lapsus gagal ginjal kronik

30
I. Pendahuluan Penyakit Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel pada suatu saat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap berupa dialisis atau transplantasi ginjal 1 . Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik, penyajian dan hebatnya tanda dan gejala uremia berbeda dari pasien yang satu dengan pasien yang lain, tergantung paling tidak sebagian pada besarnya penurunan massa ginjal yang masih berfungsi dan kecepatan hilangnya fungsi ginjal 1,2 Kriteria Penyakit Ginjal Kronik antara lain 1 : 1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi : - kelainan patologis - terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah dan urin atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests)

Upload: pratiwi-rukmana

Post on 26-Dec-2015

140 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

gagal ginjal

TRANSCRIPT

Page 1: Lapsus Gagal Ginjal Kronik

I. Pendahuluan

Penyakit Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan

etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan

pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya gagal ginjal adalah suatu

keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel pada

suatu saat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap berupa dialisis atau

transplantasi ginjal1.

Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua

organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik, penyajian dan

hebatnya tanda dan gejala uremia berbeda dari pasien yang satu dengan pasien yang

lain, tergantung paling tidak sebagian pada besarnya penurunan massa ginjal yang

masih berfungsi dan kecepatan hilangnya fungsi ginjal1,2

Kriteria Penyakit Ginjal Kronik antara lain1:

1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan

struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus

(LFG), dengan manifestasi :

- kelainan patologis

- terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah dan

urin atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests)

2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m² selama 3 bulan

dengan atau tanpa kerusakan ginjal.

Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan dan LFG sama atau

lebih dari 60 ml/menit/1,73m², tidak termasuk kriteria penyakit ginjal kronik.

II. Klasifikasi1

Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu atas dasar

derajat (stage) penyakit dan dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat

penyakit dibuat atas dasar LFG yang dihitung dengan mempergunakan rumus

Kockcorft-Gault sebagai berikut:

LFG (ml/menit/1,73m²) = (140-umur)x berat badan / 72x kreatinin plasma (mg/dl)*)

Page 2: Lapsus Gagal Ginjal Kronik

*) pada perempuan dikalikan 0,85

Klasifikasi tersebut tampak pada tabel 11.3

Tabel 1. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit

Derajat Penjelasan LFG(ml/mnt/1,73m²)

1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ > 90

2 Kerusakan ginjal dengan LFG↓ ringan 60-89

3 Kerusakan ginjal dengan LFG↓ sedang 30-59

4 Kerusakan ginjal dengan LFG↓ berat 15- 29

5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis

Klasifikasi atas dasar diagnosis tampak pada tabel 21

Tabel 2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas dasar Diagnosis Etiologi

Penyakit Tipe mayor (contoh)

Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2

Penyakit ginjal non diabetes Penyakit glomerular (penyakit autoimun,

infeksi sistemik, obat, neoplasia)

Penyakit vascular (penyakit pembuluh darah

besar, hipertensi, mikroangiopati)

Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis

kronik, batu, obstruksi, keracunan obat)

Penyakit kistik (ginjal polikistik)

Penyakit pada transplantasi Rejeksi kronik

Keracunan obat (siklosporin/takrolimus)

Penyakit recurrent (glomerular)

Transplant glomerulopathy

III. Epidemiologi

Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidens penyakit

ginjal kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini

Page 3: Lapsus Gagal Ginjal Kronik

meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta

diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di negara-negara

berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk

pertahun¹.

IV. Patofisiologi

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit

yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang

lebih sama. Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrofi sisa nefron secara

struktural dan fungsional sebagai upaya kompensasi. Hipertrofi “kompensatori” ini

akibat hiperfiltrasi adaptif yang diperantarai oleh penambahan tekanan kapiler dan

aliran glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat akhirnya diikuti oleh

proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini

akhirnyadiikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif walaupun penyakit

dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-

aldosteron intrarenal ikut memberikan konstribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi,

sklerosis dan progesifitas tersebut. Aktivitas jangka panjang aksis renin-angiotensin-

aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth

factor ß. Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas

penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia.1,2

Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis

glomerulus maupun tubulointerstitial. Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal

kronik terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana

basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti

akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan

peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien

masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar

urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada

pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat

badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda

Page 4: Lapsus Gagal Ginjal Kronik

uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme

fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah

terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi

saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau

hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium.

Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan

pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara

lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada

stadium gagal ginjal. 1

V. Pendekatan Diagnostik

Gambaran Klinis 1.4,5

Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi:

a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes malitus, infeksi traktus

urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, Lupus Eritomatosus

Sistemik (LES),dll.

b. Sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah,

nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritus,

uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.

c. Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah

jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium,

khlorida).

Gambaran Laboratorium1,4,5

Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi:

a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya

b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum,

dan penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus Kockcroft-Gault.

Kadar kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan fungsi

ginjal.

Page 5: Lapsus Gagal Ginjal Kronik

c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan

kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia,

hiperfosfatemia, hipokalemia, asidosis metabolik

d. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuri, leukosuria

Gambaran Radiologis 1,4,5

Pemeriksaan radiologis penyakit GGK meliputi:

a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak

b. Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa melewati

filter glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh

kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan

c. Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai indikasi

d. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks

yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi

e. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.

VI. Penatalaksanaan

Perencanaan tatalaksana (action plan) penyakit GGK sesuai dengan derajatnya, dapat

dilihat pada tabel 3

Tabel 3. Rencana Tatalaksanaan Penyakit GGK sesuai dengan derajatnya

Derajat LFG(ml/mnt/1,73m²) Rencana tatalaksana

1 > 90 terapi penyakit dasar, kondisi komorbid,

evaluasi pemburukan (progession)

fungsi ginjal, memperkecil resiko

kardiovaskuler

2 60-89 menghambat pemburukan (progession)

fungsi ginjal

3 30-59 evaluasi dan terapi komplikasi

4 15-29 persiapan untuk terapi pengganti ginjal

Page 6: Lapsus Gagal Ginjal Kronik

5 <15 terapi pengganti ginjal

a. Terapi konservatif

Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal

secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin

azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara

keseimbangan cairan dan elektrolit.2 Faktor utama penyebab perburukan

fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi glomerulus.

1) Peranan diet

Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau

mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan

terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen. Pembatasan protein

mulai dilakukan pada GFR ≤ 60ml/mnt, sedangkan diatas nilai tersebut

pembatasan protein tidak dianjurkan. Protein diberikan 0,6-0,8/kgbb/hari,

yang 0,35-0,5 gr diantaranya merupakan protein nilai biologi tinggi.

Pembatasan asupan protein akan mengakibatkan berkurangnya sindrom

uremik. Asupan protein yang berlebih akan mnegakibatkan perubahan

hemodinamik ginjal berupa peningkatan aliran darah dan tekanan

glomerulus yang akan meningkatkan progresifitas perburukan fungsi

ginjal. Pembatasan protein juga berkaiatan dengan pembatasan fosfat

karena protein dan fosfat selalu berasal dari sumber yang sama

2) Kebutuhan jumlah kalori

Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat

sebesar 30-35 kkal/kgBB/hari dengan tujuan utama, yaitu

mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status

nutrisi dan memelihara status gizi.

3) Kebutuhan cairan

Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya

jumlah diuresis mencapai 2 L per hari.

Page 7: Lapsus Gagal Ginjal Kronik

4) Kebutuhan elektrolit dan mineral

Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung

dari LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).

b. Terapi simtomatik

1) Asidosis metabolik

Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium

(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat

diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera

diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.

2) Anemia

Faktor-faktor yang mungkin berkontribusi terhadap anemia pada CKD

adalah kehilangan darah, umur eritrosit yang pendek, "lingkungan

uremic," defisiensi eritropoietin (EPO), kekurangan zat besi, dan

inflamasi. "lingkungan uremic" adalah istilah yang digunakan untuk

menjelaskan disfungsi multi-organ dari CKD. Transfusi darah misalnya

Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan terapi alternatif,

murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati

karena dapat menyebabkan kematian mendadak. Evaluasi terhadap

anemia dimulai saat hemoglobin ≤ 10 g% atau hematokrit ≤ 30%,

meliputi evaluasi terhadap status besi, mencari sumber perdarahan,

morfologi eritrosit, dan lain sebagainya. Pemberian eritropeitin (EPO)

merupakan hal yang dianjurkan.

3) Keluhan gastrointestinal

Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering

dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan

utama (chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain

adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang

harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan

simtomatik.

4) Kelainan kulit

Page 8: Lapsus Gagal Ginjal Kronik

Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.

5) Kelainan neuromuskular

Osteodistrofi renal merupakan komplikasi CKD yang sering terjadi.

Penatalaksanaannya dengan cara mengatasi hiperfosfatemia dan

pemberian kalsitriol. Penatalaksanaan hiperfosfatemia dengan cara

membatasi asupan fosfat, pemberian pengikat fosfat dengan tujuan

menghambat absorbsi fosfat di saluran cerna.5 Beberapa terapi pilihan

yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler yang adekuat,

medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.

6) Hipertensi

Pemberian obat-obatan antihipertensi yang bermanfaat untuk

memperkecil resiko kardiovaskular dan memperlambat kerusakan nefron

dengan mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus.2

Penghambat ACE dapat menurunkan tekanan darah sistemik, obat ini

secara langsung menurunkan tekanan intraglomerular dengan mendilatasi

secara selektif pada arteriol aferen.

7) Kelainan sistem kardiovaskular

Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang

diderita. 40-45% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh

penyakit kardiovaskular. Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan

terapi penyakit kardiovaskular adalah pengendalian diabetes, hipertensi,

dislipidemia, anemia, hiperfosfatemia dan terapi kelebihan cairan dan

gangguan keseimbangan elektrolit. Modifikasi gaya hidup dapat

memperbaiki tekanan darah yang tinggi dan dapat meningkatkan efisiensi

terapi hipertensi. Pengurangan intake natrium, meningkatkan aktivitas

fisik, mengurangi berat badan, pembatasan intake alcohol dan

pemberhentian merokok adalah strategi yang direkomendasikan.7

Page 9: Lapsus Gagal Ginjal Kronik

c. Terapi pengganti ginjal

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu

pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis,

dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal.7

1) Hemodialisis

Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala

toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu

cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal

ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan

indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu

perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan

kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter,

muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan

kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8

mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat.2-4

Gambar 1 Hemodialisis

Page 10: Lapsus Gagal Ginjal Kronik

Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang

telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya

dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler-

kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang

diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14

tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal.3

2) Dialisis peritoneal (DP)

Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis

(CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik

CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun),

pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular,

pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan

hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke,

pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan

pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi

non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk

melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal.2

3) Transplantasi ginjal

Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).

Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:

a) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh

(100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-

80% faal ginjal alamiah

b) Kualitas hidup normal kembali

c) Masa hidup (survival rate) lebih lama

d) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan

dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan

e) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi

Page 11: Lapsus Gagal Ginjal Kronik

ILUSTRASI KASUS

Identitas Pasien

Nama : Tn.S

Umur : 42 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Wiraswasta

Status : Menikah

Alamat : Jl. Mandala No. 22 Tangkerang

Masuk RS : 18 Juli 2013

Rekam Medis : 81 79 58

Anamnesis : Auto-anamnesis

Keluhan Utama

Sesak nafas sejak 1 hari SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang

Sesak nafas dirasakan menenatap, cenderung bertambah jika beraktivitas,

terkadang sesak dirasakan disertai dengan nyeri pada seluruh dada seperti

di tusuk-tusuk.

Sejak enam bulan SMRS pasien mengeluhkan demam yang naik turun,

disertai nyeri kepala, badan terasa lemah, pusing, mual (+), muntah tidak

ada, nafsu makan menurun.

Menjalani hemodialisa sejak 2 tahun yang lalu

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat hipertensi (+), maag (+), efusi pleura dextra (+), DM, riwayat

penyakit jantung tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti pasien.

Hipertensi (+). DM (-)

Page 12: Lapsus Gagal Ginjal Kronik

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan

Pasien tidak mempunyai kebiasaan merokok.

Pemeriksaan Umum

- Kesadaran : Komposmentis

- Keadaan umum : tampak sakit sedang

- BB : 50kg

- TB : 170cm

- Tekanan Darah : 140/90 mmHg

- Nadi : 72x/menit

- Napas : 36x/menit

- Suhu : 37,4 oC

Pemeriksaan Fisik

Kepala

Mata : konjungtiva anemis (+), sklera ikterik (-), pupil bulat, isokor,

diameter 3 mm, reflek cahaya (+/+).

Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-), JVP 5-2 cmH2O

Toraks

- Paru : Inspeksi : bentuk dan gerakan dada kanan = kiri

Palpasi : fremitus kiri dan kanan sama

Perkusi : sonor

Auskultasi : vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)

- Jantung : Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : iktus kordis teraba di RIC V LMC

Perkusi :Batas jantung kanan : Linea sternalis dekstra

RIC V

Batas jantung kiri : 2 jari lateral LMC sinistra

RIC V

Auskultasi : Suara jantung normal, bising (-)

Abdomen

Page 13: Lapsus Gagal Ginjal Kronik

Inspeksi : perut datar, venektasi (-)

Palpasi : perut supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus 6x/menit

Ekstremitas

Akral hangat, udem (-)

Pemeriksaan Penunjang

Darah Rutin (11 maret 2011)

Hb : 10,7 gr%

Leukosit : 4900/mm3

Trombosit : 107.000/mm3

Ht : 30,6 vol%

Kimia Darah

Glukosa : 86 mg/dL

Creatinin : 19,62 mg/dL

Uric : 9,1 mg/dL

Ureum : 132 mg/dL

AST : 56 IU

ALT : 47 IU

ALB : 2,2 g/dL

TP : 7,1 g/dL

Resume

Tn M, laki-laki, 32 tahun, datang dengan keluhan sesak nafas sejak 1 hari

SMRS. Sesak dirasakan menenatap, cenderung bertambah jika beraktivitas, terkadang

sesak dirasakan disertai dengan nyeri pada seluruh dada seperti di tusuk-tusuk. Sejak

enam bulan SMRS pasien mengeluhkan demam yang naik turun, disertai nyeri

kepala, badan terasa lemah, pusing, mual (+), muntah tidak ada, nafsu makan

Page 14: Lapsus Gagal Ginjal Kronik

menurun. Menjalani hemodialisa sejak 2 tahun yang lalu. Dari pemeriksaan fisik

didapat tekanan darah 140/90 mmHg, frekuensi nafas 36x/menit, konjungtiva anemis,

batas jantung kiri melebar. Anemia, peningkatan kreatinin dan ureum.

Daftar Masalah

1. Sesak nafas

2. Mual

3. Sakit kepala

4. Hipertensi

5. Anemia

6. Leukositosis

Diagnosis kerja

Gagal ginjal kronik dengan hemodialisa + Hipertensi + Anemia

Rencana Penatalaksanaan

Non Farmaka

Tirah baring

Diet redah protein

Farmaka

O2 3L/menit

Ciprofloxacin 500 mg 2x1

Panadol 500 mg 3x1

Sohobion 3x1

Lansoprazol 30mg 1x1

Vometa 3x1

Codein 3x1

Follow Up

Tanggal 16/3/2011

S : Pasien masih mengeluhkan sesak nafas, mual dan lemas

O : Kesadaran : Komposmentis

Vital sign : TD 140/100 mmHg

Page 15: Lapsus Gagal Ginjal Kronik

HR 104x/i

RR 36x/i

T 36,9 C

Konjungtiva anemis

A : Gagal ginjal kronik dengan hemodialisa + Hipertensi + Anemia

P : O2 3L/menit, Ciprofloxacin 500 mg 2x1, Panadol 500 mg 3x, Sohobion 3x1,

Lansoprazol 30mg 1x1, Vometa 3x1, Codein tab 3x1

Tanggal 17/3/2011

S : Pasien masih mengeluhkan sesak nafas, mual berkurang namun masih lemas

O : Kesadaran : Komposmentis

Vital sign : TD 140/90 mmhg

HR 96x/i

RR 32x/i

T 36,9 C

Konjungtiva anemis

Hb : 7 gr/dL

BUN : 50 mg/dL

CR-S : 11,47

Ureum : 107 mg/dL

Na+ : 134 mmol/L

K+ : 5,2 mmol/L

Ca++ : 0,46 mmol/L

A : Gagal ginjal kronik dengan hemodialisa + Hipertensi + Anemia

P : Terapi dilanjutkan

Tanggal 18/3/2011

S : Pasien mengeluhkan sesak nafas bertambah, badan lemah, kejang-kejang setelah

minum obat pagi.

O : Kesadaran : Komposmentis

Page 16: Lapsus Gagal Ginjal Kronik

Vital sign : TD 130/90 mmhg

HR 96x/i

RR 32x/i

T 37,3 C

Konjungtiva anemis

A : Gagal ginjal kronik dengan hemodialisa + Hipertensi + Anemia

P : Terapi dilanjutkan

Tanggal 19/3/2011

S : Pasien masih mengeluhkan sesak nafas,

O : Kesadaran : Komposmentis

Vital sign : TD 150/90 mmhg

HR 112x/i

RR 40x/i

T 36,6 C

Konjungtiva anemis

Hb : 8,6 gr/dL

BUN : 47 mg/dL

CR-S : 10,5 mg/dL

Ureum : 100,6 mg/dL

Na+ : 135 mmol/L

K+ : 4,9 mmol/L

Ca++ : 0,73 mmol/L

A : Gagal ginjal kronik dengan hemodialisa + Hipertensi + Anemia

P : Terapi dilanjutkan

Page 17: Lapsus Gagal Ginjal Kronik

PEMBAHASAN

Pasien laki-laki berumur 32 tahun datang dengan keluhan sesak nafas sejak 1

hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Sesak dirasakan menenatap, cenderung

bertambah jika beraktivitas, terkadang sesak dirasakan disertai dengan nyeri pada

seluruh dada seperti di tusuk-tusuk. Sejak enam bulan SMRS pasien mengeluhkan

demam yang naik turun, disertai nyeri kepala, badan terasa lemah, pusing, mual (+),

muntah tidak ada, nafsu makan menurun. Menjalani hemodialisa sejak 2 tahun yang

lalu. Dari pemeriksaan fisik didapat tekanan darah 140/90 mmHg, frekuensi nafas

36x/menit, konjungtiva anemis, batas jantung kiri melebar. Anemia, peningkatan

kreatinin dan ureum.

Pada gagal ginjal kronik fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme

protein yang normalnya diekskresikan ke dalam urin tertimbun dalam darah. Terjadi

uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk

sampah, maka gejala akan semakin berat. Penurunan jumlah glomeruli yang normal

menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh

ginjal. Dengan menurunnya glomerulo filtrat rate (GFR) mengakibatkan penurunan

klirens kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum. Hal ini menimbulkan

gangguan metabolisme protein dalam usus yang menyebabkan anoreksia, nausea

maupan vomitus yang menimbulkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

Terjadi penurunan produksi eritropoetin yang mengakibatkan terjadinya

anemia. Sehingga pada penderita dapat timbul keluhan adanya kelemahan

menyebabkan tubuh tidak toleran terhadap aktifitas. Dengan menurunnya filtrasi

melalui glomerulus ginjal terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan penurunan

kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi

parathormon dari kelenjar paratiroid. Laju penurunan fungsi ginjal dan perkembangan

gagal ginjal kronis berkaitan dengan gangguan yang mendasari, ekskresi protein

dalam urin, dan adanya hipertensi.

Pada pasien ini dianjurkan untuk istirahat, diet rendah protein dan hemodialisa

tetap dilanjutkan. Pembatasan asupan protein dilakukan karena, kelebihan protein

Page 18: Lapsus Gagal Ginjal Kronik

tidak disimpan dalam tubuh, tapi dipecah menjadi urea dann substansi nitrogen lain

yang terutama diekskresikan melalui ginjal.

SIMPULAN

Diagnosis pada pasien ini adalah Gagal ginjal kronik dengan hemodialisa + hipertensi

+ anemia

Page 19: Lapsus Gagal Ginjal Kronik

DAFTAR PUSTAKA

1. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I

Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI,

2006.

2. Price SA, Lorraine MW. Patofisiologi konsep klinis prose-proses penyakit

jilid II ed 6. Jakarta: EGC. 2005.

3. Adamson JW (ed). Harrison’s Principles of Internal Medicine 16 th edition

vol 1. McGraw-Hill Companies : 2005

4. Suhardjono, Lydia A, Kapojos EJ, Sidabutar RP. Gagal Ginjal Kronik. Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 3. Jakarta: FKUI, 2001..

5. Mansjoer A, et al.Gagal ginjal Kronik. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II

Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius FKUI, 2002.

6. Tierney LM, et al. Gagal Ginjal Kronik. Diagnosis dan Terapi Kedokteran

Penyakit Dalam Buku 1. Jakarta: Salemba Medika.2003.