hipoglikemia

18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA HIPOGLIKEMIA DEFINISI Suatu keadaan abnormal dimana kadar glukosa dalam darah < 50/60 mg/dl (Standards of Medical Care in Diabetes, 2009; Cryer, 2005; Smeltzer & Bare, 2003) EPIDEMIOLOGI Dalam The Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) yang dilaksanakan pada pasien diabetes tipe 1, kejadian hipoglikemia berat tercatat pada 60 pasien/tahun pada kelompok yang mendapat terapi insulin intensif dibandingkan dengan 20 pasien/tahun pada pasien yang mendapat terapi konvensional. Sebaliknya, dengan kriteria yang berbeda kelompok the Dusseldorf mendapat kejadian hipoglikemia berat didapatkan pada 28 dengan terapi insulin intensif dan 17 dengan terapi konvensional. Hipoglikemia yang ringan seringkali hanya dianggap sebagai konsekuensi terapi menurunkan glukosa yang tidak dapat dihindari. Walaupun demikian, hipoglikemia ringan tidak boleh diabaikan, karena potensial dapat diikuti kejadian hipoglikemia yang berat. ETIOLOGI HIPOGLIKEMIA

Upload: no-longer-used

Post on 03-Dec-2015

29 views

Category:

Documents


29 download

DESCRIPTION

hipoglikemia

TRANSCRIPT

Page 1: hipoglikemia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

HIPOGLIKEMIA

DEFINISI

Suatu keadaan abnormal dimana kadar glukosa dalam darah < 50/60 mg/dl (Standards of

Medical Care in Diabetes, 2009; Cryer, 2005; Smeltzer & Bare, 2003)

EPIDEMIOLOGI

Dalam The Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) yang dilaksanakan pada

pasien diabetes tipe 1, kejadian hipoglikemia berat tercatat pada 60 pasien/tahun pada kelompok

yang mendapat terapi insulin intensif dibandingkan dengan 20 pasien/tahun pada pasien yang

mendapat terapi konvensional. Sebaliknya, dengan kriteria yang berbeda kelompok the

Dusseldorf mendapat kejadian hipoglikemia berat didapatkan pada 28 dengan terapi insulin

intensif dan 17 dengan terapi konvensional.

Hipoglikemia yang ringan seringkali hanya dianggap sebagai konsekuensi terapi

menurunkan glukosa yang tidak dapat dihindari. Walaupun demikian, hipoglikemia ringan tidak

boleh diabaikan, karena potensial dapat diikuti kejadian hipoglikemia yang berat.

ETIOLOGI HIPOGLIKEMIA

Menurut Sabatine (2004), hipoglikemia dapat terjadi pada penderita Diabetes dan Non

Diabetes dengan etiologi sebagai berikut :

1. Pada Diabetes:

Overdose insulin

Asupan makanan sangat kuarang (tertunda atau lupa, terlalu sedikit, output yang

berlebihan (muntah,diare), dieit berlebihan)

Aktivitas berlebihan

Gagal ginjal

Page 2: hipoglikemia

Hipotiroid

2. Pada Non Diabetes

Peningkatan produksi insulin

Paska aktivitas

Konsumsi makanan yang sedikit kalori

Konsumsi alkohol

Paska melahirkan

Post gastrectomy

Penggunaan obat-obatan dalam jumlah besar (contoh: salisilat, sulfonamide)

KARAKTERISTIK DIAGNOSTIK HIPOGLIKEMIA:

Menurut Soemadji (2006) dan Cryer (2005), karakteristik diagnostik hipoglikemia ditentukan

berdasarkan pada TRIAS WIPPLE sebagai berikut

1. Terdapat tanda-tanda hipoglikemi

2. Kadar glukosa darah kurang dari 50 mg%

3. Gejala akan hilang seiring dengan peningkatan kadar glukosa darah (paska koreksi)

Akan tetapi pasien Diabetes dapat kehilangan kemampuannya untuk menunjukkan atau

mendeteksi keluhan dini hipoglikemia. Dengan menambah kriteria klinis pada pasien diabetes

yang mendapat terapi, hipoglikemia akut dibagi menjadi hipoglikemia ringan, sedang dan berat.

KLASIFIKASI & MANIFESTASI KLINIS HIPOGLIKEMIA:

Menurut Soemadji (2006) dan Rush & Louies (2004) klasifikasi dan manifestasi klinis

dari hipoglikemia sebagai berikut :

JENIS HIPOGLIKEMIA SIGN & SYMPTOMS

RINGAN Dapat diatasi sendiri dan tidak mengganggu

aktivitas sehari-hari

Penurunan glukosa (stresor) merangsang saraf

simpatis sekresi adrenalin ke pembuluh

darah: perspirasi, tremor, takikardia, palpitasi,

Page 3: hipoglikemia

gelisah

Penurunan glukosa (stresor) merangsang saraf

parasimpatis lapar, mual, tekanan darah turun

SEDANG Dapat diatasi sendiri, mengganggu aktivitas

sehari-hari

Otak mulai kurang mendapat glukosa sebagai

sumber energi timbul gangguan pada SSP:

headache, vertigo, gg.konsentrasi, penurunan

daya ingat, perubahan emosi, perilaku irasional,

penurunan fungsi rasa, gg. Koordinasi gerak,

double vision

BERAT Membutuhkan orang lain dan terapi glukosa

Fs. SSP mengalami gg. berat: disorientasi,

kejang, penurunan kesadaran

PROTEKSI FISIOLOGIS MELAWAN HIPOGLIKEMIA

Mekanisme Kontra Regulator

Glukagon dan epinefrin merupakan dua hormon yang disekresi pada kejadian hipoglikemia

akut. Glukagon hanya bekerja di hati. Glukagon mula-mula meningkatkan glikogenolisis dan

kemudian glukoneogenesis. Epinefrin selain meningkatkan glikogenolisis dan glukoneogenesis

di hati juga menyebabkan lipolisis di jaringan lemak serta glikogenolisis dan proteolisis di otot.

Gliserol hasil lipolisis, serta asam amino (alanin dan aspartat) merupakan bahan baku Precursor

glukoneogenesis hati (Gambar 2).

Page 4: hipoglikemia

Gambar 2. Pengaruh metabolik respons kontra regulator terhadap hipoglikemia akut.

Glukagon yang bekerja di hati dan epinefrin yang bekerja di hati, jaringan lemak

dan otot merupahan dua hormon utama yang berperan dalam mekanisme kontra

regulator pada hipoglikemia akut. Growth hormone dan kortisol berperan pada

hipoglikemia yang berlangsung lama (Heller, 2003).

Epinefrin juga meningkatkan glukoneogenesis di ginjal, yang pada keadaan tertentu

merupakan 25% produksi glukosa tubuh. Pada keadaan hipoglikemia yang berat, Walupun kecil

hati juga menunjukkan kemampuan otoregulasi. Kortisol dan growth hormon berperan pada

keadaan hipoglikemia yang berlangsung 1ama, dengan cara melawan kerja insulin dijarigan

perifer (lemak dan otot) serta meningkatkan glukoneogenesis. Defisiensi growth hormone

(panhipopituitarisme) dan kortisol (penyakit Addison) pada individu menimbulkan hipoglikemi

yang umumnya ringan. Bila sekresi glukagon dihambat secara farmakologis, pemulihan kadar

glukosa setelah hipoglikemia yang diinduksi insulin (insulin-induced hipogIikemia) berkurang

sekitar 40%. Bila sekresi glukagon dan epineffin dihambat sekaligus pemulihan glukosa tidak

terjadi. Se1 beta pankreas terhadap hipoglikemia adalah dengan menghambat sekresi insulin dan

turunnya kadar insulin di dalam sel beta berperan dalam sekresi glukagon oleh sel alfa.

Page 5: hipoglikemia

Studi eksperimental pada hewan menunjukkan bahwa respons fisiologi utama terhadap

hipoglikemia terletak di neuron hipotalamus ventromedial (VMH). Neuron-neuron di VMH

responsif terhadap glukosa, sebagian menjadi aktif bila kadar glukosa meningkat, sebagian

responsif terhadap hipoglikemia. Neuron-neuron tersebut diproyeksikan ke area yang bekaitan

dengan aktivasi pituitari-adrenal dan sistim simpatis. Tampaknya respon fisiologi utama terhadap

hipoglikemia terjadi sesudah neuron-neuron di VMH yang sensitif terhadap giukosa teraktivasi

dan kemudian mengaktifkan sistim saraf otonomik dan melepaskan hormon-hormon kontra

regulator Gambar 3.1.

Gambar 3. Komponen utama respons simpatis dan counter-regulatory terhadap

hipoglikemia (Heller, 2003)

Page 6: hipoglikemia

Keluhan dan gejala hipoglikemi

Faktor utama mengapa hipoglikemia menjadi penting dalam pengelolaan diabetes adalah

ketergantungan jaringan saraf terhadap asupan glukosa yang terus-menerus. Gangguan

(interruption) asupan glukosa yang berlangsung beberapa menit menyebabkan gangguan fungsi

sistim saraf pusat (SSP), dengan gejala gangguan kognisi, bingung (confusion), dan koma.

Seperti jaringan yang lain, jaringan saraf dapat memanfaatkan sumber energi altematif, yaitu

keton dan laktat. Pada hipoglikemia yang disebabkan insulin, konsentrasi keton di plasma

tertekan dan mungkin tidak mencapai kadar yang cukup di SSP, sehingga tidak dapat dipakai

sebagai sumber energi alternatif.

Pada individu yang mengalami hipoglikemia, respon fisiologis terhadap penurunan

glukosa darah tidak hanya membatasi makin parahnya perubahan metabolisme glukosa, tetapi

juga manghasilkan berbagai keluhan dan gejala yang khas. Petugas kesehatan, pasien dan

keluarganya belajar mengenal keluhan dan gejala tersebut sebagai episode hipoglikemia dan

dapat segera melakukan tindakan-tindakan koreksi dengan memberikan glukosa oral atau bentuk

karbohrdrat'refned' yang lain. Kemampuan mengenal gejala awal sangat penting bagi pasien

diabetes yang mendapat terapi insulin yang ingin mencapai dan mempertahankan kadar glukosa

darah normal atau mendekati normal. Terdapat keragaman keluhan yang menonjol diantara

pasien maupun pada pasien itu sendiri pada waktu yang berbeda. Walaupun demikian pada

umumnya keluhan biasanya timbul dalam pola tertentu, sesuai dengan komponen fisiologis dan

respon fisiologis yang berbeda (Tabel 3).

Tabel 3. Keluhan dan gejala hipoglikemik akut pada pasien DM yang sering

dijumpai

Otonomik Neuroglikopenik Malaise

   -          Berkeringat 

   -          Jantung berdebar

   -          Tremor

   -          Lapar 

– Bingung (confusion)

– Mengantuk

– Sulit berbicara

– lnkoordinasi

– Perilaku yang berbeda

– Parestesi

    -          Mual

    -          Sakit kepala

Page 7: hipoglikemia

Pada pasien diabetes yang masih relatif baru, keluhan dan gejala yang terkait dengan

gangguan sistim saraf otonomik seperti palpitasi, tremor, atau berkeringat lebih menonjol dan

biasanya mendahului keluhan dan gejala disfungsi serebral yang disebabkan oleh neroglikopeni,

seperti gangguan konsentrasi atau koma. Sakit kepala dan mual mungkin bukan merupakan

keluhan malaise yang khas. Pada pasien diabetes yang lama intensitas keluhan otonomik

cenderung berkurang atau menghilang. Ha1 tersebut menunjukkan kegagalan yang progresif

aktivasi sistem saraf otonomik.

Pengenalan Hipoglikemia. Respons pertama pada saat kadar glukosa darah turun di bawah

normal adalah peningkatan akut sekresi hormon caunter-regulatory (glukagon dan epinefrin);

batas kadar glukosa tersebut adalah 65-68 mg% (3,6-3,8 mmol/L). Lepasnya epinefrin

menunjukkan aktivasi sistem simpatoadrenal. Bila glukosa darah tetap turun sampai 3,2 mmo/L,

gejala aktivasi otonomik mulai tampak. Fungsi kognisi, yang diukur dengan kecepatan reaksi dan

berbagai fungsi psikomotor yang lain, mulai terganggu pada kadar glukosa 3 mmol/l. Pada

individu yang masih memiliki kesiagaan (awareness) hipoglikemia, aktivasi sistem

simpatoadrenal terjadi sebelum disfungsi serebral yang bermakna timbul. Pasien-pasien tersebut

tetap sadar dan mempunyai kemampuan kognitif yang cukup untuk melakukan tindakan koreksi

yang diperlukan.

Hipoglikemi yang tidak disadari (UNAWARENESS)

Kegagalan Respons Proteksi Fisiologis dan Timbulnya Hipoglikemia yang Tidak

Disadari. Walaupun dengan derajat yang berbeda-beda, hampir semua pasien diabetes yang

mendapat terapi insulin mengalami gangguan pada mekanisme proteksi terhadap hipoglikemia

yang berat. Pada pasien DMT 2 gangguan tersebut umumnya ringan. Pada saat diagnosis DM

dibuat, respons glukagon terhadap hipoglikemia umumnya norrnal. Pada pasien DMT 1 mulai

turun sesudah menderita diabetes 1-2 tahun, dan sesudah 5 tahun hampir semua pasien

mengalami gangguan atau kehilangan respon. Penyebabnya sampai saat ini belum diketahui

dengan pasti, tetapi tampaknya tidak berkaitan dengan neuropati otonomik atau kendali glukosa

darah yang ketat. Sel a secara selektif gagal mendeteksi adanya hipoglikemia dan tidak dapat

menggunakan hipoglikemia sebagai rangsangan untuk mensekresi glukagon, walaupun sekresi

Page 8: hipoglikemia

yang glukagon masih dapat dirangsang oleh perangsang lain seperti alanin. Hipotesis yang paling

meyakinkan adalah gangguan tersebut timbul akibat terputusnya pdracrine-insulin cross-tolk di

dalam islet cell, akibat produksi insuLin endogen yang turun. Pada diabetes yang sudah lama

sering dijumpai respon simpatoadrenal yang berkurang walaupun dengan tingkat gangguan yang

bervariasi. Respons epinefrin terhadap rangsang yang 1ain, seperti latihan jasmani tarnpaknya

nonnal. Seperti pada gangguan respons glukagon, kelainan tersebut merupakan kegagalan

mengenal hipoglikemia yang selekif. Pasien diabetes dengan respon glukagon dan epinefrin yang

berkurang paling rentan terhadap hipoglikemia. Hal tersebut terkait dengan hipoglikemia yang

tidak disadari karena hilangnya glucose counter regulation dan gangguan respons

simpatoadrenal.

Hipoglikemia yang Tidak Disadari. Hipoglikemia yang tidak disadari merupakan

masalah yang sering terjadi pada pasien diabetes yang mendapat terapi insulin. Segi

epidemiologis melaporkan sekitar sekitar 25 persen pasien DMT I mengalami kesulitan

mengenal hipoglikemia yang menetap atau beselang-seling (intermittent). Kemampuan mengenal

hipoglikemia mungkin tidak absolttte, dan keadaan hipoglikemia unawareness yang parsial juga

dijumpai. Dari sekitar 25 persen pasien yang sebelumnya menyatakan dirinya tidak mengalami

hipoglkemia unawareness ternyata waktu menjalani tes gagal mengenal hipoglikemia. Bila

didapatkan hipoglikemia yang tidak disadari kemungkinan pasien mengalami episode

hipoglikemia yang berat 6-7 kali lipat; peningkatan tersebut juga terjadi pada terapi standar. Pada

pasien-pasien tersebut selayaknya tidak diberi terapi intensif, tidak diijinkan untuk memiliki ijin

mengemudi, dan mungkin juga tidak diperkenankan untuk menjalankan pekerjaan-pekerjaan

tertentu. Keluarga pasien selayaknya juga diberitahu tentang kemungkinan terjadinya

hipoglikemia berat dan cara penanggulangannya. Berbagai keadaan klinis yang terkait dengan

hipoglikemia yang tidak disadari dapat dilihat dalam tabel 4

Page 9: hipoglikemia

tabel 4. Keadaan klinis yang terkait dengan hipoglikemi yang tidak disadari

Tabel 4. Keadaan klinis yang terkait dengan hipoglikemik yang tidak disadari

Keadaan klinis Kemungkinan

Diabetes yang lama Tidak diketahui

Hipoglikemia yang berulang merusak neuron yang

glukosensitif

Kendali metabolik yang ketat Regulasi transport glukosa neuronal yang meningkat

Peningkatan kartisol dengan akibat gangguan utama

jalur transmisi neuron

Alkohol Penekanan respon anatomi perifer

Gangguan kognisi

Episode noktural Tidur menyebabkan gejala hipoglikemik yang tidak

disadari

Posisi berbaring mengurangi respon simpatoadrenal

Kemampuan abstrak belum cukup

Usia muda Perubahan  perilaku

Gangguan kognisi

Usia lanjut Respon anatomik berkurang

Sensitifitas adrenergik berkurang

Alkohol. Pasien dan kerabatnya harus diberi informasi tentang potensi bahaya alkohol. Alkohol

meningkatkan kerentanan terhadap hipoglikemia dengan cara menghambat glukoneogenesis dan

mengurangi hipoglikemia awareness. Episode hipoglikemia sesudah minum alkohol mungkin

lebih lama dan berat, dan mungkin karena dianggap mabuk hipoglikemia tidak dikenali oleh

pasien atau kerabatnya.

Usia Muda dan Usia Lanjut. Pasien diabetes anak remaja dan usia lanjut rentan terhadap

hipoglikemia. Anak umumnya tidak dapat mengenal atau melaporkan keluhan hipoglikemia dan

kebiasaan makan yang kurang teratur serta aktivitas jasmani yang sulit diramalkan menyebabkan

hipoglikemia menjadi masalah yang'besar bagi anak. Otak yang sedang tumbuh sangat rentan

terhadap hipoglikemia. Episode hipoglikemia yang berulang, terutama yang disertai kejang dapat

Page 10: hipoglikemia

mengganggu kemampuan intelektual anak di kemudian hari. Keluhan hipoglikemia pada usia

lanjut sering tidak diketahui, dan mungkin dianggap sebagai keluhan-keluhan pusing (dizzy

spelt) atau serangan iskemia yang sementara (transient ischemic attact).Hipoglikemia akibat

sulfonilurea tidak jarang, terutama sulfonilurea yang bekerja lama seperti glibenklamid. Pada

usia lanjut respons otonomik cenderung turun dan sensitifitas perifer epinefrin juga berkurang.

Pada otak yang menua gangguan kognitif mungkin terjadi pada hipoglikemia yang ringan. Pada

anak dan usia lanjut sasaran kendali glikemia sebaiknya tidak terlalu ketat dan oleh sebab itu

dosis insulin perlu disesuaikan. Lebih lanjut disarankan agar sulfonilurea yang bekerja lama

tidak digunakan pada pasien DMT 2 yang berusia lanjut. Obat penghambat beta (beta-blocking

agents) yang tidak selektif sebaiknya tidak digunakan karena menghambat lepasnya glukosa hati

yang dimediasi oleh reseptor B2, penghambat B yang selektif dapat digunakan dengan aman

Terapi hipoglikemia pada diabetes

Glukosa Oral. 

o Sesudah diagnosis hipoglikemia ditegakkan dengan pemeriksaan glukosa darah

kapiler, 10-20 g glukosa oral harus segera diberikan. Idialnya dalam bentuk tablet,

jelly, atau 150-200 ml minuman yang mengandung glukosa seperti jus buah segar

dan non diet cola. Sebaiknya coklat manis tidak diberikan karena lemak dalam

coklat dapat menghambat absorbsi giukosa. Bila belum ada jadwal makan dalam

1-2 jam perlu diberikan tambahan 10-20 g karbohidrat kompleks. Bila pasien

mengalami kesulitan menelan dan keadaan tidak terlalu gawat, pemberian madu

atau gel giukosa lewat mukosa rongga mulut (buccal) mungkin dapat dicoba.

Glukagon Intramuskular. 

o Glukagon 1 mg intramuskular dapat diberikan oleh tenaga nonprofesional yang

terlatih dan hasilnya akan tampak dalam 10 menit. Kecepatan kerja glukagon

tersebut sama dengan pemberian glukosa intravena. Bila pasien sudah sadar

pemberian giukagon harus diikuti dengan pemberian glukosa oral 20 g dan

dilanjutkan dengan pemberian 40 g karbohidrat dalam bentuk tepung untuk

mempertahankan pemulihan. Pada keadaan puasa yang panjang atau hipoglikemia

yang diinduksi alkohol, pemberian glukagon mungkin tidak efektif. Efektifitas

glukagon tergantung dari stimulasi glikogenolisis yang terjadi.

Page 11: hipoglikemia

Glukosa Intravena. 

o Glukosa intravena harus diberikan dengan berhati- hati. Pemberian glukosa

dengan konsentrasi 50% terlalu toksik untuk jaringan dan 75-100 ml glukosa 20%

atau 150-200 ml glukosa 10% dianggap lebih aman. Ekstravasasi glukosa 50%

dapat menimbulkan nekrosis yang memerlukan amputasi.

TUJUAN TATALAKSANA HIPOGLIKEMIA:

Memenuhi kadar gula darah dalam otak agar tidak terjadi kerusakan irreversibel.

Tidak mengganggu regulasi DM.

PEDOMAN TATALAKSANA HIPOGLIKEMIA:

Menurut PERKENI (2006) pedoman tatalaksana hipoglikemia sebagai berikut:

Glukosa diarahkan pada kadar glukosa puasa yaitu 120 mg/dl.

Bila diperlukan pemberian glukosa cepat (IV) satu flakon (25 cc) Dex 40%

(10 gr Dex) dapat menaikkan kadar glukosa kurang lebih 25-30 mg/dl.

Manajemen Hipoglikemi menurut Soemadji (2006); Rush& Louise (2004); Smeltzer & Bare

(2003) sebagai berikut

Tergantung derajat hipoglikemi:

Hipoglikemi ringan:

Diberikan 150-200 ml teh manis atau jus buah atau 6-10 butir permen atau 2-3

sendok teh sirup atau madu

Bila gejala tidak berkurang dalam 15 menit ulangi pemberiannya

Tidak dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalori coklat, kue,

donat, ice cream, cake

Hipoglikemi berat:

Tergantung pada tingkat kesadaran pasien. Bila klien dalam keadaan tidak sadar

jangan memberikan makanan atau minuman ASPIRASI !!!

Page 12: hipoglikemia

Terapi hipoglikemi:

Glukosa oral

Glukosa intravena

Glukagon 1 mg (sc/im)

Thiamine 100 mg (iv/im) pada pasien alkoholic

Monitoring

KADAR GLUKOSA

(mg/dl)

TERAPI HIPOGLIKEMI

(DGN RUMUS 3-2-1)

< 30 mg/dl Injeksi IV Dex.40% (25 cc) bolus 3

flakon

30-60 mg/dl Injeksi IV Dex.40% (25 cc) bolus 2

flakon

60-100 mg/dl Injeksi IV Dex.40% (25 cc) bolus 1

flakon

FOLLOW UP:

1.Periksa kadar gula darah lagi, 30 menit sesudah injeksi IV

2.Sesudah bolus 3 atau 2 atau 1 flakon setelah 30 menit dapat diberikan 1 flakon lagi

sampai 2-3 kali untuk mencapai kadar >120 mg/dl