ispa puskes.docx

24
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu penyakit yang paling banyak diderita oleh masyarakat adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk-pilek, disebabkan oleh virus, dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik. Infeksi saluran pernapasan bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus, sering terjadi pada semua golongan masyarakat pada bulan-bulan musim dingin. Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak, karena sistem pertahanan tubuh anak masih rendah. Kejadian penyakit batuk-pilek pada balita di Indonesia diperkirakan 3 sampai 6 kali per tahun, yang berarti seorang balita rata-rata mendapat serangan batuk-pilek sebanyak 3 sampai 6 kali setahun. ISPA yang berlanjut menjadi pneumonia (radang paru- paru) sering terjadi pada anak-anak terutama apabila terdapat gizi kurang dan dikombinasi dengan keadaan lingkungan yang tidak sehat. Hingga saat ini angka kematian akibat ISPA yang berat masih sangat tinggi. Kematian seringkali disebabkan karena penderita datang untuk berobat dalam

Upload: revina-manilkara-zapota

Post on 11-Dec-2015

43 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: ISPA PUSKES.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu penyakit yang paling banyak diderita oleh masyarakat adalah

ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Sebagian besar dari infeksi saluran

pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk-pilek, disebabkan oleh virus, dan

tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik. Infeksi saluran pernapasan

bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus, sering terjadi pada semua

golongan masyarakat pada bulan-bulan musim dingin.

Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak, karena

sistem pertahanan tubuh anak masih rendah. Kejadian penyakit batuk-pilek pada

balita di Indonesia diperkirakan 3 sampai 6 kali per tahun, yang berarti seorang

balita rata-rata mendapat serangan batuk-pilek sebanyak 3 sampai 6 kali setahun.

ISPA yang berlanjut menjadi pneumonia (radang paru- paru) sering terjadi

pada anak-anak terutama apabila terdapat gizi kurang dan dikombinasi dengan

keadaan lingkungan yang tidak sehat.

Hingga saat ini angka kematian akibat ISPA yang berat masih sangat

tinggi. Kematian seringkali disebabkan karena penderita datang untuk berobat

dalam keadaan parah/ lanjut dan sering disertai penyulit- penyulit dan kurang gizi.

1.1.2  Tujuan

Tujuan Umum :

Menurunkan angka penderita ISPA di desa kabupaten/kota di seluruh

Indonesia.

Tujuan Khusus :

Meningkatkan pengetahuan tentang ISPA dan cara mencegahnya di

masyarakat.

1.1.3  Manfaat

Mengetahui dan mampu mencegah penyakit ISPA.

Page 2: ISPA PUSKES.docx

BAB II

PEMBAHASAN

2.1    ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas)

2.1.1 Pengertian

ISPA sering disalah artikan sebagai infeksi saluran pernapasan atas. Yang benar,

ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut, yang meliputi

saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah. Penyakit

infeksi akut yang menyerang salah satu atau lebih bagian dari saluran napas mulai

dari hidung (saluran bagian atas) hingga jaringan di dalam paru-paru (saluran

bagian bawah).

Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni ‘infeksi’, ‘saluran pernapasan’, dan

‘akut’, dimana pengertiannya adalah sebagai berikut:

1. Infeksi

Adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan

berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.

2. Saluran pernapasan

Yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung

sampai gelembung paru (alveoli), beserta organ-organ di sekitarnya.

3. Infeksi Akut

Adalah Infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari

diambil untuk menunjukkan proses akut.

2.1.2  Penyebab ISPA

Saluran pernapasan dari hidung sampai bronkhus dilapisi oleh membran mukosa

bersilia (silia = rambut-rambut halus). Udara yang masuk melalui rongga hidung

disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Partikel debu yang kasar dapat disaring

oleh rambut yang terdapat dalam hidung, sedangkan partikel debu yang halus

akan terjerat dalam lapisan mukosa. Gerakan silia mendorong lapisan mukosa ke

posterior/ belakang ke rongga hidung dan ke arah superior/ atas menuju faring.

Page 3: ISPA PUSKES.docx

Secara umum, efek pencemaran udara terhadap saluran pernafasan dapat

menyebabkan pergerakan silia hidung menjadi lambat dan kaku bahkan dapat

berhenti sehingga tidak dapat membersihkan saluran pernafasan akibat iritasi oleh

bahan pencemar. Produksi lendir akan meningkat sehingga menyebabkan

penyempitan saluran pernafasan dan rusaknya sel pembunuh bakteri di saluran

pernafasan. Akibat dari hal tersebut akan menyebabkan kesulitan bernafas

sehingga benda asing tertarik dan bakteri lain tidak dapat dikeluarkan dari saluran

pernafasan, hal ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran pernafasan.

Gambar 2.1: Pencemaran Udara

Menurut WHO (World Health Organization = organisasi kesehatan dunia),

pengeluaran lendir atau gejala pilek terjadi pada penyakit flu ringan disebabkan

karena infeksi kelompok virus jenis rhinovirus dan/atau coronavirus. Penyakit ini

dapat disertai demam pada anak selama beberapa jam sampai tiga hari. Sedangkan

pencemaran udara diduga menjadi pencetus infeksi virus pada saluran napas

bagian atas.

ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernapasan

yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat ke saluran

pernapasannya.

Page 4: ISPA PUSKES.docx

Gambar 2.2: Anak yang menderita ISPA

2.1.3  Klasifikasi ISPA

Program Pemberantasan Penyakit ISPA (P2 ISPA) membagi penyakit ISPA

dalam 2 golongan yaitu pneumonia (radang paru-paru) dan yang bukan

pneumonia.

Pneumonia dibagi lagi atas derajat beratnya penyakit, yaitu pneumonia

berat dan pneumonia tidak berat.

Penyakit batuk-pilek seperti rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan

napas bagian atas lainnya digolongkan sebagai bukan pneumonia. Etiologi dari

sebagian besar penyakit jalan napas bagian atas ini ialah virus dan tidak

dibutuhkan terapi antibiotik. Faringitis oleh kuman Streptococcus jarang

ditemukan pada balita. Bila ditemukan harus diobati dengan antibiotik penisilin.

Berikut ini adalah klasifikasi ISPA berdasarkan P2 ISPA:

PNEUMONIA: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.

PNEUMONIA BERAT: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding

dada ke dalam.

BUKAN PNEUMONIA: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai

demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat.

Page 5: ISPA PUSKES.docx

2.1.4 Tanda-Tanda Bahaya

Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan

keluhan-keluhan dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit

mungkin gejala-gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh

dalam keadaan kegagalan pernapasan dan mungkin meninggal.

Bila sudah dalam kegagalan pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan

yang lebih rumit dengan mortalitas yang lebih tinggi. Maka, perlu diusahakan

agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat

ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernapasan.

Berikut ini adalah tanda bahaya yang perlu diwaspadai pada seorang

penderita ISPA. Tanda-tanda bahaya secara umum:

Pada sistem pernafasan: napas cepat dan tak teratur, retraksi/ tertariknya kulit

ke dalam dinding dada, napas cuping hidung, sesak, kulit wajah kebiruan,

suara napas lemah atau hilang, mengi, suara nafas seperti ada cairannya

sehingga terdengar keras

Pada sistem peredaran darah dan jantung: denyut jantung cepat dan lemah,

tekanan darah tinggi, tekanan darah rendah dan gagal jantung.

Pada sistem saraf: gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, kejang,

dan koma.

Gangguan umum: letih dan berkeringat banyak.

Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun:

tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor/ mendengkur, dan gizi

buruk. Tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan: kurang bisa

minum (kemampuan minumnya menurun sampai kurang dari setengah volume

yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran menurun, mendengkur, mengi,

demam, dan dingin.

2.1.5 Faktor Resiko

Page 6: ISPA PUSKES.docx

Secara umum terdapat 3 (tiga) faktor resiko terjadinya ISPA yaitu faktor

lingkungan, faktor individu anak, serta faktor perilaku.

1. Faktor Lingkungan

a. Pencemaran Udara Dalam Rumah

Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk

memasak dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahan

paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi

pada rumah yang keadaan ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam

rumah, bersatu dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan anak balita

bermain. Hal ini lebih dimungkinkan karena bayi dan anak balita lebih

lama berada di rumah bersama-sama ibunya sehingga dosis pencemaran

tentunya akan lebih tinggi.

Hasil penelitian diperoleh adanya hubungan antara ISPA dan

polusi udara, diantaranya ada peningkatan resiko bronchitis, pneumonia

pada anak-anak yang tinggal di daerah lebih terpolusi, dimana efek ini

terjadi pada kelompok umur 9 bulan dan 6– 10 tahun.

b. Ventilasi Rumah

Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara ke atau

dari ruangan baik secara alami maupun secara mekanis. Fungsi dari

ventilasi dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Mensuplai udara bersih yaitu udara yang mengandung kadar

oksigen yang optimum bagi pernapasan.

2. Membebaskan udara ruangan dari bau-bauan, asap ataupun debu

dan zat-zat pencemar lain dengan cara pengenceran udara.

3. Mensuplai panas agar hilangnya panas badan seimbang.

4. Mensuplai panas akibat hilangnya panas ruangan dan bangunan.

5. Mengeluakan kelebihan udara panas yang disebabkan oleh radiasi

tubuh, kondisi, evaporasi ataupun keadaan eksternal.

6. Mendisfungsikan suhu udara secara merata.

c. Kepadatan Hunian Rumah

Kepadatan hunian dalam rumah menurut keputusan menteri

kesehatan nomor 829/MENKES/SK/VII/1999 tentang persyaratan

Page 7: ISPA PUSKES.docx

kesehatan rumah, satu orang minimal menempati luas rumah 8 m². Dengan

kriteria tersebut diharapkan dapat mencegah penularan penyakit dan

melancarkan aktivitas.

Keadaan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan faktor

polusi dalam rumah yang telah ada. Penelitian menunjukkan ada hubungan

bermakna antara kepadatan dan kematian dari bronkopneumonia pada

bayi, tetapi disebutkan bahwa polusi udara, tingkat sosial, dan pendidikan

memberi korelasi yang tinggi pada faktor ini.

2. Faktor Individu Anak

a. Umur Anak

Sejumlah studi yang besar menunjukkan bahwa insiden penyakit

pernapasan oleh virus melonjak pada bayi dan usia dini anak-anak dan

tetap menurun terhadap usia. Insiden ISPA tertinggi pada umur 6–12

bulan.

b. Berat Badan Lahir

Berat badan lahir menentukan pertumbuhan dan perkembangan

fisik dan mental pada masa balita. Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah

(BBLR) mempunyai resiko kematian yang lebih besar dibandingkan

dengan berat badan lahir normal, terutama pada bulan-bulan pertama

kelahiran karena pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna

sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi, terutama pneumonia dan

sakit saluran pernapasan lainnya.

Penelitian menunjukkan bahwa berat bayi kurang dari 2500 gram

dihubungkan dengan meningkatnya kematian akibat infeksi saluran

pernafasan dan hubungan ini menetap setelah dilakukan adjusted terhadap

status pekerjaan, pendapatan, pendidikan. Data ini mengingatkan bahwa

anak-anak dengan riwayat berat badan lahir rendah tidak mengalami rate

lebih tinggi terhadap penyakit saluran pernapasan, tetapi mengalami lebih

berat infeksinya.

c. Status Gizi

Page 8: ISPA PUSKES.docx

Masukan zat-zat gizi yang diperoleh pada tahap pertumbuhan dan

perkembangan anak dipengaruhi oleh: umur, keadaan fisik, kondisi

kesehatannya, kesehatan fisiologis pencernaannya, tersedianya makanan

dan aktivitas dari si anak itu sendiri. Penilaian status gizi dapat dilakukan

antara lain berdasarkan antopometri: berat badan lahir, panjang badan,

tinggi badan, lingkar lengan atas.

Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor resiko yang

penting untuk terjadinya ISPA. Beberapa penelitian telah membuktikan

tentang adanya hubungan antara gizi buruk dan infeksi paru, sehingga

anak-anak yang bergizi buruk sering mendapat pneumonia. Disamping itu

adanya hubungan antara gizi buruk dan terjadinya campak dan infeksi

virus berat lainnya serta menurunnya daya tahan tubuh anak terhadap

infeksi.

Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA

dibandingkan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh

yang kurang. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak

mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. Pada

keadaan gizi kurang, balita lebih mudah terserang “ISPA berat” bahkan

serangannya lebih lama.

d. Vitamin A

Sejak tahun 1985 setiap enam bulan Posyandu memberikan kapsul

200.000 IU vitamin A pada balita dari umur satu sampai dengan empat

tahun. Balita yang mendapat vitamin A lebih dari 6 bulan sebelum sakit

maupun yang tidak pernah mendapatkannya adalah sebagai resiko

terjadinya suatu penyakit sebesar 96,6% pada kelompok kasus dan 93,5%

pada kelompok kontrol.

Pemberian vitamin A yang dilakukan bersamaan dengan imunisasi

akan menyebabkan peningkatan titer antibodi yang spesifik dan

tampaknya tetap berada dalam nilai yang cukup tinggi. Bila antibodi yang

ditujukan terhadap bibit penyakit dan bukan sekedar antigen asing yang

tidak berbahaya, niscaya dapatlah diharapkan adanya perlindungan

terhadap bibit penyakit yang bersangkutan untuk jangka yang tidak terlalu

Page 9: ISPA PUSKES.docx

singkat. Karena itu usaha massal pemberian vitamin A dan imunisasi

secara berkala terhadap anak-anak prasekolah seharusnya tidak dilihat

sebagai dua kegiatan terpisah. Keduanya haruslah dipandang dalam suatu

kesatuan yang utuh, yaitu meningkatkan daya tahan tubuh dan erlindungan

terhadap anak Indonesia sehingga mereka dapat tumbuh, berkembang dan

berangkat dewasa dalam keadaan yang sebaik-baiknya.

e. Status Imunisasi

Bayi dan balita yang pernah terserang campak dan selamat akan

mendapat kekebalan alami terhadap pneumonia sebagai komplikasi

campak. Sebagian besar kematian ISPA berasal dari jenis ISPA yang

berkembang dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti

difteri, pertusis, campak, maka peningkatan cakupan imunisasi akan

berperan besar dalam upaya pemberantasan ISPA. Untuk mengurangi

faktor yang meningkatkan mortalitas ISPA, diupayakan imunisasi lengkap.

Bayi dan balita yang mempunyai status imunisasi lengkap bila menderita

ISPA dapat diharapkan perkenbangan penyakitnya tidak akan menjadi

lebih berat.

Cara yang terbukti paling efektif saat ini adalah dengan pemberian

imunisasi campak dan pertusis (DPT). Dengan imunisasi campak yang

efektif sekitar 11% kematian pneumonia balita dapat dicegah dan dengan

imunisasi pertusis (DPT) 6% lematian pneumonia dapat dicegah.

3. Faktor Perilaku

Faktor perilaku dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA

pada bayi dan balita dalam hal ini adalah praktek penanganan ISPA di keluarga

baik yang dilakukan oleh ibu ataupun anggota keluarga lainnya. Keluarga

merupakan unit terkecil dari masyarakat yang berkumpul dan tinggal dalam suatu

rumah tangga, satu dengan lainnya saling tergantung dan berinteraksi. Bila salah

satu atau beberapa anggota keluarga mempunyai masalah kesehatan, maka akan

berpengaruh terhadap anggota keluarga lainnya.

Peran aktif keluarga/masyarakat dalam menangani ISPA sangat penting

karena penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada sehari-hari di dalam

Page 10: ISPA PUSKES.docx

masyarakat atau keluarga. Hal ini perlu mendapat perhatian serius oleh kita semua

karena penyakit ini banyak menyerang balita, sehingga ibu balita dan anggota

keluarga yang sebagian besar dekat dengan balita mengetahui dan terampil

menangani penyakit ISPA ini ketika anaknya sakit.

Keluarga perlu mengetahui serta mengamati tanda keluhan dini pneumonia

dan kapan mencari pertolongan dan rujukan pada sistem pelayanan kesehatan agar

penyakit anak balitanya tidak menjadi lebih berat. Berdasarkan hal tersebut dapat

diartikan dengan jelas bahwa peran keluarga dalam praktek penanganan dini bagi

balita sakit ISPA sangatlah penting, sebab bila praktek penanganan ISPA tingkat

keluarga yang kurang/buruk akan berpengaruh pada perjalanan penyakit dari yang

ringan menjadi bertambah berat.

Dalam penanganan ISPA tingkat keluarga keseluruhannya dapat

digolongkan menjadi 3 (tiga) kategori yaitu: perawatan penunjang oleh ibu balita;

tindakan yang segera dan pengamatan tentang perkembangan penyakit balita;

pencarian pertolongan pada pelayanan kesehatan.

2.1.5 Pengobatan

1. Pneumonia berat: dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik

parenteral, oksigen dan sebagainya.

2. Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila

penderita tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan

pemberian kontrmoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai

obat antibiotic pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin

prokain.

3. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan

perawatan di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk

tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang

merugikan seperti kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila

demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita

dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat

adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah

Page 11: ISPA PUSKES.docx

bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman

streptococcuss dan harus diberi antibiotic (penisilin) selama 10 hari.

Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya harus diberikan

perawatan khusus untuk pemeriksaan selanjutnya.

2.1.6 Perawatan di Rumah

Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya

yang menderita ISPA.

Mengatasi panas (demam)

Untuk anak usia 2 bulan sampai 5 tahun demam diatasi dengan

memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan

dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6

jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan

dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres,

dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).

Mengatasi batuk

Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu

jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh,

diberikan tiga kali sehari.

Pemberian makanan

Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang

yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI

pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.

Pemberian minuman

Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih

banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak,

kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.

Lain-lain

Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan

rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam. Jika pilek, bersihkan hidung

yang berguna untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari

Page 12: ISPA PUSKES.docx

komplikasi yang lebih parah. Usahakan lingkungan tempat tinggal yang

sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap. Apabila selama

perawatan dirumah keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk

membawa kedokter atau petugas kesehatan. Untuk penderita yang

mendapat obat antibiotik, selain tindakan diatas usahakan agar obat yang

diperoleh tersebut diberikan dengan benar selama 5 hari penuh. Dan untuk

penderita yang mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari anak

dibawa kembali kepetugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang.

2.1.7 Pencegahan dan Pemberantasan

Pencegahan dapat dilakukan dengan:

Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.

Immunisasi.

Menjaga kebersihan prorangan dan lingkungan.

Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.

Pemberantasan yang dilakukan adalah:

Penyuluhan kesehatan yang terutama di tujukan pada para ibu.

Pengelolaan kasus yangdisempurnakan.

Immunisasi.

Pelaksana pemberantasan

Tugas pemberatasan penyakit ISPA merupakan tanggung jawab

bersama. Kepala Puskesmas bertanggung jawab bagi keberhasilan

pemberantasan di wilayah kerjanya. Sebagian besar kematiaan akibat

penyakit pneumonia terjadi sebelum penderita mendapat pengobatan

petugas Puskesmas. Karena itu peran serta aktif masyarakat melalui

aktifitas kader akan sangat' membantu menemukan kasus-kasus

pneumonia yang perlu mendapat pengobatan antibiotic (kotrimoksasol)

dan kasus-kasus pneumonia berat yang perlu segera dirujuk ke rumah

sakit. Dokter puskesmas mempunyai tugas sebagai berikut:

Page 13: ISPA PUSKES.docx

Membuat rencana aktifitas pemberantasan ISPA sesuai dengan dana

atau sarana dan tenaga yang tersedia

Melakukan supervisi dan memberikan bimbingan penatalaksanaan

standar kasus-kasus ISPA kepada perawat atau paramedis.

Melakukan pemeriksaan pengobatan kasus-kasus pneumonia berat/

penyakit dengan tanda-tanda bahaya yang dirujuk oleh perawat/

paramedis dan merujuknya ke rumah sakit bila dianggap perlu.

Memberikan pengobatan kasus pneumonia berat yang tidak bisa

dirujuk ke rumah sakit.

Bersama dengan staff Puskesmas memberikan penyuluhan kepada ibu-

ibu yang mempunyai anak balita perihal pengenalan tanda-tanda

penyakit pneumonia serta tindakan penunjang di rumah,

Melatih semua petugas kesehatan di wilayah Puskesmas yang diberi

wewenang mengobati penderita penyakit ISPA,

Melatih kader untuk bisa, mengenal kasus pneumonia serta dapat

memberikan penyuluhan terhadap ibu-ibu tentang penyaki ISPA,

Memantau aktifitas pemberantasan dan melakukan evaluasi

keberhasilan pemberantasan penyakit ISPA. Mendeteksi hambatan

yang ada serta menanggulanginya termasuk aktifitas pencatatan dan

pelaporan serta pencapaian target.

     

Page 14: ISPA PUSKES.docx

BAB III

LAPORAN

Laporan kunjungan ISPA di Puskesmas Pulo Brayan Kota dari bulan

Januari s/d Desember 2014.

No Bln 1 thn 1-4 5-9 10-14 15-19 20-49 50-54 55-59 60-69 70+ L P Jlh

1 Jan 15 36 41 17 10 44 18 10 18 16 81 145 226

2 Feb 9 32 48 17 10 42 23 11 21 22 93 144 237

3 Mar 10 39 24 29 9 51 28 13 16 40 117 142 259

4 Apr 16 44 42 24 15 63 22 23 32 16 131 167 298

5 Mei 10 51 29 26 14 58 31 7 19 18 106 157 263

6 Jun 6 31 39 19 5 63 21 22 15 16 92 145 237

7 Jul 6 32 27 11 21 34 20 13 12 15 84 107 191

8 Aug 11 34 16 6 9 22 19 8 7 12 59 85 144

9 Sep 7 36 32 19 11 34 25 13 13 17 98 108 206

10 Okt 7 44 43 23 21 76 24 11 14 10 103 169 272

11 Nov 7 49 39 27 29 73 33 16 27 11 153 158 311

12 Des 12 43 24 13 8 59 30 12 18 13 104 123 227

13 Jlh 116 471 404 231 162 619 294 159 212 206 1221 1650 2871

Dari data di atas jumlah kunjungan ISPA terbanyak di Puskesmas Pulo

Brayan Kota tahun 2014 adalah di bulan november dengan jumlah 311 orang dan

terendah di bulan agustus dengan jumlah 144 orang. Dan jumlah kunjungan ISPA

terbanyak menurut umur pada usia 20-49 tahun dengan jumlah 619 orang

selanjutnya usia 1-4 tahun dengan jumlah 471 orang, dan terendah pada usia 1

tahun dengan jumlah 116 orang.

Page 15: ISPA PUSKES.docx

BAB IV

PERMASALAHAN DAN PEMECAHAN MASALAH

4.1 Permasalahan

Tingginya angka kunjungan ISPA di Puskesmas Pulo Brayan Kota.

4.2 Pemecahan Masalah

Meningkatkan pengetahuan kepada masyarakat tentang ISPA dan cara

mencegahnya melalui penyuluhan oleh tenaga kesehatan dan para

kader kesehatan.

Melakukan koordinasi antara masyarakat, petugas kesehatan, dan para

kepala lingkungan tentang upaya pencegahan ISPA di masyarakat.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Page 16: ISPA PUSKES.docx

Dari laporan kunjungan ISPA di Puskesmas Pulo Brayan Kota bulan

Januari s/d Desember 2014 didapatkan 2871 orang yang berkunjung dengan usia

terbanyak 20-49 tahun selanjutnya 1-4 tahun.

5.2 Saran

Perlunya peningkatan kerjasama antara petugas kesehatan dan para kader

dalam melaksanakan penyuluhan untuk mencegah penyakit ISPA kepada

masyarakat khususnya bagi para ibu secara berkesinambungan.