Download - Gagal Ginjal Kronik Repaired)
Gagal Ginjal Kronik
PENDAHULUAN
Salah satu dari system pembuangan sisa dari tubuh adalah system urinary dimana secara garis
besar ia melibatkan kerja dari organ seperti ginjal, vesica urinaria, ureter, dan uretra. Namun
begitu, organ-organ ini bukanlah hanya berkerja hanya untuk mengeluarkan sisa dari tubuh,
dimana pembuangan kemih adalah salah satu kerja utamannya. Selain menghasilkan kemih,
system ini juga bertindak dalam mempertahankan keseimbangan air tubuh, regulasi ion,
mempertahankan volume plasma dan tekanan darah, mempertahanakan keseimbangan asam
dan basa, serta mempertahankan osmolaitas seperti air. Kegagalan ginjal dalam melakukan
tugasnya bisa menyebabkan pelbagai komplikasi terhadap tubuh kerana ginja begitu penting
dalam menjaga homeostasis tubuh manusia.1
KASUS 2
Tn. A 50 tahun dating berobat dengan keluhan sesak nafas sejak 1 jam yang lalu. Sejak 3
bulan yang lalu pasien mengeluh kencingnya berkurang, badan lemas, mual, dan mata
berkunang-kunang. Pasien menderita DM sejak 10 tahun yang lalu.
Pemeriksaan fizik: TB 155cm, BB 60kg, Tensi 170/100 mmHg. Pasien tampak pucat,
konjuctiva anemis. JVP 5+2, ronki basah kaasar pada kedua lapang [aru, dan pitting oedema
pada kedua-dua tungkai.
Laboratorium: Hb 8g/dL, ureum 200mg/dL, kreatinin 3mg/dL, GDS 300mg/dL, trigliserida
250mg/dL, kalium 6,5mEq/L, pH 7,15, pO2 90mmHg, pCO2 42mmHg, HCO3- 12mEq/L.
1
1. Anamnesis :
Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang berhubungan dengan
retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi GGK, perjalanan penyakit termasuk semua
faktor yang dapat memperburuk faal ginjal (LFG). Gambaran klinik (keluhan subjektif dan
objektif termasuk kelainan laboratorium) mempunyai spektrum klinik luas dan melibatkan
banyak organ dan tergantung dari derajat penurunan faal ginjal.
Sesak nafas sejak 1 jam lalu. Asidosis
Sejak 3 bulan Buang air kecil(BAK) berkurang, badan lemas, mual dan mata
berkunang-kunang.
Pasien menderita Diebetis Mellitus sejak 10 tahun lalu.
2.Pemeriksaan.
Pemeriksaan Fisik.
Setelah melakukan anamnesis, keluhan pasien bisa mengarahkan kita melakukan pemeriksaan
fisik yang sesuai dengan kelainan yang dihadapi. Antara pemeriksaan fisisk yang dilakukan
adalah;
1. Tinggi badan : 155
2. Berat badan : 60 kg
3. Blood Pressure: 170/100 mmHg (Hipertensi stage 2)
4. Pasien tampak pucat dan konjungtiva anemis.
5. JVP 5+2 : masalah jantung kanan.
6. Rhonki basah kasar +/+ : masalah jantung kanan.
7. Pitting edema : masalah jantung kanan.
2
Melalui pemeriksaan fisik ini diketahui bahawa pasien adalah obesitas, mengalami
hipertensi, serta mengalami kelainan paru. Hipertensi bisa disebabkan meningkatnya
retensi pembuluh darah oleh kerana tingginya jumlah garam darah dan merupakan gejala
yang sering pada kelainan ginjal. Ronki basah kasar pada kedua lapangan paru
menunjukkan telah terjadinya udema pada paru dan juga terjadi hal yang sama pada kedua
tungkai iatu pitting udema. Pitting oedema merupakan gejala yang terjadi akibat
kegagalan jnatung atau ginjal atau hepar dalam mengeleminasi garam dalam tubuh
mengakibatkan meningkatnya cairan tubuh lalu cairan tersebut keluar dari kapiler ke
ruang antara sel lalu menyebabkan oedama2.
Setelah melihat dari anamnesis serta pemeriksaan fisik, kita perlu melakukan pemeriksaan
penunjang bagi menguatkan lagi diagnosis kita.
3
Laboratorium
Melalui 2 fasa pemeriksaan diatas, diketahui bahawa pasien mengalami masalah didalam
cairan tubuh. Maka buat pemeriksaan laboratorium bisa dilakukan pemeriksaan urin dan
darah. Pada kasusu tekah diberi hasil lab iatu;3
1. Hb : 8 g/dl Anemia normal Hb 14-18g/dL
2. Ureum : 200 mg/dL normal ureum 10-20mg/dL
3. Kreatinin : 3 mg/dL normal kreatinin <1,5mg/dL
4. Kalium :6,5 mEq/L Hiperkalemia normal kalium 3,5-5mEq/L
5. Ph : 7,15 Asidosis normal pH 7,38-7,44
6. Trigliserida : 250 mg/dl hipertensi normal trigleserida <160mg/dL
7. Gula darah semasa (GDS) : 300 mg/dL normal GDS 140mg/dL
8. Creatine Clearence Test (CCT): (140−Age ) xweight
Creatinex 72 :
(140−50 ) x603 x 72
=25 Stage
4
9. HCO3¯ : 12 mEq/L normal HCO3- 21-30mEq/L
10. P O2 : 90 mmHg dan P CO2 : 42 mmHg normal pO2 80-100mmHg/pCO235-
45mmHg
Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan menentukan derajat penurunan
faal ginjal (LFG), identifikasi etiologi dan menentukan perjalanan penyakit termasuk
semua faktor pemburuk faal ginjal.
1) Pemeriksaan faal ginjal (LFG)
4
Pemeriksaan ureum, kreatinin serum dan asam urat serum sudah cukup memadai sebagai uji
saring untuk faal ginjal (LFG).
2) Etiologi gagal ginjal kronik (GGK)
Analisis urin rutin, mikrobiologi urin, kimia darah, elektrolit dan imunodiagnosis.
3) Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit
Progresivitas penurunan faal ginjal, hemopoiesis, elektrolit, endoktrin, dan pemeriksaan lain
berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk faal ginjal (LFG).
c. Pemeriksaan penunjang diagnosis
Pemeriksaan penunjang diagnosis harus selektif sesuai dengan tujuannya, yaitu:
1) Diagnosis etiologi GGK
Beberapa pemeriksaan penunjang diagnosis, yaitu foto polos perut, ultrasonografi (USG),
nefrotomogram, pielografi retrograde, pielografi antegrade dan Micturating Cysto
Urography (MCU).
2) Diagnosis pemburuk faal ginjal
Pemeriksaan radiologi dan radionuklida (renogram) dan pemeriksaan ultrasonografi
(USG).
5
4.Diagnosis
4.1 Working diagnosis
Gagal ginjal kronik et causa Diabetis Mellitus (Chronic kidney disease et causa Diabetis
Mellitus)Sesak nafas sejak 1 jam lalu menandakan Asidosis metabolik akibat dari gagal
ginjal.Sejak 3 bulan Buang air kecil(BAK) berkurang, badan lemas, mual dan mata
berkunang-kunang dan Pasien menderita Diabetis Mellitus sejak 10 tahun lalu mendasari
working diagnosis tersebut.
Selain dari anamnesis working diagnosis ini didasarkan kepada pemeriksaan Creatine
Clearence Test (CCT) yang menunjukkan bahawa pasien mengalami gagal ginjal stage 5 dan
perlu ditangani dengan persiapan untuk terapi transplantasi ginjal. Kadar ureum yang tinggi
menunjukkan GFR yang menurun menyebabkan pengumpulan ureum didalam darah.
Creatine Clearence Test (CCT):
(140−Age ) xweightCreatinex 72
: (140−50 ) x60
3 x 72=25 = Penyakit ginjal kronik Stadium 4
Laju filtrasi glomerulus (LFG) dan stadium penyakit ginjal kronik
Stadium Deskripsi LFG (mL/menit/1.73 m²)
0 Risiko meningkat ≥ 90 dengan faktor risiko
1 Kerusakan ginjal disertai LFG normal atau
meninggi
≥ 90
2 Penurunan ringan LFG 60-89
3 Penurunan moderat LFG 30-59
4 Penurunan berat LFG 15-29
6
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat kompleks,
meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan hemopoeisis, saluran cerna, mata,
kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan kardiovaskular
a. Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering ditemukan pada
pasien gagal ginjal kronik. Anemia yang terjadi sangat bervariasi bila ureum darah lebih dari
100 mg% atau bersihan kreatinin kurang dari 25 ml per menit.
b. Kelainan saluran cerna
Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal ginjal kronik
terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dam muntah masih belum jelas, diduga
mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia.
Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus.
Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet
protein dan antibiotika.
c. Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien gagal ginjal
kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat pengobatan gagal ginjal
kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala
nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan
7
hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan
atau deposit garam kalsium pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat
iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal
ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.
d. Kelainan kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan diduga berhubungan
dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan segera hilang setelah tindakan
paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal
urea pada kulit muka dan dinamakan urea frost
e. Kelainan selaput serosa
Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai pada gagal ginjal
kronik terutama pada stadium terminal. Kelainan selaput serosa merupakan salah satu
indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis.
f. Kelainan neuropsikiatri
Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan depresi sering
dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental berat seperti konfusi, dilusi, dan
tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering dijumpai pada pasien GGK. Kelainan mental
ringan atau berat ini sering dijumpai pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan
tergantung dari dasar kepribadiannya (personalitas).
g. Kelainan kardiovaskular
Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat kompleks.
Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi sistem vaskular, sering
dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal dan dapat
menyebabkan kegagalan faal jantung.
8
4.2 Differential Diagnosis
1. Gagal ginjal kronik et causa gagal jantung kanan-berdasarkan
(Hipertensi stage 2) JVP 5+2 : masalah jantung kanan Rhonki basah kasar +/+
Pitting edema
2. Anemia et causa penyakit- kronis konjungtiva anemis, Hb : 8 g/dl
3. Hipertensi essensial. berdasarkan tekanan darah 170/100 mmHg (Hipertensi
stadium 2) Merupakan penyakit idiopathic Trigliserida : 250 mg/dl
9
5.Etiologi :
Glomerulophaties- Merupakan penyebab tersering di Indonesia (30%)
Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang etiologinya
tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan gambaran histopatologi tertentu
pada glomerulus Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan
primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari
ginjal sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi
akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik
(LES), mieloma multipel, atau amiloidosis
1. Primary glomerular disease
a. Focal and segmental glomerulosclerosis
b. IgA nephropathy
c. Membranous nephropathy
2. Secondary glomerular disease
a) Diabetic nephropathy
Menurut American Diabetes Association (2003) dalam Soegondo (2005) diabetes
melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena
penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai
macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul secara
perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti
minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun berat
10
badan yang menurun. Gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan,
sampai kemudian orang tersebut pergi ke dokter dan diperiksa kadar glukosa
darahnya.
b) Amyloidosis
c) Post infectious glomerulonephritis
d) HIV-associated nephropathy
e) Collagen-vascular diseases
f) Sickle cell nephropathy
g) HIV associated membranoproliferative glomerulonephritis.
3. Tubulointerstial nephritis.
4. Obstructive nephropathies.
5. Hereditary disease.
Ginjal polikistik
Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau material yang
semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat ditemukan kista-kista yang
tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di medula. Selain oleh karena kelainan
genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik
merupakan kelainan genetik yang paling sering didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu
dipakai adalah penyakit ginjal polikistik dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh karena
sebagian besar baru bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini dapat
ditemukan pada fetus, bayi dan anak kecil, sehingga istilah dominan autosomal lebih tepat
dipakai daripada istilah penyakit ginjal polikistik dewasa
11
6. Vascular disease
Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90
mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi (Mansjoer, 2001). Berdasarkan
penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi
primer yang tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut
juga hipertensi renal.
12
6.Epidemiologi :
Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry (IRR) pada
tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut glomerulonefritis
(25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%) (Roesli, 2008).
Pada waktu ini penyakit kronik telah menjadi penyakit utama penyebab morbidity dan
mortality berbanding penyakit infeksi sebelum ini. Penyakit ginjal kronik berlaku seiring
dengan penyakit diabetis bersamaan dengan hipertensi diamana merupakan penyebab utama
gagal ginjal tahap akhir diseluruh dunia, bukan sekadar di Negara membangun malah Negara
maju.5
13
7.Patofisiologi :
Patofisiologi gagal ginjal kronis dimulai oleh mekanisme etiologi bersamaan dengan
mekanisme progressive menyebabkan pengurangan massa ginjal. Pengurangan massa ginjal
tersebut dapat menyebabkan hypertrofi pada struktur dan fungsi dari nefron yang tidak rusak.
Hipertrofi kompensasi ini di mediasi oleh oleh molekul vasoaktif, sitokin dan Growth Factor.
Pada awalnya kompensasi ini adalah untuk mengadaptasi keadaan hiperfiltrasi pada masa
yang sama memediasi peningkatan aliran dan tekanan pada kapilari glomerulus. Sebaliknya
pada adaptasi jangka masa pendek ini menyebabkan predosposisi kepada berlakunya sklerosis
pada nefron yang masih hidup. Peningkatan aktiviti Renin-angiotension intrarenal
menyebabkan permulaan daripada adaptasi hiperfiltrasi dan hipertrofi mal adaptif serta
sclerosis.
Penurunan fungsi ginjal yang progresif tetap berlangsung terus meskipun penyakit primernya
telah diatasi atau telah terkontrol. Hal ini menunjukkan adanya mekanisme adaptasi sekunder
yang sangat berperan pada kerusakan yang sedang berlangsung pada penyakit ginjal kronik.
Bukti lain yang menguatkan adanya mekanisme tersebut adalah adanya gambaran histologik
ginjal yang sama pada penyakit ginjal kronik yang disebabkan oleh penyakit primer apapun.
Perubahan dan adaptasi nefron yang tersisa setelah kerusakan ginjal yang awal akan
menyebabkan pembentukan jaringan ikat dan kerusakan nefron yang lebih lanjut. Demikian
seterusnya keadaan ini berlanjut menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan gagal ginjal
terminal.
14
Prerenal azotemia adalah penyebab gagal ginjal. Prerenal azotermia menyebab hipoperfusi.
Sekiranya hipoperfusi renal tidak ditangani ini akan menyebabkan berlakunya iskemik dan
seterunya menyebabkan gagal ginjal intrinsik.Penurunan perfusi boleh berlaku akibat dari
penurunan volume intravascular, perubahan tahanan vascular dan cardiac output yang
berkurang. penurunan volume intravascular dapat disebabkan oleh perdarahan,dehidrasi,
diuresis yang berlebihan sequestra ruang ekstravascular,pancreatitis,luka bakar, trauma dan
peritonitis.Perubahan tahanan vascular dapat berlaku secara sistematik dengan berlakunya
sepsis,anafilaksis,anastesi dan dan afterload-reducing-drug. ACE inhibitor akan menghalang
konstriksi arteriol efferent renal.Ini menyebabkan GFR menurun. Non steroid anti
inflammatory drugs(NSAID) menghalang vasodilatasi arteriol arrefent ginjal dengan
menginhibisi sinyal mediasi prostaglandin. Dengan demikian pada cirhosis dan gagal jantung
kongestif apabila prostaglandin digunakan untuk meningkatkan aliran darah ginjal,NSAIDs
akan memberi efek merosak. Epinefrin, norepinefrin, dopamin dosis tinggi, agen anestatik dan
siklosporin juga dapat menyebabkan vasokonstriksi. Stenosis arteri renal menyebabkan
peningkatan tahanan dan pengurangan perfusi ginjal.
Cardiac output yang rendah adalah keadaan dimana aliran darah arteri di renal rendah. Ini
berlaku pada shock,gagal jantung kongestif, emboli paru dan tomponade perikardial.
Patofisilogi postrenal adalah kerana obstruksi seperti adanya batu pada uretra, benign prostat
hipertrofi dan
15
8.Penatalaksanaan :
1. Pasien diberikan oksigen untuk menangani sesak nafas.
2. Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium
(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat diberikan
suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena
bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.
3. Rawat hipertensi dengan diet restriksi garam dan ubat antihipertensi seperti diuretik,
vasodilator dan ACE inhibitor.
4. Anemia- Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu
pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus
hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak.
Diet
1. Restriksi protein memperlahankan perkembangan kepada terjadinya End stage renal
failure (ESRF)
2. Restriksi garam dan air-Pada tahap lanjut gagal ginjal, ginjal tidak dapat mengadaptasi
perubahan besar pada pengambilan natrium. Pengambilan lebih dari 3-4 g/d dapat
menyebabkan edema, hypertensi, dan gagal jantung kongestif. Manakala pengambilan
kurang daring 1g/d dapat menyebabkan hipotensi. Untuk pasien non-dialisis yang
hampir ESRD direkomendasikan mengambil 2g/d natrium.
16
3. Restriksi Pottasium
4. Restriksi Fosforus.
5. Restriksi Magnesium
Dialisis
1. Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia,
dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang
belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG) Indikasi tindakan terapi
dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam
indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru
dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah
persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%.
Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah,
dan astenia berat
2. Peritoneal dialisis.
Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) diindikasi medik kepada pasien
anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah
menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan
mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting,
pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih
cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi
non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan
sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal
Transplantasi Ginjal
17
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG
kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan
transplantasi ginjal
9.Komplikasi :
1. Hiperkalemia
2. GangguanAsam-basa
3. Hipertension
4. Gagal jantung kongestif
5. Komplikasi neurologik
6. Gangguan metabolisme mineral
7. Gangguan endokrin
10. Pencegahan
Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai dilakukan pada
stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan yang telah terbukti
bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal dan kardiovaskular, yaitu pengobatan hipertensi
(makin rendah tekanan darah makin kecil risiko penurunan fungsi ginjal), pengendalian gula
darah, lemak darah, anemia, penghentian merokok, peningkatan aktivitas fisik dan
pengendalian berat badan (National Kidney Foundation, 2009).
18
11. Prognosis :
Kadar mortaliti lebih tinggi pada yang di dialisis. Kelainan jantung merupakan penyebab
kematian paling sering (48 %). Penyebab lain kematian seperti infeksi (14%), penyakit
serebrovascular (6%),dan keganasan (4%). Diabetis, umur, kadar serum albumin yang rendah,
status sosioekonomi yang rendah da dialisis yang tidak adekuat adalah penentu kematian
yang bermakna.
Pada mereka yang memerlukan dialisis untuk meneruskan hidup tetapi memilih untuk tidak
menjalani dialisis akan mati dalam beberapa hari atau beberapa minggu. Umumnya pasien
yang mengalami uremia dan hilang kesadaran lebih cenderung meninggal. Elektrolit yang
tidak stabil dapat menyebabkan aritmia. Volume overload dan dyspnea dapat ditatalaksanakan
dengan restriksi volume.
19
12.Kesimpulan :
Nefron merupakan salah satu komponen utama ginjal yang berfungsi menapis segala kotoran
dari tubuh manusia dab mereabsorbsi kembali molekul-molekul yang masih dibutuhkan.
Namun begitu, kerosakkan nefron merupakan irreversible dimana sel nefron adalah sel yang
tidak bisa berdegenerasi. Kegagalan ginjal kronik berpunca dari pelbagai etiologi seperti
hipertensi, diabetis dan glomerulonefritis. Kegagalan ginjal berfungsi menyebabkan pelbagai
komplikasi timbul terhadap tubuh seperti hipertensi, anemia, perikarditis, gagal jantung
kronik, hiperkalemia, asidosis metabolic, uremic enchepalophaty serta renal osteodystrophy.
Pengobatan secara obat-obatan tidak begitu spesifik melainkan retriksi diet ataupun dialysis
darah ataupun juga transplantasi ginjal kerana ginjal merupakan organ yang tidak bisa
berdiferensiasi. Umumnya prognosis tergantung kepada penanganan. Sekiranya ginjal cepat
ditransplantasi, maka pasien bisa kembali hidup normal.Sesak nafas,pitting
edema,oliguria,hipertensi dan disertai riwayat diabetis mellitus merupakan gejala gagal ginjal
kronik et causa diabetis mellitus.Hipotesis diterima.
20
Referensi:
1. Suzzane Watnick, MD, & Gail Morrison, MD, Chronic renal failure . Lange Current
Medical Diagnosis and Treatment 49th Ed. 2010 1551-1562
2. Karl Skorecki, Jacob Green, Barry M. Breener Chronic renal failure. Harrison’s
Principles of Internal Medicine 17th ed 2009. Vol. 2 877-883
3. Warrell, David A.; Cox, Timothy M.; Firth, John D.; Benz, Edward J., Chronic renal
failure Oxford Textbook of Medicine, 4 edition (September 15, 2005)
4. Chronic renal failure
http://emedicine.medscape.com/article/238798-overview
5. Chronic Kidney Disease (CKD) diunduh dari:http://www.kidney.org/kidneydisease/ckd/index.cfm pada 29/10/2010
6. Chronic renal failure
http://www.merck.com/mmpe/sec17/ch233/ch233c.html
7. Chronic Renal Failure (CRF) Overview, Types of Chronic Renal Failure
http://www.nephrologychannel.com/crf/index.shtml
21
22