Download - Lapsus Katarak Kongenital
LAPORAN KASUS
OS KATARAK KONGENITAL (Q12.0)
Dibacakan Oleh : dr. Hadijah
Pembimbing : dr. Liana Ekowati, Sp. M
Dibacakan : 12 Desember 2013
I. PENDAHULUAN
Katarak berasal dari bahasa latin cataracta yang berarti air terjun. Katarak
adalah kekeruhan pada lensa kristalina. Keadaan ini dapat terjadi di setiap usia.
Kekeruhan pada lensa yang terjadi sejak lahir dikenal dengan istilah katarak
kongenital. 1,2
Insidensi katarak kongenital 1:250 bayi baru lahir. Belum ada data
mengenai insidensi katarak kongenital di Indonesia. Menurut WHO angka rata-
rata katarak kongenital di negara berkembang mungkin dapat lebih tinggi.2
Katarak kongenital dapat terjadi unilateral maupun bilateral dan
penyebabnya bermacam-macam. Penyebab katarak kongenital unilateral antara
lain 80% idiopatik, 10% kelainan okular, 9% trauma dan sisanya karena infeksi
intrauterin. 3
Laporan kasus ini menyajikan kasus seorang bayi perempuan dengan OS
katarak kongenital.
II. IDENTITAS PENDERITA
Nama : By. AF
Umur : 2 bulan
Alamat : Kertosari RT 007/RW 002 Kel. Ulujami Kec. Ulujami Kab. Pemalang
Agama : Islam
CM : C449312
1
III. ANAMNESIS
Alloanamnesis tanggal 11 November 2013
Keluhan Utama : Teleng mata kiri putih
Riwayat Penyakit Sekarang :
Teleng mata kiri terlihat putih saat pasien berusia 1 bulan, mula-mula kecil
kemudian bertambah luas. Tidak ada mata merah maupun kotoran mata. Pasien
dibawa berobat oleh orang tua ke dokter spesialis mata 2 kali, dikatakan terdapat
katarak pada mata kirinya. Pasien disarankan untuk dilakukan operasi pada mata
kirinya dan dirujuk ke rumah sakit Kariadi.
Riwayat Penyakit Dahulu:
- Riwayat trauma pada mata disangkal
- Riwayat sakit mata sebelumnya disangkal
Riwayat Prenatal :
- Saat hamil ibu tidak ada sakit demam yang disertai ruam pada kulit maupun
sakit cacar.
Riwayat Neonatus :
- Pasien lahir cukup bulan, lahir spontan, berat badan lahir 2800 gram
Riwayat Penyakit Keluarga
- Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini
Riwayat Sosial Ekonomi
- Pasien anak ketiga dari tiga bersaudara. Ayah bekerja wiraswasta dan ibu
sebagai ibu rumah tangga. Biaya berobat ditanggung orang tua. Kesan sosial
ekonomi cukup.
2
IV. PEMERIKSAAN FISIK
Status Presen ( 11 November 2013)
A. Status Generalisata
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Kompos mentis
Tanda vital : HR : 130 x/menit, reguler
Respirasi : 30 x/menit
Suhu : afebris
Kepala : Mesosefali
Thoraks : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas : dalam batas normal
B. Status oftalmologis
Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)Visus Blink refleks (+) Blink refleks (+)Bulbus okuli Ortofori, nistagmus (-) Ortofori, nistagmus (-)Palpebra Edem (-) Edem (-)Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)Sklera Tidak ada kelainan Tidak ada kelainanKornea Jernih JernihCOA Kedalaman cukup Kedalaman cukupIris Kripte (+) Kripte (+)Pupil Bulat, sentral, reguler Ø 3 mm,
RP(+) NBulat, sentral, reguler Ø 3 mm,
RP(+) N, leukokoria (+)Lensa Jernih Keruh merata Fundus Refleks (+) cemerlang (-)T Dig N N
3
Funduskopi OD
Papil N II : bulat, batas tegas, kuning kemerahan, CDR 0.2
Vasa : AVR 2/3 perjalanan vasa dalam batas normal
Retina : eksudat (-), perdarahan (-)
Makula : daerah makula belum berkembang
Funduskopi OS
Tidak dapat dilakukan karena kekeruhan media refrakta
Examination Under Anesthesia (13 November 2013)
Pemeriksaan TIO tidak dapat dilakukan karena posisi bola mata esotropi
Diameter kornea ODS
Horizontal : 10 mm
Vertikal : 9 mm
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
USG B Scan posisi aksial (11 November 2013)
OD
Lensa : echospike (+)
CV : turbidity (-)
Retina : ablatio (-)
OS
Lensa : echospike (+)
CV : turbidity (-)
Retina : ablatio (-)
Pemeriksaan Sekret Konjungtiva OS (12 November 2013)
Pengecatan Gram : tidak ditemukan kuman
Pengecatan Jamur : yeast cell negatif
4
Laboratorium Darah ( 12 November 2013)
Hematologi
Hasil Nilai Normal
Hemaglobin
Hematokrit
Eritrosit
Lekosit
Trombosit
PPT
APTT
10.2 gr/dL
31.7 %
3.34 juta/mmk
8.2 ribu/mmk
370 ribu/mmk
11.7 detik
49.7 detik
10.00 - 15.00 (N)
31.0 - 45.0 (N)
4.3 - 6.3 (N)
5.00 - 17.50 (N)
150 - 500 (N)
10.0 - 15.0 (N)
23.4 - 36.8 ( )
Kimia Darah
Glukosa Sewaktu
Ureum
Kreatinin
Albumin
Natrium
Kalium
Klorida
73 mg/dl
15 mg/dl
0.3 mg/dl
3.9 gr/dl
144.5 mmol/L
4.76 mmol/L
106 mmol/L
80 - 140 ( )
15 - 40 (N)
0.6 – 1.0 ( )
3.4 – 5.0 (N)
136 – 145 (N)
3.5 – 5.1 (N)
98 – 107 (N)
VI. KONSULTASI ANTAR BAGIAN
Konsultasi bagian anestesi : setuju pengelolaan anestesi
VII. RESUME
ANAMNESIS
Seorang bayi perempuan usia 2 bulan dari alloanamnesis datang dengan keluhan
terdapat leukokoria pada mata kiri. Leukokoria terlihat saat bayi berusia 1 bulan,
semakin lama semakin bertambah luas. Bayi lahir spontan, cukup bulan dengan
berat badan lahir 2800 gram. Saat hamil ibu tidak ada sakit demam yang disertai
ruam pada kulit dan tidak ada sakit cacar. Tidak ada anggota keluarga yang sakit
seperti ini.
5
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalisata : dalam batas normal
Status Oftalmologis :
Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)Visus Blink refleks (+) Blink refleks (+)Bulbus okuli Ortofori, nistagmus (-) Ortofori, nistagmus (-)Pupil Bulat, sentral, reguler Ø 3 mm,
RP(+) NBulat, sentral, reguler Ø 3 mm,
RP(+) N, leukokoria (+)Lensa Jernih Keruh merata Fundus Refleks
(+) cemerlang (-)
Funduskopi OD
Papil N II : bulat, batas tegas, kuning kemerahan, CDR 0.2
Vasa : AVR 2/3 perjalanan vasa dalam batas normal
Retina : eksudat (-), perdarahan (-)
Makula : daerah makula belum berkembang
Funduskopi OS
Tidak dapat dilakukan karena kekeruhan media refrakta
Examination Under Anesthesia
Diameter kornea ODS
Horizontal : 10 mm
Vertikal : 9 mm
PEMERIKSAAN PENUNJANG
USG B Scan (11 November 2013) OD : tidak ada kelainan, OS : echospike
meningkat pada lensa.
Pemeriksaan Sekret Konjungtiva OS : Tidak ditemukan kuman maupun jamur
Laboratorium darah : APTT meningkat, GDS dan kreatinin menurun
Konsultasi bagian anestesi : setuju pengelolaan anestesi
VIII. DIAGNOSIS BANDING
OS Persistent Hyperplastic Primary Vitreous (PHPV)
OS Retinoblastoma
OS ROP stage V
6
IX. DIAGNOSIS KERJA
OS Katarak Kongenital
X. PENATALAKSANAAN
- Rawat Inap
- Terapi Operatif :
OS Ekstraksi katarak + PPC + Vitrektomi anterior + Perifer Iridektomi / GAdr. Liana Ekowati, Sp.M/ DJ
Rabu, 13 November 2013 / 07.00-07.30 / OK 8
IX. PROGNOSIS
PROGNOSIS OD OSQUO AD VISAM ad bonam dubia ad bonamQUO AD SANAM ad bonam ad bonamQUA AD COSMETICAM ad bonamQUO AD VITAM ad bonam
X. EDUKASI
Menjelaskan kepada kedua orang tua pasien bahwa:
1. Terdapat kekeruhan lensa pada mata kiri anak yang menyebabkan teleng
mata menjadi putih, kekeruhan lensa terjadi sejak lahir.
2. Diperlukan tindakan operasi untuk mengambil lensa mata yang telah
mengalami katarak dan tidak dilakukan pemasangan lensa tanam.
3. Operasi yang kedua akan dilakukan untuk memasang lensa tanam saat
anak berusia 2 tahun.
4. Satu minggu setelah operasi harus dilakukan pengukuran lensa kontak
yang akan dipakai oleh pasien untuk mencegah mata malas.
5. Setelah operasi dianjurkan kontrol setiap 3 bulan untuk pengukuran lensa
kontak yang diperlukan.
7
FOLLOW UP
Tanggal Status Oftalmologis Penatalaksanaan 14 -11- 2013
Hari ke 1
OD VOD : blink refleks (+)Mata tenang
OSVOS : blink refleks (+)Palpebra : edem (-)Konjungtiva : hiperemis bagian superior (+), sekret (-)Sklera : jahitan rapat, prolaps iris (-)Kornea : jernihCOA : kedalaman cukupIris : koloboma (+) superiorPupil : b,c,r diameter 4 mm, RP (-) (post cyclon)Lensa : afakiaFR : (+) cemerlang
C. Xitrol ED 8x1 tetes (OS)
Cyclon ED 3x1 tetes (OS)
Paracetamol sirup 3 x ¼ cth
Boleh pulang, kontrol setelah 1
minggu
19-11-2013
Hari ke 6
OD VOD : blink refleks (+)Mata tenang
OSVOS : blink refleks (+)Palpebra : edem (-)Konjungtiva : hiperemis bagian superior (+) minimal, sekret (-)Sklera : jahitan rapat, prolaps iris (-)Kornea : jernihCOA : kedalaman cukupIris : koloboma (+) superiorPupil : b,c,r diameter 4 mm, RP (-) (post cyclon)Lensa : afakiaFR : (+) cemerlang
Funduskopi ODS: dalam batas normal
C. Methason ED 4x1 tts (OS)
Cyclon ED 3x1 tts (OS)
Streak retinoskopi
OD = S +3 D
OS = S +21 D
OS Add S +3 D S +24 D
Lensa kontak
Kontrol setiap 3 bulan untuk
koreksi perubahan refraksi
8
DISKUSI
Kekeruhan pada lensa yang terjadi sejak lahir dikenal dengan istilah
katarak kongenital. Katarak kongenital dapat terjadi unilateral atau bilateral
dengan bentuk serta lokasi yang berbeda-beda. Penyebab katarak kongenital
unilateral: 3,4,5
1. Idiopatik 80%,
2. Kelainan okular 10% :
a. Persistent fetal vasculature (PFV)
b. Anterior segment dysgenesis
3. Trauma 9%
4. Infeksi intrauterin
Penyebab katarak kongenital bilateral : 3,4,5
1. Idiopatik 60%
2. Herediter 30% ( autosomal dominan, autosomal resesif dan X-linked)
3. Genetik, metabolik dan penyakit sistemik 5%
4. Infeksi intrauterin (3%)
5. Kelainan okular (2%)
Diagnosis katarak kongenital dapat ditegakkan dari anamnesis mengenai
keluhan utama, riwayat keluarga dan riwayat kelahiran yang berkaitan dengan
prematuritas, infeksi maternal dan trauma saat lahir, pertumbuhan dan
perkembangan anak serta riwayat kelainan sistemik. Gejala yang paling sering dan
mudah dikenali yaitu leukokoria. Katarak binokular dengan penglihatan kedua
mata yang buruk akan menimbulkan gejala anak kurang melihat dan tidak dapat
fokus, gejala lain yaitu strabismus dan nistagmus.4,5,6
Pemeriksaan oftalmologis pada pasien katarak kongenital yaitu
pemeriksaan visus, ada tidaknya nistagmus dan strabismus, pemeriksaan okular
dengan slit lamp dapat membantu melihat morfologi katarak, posisi lensa dan
melihat abnormalitas pada kornea, iris dan bilik depan. Funduskopi untuk
9
memeriksa segmen posterior dan USG B Scan bila tidak dapat menilai segmen
posterior.4,5,6
Penanganan katarak sangat bergantung pada jenis katarak, unilateral atau
bilateral, adanya kelainan mata lain dan saat terjadinya katarak. Katarak
kongenital yang tidak signifikan yaitu kekeruhan sebagian kecil lensa (berukuran
kurang dari 3 mm) atau kekeruhan yang terletak di bagian perifer, tindakan
ekstraksi dapat ditunda. Kasus seperti ini dapat diberikan 2,5% phenylephrine
hydrocloride untuk melebarkan pupil serta dilakukan part time patching pada
mata yang sehat. Mydriatil dapat diberikan 1-2 kali perhari jika ternyata 2,5%
phenylephrine tidak cukup kuat untuk melebarkan pupil. Penanganan ini dapat
dilakukan untuk menunda operasi sampai anak berusia 2-3 tahun. Pemasangan
lensa intraokular dapat dilakukan setelah ekstraksi katarak saat usia tersebut.
Anak-anak yang usianya lebih tua, indikasi dilakukan operasi ekstraksi katarak
bila visus < 20/40 untuk mencegah terjadinya ambiopia, pada visus 20/70 dapat
terjadi ambliopia 4,7
Katarak kongenital yang signifikan, yaitu katarak yang terjadi di aksis
visual, berukuran lebih dari 3 mm dan katarak posterior memerlukan tindakan
ekstraksi katarak segera mungkin, serta koreksi terhadap afakia untuk
mendapatkan hasil penglihatan yang optimal. Tindakan ekstraksi pada katarak
unilateral yang signifikan dilakukan sebelum usia 6 minggu, sedangkan pada
katarak kongenital bilateral dilakukan sebelum usia 10 minggu.4,5,7
Langkah-langkah yang dilakukan pada ekstraksi katarak kongenital yaitu
kapsulotomi anterior, lensektomi tanpa implantasi lensa intraokular atau dengan
implantasi lensa intraokular dan kapsulotomi posterior.4,5,6,7
Teknik kapsulotomi anterior pada kasus anak berbeda dengan dewasa.
Kapsul lensa pada anak terutama bayi lebih elastik dibandingkan usia dewasa dan
diameter lensa lebih kecil (+ 6,4 mm diameter ekuatorial, + 3,5 mm diameter
anteroposterior). Teknik 2-incision push-pull dapat membantu dalam membuat
kapsulotomi yang baik. Teknik lain yang dapat digunakan, yaitu dengan merobek
kapsul anterior menggunakan alat vitrektomi yang dikenal dengan
vitrectorhexis.4,8
10
Gambar 1. Teknik 2-incision push-pull 5
Material lensa saat lensektomi harus diaspirasi atau dikeluarkan sampai
bersih untuk mencegah terjadinya kekeruhan sekunder. Anak usia kurang dari 2
tahun akan dibiarkan afakia karena bila dilakukan pemasangan lensa intraokular
kemungkinan terjadinya komplikasi lebih tinggi, perubahan kekuatan refraksi
yang lebih cepat dan sulitnya mendapatkan kekuatan lensa tanam yang akurat.
Kekuatan lensa pada bayi baru lahir yaitu 35 dioptri. 4,7
Kekeruhan kapsul posterior terjadi pada seluruh kasus katarak kongenital
yang telah dilakukan ekstraksi katarak. Hal ini dapat dicegah dengan melakukan
kapsulotomi posterior dan vitrektomi anterior pada saat operasi. Teknik ini dapat
membuat aksis visual jernih, hal ini penting untuk koreksi afakia post operasi.
Kapsul posterior perifer harus ditinggalkan untuk pemasangan lensa intraokular
dikemudian hari. Ekstraksi katarak pada anak usia lebih dari 8 tahun dapat
dilakukan tanpa posterior kapsulotomi. Kekeruhan pada kapsul posterior
(Posterior capsular opacity/ PCO) dapat terjadi setelah operasi katarak, yang
menyebabkan terjadinya gangguan penglihatan. Kekeruhan kapsul posterior dapat
11
terjadi antara 3 bulan sampai 4 tahun setelah ekstraksi katarak. Kekeruhan kapsul
posterior dihilangkan dengan Nd:YAG laser kapsulotomi. 4,5,8,9
Perawatan post operatif yaitu medikamentosa dan koreksi refraksi.
Medikamentosa yang diberikan yaitu antibiotik topikal, steroid topikal dan
sikloplegik. Satu minggu setelah operasi dilakukan koreksi lensa afakia. Bayi
dengan afakia bilateral dikoreksi dengan kacamata afakia atau lensa kontak.
Koreksi terbaik untuk kasus afakia unilateral adalah dengan menggunakan kontak
lensa. 4,5
Indikasi pemakaian lensa kontak yaitu anisometropia, afakia unilateral,
miopia tinggi, keratokonus, astigmatisma irregular, bandage contact lens, pada
pasien ambliopia untuk oklusi dan untuk kosmetik. Kontraindikasi pemakaian
lensa kontak yaitu bila didapatkan kelainan pada kelopak mata, kondisi infeksi
seperti blefaritis, meibomitis, konjungtivitis dan keratitis. Keuntungan
penggunaan lensa kontak yaitu kekuatan lensa dapat lebih mudah diganti sesuai
keperluan anak dan dapat mengurangi aniseikonia. Kerugiannya yaitu lensa
kontak mudah bergeser bila mata digosok-gosok, trauma mekanik ini dapat
mengakibatkan gangguan pada mata diantaranya edem kornea, keratitis sampai
keadaan yang lebih berat yaitu terjadinya ulkus kornea. Silikon elastomer dan
rigid gas permeable (RGP) merupakan lensa kontak yang digunakan untuk bayi.
Silikon elastomer bersifat lentur sehingga tidak memerlukan waktu adaptasi pada
pemakaian, mudah digunakan, memiliki diameter yang lebih besar dibandingkan
RGP dan memiliki permeabilitas oksigen paling tinggi. Rigid gas permeabel
bersifat kaku sehingga diperlukan waktu adaptasi pada pemakaiannya dan dapat
digunakan untuk pasien mikroftalmi karena memiliki diameter yang kecil. 4,5
Komplikasi post operatif yang timbul pada anak-anak berbeda dengan usia
dewasa. Retinal detachmnent, edem makula dan kelainan kornea jarang terjadi
pada anak-anak. Insidensi terjadinya infeksi postoperasi dan perdarahan sama
dengan usia dewasa. Insidensi terjadinya glaukoma bervariasi 15% - 50%. Teknik
operasi yang baik dapat mencegah komplikasi. Prognosis katarak kongenital ini
tergantung dari beberapa hal, di antaranya onset terjadinya katarak, jenis katarak
12
(unilateral atau bilateral), waktu dilakukannya operasi, koreksi refraksi setelah
operasi dan penanganan terhadap ambliopia.4,5,8
Pasien ini didiagnosis katarak berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Berdasarkan anamnesis didapatkan adanya leukokoria pada mata kiri bayi
yang berumur 2 bulan. Leukokoria terlihat saat bayi berusia 1 bulan yang semakin
lama semakin meluas. Pasien lahir spontan, cukup bulan dengan berat lahir 2800
gram. Saat hamil ibu tidak ada sakit demam yang disertai ruam pada kulit dan
tidak ada sakit cacar. Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini.
Pemeriksaan fisik menunjukkan tidak ada kelainan sistemik. Pemeriksaan
oftalmologik tidak didapatkan kelainan pada mata kanan. Mata kiri blink refleks
(+), tidak ada abnormalitas pada segmen anterior, lensa mata kiri keruh merata
dan kekeruhan bertambah secara progresif yaitu dalam waktu 1 bulan.
Pemeriksaan USG B scan dilakukan untuk menilai segmen posterior mata kiri dan
tidak didapatkan kelainan pada segmen posterior. Berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan tersebut penyebab katarak pada pasien ini adalah idiopatik. Katarak
unilateral delapan puluh persen penyebabnya adalah idopatik. Diagnosis banding
yaitu katarak rubella, pada katarak rubella akan didapatkan kelainan sistemik yang
berkaitan dengan sindrom rubella yaitu kelainan jantung kongenital, gangguan
pendengaran dan retardasi mental. 4
Penatalaksanaan pada kasus ini yaitu OS ekstraksi katarak, posterior
primer kapsulotomi, vitrektomi anterior dan perifer iridektomi. Ekstraksi katarak
secepatnya dilakukan untuk mencegah ambliopia. Posterior primer kapsulotomi
dilakukan untuk mencegah kekeruhan yang terjadi pada kapsul posterior setelah
operasi katarak. Vitrektomi anterior dilakukan karena setelah dilakukan posterior
primer kapsulotomi vitreous akan menuju ke segmen anterior sehingga vitreous
yang ada di segmen anterior harus dibersihkan. Iridektomi perifer dilakukan untuk
mencegah terjadinya komplikasi glaukoma. Pemasangan lensa tanam tidak
dilakukan karena umur pasien masih dua bulan.4,5
Medikamentosa yang diberikan yaitu steroid topikal untuk mengatasi
inflamasi, antibiotik topikal untuk mencegah infeksi, sikloplegik untuk mencegah
sinekia dan parasetamol sebagai analgetik. Pasien kontrol satu minggu setelah
13
operasi dan dilakukan pemeriksaan visus objektif dengan streak retinoskopi untuk
koreksi refraksi. Koreksi dengan menggunakan kacamata pada afakia unilateral
akan membuat pasien merasa tidak nyaman karena aniseikonia yang tidak dapat
ditoleransi, lensa kontak menjadi pilihan untuk koreksi afakia unilateral. Pasien
akan dilakukan koreksi refraksi dengan lensa kontak. Hasil streak retinoskopi
pada mata kanan sferis +5 dioptri dengan jarak kerja 50 cm menghasilkan sferis
+3 dioptri. Mata kiri sferis +24 dioptri pada jarak kerja 33 cm menghasilkan
koreksi refraksi sferis +21 dioptri, untuk jarak dekat ditambah sferis +3 dioptri. 4,5,10
14
DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Ophthalmology; Lens and Cataract; Chapter 4: Embryology; Section 11; Basic and Clinical Science Course. 2011-2012: 34-39.
2. Bashour M. Congenital Cataract.2005. Available from URL: http://emedicine.medscape.com.
3. Friedman NJ, Kaiser PK. Essential of Ophthalmology. 2009. Saunders Elsevier, India, 92-95.
4. Kenneth WW, Peter HS. Pediatrict Ophthalmology and Strabismus. 2nd ed. New York: Springer. 2003: 450-473.
5. American Academy of Ophthalmology; Pediatric Ophthalmology; Chapter 21: Childhood Cataract and Other Pediatric Lens Disorder; Section 6; Basic and Clinical Science Course; 2011-2012: 245-260.
6. Joseph E. Management of Congenital Cataract; Kerala Journal of Ophthalmology.2006: 224-230.
7. Lueder GT. Pediatric Practice Ophthalmology. United State: McGraw Hill Company. 2011: 214-260.
8. Trivedi RH, Wilson M, Edward. Posterior Capsulotomy and Anterior Vitrectomy for thr Management of Pediatrics Cataracts. 2005: 85-92.
9. Roger FS. Neodymium: Yttrium-Aluminium-Garnet Laser Posterior Capsulotomy. Available from URL: elibrary.rajavithi.go.th
10. American Academy of Ophthalmology; Clinical Optic; Chapter 3: Optics of the Human; Section 3; Basic and Clinical Science Course. 2011-2012: 116.
15