ii kajiankepustakaan 2.1. kelincimedia.unpad.ac.id/thesis/200110/2010/200110100312_2_6330.pdf ·...

23
9 II KAJIANKEPUSTAKAAN 2.1. Kelinci Klasifikasi kelinci menurut Sarwono (2001) adalah Kingdom : Animal Phylum : Chordata Sub phylum : Vertebrata Kelas : Mammalia Ordo : Legomorpha Family : Leporidae Genus : Oryctogalus Species : Oryctogalus cuniculus Pada saat ini di Indonesia terdapat tiga macam kelinci yaitu kelinci lokal, kelinci unggul, dan kelinci hasil persilangan. Kelinci lokal adalah keturunan kelinci yang masuk ke Indonesia sejak lama yang memiliki ciri-ciri berbentuk dan berbobot kecil (sekitar 1,5 kg), bulu berwarna putih, hitam, belang, dan abu-abu, serta apabila diperhatikan memiliki ciri-ciri keturunan kelinci Belanda (Dutch) dan atau kelinci New Zealand (Whendrato dan Madyana, 1989). Kelinci lokal walaupun bukan berasal dari Indonesia asli, terjadi akibat perkawinan silang yang tidak terkontrol dari generasi ke generasi, faktor makanan, faktor cuaca, faktor pemeliharaan dan lain-lain sehingga terjadilah kelinci yang biasa disebut kelinci local. Kelinci crossing merupakan kelinci hasil silang antara kelinci lokal dengan kelinci unggul atau hasil silang dua jenis strain unggul (Whendrato dan Madyana, 1989).

Upload: truongkhanh

Post on 06-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: II KAJIANKEPUSTAKAAN 2.1. Kelincimedia.unpad.ac.id/thesis/200110/2010/200110100312_2_6330.pdf · 1,5%, mineral 0,5%, dan protein 33%. Secara histologis kulit hewan dapat dibagi atas

9

II

KAJIANKEPUSTAKAAN

2.1. Kelinci

Klasifikasi kelinci menurut Sarwono (2001) adalah

Kingdom : Animal

Phylum : Chordata

Sub phylum : Vertebrata

Kelas : Mammalia

Ordo : Legomorpha

Family : Leporidae

Genus : Oryctogalus

Species : Oryctogalus cuniculus

Pada saat ini di Indonesia terdapat tiga macam kelinci yaitu kelinci lokal,

kelinci unggul, dan kelinci hasil persilangan. Kelinci lokal adalah keturunan

kelinci yang masuk ke Indonesia sejak lama yang memiliki ciri-ciri berbentuk dan

berbobot kecil (sekitar 1,5 kg), bulu berwarna putih, hitam, belang, dan abu-abu,

serta apabila diperhatikan memiliki ciri-ciri keturunan kelinci Belanda (Dutch)

dan atau kelinci New Zealand (Whendrato dan Madyana, 1989).

Kelinci lokal walaupun bukan berasal dari Indonesia asli, terjadi akibat

perkawinan silang yang tidak terkontrol dari generasi ke generasi, faktor

makanan, faktor cuaca, faktor pemeliharaan dan lain-lain sehingga terjadilah

kelinci yang biasa disebut kelinci local. Kelinci crossing merupakan kelinci hasil

silang antara kelinci lokal dengan kelinci unggul atau hasil silang dua jenis strain

unggul (Whendrato dan Madyana, 1989).

Page 2: II KAJIANKEPUSTAKAAN 2.1. Kelincimedia.unpad.ac.id/thesis/200110/2010/200110100312_2_6330.pdf · 1,5%, mineral 0,5%, dan protein 33%. Secara histologis kulit hewan dapat dibagi atas

10

Kelinci lokal lebih kecil dari kelinci impor, laju pertumbuhannya lebih

lambat, tetapi kelinci ini diduga mempunyai toleransi terhadap panas dan tahan

terhadap penyakit, sehingga mempunyai angka kematian lebih rendah bila

dibandingkan dengan kelinci impor (Sartika dkk, 1986).

Kebanyakan jenis-jenis kelinci luar negeri yang terdapat di Indonesia

sudah tidak murni lagi karena merupakan hasil perkawinan campuran (blaster)

dari beberapa jenis yang ada. Karena di dalam pembibitannya kurang

diperhatikan, bentuk dan timbangan badannya rata-rata ada dibawah kelinci luar

negeri. Sebaliknya, kelinci-kelinci luar negeri yang dibawa ke Indonesia sudah

menyesuaikan diri dengan keadaan iklim dan alam yang ada (Rukmana, 2011).

2.2. Kulit

Kulit ternak merupakan salah satu hasil sampingan (by-product) yang

berasal dari pemotongan ternak baik ternak besar, ternak kecil maupun jenis

unggas (Said, 2012). Kulit mentah adalah bahan baku kulit hewan yang baru

ditanggalkan dari hewannya sampai kepada yang telah mengalami proses-proses

pengawetan (Judoamidjojo, 1974). Dalam dunia perkulitan, kulit mentah

dibedakan menjadi dua kelompok yaitu kulit dari hewan besar seperti sapi,

kerbau, kuda, dalam istilah asing disebut hides dan kelompok kulit dari hewan

kecil seperti kambing, domba, anak sapi, kelinci dan dalam istilah asing disebut

skins (Purnomo, 1991).

Sesuai dengan bentuk badan hewan maka kulitnya pun terdiri dari daerah-

daerah punggung, perut, kaki, leher dan ekor bahkan ada pula daerah kepala.

Daerah satu dan lainnya mempunyai sifat-sifat berbeda, diantaranya tebal kulit

hewan kira-kira bergeser dari daerah pundak (gumba) yang bertebal dan

Page 3: II KAJIANKEPUSTAKAAN 2.1. Kelincimedia.unpad.ac.id/thesis/200110/2010/200110100312_2_6330.pdf · 1,5%, mineral 0,5%, dan protein 33%. Secara histologis kulit hewan dapat dibagi atas

11

berangsur-angsur semakin tipis sampai ke daerah ekor, sedangkan secara lateral

maka daerah tulang punggung bertebal dan berangsur-angsur menipis ke daerah

perut. Kepadatan dari pada jaringan serat kolagen pun tidak sama pada daerah

satu dan lainnya. Daerah tulang punggung adalah yang terpadat yang berangsur-

angsur semakin longgar pada daerah yang menjauhi daerah ini kecuali didaerah

kaki yang dibeberapa tempat terdapat daerah-daerah yang berjaringan padat

(Judoamidjojo, 1974).

Menurut Judoamidjojo (1974), secara topografi (Ilustrasi 1) kulit hewan

terdiri dari beberapa daerah sebagai berikut :

a. Daerah croupon (butt), daerah ini mempunyai mutu yang relatif paling baik

dibandingkan dengan daerah-daerah yang lain. Daerah ini meliputi kira-kira

55% dari seluruh kulit dan mempunyai jaringan kuat, rapat, padat, dan merata.

b. Daerah kepala dan leher, daerah ini relatif lebih tebal daripada daerah croupon

dan daerah lain tetapi mempunyai tenunan yang lebih longgar dibandingkan

dengan daerah croupon dan kira-kira 23% dari seluruh kulit.

c. Daerah kaki, perut dan ekor, daerah ini meliputi kira-kira 22% dari seluruh

kulit. Pada daerah perut, kulit relatif tipis dan bertenunan longgar sedangkan

daerah kaki lebih tebal dan bertenunan lebih padat.

Keterangan : a. Croupon b. Kepala dan Leher c. Kaki, Perut, dan Ekor

Ilustrasi 1. Pembagian Kulit Hewan secara Topografi (Judoamidjojo, 1974)

Page 4: II KAJIANKEPUSTAKAAN 2.1. Kelincimedia.unpad.ac.id/thesis/200110/2010/200110100312_2_6330.pdf · 1,5%, mineral 0,5%, dan protein 33%. Secara histologis kulit hewan dapat dibagi atas

12

Menurut Purnomo (1991) kulit mentah segar mengandung 65% air, lemak

1,5%, mineral 0,5%, dan protein 33%. Secara histologis kulit hewan dapat dibagi

atas 3 lapisanyaitu lapisan epidermis, lapisan corium atau cutis, dan lapisan

subcutis. Lapisan dermis dibuang sampai bersih. Lapisan corium atau dermis

sebagian besar terdiri dari jaringan serat kolagen, elastin, dan retikulin. Lapisan

subcutis akan terlepas pada saat pengapuran (Judoamidjojo, 1974).

2.3. Pengawetan Kulit

Kulit mentah segar (yang baru ditanggalkan dari hewannya) bersifat

mudah busuk karena merupakan media yang baik untuk tumbuh dan

berkembangbiaknya mikroorganisme (Judoamidjojo, 1974). Selain itu, sebab-

sebab kulit mentah perlu diawetkan adalah karena proses pengolahan kulit pada

umumnya tidak dilakukan segera setelah pengulitan, dalam proses penimbunan

dan pemasaran kulit mentah memerlukan proses mutasi dan transportasi

(Djojowidagdo, 1979).

Pengawetan kulit secara umum didefinisikan sebagai suatu cara atau

proses untuk mencegah terjadinya lisis atau degradasi komponen-komponen

dalam jaringan kulit. Prinsip pengawetan kulit adalah menciptakan kondisi yang

tidak cocok bagi pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme perusak kulit.

Hal tersebut dilakukan dengan mengurangi kadar air yang terkandung didalamnya

sampai batas maksimum bagi kehidupan mikroorganisme (Judoamidjojo, 1974).

Menurut Aten dkk (1995), beberapa metode dalam pengawetan kulit

adalah pengeringan, penggaraman (penggaraman kering dan basah) dan

pengasaman (pickle). Perbedaan yang nyata dari prinsip-prinsip tersebut adalah

kadar air kulit awetnya. Pengawetan dengan pengeringan kadar air maksimal

Page 5: II KAJIANKEPUSTAKAAN 2.1. Kelincimedia.unpad.ac.id/thesis/200110/2010/200110100312_2_6330.pdf · 1,5%, mineral 0,5%, dan protein 33%. Secara histologis kulit hewan dapat dibagi atas

13

hanya 12-15%, sedangkan pada pemberian bahan pengawet kadar air kulit

minimal sekitar 40% dan untuk kombinasi dari kedua prinsip tersebut akan

menghasilkan kadar air maksimal 25-30% (Judoamidjojo, 1974).

Metode pengawetan dengan cara kering garam menghasilkan kualitas kulit

awetan yang sangat baik. Hal ini dapat dilihat mudahnya proses perendaman yang

dapat memudahkan proses selanjutnya sehingga kualitas kulit samak menjadi

baik. Pengawetan kulit dengan cara penggaraman kristal dapat dilakukan apabila

kulit kelinci disimpan untuk waktu yang tidak terlalu lama (Rossuartini dkk,

1999).

Pengawetan dengan cara penggaraman mengakibatkan penyusutan luas

kulit setelah pengeringan membuat bulu lebih kuat oleh lapisan epidermis

sehingga tidak mudah rontok. Kadar air kulit segar yang berasal 60-65% setelah

proses penggaraman menjadi 15% (Rossuartini dkk, 1999). Jumlah garam yang

banyak dapat mengadakan plasmolisa sel-sel mikroorganisme. Chlorida dalam

garam berguna sebagai racun mikroorganisme (Frazier, 1976).

Pada pengawetan kulit, perubahan komposisi kimia dan sifat-sifat fisis

terjadi selama penyimpanan diantaranya denaturasi bahkan degradasi dari

komponen penyusun kulit. Banyak sedikitnya air yang terkandung dan diserap

kulit akan mempengaruhi sifat-sifat fisis. Sifat-sifat fisis kulit adalah ketahanan

kulit terhadap pengaruh luar, antara lain pengaruh mekanik dan lingkungan.

Dalam penyimpanan terjadi peristiwa hidrolisis di dalam kulit (Pertiwiningrum,

1998).

Pemberian garam pada penggaraman kering berjumlah 40-50% untuk kulit

pedet dan 30-40% untuk kulit hewan besar dari berat kulit segar dengan lama

penggaraman 1 – 2 hari untuk kulit pedet dan 3 – 4 hari untuk kulit hewan besar

Page 6: II KAJIANKEPUSTAKAAN 2.1. Kelincimedia.unpad.ac.id/thesis/200110/2010/200110100312_2_6330.pdf · 1,5%, mineral 0,5%, dan protein 33%. Secara histologis kulit hewan dapat dibagi atas

14

(Djojowidagdo, 1979). Menurut Sasanadharma (1992) pengawetan kulit kelinci

Rex yang terbaik adalah dengan penggaraman 30% menghasilkan kulit jadi

dengan mutu dibawah kulit segar dan lebih baik dibandingkan dengan pengawetan

dengan cara kering biasa dan kering racun. Sama hal nya dengan Anwar (2002)

bahwa pengawetan terbaik adalah dengan garam tidak jenuh yang menggunakan

30% garam tidak seperti garam jenuh, larutan garam, dan penggaraman basah

yang mendapatkan penambahan garam kembali. Bienkiewicz (1983)

menambahakan bahwa pada semua penggaraman terdapat reaksi osmotik dari

garam ke kulit karena garam dari permukaan menyerap air yang ada di dalam

kulit. Pada perlakuan pengawetan garam jenuh penaburan garam ke bagian

subcutis kulit lebih banyak daripada perlakuan pengawetan garam tidak jenuh

sehingga banyaknya air yang terserap akibat sifat higroskopis garam ini berbeda.

2.4. Kerupuk Kulit

Kerupuk kulit adalah produk makanan ringan, dibuat dari kulit sapi (Bos

indicus), atau kerbau (Bos bubalus) melalui tahap proses pembuangan bulu,

pengembangan kulit, perebusan, pengeringan dan perendaman bumbu untuk

kerupuk mentah atau dilanjutkan penggorengan untuk kerupuk kulit siap

dikonsumsi (SNI 01-4308-1996). Syarat mutu kerupuk kulit tercantum pada

Tabel 1.

Page 7: II KAJIANKEPUSTAKAAN 2.1. Kelincimedia.unpad.ac.id/thesis/200110/2010/200110100312_2_6330.pdf · 1,5%, mineral 0,5%, dan protein 33%. Secara histologis kulit hewan dapat dibagi atas

15

Tabel 1. Syarat Mutu Kerupuk Kulit (SNI, 1996)

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan

Mentah Siap dikonsumsi 1. Keadaan : 1.1. Bau - normal normal 1.2. Rasa - khas khas 1.3. Warna - normal normal 1.4. Tekstur - renyah renyah 2. Keutuhan % b/b min.95 min.95 3. Benda-benda asing,

serangga, dan potongan-potongannya

- Tidak boleh ada Tidak boleh ada

4. Air % b/b maks.8 maks.6 5. Abu tanpa garam % b/b maks.1 maks.1 6. Asam lemak bebas

(dihitung sebagai asam laurat)

% b/b maks.1,0 maks.0,5

7. Cemaran logam : 7.1. Timbal (Pb) mg/kg maks.2,0 maks.2,0 7.2. Tembaga (Cu) mg/kg maks.20,0 maks.20,0 7.3. Seng (Zn) mg/kg maks.40,0 maks.40,0 7.4. Timah (Sn) mg/kg maks.40,0 maks.40,0 7.5. Raksa (Hg) mg/kg maks.0,03 maks.0,03 8. Arsen (As) mg/kg maks.1,0 maks.1,0 9. Cemaran mikroba : 9.1. Angka lempeng total koloni/g maks.5 x 10

4 maks.5 x 10

4

9.2. Coliform APM/g < 3 < 3 9.3. Salmonella koloni/g negatif negatif

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa syarat mutu kerupuk kulit

mentah maupun siap dikonsumsi harus memiliki bau normal, rasa khas, warna

normal, tekstur renyah, keutuhan minimal 95%, dan tidak boleh ada benda-benda

asing seperti serangga dan potongan-potongannya didalamnya. Terdapat

perbedaan persyaratan kandungan air, pada kerupuk kulit mentah maksimal 8%

sedangkan pada kerupuk kulit siap dikonsumsi maksimal 6% dan persyaratan

komposisi kimia lainnya memiliki nilai yang sama.

Page 8: II KAJIANKEPUSTAKAAN 2.1. Kelincimedia.unpad.ac.id/thesis/200110/2010/200110100312_2_6330.pdf · 1,5%, mineral 0,5%, dan protein 33%. Secara histologis kulit hewan dapat dibagi atas

16

2.5. Proses Pembuatan Kerupuk Kulit

Perendaman

Tujuan perendaman adalah sebagai berikut (Judoamidjojo, 1980):

a. Melemaskan kulit, terutama kulit kering, sehingga mendekati kulit hewan

yang baru lepas dari badannya (kulit segar). Dalam hal ini terjadi

peresapan air ke dalam jaringan atau tenunan kulit (rehidrasi). Untuk kulit

segar atau kulit awet garam, cukup dicuci dengan air mengalir (Purnomo,

1991).

b. Membuang darah, feses, tanah dan lain-lain bahan atau zat-zat asing yang

tidak hilang pada waktu pengawetan.

c. Membuka tenunan kulit, artinya tenunan kulit disiapkan untuk dapat

bereaksi dengan bahan kimia yang akan dibubuhkan kemudian.

d. Membuang garam karena garam dapat memberikan pengaruh kurang baik

pada reaksi dalam proses lebih lanjut.

Faktor utama yang perlu diperhatikan pada proses perendaman adalah

waktu perendaman, karena kulit adalah bahan yang mudah rusak oleh

mikroorganisme jadi lamanya perendaman sebaiknya tidak lebih dari 24 jam

(Purnomo, 1991).

Pembuangan Bulu

Proses pembuangan bulu yang paling mudah adalah dengan pengapuran. Tujuan

proses pengapuran yang dikemukakan oleh Judoamidjojo (1980) sebagai berikut:

a. Untuk menghilangkan atau melepaskan epidermis sehingga baik rambut

atau wol dapat lepas.

Page 9: II KAJIANKEPUSTAKAAN 2.1. Kelincimedia.unpad.ac.id/thesis/200110/2010/200110100312_2_6330.pdf · 1,5%, mineral 0,5%, dan protein 33%. Secara histologis kulit hewan dapat dibagi atas

17

b. Untuk menghilangkan kelenjar keringat, urat saraf, vena dan pembuluh

darah yang terdapat dalam substansi kulit.

c. Untuk memperlunak dan menghilangkan tenunan retikular,

menggabungkan fibril serta membuka tenunan serat.

d. Untuk membengkakkan sisa-sisa daging serta tenunan pengikat yang

terdapat pada permukaan daging guna memudahkan pembuangannya

dalam pengerjaan lebih lanjut.

Menurut Judoamidjojo (1980) banyaknya kapur dalam proses pengapuran

sebesar 0,4 kg kapur dalam 5 liter air untuk 1 kg kulit, sama halnya dengan

pendapat Amertaningtyas dkk (2010) bahwa teknik buang bulu yang paling baik

adalah dengan menggunakan konsentrasi kapur 20Be sebesar 4% untuk

menghasilkan kualitas kerupuk kulit kelinci terbaik.

Buang kapur dilakukan setelah kulit mengalami pengapuran dengan cara

mencuci dengan air yang mengalir sambil diperas dengan tangan, tetapi jika

dikerjakan dengan air mengalir di atas bangku kulit berkali-kali serta dikerok

menggunakan pisau tumpul maka zat kapur dapat diperas ke luar dari kulit

(Judoamidjojo, 1980).

Perebusan

Menurut Sudarminto dkk (2000) bahwa lama perebusan akan

meningkatkan kadar air, volume kerupuk mentah dan matang, daya rekah,

sedangkan daya patah dan kadar protein akan mengalami pernurunan sebagai

akibat dari lama perebusan. Pemanasan terhadap kolagen pada suhu >800C akan

mengubah kolagen menjadi gelatin. Kulit akan menyerap air dan mengalami

Page 10: II KAJIANKEPUSTAKAAN 2.1. Kelincimedia.unpad.ac.id/thesis/200110/2010/200110100312_2_6330.pdf · 1,5%, mineral 0,5%, dan protein 33%. Secara histologis kulit hewan dapat dibagi atas

18

superkontraksi dari panjang semula. Dalam kondisi ini kulit menjadi matang,

tekstur yang dihasilkan lunak dan warna kulir transparan (Widati dkk, 2007).

Pemotongan Kulit

Menurut Sutejo (2000) bahwa pemotongan kulit melalui cara

pengguntingan dengan posisi miring di setiap sisinya. Tujuan pengguntingan

dengan cara ini adalah untuk mendapatkan hasil potongan dalam jumlah

maksimal. Kulit yang telah ditiriskan dan dibersihkan dari lapisan subcutis

selanjutnya digunting dengan ukuran 2 x 3 cm. Pemotongan dilakukan untuk

menghasilkan kulit dengan luas yang cukup sehingga memudahkan perambatan

panas yang akan mempercepat proses pengeringan. Pada saat penggorengan

kerupuk cepat terambati oleh panas yang akan memudahkan minyak mendorong

dan melepaskan air yang masih tersisa sehingga kerupuk mengembang sempurna.

Pengeringan

Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau

menghilangkan sebagian air dari suatu bahan pangan dengan cara menguapkan air

tersebut dengan menggunakan energi panas. Biasanya kandungan air bahan

tersebut dikurangi sampai batas mikroba tidak dapat tumbuh (Buckle dkk, 1985).

Pengeringan ini dapat dilakukan dengan menggunakan sinar matahari atau alat

pengering.

Menurut Buckle dkk (1985) keuntungan utama dehidrasi (pengeringan)

dengan menggunakan sinar matahari adalah :

1) Bobot menjadi ringan karena kandungan air pada bahan pangan yang

semula sekitar 60 – 90% sebagian dikeluarkan dengan dehidrasi.

Page 11: II KAJIANKEPUSTAKAAN 2.1. Kelincimedia.unpad.ac.id/thesis/200110/2010/200110100312_2_6330.pdf · 1,5%, mineral 0,5%, dan protein 33%. Secara histologis kulit hewan dapat dibagi atas

19

2) Produk yang dikeringkan membutuhkan tempat lebih sedikit dari aslinya.

3) Stabil pada suhu penyimpanan, yaitu suhu kamar, tetapi ada batasan pada

suhu penyimpanan maksimal untuk masa simpan yang cukup baik.

Sedangkan kerugiannya adalah :

1) Semua bahan pangan mempunyai derajat kepekaan terhadap panas tertentu

dan dapat menimbulkan bau gosong pada kondisi pengeringan yang tidak

terkendalikan.

2) Hilangnya flavor yang mudah menguap.

3) Reaksi pencoklatan non enzimatis.

Kerupuk mentah dikatakan kering apabila bersifat keras dan mudah

dipatahkan (getas), sedangkan yang belum cukup kering bersifat keras tetapi tidak

getas dan kerupuk mentah yang basah sekali bersifat lentur dan tidak

getas.Pengeringan menggunakan panas matahari dilakukan selama 2 hari bila

cuaca cerah dan sekitar 4 – 5 hari bila cuaca kurang cerah (Koswara, 2009).

Apabila kulit tidak dijemur sampai kering dapat membuat kerupuk hancur pada

saat penggorengan (Amertaningtyas, 2011).

Penggorengan

Menggoreng adalah suatu proses untuk memasak bahan pangan dengan

menggunakan lemak atau minyak pangan dalam ketel penggorengan. Pada

umumnya proses penggorengan ada dua macam yaitu proses gangsa (pan frying)

dan menggoreng biasa (deep frying). Pada proses gangsa, bahan pangan yang

digoreng tidak sampai terendam dalam minyak. Pada proses penggorengan

dengan sistem deep frying, bahan pangan digoreng terendam dalam minyak

(Ketaren, 1986).

Page 12: II KAJIANKEPUSTAKAAN 2.1. Kelincimedia.unpad.ac.id/thesis/200110/2010/200110100312_2_6330.pdf · 1,5%, mineral 0,5%, dan protein 33%. Secara histologis kulit hewan dapat dibagi atas

20

Pada proses penggorengan dengan sistem deep frying, suhu minyak dapat

mencapai 200 – 2050C tapi untuk menggoreng berbagai jenis kerupuk yang

terbaik pada suhu 163 – 1780C. Pada proses gangsa, suhu pemanasan umumnya

lebih rendah dari suhu pemanasan pada sistem deep frying (Ketaren, 1986).

Prinsip penggorengan sistem deep frying dapat dilihat pada Ilustrasi 2,

ditunjukkan input dari ketel penggorengan adalah minyak, bahan pangan yang

digoreng dan panas, sedangkan outputnya adalah bahan pangan hasil gorengan,

uap panas, minyak jelantah, hasil samping berminyak dan potongan-potongan

bahan pangan (Ketaren, 1986).

Ilustrasi 2. Proses penggorengan sistem deep frying (Ketaren, 1986)

Penampakan potongan melintang dari bahan pangan yang digoreng dapat dilihat

pada Ilustasi 3.

Ilustrasi 3. Penampang melintang makanan goreng (Ketaren, 1986)

Ilustrasi di atas memperlihatkan potongan melintang dari bahan pangan

digoreng. Inner zone atau core merupakan bagian dalam dari bahan pangan

Page 13: II KAJIANKEPUSTAKAAN 2.1. Kelincimedia.unpad.ac.id/thesis/200110/2010/200110100312_2_6330.pdf · 1,5%, mineral 0,5%, dan protein 33%. Secara histologis kulit hewan dapat dibagi atas

21

berkadar air tinggi dan umum terdapat pada bahan pangan yang digoreng. Proses

pemasakan berlangsung oleh penetrasi panas dari minyak yang masuk ke dalam

bahan pangan. Proses pemasakan ini dapat merubah atau tidak merubah karakter

bahan pangan, tergantung dari bahan pangan yang digoreng. Permukaan lapisan

luar (outer zone surface) akan berwarna coklat kemasan akibat penggorengan.

Timbulnya warna pada permukaan bahan disebabkan oleh reaksi browning atau

reaksi Maillard. Tingkat intensitas warna ini tergantung dari lama dan suhu

menggoreng dan juga komposisi kimia pada permukaan luar dari bahan pangan,

sedangkan jenis lemak yang digunakan berpengaruh sangat kecil terhadap warna

permukaan bahan pangan.

Penggorengan kerupuk bertujuan untuk menghasilkan kerupuk goreng

yang mengembang dan renyah. Pada saat proses penggorengan, kerupuk mentah

mengalami pemanasan pada suhu tinggi, sehingga molekul air yang masih terikat

pada struktur kerupuk menguap dan menghasilkan tekanan uap yang

mengembangkan struktur kerupuk tersebut (Lavlinesia, 1998).

Secara umum cara penggorengan kerupuk ada dua macam, yaitu

penggorengan langsung dalam minyak yang telah dipanaskan dan penggorengan

dengan mencelupkan terlebih dahulu kerupuk mentah yang akan digoreng dalam

minyak dingin atau minyak hangat baru kemudian digoreng dalam minyak yang

telah dipanaskan untuk mendapatkan pengembangan kerupuk (Koswara, 2009)

2.6. Sifat Fisik Kerupuk Kulit

2.6.1. Rendemen

Rendemen merupakan suatu parameter yang paling penting untuk

mengetahui nilai efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan rendemen

Page 14: II KAJIANKEPUSTAKAAN 2.1. Kelincimedia.unpad.ac.id/thesis/200110/2010/200110100312_2_6330.pdf · 1,5%, mineral 0,5%, dan protein 33%. Secara histologis kulit hewan dapat dibagi atas

22

berdasarkan persentase perbandingan antar berat akhir dengan berat awal proses

(Amiarso, 2003).

Rendemen dapat dinyatakan dalam desimal atau persen. Rendemen

dipengaruhi oleh kadar air. Semakin kecil kadar air yang terkandung dalam

produk (berarti semakin besar jumlah air yang menguap) maka nilai rendemennya

semakin kecil dan demikian sebaliknya, semakin besar kadar air yang terkandung

dalam produk (berarti semakin kecil jumlah air yang menguap) maka nilai

rendemennya semakin besar (Wulandari, 2002).

2.6.2. Daya Rekah

Daya rekah merupakan kemampuan pengembangan produk kering hasil

tekanan uap air, udara, dan gas lain yang diperoleh dari pemanasan kemudian

mendesak struktur bahan, sehingga menimbulkan penggosongan yang membentuk

kantong-kantong udara pad kerupuk (Nabil, 1983). Pengembangan merupakan

salah satu parameter mutu kerupuk goreng (Muliawan, 1991). Menurut

Lavlinesia (1995), daya rekah kerupuk dipengaruhi oleh beberapa faktor antara

lain:

a) Sumber pati yang digunakan.

Penggunaan sumber pati yang berbeda akan menghasilkan daya rekah

kerupuk yang berbeda. Penggunaan pati tapioka dan sagu memberikan

derajat pengembangan linear yang tinggi dibandingkan dari jenis pati

lainnya pada pembuatan kerupuk.

b) Kandungan dan jenis protein.

Kandungan protein yang tinggi cenderung menurunkan daya rekah

kerupuk. Selain jumlah protein yang mempengaruhi daya rekah kerupuk,

Page 15: II KAJIANKEPUSTAKAAN 2.1. Kelincimedia.unpad.ac.id/thesis/200110/2010/200110100312_2_6330.pdf · 1,5%, mineral 0,5%, dan protein 33%. Secara histologis kulit hewan dapat dibagi atas

23

sumber protein yang berbeda juga berpengaruh terhadap daya rekah

kerupuk.

c) Kadar air.

Pengembangan kerupuk selama digoreng sangat ditentukan oleh

kandungan air yang terikat pada kerupuk sebelum digoreng. Jumlah air

yangterikat dalam bahan akan menentukan banyaknya letusan yang

menguap selama penggorengan. Jumlah uap air yang terdapat di dalam

bahan, selain ditentukan oleh lamanya pengeringan, suhu penggorengan,

kecepatan aliran udara, kondisi bahan dan cara penumpukan. Selain itu

juga dipengaruhi oleh penambahan air sewaktu pembuatan adonan pada

proses gelatinisasi.

d) Suhu penggorengan.

Kerupuk yang digoreng dalam minyak yang kurang panas dalam waktu

yang lama akan dihasilkan pengembangan yang kurang baik, sedangkan

bila suhu penggorengan yang terlampau panas, walaupun waktu

dibutuhkan untuk mengembang lebih cepat akan tetapi kerupuk goreng

akan mudah hangus.

e) Penggunaan bahan pengembang.

Penggunaan bahan pengembang seperti soda kue, soda abu dan amoniak

kue dapat meningkatkan kerupuk sekitar 20 %.

f) Pengadukan berpengaruh terhadap volume pengembangan karena

berkaitan dengan pengumpulan udara, gas dan juga proses gelatinisasi pati.

Page 16: II KAJIANKEPUSTAKAAN 2.1. Kelincimedia.unpad.ac.id/thesis/200110/2010/200110100312_2_6330.pdf · 1,5%, mineral 0,5%, dan protein 33%. Secara histologis kulit hewan dapat dibagi atas

24

2.6.3. Kerenyahan

Kerenyahan merupakan indikator bahwa kerupuk dapat dikonsumsi atau

tidak, jika renyah dimungkinkan produk tersebut dapat dikonsumsi. Kerenyahan

dipengaruhi oleh daya rekah, makin tinggi daya rekah semakin tinggi pula

kerenyahannya (Amertaningtyas dkk, 2010).

Menurut Muliawan (1991) kekerasan kerupuk dipengaruhi oleh kadar air

kerupuk mentah. Peningkatan kekerasan menyebabkan penurunan daya rekah.

Penurunan daya rekah menunjukkan pembentukan rongga-rongga udara yang

semakin menurun, sehingga kekerasan kerupuk meningkat. Kekerasan

berbanding terbalik dengan kerenyahan, semakin tinggi nilai kerenyahannya maka

semakin rendah nilai kekerasannya (Wulandari, 2002).

2.7. Garam Dapur

Secara fisik, garam adalah benda padatan berwarna putih berbentuk kristal

yang merupakan kumpulan senyawa dengan bagian terbesar Natrium Chlorida

(>80%) serta senyawa lainnya seperti Magnesium Chlorida, Magnesium Sulfat,

Calsium Chlorida, dan lain-lain. Garam mempunyai sifat higroskopis yang berarti

mudah menyerap air, bulk density (tingkat kepadatan) sebesar 0,8 – 0,9 dan titik

lebur pada tingkat suhu 8010C (Burhanuddin, 2001)

Garam biasa ditambahkan pada proses pengolahan tertentu. Penambahan

garam tersebut bertujuan untuk mendapatkan kondisi tertentu yang menghasilkan

enzim atau mikroorganisme yang tahan garam (halofilik) bereaksi menghasilkan

produk makanan dengan karakteristik tertentu.

Kadar garam yang tinggi menyebabkan mikroorganisme yang tidak tahan

terhadap garam akan mati. Kondisi selektif ini memungkinkan mikroorganisme

Page 17: II KAJIANKEPUSTAKAAN 2.1. Kelincimedia.unpad.ac.id/thesis/200110/2010/200110100312_2_6330.pdf · 1,5%, mineral 0,5%, dan protein 33%. Secara histologis kulit hewan dapat dibagi atas

25

yang tahan garam dapat tumbuh. Pada kondisi tertentu penambahan garam

berfungsi mengawetkan karena kadar garam yang tinggi menghasilkan tekanan

osmotik yang tinggi dan aktivitas air rendah. Pengolahan dengan garam biasanya

merupakan kombinasi dengan pengolahan lain seperti fermentasi dan enzimatis

(Desrosier, 1988).

Peran garam NaCl dalam proses pengawetan yang dikemukakan oleh

Frazier (1976) adalah sebagai berikut :

- Garam NaCl dalam larutannya akan terurai menjadi anion (Na+) yang

menghambat pertumbuhan bakteri dan kation (Cl-) yang dapat

menurunkan daya larut O2 dari udara,

- Bekerjanya sistem osmosa terhadap bakteri hidup, karena sel-sel bakteri

hidup bekerja sebagai membrane yang semi-permeabel maka larutan

garam yang ada di sekelilingnya dapat menarik air, sehingga terjadi proses

plasmolysis pada tubuh bakteri,

- Dehidratasi, bakteri kekurangan air karena plasmolysis dimana air yang

ada pada sel bakteri ditarik keluar, yang mengakibatkan hancurnya dinding

sel bakteri dan terjadi pengeringan,

- Garam dalam kadar yang tinggi akan mengekstraksi air dari bahan maupun

bakteri, sehingga menghilangkan syarat hidup bakteri pembusuk dan

menyebabkan bahan pangan menjadi awet.

Widati dkk (2007) meneliti mengenai pengaruh lama pengapuran terhadap

kadar air, kadar protein, kadar kalsium, daya rekah dan sifat organoleptik kerupuk

kulit sapi. Hasilnya menunjukkan bahwa waktu pengapuran yang semakin tinggi

akan menghasilkan kadar kalsium, kerenyahan, rasa, dan daya rekah semakin

tinggi, sedangkan kadar air dan kadar protein memberikan nilai yang lebih rendah

Page 18: II KAJIANKEPUSTAKAAN 2.1. Kelincimedia.unpad.ac.id/thesis/200110/2010/200110100312_2_6330.pdf · 1,5%, mineral 0,5%, dan protein 33%. Secara histologis kulit hewan dapat dibagi atas

26

yang terbaik pada proses pengapuran selama 4 hari. Kerupuk kulit tersebut

mempunyai kandungan protein sebesar 6,10%, kadar air 0,11%, kadar kalsium

1,88%, daya rekah 372,12%, skor kerenyahan 5,38 dan skor rasa 6,89.

Semakin lama proses pengapuran, maka proses penghilangan globular

protein maupun perontokkan bulu bisa berjalan dengan baik, yang mengakibatkan

sebagian lemak tersabun menjadi sabun kalsium yang tidak larut dalam air,

sehingga air akan sulit terserap dalam kulit dan hal ini akan meningkatkan daya

rekah dari kerupuk kulit sapi yang dihasilkan.

Amertaningtyas dkk (2009 dan 2010) menjelaskan bahwa terdapat

perbedaan kualitas pada teknik buang bulu pembuatan kerupuk kulit kelinci.

Perbedaan teknik buang bulu tersebut memberikan perbedaan kualitas kadar air,

daya rekah, dan organoleptik (kerenyahan dan rasa). Teknik buang bulu dengan

cara pengapuran (4%) menghasilkan kerupuk kulit kelinci paling baik dengan

nilai kadar air 1,5922%, daya rekah 855,3798%, skor kerenyahan 4,067 dan rasa

4,053 dibandingkan dengan cara perebusan (suhu 500C selama 3 – 5 menit) yang

menghasilkan nilai kadar air 0,0635%, daya rekah 330,8329%, skor kerenyahan

3,587 dan rasa 3,877.

Sabtu, Soemitro, dan Soeharjono (2000) menjelaskan bahwa sifat fisik,

kimia dan organoleptik kerupuk kulit kerbau yang dibuat dari stratum papilare

sama dengan stratum retikulare. Kualitas sifat fisik dan organoleptik dipengaruhi

oleh lama perebusan dan lama pengungkepan yang terbaik bila direbus selama

lebih dari 60 menit pada suhu 900C dan diungkep minimal selama 6 jam pada

suhu 1200C.

Widati (1988) menjelaskan bahwa proses perebusan terbaik pada

pembuatan kerupuk kulit kelinci yaitu selama 60 – 75 yang ditunjukkan dengan

Page 19: II KAJIANKEPUSTAKAAN 2.1. Kelincimedia.unpad.ac.id/thesis/200110/2010/200110100312_2_6330.pdf · 1,5%, mineral 0,5%, dan protein 33%. Secara histologis kulit hewan dapat dibagi atas

27

tingkat pengembangan kerupuk kulit kelinci paling besar dan pengaruh perebusan

tersebut juga akan menurunkan kadar air kerupuk kelinci sebelum digoreng.

Cayana dan Sumang (2008) meneliti bahwa perendaman dengan air kapur

memberikan kemekaran 13,33% yang lebih baik dibanding dengan perendaman

dengan asam cukadengan kemekaran 7,92%. Kandungan gizi kerupuk kulit cakar

ayam dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan Gizi Kerupuk Kulit Cakar Ayam

Zat Gizi Kandungan (%)

Kapur Sirih Asam Cuka Air 16,45 16,45

Protein 45,43 45,43 Lemak 21,45 19,42 Abu 8,87 6,72

Sumber : Cayana dan Sumang (2008)

Kartiwa (2002) membuat kerupuk kulit dari ikan kambing-kambing,

ternyata metode blanching dengan larutan kapur 5% pada suhu 500C selama 10

menit menghasilkan kerupuk kulit dengan tingkat penyusutan paling kecil

(9,72%) dan tingkat kemekaran yang terbaik,serta kandungan gizi masih cukup

tinggi, yaitu kadar protein 43,35 – 79,96% (bb) dan kadar lemak 0,14 – 0,85%.

Malawat dkk (1994) membuat kerupuk kulit dari ikan cucut, ternyata

perebusan kulit cucut selama 45 menit dalam larutan garam 10% menghasilkan

komposisi kimia dengan kadar air 12%, protein 75,6%, lemak 3,1%, abu 2,7%,

dengan kandungan asam amino essensial yang sedikit dan mempunyai daya rekah

2 – 3 kali serta rendemen 27%.

Wulandari (2002) menjelaskan bahwa adanya perbedaan kualitas kerupuk

kulit itik yang mendapat perlakuan pengeringan dan tanpa pengeringan sebelum

digoreng. Metode pembuatan kerupuk kulit dengan tahap tanpa pengeringan

menghasilkan kerupuk kulit itik yang terbaik dengan nilai rendemen 21,14%,

volume pengembangan 64,27%, kekerasan 1,559 kgf/mm, skor warna 2,20,

Page 20: II KAJIANKEPUSTAKAAN 2.1. Kelincimedia.unpad.ac.id/thesis/200110/2010/200110100312_2_6330.pdf · 1,5%, mineral 0,5%, dan protein 33%. Secara histologis kulit hewan dapat dibagi atas

28

kerenyahan 2,52, dan rasa 3,44, sedangkan melalui tahap pengeringan

menghasilkan rendemen 16,49%, volume pengembangan 23,38%, kekerasan

2,504 kgf/mm, skor warna 4,60, kerenyahan 4,00, dan rasa 3,40

Suryani (2007) menjelaskan bahwa adanya perbedaan kualitas kerupuk

kulit kambing PE (Peranakan Etawa) dan PB (Peranakan Boer) ditinjau dari kadar

air, daya rekah, rasa dan kerenyahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar

air dan rasa kerupuk kulit kambing PE tidak berbeda nyata dengan PB, sedangkan

daya rekah dan kerenyahan berbeda nyata. Kualitas kerupuk kulit kambing PB

menghasilkan nilai daya rekah 416,67%, kadar air 3,22%, skor rasa 4,48 dan

kerenyahan 4,75 lebih baik dibandingkan kualitas kerupuk kulit kambing PE

dengan nilai daya rekah 600%, kadar air 3,26%, skor rasa 4,11 dan kerenyahan

4,38 meskipun keduanya masih memenuhi standar SNI.

Alawiyah (1999) menjelaskan bahwa kerupuk kulit kerbau yang digoreng

dengan minyak menghasilkan kadar air 5,52%, kadar lemak 31,86%, kadar

protein 63,93%, volume pengembangan 2193%, dan nilai rata-rata kerenyahan

sebesar 5,2 sedangkan kerupuk yang digoreng dengan oven gelombang mikro

memiliki kadar air 3,52%, kadar lemak 2,61%, kadar protein 88,13%, volume

pengembangan 1847% dan nilai rata-rata kerenyahan sebesar 4,2.

2.8. Sifat Organoleptik

Penilaian dengan indera manusia menggunakan indera penglihatan, indera

penciuman, dan indera pencicipan adalah instrumen yang digunakan dalam

analisis sensori. Penilaian ini sudah ada sejak manusia mulai menggunakan

inderanya untuk menilai kualitas dan keamanan suatu makanan dan minuman.

Faktor yang berhubungan dengan organoleptik antara lain warna, aroma, rasa,

Page 21: II KAJIANKEPUSTAKAAN 2.1. Kelincimedia.unpad.ac.id/thesis/200110/2010/200110100312_2_6330.pdf · 1,5%, mineral 0,5%, dan protein 33%. Secara histologis kulit hewan dapat dibagi atas

29

kerenyahan, dan total penerimaan. Penilaian terhadap kerupuk kulit tergantung

tingkat kesukaan dan selera konsumen dan kepuasan mengkonsumsi kerupuk

kulit, yang dipengaruhi oleh sifat fisik serta masing-masing individu (Soewarno,

1985).

Uji penerimaan menyangkut nilai seseorang akan suatu sifat atau kualitas

suatu bahan yang menyebabkan orang menyenangi. Uji penerimaan termasuk uji

kesukaan (hedonik). Dalam uji hedonik panelis dimintakan tanggapan pribadinya

tentang kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan. Dalam menganalisis skala

hedonik ditransformasikan menjadi skala numerik dengan angka menaik dan

menurun tingkat kesukaan, dengan data numerik ini dapat dilakukan analisis

statistik (Setyaningsih dkk, 2010).

Dalam pengujian organoleptik dilakukan oleh orang atau kelompok orang

yang disebut panel yang bertugas menilai sifat atau mutu benda berdasarkan kesan

subjektif. Orang yang menjadi anggota panel disebut panelis. Penggunaan panel

dapat berbeda tergantung dari tujuan. Ada 6 macam panel yang biasa digunakan

dalam penelitian organoleptik (Soewarno, 1985) sebagai berikut :

1. Panel pencicip perorangan

Panel pencicip peroorangan disebut juga pencicip tradisional, memiliki

kepekaan indrawi yang sangat tinggi. Keistimewaan pencicip ini adalah

dalam waktu yang sangat singkat dapat menilai mutu dengan tepat, bahkan

dapat menilai pengaruh dari proses yang dilakukan dan penggunaan bahan

baku.

2. Panel pencicip terbatas

Panel pencicip terbatas dengan menggunakan 3 – 5 orang ahli yang

memiliki tingkat kepekaan tinggi, berpengalaman, terlatih, dan kompeten

Page 22: II KAJIANKEPUSTAKAAN 2.1. Kelincimedia.unpad.ac.id/thesis/200110/2010/200110100312_2_6330.pdf · 1,5%, mineral 0,5%, dan protein 33%. Secara histologis kulit hewan dapat dibagi atas

30

untuk menilai beberapa atribut mutu sensori. Hasil penilaian adalah

kesepakatan dari anggota panel.

3. Panel terlatih

Panel terlatih adalah panel yang anggotanya 15 – 25 orang berasal dari

personal laboratorium atau pegawai yang terlatih secara khusus untuk

kegiatan pengujian. Kemampuan terbatas pada uji yang masih parsial

(tidak menyeluruh pada semua atribut utuh). Hasil pengujian yang

diperoleh dari pengolahan data seccara statistik, sehingga untuk beberapa

jenis uji sangat tepat dan dapat bersifat representative (mewakili).

4. Panel agak terlatih

Diantara panel terlatih dan tidak terlatih anggotanya 15 – 25 orang. Panel

ini tidak dipilih menurut prosedur pemilihan panel terlatih, tetapi juga

tidak diambil dari prosedur pemilihan tidak terlatih. Termasuk dalam

kategori panel agak terlatih adalah sekelompok mahasiswa atau staf ahli

yang dijadikan panelis secara musiman atau hanya kadang-kadang. Kalau

akan dijadikan panel mereka dikumpulkan dan dilatih sebentar atau diberi

penjelasan secukupnya.

5. Panel tak terlatih

Panel yang anggotanya tidak tetap, anggotanya 15 – 25 orang dapat dari

karyawan atau bahkan dari tamu yang datang ke perusahaan. Seleksi

hanya berdasarkan latar belakang sosial seperti latar belakang pendidikan,

asal daerah, kelas ekonomi dalam masyarakat, dan sebagainya.

6. Panel konsumen

Panel ini mempunyai anggota 30 – 100 orang. Pengujiannya biasanya

mengenai uji kesukaan dan dilakukan sebelum pengujian pasar. Hasil uji

Page 23: II KAJIANKEPUSTAKAAN 2.1. Kelincimedia.unpad.ac.id/thesis/200110/2010/200110100312_2_6330.pdf · 1,5%, mineral 0,5%, dan protein 33%. Secara histologis kulit hewan dapat dibagi atas

31

kesukaan dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu jenis makanan

dapat diterima oleh masyarakat. Anggota panel konsumen dapat diambil

dari sejumlah orang yang ada di pasar atau dapat pula dilakukan dengan

mendatangi rumah konsumen.