forget me not - nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/f7e714915cac2408bf18cbe...novel...

20
Forget Me Not If I could have one wish granted, I’d like to always stay, close to your heart. Untuk Stefan William & Natasha Wilona

Upload: haphuc

Post on 04-Apr-2019

244 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Forget Me Not

If I could have one wish granted, I’d like to always stay, close to your heart.

Untuk Stefan William & Natasha Wilona

2

Novel terinspirasi Stefan William & Natasha Wilona

Judul : Forget Me Not

Tebal : 186 Halaman

Harga : 58.000 (Belum ongkos kirim)

Penulis : Hime Hell

Sinopsis :

Seorang idola dengan jutaan fans, kekasih yang cantik, kehidupan dan karir yang cemerlang, semuanya terasa sempurna bagi Stefan sampai ia tak sengaja menabrak seorang gadis, menyebabkannya hilang ingatan, lantas memberinya nama juga kehidupan baru sebagai Natasha.

Dari sebuah pertemuan sederhana, menggerakkan roda-roda takdir, menyambung ikatan, merangkai puzzle kehidupan, mengungkap teka-teki, juga menghubungkan jalan yang terpisah. Pertemuan yang menyebabkan Butterfly Effect, bukan hanya kehidupan Stefan yang berubah, tapi Natasha jua. kedekatan dan kebersamaan membuat ikatan keduanya semakin erat.

Ketika akhirnya tiba masa, ingatan Natasha kembali, masa lalunya yang hilang ia temukan, akankah ia tetap berada disisi Stefan? Sebuah persimpangan jalan yang ditumbuhi Spider Lily dan Forget Me Not, jalan manakah yang akan diambil oleh Stefan.

3

Format pemesanan :

* Nama lengkap

* Alamat lengkap : nama jalan/ No.rumah/ RT/RW / Kelurahan/Kecamatan / Kota/Provinsi/ kodepos

*No. Tlp/HP

*Judul buku/Jumlah buku yg dipesan

>> Pendaftaran dikirim ke : (*Pilih salah satu)

-LINE : himeterny

- BBM : 59f7332e

- Email : [email protected]

4

Forget Me Not

If I could have one wish granted, I’d like to always stay, close to your heart.

5

Forget Me Not -------------------------------------------------------------

Hime Hell -------------------------------------------------------------

Copyright © 2014, Hime Hell Hak Cipta dilindungi Undang-undang

All rights reserved -------------------------------------------------------------

Cetakan Pertama, Februari 2016 -------------------------------------------------------------

Ilustrasi Sampul dan Pewajah Isi: Tim Produksi Novel SaSe

Sumber Gambar: google image, tumblr (keyword : Forget me not)

------------------------------------------------------------- Email : [email protected]

Twitter : @NovelSaSe Blog: Stefanatasha.wordpress.com

Instagram : Novelstefanatasha Facebook: fecbook.com/Novelstefanatasha

-------------------------------------------------------------

Diterbitkan melalui:

www.nulisbuku.com

ILP Center Lt.3-10 Jln Raya Pasar Minggu, No.39A Pancoran

Jakarta Selatan 12780

6

Daftar Isi

♥ Hydrangea – 7

♥ Amaryllis – 27

♥ Spider Lily – 49

♥ Daisy – 71

♥ Carnation – 90

♥ Rose – 107

♥ Sun Flower – 120

♥ Lily – 136

♥ Anemone – 149

♥ Forget Me Not – 169

♥ Dari Penulis – 183

♥ Tentang Penulis – 185

7

Apa yang lebih mengejutkan dari sambaran petir? Balas dendam

Hal apa yang hanya sekilas? Memiliki hal yang tidak seharusnya kau miliki

Siapa yang paling akrab didunia ini? Orang yang memahami dirinya sendiri

Apa rahasia abadi itu? Cinta

Dimanakah cinta itu? Tidak dimanapun

Perasaan cinta itu seperti monster, jika telah merasukimu, kau tidak

bisa mengendalikannya.

8

1

Hydrangea

No matter the darkness, I’ve been searching,

for that one and only, light.

9

Sore itu di Penang International Airport, Malaysia.

“Okaasan, matte yo1.” Seorang gadis muda berambut panjang

sepunggung meronta pada seorang wanita yang menyeretnya. Koper-

koper yang ditarik bergoyang-goyang. Keributan kecil dari ibu dan

anak itu menarik perhatian beberapa orang.

“Ini demi kebaikanmu.” Ucap wanita yang tidak bisa dibilang

muda lagi. Kerut-kerut halus diwajahnya menunjukkan usianya

berkisar 45 tahunan.

“Okaasan, aku nggak mau ninggalin Chris. Onegai2.”

“Mo, yamete3! Kamu ngapain sih masih mikirin cowok itu?

Mama nggak suka ya. Sekarang kita pulang ke Jepang.”

“Ma, Mama kenapa sih? Aku cinta sama dia. Aku nggak mau

pergi.” Ucap gadis itu duduk disalah satu kursi tunggu bandar udara

Internasional Penang. Percakapan dengan nada tinggi itu terus

berlanjut, tak peduli pada hilir mudik calon penumpang nampak terlihat

sibuk dengan urusan masing-masing bagai koloni semut.

“Kita baru tiba di Indonesia kemarin dan tiba-tiba kita mau

balik ke Jepang? Ma, aku bahkan belum ketemu Chris. Ayolah Ma ada

apa?” tak habis pikir dirinya melihat tingkah ibunya yang tiba-tiba,

masih ia ingat tadi malam tiba-tiba ibunya memutuskan kembali ke

Jepang. Setelah kehabisan tiket terakhir menuju Tokyo, Ibunya lantas

memilih transit di Malaysia. Begitu ingin ibunya cepat-cepat kembali

ke Jepang sungguh membuatnya bingung.

1 Ibu, tolong tunggu 2 Aku mohon 3 Ah, Berhentilah

10

“Kamu sayang sama Mama ‘kan? Kalo kamu sayang Mama,

kamu nurut dong. Mama nggak suka kamu masih mikirin dia. Mulai

sekarang kamu lupakan dia.”

“Okaasan!!!” ia berteriak seolah tak percaya pada apa yang

barus aja didengar dari ibunya sendiri.

“Aku mau ketoilet. Kamu jaga koper. Jangan coba-coba

kabur, dompet, dan passportmu ada ditanganku.” Wanita itu galak.

“Doshite4?” Gadis itu meruntuk kesal saat mamanya beranjak

menuju toilet bandara. Ia benar-benar tak paham apa maksud dan

tujuan ibunya. Ibunya seperti puzzle rumit yang begitu sulit untuk

ditebak.

Hydrangea, ia mendeskripsikan ibunya dengan bunga

Hydrangea. Tiba-tiba saja ia berfikir demikian kala matanya

menangkap sebuah poster bunga yang berbentuk bintang dan

menggerombol berbentuk bulat berwarna campuran putih, ungu dan

biru muda dari sebuah majalan yang ada didekatnya. Hydrangea dalam

bahasa bunga berarti hati yang dingin dan kesombongan. Cantik dan

tegas, menggambarkan jelas tentang ibunya namun ibunya selalu

menjunjung tinggi harga dirinya, selalu bersikap dingin, bersikeras dan

mendominasi hidupnya. Ia sedikit banyak mengerti alasannya, tentu

saja kasih ibu akan terus mengalir tanpa batas pada anaknya namun ia

tak mengerti dengan cara ibunya yang begitu mengekangnya. Ia bebas,

tapi tetaplah merasa bagaikan burung dalam sangkar.

Gadis itu menghela nafas, menatap lalu lintas dari beberapa

pesawat yang mendarat dan lepas landas menyisakan bunyi yang

4 Kenapa?

11

memekakkan telinga. Lalu didenganya suara yang begitu heboh,

pandangan gadis itu teralihkan pada segerombolan remaja putri yang

berteriak histeris. Mereka menyoraki seorang pemuda yang dikelilingi

bodyguard berbadan tegap dengan baju berwarna hitam dilengkapi

kacamata hitam. Seperti sebuah pagar kokoh tak tertembus mereka

berusaha melindungi pemuda berkaca mata hitam dengan rambut

blonde yang berjalan cuek dari pintu kedatangan. Peluh nampak

membasahi wajah putihnya seolah udara Malaysia semakin

menguapkan panasnya.

“Stefan!!! Stefan!!! Stefan!!!” Nama itu begitu dielu-elukan

oleh para penggemar. Seorang pemuda dengan bakat bernyanyi yang

luar biasa. Posternya di angkat tinggi-tinggi oleh seorang gadis yang

berteriak histeris tak mampu menahan kekagumannya pada sosok idola.

Beberapa bahkan menangis saking terharunya bisa berjumpa langsung.

Mungkin bagi sebagian orang remaja-remaja itu memang sedikit

berlebihan. Rasa kagum juga rasa suka telah membuat mereka seperti

mabuk kepayang.

Spanduk bertuliskan nama Stefan juga terpampang

disepanjang pintu kedatangan. Keributan sempat terjadi saat seorang

fans berusaha menembus blokade bodyguard sang bodyguard nampak

mendorong sang gadis hingga jatuh namun tak disangka Stefan berjalan

mendekat dan membatu gadis tadi untuk bangun. Fans itu hanya bisa

melongo dengan mata berkaca-kaca saat beradu pandang dengan

idolanya.

12

Gadis itu menatap Stefan dengan wajah tak tertarik, dare ga

ano hito, idol5? Ia bahkan bukan orang Malaysia, ia tak kenal artis-

artisnya. Tapi ia sadar Stefan bukan dari Malaysia, spanduk yang

berbunyi selamat datang di negeri kami, tidak mungkin untuk artis yang

memang berasal dari negara ini. Lelah melihat kehebohan itu, Ia lantas

mengalihkan pandangannya, ia menghela nafas berat. Ia merogoh saku

dan mendapati sebuah liontin berbentuk bunga matahari yang

didalamnya terdapat foto sepasang kekasih yang saling berangkulan.

“Aku harus bertemu denganmu Chris. Aku ingin

menemuimu. Aku ingin sekali, aku tidak tahu kapan lagi bisa datang ke

Indonesia dan aku...” Gadis itu terisak sedih. Sekian lama

meninggalkan Indonesia dan pergi ke Jepang dan kini ia tak bisa

membayangkan harus pergi lagi tanpa bertemu Chris. Ia termenung

sejenak. Memikirkan apa yang harus ia lakukan. Apapun yang terjadi ia

harus bertemu Chris, dalam pikirannya hanyalah pertemuan itu. Gadis

itu bangkit dan menarik kopernya. Ia berjalan cepat. Ia harus

melepaskan dirinya sendiri.

“Kau mau kemana?” Teriak ibunya yang baru saja keluar dari

toilet. Gadis itu tersentak lantas berlari keluar bandara.

“Help me! Aku dikejar wanita aneh.” katanya pada seorang

satpam. Gomen Okaasan6.

Lalu ia kembali berlari. Sepatu bot hitam selututnya

menapaki lantai bandara dengan keras. Ia menarik kopernya menuju

bagian luar bandara. Ia sempat menoleh menyaksikan mamanya yang

berdebat dengan petugas bandara, ini adalah kesempatan emas baginya.

5 Siapa orang itu? Artis? 6 Maaf ibu

13

Ia berlari lebih cepat, nafasnya naik turun, kakinya lelah, tapi ia terus

berlari. Ia melihat sekelompok remaja fans idola tadi yang berkerumun

di area parkir. Ini kesempatannya untuk membaur dengan puluhan

gadis itu. Ia berlari kedalam kerumunan dan

BRUKKKK!!!! Suara keras diiringi decitan ban dari sebuah

mobil hitam. Orang-orang segera berlari panik. Stefan dan manajernya

Gino segera melompat turun dan membawa tubuh lemah itu kedalam

mobil sebelum para wartawan berkumpul. Stefan panik melihat darah

terus mengucur merembes membasahi celana jeans sang gadis.

Kejadiannnya sangat cepat, gadis itu tiba-tiba berlari didepan

mobil, kehilangan keseimbangan dan tertabrak dengan begitu keras.

“Cepat kerumah sakit!!!” Teriaknya kesal. Mobil itu

meluncur cepat meninggalkan bandara. Meninggalkan deru dingin yang

berselimut sibuknya kota Penang senja itu.

***

Rumah sakit Adventist terlihat sepi pagi itu. Burung-burung

gereja terbang disepanjang taman rumah sakit. Mereka seperti bersua

menyambut terik mentari hangat pagi. Seorang pemuda duduk disalah

satu sofa rumah sakit saat seorang dokter memeriksa pasien

didepannya.

“koma selama satu minggu dan saat sadar justru amnesia. Oh

come on! Sembuhkan dia dok.” Ucap Gino manajer Stefan, pemuda itu

meremas rambutnya sendiri saking gemasnya. Sementara Stefan,

pemuda itu sibuk mengutak atik ponselnya seolah tak peduli perdebatan

yang ada dihadapannya. Ia terus cuek sambil sesekali melirik gadis

berambut cokelat yang duduk sambil menatap ruangan dengan bingung.

14

“Aku sudah boleh pergi tidak? Bau rumah sakit membuatku

mual.”

Gadis yang duduk diatas ranjang menoleh. Wajahnya pucat,

perban membalut kepalanya. Dilihatnya pemuda berambut pirang

kecoklatan yang baru saja angkat suara. Wajahnya tampan, kulitnya

putih bersih, tatapan matanya tajam, ada aura dingin yang terpancar

kala mata keduanya bertemu.

Hydrangea, entah mengapa dan dari mana asalnya, gadis itu

tiba-tiba teringat bunga Hydrangea saat menatap pemuda berpakaian

necis itu untuk pertama kalinya. Kali ini ia hanya terdiam,

tenggorokannya terasa masam juga sakit, ia tidak bisa berbicara dengan

lancar dalam keadaannya. Ia hanya menatap dua pemuda yang tengah

berdebat secara bergantian.

“Stefan, bukan saatnya menjadi egois begitu. Kita harus

bagaimana? Dia tidak ingat nama, alamat, harus bagaimana?

Meninggalkannya disini sendiri?”

“kau pikir bagaimana lagi? Berikan saja dia setumpuk uang

dan urusan beres.” Ucap Stefan tegas. Gino menggeleng kesal pada

Stefan. Kau ini picik sekali, memangnya segala sesuatu bisa

diselesaikan hanya dengan uang apa?

Gino mendekati gadis itu. Wajahnya pucat, matanya yang

bening juga raut wajahnya membuat Gino yakin, usianya tak beda jauh

dengan Stefan.

“Siapa namamu?” Tanyanya. Gadis itu menggeleng bingung.

Ia bahkan belum bersuara sedikitpun sejak membuka matanya.

“Hah Stefan, gadis ini bisa membuatku gila. Kau pikir aku

tidak pusing? Insiden ini harus disembunyikan dari publik. Karirmu

15

bisa rusak kalau kau ketahuan menabrak seseorang sampai hilang

ingatan.”

“Kau’kan manajerku, kenapa tidak selesaikan dengan baik-

baik sih.”

“kau itu selalu saja mengampangkan segala hal. Tidak semua

hal itu bisa diselesaikan dengan cara mudah.”

“Dokter bilang ‘kan amnesianya mungkin tidak permanen.”

“Mungkin, itu mungkin.”

“Dasar cerewet.”

Gadis itu menatap kedua pemuda berusia sebaya itu

bergantian, ia tidak terlalu mengerti keadaan ini. Kepalanya masih

pening, kaki dan lengannya terasa ngilu. Ia mendengar kembali

percakapan keduanya. Ia bingung dan takut. Ia tak ingat apapun. Tapi

ia marasa sedikit takut, ia tidak ingin ditinggalkan.

“Aku mohon jangan lakukan ini padaku. Aku bingung. Aku

mohon jangan tinggalkan aku sendirian.” Pintanya lemah.

“Hah, kau dengar itu Stefan? Kau dengar katanya? Kita harus

bagaimana?”

“Ayo pergi. Sebentar lagi aku harus menyanyi. Hei kamu,

Sebaiknya besok pagi kamu sudah harus ingat lagi.” Ucap Stefan galak.

Ia menatap kembali kedua pemuda sebaya yang keluar dari pintu rumah

sakit sebelum menghilang. Ia menatap sekeliling ruangan dengan

tatapan aneh. Ia termenung lama sekali berusaha menggali tambang

ingatannya yang lenyap tak bersisa. Ia merasakan pening dan kembali

membaringkan tubuh menatap langit-langit rumah sakit.

Sekitar dua jam kemudian, seorang suster masuk dan

memeriksa keadaannya. Ia tersenyum lalu menyalakan tombol power

pada remote televisi dan meninggalkan gadis tanpa nama itu. Suster itu

16

sedikit ingin menghibur pasiennya yang sejak bangun selalu

menampakkan wajah murung. Gadis itu menatap bingung sambil

sesekali memencet remote televisi. Sesaat televisi menampilkan

suasana panggung yang ramai sekali. Seperti ribuan lampu yang

menyeruak berebut tampil. Cahaya menari-nari diatas menyinari

panggung megah itu. Terlihat ribuan penonton histeris dihadapannya.

Begitu sang penyanyi muncul diatas panggung, histeria melipat ganda.

Alunan musik mulai terdengar mengiringi suara sang penyanyi muda

yang enerjik meliuk diatas panggung yang seolah adalah dunianya. Ia

menyanyi dengan penuh penghayatan dan begitu mempesona semua

penonton yang rata-rata adalah remaja puteri. Melodi-melodi berpadu

dengan apik, membentuk irama yang mampu membangkitkan

semangat. Seperti api yang membakar jerami. Acara berlangung hampir

satu jam dan gadis itu masih terpaku menatap layar televisi. Ia seolah

terhipnotis oleh penampilan Stefan, pemuda yang sudah menabraknya,

yang mengambil ingatannya. Stefan yang berada diatas panggung sama

sekali berbeda dengan Stefan yang beberapa jam lalu ada di dekatnya.

Dia tersenyum dan tertawa, dia bernyanyi dan menari, membawa

kebahagiaaan bagi penggemarnya. Seperti membawa ia masuk kedalam

dunia yang baru.

***

“Mana gadis itu?” Tanya Stefan melihat ruangan yang sudah

kosong. Pagi baru menjelang ketika Stefan dan Gino memasuki kamar

VVIP yang ditempati gadis itu. Tak berapa lama gadis yang

ditabraknya keluar dari toilet seraya menyeret selang infusnya dibantu

seorang suster.

17

“Stefan? Stefan Starks ‘kan?” Teriak suster itu histeris. Gino

segera mengambil alih situasi dan membawa suster yang ternyata

adalah penggemar Stefan keluar dari kamar.

“Sudah ingat?” Tanya Stefan. Gadis itu menggeleng pelan. Ia

duduk dipinggir tempat tidur menatap sosok Stefan yang berdiri

didepannya sambil bersandar pada tembok putih rumah sakit.

“Dengar, aku tidak mengenalmu, aku tidak tahu siapa kau

dan aku tidak peduli kau siapa. Gino akan memberimu sisa uang dan

kau bisa menghilang dariku.” Stefan meletakkan sebuah amplop

cokelat didekat tempat duduk gadis itu.

“Semudah itu? Semudah itu kau lepas dari tanggung jawab?

Ambil semua ini !!!” Teriak gadis itu melemparkan uang yang

diberikan oleh Stefan kemarin. Uang itu menghabur kearah kaki Stefan

dan terongok kaku diatas lantai marmer yang dingin. Gadis itu marah

juga bercampur takut. Ia tak ingin ditingggalkan. Semalam ia bahkan

tak bisa tidur mamikirkan apa yang akan terjadi padanya. Ia tak bisa

mengingat semua yang harusnya ia ingat. Bahkan koper juga ransel

yang dibawanya tak memberinya satu informasi apapun.

“Heh dengar ya, kau tahu aku siapa hah? Seorang idola yang

dikagumi. Aku tidak mau berurusan denganmu.” Ucap pemuda itu

marah. Stefan melangkah santai keluar dari kamar.

“Pergi sana kau dasar pengecut. Dasar kau laki-laki tidak

bertanggung jawab. Kasihan sekali ibumu melahirkan anak pecundang

sepertimu.” Teriak gadis itu. Namun Stefan seolah beku. Ia tidak

menggubris lagi teriakan gadis itu.

18

Sekarang harus bagaimana? Wakaranai7. Batinnya

kebingungan. Beberapa tetes air matanya jatuh. Ia merasa tubuh

fisiknya sudah sembuh tapi pikirannya juga hatinya, semuanya kosong.

Ia takut, amat takut ditinggalkan sendirian.

***

Gadis tak bernama itu melangkah keluar rumah sakit seraya

menarik koper merahnya. Ia memperbaiki posisi ransel yang

menyandang dibahunya. Gadis itu sesekali melirik beberapa kedai

makan yang berjejer disepanjang jalan. Ia benar-benar tak percaya telah

ditinggalkan begitu saja. Ia masih ingat jelas pecakapan Stefan dan

Gino semalam didepan pintu kamarnya. Meraka benar-benar akan

meninggalkannya ditempat ini sendirian. Mereka akan pulang ke

Indonesia hari ini. Fisiknya sudah pulih, tak ada alasan lagi baginya

untuk tetap tinggal di Rumah Sakit itu, berdiam diri didalam kamar

hanya akan membuatnya tertekan.

***

Sementara itu di Bandara Internasional Penang, “Tenang

saja, kita bisa pulang ke Indonesia dengan tenang. Aku sudah meminta

Dokter Rosihan mengawasi gadis itu. Jika terjadi apa-apa dia akan

segera menghubungiku.” Ucap Gino menepuk bahu Stefan. Pemuda itu

diam seolah tak peduli seraya mendengarkan alunan musik dari headset

7 Aku tidak tahu

19

putihnya. Stefan masih termenung, ia terus berfikir tentang gadis

berambut cokelat yang ditabraknya, ia merasa kasihan ya, ia merasa

bersalah. Pemuda itu tidak tenang, ia terus terbayang wajah yang tak

bedosa yang sudah ia celakai. Malaysia saja ia tak mengenal, apa lagi

untuk gadis yang baru hilang ingatan. Stefan tak suka dihantui rasa

bersalah, ia tak mau lari dari perbuatannya. Ia bukanlah pengecut

seperti yang dikatakan gadis itu. Stefan beranjak keluar bandara

Bahkan teriakan Gino pun tak ia dengarkan. Pemuda 20 tahunan itu

memanggil taksi dan segera meluncur menuju rumah sakit Adventist.

Stefan dengan setengah berlari memasang tudung jaket dan

kacamatanya memasuki area rumah sakit. Ia berhenti tepat didepan

pintu kamar yang sudah ia hapal. Namun sayang, ia tidak menemukan

yang ia cari. Kamar itu sudah kosong dengan seprai dan suasana yang

sudah rapi.

“Kemana pasien yang ada dikamar 305 VVIP?” Tanyanya

bingung.

“Pasien sudah keluar beberapa menit yang lalu” ucap suster

itu ramah. Stefan tersentak kaget bercampur bingung dan panik. Ia

membalikkan tubuh dan segera berlari kearah parkiran, entah apa yang

ada dipikirannya saat ini tapi yang pasti, ia harus mencari gadis itu.

Stefan kembali masuk kedalam taksi sambil mencari-cari sepanjang

tepi jalan. Tiba-tiba ia menatap sebuah taman yang masih sepi, ia

berlari keluar mendekati sekelompok pria berbadan tegap.

“Let Her Go!!!” Teriak Stefan pada sekelompok pemabuk

yang mengganggu gadis yang ia cari. Gadis itu duduk bersimpuh dan

gemetaran. Ia masih terkejut menghadapi ketegangan atas perlakuan

tiga pria menakutkan yang nyaris menyeretnya kedalam semak-semak.

20

Sementara didepannya Stefan tengah berkutat melayangkan tinju

kearah tiga pria yang kelihatannya tengah mabuk.

“police, police8!!!” Teriak gadis itu membuat ketiga pria itu

terkejut dan menghentikan aksinya. Kesempatan itu diambil Stefan

untuk kabur dan berlari menuju taksi.

“Cepat lari, masuk kedalam taksi!” Perintahnya menarik

tangan gadis itu. Gadis itu kesulitan berlari karena kopernya yang

lumayan besar dan berat. “Buang saja kopernya bodoh.” Teriak Stefan

marah sembari membuang koper yang tengah dipegang gadis itu.

Keduanya berhasil masuk kedalam mobil sebelum pria-pria mabuk itu

berhasil mengejar mereka. Gadis itu masih menatap nanar kopernya

yang tergeletak di terotoar jalan. “A.. Arigato, tapi, koperku….” Gadis

itu mengeluh bingung.

“Hei bodoh, lupakan koper itu, apa yang kau lakukan diluar

sana? Harusnya kau dirumah sakit” omel Stefan.

“Memangnya kau pikir aku harus bagaimana? Kaukan tidak

mau bertanggung jawab.”

“Baiklah-baiklah, biar bagaimanapun ini adalah tanggung

jawabku. Aku harus bertanggung jawab atas perbuatanku. Hanya

sampai ingatanmu kembali, aku harus mengawasimu.”

“Syukurlah, aku sendiri juga bingung kalau harus sendirian,

semuanya kelihatan asing dan aneh.” Gadis itu terlihat lega.

“Tapi ingat, kau harus mengikuti aturan-aturanku. Paham?”

“Um.” Gadis itu mengangguk

“Pertama, kita pikirkan siapa namamu.”

8 Polisi