farkol iii

33
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI PERCOBAAN VII PENGUJIAN AKTIVITAS LOKOMOTOR Disusun oleh: Furqan Ridha (260110080079) Editor Hesti Amalia (260110080080) Pembahasan Valdis Reinaldo A. (260110080081) Pembahasan Rizki Desvianto W. (260110080083) Alat dan Bahan Audhea Barvianti (260110080084) Prinsip dan Tujuan Lina Adeliana (260110080085) Teori Dodi munandar (260110080086) Teori Risa Dewi Kristiani (260110080087) Data Pengamatan,Perhitungan

Upload: dani-thoppy-saputra

Post on 21-Dec-2015

41 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

farmakologi

TRANSCRIPT

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI

PERCOBAAN VII

PENGUJIAN AKTIVITAS LOKOMOTOR

Disusun oleh:

Furqan Ridha (260110080079) Editor

Hesti Amalia (260110080080) Pembahasan

Valdis Reinaldo A. (260110080081) Pembahasan

Rizki Desvianto W. (260110080083) Alat dan Bahan

Audhea Barvianti (260110080084) Prinsip dan Tujuan

Lina Adeliana (260110080085) Teori

Dodi munandar (260110080086) Teori

Risa Dewi Kristiani (260110080087) Data Pengamatan,Perhitungan

LABORATORIUM FARMAKOLOGI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

JATINANGOR

2011

PENGUJIAN AKTIVITAS LOKOMOTOR

I. TUJUAN

Mengetahui efek obat terhadap aktivitas lokomotor hewan percobaan yang dimasukkan ke dalam roda putar berdasarkan pengamatan jumlah putaran roda.

II. PRINSIPPemberian stimulant dan depresan yang mempengaruhi aktivitas lokomotor hewan percobaan.

III. TEORI

Sifat pokok makhluk hidup adalah dapat terangsang (keterangsangan), yaitu kemampuan sel-sel

tertentu untuk bereaksi terhadap suatu rangsang fisika atau kimia dengan suatu reaksi spesifik yaitu

eksitasi. Disamping sel saraf, terdapat pengkhusussan sel reseptor dan sel otot. Rangsang dihantarkan

ke sel-sel lain melalui neurit (misalnya dari perifer ke sistem saraf pusat dan sebaliknya). Pada dendrit

tempat berakhirnya sebagian serabut saraf neuron lain, terjadi pengalihan rangsang.

Dalam keadaan istirahat, antara lain bagian dalam suatu serabut saraf dan ruang ekstrasel

terdapat perbedaan potensial, potensial (istirahat) membran, dari -60 sampai -100mV. Potensial

membran dapat dibuktikan, jika suatu mikroelektrode ditusukkan ke dalam suatu sel saraf melalui

membran dan diukur tegangan terhadap elektrode yang diletakkan di luar. Penyebab sifat kenegatifan

dari bagian dalam sel terhadap sekitarnya adalah perbedaan distribusi ion-ion dalam kedua ruangan.

Dengan rangsang kimia atau fisika dapat terjadi perubahan potensial membran. Jika potensial

membran menurun dalam jumlah tertentu akibat rangsang demikian (terdepolarisasi) dan dengan

demikian melewati nilai ambang tertentu (potensial ambang), maka potensial membran mendadak

menurun dalam waktu yang sangat singkat. Bahkan untuk sementara bagian dalam saraf positif

terhadap bagian luar dari membran. Akhirnya potensial membran lama dibentuk kembali

(repolarisasi). Proses depolarisasi dan repolarisasi ini yang dapat diikuti sebagai perubahan potensial

dalam waktu yang sangat singkat disebut potensial aksi.

Dalam neuron, energi dialihkan dengan penghantaran saraf yang melibatkan proses elektrik

murni. Proses hantaran sinaptik melibatkan pengalihan energi dari ujung cabang akson pada neuron

yang satu ke neuron yang lain yang tidak saling berhubungan penghantaran impuls saraf melalui

sambungan sinaptik adalah suatu proses kimia. Perubahan aktivitas listrik disebabkan oleh perubahan

permeabilitas membran sel pascasinaptik, dan ini disebabkan pula oleh pelepasan transmiter. Bila zat

transmiter bereaksi dengan reseptor pascasinaptik, zat itu dapat menimbulkan eksitasi atau hambatan.

Kerja transmiter itu meningkatkan atau menurunkan secara selektif penghantaran ion atau

permeabilitas membran terhadap ion.

Obat yang bekerja pada susunan saraf pusat (SSP) memperlihatkan efek yang sangat luas.

Obat tersebut mungkin merangsang atau menghambat aktivitas SSP secara spesifik atau secara umum.

Beberapa kelompok obat memperlihatkan selektivitas yang jelas misalnya analgesik antipiretik yang

khusus mempengaruhi pusat pengatur suhu dan pusat nyeri tanpa pengaruh jelas terhadap pusat lain.

Sebaliknya anestetik umum dan hipnotik sedatif merupakan penghambat SSP yang bersifat umum

sehingga takar lajak yang berat selalu disertai koma. Pembagian obat dalam kelompok yang

merangsang dan kelompok yang menghambat SSP tidak tepat, karena psokofarmaka misalnya

menghambat fungsi bagian SSP tertentu dan merangsang bagian SSP yang lain. Obat yang

mempengaruhi susunan saraf pusat (SSP) dapat bersifat merangsang atau mendepresi. Berdasarkan

kegunaan terapeutiknya, obat SSP dapat dibagi dalam tiga golongan :

1. Depresi SSP umum

Obat-obat ini menimbulkan efeknya dengan mendepresi secara tak selektif struktur sinaptik,

termasuk jaringan prasinaptik, termasuk jaringan prasinaptik dan prasinaptik. Obat-obat ini

menstabilkan membran neuron dengan mendepresi struktur pascasinaptik, disertai dengan

pengurangan jumlah transmiter kimia yang dilepaskan oleh neuron prasinaptik.

2. Perangsang DDP umum

Obat-obat ini melakukan kerjanya secara tak selektif dengan salah satu mekanisme berikut :

merintangi hambatan pascasinaptik atau mengeksitasi neuron secara langsung. Eksitasi

neuron secara langsung dapat dicapai dengan mendepolarisasi sel prasinaptik, meningkatkan

pelepasan prasinaptik akan transmiter, melemahkan kerja transmiter, melabilkan membran

neuron atau menurunkan waktu pulih sinaptik.

3. Obat-obat SSP selektif

Obat golongan ini dapat berupa depresan atau perangsang. Kerja melalui berbagai

mekanisme, dan mencakup obat antikejang, pelemas otot yang bekerja sentral, analgetika dan

sedativa.

Psikostimulansia dapat meningkatkan aktivitas spikis. Senyawa ini dapat menghilangkan rasa

kelelahan dan penat, serta meningkatkan kemampuan berkonsentrasi dan kapasitas yang

bersangkutan. Senyawa ini tidak memiliki khasiat antipsikotik. Ketergntungan fisik tidak begitu kuat,

sedangkan ketergantungan psikis bervariasi dari lemah (kofein) sampai sangat kuat (amfetamin,

kokain). Toleransi dapat terjadi misalnya pada amfetamin.

Senyawa amfetamin dikelompokan bersal dari katekolamin atau efedrin. Dengan

menghilangkan gugus hidroksil, sifat lipofil senyawa akan nyata meningkat, dengan demikian

senyawa dapat melewati sawar darah-otak dengan baik. Zat ini dapat meningkatkan tekanan darah dan

rate jantung, yang dapat menyebabkan stroke maupun serangan jantung. Kerjanya terutama

disebabkan oleh pembebasan katekolamin, dengan demikian senyawa-senyawa ini merupakan

simpatomimetika yang bekerja tidak langsung.

Kerja stimulasi pusat, yang menentukan tanda-tanda klinisnya, amat besar. Disamping

senyawa-senyawa ini juga mempunyai efek simpatomimetik perifer yang jelas. Pada pasien yang

tidak lelah akan menimbulkan euforia ringan, meningkatkan rasa percaya diri, juga aktivitas. Pada

pasien yang lelah, kelelahan dan kantuk akan hilang, kemampuan akan meningkat dan ini akan tetap

selama beberapa jam. Karena sifat-sifat inilah amfetamin sering disalahgunakan sebagai obat

’doping’. Pemakaian terapeutiknya sebetulnya tidak beralasan. Jika seandainya diperlukan, hanyalah

boleh pada kelelahan yang amat sangat.

Hipnotik sedatif merupakan golongan obat depresan susunan saraf pusat(SSP) yang relatif,

mulai dari ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan, hingga yang berat (kecuali

benzodiazepin) yaitu hilangnya kesadaran, keadaan anestesi, koma dan mati , bergantung kepada

dosis. Pada dosis terapi obat sedatif menekan aktivitas, menurunkan respon terhadap merangsangan

emosi dan menenangkan. Obat hipotik menyebabkan kantuk dan mempermudah tidut serta

mempertahankan tidur yang menyerupai tidur fisiologis.

Obat-obat depresi SSP umum dapat menimbulkan ketergantungan psikis maupun fisik. Taraf

ketergantungan dan toleransinya berbeda-beda, karena masing-masing memiliki mekanisme kerja

sendiri. Pada umumnya, ketergantungan sudah dapat timbul setelah 2 minggu penggunaan kontinu.

Gejala withdrawal serius terutama timbul pada barbiturat dibandingkan senyawa benzodiazepam.

Insidepresi penyalahgunaan senyawa barbiturat, benzodiazepin, dan sejenisnya melampaui daripada

opioida.

Ketergantungan fisik, Bila penggunaan lama obat dihentian, biasanya timbul gejala

abstinensi, misalya kambuhnya keluhan semula tetapi secara lebih hebat, nightmares, dan lain-lain.

Tubuh seolah-olah memprotes dengan nyata terhadap penghentian. Gejala-gejala ini dapat dielakkan

dengan jalan mengurangi secara berangsur dosis obat, dan umumnya lenyap setelah beberapa hari.

Efek ini mungkin disebabkan oleh kekurangan zat-zat endogen untuk menempati reseptor bagi zat ini

di otak. Pada ketergantungan kronis, diperkirakan obat berfungsi memenuhi kekurangan akan zat

endogen tersebut.

Ketergantungan psikis, lazimnya gejala tersebut di atas disetrai gejala psikis, seperti perasaan

takut dan gelisah, depresi atau reaksi psikotis. Guna melawan perasaan buruk itu, pasien terdorong

oleh keinginan untuk mempertahankan perasaan nyaman yang diberikan oleh obat.

Secara kualitatif benzodiazepin mempunyai efek yang hampir sama, namun secara kuantitatif

spektrum farmakodinamik serta data farmakokinetik yang berbeda. Hal ini yang menyebabkan

aplikasi terapi golongan ini sangat luas. Benzodiazepin berefek hipnosis, sedasi, relaksasi otot,

ansiolitik dan antikonvulsi dengan potensi yang berbeda-beda.

Efek benzodiazepin hampir semua merupakan hasil kerja golongan ini pada SSP dengan efek

utama: sedasi, hiposis, pengurangan terhadap rangsangan emosi/ansietas, relaksasi otot dan

antikonvulsi. Walaupun benzodiazepin mempengaruhi aktivitas saraf pada semua tingkatan, namun

beberapa derivat yang lain pengaruhnya lebih besar dari derivatnya yang lain, sedangkan sebagian

lagi memiliki efek yang tak langsung. Penggolongan benzodiazepin :

Obat-obat long-acting antara lain klordiazepoksida, diazepam, nitrazepam, dan flurazepam.

Obat-obat ini dirombak antara lain dengan jalan demetilasi dan hodrolsilasi menjadi metabolit

aktif desmetildiazepam dan hidroksidiazepam.

Obat-obat short-acting : oksazepam, lorazepam, lormetazepam, temazepam, loprazolam dan

zopiclon. Obat-obat ini dimetabolisasi tanpa menghasilkan metabolit aktif yang memiliki

kerja panjang. Obat ini layak digunakan sebagai obat tidur karena tidak berkumulasi saat

penggunaan berulang kali dan jarang menimbulkan efek sisa, sebaliknya risiko yang lebih

besar akan reboundinsomnia dan lebih cepat menimbulkan gejala abstinensi.

Obat-obat ultra-short acting : triazolam, midazolam, dan estazolam. Risiko akan efek

abstinensi dan rebound-insomnia lebih besar lagi pada obat-obat ini sehingga setidaknya

jangan digunakan labih lama dari 2 minggu.

Barbiturat sejak lama digunakan sebagai hipnotika dan sedativa, tetapi penggunaannya dalam

tehun-tahun terakhit sangat menurun karena adanya obat-obat dari kelompok benzodiazepin yang

lebih aman. Yang merupakan pengecualian adalah fenobarbital, yang memiliki sifat antikonvulsif dan

tiopental yang masih banyak digunakan sebagai anestetikum i.v.

Barbital digunakan sebagai obat pereda untuk siang hari dalam dosis yang lebih rendah dari

dosisnya sebagai obat tidur. Faktor-faktor yang membatasi penggunaan barbiturat dan menyebabkan

penggunaannya terdesak oleh benzodiazepin adalah :

Toleransi dan ketergantungan cepat timbul menyangkut sifat menidurkannya pada dosis

berulang laki dan lebih ringan mengenai khasiat anti-epilepsinya.

Stadium REM (dengan mimpi) dipersingkat, yang berefek pasien mengalami tidur kurang

nyaman.

Efek paradoksal dapat terjadi dalam dosis rendah pada keadaan nyeri, yakni justru eksitasi

dan kegelisahan

Overdise barbital menimbulkan depresi sentral, dengan penghambatan pernapasan berbahaya,

koma, dan kematian.

Akibat induksi-enzim barbital juga mempercepat perombakan obat-obat lain, yang metabolisasinya berlangsung oleh sistem enzim yang sama, misalnya derivat kumarin, antikonseptiva oral, dan siklosporin. Sebaliknya efek barbital diperkuat oleh asam valproat.

A. Depresan Sistem Syaraf Pusat

Depresan adalah jenis obat yang berfungsi mengurangi aktivitas fungsional tubuh.

Kumpulan obat depresan (penekan) sistem saraf pusat merupakan sekumpulan obat yang

bertindak terhadap sistem otak sehingga membuat orang yang mengkonsumsinya tidak

sedarkan diri secara berlebih.

Umumnya, obat jenis ini dibagi dalam empat kelompok utama yaitu golongan

anestesia umum, golongan alkohol alifatik (seperti arak), golongan obat penahan sakit

narkotik, dan golongan obat sedatif/hipnotik. Antara empat kelompok ini, golongan obat

penahan sakit narkotik dan sedatif/hipnotik merupakan obat penekan sistem saraf pusat yang

seringkali disalahgunakan. Salah satu jenis obat depresan yang sangat populer adalah

NAPZA.

Jenis NAPZA dapat dibedakan menurut efeknya pada sistem syaraf pusat pemakai,

yaitu :

Opioda/Opiat

Suatu zat, baik yang alamiah, semi sintetik maupun sintetik yang diambil dari pohon

poppy (papaver somniferum). Opiat (narkotika) merupakan kelompok obat yang bersifat

menenangkan saraf dan mengurangi rasa sakit.

Turunan Opioda/opiat adalah:

Opium yang diambil dari getah pohon poppy yang dikeringkan dan ditumbuk menjadi

serbuk /bubuk berwarna putih

Morfin dibuat dari hasil percampuran antara getah pohon poppy (opium) dengan

bahan kimia lain. Jadi semi sintetik. Dalam dunia kedokteran, zat ini dipakai untuk

mengurangi rasa sakit. Tetapi karena efeknya yang negatif, maka penggunaannya

diganti dengan obat-obatan sintetik. Morfin digunakan dalam pengobatan medis

karena dapat menawarkan rasa nyeri, dapat menurunkan tekanan darah, dapat

menimbulkan efek tidur. Pengaruh fisik morfin adalah mual, mengecilnya pupil mata,

beratnya rasa kaki, gatal-gatal pada muka dan hidung, seringnya menguap, panas pada

perut, berkeringat, berkurangnya pernafasan, merinding, dan menurunnya suhu badan.

Efek psikologis yang terasa adalah mengantuk, terganggunya fungsi mental,

berkurangnya nafsu makan dan seks, apatis, dan sulit berkonsentrasi. Morfin juga

menghilangkan rasa cemas dan takut.

Heroin diambil dari morfin melalui suatu proses kimiawi. Heroin tidak dipakai di

dunia kedokteran karena menimbulkan efek ketergantungan yang sangat berat, dan

kekuatannya jauh lebih besar daripada morfin. Jumlah yang sedikit saja sudah

menimbulkan efek. Heroin biasa berbentuk bubuk berwarna agak kecoklatan.

Turunan heroin yang sekarang banyak dipakai adalah Putaw yang mengakibatkan

ketergantungan sangat berat bagi pemakainya. Heroin biasanya digunakan dengan

cara menyuntik melalui pembuluh darah (berbeda dengan morfin) karena efeknya

jauh lebih cepat terasa dan lebih lama tertahan. Ada pula yang menggunakannya

dengan cara menghirup lewat hidung. Seperti morfin, heroin dapat mengurangi rasa

sakit, mengurangi kecemasan , menenangkan dan memberikan rasa aman. Seperti

opiat lainnya, heroin menimbulkan toleransi, ketergantungan fisik dan ketergantungan

psikologis.

Kodein dan berbagai turunan morfin. Kodein banyak dipakai dalam dunia kedokteran

antara lain untuk menekan batuk (antitusif) dan penghilang rasa sakit (analgetik).

Karena efeknya bisa mengakibatkan ketergantungan maka penggunaan obat-obatan

ini masih diawasi oleh lembaga-lembaga kesehatan. Metadon, jenis opiat sintetika,

dengan kekuatan seperti morfin, tetapi gejala putus obat tidak sehebat morfin,

sehingga metadon digunakan dalam pengobatan pecandu morfin, heroin, dan opiat

lainnya.

Alkohol

Adalah cairan yang mengandung zat Ethyl-alkohol. 3. Alkohol digolongkan sebagai

NAPZA karena mempunyai sifat menenangkan sistem syaraf pusat, mempengaruhi fungsi

tubuh maupun perilaku seseorang, mengubah suasana hati dan perasaan. Alkohol bersifat

menenangkan, walaupun juga dapat merangsang. Alkohol mempengaruhi sistem syaraf

pusat sedemikian rupa sehingga kontrol perilaku berkurang. Efek alkohol tidak sama pada

semua orang, melainkan sangat dipengaruhi oleh faktor fisik, mental, dan lingkungan.

Banyak pendapat yang mengatakan bahwa bahaya alkohol jauh lebih besar daripada obat

lainnya. Hal ini ada benarnya juga, karena dibandingkan obat-obatan lain alkohol

mempunyai sifat sebagai berikut: merangsang, menenangkan, menghilangkan rasa sakit,

membius, membuat gembira. Apabila ketergantungan sudah terjadi, keadaan ini secara

lebih khusus disebut alkoholisme Menurut beberapa ahli, alkohol merupakan zat

psikoaktif yang paling berbahaya.

Trankuiliser atau obat penenang

Obat ini mula-mula dibuat untuk menenangkan orang tanpa membuat orang tidur, sebagai

pengganti berbiturat yang dianggap menimbulkan efek samping. Dalam bahasa sehari-

hari obat ini disebut sebagai obat penenang untuk menghilangkan kecemasan tanpa

menimbulkan rasa ingin tidur. Trankuiliser Mayor antara lain digunakan untuk mengobati

orang sakit jiwa agar dapat menenangkan (contoh : largactil, serenal, laponex, stelazine) .

Trankuiliser Minor digunakan untuk mengurangi kecemasan dan memberikan ketenangan

pada orang yang menderita stress, gangguan neurosa atau gangguan psikosomatis. Secara

farmakologi, ada 3 kelompok trankuiliser mayor, yaitu benzodiazepin, meprobamate, dan

antihistamin. Golongan benzodiazepin termasuk golongan yang paling banyak

disalahgunakan (contoh : Activan, Mentalium, Diazepin, Frisium, Sedatin (BK), Lexotan,

Valium). Dibandingkan sedativa, trankuiliser dianggap kurang berbahaya, tetapi bila

dicampur dengan alkohol, akan sangat berbahaya.

Sedativa atau sedatif-hipnotik

Merupakan zat yang dapat mengurangi fungsi sistem syaraf pusat. Sedativa dapat

menimbulkan rasa santai dan menyebabkan ngantuk (sering disebut obat tidur). Biasanya

sedativa digunakan untuk mengurangi stress atau sulit tidur. Karena toleransi dan

ketergantungan fisik, maka gejala putus obat bisa jauh lebih hebat daripada putus obat

dengan opiat. Zat-zat ini juga mudah membuat ketergantungan psikologis. Secara

farmokologi sedativa dapat dibedakan antara barbiturat dan bukan barbiturat. Barbiturat

adalah jenis obat sintetik yang digunakan untuk membuat orang tidur, mengurangi rasa

cemas, dan mengontrol kekejangan, mengurangi tekanan darah tinggi. Beberapa jenis

barbiturat yang sering disalahgunakan adalah: Dumolid, Rohypnol, Magadon, Sedatin,

Veronal, Luminal. Non-narbiturat, contohnya Methaqualone yang berbentuk pil putih

(misalnya Mandrax/MX). Sedativa bisa mengakibatkan koma bahkan kematian bila

dipakai melebihi takaran.

Hipnotika sedativa seperti juga antipsikotika termasuk dalam kelompok psikoleptika yang

mencakup obat-obat yang menekan atau menghambat fungsi-fungsi SSP tertentu. Sedativa berkhasiat

menurunkan aktivitas, mengurangi ketegangan dan menenangkan penggunanya. Keadaan sedasi juga

merupakan efek samping dari banyak obat yang khasiat utamanya tidak menekan SSP, seperti

kolinergika. Hipnotika menimbulkan rasa kantuk, mempercepat tidur, dan sepanjang malam

mempertahankan keadaan tidur yang menyerupai tidur alamiah mengenai sifat-sifat EEG nya. Selain

sifat-sifat ini, secara ideal obat tidur tidak memiliki aktivitas sisa pada keesokan harinya.

Mekanisme adiksi

Ada indikasi kuat bahwa terjadinya toleransi dan ketergantunga berkaitan erat dengan aktivasi

dari sistem dopaminerg di otak. Semua zat yang bersifat adiksi berkhasiat meningkatkan jumlah

dopamin secara akut yang dihubungkan dengan efek eufori, labilitas emosional, kekacauan dan

histeri. Lebih dari sepuluh neurotransmiter lain antaranya noradrenalin dan serotonin, memegang

peranan pula pada adiksi tetapi pengaruhnya jauh lebih ringan. Kadar dopamin yang terlalu tinggi

dapat mengakibatkan halusinasi dan psikosis akut.

Kafein

- Khasiat : kafein berkhasiat menstimulasi SSP, dengan efek menghilangkan rasa letih, lapar

dan mengantuk juga daya konsentrasi dan kecepatan reaksi dipertingg,prestasi otak dan

suasana jiwa diperbaiki. Kerjanya terhadap kulit otak lebih ringan dan singkat daripada

amfetamin. Kafein juga berefek inotrop positif terhadap jantung, vasodilatasi perifer dan

diuresis.

- Efek samping : bila diminum lebih dari 10 cangkir kopi dapat berupa debar jantung,

gangguan lambung, tangan gemetar, gelisah, ingatan berkurang dan sukar tidur.

- Dosis : pada rasa letih 1-3dd 100-200 mg, sebagai adjuvans bersama analgetik 50 mg sekali,

bersama ergotamin pada migrain 100 mg.

Obat Depresan Sedatif/Hipnotik dan Jenis-jenisnya

Menurut definisinya, obat sedatif bekerja mengurangi tahapan aktivitas mental seseorang, dan

memberikan efek menenangkan pikiran. Obat jenis hipnotik juga dapat membuat orang yang

mengkonsumsinyamerasa kantuk. Obat dalam kumpulan sedatif/hipnotik ini terdiri daripada beberapa

jenis, diantaranya adalah golongan barbiturat, benzodiazepin, dan yang lain-lainnya seperti kloral

hidrat, glutetimid, metakualon, serta meprobamat. Obat jenis ini sebenarnya amat berguna untuk

mengurangi rasa resah, panas, ketegangan jiwa, dan insomnia (keadaan susah tidur). Dalam

sesetengan sadar, zat ini juga memberikan efek halusinasi.

Di antara obat depresan sedatif/hipnotik yang menimbulkan efek ketagihan adalah

kumpulan barbiturat, benzodiazepin, kloral hidrat, glutetimid, metakualon, dan meprobamat.

Kumpulan Barbiturat

Obat barbiturat merupakan satu kumpulan obat yang seringkali dipreskripsikan oleh

doctor untuk menciptakan rasa tenang dan membuat penderita merasa mengantuk agar

mudah tidur. Sebanyak lebih kurang 2500 terbitan asid barbiturik telah dapat

disintesiskan, tetapi hanya lebih kurang 15 sahaja yang berguna untuk tujuan pengubatan.

Dosis terapeutik yang kecil dapat menenangkan perasaan resah, dan untuk dosis yang

lebih besar dapat membantu sesorang untuk tidur selam 20 hingga 60 menit. Namun,

apabila dosis ditingkatkan lagi, maka akan terjadi koma dan kemudian pernafasan akan

terhenti.

Kumpulan Benzodiazepin

Benzodiazepin, yang merupakan satu lagi kumpulan depresan dikenali sebagai

trankuilizer (penenang) ringan atau minor, sedatif, hipnotik, atau antigelugut. Zat ini

mempunyai kemampuan mengurangi rasa resah, tegang, dan kejang otot, serta dapat

menghasilkan sedasi dan mencegah atau menghentikan gelugut. Benzodiazepin yang

digunakan secara luas adalah klordiazepoksid (librium), klonazepam (Clonopin),

klorazepat (Dalmane), lorazepam (Ativan), oksazepam (Serax), dan prazepam (Verstam).

DIAZEPAM

Obat ini masuk dalam golongan benzodiazepin. Obat ini bukan merupakan depresan umum, turunan obat ini mempunyai profil farmakologi yang sangat serupa, tetapi berbeda dalam selektivitas sehingga pemakaian kliniknya berbeda. Diazepam terutama digunakan untuk terapi konvulsi rekuren, misalnya status epileptikus. Obat ini juga bermanfaat untuk terapi bangkitan parsial sederhana misalnya bangkitan klonik fokal dan hipsaritmia yang refrakter terhadap terapi lazim. Diazepam dapat efektif pada bangkitan lena karena menekan tiga gelombang paku dan ombak yang terjadi dalam satu detik. Untuk mengatasi bangkitan status epileptikus, disuntikkan 5-20 mg diazepam IV secara lambat. Dosis ini dapat diulang seperlunya dengan tenggang waktu 15-20 menit sampai beberapa jam. Diazepam dapat mengendalikan 80-90 % pasien bangkitan rekuren. Pemberian per rektal dengan dosis 0,5 mg atau 1mg/kg BB diazepam untuk bayi dan anak dibawah 11 tahun dapat menghasilkan kadar 500 g/ml dalam waktu 2-6 menit. Bagi anak yang lebih besar dan orang dewasa pemberian rektal tidak bermanfaat untuk mengatasi keadaan kejang akut, karena kadar puncak lambat tercapai dan kadar plasmanya rendah. Walaupun diazepam telah sering digunakan untuk mengatasi konvulsi rekuren, belum dapat dipastikan kelebihan manfaatnya dibandingkan obat lain, seperti barbiturat atau anestetik umum, untuk ini masih diperlukan suatu uji terkendali perbandingan efektivitas. Efak samping berat dan berbahaya yang menyertai penggunaan diazepam IV ialah obstruksi saluran nafas oleh lidah, akibat relaksasi otot. Disamping ini dapat terjadi efek depresi nafas sampai henti nafas, hipotensi, henti jantung kantuk.

Meprobamat

Meprobamat yang pertama kali disintesis dan digunakan secara besar-besaran terjadi pada

tahun 1950. Obat yang diedarkan dengan nama seperti Miltown, Equanil, Kesso-Bamate, dan Sk-

Bamate digunakan dalam perubatan untuk mengurangi rasa resah, tegang, dan juga gangguan

kekejangan otot. Dari segi panampakan efek awal, zat ini mempunyai persamaan dengan

barbiturat dalam penggunaan jangka tengah. Namun begitu, perbedaannya dari barbiturat adalah

kemampuannya mengendurkan otot, tidak mengakibatkan tidur pada dosis biasa, dan secara

relatif tidak membahayakan. Walau bagaimanapun, penggunaan yang berlebihan dapat

mengakibatkan ketergantungan psikologi dan fisikal.

B. Stimulan, Merangsang Sistem Syaraf Pusat

Stimulan adalah berbagai jenis zat yang dapat merangsang syaraf pusat dan meningkatkan

kegairahan (segar dan bersemangat) dan kesadaran Obat perangsang (stimulan) bekerja mengurangi

kantuk karena kelelahan, mengurangi nafsu makan dan menghasilkan insomnia, mempercepat detak

jantung, tekanan darah dan pernapasan, serta mengerutkan urat nadi, membesarkan biji mata. Obat

perangsang yang paling banyak dipakai adalah: nikotin (dari nikotin tembakau), kafein (terdapat

dalam kopi, teh, cokelat, minuman ringan), amfetamin, kokain (dari erythroxylum pohon koka), dan

crack (kristalisasi bentuk dasar kokain). 

Adapun zat yang termasuk stimulan adalah :

Anti-depresan

Sejenis obat yang mempunyai kemampuan untuk memperlambat fungsi sistem saraf pusat dan

otonom. Obat antidepresan memberikan perasaan melambung tinggi, memberikan rasa bahagia

semu, pengaruh anastesia (kehilangan indera perasa), pengaruh analgesia (mengurangi rasa sakit),

penghilang rasa tegang dan kepanikan, memperlambat detak jantung dan pernapasan serta dapat

berfungsi sebagai obat penenang dan obat tidur. Contoh: obat penenang hipnotis, alkohol,

benzodiazepines, obat tidur, analgesik narkotika (opium, morfin, heroin, kodein), analgesik

nonnarkotika (aspirin, parasetamol), serta anastesia umum seperti ether, oksida nitrus.

Kafein

Zat yang dapat ditemukan pada kopi, teh, coklat dan minuman soda (seperti coca cola).

Dalam dosis rendah kafein tidak berbahaya melainkan dapat menyegarkan. Tetapi dalam dosis

tinggi, kafein dapat menyebabkan gugup, tidak dapat tidur, gemetar, naiknya kadar gula dalam

darah, koordinasi hilang, nafsu makan berkurang, bahkan bisa keracunan. Efek kafein, seperti

juga pada obat-obatan lainnya, akan sangat tergantung pada jumlah pemakaian dan individunya.

FARMAKODINAMIK

Orang yang minum cofein merasakan tidak begitu mengantuk, tidak begitu lelah, dan daya pikirnya lebih cepatrdan lebih jernih, tetapi kemampuannya berkurang dalam pekerjaan yang memerlukan koordinasi otot halus, ketepatan waktu atau ketepatan berhitung. Efek di atas timbul pada pemberian cofein 85-250 mg. Cofein dosis rendah dapat merangsang SSP yang sedang mengalami depresi. Misalnya dosis 0,5 mg/kg BB cofein sudah cukup untuk merangsang napas pada individu yang sama dengan 10 mg morfin.

FARMAKOKINETIK

Cofein cepat diabsorpsi setelah pemberian oral, rektal atau parenteral. Sediaan bentuk cair atau tablet tidak bersalut akan diabsorpsi secara cepat dan lengkap. Cofein didistribusikan ke seluruh tubuh. Eliminasi cofein terutama melalui metabolisme dalam hati. Sebagian besar diekskresi bersama

urin dalam bentuk asam metilurat. Waktu paruh plasma cofein antara 3-7 jam, nilai ini akan 2x lipat pada wanita hamil. Pada manusia kematian akibat keracunan jarang terjadi. Gejala yang mencolok dari penggunaan cofein dosis berlebihan adalah muntah dan kejang. Kadar cofein yang menimbulkan kematian antara 80g sampai 1 mg/ml. Gejala permulaan berupa sukar tidur, gelisah dan eksitasi yang dapat berkembang menjadi delirium ringan. Gangguan sensoris dapat beerupa tinitus dan kilatan cahaya sering dijumpai. Otot rangka menjadi tegang dan gemetar, sering pula ditemukan takikardia ekstrasistol, dan pernapasan menjadi lebih cepat.

KEGUNAAN

Kombinasi cofein dengan analgetik seperti aspirin digunakan untuk pengobatan sakit kepala. Cofein juga dikombinasikan dengan alkaloid ergot untuk pengobatan migren, ini disebabkan kemampuan cofein menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah serebral. Minuman cofein paling populer ialah kopi, coklat, the, dan minuman cola. Tidak dapat disangkal minuman yang mengandung cofein ditentukan oleh daya stimulasinya, sedangkan tiap individu berbeda daya stimulasi yang dialami. Anak-anak lebih mudah peka terhadap rangsangan cofein daripada orang dewasa. Psien dengan tukak peptik yang aktif dan hipertensi sebaiknya tidak minum yang mengandung cofein.

IV. ALAT DAN BAHAN

Hewan percobaan: Mencit putih jantan dengan berat badan antara 20-25 gram.

Bahan: - Obat depresan atau stimulan yang diuji.

- Larutan NaCl fisiologis atau larutan suspensi gom arab 1-2 %.

Alat: - Alat suntik 1 mL.

- Sonde oral mencit

- Stopwatch

- Timbangan mencit

- Alat roda putar (Wheel cage)

V. PROSEDUR PERCOBAAN

Pengujian dilakukan dengan “metode roda putar” (Wheel cage method) yang dimodifikasi, dengan prosedur sebagai berikut:

- Hewan dibagi atas dua kelompok, yang terdiri atas:Kelompok controlKelompok obat uji (dua dosis) Setiap kelompok terdiri dari 3 ekor hewan.

Semua hewan dari setiap kelompok diberi perlakuan sesuai dengan kelompoknya.

Kelompok kontrol diberi larutan NaCl fis atau larutan susp gom arab 1-2 %

Kelompok uji diberi obat depresan atau stimulan.

Pemberian zat / obat dilakukan secara oral.

- Tiga puluh menit kemudian mencit dimasukkan ke dalam alat “roda putar”.

- Aktivitas mencit dicatat selama 30 menit dengan interval 5 menit.

- Data yang diperoleh dianalisis secara statistik berdasarkan analisis variasi dan

kebermaknaan perbedaan lama waktu tidak bergerak antara kelompok kontrol dan kelompok

uji dianalisis dengan Student’s t-test.

- Data disajikan dalam bentuk tabel atau grafik.

VI. DATA PENGAMATAN, PERHITUNGAN DAN GRAFIK

Kelompok Mencit t = 5' t = 10' t = 15' t = 20' t = 25' t = 30' Jumlah

Kontrol

Negatif

1 15 25 17 16 21 5 99

2 21 4 - 5 3 4 37

3 - - - - - - -

4 10 4 4 10 22 20 70

Jumlah 46 33 21 31 46 29 206

Rata-rata 15.33 11 10.5 10.33 15.33 9.67 68.67

Uji I

(Diazepam)

1 14 53 17 13 11 6 114

2 20 15 28 1 3 1 68

3 1 0 0 0 5 1 7

4 20 5 3 4 0 0 32

Jumlah 55 73 48 18 19 8 221

Rata-rata 13.75 18.25 12 4.5 4.75 2 55.25

Uji II

(Kaffein)

1 32 70 75 69 72 34 352

2 24 18 12 15 16 3 88

3 74 62 52 68 76 80 412

4 30 38 18 41 42 38 207

Jumlah 160 188 157 193 206 155 1059

Rata-rata 40 47 39.25 48.25 51.5 38.75 264.75

TOTAL 261 294 226 242 271 192 1486

PERHITUNGAN

1. Dosis :

Mencit 1 =

26 gram20 gram

x0,5 ml

= 0,65 ml

Mencit 2 =

20 gram20 gram

x 0,5 ml

= 0,5 ml

Mencit 3 =

20 ,5 gram20 gram

x 0,5 ml

= 0,5125 ml

2. Uji Anava

t = 3, r = 4, N = t . r = 3 . 4 = 12

Hipotesis

Ho : t1 = 0, artinya seluruh perlakuan memberikan efek yang sama terhadap mencit.

H1 : t1 0, artinya seluruh perlakuan memberikan efek yang berbeda terhadap mencit.

Tabel Anava

Sumber Variasi Dk Jk KT Fhit

Rata-rata 1 30669,39 30669,39

Fhit =

PE

=19 , 91

Waktu (blok) 5 539,11 107,822

Pemberian obat (perlakuan) 2 19862,19 9931,095

Kekeliruan eksperimen 10 997,81 9,9781

Kekeliruan subsampling 54 17497,5 324,028

TOTAL 72 69566

Perhitungan :

Dk

Rata-rata = 1

Waktu = (b-1) = 6 - 1 = 5

Pemberian obat = (p-1) = 3 - 1 = 2

Kekeliruan eksperimen = (b-1)(p-1) = 5 x 2 = 10

Total = 3 x 4 x 6 = 72

Kekeliruan subsampling= 72 - (1+5+2+10) = 54

Jk

Ry= J2

n14862

72=30669 , 39

By=2612+2942+2262+2422+2712+1922

3 x 4−30669 ,39=539 , 11

Py=2062+2212+10592

4 x6−30669 , 39=19862 , 19

Sb=462+332+212+ .. .+2062+1552

4−30669 ,39=21399 , 11

Ey = Sb – (By+Py)

=21399,11 – (539,11+19862,19)

= 997,81

∑ y2=152+212+102+252+. . .+32+802+382=69566

Sy = y2 – Ry – Sb

= 69566 – 30669,39 – 21399,11

= 17497,5

Dengan α = 5% = 0.05

Ftabel = F(2.10) = 4,1

Fhitung =

PyEy

=19862 , 19997 ,81

=19 ,91

Fhit > Ftabel , maka Ho ditolak. Artinya terdapat perbedaan yang signifikan dari efek pemberian obat-

obat tersebut.

% Aktivitas Stimulan

=100% - ( jumlah rata−rata putaran roda kel . kafein

jumlah rata−rata putaran roda kel . kontrolx 100 %)

= 100% - (264 ,7568 , 5

x 100 %)= 100% - 386,49%

= - 286,49%

% Aktivitas Depresi

=100% - ( jumlah rata−rata putaran roda kel . diazepam

jumlah rata−rata putaran roda kel . kontrolx100 %)

= 100% - (55 , 2568 , 5

x100 % )= 100% - 80,65 %

= 19,35 %

Grafik

Grafik Aktifitas Lokomotor Mencit

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

5 10 15 20 25 30

Waktu (menit)

Akt

ivit

as L

oko

mo

tor

(pu

tara

n)

Kontrol Negatif (PGA)

Uji I (Diazepam)

Uji II (Kafeein)

Diagram Batang Aktivitas Lokomotor Mencit

5' 10' 15' 20' 25' 30'0

10

20

30

40

50

60

KontrolDiazepamCofein

Waktu

Akt

ivit

as L

oko

mo

tor

VII. PEMBAHASAN

Dalam percobaan ini ingin mengetahui efek obat terhadap aktivitas lokomotor mencit yang

dimasukkan ke dalam “roda putar” (wheel cage), berdasarkan pengamatan jumlah putaran roda. Obat

uji yang digunakan adalah diazepam (obat antidepresan) dan kafein (obat stimulant). Diazepam

termasuk golongan benzodiazepin, obat yang bersifat hipnotik sedatif, selain itu juga merupakan

anestetik parenteral, pelemas otot, antiepilepsi dan anticemas (antiansietas). Sedangkan kafein

merupakan senyawa hasil metabolisme sekunder golongan alkaloid. Kafein bekerja di dalam tubuh

dengan mengambil alih reseptor adenosin dalam sel saraf. Peranan utama kafein di dalam tubuh

adalah meningkatan kerja psikomotor sehingga tubuh tetap terjaga dan memberikan efek fisiologis

berupa peningkatan energi.

Obat stimulan biasanya bekerja merangsang susunan saraf pusat melalui 2 mekanisme yaitu

mengadakan blokade sistem penghambatan dan meningkatkan perangsangan sinaps. Kafein dapat

berfungsi sebagai stimulan (perangsang) karena kafein bekerja pada susunan saraf pusat dengan

meningkatkan perangsangan sinaps yaitu terutama pada korteks serebri. Selain itu, kafein juga dapat

memberikan rangsangan pada medula oblongata sehingga pusat vasomotor dan pusat pernapasan pun

ikut terangsang. Akan tetapi tekanan darah tidak naik, hal ini terjadi karena pada saat bersamaan,

terjadi juga dilatasi pembuluh kulit, ginjal dan koroner, akibat kerjanya di sistem saraf perifer.

Rangsangan pada pusat vasomotor oleh kafein disebabkan adanya kostriksi pembuluh darah otak dan

turunnya tekanan liquor.

Meningkatnya perangsangan sinaps oleh kafein mengakibatkan kondisi tubuh menjadi siaga

dan kemampuan psikis pun akan meningkat. Dengan pemberian secara per oral, kafein akan

diabsorpsi dengan cepat dan sempurna sehingga efek kafein dapat dengan cepat dirasakan.

Sedangkan obat antidepresan biasanya bekerja pada sistem GABA, yaitu dengan memperkuat

fungsi hambatan neuron GABA. Reseptor Benzodiazepin dalam seluruh sistem saraf pusat, terdapat

dengan kerapatan yang tinggi terutama dalam korteks otak frontal dan oksipital, di hipokampus dan

dalam otak kecil. Pada reseptor ini, benzodiazepin akan bekerja sebagai agonis. Terdapat korelasi

tinggi antara aktivitas farmakologi berbagai benzodiazepin dengan afinitasnya pada tempat ikatan.

Dengan adanya interaksi benzodiazepin, afinitas GABA terhadap reseptornya akan meningkat, dan

dengan ini kerja GABA akan meningkat. Dengan aktifnya reseptor GABA, saluran ion klorida akan

terbuka sehingga ion klorida akan lebih banyak yang mengalir masuk ke dalam sel. Meningkatnya

jumlah ion klorida menyebabkan hiperpolarisasi sel bersangkutan dan sebagai akibatnya, kemampuan

sel untuk dirangsang berkurang.

Sebagai hewan percobaan mencit yang digunakan harus memenuhi beberapa persyaratan

yaitu: bersifat homogen baik dari segi galur, berat, umur dan jenis kelaminnya karena akan

mempengaruhi dosisnya. Jenis kelamin mencit yang digunakan pada percobaan ini adalah mencit

jantan karena mencit betina tidak stabil. Mencit betina mengalami menstruasi dan pada saat

menstruasi maka hormonnya akan meningkat sehingga mempengaruhi kondisi psikologisnya.

Kenaikan hormon ini juga akan berpengaruh pada efek obat. Dengan alasan inilah mencit betina

jarang digunakan sebagai hewan percobaan.

Pada percobaan ini akan mencit dibagi menjadi tiga kelompok. Pertaman-tama ketiga

kelompok mencit ditimbang bobot badannya, hal ini dilakukan untuk perhitungan dosis obat yang

nantinya akan diberikan kepada masing-masing mencit. Kelompok pertama adalah mencit yang hanya

diberikan larutan suspensi gom arab (PGA) 1-2 % saja tanpa penambahan obat-obatan yang lain,

kelompok ini digunakan sebagai kelompok kontrol. Kelompok yang kedua adalah kelompok mencit

yang diberikan obat diazepam secara per oral. Kelompok ketiga adalah kelompok mencit yang diberi

obat kafein secara per oral pula.

Pada awalnya untuk mencit diberikan obat diazepam dan kafein masing-masing untuk mencit

II dam III secara per oral, kemudian didiamkan selama 30 menit sebelum dimasukan ke dalam roda

putar dan diamati jumlah putaran roda selang 5 menit selama 30 menit waktu pengamatan. Proses

didiamkannya mencit setelah diberikan obat adalah agar obat tersebut dapat diabsorpsi terlebih dahulu

oleh mencit, sehingga efeknya akan lebih terlihat pada saat mencit diletakkan ke dalam roda putar.

Pada kelompok pertama (I), yaitu kelompok kontrol, pada kelompok ini mencit hanya

diberikan larutan suspensi gom arab (PGA) 3 % saja, sehingga mencit pada kelompok ini bekerja

alami tanpa ada pengaruh obat, sehingga kelompok-kelompok yang lain dapat dibandingkan dengan

kelompok kontrol ini.. Pada kelompok kedua adalah kelompok mencit yang telah diberikan obat

diazepam, sedangkan pada kelompok ketiga, mencit diberikan obat kafein sehingga mencit pada

kedua kelompok ini bergerak dipengaruhi oleh obat. Diharapkan dapat terlihat hasil yang yang

berbeda dengan adanya perbedaan pada pemberian jenis obat yang diberikan kepada mencit.

Berdasarkan percobaan kali ini dapat dilihat pengaruh pemberian obat diazepam maupun

kafein pada mencit. Berdasarkan pengujian data secara statistika, dapat dilihat bahwa pemberian

diazepam ataupun kafein memberikan efek terhadap mencit apabila dibandingkan dengan kontrol.

Banyak sekali faktor yang dapat mempengaruhi jumlah putaran. Yang sangat mempengaruhi

dari absorpsi obat adalah berat badan mencit, karena berpengaruh pada luasnya daerah absorpsi dan

tentu saja sangat mempengaruhi absorpsi obat. Perbedaan jumlah pada tiap bagian ini dipengaruhi

bagaimana ketersediaan obat dalam mencit. Semakin lama obat dalam mencit akan bekerja sampai

puncaknya dan kemudian lama-lama efeknya akan menurun karena ketersediaan obat makin

berkurang.

Pada percobaan kali ini, mencit yang tidak diberikan obat uji tidak terlalu memberikan efek

atau pengaruh yang signifikan terhadap perubahan aktivitas yang ditunjukkan dengan peningkatan

atau penurunan jumlah putaran roda putar. Sedangkan untuk mencit yang diberikan obat uji berupa

diazepam, seiring dengan berjalannya waktu pengamatan ternyata aktivitas mencit perlahan

mengalami penurunan, hal tersebut di tunjukkan dengan berkurangnya jumlah putaran roda putarnya.

Penurunan aktivitas pada mencit ini disebabkan karena diazepam termasuk golongan benzodiazepin,

obat yang bersifat hipnotik sedatif sehingga mengakibatkan mencit perlahan mengalami rasa sedasi

yang cukup kuat dan apabila dosisnya ditingkatkan maka kemungkinan mencit tersebut akan tertidur

atau tidak melakukan aktivitas apapun. Untuk mencit yang diberikan obat kafein ternyata mengalami

peningkatan aktivitas yang cukup signifikan ditandai dengan peningkatan jumlah putaran rodanya.

Kafein meningkatan kerja psikomotor sehingga tubuh tetap terjaga dan memberikan efek fisiologis

berupa peningkatan energi. Dengan demikian maka mencit akan terus aktif bergerak selama efek obat

tersebut masih ada namun seiring dengan berjalannya waktu pengamatan maka lama-lama efeknya

akan menurun karena ketersediaan obat makin berkurang di dalam tubuh mencit. Hal ini ditandai

dengan berkurangnya jumlah putaran roda.

Pada grafik mencit dengan pemberian kafein, terlihat bahwa grafik meningkat sampai puncak

kemudian menurun kembali. Hal tersebut dapat diartikan bahwa pada grafik yang meningkat mencit

mulai mersakan efek kafein yaitu adanya peningkatan kondisi fisik dan psikis mencit, namun pada

grafik yang menurun setelah puncak, mencit mulai kelelahan sehingga jumlah putaran rodanya

menjadi semakin sedikit.

Sedangkan pada grafik mencit dengan pemberian diazepam terlihat bahwa grafik semakin

menurun. Hal tersebut dapat diartikan bahwa efek sedasi dan hipnosis yng diberkan diazepam pada

mencit semakin meningkat sehingga putaran rodanya semakin sedikit.

Data pengamatan yang didapat diolah berdasarkan statistika melalui metode analisis variansi

(ANAVA). Hipotesis nol (H0) ialah bahwa ketiga perlakuan memberikan efek yang sama pada

mencit. Statistik uji ialah f = P/E yang kemudian akan dibandingkan dengan f tabel. Dari perhitungan

dengan menggunakan kekeliruan 5 % didapat bahwa jika H0 ditolak artinya terdapat perbedaan yang

signifikan dari efek pemberian obat-obat tersebut sedangkan jika H0 diterima maka perlakuan

memberikan efek yang sama pada mencit.

Berdasarkan perhitungan anava, F hitung < F tabel dan menunjukkan H0 ditolak. Artinya

terdapat perbedaan yang signifikan dari efek pemberian obat-obat tersebut. Hal tersebut sesuai dengan

kenyataan yang seharusnya terjadi, dimana pemberian zat stimulan dan depresan pada hewan uji akan

memberikan efek yang signifikan terhadap hewan uji yang digunakan sebagai kontrol negatif

berdasarkan perbedaan jumlah putaran yang dilakukan oleh hewan uji.

Karena ingin diketahui kebermaknaan masing-masing obat uji terhadap lama waktu gerak

mencit maka dilakukan uji lanjut menggunakan metode Student’s t-test. Uji tersebut dilakukan

berdasarkan nilai derajat kebebasan, t antara obat uji dan kontrol melalui perhitungan dari nilai rata-

rata dan simpangan baku.

Dari uji didapat bahwa t obat uji diazepam hampir signifikan terhadap kontrol sehingga

perbedaan lama waktu tidak bergerak kontrol dengan obat uji diazepam ialah signifikan dilihat dari

jumlah putaran yang dilakukan oleh mencit kontrol negatif dan mencit obat uji diazepam. Dari uji

didapat pula bahwa t obat uji Caffein sangat signifikan terhadap kontrol sehingga perbedaan lama

waktu tidak bergerak kontrol dengan obat uji Caffein sangat signifikan dilihat dari jumlah putaran

yang dilakukan oleh mencit kontrol negatif dan mencit obat uji Caffein.

VIII. KESIMPULAN

Diketahui bahwa obat stimulan (kafein) dapat meningkatkan aktivitas mencit dilihat dari %

stimulasi sebesar 286,49% dan diketahui pula bahwa obat anti depresan (diazepam) dapat

menurunkan aktivitas mencit dengan % depresi sebesar 19,35 %.

DAFTAR PUSTAKA

Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2002. Farmakologi Dan Terapi

Edisi 4. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Ganiswarna, SG. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta: Gaya baru.

Mutchler, Ernst. 1991. Dinamika Obat. Edisi Kelima. Bandung: Penerbit ITB

Panitia Farmakope Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi ke 4. Jakarta: Departemen Kesehatan

Republik Indonesia.

Panitia Farmakope Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia Edisi ke 3. Jakarta: Departemen Kesehatan

Republik Indonesia.

Tjay, Hoan Tan dan Kirana Rahardja. 2002. Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-efek

Sampingnya. Edisi kelima. Cetakan kedua. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Kelompok

Gramedia.