gagal ginjal kronik
TRANSCRIPT
GGK ec GNC + TB Paru
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
kurnia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“ Gagal Ginjal Kronik “.
Adapun tujuan pembuatan laporan kasus ini adalah sebagai persyaratan dalam
menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam
RSUD. Deli Serdang Lubuk Pakam.
Kami menyadari bahwa laporan kasus ini tentu masih banyak kekurangan,
oleh karena itu kami dengan senang hati akan menerima kritik dan saran yang kiranya
dapat membangun dan menyempunakan laporan kasus ini.
Besar harapan kami agar kiranya laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Medan, Juni 2005
Penulis
Robert A. Dinfantri
Robert A. Dinfantri, 200210073, FK-UMI HalamanKKS SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam 2005
1
GGK ec GNC + TB Paru
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................... 1
DAFTAR ISI.................................................................................................... 2
GAGAL GINJAL KRONIK
PENDAHULUAN............................................................................... 3
ETIOLOGI.......................................................................................... 3
PATOFISIOLOGI............................................................................... 3
GEJALA KLINIS................................................................................ 4
PEMERIKSAAN PENUNJANG........................................................ 6
PENATALAKSANAAN.................................................................... 7
GLOMERULONEFRITIS KRONIK............................................................... 10
PENDAHULUAN............................................................................... 10
PATOGENESIS.................................................................................. 10
GEJALA KLINIS................................................................................ 11
PEMERIKSAAN PENUNJANG........................................................ 12
PENATALAKSANAAN.................................................................... 13
TUBERKULOSIS PARU
PENDAHULUAN............................................................................... 14
ETIOLOGI.......................................................................................... 14
KLASIFIKASI.................................................................................... 14
PATOGENESIS.................................................................................. 16
GEJALA KLINIS................................................................................ 18
PEMERIKSAAN................................................................................. 18
DIAGNOSIS........................................................................................ 20
PENATALAKSANAAN.................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 27
Robert A. Dinfantri, 200210073, FK-UMI HalamanKKS SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam 2005
2
GGK ec GNC + TB Paru
GAGAL GINJAL KRONIK
I. PENDAHULUAN(1,2)
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang menahun,
yang umumnya tidak reversibel dan cukup lanjut. GGK dapat dibedakan dengan
insufisiensi ginjal berdasarkan klirens kreatinin (KK).
GGK merupakan permasalahan bidang nefrologi dengan angka kejadiannya
masih cukup tinggi, etiologi luas dan kompleks, sering tanpa keluhan maupun gejala
klinis kecuali sudah terjun ke stadium terminal (gagal ginjal terminal).
II. ETIOLOGI(2)
Glomerulonefritis, hipertensi esensial dan pielonefritis merupakan penyebab
paling sering pada gagal ginjal kronis ( 60% kasus). GGK yang berhubungan
dengan penyakit ginjal polikistik dan nefropati obstruktif hanya 15 – 20%. Sekitar 10
– 15% pasien-pasien dengan GGK disebabkan oleh penyakit ginjal kongenital seperti
sindrom alport, penyakit fabri, sindrom nefrotik kongenital, penyakit ginjal polikistik
dan amiloidosis.
III. PATOFISIOLOGI(2)
Menurut beberapa peneliti, sebenarnya toksin uremia masih merupakan suatu
substansi atau zat normal dan dapat dikeluarkan atau diekskresikan melalui ginjal,
kecuali bila terdapat penurunan LFG baru terdapat retensi dari beberapa toksin
uremia. Retensi ureum hanya menyebabkan keluhan-keluhan seperti haus, poliuria,
mual-mual, anoreksia, stomatitis, dan colitis.
Robert A. Dinfantri, 200210073, FK-UMI HalamanKKS SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam 2005
3
GGK ec GNC + TB Paru
Menurut BRICKER (1972) yang mengemukan teori “Intac nephron atau
trade-off hypothesis”, faal seluruh ginjal akan diambil oleh nefron-nefron yang masih
utuh (intac) dimana dalam nefron-nefron tersebut terjadi kenaikan konsentrasi zat-zat
terlarut seperti urea yang mempunyai efek diuresis osmotik sehingga volume urin
meningkat, mekanisme kompensasi ini bertujuan untuk mempertahankan
keseimbangan cairan tubuh (homeostasis).
Kerusakan sejumlah nefron-nefron tersebut menyebabkan penurunan ekskresi fosfat
yang diikuti peningkatan konsentrasi fosfor serum yang menyebabkan penurunan
konsentrasi serum kalsium dan akan merangsang kelenjar hormon paratiroid sehingga
dapat terjadi hiperparatiroid sebagai kompensasi untuk menurunkan reabsorbsi fosfor
pada tubulus ginjal dan meningkatkan ekskresi fosfor.
Beberapa kelainan metabolisme seperti intoleransi glukosa yang diduga
berhubungan dengan toksin uremia, hipertrigliseridemia, gangguan metabolisme
protein, hiperuricemia, deplesi natrium dan air, hiper/ hipokalemia, asidosis,
osteodistrofi ginjal, hiperfosfatemia dan hipermagnesemia terdapat pada pasien
dengan GGK
IV. GEJALA KLINIS
Gejala dan tanda yang ditemukan pada GGK yaitu :
1. Pada sistem gastrointestinal berupa :
Anoreksia, nausea dan vomitus.
Foetor uremik, stomatitis dan parotitis.
Cegukan (hiccups).
Gastritis erosive, ulkus peptic dan colitis uremik.
Robert A. Dinfantri, 200210073, FK-UMI HalamanKKS SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam 2005
4
GGK ec GNC + TB Paru
2. Pada kulit.
Kulit pucat dan kekuning-kuningan.
Gatal-gatal.
Ekimosis.
Urea frost.
3. Pada sistem hematologi.
Anemia normokrom normositer.
Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia.
Gangguan fungsi leukosit.
4. Pada sistem saraf dan otot.
Restless leg syndrome.
Burning feet syndrome.
Ensefalopati metabolik.
Miopati.
5. Pada sistem kardiovaskuler.
Hipertensi.
Nyeri dada dan sesak nafas.
Gangguan irama jantung.
Edema.
6. Pada sistem endokrin.
Gangguan seksual.
Gangguan toleransi glukosa.
Gangguan metabolisme lemak dan vitamin D.
Robert A. Dinfantri, 200210073, FK-UMI HalamanKKS SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam 2005
5
GGK ec GNC + TB Paru
7. Gangguan pada sistem lainnya.
Tulang : osteodistrofi renal.
Asam basa : asidosis metabolik.
Elektrolit : hipokalsemia, hipofosfatemia, hiperkalemia.
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG(1,2)
A. Pemeriksaan laboratorium.
1. Pemeriksaan faal ginjal (LFG).
2. Untuk mencari etiologi GGK.
Analisa urin rutin.
Mikrobiologi urin (CFU per ml urin).
Kimia darah.
Elektrolit.
Imunodiagnosis :
ACB (Antibody Coated Bacilluria).
ANA (Anti Nuclear Antibody).
HBs Ag.
Krioglobulin.
Circulating Immune complex (CICx).
Pemeriksaan komplemen serum ©.
Imuno fluoresen jaringan.
3. Untuk menentukan perjalanan penyakit :
Progresifitas penurunan faal ginjal :
o Ureum dan kreatinin.
Robert A. Dinfantri, 200210073, FK-UMI HalamanKKS SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam 2005
6
GGK ec GNC + TB Paru
o Klirens kreatinin.
Hemopoesis :
o Hb (PCV).
o Trombosit.
o Fibrinogen.
o Fc. Pembekuan.
Elektrolit : serum Na+, K+, HCO3=, Ca++, PO4
=, Mg+
Endokrin : PTH dan T3, T4
B. Pemeriksaan penunjang diagnosis.
1. Foto polos abdomen.
2. Pielografi intra vena (PIV).
3. USG.
4. Renogram.
5. Pemeriksaan radiologi jantung, paru-paru dan tulang.
6. Pemeriksaan pielografi retrograd.
7. Biopsi ginjal.
VI. PENATALAKSANAAN(1,2)
Dalam penatalaksanaan sindrom GGK, ada beberapa aspek yang harus di
identifikasi yaitu :
1. Etiologi GGK yang dapat dikoreksi.
Misal :
Tuberkulosis saluran kemih dan ginjal.
Robert A. Dinfantri, 200210073, FK-UMI HalamanKKS SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam 2005
7
GGK ec GNC + TB Paru
Nefropati yang berhubungan dengan urolithiasis, DM, SLE dan
gangguan elektrolit.
2. Etiologi yang tidak mungkin dikoreksi tapi dapat dihambat perjalanan
penyakitnya.
Misal : nefropati (glomerulopati) idiopati.
3. Beberapa faktor resiko yang mungkin dapat memperburuk penurunan faal
ginjal :
Infeksi saluran kemih dan ginjal.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
4. Menentukan status derajat penurunan faal ginjal.
Derajat penurunan faal ginjal menurut The national Kidney Foundation
Guidelines :
a. Stage 1, kerusakan ginjal minimal, dengan LFG normal ( 90 ml/mnt).
b. Stage 2, dengan penurunan LFG ringan (60 – 90 ml/mnt).
c. Stage 3, dengan penurunan LFG sedang (30 – 59 ml/mnt).
d. Stage 4, dengan penurunan LFG berat (15 – 29 ml/mnt).
e. Stage 5, gagal ginjal terminal/ Instead Renal Failure (< 15 ml/mnt).
Program terapi GGK :
I. Terapi konservatif
Diet rendah protein, dengan jumlah kalori yang adekuat (> 35
Kcal/kgBB/hari.
Kebutuhan cairan.
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat agar
diuresis mencapai 2 L/hari.
Robert A. Dinfantri, 200210073, FK-UMI HalamanKKS SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam 2005
8
GGK ec GNC + TB Paru
Kelompok pasien GGK dengan LFG 15 ml/mnt dapat diberikan diuretik
seperti furosemide 40 – 80 mg/hari, dapat dinaikkan 40 mg/hari (interval 2
hari) sampai jumlah takaran max. 3 gr/hari.
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari
LFG dan penyakit ginjal dasar.
II. Terapi simptomatik.
ACE inhibitor merupakan antihipertensi pilihan bagi pasien GGK karena
mengurangi proteinuria sehingga menurunkan tekanan berlebihan di
glomerulus. A2 RB berguna bagi pasien GGK dengan diabetes karena
melindungi fungsi ginjal dan memperlambat progresifitas GGK.
Diuretik digunakan untuk membantu mengontrol edema dan hipertensi.
Robert A. Dinfantri, 200210073, FK-UMI HalamanKKS SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam 2005
9
GGK ec GNC + TB Paru
GLOMERULONEFRITIS KRONIK
I. PENDAHULUAN(2,3)
GNK merupakan manifestasi klinis dan inflamasi menahun sel-sel glomerulus
dan seringkali berakhir dengan GGk. Insiden pada laki-laki lebih sering dari pada
wanita dan terjadi pada usia 20 –40 tahun.
II. PATOGENESIS(5)
Antigen dari luar glomerulus Antigen asal glomerulus
Nefritis komplek imun Nefritis Anti Membran Basal Glomerulus (nefritis Anti GBM)
Ekstrinsik In situ Antigen + antibodi komplek imun terjadi Komplek imun terjadi asal glomerulus dalam sirkulasi di glomerulus
Glomerulonefritits
Manifestasi klinis
1. Sindroma nefritik akut.
2. Sindroma nefrotik.
3. glomerulonefritis progresif cepat.
4. Kelainan urin persisten tak bergejala.
5. Glomerulonefritis kronik.
Robert A. Dinfantri, 200210073, FK-UMI HalamanKKS SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam 2005
10
GGK ec GNC + TB Paru
III. GEJALA KLINIS (3,4)
Hampir setiap bentuk dari glomerulonefritis akut dapat berlanjut kearah
glomerulonefritis kronik yang ditandai dengan :
Fibrosis glomerulus dan tubulus yang progresif.
Penurunan LFG.
Hematuria ringan.
Proteinuria.
Retensi ureum.
Dimana bila tidak diterapi atau terapi tidak adekuat dapat jatuh pada GGK. Retensi
ureum dapat menyebabkan keadaan toksik yang disebut dengan “Sindrom Uremia”
yang biasanya terjadi pada LFG 10 ml/mnt disertai kenaikan kadar ureum dan
kreatinin.
Gejala dan tanda dari sindrom uremia :
Lemah dan lekas lelah.
Malaise, penurunan berat badan, anoreksia.
Gatal-gatal.
Mual muntah.
Perubahan indera kecap.
Perubahan pola tidur.
Neuropati perifer.
Kejang.
Tremor.
Edema.
Hipertensi.
Robert A. Dinfantri, 200210073, FK-UMI HalamanKKS SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam 2005
11
GGK ec GNC + TB Paru
Dispnoe.
Sakit dada.
Kram otot.
TVJ meningkat.
PEMERIKSAAN PENUNJANG(3,4)
A. Pemeriksaan laboratorium.
Urinalisa.
Urin 24 jam untuk klirens kreatinin dan protein total.
Ureum dan kreatinin.
Darah rutin.
Test faal ginjal (RFT) dan lain-lain.
B. Pemeriksaan penunjang diagnosis.
USG ginjal.
Biopsi ginjal.
Secara histopatologis menurut WHO :
Kelai I : ginjal normal.
Kelas II : mesangial nefritis.
Kelas III : proliferasi fokal.
Kelas IV : proliferasi difus dari glomerulus.
Kelas V : deposit granular Ig G.
Robert A. Dinfantri, 200210073, FK-UMI HalamanKKS SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam 2005
12
GGK ec GNC + TB Paru
V. PENATALAKSANAAN(5)
Terbagi atas :
1. Simptomatik.
Diuretik golongan furosemid, metolazon dan spironolakton.
Diet rendah garam.
2. Kausal.
Prednison 2 mg/kgBB/hari, cara pemberian dapat dosis tunggal/terbagi.
Siklofosfamid 2 – 5 mg/kgBB/hari, pemberian tidak dianjurkan > 90 hari
terus-menerus karena efek sampingnya berupa leukopenia, rambut rontok
dan sistitis.
Biasanya dikombinasi dengan prednison.
Klorambusil 0,1 – 0,2 mg/kgBB/hari selama 8 minggu.
Robert A. Dinfantri, 200210073, FK-UMI HalamanKKS SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam 2005
13
GGK ec GNC + TB Paru
TUBERKULOSIS PARU(6)
I. PENDAHULUAN
TB paru masih merupakan problem kesehatan masyarakat terutama di negara-
negara yang sedang berkembang. Insiden pada laki-laki lebih sering dari pada wanita
dari usia antara 20 – 40 tahun.
II. ETIOLOGI
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium Tuberculosis, spesies lain
kuman ini yang dapat menginfeksi manusia adalah M. bovis, M. kansasii, dan M.
intracellulare.
Bentuk dan sifat kuman ini adalah :
Bentuk basil, sebagian besar terdiri dari asam lemak (lipid).
Tahan terhadap udara kering ataupun dingin oleh karena kuman bersifat
Dormant.
Dalam jaringan, hidup didalam sitoplasma makrofag.
Bersifat aerob.
III. KLASIFIKASI
1. Klasifikasi lama.
a. TB primer (Childhood Tuberculosis) dan TB post primer (Adult
Tuberculosis).
b. TB paru (Koch Pulmonum) aktif, non aktif dan quiescent.
Robert A. Dinfantri, 200210073, FK-UMI HalamanKKS SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam 2005
14
GGK ec GNC + TB Paru
c. TB minimal.
Moderately advanced tuberculosis.
Far advanced tuberculosis.
2. Klasifikasi yang banyak dipakai di Indonesia :
a. TB paru.
b. Bekas TB paru.
c. TB paru tersangka, terbagi atas :
TB paru tersangka yang diobati.
Sputum BTA (-).
Gejala lain (+).
TB paru tersangka yang tidak diobati.
Sputum BTA (-).
Gejala lain (-).
Dalam klasifikasi ini perlu dicantumkan :
Status bakteriologis :
- Mikroskopis sputum BTA (langsung).
- Biakan sputum BTA.
Status radiologis.
Status klinis.
Status kemoterapi, riwayat pengobatan dengan OAT.
Robert A. Dinfantri, 200210073, FK-UMI HalamanKKS SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam 2005
15
GGK ec GNC + TB Paru
IV. PATOGENESIS
1. TB primer.
Penularan :
Melalui droplet Paru-paru Membentuk Limfangitis + limfangitis
infection (kuman berkem- sarang prmier lokal regional
bang biak dalam (fokus primer)
Melalui kulit sitoplasma
mukosa (sangat makrofag).
jarang).
Kompleks primer
Sembuh tanpa cacat Sembuh dengan sedikit Komplikasi menyebar
Garis-garis fibrotik, secara :
Kalsifikasi dihilus a. Perkontinuitatum
Atau sarang Ghon b. Bronkogen.
c. Limfogen
d. Hematogen.
Robert A. Dinfantri, 200210073, FK-UMI HalamanKKS SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam 2005
16
GGK ec GNC + TB Paru
2. TB post primer (TB dewasa).
Kuman Dormant pada Tb primer menjadi aktif dan membentuk sarang dini
berbentuk sarang pneumonia kecil di apex paru (bagian apical lobus
superior/inferior).
3 – 10 minggu
Tuberkel (suatu granuloma terdiri darai
sel-sel histiosit + sel datia langhans).
Direabsorbsi kembali Meluas tapi segera Meluas dan membentuk dan sembuh tanpa sembuh dengan perkijuan. cacat. Sebukan jaringan
fibrotik.
Meluas kembali dan membentuk. Kavitassarang pneumonia baru.
Memadat & membungkusdiri membentuk tuberkuloma.
Mengapur dan sembuh. Aktif kembali - Bersih dan sembuh (open heald Cavity).- Sembuh dengan membungkus diri dan mengecil.- Kavitas terbungkus mengecil & bentuk seperti bintang (stellate shape).
Robert A. Dinfantri, 200210073, FK-UMI HalamanKKS SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam 2005
17
GGK ec GNC + TB Paru
Secara keseluruhan, terdiri dari 3 macam sarang yaitu :
1. Sarang yang sudah sembuh.
2. Sarang aktif eksudatif.
3. sarang antara aktif dan sembuh.
V. GEJALA KLINIS
Keluhan yang terbanyak dirasakan penderita adalah :
1. Batuk lebih dari 3 minggu.
Batuk mula-mula kering menjadi produktif. Pada keadaan lanjut terjadi batuk
darah (hemaptoe).
2. Demam subfebris menyerupai demam influenza. Kadang-kadang demam
dapat mencapai 40 – 41o C. demam bersifat hilang timbul, tergantung daya
tahan tubuh penderita dan berat ringannya infeksi kuman TB yang masuk.
Demam sering disertai banyak keringat terutama malam hari.
3. Nyeri dada.
4. Sesak nafas.
Terjadi pada penyakit yang sudah lanjut.
5. Anoreksia.
6. BB menurun.
VI. PEMERIKSAAN
Pemeriksaan fisik
Pada kasus-kasus yang dini sering tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan
fisik. Bila dicurigai adanya infiltrat agak luas, didapatkan perkusi redup, suara
Robert A. Dinfantri, 200210073, FK-UMI HalamanKKS SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam 2005
18
GGK ec GNC + TB Paru
pernafasan bronkial dan suara tambahan berupa ronkhi basah kasar dan
nyaring. Tapi bila infiltrat diliputi oleh penebalan pleura, suara pernafasan
menjadi vesikuler melemah.
Bola terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi menjadi hipersonor/ timpani
dan auskultasi berupa suara amforik.
Pada Tb paru dengan fibrosis yang luas, dijumpai atrofi dan retraksi otot-otot
interkostal, bagian paru yang sakit jadi menciut dan menarik isis mediastinum
atau paru lainnya, stem fremitus melemah pada palpasi, perkusi beda dan suara
pernafasan menghilang. Pada TB paru dengan jaringan fibrotik yang amat luas
dapat terjadi corpulmonal dan gagal jantung kanan.
Bila TB mengenai pleura sering terbentuk efusi pleura dimana paru yang sakit
terlihat agak tertinggal dalam pernafasan. Perkusi berupa pekak dan auskultasi
berupa suara nafas lemah sampai menghilang.
Pemeriksaan radiologis.
Pemeriksaan radiologis dada merupakan cara praktis untuk menemukan lesi
tuberkulosis, gambaran dapat berupa bercak-bercak berawan, bayangan bulat
dengan batas tegas/ tidak tegas, garis-garis fibrotik, kavitas dan lain-lain.
Pemeriksaan laboratorium.
Darah rutin.
Sputum :
Pemeriksaan sedian langsung dengan mikroskop biasa.
Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop fluoresens.
Pemeriksaan dengan kultur.
Pemeriksaan terhadap resistensi obat.
Robert A. Dinfantri, 200210073, FK-UMI HalamanKKS SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam 2005
19
GGK ec GNC + TB Paru
Test tuberkulin (test mantoux).
Dengan menyuntikan 0,1 cc tuberkulin P.P.D secara intrakutan, hasil :
Indurasi 0 – 5 mm : mantoux (-).
Indurasi 6 – 9 mm : meragukan.
Indurasi 10 – 15 mm : mantoux (+).
Indurasi > 16 mm : mantoux (+) kuat.
VII. DIAGNOSIS
Diagnosis TB paru ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik,
radiologis dan laboratorium.
VIII. PENTALAKSANAAN
Prinsip pengobatan tuberkulosis :
A. Aktivitas obat.
Bakterisid ( membunuh kuman yang sedang aktif).
Misalnya : - complete bactericidal drug : rifamfisin, INH.
- incomplete bactericidal drug :
Pirazinamid bekerja pada lingkungan asam.
Streptomisin bekerja pada lingkungan basa.
Sterilisasi (membunuh kuman yang pertumbuhannya lambat).
Misalnya : rifampisin dan pirazinamid.
Bakteriostatik (menghambat perkembangan kuman).
Misal : etambutol dan tiasetazon.
Robert A. Dinfantri, 200210073, FK-UMI HalamanKKS SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam 2005
20
GGK ec GNC + TB Paru
B. Faktor kuman tuberkulosis.
Penelitian Mitchison telah membagi kuman M. Tuberkulosis berdasarkan
hubungan antara pertumbuhannya dengan aktivitas obat yang membunuhnya
yaitu :
1). Populasi A : kuman tumbuh aktif dan cepat, banyak terdapat pada dinding
kavitas/ dalam lesi yang Phnya netral.
Obat yang digunakan pada populasi ini adalah INH, rifampisin dan strep-
tomisin.
2). Populasi B : kuman tumbuh sangat lambat dan berada pada lingkungan
asam (PH rendah).
Obat yang digunakan adalah pirazinamid.
3). Populasi C : kuman dalam keadaan dormant hampir sepanjang waktu, ter-
dapat dalam dinding lavitas.
Obat yang digunakan adalah rifampisin.
4). Populasi D : kuman dalam keadaan dormant total (complete dormant).
Populasi ini tidak jelas dan hanya dapat dimusnahkan oleh mekanisme per-
tahanan tubuh manusia itu sendiri.
C. Panduan obat.
Jenis obat yang dipakai :
Obat primer : 1. Isoniazid. 4. Streptomisin.
2. Rifampisin. 5. Etambutol.
3. Pirazinamid.
Robert A. Dinfantri, 200210073, FK-UMI HalamanKKS SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam 2005
21
GGK ec GNC + TB Paru
Obat sekunder : 1. Etionamid 5. PAS (Para Amino Salicylic Acid)
2. Protionamid 6. Tiasetazon.
3. Sikloserin 7. Viomisin.
4. kanamisin 8. Kapreomisin.
Terapi kombinasi yang dianjurkan adalah terapi jangka pendek yaitu :
HRE/ 5H2R2 : Isoniazid + Rifampisin + Etambutol setiap hari selama 1 bulan, dan
dilanjutkan Isoniazid + Rifamfisin 2 x seminggu. Selama 5 bulan.
D. Dosis obat.
Nama Obat
Dosis Harian Dosis berkala 2 –3
kali semingguBB < 50 kg BB > 50 kg
1. Isoniazid
2. Rifampisin.
3. Pirazinamid.
4. streptomisin.
5. Etambutol.
6. Etionamid.
7. P.A.S
400 mg
450 mg
1500 mg
750 mg
1000 mg
500 mg
9 gr
400 mg
600 mg
2000 mg
1000 mg
1000 mg
750 mg
10 gr
600 – 900 mg
600 mg
2000 mg
1000 mg
2 – 2,5 gr
-
-
E. Efek samping.
INH : -Neuropati perifer, ini dapat dicegah dengan pemberian Vit B6
-Hepatotoksik.
Rifampisin : - Sindrom flu.
- Hepatotoksik.
Robert A. Dinfantri, 200210073, FK-UMI HalamanKKS SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam 2005
22
GGK ec GNC + TB Paru
Pirazinamid : - Hepatotoksik
- Hiperurisemia.
Streptomisin : - Nefrotoksik.
- gangguan nervus VIII kranial.
Etambutol : - Neuritis optika.
- Nefrotoksik
- Skin rash/ dermatitis.
Etionamid : - Hepatotoksik.
- Gangguan pencernaan.
Ternyata sebagian besar OAT bersifat hepatotoksik dan nefrotoksik, sehingga
pemberiannya sangat hati-hati pada pasien-pasien dengan kelainan hati dan ginjal.
F. Evaluasi pengobatan.
Klinis.
Biasanya penderita dikontrol setiap 1 minggu selama 2 minggu 2
minggu selama 1 bulan.
Bakteriologis.
Pemeriksaan kontrol sputum, BTA dilakukan 1 x sebulan, bila sudah
negatif, sputum BTA sebaiknya tetap diperiksakan sedikitnya sampai
3 x berturut-turut.
Radiologis.
Evaluasi radiologis diperlukan untuk melihat kemajuan terapi.
Evaluasi foto dada dilakukan setiap 3 bulan sekali.
Robert A. Dinfantri, 200210073, FK-UMI HalamanKKS SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam 2005
23
GGK ec GNC + TB Paru
G. Kegagalan pengobatan.
Sebab-sebab kegagalan pengobatan :
Obat
Panduan obat tidak adekuat.
Dosis obat tidak cukup.
Minum obat tidak teratur/ tidak sesuai dengan petunjuk yang
diberikan.
Jangka waktu pengobatan kurang dari semestinya.
Terjadinya resistensi obat.
Drop out
Kekurangan biaya pengobatan.
Merasa sudah sembuh.
Malas berobat/ kurang motivasi.
Penyakit
Lesi paru yang sakit terlalu luas/ sakit berat.
Penyakit lain yang menyertai tuberkulosis seperti DM,
alkoholisme dan lain-lain.
Adanya gangguan imunologis.
Penangulangan terhadap kasus-kasus yang gagal adalah :
Terhadap penderita yang sudah berobat secara teratur.
Menilai kembali apakah panduan obat sudah adekuat, mengenai dosis 2
cara pemberiannya.
Lakukan pemeriksaan uji kepekaan/ test resistensi kuman terhadap obat.
Robert A. Dinfantri, 200210073, FK-UMI HalamanKKS SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam 2005
24
GGK ec GNC + TB Paru
Bila sudah dicoba dengan obat-obat yang masih peka tapi gagal juga,
maka pertimbangan terapi pembedahan pada pasien dengan kavitas atau
Destroyed Lung.
Terhadap penderita dengan riwayat pengobatan tidak teratur.
Teruskan pengobatan lama selama 3 bulan dengan evaluasi bakteriologis
tiap bulan.
Nilai kembali test resistensi kuman terhadap obat, ganti dengan paduan
obat yang masih sensitif.
H. Penderita kambuh.
Merupakan penderita yang telah menjalani terapi secara teratur dan adekuat
sesuai rencana tapi dalam kontrol ulangan ternyata kultur sputum BTA
kembali positif baik secara mikroskopik langsung ataupun secara biakan.
Penangulangan terhadap penderita kambuh ini adalah :
Berikan terapi yang sama dengan terapi pertama.
Lakukan pemeriksaan bakteriologis optimal yaitu periksa sputum BTA
mikroskopis langsung 3 x, biakan dan resistensi.
Evaluasi secara radiologis luasnya kelainan paru.
Identifikasi adakah penyakit lain yang memberatkan TB seperti DM,
alkoholisme, pembrerian kortikosteroid dan lain-lain.
Sesuaikan obat-obat dengan hasil test kepekaan/ resistensi.
Nilai kembali secara ketat hasil terapi secara klinis, radiologis dan
bakteriologis tiap bulan.
Robert A. Dinfantri, 200210073, FK-UMI HalamanKKS SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam 2005
25
GGK ec GNC + TB Paru
I. Terapi bedah.
Terapi bedah jarang sekali dilakukan pada penderita TB paru.
Indikasi terapi bedah adalah :
Penderita dengan sputum BTA tetap positif setelah diterapi ulang.
Penderita dengan batuk darah masif atau berulang.
Robert A. Dinfantri, 200210073, FK-UMI HalamanKKS SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam 2005
26
GGK ec GNC + TB Paru
DAFTAR PUSTAKA
1. Gagal Ginjal Kronik, R.P. Sidabutan Suhardjono, E. J. Kapojos, Ilmu
Penyakit dalam, Jilid II, 1999, Hal : 350-362.
2. gagal Ginjal kronis dan Terminal, Sukandar Enday, Nefrologi Klinik ed II,
1997, Hal : 323-377.
3. Emedicine-Glomerulonephritis Chronik, Article by Moro salifu, MD, MPH,
et al. www.ncbi.nlm.nih.gov
4. Glomerulonephritis, The New England Journal of medicine, Donald E. Hricik,
et al www.nejm.org
5. Glomerulonephritis, M.S. Markum, Wiguno P., P. Siregar, Ilmu Penyakit
Dalam, Jilid II, 1999, Hal : 274-281.
6. Tuberkulosis Paru, Asril Bahar, Ilmu Penyakit dalam, Jilid II, 1999, Hal :
715-727.
Robert A. Dinfantri, 200210073, FK-UMI HalamanKKS SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam 2005
27
GGK ec GNC + TB Paru
Robert A. Dinfantri, 200210073, FK-UMI HalamanKKS SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam 2005
28