febris

27
` DEMAM DAN HIPERTERMI Pendahuluan Demam Temperatur tubuh normal dipertahankan pada suhu ≤ 37 o C/ 98,9 o F pada pagi hari dan ≤ 37,7 o C/ 99,9 o F pada sore hari karena pengaturan dari pusat pengatur suhu di hypothalamus yang mengatur keseimbangan antara produksi panas dari aktifitas metabolik di otot dan hati dengan kehilangan panas dari kulit dan paru-paru. Demam didefinisikan sebagai peningkatan dari suhu tubuh normal yang berhubungan dengan peningkatan dalam hyphothalamic set point. Kasus infeksi adalah yang paling sering. (1) Pada penelitian pada orang sehat usia 18-40 tahun, rata-rata suhu tubuh pada pengukuran oral adalah 36,8 ± 0,4 o C ( 98,2 ± 0,7 o F ), dengan suhu terendah pada jam 6 pagi dan suhu tertinggi pada jam 4 – 6 sore. Suhu tubuh tertinggi pada pengukuran oral adalah 37,2 o C (98,9 o F) pada jam 6 pagi dan 37,7 o C (99,9 o F) pada jam 4 sore. Pada penelitian tersebut, suhu tubuh pada pagi hari > 37,2 o C (>98,9 o F ) atau suhu tubuh pada sore hari >37,7 o C (>99,9 o F) didefinisilkan sebagai demam. Variasi suhu tubuh normal berkisar 0,5 o C (0,9 o F). (2) Suhu rektal normal 0,27 o 0,38 o C (0,5 o – 0,7 o F) lebih tinggi dari suhu oral. Suhu aksila kurang lebih 0,55 o C (1 o F) lebih rendah dari suhu oral. 5 Untuk kepentingan klinis praktis, pasien dianggap demam bila suhu rektal mencapai 38 o C, suhu oral 37,6 o C, suhu aksila 37,4 o C, atau suhu membran tympani mencapai 37,6 o C. 1 Pergeseran set poin dari “normotermik” ke derajat febris ini sangat menyerupai pengaturan termostat rumah ke derajat yang lebih tinggi untuk meningkatkan temperatur ruangan. Apabila set poin hipotalamus meningkat, neuron-neuron dalam pusat vasomotor akan teraktivasi dan dimulailah

Upload: mentari-dwi-putri

Post on 14-May-2017

218 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Febris

`

DEMAM DAN HIPERTERMI

Pendahuluan

Demam

Temperatur tubuh normal dipertahankan pada suhu ≤ 37oC/ 98,9oF pada pagi hari dan ≤

37,7oC/ 99,9oF pada sore hari karena pengaturan dari pusat pengatur suhu di hypothalamus yang

mengatur keseimbangan antara produksi panas dari aktifitas metabolik di otot dan hati dengan

kehilangan panas dari kulit dan paru-paru. Demam didefinisikan sebagai peningkatan dari suhu

tubuh normal yang berhubungan dengan peningkatan dalam hyphothalamic set point. Kasus

infeksi adalah yang paling sering. (1)

Pada penelitian pada orang sehat usia 18-40 tahun, rata-rata suhu tubuh pada pengukuran

oral adalah 36,8 ± 0,4 oC ( 98,2 ± 0,7 oF ), dengan suhu terendah pada jam 6 pagi dan suhu

tertinggi pada jam 4 – 6 sore. Suhu tubuh tertinggi pada pengukuran oral adalah 37,2 oC (98,9oF)

pada jam 6 pagi dan 37,7 oC (99,9 oF) pada jam 4 sore. Pada penelitian tersebut, suhu tubuh pada

pagi hari > 37,2 oC (>98,9 oF ) atau suhu tubuh pada sore hari >37,7 oC (>99,9 oF) didefinisilkan

sebagai demam. Variasi suhu tubuh normal berkisar 0,5 oC (0,9 oF).(2) Suhu rektal normal 0,27o –

0,38oC (0,5o – 0,7oF) lebih tinggi dari suhu oral. Suhu aksila kurang lebih 0,55oC (1oF) lebih rendah dari suhu

oral.5 Untuk kepentingan klinis praktis, pasien dianggap demam bila suhu rektal mencapai 38oC, suhu oral

37,6oC, suhu aksila 37,4oC, atau suhu membran tympani mencapai 37,6oC.1

Pergeseran set poin dari “normotermik” ke derajat febris ini sangat menyerupai pengaturan

termostat rumah ke derajat yang lebih tinggi untuk meningkatkan temperatur ruangan. Apabila set

poin hipotalamus meningkat, neuron-neuron dalam pusat vasomotor akan teraktivasi dan

dimulailah vasokonstriksi. Proses koservasi panas (vasokonstriksi) dan produksi panas (menggigil

dan peningkatan aktivitas metabolisme) akan berlanjut sampai temperatur darah di mana neuron-

neuron hipotalamus terendam sesuai dengan pengaturan termostat yang baru. Jika poin tersebut

tercapai, hipotalamus akan mempertahankan temperatur pada derajat febris dengan mekanisme

keseimbangan panas yang sama dengan keadaan afebris. Apabila set poin hipotalamus kembali

turun (akibat menurunnya konsentrasi pirogen atau penggunaan antipiretik), proses kehilangan

panas melalui vasodilatasi dan berkeringat akan dimulai. Pada keadaan ini perilaku berubah

termasuk melepaskan pakaian yang tadinya berlapis-lapis atau tidak memakai selimut. Kehilangan

panas dengan berkeringan dan vasodilatasi berlanjut sampai temperatur darah pada hipotalamus

sesuai dengan pengaturan yang lebih rendah.

Demam > 41,5oC disebut hiperpireksia. Demam yang luar biasa tinggi ini dapat terjadi pada

pasien dengan infeksi berat tapi paling umum timbul pada pasien dengan perdarahan sistem saraf

Page 2: Febris

`

pusat. Pada era preantibiotik, demam akibat berbagai penyakit infeksi jarang melebihi 41oC dan

telah terjadi spekulasi bahwa panas tinggi yang natural ini diperantarai oleh neuropeptida yang

berfungsi sebagai antipiretik pusat.

Page 3: Febris

`

Pada beberapa kasus yang jarang terjadi, set poin hipotalamus meningkat sebagai akibat

dari trauma lokal, perdarahan, tumor, atau malfungsi intrinsik hipotalamus. Istilah hypothalamic

fever / demam hipotalamus kadang digunakan untuk menggambarkan peningkatan temperatur

akibat fungsi hipotalamus yang abnormal. Bagaimanapun, hampir semua pasien dengan

kerusakan hipotalamus memiliki suhu tubuh subnormal, bukan supranormal. Pasien ini tidak dapat

memberikan respon yang tepat terhadap perubahan temperatur lingkungan yang ringan. Sebagai

contoh, ketika terpapar oleh suhu dingin yang ringan, temperatur inti mereka turun lebih cepat

daripada normal yang biasanya membutuhkan waktu beberapa jam. Pada sebagian kecil pasien,

di mana peningkatan temperatur inti dicurigai berhubungan dengan kerusakan hipotalamus,

diagnosis tergantung pada demonstrasi fungsi abnormal yang lain dari hipotalamus, seperti

produksi faktor pelepasan (releasing factors) dari hipotalamus, respon abnormal terhadap

temperatur dingin, dan tidak adanya temperatur sirkadian dan irama hormonal.

HipertermiaHipertermia ditandai dengan tidak berubahnya (normotermik) pengaturan pusat

termoregulator dalam hubungannya dengan peningkatan suhu tubuh yang tidak terkontrol, yang

melebihi kemampuan tubuh untuk mengatasi kehilangan panas. Paparan panas eksogen dan

produksi panas endogen merupakan dua mekanisme yang dapat menyebabkan hipertermia pada

temperatur internal yang tinggi dengan tingkat yang membahayakan. Produksi panas yang

berlebihan dapat menyebabkan hipertermia dengan mudah, dibandingkan dengan kontrol

temperatur tubuh secara fisiologis dan perilaku. Misalnya, pakaian terlalu tertutup dapat

menyebabkan peningkatan temperatur inti, dan olah raga di lingkungan panas mengakibatkan

produksi panas terjadi lebih cepat daripada pelepasan panas oleh mekanisme perifer.

Walaupun sebagian besar pasien dengan temperatur tubuh yang meningkat mengalami

demam, hanya sedikit keadaan di mana terdapat peningkatan temperatur bukan berupa demam,

melainkan hipertermia. Heat stroke disebabkan oleh kegagalan termoregulator dalam

hubungannya dengan lingkungan yang hangat, dapat dikategorikan sebagai eksersional dan

noneksersional. Exertional heat stroke khas timbul pada individu usia muda yang berolah raga di

lingkungan dengan temperatur dan/atau kelembaban yang lebih tinggi dari normal. Bahkan pada

individu normal, dehidrasi atau pengunaan obat yang umum (misalnya antihistamin dengan efek

samping antikolinergik yang dijual bebas) dapat memicu terjadinya exertional heat stroke.

Nonexertional atau exertional heat stroke secara khas timbul pada orang tua, terutama selama

terjadinya gelombang panas. Sebagai contoh, di Chicago pada bulan Juli 1995, 465 kematian

yang terjadi berhubungan dengan panas. Para lanjut usia, orang yang karena suatu hal harus

terus berbaring di tempat tidur, pengguna obat-obat antikolinergik atau antiparkinson atau diuretik,

Page 4: Febris

`

dan orang yang berada di lingkungan dengan ventilasi buruk atau tanpa air conditioner, adalah

orang-orang yang paling rentan terkena nonexertional heat stroke.

Tabel 1. Penyebab Sindroma Hipertermia

Heat Stroke Eksersional : berolah raga di lingkungan panas dan/atau kelembabannya melebihi normal Non eksersional : antikolinergik, termasuk antihistamin; antiparkinson; diuretik, fenotiazinHipertermia yang diinduksi obat-obatan Amfetamin, inhibitor monoamin oksidase; kokain; phensiklidin; antidepresan trisiklik; LSDSindroma neuroleptik maligna Fenotiazin : butirofenon, termasuk haloperidol dan bromperidol; fluoksetin, loksapin; dibenzodiazepin trisiklik; metoklopramid; domperidon; tiotiksen; molindonHipertermia maligna Anestesi inhalasi; suksinil kolinEndokrinopati Tirotoksikosis Feokromasitoma

Hipertermia akibat induksi obat sekarang telah umum terjadi sebagai akibat dari

meningkatnya penggunaan obat-obat psikotropika dan narkotika. Keadaan ini dapat disebabkan

oleh inhibitor monoamin oksidase, antidepresan trisiklik, dan amfetamin, serta penggunaan

narkotika seperti pheniclidin, LSD (lysergic acid diethylamide), atau kokain.

Hipertermia maligna terjadi pada individu dengan retikulum sarkoplasmik otot skeletal

abnormal yang diturunkan. Hal tersebut menyebabkan peningkatan cepat kadar kalsium intrasel

sebagai respon terhadap halotan dan anestesi inhalasi lainnya atau terhadap suksinilkolin.

Peningkatan termperatur, peningkatan metabolisme otot, rigiditas, rabdomiolisis, asidosis, dan

instabilitas kardiovaskuler berkembang dengan cepat. Kondisi ini seringkali fatal. Sindroma

neuroleptik maligna dapat timbul akibat fenotiazin dan obat-obat lain seperti haloperidol, dan

secara khas ditandai dengan rigiditas otot, disregulasi otonom, dan hipertermia. Gangguan ini

disebabkan oleh inhibisi reseptor dopamin pusat di hipotalamus, yang mengakibatkan peningkatan

produksi panas dan penurunan pembuangan panas. Tirotoksikosis dan feokromasitoma dapat

juga menyebabkan peningkatan termogenesis.

Membedakan demam dengan hipertermia merupakan hal yang sangat penting, mengingat

hipertermia cepat berakibat fatal dan memiliki karakteristik tidak memberi respon terhadap

antipiretik. Walaupun begitu, tidak ada cara cepat untuk membedakan kedua keadaan ini.

Hipertermia seringkali didiagnosis berdasarkan kejadian yang terjadi sesaat sebelum peningkatan

temperatur inti – misalnya paparan panas atau pengobatan dengan obat yang mempengaruhi

termoregulasi. Meskipun demikian, sebagai tambahan dalam riwayat penyakit pasien, aspek fisik

Page 5: Febris

`

dari beberapa bentuk hipertermia dapat mengingatkan klinisi untuk waspada. Misalnya, pada

pasien dengan heat stroke syndromes dan pengguna obat-obatan yang menghambat pengeluaran

keringat, kulit teraba panas namun tidak kering.Terlebih lagi, antipiretik tidak dapat menurunkan

peningkatan temperatur pada hipertermia, di mana pada demam – dan bahkan pada hiperpireksia

– aspirin atau asetaminofen dengan dosis yang adekuat biasanya dapat menurunkan suhu tubuh.

PATOFISIOLOGIPirogen

Istilah pirogen digunakan untuk menggambarkan setiap substansi yang menyebabkan

demam. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh pasien; paling sering berupa produk mikroba,

toksin mikroba, atau seluruh bagian dari mikroorganisme. Contoh klasik dari pirogen eksogen

adalah endotoksin lipopolisakarida yang diproduksi oleh semua bakteri gram negatif. Endotoksin

bersifat poten tidak hanya sebagai pirogen, tapi juga sebagai penginduksi atas berbagai

perubahan patologis pada infeksi gram negatif. Grup lain dari pirogen bakteri yang poten adalah

produk organisme gram positif dan termasuk enterotoksin dari Staphylococcus aureus dan toksin

Streptokokkus grup A dan B, yang disebut juga superantigen. Salah satu toksin stafilokokkus yang

penting secara klinis adalah toksin sindroma syok toksik. Toksin ini berkaitan dengan S. aureus

yang diisolasi dari pasien dengan sindroma syok toksik. Seperti endotoksin dari bakteri gram

negatif, toksin yang diproduksi stafilokokkus dan streptokokkus menyebabkan demam pada hewan

percobaan setelah disuntik intravena dengan kadar toksin < 1 g/kg berat badan. Endotoksin

merupakan molekul pirogen tinggi pada manusia; dosis 2 sampai 3 ng/kg sudah menyebabkan

demam dan gejala malaise yang terjadi pada hampir semua sukarelawan percobaan.

Sitokin pirogen Sitokin adalah protein berukuran kecil (massa molekul 10.000 sampai 20.000 Da) yang

mengatur kekebalan, inflamasi, dan proses hematopoietik. Sebagai contoh, stimulasi proliferasi

limfosit selama respon imun terhadap vaksinasi disebabkan oleh sitokin interleukin (IL) 2, IL-4, dan

IL-6. Sitokin lain, granulocyte colony-stimulating factor, menstimulasi granulositopoiesis di sumsum

tulang. Dari sudut pandang sejarah, biologi sitokin dimulai pada 1940-an dengan penelitian

laboratorium berupa induksi demam oleh produk dari leukosit yang sudah teraktivasi. Molekul

penyebab demam ini disebut pirogen endogen. Ketika pirogen endogen dimurnikan dari lekosit

yang teraktivasi, tampaknya mereka memiliki berbagai aktivitas biologis, yang sekarang dikenal

sebagai bagian dari berbagai sitokin.

Sitokin piruogen yang telah dikenal antara lain IL-1, IL-6, tumor necrosis factor (TNF),

cilliary neurotropic factor (CNTF), dan interferon (IF) . Mungkin masih terdapat sitokin lain. Setiap

sitokin dilambangkan dengan gen yang terpisah, dan setiap sitokin pirogen terlihat menyebabkan

Page 6: Febris

`

demam dalam percobaan laboratorium pada hewan dan manusia. Apabila disuntikkan pada

manusia, IL-1, IL-6, dan TNF dapat memproduksi panas pada dosis rendah (10-100 ng/kg).

Sintesis dan pelepasan sitokin pirogen endogen diinduksi oleh pirogen eksogen

berspektrum luas, dengan sebagian besar dikenal bersumber dari bakteri atau jamur. Virus juga

menginduksi sitokin pirogen dengan menginfeksi sel-sel. Walaupun begitu, tidak adanya infeksi

mikroba, inflamasi, trauma, nekrosis jaringan, atau kompleks antigen-antibodi, dapat menginduksi

produksi IL-1, TNF, dan/atau IL-6 yang akan – secara tunggal atau kombinasi – memicu

hipotalamus untuk meningkatkan set poin ke derajat febris. Sumber seluler dari sitokin pirogen

terutama berasal dari monosit, neutrofil, dan limfosit, walaupun masih banyak tipe sel yang dapat

menghasilkan molekul-molekul ini jika terstimulasi.

Elevasi set poin hipotalamus oleh sitokinSelama demam, kadar prostaglandin E2 (PGE2) meningkat dalam jaringan hipotalamus dan

ventrikel serebri ketiga. Konsentrasi PGE2 tertinggi di dekat organ vaskuler sirkumventrikuler

(organum vasculosum dari lamina terminalis), merupakan jaringan kerja dari kapiler yang

membesar yang mengelilingi pusat regulator hipotalamus. Kerusakan pada organ-organ ini

mengurangi kemampuan pirogen untuk menyebabkan demam. Kebanyakan penelitian pada

hewan telah gagal memperlihatkan, bagaimanapun juga, bahwa sitokin pirogen keluar melalui

sirkulasi menuju otak itu sendiri. Selain itu, tampaknya pirogen endogen maupun eksogen

berinteraksi dengan endothel kapiler-kapiler ini dan interaksi tersebut merupakan tahap awal

dalam inisiasi demam – yaitu untuk meningkatkan set poin menuju level febris.

Kronologi Peristiwa yang terjadi dalam Induksi Demam

Page 7: Febris

`

Page 8: Febris

`

Beberapa tipe sel menghasilkan dapat menghasilkan sitokin pirogenik, seperti monosit atau

makrofag dan sel-sel endotel. Sitokin-sitokin tersebut kemudian dilepaskan ke dalam sirkulasi

sistemik, menginduksi pembentukan PGE2 di sentral (bertanggung jawab untuk terjadinya

demam) dan perifer (bertanggung jawab untuk terjadinya mialgia dan artralgia non-spesifik yang

sering menyertai demam).

POLA DEMAM

Pola demam

Interpretasi pola demam sulit karena berbagai alasan, di antaranya anak telah mendapat antipiretik

sehingga mengubah pola, atau pengukuran suhu secara serial dilakukan di tempat yang berbeda. Akan

tetapi bila pola demam dapat dikenali, walaupun tidak patognomonis untuk infeksi tertentu, informasi ini

dapat menjadi petunjuk diagnosis yang berguna (Tabel 2.).3

Tabel 2. Pola demam yang ditemukan pada penyakit pediatrik

Pola demam Penyakit

Kontinyu Demam tifoid, malaria falciparum malignan

Remitten Sebagian besar penyakit virus dan bakteri

Intermiten Malaria, limfoma, endocarditis

Hektik atau septik Penyakit Kawasaki, infeksi pyogenik

Quotidian Malaria karena P.vivax

Double quotidian Kala azar, arthritis gonococcal, juvenile rheumathoid arthritis,

beberapa drug fever (contoh karbamazepin)

Relapsing atau periodik Malaria tertiana atau kuartana, brucellosis

Demam rekuren Familial Mediterranean fever

Penilaian pola demam meliputi tipe awitan (perlahan-lahan atau tiba-tiba), variasi derajat suhu selama

periode 24 jam dan selama episode kesakitan, siklus demam, dan respons terapi. Gambaran pola demam

klasik meliputi:3,4,6-8

Page 9: Febris

`

Demam kontinyu (Gambar 1.) atau sustained fever ditandai oleh peningkatan suhu tubuh yang menetap dengan fluktuasi maksimal 0,4oC selama periode 24 jam. Fluktuasi diurnal suhu normal biasanya tidak terjadi atau tidak signifikan.

Gambar 1. Pola demam pada demam tifoid (memperlihatkan bradikardi relatif)

Demam remiten ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak mencapai normal dengan fluktuasi melebihi 0,5oC per 24 jam. Pola ini merupakan tipe demam yang paling sering ditemukan dalam praktek pediatri dan tidak spesifik untuk penyakit tertentu (Gambar 2.). Variasi diurnal biasanya terjadi, khususnya bila demam disebabkan oleh proses infeksi.

Gambar 2. Demam remiten

Page 10: Febris

`

Pada demam intermiten suhu kembali normal setiap hari, umumnya pada pagi hari, dan puncaknya pada siang hari (Gambar 3.). Pola ini merupakan jenis demam terbanyak kedua yang ditemukan di praktek klinis.

Gambar 3. Demam intermiten

Demam septik atau hektik terjadi saat demam remiten atau intermiten menunjukkan perbedaan antara puncak dan titik terendah suhu yang sangat besar.

Demam quotidian, disebabkan oleh P. Vivax, ditandai dengan paroksisme demam yang terjadi setiap hari.

Demam quotidian ganda (Gambar 4.)memiliki dua puncak dalam 12 jam (siklus 12 jam)

Gambar 4. Demam quotidian

Undulant fever menggambarkan peningkatan suhu secara perlahan dan menetap tinggi selama beberapa hari, kemudian secara perlahan turun menjadi normal.

Demam lama (prolonged fever) menggambarkan satu penyakit dengan lama demam melebihi yang diharapkan untuk penyakitnya, contohnya > 10 hari untuk infeksi saluran nafas atas.

Demam rekuren adalah demam yang timbul kembali dengan interval irregular pada satu penyakit yang melibatkan organ yang sama (contohnya traktus urinarius) atau sistem organ multipel.

Demam bifasik menunjukkan satu penyakit dengan 2 episode demam yang berbeda (camelback fever pattern, atau saddleback fever). Poliomielitis merupakan contoh klasik dari pola demam ini. Gambaran bifasik juga khas untuk leptospirosis, demam dengue, demam kuning, Colorado tick fever, spirillary rat-bite fever (Spirillum minus), dan African hemorrhagic fever (Marburg, Ebola, dan demam Lassa).

Page 11: Febris

`

Relapsing fever dan demam periodik:o Demam periodik ditandai oleh episode demam berulang dengan interval regular atau irregular.

Tiap episode diikuti satu sampai beberapa hari, beberapa minggu atau beberapa bulan suhu normal. Contoh yang dapat dilihat adalah malaria (istilah tertiana digunakan bila demam terjadi setiap hari ke-3, kuartana bila demam terjadi setiap hari ke-4) (Gambar 5.)dan brucellosis.

Gambar 5. Pola demam malaria

o Relapsing fever adalah istilah yang biasa dipakai untuk demam rekuren yang disebabkan oleh sejumlah spesies Borrelia (Gambar 6.)dan ditularkan oleh kutu (louse-borne RF) atau tick (tick-borne RF).

Gambar 6. Pola demam Borreliosis (pola demam relapsing)

Page 12: Febris

`

Penyakit ini ditandai oleh demam tinggi mendadak, yang berulang secara tiba-tiba berlangsung

selama 3 – 6 hari, diikuti oleh periode bebas demam dengan durasi yang hampir sama. Suhu

maksimal dapat mencapai 40,6oC pada tick-borne fever dan 39,5oC pada louse-borne. Gejala

penyerta meliputi myalgia, sakit kepala, nyeri perut, dan perubahan kesadaran. Resolusi tiap

episode demam dapat disertai Jarish-Herxheimer reaction (JHR) selama beberapa jam (6 – 8

jam), yang umumnya mengikuti pengobatan antibiotik. Reaksi ini disebabkan oleh pelepasan

endotoxin saat organisme dihancurkan oleh antibiotik. JHR sangat sering ditemukan setelah

mengobati pasien syphillis. Reaksi ini lebih jarang terlihat pada kasus leptospirosis, Lyme

disease, dan brucellosis. Gejala bervariasi dari demam ringan dan fatigue sampai reaksi

anafilaktik full-blown.

o Contoh lain adalah rat-bite fever yang disebabkan oleh Spirillum minus dan Streptobacillus moniliformis. Riwayat gigitan tikus 1 – 10 minggu sebelum awitan gejala merupakan petunjuk diagnosis.

o Demam Pel-Ebstein (Gambar 7.), digambarkan oleh Pel dan Ebstein pada 1887, pada awalnya dipikirkan khas untuk limfoma Hodgkin (LH). Hanya sedikit pasien dengan penyakit Hodgkin mengalami pola ini, tetapi bila ada, sugestif untuk LH. Pola terdiri dari episode rekuren dari demam yang berlangsung 3 – 10 hari, diikuti oleh periode afebril dalam durasi yang serupa. Penyebab jenis demam ini mungkin berhubungan dengan destruksi jaringan atau berhubungan dengan anemia hemolitik.

Gambar 7. Pola demam penyakit Hodgkin (pola Pel-Ebstein).

Klasifikasi demam

Klasifikasi demam diperlukan dalam melakukan pendekatan berbasis masalah.4 Untuk kepentingan

diagnostik, demam dapat dibedakan atas akut, subakut, atau kronis, dan dengan atau tanpa localizing

signs.7 Tabel 3. dan Tabel 4. memperlihatkan tiga kelompok utama demam yang ditemukan di praktek

pediatrik beserta definisi istilah yang digunakan.3

Tabel 3. Tiga kelompok utama demam yang dijumpai pada praktek pediatrik

Klasifikasi Penyebab tersering Lama demam pada

Page 13: Febris

`

umumnya

Demam dengan localizing signs Infeksi saluran nafas atas <1 minggu

Demam tanpa localizing signs Infeksi virus, infeksi saluran kemih <1minggu

Fever of unknown origin Infeksi, juvenile idiopathic arthritis >1 minggu

Tabel 4. Definisi istilah yang digunakan

Istilah Definisi

Demam dengan localization Penyakit demam akut dengan fokus infeksi, yang dapat

didiagnosis setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik

Demam tanpa localization Penyakit demam akut tanpa penyebab demam yang jelas

setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik

Letargi Kontak mata tidak ada atau buruk, tidak ada interaksi dengan

pemeriksa atau orang tua, tidak tertarik dengan sekitarnya

Toxic appearance Gejala klinis yang ditandai dengan letargi, perfusi buruk,

cyanosis, hipo atau hiperventilasi

Infeksi bakteri serius Menandakan penyakit yang serius, yang dapat mengancam

jiwa. Contohnya adalah meningitis, sepsis, infeksi tulang dan

sendi, enteritis, infeksi saluran kemih, pneumonia

Bakteremia dan septikemia Bakteremia menunjukkan adanya bakteri dalam darah,

dibuktikan dengan biakan darah yang positif, septikemia

menunjukkan adanya invasi bakteri ke jaringan,

menyebabkan hipoperfusi jaringan dan disfungsi organ

Demam dengan localizing signs

Penyakit demam yang paling sering ditemukan pada praktek pediatrik berada pada kategori ini (Tabel

5.). Demam biasanya berlangsung singkat, baik karena mereda secara spontan atau karena pengobatan

Page 14: Febris

`

spesifik seperti pemberian antibiotik. Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan

fisik dan dipastikan dengan pemeriksaan sederhana seperti pemeriksaan foto rontgen dada.3

Tabel 5. Penyebab utama demam karena penyakit localized signs

Kelompok Penyakit

Infeksi saluran nafas atas ISPA virus, otitis media, tonsillitis, laryngitis, stomatitis herpetika

Pulmonal Bronkiolitis, pneumonia

Gastrointestinal Gastroenteritis, hepatitis, appendisitis

Sistem saraf pusat Meningitis, encephalitis

Eksantem Campak, cacar air

Kolagen Rheumathoid arthritis, penyakit Kawasaki

Neoplasma Leukemia, lymphoma

Tropis Kala azar, cickle cell anemia

Demam tanpa localizing signs

Sekitar 20% dari keseluruhan episode demam menunjukkan tidak ditemukannya localizing signs pada

saat terjadi. Penyebab tersering adalah infeksi virus, terutama terjadi selama beberapa tahun pertama

kehidupan. Infeksi seperti ini harus dipikirkan hanya setelah menyingkirkan infeksi saluran kemih dan

bakteremia. Tabel 6. menunjukan penyebab paling sering kelompok ini.3 Demam tanpa localizing signs

umumnya memiliki awitan akut, berlangsung kurang dari 1 minggu, dan merupakan sebuah dilema

diagnostik yang sering dihadapi oleh dokter anak dalam merawat anak berusia kurang dari 36 bulan.6

Tabel 6. Penyebab umum demam tanpa localizing signs

Penyebab Contoh Petunjuk diagnosis

Infeksi Bakteremia/sepsis

Sebagian besar virus (HH-6)

Infeksi saluran kemih

Tampak sakit, CRP tinggi, leukositosis

Tampak baik, CRP normal, leukosit normal

Dipstik urine

Page 15: Febris

`

Malaria Di daerah malaria

PUO (persistent

pyrexia of

unknown origin)

atau FUO

Juvenile idiopathic arthritis Pre-articular, ruam, splenomegali,

antinuclear factor tinggi, CRP tinggi

Pasca vaksinasi Vaksinasi triple, campak Waktu demam terjadi berhubungan

dengan waktu vaksinasi

Drug fever Sebagian besar obat Riwayat minum obat, diagnosis eksklusi

Persistent Pyrexia of Unknown Origin (PUO)

Istilah ini biasanya digunakan bila demam tanpa localizing signs bertahan selama 1 minggu dimana

dalam kurun waktu tersebut evaluasi di rumah sakit gagal mendeteksi penyebabnya. Persistent pyrexia

of unknown origin, atau lebih dikenal sebagai fever of unknown origin (FUO) didefinisikan sebagai

demam yang berlangsung selama minimal 3 minggu dan tidak ada kepastian diagnosis setelah

investigasi 1 minggu di rumah sakit.3

PENEGAKAN DIAGNOSISAnamnesis

Upaya penegakan diagnosis pada demam merupakan perpaduan antara ilmu dan seni

dalam dunia kedokteran. Tidak ada situasi klinis lain di mana anamnesis yang sangat cermat dan

teliti memiliki arti yang begitu penting. Perhatian lebih harus ditujukan pada kronologis gejala

penyakit dalam hubungannya dengan penggunaan obat (termasuk obat atau jamu yang diminum

tanpa pengawasan dokter) atau tindakan medis seperti bedah dan prosedur kedokteran gigi. Jenis

bahan dasar dari benda-benda prostetik atau implan yang digunakan pasien harus dipastikan

dengan tepat. Anamnesis riwayat pekerjaan pasien yang cermat termasuk paparan terhadap

binatang, uap/gas beracun, agen potensial infeksius, antigen; atau individu lain di rumah pasien

yang menderita demam atau penyakit infeksi. Anamnesis mengenai keadaan geografis di

lingkungan tempat tinggal penderita dan riwayat melakukan perjalanan harus termasuk lokasi

penugasan pada anggota militer. Keterangan tentang hobi yang tidak umum, kecenderungan diet

(seperti makan daging mentah atau setengah matang, ikan mentah, dan susu atau keju tanpa

Page 16: Febris

`

proses pasteurisasi), dan hewan peliharaan harus ditanyakan, juga keterangan tentang orientasi

dan kegiatan seksual, termasuk tindakan pencegahan yang dilakukan atau diabaikan. Perhatian

harus ditujukan pada penggunaan tembakau, mariyuana, obat-obatan intravena, alkohol, gigitan

binatang, gigitan serangga atau tuma, dan riwayat transfusi, imunisasi, alergi obat, atau

hipersensitivitas. Anamnesis riwayat keluarga yang teliti harus termasuk penyakit TBC dalam

keluarga, demam atau penyakit infeksi lain, penyakit kolagen atau vaskuler, atau simtomatologi

familial yang tidak umum seperti ketulian, urtikaria, demam, dan poliserositis, nyeri tulang, atau

anemia. Suku bangsa mungkin penting. Misalnya orang kulit hitam lebih cenderung menderita

hemoglobinopati. Orang Turki, Arab, Armenia, dan Yahudi sephardis cenderung mendapat demam

mediteranian familial.

Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik yang cermat dan teliti harus diulang secara reguler. Seluruh tanda-tanda

vital relevan. Suhu tubuh dapat diukur melalui oral atau rektal, tetapi tempat pengukuran harus

konsisten. Suhu aksilla sudah terkenal tidak dapat dipercaya. Perhatian khusus harus ditujukan

pada pemeriksaan fisik harian (atau kadang-kadang lebih sering), yang harus diteruskan sampai

diagnosis dapat dipastikan dan respon yang diharapkan telah dicapai. Hal lain yang harus

diperhatikan secara istimewa adalah kulit, kelenjar getah bening, mata, kuku, sistem

kardiovaskuler, dada, abdomen, sistem muskuloskeletal, dan sistem saraf. Pemeriksaan rektal

harus dilakukan. Penis, prostat, skrotum, dan testis harus diperiksa secara cermat. Pemeriksaan

panggul harus menjadi bagian dari setiap pemeriksaan fisik lengkap pada wanita, untuk mencari

penyebab demam seperti penyakit radang panggul dan abses tubo-ovarium.

Pemeriksaan LaboratoriumSedikit tanda dan gejala dalam kedokteran yang memiliki kemungkinan diagnosis

sebanyak demam. Jika anamnesis, situasi epidemiologis, atau pemeriksaan fisik mengesankan

lebih dari sekedar penyakit virus sederhana atau faringirtis streptokokkal, maka pemeriksaan

laboratorium merupakan indikasi. Waktu dan kerumitan pemeriksaan tergantung dari

perkembangan penyakit, pertimbangan diagnostik, dan status imunitas dari pasien. Jika

penemuan klinis sudah jelas atau jika anamnesis, keadaan epidemiologis, atau hasil pemeriksaan

fisik memberikan diagnosis pasti, pemeriksaan laboratorium dapat terfokus. Apabila demam tidak

spesifik, upaya penegakan diagnosis harus dilakukan lebih lanjut, dan beberapa pedoman

diindikasikan, seperti yang akan diterangkan sebagai berikut :

Patologi Klinik

Page 17: Febris

`

Pemeriksaan seharusnya meliputi hitung darah lengkap, hitung jenis sebaiknya dilakukan

secara manual atau dengan alat yang sensitif terhadap identifikasi eosinofil, bentuk sel darah

muda (juvenile) atau pita, granulasi toksik, dan badan Dohle, tiga pemeriksaan terakhir cenderung

ke arah infeksi bakteri. Neutropenia mungkin terjadi pada beberapa infeksi virus, terutama infeksi

parvovirus B 19; reaksi obat; SLE; tifoid; brucellosis; dan penyakit infiltratif pada sumsum tulang,

termasuk limfoma, leukemia, tuberkulosis, dan histoplasmosis. Limfositosis dapat timbul pada

tifoid, brucellosis, tuberculosis, dan penyakit virus. Limfosit atipik terdapat pada banyak penyakit

virus, termasuk infeksi virus Eipstein-Barr, cytomegalo, atau HIV; dengue; rubella; varicella;

campak; virus hepatitis. Abnormalitas ini juga timbul pada serum sickness dan toksoplasmosis.

Monositosis merupakan gambaran dari tifoid, tuberkulosis, brucellosis, dan limfoma. Eosinofilia

dapat menyertai reaksi hipersensitivitas terhadap obat, penyakit Hodgkin, insufisiensi adrenal, dan

infeksi metazoa tertentu. Jika demam yang terjadi berat atau memanjang, apus darah harus

diperiksa secara seksama terhadap malaria atau babesial patogen (jika sesuai), juga terhadap

gambaran morfologi yang klasik, dan kadar sedimentasi eritrosit harus diukur. Urinalisis dengan

pemeriksaan sedimen urin merupakan indiasi. Sudah merupakan aksioma bahwa pada setiap

akumulasi abnormal cairan (pada pleura, peritoneum, sendi), walaupun sudah pernah diambil

sampel sebelumnya, pemeriksaan ulang harus dipertimbangkan pada demam yang belum

terdiagnosis. Cairan sendi sebaiknya diperiksa untuk mengetahui adanya bakteri dan kristal.

Biopsi sumsum tulang (bukan aspirasi sederhana) untuk pemeriksaan histopalogi (juga kultur)

merupakan indikasi jika mungkin terjadi infiltrasi patogen atau sel tumor pada sumsum tulang.

Feses harus diperiksa untuk mencari darah samar, leukosit, telur atau parasit.

KimiawiElektrolit, glukosa, blood urea nitrogen, dan kadar kreatinin seharusnya diperiksa. Tes

fungsi hati biasanya diindikasikan jika upaya untuk menentukan penyebab demam tidak

menunjukkan adanya keterlibatan organ lain. Pemeriksaan tambahan (misalnya pemeriksaan

kadar kratinin fosfokinase atau amilase) dapat dilakukan sesuai perkembangan.

MikrobiologiPemeriksaan apus dan kultur dari tenggorokan, uretra, anus, serviks, dan vagina

sebaiknya dilakukian jika tidak ada penemuan klinis yang terlokalisir atau jika terdapat kesan

keterlibatan pelvis atau traktus gastrointestinalis. Jika timbul kecurigaan terhadap infeksi traktus

respiratorius, evaluasi sputum (pewarnaan Gram, pewarnhaan terhadap basil tahan asam, kultur)

merupakan indikasi. Kultur darah, pemeriksaan cairan abnormal, dan urin merupakan indikasi

apabila diduga terjadi penyakit yang lebih kompleks dari infeksi virus sederhana. Cairan

Page 18: Febris

`

serebrospinal harus diperiksa dan dilakukan kultur jika terjadi meningismus, sakit kepala hebat,

atau perubahan dalam status mental.

RadiologiFoto rontgen dada biasanya menjadi bagian dari evaluasi pada setiap keadaan demam

yang signifikan.

Hasil dari Upaya Penegakan DiagnosisPada sebagaian kasus demam, baik pasien sembuh spontan atau dari anamnesis,

pemeriksaan fisisk dan skrining laboratorium awal akan mengarah pada suatu diagnosis. Apaila

demam berlanjut sampai 2-3 minggu, dan jika selama itu pemeriksaan fisik berulang dan

pemeriksaan laboratorium yang dilakukan tidak memberikan jawaban yang pasti, maka pasien

didiagnosis menderita fever of unknown origin (FUO).

PENDEKATAN TERAPEUTIK

Kapan Demam Harus Diobati?

Pemberian antipiretik harus didasari alasan terapeutik yang rasional, karena tidak semua

kenaikan suhu tubuh diakitbatkan oleh peningkatan set point hipotalamus, seperti yang terjadi

dalam keadaan kondisi hipertermia. Hipertermia adalah suatu kenaikan suhu di dalam tubuh tanpa

kenaikan set point hipotalamus sehingga upaya untuk menurunkan set point hipotalamus yang

sudah normal, tidak banyak gunanya.

Page 19: Febris

`

DAFTAR PUSTAKA

1. Braunwald, E; Fauci, AS; Kasper, DL; Hauser, SL; Longo, DL; Jameson, JL. 2002. Important Signs

and Symptoms : Fever & Hyperthermia. Dalam Harrison’s Manual of Medicine 16th Edition. India:

McGraw-Hill International.

2. Dinarello, CA; Gelfand, JA. 2001. Cardinal Manifestations and Presentasion of Diseases : Alterations

in Body Temperature : Fever and Hyperthermia. Dalam Harrison’s Principles of Internal Medicine

16th Edition. Editor: Braunwald, E; Fauci, AS; Kasper, DL; Hauser, SL; Longo, DL; Jameson, JL.

USA: McGraw-Hill International.

3. El-Radhi AS, Carroll J, Klein N, Abbas A. Fever. Dalam: El-Radhi SA, Carroll J, Klein N, penyunting. Clinical manual of fever in children. Edisi ke-9. Berlin: Springer-Verlag; 2009.h.1-24.

4. Fisher RG, Boyce TG. Fever and shock syndrome. Dalam: Fisher RG, Boyce TG, penyunting. Moffet’s Pediatric infectious diseases: A problem-oriented approach. Edisi ke-4. New York: Lippincott William & Wilkins; 2005.h.318-73.

5. Del Bene VE. Temperature. Dalam: Walker HK, Hall WD, Hurst JW, penyunting. Clinical methods: The history, physical, and laboratory examinations. Edisi ke-3. :Butterworths;1990.h.990-3.

6. Powel KR. Fever. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007.h.

7. Cunha BA. The clinical significance of fever patterns. Inf Dis Clin North Am 1996;10:33-448. Woodward TE. The fever patterns as a diagnosis aid. Dalam: Mackowick PA, penyunting. Fever:

Basic mechanisms and management. Edisi ke-2. Philadelphia: Lippincott-Raven;1997.h.215-36

Page 20: Febris

`

___________________

Page 21: Febris