hemo filia
DESCRIPTION
hemofiliaTRANSCRIPT
SMF/Lab Ilmu Kesehatan AnakReferat
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
HEMOFILIA
Disusun oleh
E. Azizannury Mahfud 09100150
Ibnu Ludi Nugroho 0910015050
Rizal Lutfi A. 07….
Pembimbing
dr. William S. Tjeng, Sp. A
Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik
SMF/Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak
Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
1
2014
2
DAFTAR ISI
Contents
HEMOFILIA...............................................................................................................................................1
DAFTAR ISI............................................................................................................................................2
BAB I........................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN........................................................................................................................................3
1.1. Latar Belakang..........................................................................................................................3
BAB II.......................................................................................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................................................4
2.1. Definisi.........................................................................................................................................42.2. Epidemiologi...............................................................................................................................42.3. Etio-patogenesis......................................................................................................................4
2.4. Manifestasi Klinis.....................................................................................................................8
2.5. Diagnosis.....................................................................................................................................8
2.6. Diagnosis Banding......................................................................................................................9
2.7. Penatalaksanaan......................................................................................................................10
2.8 Komplikasi....................................................................................................................................15
2.9 Prognosis..................................................................................................................................15
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DefinisiHemofilia adalah penyakit kongenital herediter yang disebabkan karena gangguan sintesis faktor pembekuan darah. Faktor-faktor pembekuan berjumlah 13 dan diberi nomor dengan angka Romawi (I-XIII).
Ada 3 jenis Hemofilia :
1. Hemofilia A : defek pada faktor VIII (AHF)2. Hemofilia B : defek pada faktor IX (pravelensi hemofilia A : B =
(5-8) : 1 )3. Hemofilia C : defek pada faktor XI (jarang)
2.2. EpidemiologiHemofilia, terutama hemophilia A, tersebar di seluruh dunia dan
umumnya tidak mengenai ras tertentu. Angka kejadiannya diperkirakan 1 diantara 5 ribu-10 ribu kelahiran bayi laki-laki. Sedangkan hemofilia B, sekitar 1 diantara 25 ribu-30 ribu kelahiran bayi laki-laki. Sebagian besar (sekitar 80%) merupakan hemofilia A (Gatot D. , 2006).
2.3. Etio-patogenesis
Hemofilia diturunkan oleh ibu sebagai pembawa sifat yang mempunyai 1 kromosom X normal dan 1 kromosom X hemofilia. Penderita hemofilia, mempunyai kromosom Y dan 1 kromosom X hemofilia. Seorang wanita diduga membawa sifat jika:
1. Ayahnya pengidap hemophilia
2. Mempunyai saudara laki-laki dan 1 anak laki-laki hemofilia, dan
3. Mempunyai lebih dari 1 anak laki-laki hemophilia
5
Ayah normalIbu carier
Ayah HemofiliaIbu normal
Ayah HemofiliaIbu carier
sehat sakit carier sehat sehat cariercarier sehat sakit cariersakit
Karena sifatnya menurun, gejala klinis hemofilia A atau B dapat timbul sejak bayi, tergantung beratnya penyakit. Hemofilia A atau B dibagi tiga kelompok:
1. Berat (kadar faktor VIII atau IX kurang dari 1%)
2. Sedang (faktor VIII/IX antara 1%-5%) dan
3. Ringan (faktor VIII/X antara 5%-30%).
Ketika terjadi trauma atau kerusakan pembuluh darah dan terjadi pendarahan maka
diperlukan suatu mekanisme hemostasis atau proses penghentian perdarahan. Proses
penghentian perdarahan terjadi pada dua fase berikut.
1. Pembekuan agregat trombosit yang longgar dan sementara pada tempat luka.
Trombosit akan mengikat kolagen pada tempat luka pembuluh darah dan diaktifkan
oleh thrombin yang terbentuk dalam kaskade koagulasi pada tempat yang sama, atau
oleh ADP yang dilepaskan trombosit aktif lainnya. Pengaktifan trombosit
menyebabkan trombosit berubah bentuk dan dengan adanya fibrinogen trombosit
kemudian mengadakan agregasi agar terbentuk suatu sumbatan atau thrombus.
2. Pembentukan jaringan fibrin yang terikat dengan agregat trombosit membentuk
thrombus yang lebih stabil.
Kedua proses ini diimbangi oleh adanya pelarutan parsial atau total dari agregat hemostatik
tersebut oleh plasmin yang mengandung heparin atau yang disebut juga antitrombin.
6
Pembuluh darah dan trombosit yang rusak akan mengaktivasi pembentukan
protrombin yang pada kahirnya akan membentuk jaringan fibrin untuk membentuk thrombus
yang lebih stabil melalui jalur interinsik dan eksterinsik sebagaimana dijelaskan pada gambar
2.1 yang dibantu dengan beberapa enzim lainnya.
Hemofilia A dan B terjadi akibat kurangnya kadar faktor VIII dan IX. Dua faktor ini
terdapat dalam pembuluh darah dalam bentuk yang tidak aktif dan ketika diaktifkan akan
bekerja sama dengan berpaut dan mengaktifkan faktor X yang merupakan enzim kunci yang
mengontrol konversi fibrinogen menjadi fibrin. Oleh karena itu kurangnya faktor VIII dan IX
secara signifikan dapat mengubah pembentukan bekuan dan sebagai akibatnya maka terjadi
perdarahan yang sulit berhenti (Zaiden & Dronen, 2014).
7
Gambar 2.1 Kaskade pembekuan darah
8
Tabel 2.1 Daftar Faktor Pembekuan Darah
Sekitar 40% dari hemofilia A yang parah timbul dari inverse besar yang mengganggu
gen pembentuk FVIII. Deletions, insertions dan point mutations menyebabkan 50-60%
hemofila A. Tingkat F VIII yang rendah kemungkinan timbul akibat dari kecacatan diluar gen
pembentuk FVIII seperti pada penyakit von Willebrand dimana kecacatan berada dalam
domain FVIII-binding dari faktor von Willebrand (Zaiden & Dronen, 2014).
Alloantibodi inhibitor juga terbentuk pada 30% pasien dengan hemofilia A berat dan
pada 3-5% pasien hemofilia B berat. Alloantibodi inhibitor ini dapat mengikat FVIII pada
hemofilia A dan pada hemofilia B dapat menetralisis F IX. Inhibitor ini adalah Imunoglobulin
G (IGg) yang menetralkan efek koagulan terapi pengganti faktor. Munculnya terutama setelah
infuse pertama konsentrat F IX. Pada hemofilia B inhibitor terjadi pada usia muda (50% pada
usia <10 tahun) dan terutama ada pasien dengan F VIII <1%.
2.4. Manifestasi Klinis
Pada penderita hemofilia ringan jarang terjadi perdarahan spontan, biasanya perdarahan
terjadi setelah trauma berat atau operasi. Pada hemofilia sedang, dapat terjadi atau dengan
9
trauma ringan. Sedangkan pada hemofilia berat perdarahan spontan sering terjadi dengan
lokasinya meliputi sendi (hemarthrosis) otot, sistem saraf pusat, gastrointestinal,
genitourinary, pulmonary dan kardiovaskular. Perdarahan intracranial paling banyak terjadi
pada pasien <18 tahun dan berakibat fatal (Zaiden & Dronen, 2014).
Perdarahan tersebut dapat muncul dengan gejala sebagai berikut:
General - Kelemahan dan Orthostasis
Musculoskeletal (sendi) - Kesemutan, retak, rasa hangat, nyeri, kekakuan, kengganan
unutk menggerakkan sendi
Sistem saraf pusat (SSP) - Nyeri kepala, leher kaku, muntah, lesu, mudah marah,
sindrom sumsum tulang belakang
Gastrointestinal (GI) - Hematemesis, melena, hematoskezia, nyeri perut
Genitourinary - Hematuria, kolik ginjal, perdarahan pasca-sunat
Lain-lain - Epistaksis, perdarahan mukosa mulut, hemoptisis, dyspnea (hematoma
yang menyebabkan obstruksi jalan napas), gejala sindrom kompartemen, memar,
perdarahan yang berlebihan dengan prosedur gigi rutin
Sekitar 30-50% penderita hemofilia berat dapat diketahui sejak masa neonatus misalnya
pada saat prosedur sirkuumsisi. 1-2% neonatus mengalami perdarahan intracranial. Hal ini
merupakan perdarah yang mengakibatkan kematian pada hemofilia. Selain itu pada hemofilia
berat juga dapat ditemui perdarahan tali pusat yang berkepanjangan, atau pada daerah
pengambilan darah (vena punction) atau pada daerah imunisasi (Zaiden & Dronen, 2014).
2.5. DiagnosisAnamnesis
Anamnesis diarahkan pada riwayat mudah timbul lebam sejak usia dini, perdarahan
yang sukar berhenti setelah suatu tindakan, trauma ringan atau spontan, atau perdarahan sendi
dan otot. Riwayat keluarga dengan gangguan perdarahan terutama saudara laki-laki atau dari
pihak ibu juga mendukung ke arah hemofilia. Riwayat penyakit autoimun, reaksi alergi
terhadap obat juga ditanyakan. Selain itu apabila sudah ada anggota keluarga yang terdeteksi
hemofilia, perlu ditanyakan juga faktor yang mengalami defisiensi, apakah ada inhibitor, dan
status Hepatitis maupun HIV. Pada orang yang sering mendapatkan transfusi, predisposisi
untuk terkena HIV dan hepatitis meningkat (Gatot & Moeslichan, 2012; Zaiden & Dronen,
2014).
10
Untuk membedakan hemofilia dan B secara klinis sangat sulit, kecuali dengan
pemeriksaan laboratorium khusus. Perdarahan yang umum dijumpai berupa hematoma, yaitu
gambaran kebiruan pada beberapa bagian tubuh dan hemarthrosis atau perdarahan yang sukar
berhenti (Gatot & Moeslichan, 2012).
Kriteria diagnosis untuk hemophilia:
- Kecenderungan untuk terjadi perdarahan yang sukar berhenti setelah suatu tindakan
atau timbulnya kebiruan atau hematoma setelah trauma ringan atau terjadinya
hemaarthrosis
- Riwayat keluarga . Hemofilia (A dan B) diturunkan secara sex (X)-linked recessive
dan gen untuk faktor VIII dan IX terletak pada ujung lengan panjang (q) kromosom
X. Oleh karena itu perempuan biasanya sebagai pembawa sifat sedangkan laki-laki
sebagai penderita.
- Masa pembekuan memanjang
- Masa protrombin normal, masa tromboplastin parsial memanjang
- Masa pembekuan tromboplastin(thromboplastin generation test) abnormal (Gatot &
Moeslichan, 2012)
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah rutin biasanya normal, sedangkan , masa pembekuan, masa
tromboplastin parsial teraktifkan memanjang dan masa pembekuan tromboplastin abnormal.
Sedangkan masa perdarahan dan masa protrombin umumnya normal. Diagnosis pasti adalah
dengan memeriksa kadar faktor VIII untuk hemofilia A dan kadar faktor IX untuk hemofilia
B. Diklasifikasikan hemofilia berat bila kadar faktor VIII atau IX kurang dari 1%, hemofilia
sedang bila kadarnya 1-5% dan hemofilia ringan bila kadarnya antar 5-30% (Gatot &
Moeslichan, 2012).
Diagnosis molekuler yaitu dengan memeriksa ppetanda gen hemofilia ada kromosom
X dapat lebih memastikan diagnosis hemofilia. Pemeriksaan ini juga dapat untuk melakukan
diagnosis antenatal (Gatot & Moeslichan, 2012).
2.6. Diagnosis Banding Hemofilia A dan B dengan defisiensi faktor XI dan XII.
Hemofilia A dengan penyakit von Willerbrand (khususnya varian Normandy)
inhibitor F VIII yang didapat dan dikombinasi defisiensi F VIII dan kongeital.
11
Hemofilia B dengan penyakit hari, pemakaian warfarin, defisiensi vitamin K,
sangat jarang inhibitor F IX yang didapat.
Untuk membedakan hemofilia A dari hemofilia B atau menentukan mana yang kurang
dapat dilakukan pemeriksaan TGT (thromboplastin generation test) atau dengan diferensial
APTT. Namun dengan tes ini tidak dapat ditentukan aktivitas masing-masing faktor. Untuk
mengetahui aktifitas F VIII dan IX perlu dilakukan assay F VIII dan IX. Pada hemofilia A
aktifitas F VIII rendah sedang pada hemofilia B aktifitas F IX rendah.
Selain harus dibedakan dari hemofilia B, hemofilia A juga perlu dibedakan dari
penyakit von Willebrand, karena pada penyakit ini juga dapat ditemukan aktifitas F VIII yang
rendah. Penyakit von Willebrand disebabkan oleh defisiensi atau gangguan fungsi faktor von
Willebrand. Jika faktor von Willebrand kurang maka F VIII juga akan berkurang, karena
tidak ada yang melindunginya dari degradasi proteolitik. Disamping itu defisiensi faktor von
Willebrand juga akan menyebabkan masa perdarahan memanjang karena proses adhesi
trombosit terganggu. Pada penyakit von Willebrand hasil pemeriksaan laboratorium
menunjukkan pemanjangan masa perdarahan aPTT, aPTT bisa normal atau memanjang dan
aktifitas F VIII bisa normal atau rendah. Disamping itu akan ditemukan kadar serta fungsi
faktor von Willebrand yang rendah. Sebaliknya pada hemofilia A akan dijumpai masa
perdarahan normal, kadar dan fungsi von Willebrand juga normal.
2.7. Penatalaksanaan
Apabila terjadi perdarahan, misalnya perdarahan sendi, tindakan sementara yang dapat segera dilakukan ialah RICE.
R (Rest) : sendi yang mengalami perdarahan diistirahatkan
I (Ice) : dikompres es
C (Compression) : ditekan/dibebat
E (Elevation) : ditinggikan
Kemudian, dalam dua jam, sudah harus diberikan pengobatan komprehensif dengan memberikan faktor pembekuan yang kurang (faktor VIII atau IX).
12
Transfusi konsentrat faktor VIII dengan dosis BB dalam kg x target faktor yang diinginkan dalam IU / dl x 0.5. Waktu paruh konsentrat faktor VIII adalah 8 – 12 jam. Sediaan yang ada dalam satu vial mengandung konsentrat faktor VIII sebanyak 250-3000 IU.
Transfusi faktor IX dengan dosis BB dalam Kg x target faktor yang diinginkan dalam IU/dl. Waktu paruh konsentrat faktor IX adalah 18-24 jam. Sediaan yang ada dalam satu vial mengandung konsentrat faktor sebanyak 250-2000 IU.
13
Pengobatan kriopresipitat pada penderita hemophilia juga disesuaikan dengan berat
ringannya perdarahan. Pada perdarahan ringan bila kadar F VIII mencapai 30% sudah cukup
untuk menghentikan perdarahan.
Komponen utama krioprisipitat adalah faktor VIII atau anti hemophylic globulin.
Penggunaannya ialah untuk menghentikan perdarahan karena berkurangnya AHG di dalam
darah penderita hemofili A. Faktor VIII atau AHG ini tidak bersifat “genetic marker antigen”
seperti granulosit, trombosit atau eritrosit, tetapi pemberian yang berulang-ulang dapat
menimbulkan pembentukan antibodi yang bersifat “inhibitor” terhadap faktor VIII karena itu
pemberiannya tidak dianjurkan sampai dosis maksimal, tetapi diberikan sesuai dosis optimal
untuk suatu keadaan klinis. Untuk jelasnya terlihat dalam tabel kutipan ini.
Jenis perdarahan
Kadar faktor yang diinginkan (%)
Dosis F VIII (u/kg/bb)
Dosis F IX (u/kg/bb)
Ringan 30% Dosis mula tidak diperlukan diberikan 15 u/kgBB tiap 12 jam selama 2-4 hari
Dosis mula 30 u/kgBB seterusnya 10 u/kgBB tiap 12 –24 jam selama 2-4 hari
Sedang 50% Dosis mula 30 u/kgBB dilanjutkan 10-15 u/kgBB tiap 8 jam selama 1-2, hari, seterusnya dosis yang sama tiap 12 jam
Dosis mula 60 u/kgBB seterusnya 10 u/kgBB tiap 12 jam
14
Berat 100% Dosis mula 40-50 u/kgBB diteruskan sesuai dosis sedang
Dosis mula 60 u/kgBB diteruskan sesuai dosis sedang
Obat-obat yang diperlukan pada penderita hemofilia :
1. DDAVP
Suatu hormon sintesis anti diuretik yaitu 1-deamino-8-D-arginine vasopressine (DDAVP)
dapat menaikkan kadar F VIII C. Pada hemofilia ringan sampai sedang obat ini
menaikkan kadar F VIII C 3-6 kali lipat. Diberikan pada hemofilia dan penyakit vol
Willebrand dengan dosis 0,2-0,5 ug/kgBB. Obat ini dilarutkan dalam 30 cc garam
fisiologis dan diinfus selama 15-20 menit. Dapat diulang dalam beberapa jam. Infus yang
diberikan dengan cepat dapat menimbulkan takikardia dan muka menjadi merah. Hasil
pengobatan sangat bervariasi.
2. EACA dan Tranexamic Acid
Epsilon Amino Caproid Acid (EACA) dan asama traneksamik (Tranexamic Acid), dapat
mengurangi perdarahan pada hemofilia. Hal ini dapat diterangkan karena sifat anti
fibrinolisis EACA dan asam traneksamik menyebabkan fibrin yang sudah terbentuk tidak
segera dilisiskan, oleh plasmin. Dengan dosis 50-100 mg/kgBB intravena atau peroral,
segerak sebelum tindakan dimulai, kemudian diulang 3 jam berikutnya, dan seterusnya
setiap 6 jam selama 1 minggu berikutnya memberikan hasil yang baik. Juga dapat
diberikan dosis 4-5 g tiap 4 jam pada orang dewasa dengan hasil yang baik.
3. Kortikosteroid
Pada sinovitis akut yang terjadi sesudah serangan akut hemarthrosis pemberian
kortikosteroid sangat berguna. Kortikosteroid juga diberikan bila timbul anti koagulan
atau reaksi anafilaksis sesudah pemberian kriopresipitat.
4. Analgetik
15
Bila terjadi suatu rasa sakit yang hebat pada sendi, atau rasa sakit sebab lainnya, obt
analgetik dapat diberikan. Sebaiknya aspirin harus dihindarkan, begitu pula obat analgetik
lainnya yang mengganggu agregasi trombosit.
Pengobatan utama pada penderita hemofilia C terutama dengan pemberian produk
plasma (FFP). Keuntungan pemberian FFP ini adalah mudah dilakukan, sedangkan
kerugiannya dalam bentuk dapat terjadi over volume darah, potensial untuk transmisi agen
infektif, dan kemungkinan terjadi reaksi alergi. Fresh frozen plasma ini juga dapat digunakan
jika tidak didapatkan konsentrat faktor XI. Dosis pemberian untuk loading dose adalah 15-20
mL/kg IV, yang selanjutnya diberikan 3-6 mL/kg 4 kali 12 jam setelah hemostasis terjadi.
Selama pemberian harus selalu dimonitor overload cairan terutama pada anak-anak kecil;
adanya reaksi alergi; premedikasi yang diberikan adalah acetaminophen dan anti histamin
(seperti diphenhydramine) untuk mengurangi reaksi alergi.
Para ahli saat ini telah mengembangkan pengetahuan dalam kerangka terapi hemofilia
dengan spesifikasi khusus dari beberapa jenis trauma perdarahan antara lain :
1. Trauma kepala
Trauma ringan (kalau dari pemeriksaan neurologis nomal) namun disini keluarga
tetap diminta untuk berhati-hati dan tetap diberikan koreksi terhadap perdarahan yang
terjadi.
Trauma yang signifikan (seperti jatuh dari tangga, jatuh saat bermain dan lain-lain),
walau tanpa ada gejala yang berat. Maka koreksi harus tetap diberikan 100% dan
dilakukan pemeriksaan CT scan. Pemberian koreksi diberikan 30-50% per 12 jam
setelahnya dapat dilakukan 1 atau 2 kali lagi.
Anak dengan hemofilia berat dan ada riwayat perdarahan intrakranial maka harus
diberikan tindakan profilaksis.
2. Pembengkakan lidah atau leher
Anak dengan pembengkakan lidah atau leher harus dilakukna evaluasi untuk mengatasi
masalah obstruksi jalan pernapasan. Disamping itu tindakan koreksi diberikan tetap
100%.
3. Nyeri dada atau nyeri abdomen
Beberapa gejala dari keadaan tersebut harus dilakukan evaluasi dan penderita dapat
dilakukan terapi rumah saja kecuali didapatkan keadaan yang memberat setelahnya.
4. Compartment Syndrome
16
Kalau terjadi keadaan ini maka koreksi harus segera dilakukan (70-100%), diulangnya
lagi 12 jam kemudian sebanyak 30-50%.
5. Hemarthrosis
Jika terjadi hemarthrosis maka direkomendasikan untuk dilakukan terapi intensif. Setiap
ada hemarthrosis harus dilakukan infus dari faktor pembekuan, kemudian dilakukan
follow up untuk menilai hasil terapi.
6. Perdarahan pada mulut
Dapat diberikan Amicar (epsilon aminocaproic acid) atau thrombin topikal kalau
perdarahan tersebut minimal atau hanya untuk beberapa jam. Namun jika didapatkan
perdarahan yang agak berat maka di indikasikan untuk pemberian faktor pengganti.
Pemeriksaan hemoglobin harus dilakukan lebih dari 1 kali untuk menilai hasil terapi.
7. Hematuria
Hematuria yang dikaitkan dengan trauma abdomen atau tulang belakang. Maka harus
dilakukan pemeriksaan ultrasonografi atau radiologis lainnya, dan dilakukan pemberian
terapi pengganti.
8. Fraktur
Pada sebagian besar fraktur diperlukan faktor pengganti untuk jangka waktu 5-7 hari.
Terapi awal diberikan korekti 70% selanjutnya kemudian diberikan kadar 30%,
tergantung dari berat ringannya fraktur.
2.8 Komplikasi
a. Perdarahan
b. Hamarhrosis
c. Atrofi otot
d. Deformitas sendi
e. Kontraktur
2.9 PrognosisHarapan hidup penderita hemofilia berat pada usia 35, 55 dan 75 tahun adalah 89%,
68% dan 23%, dengan rata-rata usia harapan hidup 63 tahun. Untuk penderita hemofilia
sedang harapan hidup untuk kategori usia yang sama adalah 96%, 88% dan 49% dengan rata-
rata usia harapan hidup 75 tahun. Sebagai perbandingan harapan hidup rerata pria di Inggris
adalah 97%, 92% dan 59% dengan rata-rata usia harapan hidup 78 tahun. Meskipun angka
17
harapan hidupnya cukup baik namun cacat sendi sering kali muncul sebagai morbiditas utama
pada hemophilia.
18
19
Daftar Pustaka
FK USU. (n.d.). Hemofilia. Retrieved 2014, from
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35611/4/Chapter%20II.pdf
Gatot, D. (2006). Hemofilia. Retrieved 20 Juni, 2014, from IDAI:
http://www.hemofilia.or.id/file_upload/IDAI_Ikatan_Dokter_Anak_Indonesia.pdf
Gatot, D., & Moeslichan, S. (2012). Hemofilia. In B. Permono, Sutaryo, I. Ugrasena, W.
Endang, & M. Abdulsalam, Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak (pp. 174-175).
Jakarta: IDAI.
Setiabudy. (2002). Diagnosis hemofilia secara laboratorik. Bagian Patologi Klinik FKUI-
RSCM Jakarta. Jakarta: FKUI Jakarta.
Williams; Wilkins;. (2010). Buku Pegangan Uji Diagnostik Edisi 3. Jakarta: EGC.
World Federation of Hemofilia. (2012). Guidlines For The Management of Hemofilia.
canada: Blackwell Publishing Ltd.
Zaiden, R. A., & Dronen, S. C. (2014). Hemofilia A. Dipetik Juni 22, 2014, dari Medscape:
http://emedicine.medscape.com/article/779322-overview#aw2aab6b2b2
20