispa

Menurut Dinkes (2003) pencegahan kejadian ISPA ini tidak terlepas dari peran orang

tua yang harus mengetahui cara-cara pencegahan ISPA. ISPA dapat dicegah dengan

mengetahui penyakit ISPA, mengatur pola makan balita, menciptakan lingkungan yang

nyaman, dan menghindar faktor pencetus.

Peran aktif keluarga/masyarakat dalam menangani ISPA sangat penting karena

penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada sehari-hari di dalam masyarakat atau keluarga.

Hal ini perlu mendapat perhatian serius oleh kita semua karena penyakit ini banyak

menyerang balita, sehingga ibu balita dan anggota keluarga yang sebagian besar dekat

dengan balita mengetahui dan terampil menangani penyakit ISPA ini ketika anaknya sakit.

Keluarga perlu mengetahui serta mengamati tanda keluhan dini pneumonia dan kapan

mencari pertolongan dan rujukan pada sistem pelayanan kesehatan agar penyakit anak

balitanya tidak menjadi lebih berat. Berdasarkan hal tersebut dapat diartikan dengan jelas

bahwa peran keluarga dalam praktek penanganan dini bagi balita sakit ISPA sangatlah

penting, sebab bila praktek penanganan ISPA tingkat keluarga yang kurang/buruk akan

berpengaruh pada perjalanan penyakit dari yang ringan menjadi bertambah berat

(Pusdiknakes, 1993).

Menurut Depkes RI (2007). Pencegahan ISPA pada tingkatan rumah tangga dapat

dilakukan dengan melakukan upaya pemberian penyuluhan kepada anggota keluarga tentang

ISPA terutama tentang cara penularan dan pencegahannya. Pengetahuan tersebut diharapkan

dapat menjadi faktor pendorong bagi masyarakat untuk melakukan pencegahan ISPA dalam

tingkatan keluarga. Dengan melakukan pencegahan ISPA maka kemungkinan terjadinya

infeksi patogen ISPA pada balita dapat dicegah

2.8.1 Mengetahui penyakit ISPA pada anak

Mengetahui masalah kesehatan anak merupakan suatu hal yang sangat penting

diketahui oleh orang tua karena dengan mengenal tanda/gejala dari suatu gangguan kesehatan

bisa memudahkan orang tua dalam melakukan pencegahan terhadap terjadinya penyakit

(Notoatmojo, 1997).

Dalam pencegahan ISPA pada balita, orang tua harus mengerti tanda dan gejala ISPA,

penyebab, serta faktor-faktor yang mempermudah balita untuk terkena ISPA. Kurangnya

pengetahuan orang tua mengenai penyakit ISPA menyebabkan tingginya kejadian ISPA pada

balita dan membuat orang tua tidak mengobati anaknya ketika terkena ISPA sehingga

memperburuk keadaan infeksi yang dialami oleh anak (Rahajoe, 2008)

Page 13: Ispa

2.8.2 Mengatur pola makan anak

Menurut Sumirta (2005) salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi balita

adalah pola pemberian makanan. Suatu pola makan yang seimbang dan teratur akan

menyajikan semua makanan yang berasal dari setiap kelompok makanan dengan jumlahnya

sehingga zat gizi yang dikonsumsi seimbang satu sama lain (Grodner et al, 2000).

Telah lama diketahui adanya interaksi sinergis antara malnutrisi dan penyakit infeksi .

Anak dengan status gizi yang buruk memiliki daya tahan tubuh terhadap tekanan dan stress

menurun. Sistem imunitas dan antibodi berkurang sehingga akan mudah terkena penyait

infeksi (Almatsier, 2001). Sebaliknya penyakit infeski pada balita akan mempengaruhi

pertumbuhan balita seperti berkurangnya berat badan. Hal ini disebabkan oleh hilangnya

nafsu makan penderita infeksi sehingga masukan atau intake zat gizi dan energi kurang dari

kebutuhan tubuh.

Keadaan infeksi juga dapat meningkatkan eksisi nitrogen melalui kencing yang

diakibatkan oleh mobilisasi asam amino jaringan perifer sehingga menimbulkan

berkurangnya jumlah protein didalam tubuh (Solihin, 2003). Untuk itu balita yang telah

terkena infeksi memerlukan zat gizi yang tinggi agar dapat memenuhi kebutuhan gizi untuk

pemulihan kondisi tubuh.

Almatsier (2001) menyebutkan ada tiga fungsi zat gizi yaitu:

(1) memberi energi

(2) pertumbuhan dan pemulihan jaringan tubuh

(3) mengatur proses tubuh.

Sedangkan menurut Sediaoetomo (1987) ada lima fungsi zat gizi yaitu:

(1) sumber energi atau tenaga

(2) menyokong pertumbuhan badan

(3) memelihara jaringan tubuh dan mengganti yang rusak

(4) mengatur metabolisme dan berbagai keseimbangan dalam cairan tubuh

(keseimbangan air, asam basa dan mineral)

(5) berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap pelbagai penyakit sebagai

antioksidan dan antibodi.

Jadi, fungsi zat gizi dalam penanganan kekambuhan ISPA diperlukan untuk fungsi

pemulihan jaringan tubuh dan mekanisme pertahanan tubuh.

Page 14: Ispa

Anak balita belum dapat mengurus dirinya sendiri dengan baik dan belum dapat

berusaha mendapatkan sendiri apa yang diperlukan untuk makanannya. Makanan dengan rasa

manis, biasanya paling disukai misalnya cokelat, permen dan es krim. Jenis makanan ini

menimbulkan rasa kenyang dan dapat mengurangi nafsu makan sehingga pada masa balita

sering terjadi malnutrisi (Kartasurya, 1999 & Grigsbby, 2003). Orang tua khususnya ibu

berperan dalam pengaturan makanan bagi balita dalam pemenuhan kebutuhan gizi balita dan

mengelola makanan yang sehat untuk balita (Santoso & Ranti, 1999; Sulistijani & Herlianty,

2001; Siregar, 2004).

Pemberian makan pada anak harus disesuaikan dengan usia anak. Pemenuhan

kebutuhan gizi balita makanan harus memenuhi syarat yaitu: makanan harus mengandung

energi dan semua zat gizi yang dibutuhkan pada tingkat umurnya seperti karbohidrat, protein,

lemak, vitamin, mineral dan air; susunan hidangan disesuaikan dengan pola menu seimbang;

makanan harus bersih dan bebas dari kuman.

Kebutuhan energi bagi balita dapat diperoleh dari berbagai makanan seperti: beras,

jagung, gandum, ubi, talas, kentang, dan kacang-kacangan. Sumber lemak dapat diperoleh

dari daging sapi, daging ayam, minyak kacang tanah, minyak kelapa, lemak sapi, mentega,

dan coklat. Sumber protein dapat diperoleh dari protein hewani (telur ayam, telur bebek,

udang segar, ikan segar) dan protein nabati (kacang kedelai, kacang merah, kacang hijau,

tahu, tempe, keju. Disamping kebutuhan akan karbohidrat, lemak dan protein kebutuhan

vitamin, mineral, air dan serat balita juga harus terpenuhi (Almatsier, 2001).

2.8.3 Menciptakan kenyamanan lingkungan rumah

Faktor lingkungan memegang peranan yang cukup penting dalam menentukan proses

interaksi antara penjamu dan unsur penyebab dalam proses terjadinya penyakit

(Syahril,2006). Kondisi lingkungan yang kurang sehat akan mempengaruhi derajat kesehatan

seseorang. Salah satu penyakit yang ditimbulkan oleh lingkungan yang kurang bersih adalah

ISPA (Iswarini, 2006). Adapun faktor lingkungan yang dimaksud adalah faktor fisik rumah

seperti kepadatan hunian, dan ventilasi.

1. Kepadatan hunian

Banyak rumah yang secara teknis memenuhi syarat kesehatan, tetapi apabila

penggunaannya tidak disesuaikan dengan peruntukannya, maka dapat terjadi gangguan

kesehatan (Suhandayani, 2007). Setiap rumah harus mempunyai bagian ruangan yang sesuai

dengan fungsinya. Penentuan bentuk, ukuran dan jumlah ruangan perlu memperhatikan

Page 15: Ispa

standart minimal jumlah ruangan. Sebuah rumah tinggal harus mempunyai ruangan kamar

tidur, ruangan tamu, ruangan makan, dapur, kamar mandi, dan kakus (Syahril, 2006).

Kepadatan penghuni merupakan luas lantai dalam rumah dibagi dengan jumlah

anggota keluarga tersebut. Agar terhindar dari penyakit saluran pernafasan maka ukuran

ruang tidur minimal 9 m3 untuk setiap orang yang berumur diatas 5 tahun. Untuk umur

dibawah 5 tahun ukuran ruang tempat tidur 4,5 m3. Luas lantai minimal 3,5 m2 untuk setiap

orang dengan tinggi langit-langit tidak kurang dari 2,75 m2 (Agustama, 2005).

Untuk dapat mengurangi kepadatan hunian rumah orang tua harus dapat memosifikasi

lingkungan rumah agar tidak terlalu padat. Barang-barang yang tidak diperlukan sebaiknya

disingkarkan karena hanya akan mempersempit ruangan. Disamping itu juga orang tua harus

dapat membagi jumlah anak yang tidur dalam satu kamar dengan balita tidak terlalu banyak

karena semakin banyak jumlah orang yang tidur dalam satu kamar akan meningkatkan

jumlah bakteri patogen sehingga mempermudah penularan bakteri atau virus penyebab ISPA

melalui droplet ataupun kontak langsung.

2. Ventilasi

Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang

persyaratan kesehatan perumahan, luas penghawaan atau ventilasi alamiah yang permanent

minimal 10% dari luas lantai. Pertukaran hawa (ventilasi) yaitu proses penyediaan udara

segar dan pertukaran udara kotor secara alamiah atau mekanis harus cukup. Berdasarkan

peraturan pembangunan nasional, lubang hawa suatu bangunan harus memenuhi aturan

sebagai berikut: luas bersih dari jendela/lubang hawa sekurang-kurangnya 1/10 dari luas

lantai ruangan, jendela/ruang hawa harus meluas kearah atas sampai setinggi mimimal 1,95 m

dari permukaan lantai, adanya lubang hawa yang berlokasi di bawah langit-langit sekurang-

kurangnya 0,35% luas lantai yang bersangkutan.

Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Yang pertama adalah untuk menjaga agar

aliran udara di dalam rumah tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan O2 yang diperlukan

oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurang ventilasi akan menyebabkan kurangnya

O2 didalam rumah yang berarti kadar CO2 yang bersifat racun akan meningkat. Tidak

cukupnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara didalam udara akan naik karena

terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini merupakan

media yang baik untuk bakteri-bakteri dan patogen. Fungsi kedua dari ventilasi adalah untuk

membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri dan patogen karena terjadi aliran udara

Page 16: Ispa

terus-menerus. Fungsi lain adalah menjaga agar ruangan rumah berada dalam kelembaban

yang optimum.

Untuk itu orang tua diharapkan dapat menciptakan kondisi rumah yang mempunyai

ventilasi yang cukup agar kelembaban udara didalam ruangan tidak mengganggu kesehatan

balita. Salah satu hal sederhana yang dapat dilakukan oleh orang tua adalah membuka jendela

setiap pagi hari agar udara dapat bersirkulasi dan dapat membebaskan udara dari bakteri dan

patogen.

2.8.4 Menghindari faktor pencetus (Pencemaran udara)

Pencemaran udara dalam rumah terjadi terutama karena aktivitas penghuninya, antara

lain: penggunaan bahan bakar biomassa untuk memasak maupun memanaskan ruangan, asap

dari sumber penerangan yang menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakarnya, asap

rokok, penggunaan insektisida semprot maupun bakar (Syahril, 2006). Namun keberadaan

asap dalam ruangan ini tidak terlepas dari keadaan ventilasi rumah.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999

tentang persyaratan kesehatan perumahan, dapur yang sehat harus memiliki lubang asap

dapur. Dapur yang tidak memiliki lubang asap dapur akan menimbulkan banyak polusi asap

ke dalam rumah dan kondisi ini akan berpengaruh terhadap kejadian ISPA pada balita karena

asap akan dapat mengiritasi saluran pernafasan. Untuk itu dianjurkan orang tua yang

menggunakan bahan bakar biomassa didalam rumah membuat cerobong asap untuk

pengekuaran asap dan ibu tidak mengendong balita ketika sedang memasak didalam dapur.

Keberadaan anggota keluarga yang merokok juga sangat mempengaruhi kejadian

ISPA pada balita. Polusi udara oleh CO akan terjadi selama merokok. Asap yang

berterbangan tersebut mengandung bahan kimia yang berbahaya sehingga dapat

membahayakan orang disekitarnya. Asap rokok sangat berbahaya bagi balita karena balita

masih mempunyai daya tahan tubuh yang masih rendah. Semakin banyak jumlah rokok yang

dihisap oleh keluarga semakin besar memberi resiko ISPA khususnya apabila merokok

dilakukan oleh ibu. Dewa (2001) menunjukkan bahwa bayi dan balita yang terpapar asap

rokok mempunyai resiko 7,1 kali lebih besar untuk terkena ISPA. Oleh sebab itu, dianjurkan

kepada orang tua untuk tidak merokok di dekat balita karena asap yang berasal dari asap

rokok dapat mengiritasi saluran pernafasan balita disamping itu juga kandungan zat kimia

yang terdapat dalam asap rokok yang sangat berbahaya.

Paparan debu baik di dalam rumah maupun di luar rumah juga berpengaruh terhadap

kesehatan seseorang. Debu yang setiap harinya kita hirup dalam konsentrasi tinggi dan

Page 17: Ispa

jangka waktu yang cukup lama akan membahayakan kesehatan manusia. Akibat menghirup

debu yang langsung dapat dirasakan adalah rasa sesak dan keinginan untuk bersin atau batuk

dikarenakan adanya gangguan pada saluran pernafasan. Debu termasuk dalam subtansi yang

bersifat toksik dan dapat memberikan efek iritan pada saluran pernafasan (Riyadina, 1996).

Untuk menghindari paparan debu di dalam rumah orang tua harus selalu membersihkan

rumah secara teratur dan menghindari anak terpapar dari debu di luar lingkungan rumah

(Zang, 2004).

Keberadaan anggota keluarga yang terkena ISPA juga sangat mempengaruhi anggota

keluarga yang lain. Penyebaran ISPA ditularkan kepada orang lain melalui udara pernafasan

atau percikan air ludah. Pada prinsipnya kuman ISPA yang ada diudara terhisap oleh penjamu

baru dan masuk ke seluruh saluran pernafasan. Oleh sebab itu salah satu upaya pencegahan

ISPA dilakukan dengan menutup mulut pada waktu bersin untuk mennghindari penyebaran

kuman melalui udara, membuang dahak pada tempat yang seharusnya (WHO, 2007).

2.9 Pemberantasan ISPA

Pemberantasan pada ISPA dapat dilakukan, terutama dengan cara penyuluhan

kesehatan yang terutama di tujukan pada para ibu. Sedangkan kegiatan yang dapat dilakukan

oleh kader kesehatan adalah diharapkan dapat membedakan kasus pneumonia (pneumonia

berat dan pneumonia tidak berat) dari kasus-kasus bukan pneumonia sehingga para kader

kesehatan dapat :

1. Memberikan penjelasan dan komunikasi perihal penyakit batuk pilek biasa (bukan

pneumonia) serta penyakit pneumonia kepada ibu-ibu serta perihal tindakan yang

perlu dilakukan oleh ibu yang anaknya menderita penyakit.

2. Memberikan pengobatan sederhana untuk kasus-kasus batuk pilek (bukan pneumonia)

dengan tablet parasetamol dan obat batuk tradisional obat batuk putih.

3. Merujuk kasus pneumonia berat ke Puskesmas/Rumah Sakit terdekat.

4. Atas pertimbangan dokter Puskesmas maka bagi kader-kader di daerah-daerah yang

terpencil (atau bila cakupan layanan Puskesmas tidak menjangkau daerah tersebut)

dapat diberi wewenang mengobati kasus-kasus pneumonia (tidak berat) dengan

antibiotik kontrimoksasol.

5. Mencatat kasus yang ditolong dan dirujuk

Page 18: Ispa

Perawatan dirumah

Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang menderita

ISPA.

1).Mengatasi panas (demam)

Untuk anak usia 2 bulan samapi 5 tahun demam diatasi dengan memberikan

parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera

dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari.

Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan

diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada

air (tidak perlu air es).

2). Mengatasi batuk

Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional

yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok

teh , diberikan tiga kali sehari.

3). Pemberian makanan

Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang

yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada

bayi yang menyusu tetap diteruskan.

4). Pemberian minuman

Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih

banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan

cairan akan menambah parah sakit yang diderita.

5). Lain-lain

Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal

dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam. Jika pilek, bersihkan hidung

yang berguna untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari komplikasi

yang lebih parah. Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang

berventilasi cukup dan tidak berasap. Apabila selama perawatan dirumah

keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk membawa kedokter atau

petugas kesehatan. Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, selain

Page 19: Ispa

tindakan diatas usahakan agar obat yang diperoleh tersebut diberikan dengan

benar selama 5 hari penuh. Dan untuk penderita yang mendapatkan antibiotik,

usahakan agar setelah 2 hari anak dibawa kembali kepetugas kesehatan untuk

pemeriksaan ulang.

Dokter puskesmas mempunyai tugas sebagai berikut :

1. Membuat rencana aktifitas pemberantasan ISPA sesuai dengan dana atau sarana dan

tenaga yang tersedia. Melakukan supervisi dan memberikan bimbingan

penatalaksanaan standar kasus-kasus ISPA kepada perawat atau paramedis.

2. Melakukan pemeriksaan pengobatan kasus- kasus pneumonia berat/penyakit dengan

tanda-tanda bahaya yang dirujuk oleh perawat/paramedis dan merujuknya ke rumah

sakit bila dianggap perlu.

3. Memberikan pengobatan kasus pneumonia berat yang tidak bisa dirujuk ke rumah

sakit.

4. Bersama dengan staff puskesmas memberi kan penyuluhan kepada ibu-ibu yang

mempunyai anak balita. perihal pengenalan tanda-tanda penyakit pneumonia serta

tindakan penunjang di rumah.

5. Melatih semua petugas kesehatan di wilayah puskesmas yang di beri wewenang

mengobati penderita penyakit ISPA.

6. Melatih kader untuk bias mengenal kasus pneumonia serta dapat memberikan

penyuluhan terhadap ibu-ibu tentang penyaki ISPA.

7. Memantau aktifitas pemberantasan dan melakukan evaluasi keberhasilan

pemberantasan penyakit ISPA.

6. Menditeksi hambatan yang ada serta menanggulanginya termasuk aktifitas pencatatan

dan pelaporan serta pencapaian target.

Page 20: Ispa

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penyakit ISPA adalah salah satu penyakit yang banyak diderita bayi dan anak-

anak, penyebab kematian dari ISPA yang terbanyak karena pneumonia.

Klasifikasi

penyakit ISPA tergantung kepada pemeriksaan dan tanda-tanda bahaya yang

diperlihatkan penderita, Penatalaksanaan dan pemberantasan kasus ISPA diperlukan

kerjasama semua pihak, yaitu peranserta masyarakat terutama ibu-ibu, dokter, para

medis dam kader kesehatan untuk menunjang keberhasilan menurunkan angka,

kematian dan angka kesakitan sesuai harapan pembangunan nasional.

B. Saran

Karena yang terbanyak penyebab kematian dari ISPA adalah karena

pneumonia, maka diharapkan penyakit saluran pernapasan penanganannya dapat

diprioritaskan. Disamping itu penyuluhan kepada ibu-ibu tentang penyakit ISPA perlu

ditingkatkan dan dilaksanakan secara berkesinambungan, serta penatalaksanaan dan

pemberantasan kasus ISPA yang sudah dilaksanakan sekarang ini, diharapkan lebih

ditingkatkan lagi