s1 kepeawatan

41
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut laporan WHO, Indonesia menempati urutan ke empat terbesar dari jumlah penderita diabetes melitus dengan prevalensi 8,6% dari total penduduk sedangkan posisi urutan diatasnya yaitu India, China dan Amerika Serikat dan WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Senada dengan WHO, International Diabetes Foundation (IDF) pada tahun 2009 memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM dari 7 juta pada tahun 2009 menjadi 12 juta pada tahun 2030. Dari laporan tersebut menunjukkan peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030 (PERKENI, 2011). Laporan dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan (RISKESDAS) tahun 2013 menyebutkan terjadi peningkatan prevalensi pada penderita diabetes melitus yang diperoleh berdasarkan wawancara yaitu 1,1% pada tahun 2007 menjadi 1,5% pada tahun 2013 sedangkan prevalensi diabetes melitus berdasarkan diagnosis dokter atau gejala pada tahun 2013 sebesar 2,1% dengan prevalensi terdiagnosis dokter tertinggi pada daerah Sulawesi Tengah (3,7%) dan paling rendah pada daerah Jawa Barat (0,5%). Masih dari data RISKESDAS tersebut menyebutkan prevalensi dari penderita DM cenderung meningkat pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki dan terjadi peningkatan prevalensi penyakit diabetes melitus sesuai dengan pertambahan umur namun mulai umur ≥ 65 tahun cenderung menurun dan tersebut cenderung lebih tinggi bagi penderita yang tinggal diperkotaan dibandingkan dengan dipedesaan. Jika ditinjau dari segi pendidikan menurut RISKESDAS bahwa prevalensi diabetes melitus cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan tingkat pendidikan tinggi serta dengan kuintil indeks kepemilikan yang tinggi (RISKESDAS, 2013). Dari sekian banyak penderita DM sering terjadi masalah-masalah yang meliputi ketoacidosis diabetikum (DKA) koma non karosis heparosmolar (koma hiperglikemia), mikroangiopati, retinopati diabetika (gangguan ginjal yang diakibatkan karena penderita mengidap DM yang cukup lama). Retinopati diabetika dapat menyababkan beberapa bentuk kerusakan pada mata seperti katarak dan glaucoma atau meningkatnya tekanan pada bola mata, tetapi yang sering terjadi adalah bentuk retinopati yang menyebabkan kebutaan. 1

Upload: independent

Post on 24-Nov-2023

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut laporan WHO, Indonesia menempati urutan ke empat terbesar dari

jumlah penderita diabetes melitus dengan prevalensi 8,6% dari total penduduk

sedangkan posisi urutan diatasnya yaitu India, China dan Amerika Serikat dan WHO

memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun

2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Senada dengan WHO, International

Diabetes Foundation (IDF) pada tahun 2009 memprediksi kenaikan jumlah

penyandang DM dari 7 juta pada tahun 2009 menjadi 12 juta pada tahun 2030. Dari

laporan tersebut menunjukkan peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali

lipat pada tahun 2030 (PERKENI, 2011).

Laporan dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian

Kesehatan (RISKESDAS) tahun 2013 menyebutkan terjadi peningkatan prevalensi

pada penderita diabetes melitus yang diperoleh berdasarkan wawancara yaitu 1,1%

pada tahun 2007 menjadi 1,5% pada tahun 2013 sedangkan prevalensi diabetes

melitus berdasarkan diagnosis dokter atau gejala pada tahun 2013 sebesar 2,1%

dengan prevalensi terdiagnosis dokter tertinggi pada daerah Sulawesi Tengah (3,7%)

dan paling rendah pada daerah Jawa Barat (0,5%). Masih dari data RISKESDAS

tersebut menyebutkan prevalensi dari penderita DM cenderung meningkat pada

perempuan dibandingkan dengan laki-laki dan terjadi peningkatan prevalensi penyakit

diabetes melitus sesuai dengan pertambahan umur namun mulai umur ≥ 65 tahun

cenderung menurun dan tersebut cenderung lebih tinggi bagi penderita yang tinggal

diperkotaan dibandingkan dengan dipedesaan. Jika ditinjau dari segi pendidikan

menurut RISKESDAS bahwa prevalensi diabetes melitus cenderung lebih tinggi pada

masyarakat dengan tingkat pendidikan tinggi serta dengan kuintil indeks kepemilikan

yang tinggi (RISKESDAS, 2013).

Dari sekian banyak penderita DM sering terjadi masalah-masalah yang

meliputi ketoacidosis diabetikum (DKA) koma non karosis heparosmolar (koma

hiperglikemia), mikroangiopati, retinopati diabetika (gangguan ginjal yang

diakibatkan karena penderita mengidap DM yang cukup lama). Retinopati diabetika

dapat menyababkan beberapa bentuk kerusakan pada mata seperti katarak dan

glaucoma atau meningkatnya tekanan pada bola mata, tetapi yang sering terjadi adalah

bentuk retinopati yang menyebabkan kebutaan.

1

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas , maka penulisan mengambil rumusan masalah

sebagai berikut:

1. Apa definisi diabetes mellitus?

2. Bagaimana anatomi fisiologi diabetes mellitus?

3. Apa saja klasifikasi diabetes mellitus?

4. Apa etiologi diabetes mellitus?

5. Bagaimana patofisiologi diabetes mellitus?

6. Bagaimana manifestasi klinis diabetes mellitus?

7. Apa komplikasi diabetes mellitus?

8. Apa saja pemeriksaan penunjang diabetes mellitus?

9. Bagaimana penatalaksaan medis diabetes mellitus?

10. Bagaimana asuhan keperawatan berdasarkan kasus pada diabetes mellitus?

1.3 Tujuan Penulisan

Sesuai dengan permasalahan diatas, tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan

laporan pendahuluan ini adalah:

1. Mengetahui dan memahami definisi diabetes mellitus

2. Mengetahui dan memahami anatomi fisiologi diabetes mellitus

3. Mengetahui dan memahami klasifikasi dabetes mellitus

4. Mengetahui dan memahami etiologi diabetes mellitus

5. Mengetahui dan memahami patofisiologi diabetes mellitus

6. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis diabetes mellitus

7. Mengetahui dan memahami komplikasi diabetes mellitus

8. Mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang diabetes mellitus

9. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan medis diabetes mellitus

10. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan berdasarkan kasus pada diabetes

mellitus

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Diabetes Melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh

kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth,

2002). Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang

yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat

kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002). Diabetes Melitus

(DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolic akibat

gangguan hormonal’ yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal,

saraf dan pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan

dangan mikroskop elektron ( Arif Mansjoer dkk 2001)

Diabetes Melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis

termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Secara

klinis ditandai dengan hiperglikemia puasa, aterosklerotik dan mikroangiopati dan

neuropati (Sylfia A. Price dan Lorraine M. Wilson, 1995).

2.2 Anatomi Fisiologi

Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira – kira 15 cm,

lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata – rata 60 – 90

gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.

Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik

hewan maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada

lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan

yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian

ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis,

kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang

membentuk usus.

Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :

1. Sekresi enzim pencernaan ke dalam duodenum.

2. Pulau Langerhans yang tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi

3

insulin dan glukagon langsung ke darah.

Pulau – pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pamkreas

tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1 – 3 % dari berat total pankreas.

Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar

pulau langerhans yang terkecil adalah 50 , sedangkan yang terbesar 300 , terbanyak

adalah yang besarnya 100 – 225 . Jumlah semua pulau langerhans di pankreas

diperkirakan antara 1 – 2 juta.

Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu :

1. Sel – sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20 – 40 % ; memproduksi glikagon yang

manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like

activity “.

2. Sel – sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60 – 80 % , membuat insulin.

3. Sel – sel D ( delta ), jumlahnya sekitar 5 – 15 %, membuat somatostatin.

Masing – masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat

pewarnaan. Di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat

dan banyak mengandung pembuluh darah kapiler. Pada penderita DM, sel beha sering

ada tetapi berbeda dengan sel beta yang normal dimana sel beta tidak menunjukkan

reaksi pewarnaan untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi.

Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin

manusia. Molekul insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu

rantai A dan B. Kedua rantai ini dihubungkan oleh dua jembatan ( perangkai ), yang

terdiri dari disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30

asam amino. Insulin dapat larut pada pH 4 – 7 dengan titik isoelektrik pada 5,3.

Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan protein reseptor yang

besar di dalam membrana sel.

Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam butiran

berselaput yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi

efek umpan balik kadar glukosa darah pada pankreas. Bila kadar glukosa darah

meningkat diatas 100 mg/100ml darah, sekresi insulin meningkat cepat. Bila kadar

glukosa normal atau rendah, produksi insulin akan menurun.

Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan

hormon gastrointestina merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-beda.

Fungsi metabolisme utama insulin untuk meningkatkan kecepatan transport glukosa

melalui membran sel ke jaringan terutama sel – sel otot, fibroblas dan sel lemak.

4

2.3 Klasifikasi

a. Diabetes tipe 1 (Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) / Diabetes

Mellitus Tergantung Insulin (DMTI)).

Disebabkan oleh distruksi sel Beta pulau langerhans akibat proses auto

imun dan idiopatik.

b. Diabetes tipe 2 (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM)

/Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI).

Disebabkan kegagalan relatif sel beta dan resistensi insulin. Resistensi

Insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan

glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati.

Sel beta tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya

terjadi defisiensi insulin,ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi

insulin pada rangsangan glukosa maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan

perangsang sekresi insulin lain, berarti sel beta pankreas mengalami desentisisasi

terhadap glukosa.

c. Diabetes Melitus Gestasional (DMG).

Diabetes yang terjadi pada masa kehamilan, diabetes ini di anggap dari

peningkatan kebutuhan energi dan kadar estrogen dan hormon pertumbuhan yang

terus menerus tinggi selama kehamilan.

Klasifikasi Pada kaki Diabetik

1. Wagner ( 1983 ) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan , yaitu :

Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai

kelainan bentuk kaki seperti “ claw, callus “.

Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.

Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.

Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.

Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.

Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

2. Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren kaki menjadi dua

golongan :

5

1. Kaki Diabetik akibat Iskemia ( KDI )

Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya makroangiopati

(arterosklerosis ) dari pembuluh darah besar ditungkai, terutama di daerah betis.

Gambaran klinis KDI :

- Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat.

- Pada perabaan terasa dingin.

- Pulsasi pembuluh darah kurang kuat.

- Didapatkan ulkus sampai gangren.

2. Kaki Diabetik akibat Neuropati ( KDN )

Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari

sirkulasi. Klinis di jumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa,

oedem kaki, dengan pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik.

2.4 Etiologi

Etiologi diabetes mellitus American Diabet Association (1997) sesuai anjuran

PERKENI (Perkumpulan Endrokonologi Indonesia)

a. Diabetes tipe 1 (Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) / Diabetes

Mellitus Tergantung Insulin (DMTI). Disebabkan oleh distruksi sel Beta pulau

langerhans akibat proses auto imun dan idiopatik.

Faktor genetic

Penderita tidak mewarisi diabetes tipe itu sendiri, tetapi mewarisi suatu

predisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe1.

Faktor Imunologi

Destruksi autoimun sel beta yang dicetuskan oleh lingkungan, individu

dengan sensitivitas secara genetic tampaknya memberikan respon dengan

memproduksi antibody terhadap sel beta dan mengakibatkan berkurangnya

sekresi insulin yang dirangsang oleh glukosa. Terjadi peningkatan antibody

terhadap sel beta oulau langerhans yang ditunjukkan terhadap komponen

antigen tertentu dari sel beta. Kemungkinan individu pengidap DM tipe 1

memiliki kesamaan antigen antara sel beta pancreas mereka dengan virus

atau obat tertentu, sehingga sistem imun gagal mengenali bahwa sel

pancreas adalah selfbody. Obat-obatan kimia yang dapat meningkatkan

resiko diabetes seperti tiazid diuretik, interferon alpha dan beta blocker.

6

Faktor lingkungan

Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang

menimbulkan destruksi sel beta pancreas. Faktor lingkungan sangat erat

kaitannya dengan autoimun.

b. Diabetes tipe 2 (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) /Diabetes

Melitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI).

Disebabkan kegagalan relatif sel beta dan resistensi insulin. Resistensi

Insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan

glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati.

Sel beta tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya

terjadi defisiensi insulin,ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi

insulin pada rangsangan glukosa maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan

perangsang sekresi insulin lain, berarti sel beta pankreas mengalami desentisisasi

terhadap glukosa.

Penyebab dan Gejala dari  DM Tipe 2 :

1. Resistensi Insulin

Penurunan kemampuan insulin untuk bekerja secara efektif pada jaringan

target terutama otot dan liver merupakan gambaran utama DM tipe 2 dan

merupakan kombinasi antara faktor genetik dan obesitas. Resistensi insulin

bersifat relatif. Tingginya jumlah insulin yang dibutuhkan untuk menormalkan

kadar glukosa plasma menandakan penurunan sensitivitas dan respon  reseptor

insulin. Mekanisme pasti mengenai resistensi insulin pada DM tipe 2 belum

diketahui dengan pasti. Penurunan reseptor insulin dan aktivitas tirosin kinase

pada otot rangka merupakan efek sekunder hiperinsulinemia.

2. Gangguan Sekresi Insulin

Etiologi penurunan kapasitas sekresi insulin pada DM tipe 2 masih

belum jelas. Defek genetik sekunder diduga meningkatkan resistensi insulin

yang memicu kegagalan sel beta pankreas. Pulau polipeptida amiloid atau

amylin yang disekresikan oleh sel beta akan membentuk deposit amiloid fibrilar.

Deposit ini dapat ditemukan pada pasien yang telah lama menderita DM tipe 2.

3. Pola Makan yang Salah

7

Kurang gizi atau kelebihan berat badankeduanya meningkatkan resiko

terkena diabetes mellitus. Kurang gizi (malnutrisi) dapat merusak pankreas,

sedangkan berat badan lebih (obesitas) mengakibatkan gangguan kerja insulin

( resistensi insulin).

4. Peningkatan Produksi Glukosa Hepatik

Pada DM tipe 2, resistensi insulin pada liver merefleksikan kegagalan

hiperinsulinemia untuk menghambat glukoneogenesis sehingga terjadi

hiperglikemia pada keadaan puasa dan penurunan penyimpanan glikogen oleh

liver pada fase postprandial. Peningkatan produksi glukosa hepatik terjadi pada

awal sindrom diabetes.

5. Obesitas

80% dari penderita NIDDM adalah klien dengan riwayat obesitas.

c. Diabetes Melitus Gestasional (DMG).

Diabetes yang terjadi pada masa kehamilan, diabetes ini di anggap dari

peningkatan kebutuhan energi dan kadar estrogen dan hormon pertumbuhan yang

terus menerus tinggi selama kehamilan, hormon estrogen dan pertumbuhan

merangsang pengeluaran insulin dan dapat menyebabkan gambaran sekresi

belebihan insulin seperti DM tipe I.

8

2.5 Patofisiologi

9

2.6 Manifestasi Klinis

Menurut Askandar (1998) seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes Mellitus

apabila menderita dua dari tiga gejala yaitu

a. Keluhan TRIAS: Banyak minum, Banyak kencing dan Penurunan berat badan.

b. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl

c. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl

Sedangkan menurut Waspadji (1996) keluhan yang sering terjadi pada penderita

Diabetes Mellitus adalah: Poliuria, Polidipsia, Polifagia, Berat badan menurun,

Lemah, Kesemutan, Gatal, Visus menurun, Bisul/luka, Keputihan.

Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM

umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan

akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia

terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya

bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan

yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa

kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada

tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.

Secara umum gejala pada penderita diabetes adalah sebagai berikut Waspadji

(1996) :

- Polidipsi

Klien akan mudah merasa haus, hal ini disebabkan karena hiperglikemi akibat

transport glukosa ke intrasel menurun. Saat melebihi batas ambang ginjal, terjadi

glikosuria yang menyebabkan diuresis osmotik sehingga efek dalam sel mengalami

dehidrasi. Inilah yang memeberikan sinyal rasa haus berlebihan pada penderita

diabetes. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya

mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi

polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.

- Poliuri

Tingginya frekuensi berkemih sehingga hanya dalam satu malam dapat mencapai

20-30 kali.

10

- Poliphagi

Timbulnya keinginan untuk makan lebih banyak namun tidak disertai dengan

peningkatan berat badan. Rasa mudah lapar disebabkan oleh respon sel yang

kekurangan energi untuk melakukan metabolisme normal. Gejala yang biasa terjadi

pada hipoglikemia seperti sering merasa lapar ini umumnya tidak ada pada DM

usia lanjut.

- Penurunan Berat Badan

Hal ini disebabkan karena terjadi pembakaran protein dan lemak yang dapat

menurunkan berat badan.

- Kelemahan dan mengantuk

Kelemahan pada penderita diabetes dikarenakan oleh penurunan berat badan secara

drastis akibat terjadinya proses pembakaran lemak dan protein. Sedangkan

mengantuk umumnya tidak ditemukan pada DM usia lanjut.

- Kesemutan (Parestesia)

Pada dasarnya kesemutan merupakan suatu gejala dari gangguan sistem saraf

sensorik akibat rangsang listrik di sistem itu tidak tersalur secara penuh. Terjadi

hambatan atau kerusakan pembuluh-pembuluh darah. Akibatnya, darah yang

mengalir di ujung-ujung syaraf berkurang. Gejala yang dirasakan biasanya telapak

kaki terasa tebal, terkadang panas, dan kesemutan di ujung jari terus-menerus.

Kemudian dapat juga disertai rasa nyeri yang menikam, seperti ditusuk-tusuk di

ujung telapak kaki, terutama pada malam hari.

- Gatal-gatal

Rasa gatal timbul disebabkan oleh tingginya kadar gula dalam darah yang melebihi

batas normal sehingga dapat memicu terjadinya infeksi jamur dan iritabilitas ujung

syaraf atau kelainan metabolik pada kulit.

- Penglihatan kabur

11

Gangguan persepsi sensori berupa penglihatan kabur terjadi akibat gangguan

makrovaskular pada retina, sehingga menyebabkan perubahan sensori pandangan

kabur yang dirasakan oleh klien.

Keluhan umum pasien DM bisa saja tidak ditemukan secara jelas. Sebaliknya

yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif

kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan

patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari

kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering

muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada

tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar

sembuh dengan pengobatan lazim.

Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang

tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan

inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan,

akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak

terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.

2.7 Komplikasi

Komplikasi pada diabetes melitus adalah sebagai berikut (Kapita Selekta, 2002) :

1. Akut

- Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah komplikasi diabetes tipe 1. Hipoglikemia (kadar

glukosa darah yang abnormal rendah) terjadi apabila kadar gula darah turun

dibawah 50 hingga 60 mg/dl (2,7 hingga 3.3 mmol/L). keadaan ini dapat

terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan,

konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karenan aktivitas fisik yang

berat (Brunner & suddart,2001). Biasanya sering terjadi sebelum makan,

terutama jika menunda makan atau jika tidak makan makanan kecil.

Hipoglikemia tengah malam dapat terjadi karena memuncakkan NPH

malam hari atau insulin lente, terutama pada pasien yang tidak makan

makanan kecil sebelum tidur.(Brunner dan suddart ,2000)

- Hiperglikemi

12

Krisis hiperglikemia merupakan komplikasi akut yang dapat terjadi

pada diabetes Mellitus (DM), baik tipe 1 maupun tipe 2. Keadaan tersebut

merupakan komplikasi serius yang mungkin terjadi sekalipun pada DM

yang terkontrol baik. Dapat terbagi menjadi 2, yaitu hiperglikemia pre

diabetes dan hiperglikemia diabetes mellitus. Hiperglikemia pre diabetes

terjadi glukosa puasa dan toleransi glukosa terganggu, dengan kadar

glukosa plasma puasa 100-125 mg/dl dan kadar glukosa 2 jam setelah

glucose challenge sebesar 140-199 mg/dl. Sedangkan hiperglikemia

diabetes mellitus adalah dimana kadar glukosa plasma puasa sebesar ≥126

mg/dl dan kadar glukosa plasma 2 jam setelah glucose challenge ≥200

mg/dl.

Krisis hiperglikemia dapat terjadi dalam bentuk ketoasidosis

diabetik (KAD), status hiperosmolar hiperglikemik (SHH) atau kondisi

yang mempunyai elemen kedua keadaan diatas. KAD adalah keadaan yang

ditandai dengan asidosis metabolik akibat pembentukan keton yang

berlebihan, sedangkan SHH ditandai dengan hiperosmolalitas berat dengan

kadar glukosa serum yang biasanya lebih tinggi dari KAD murni

-Ketoasidosis

Ketoasidosis adalah salah satu komplikasi akut Diabetes Melitus yang

terjadi disebabkan karena kadar glukosa pada darah sangat tinggi. KAD

adalah keadaan yang ditandai dengan asidosis metabolik akibat

pembentukan keton yang berlebihan, sedangkan SHH ditandai dengan

hiperosmolalitas berat dengan kadar glukosa serum yang biasanya lebih

tinggi dari KAD murni. Kondisi ketoasidosis dapat terjadi kapan saja

terutama pada penderita Diabetes Melitus tipe 1. Berbeda dengan Diabetes

Melitus tipe 1, pada Diabetes Melitus tipe 2, ketoasidosis terjadi pada

keadaan-keadaan tertentu. Hal ini karena biasanya penderita Diabetes

Melitus tipe 2 lebih sering mengalami koma hiperosmolar non ketotik.

Acapkali terjadinya ketoasidosis diawali dari tidak patuhnya pada pola diet

yang telah ditetapkan. Disamping itu, ketoasidosis sering juga terpicu oleh

jarangnya para penderita untuk melakukan pemeriksaan kadar glukosa

darah serta kadar gula urin secara berkala.

13

- Hiperglikemi hiperosmolar non ketotik

Keadaan koma akibat dari komplikasi diabetes melitus di mana terjadi

gangguan metabolisme yang menyebabkan: kadar gula darah sangat tinggi,

meningkatkan dehidrasi hipertonik dan tanpa disertai ketosis serum, biasa

terjadi pada DM tipe II. Merupakan komplikasi akut dari diabetes melitus di

mana penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan

kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma.

Ini terjadi pada penderita diabetes tipe II.

2. Kronik

- Makro angiopati

Gangguan vaskularisasi pada pembuluh darah besar, pembuluh darah

jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak, aterosklerosis, gangren

ekstrimitas dan CVA.

- Mikroangiopati

Kerusakan pembuluh darah kecil misalnya mengenai pembuluh darah retina

dan dapat menyebabkan kebutaan. Nefropati diabetik dan neuropati

diabetik.

Neuropati diabetik

Menyebabkan insensitivitas atau hilangnya kemampuan untuk

merasakan nyeri, panas, dan dingin. Diabetes yang menderita neuropati

dapat berkembang menjadi luka, parut, lepuh, atau luka karena tekanan

yang tidak disadari akibat adanya insensitivitas. Apabila cedera kecil

ini tidak ditangani, maka akibatnya dapat terjadi komplikasi dan

menyebabkan ulserasi dan bahkan amputasi. neuropati juga dapat

menyebabkan deformitas.

Nefropati Diabetik

Nefropati diabetik adalah gangguan fungsi ginjal akibat

kebocoran selaput penyaring darah. Sebagaimana diketahui, ginjal terdiri

dari jutaan unit penyaring (glomerulus). Setiap unit penyaring memiliki

membran/selaput penyaring. Kadar gula darah tinggi secara perlahan

akan merusak selaput penyaring ini. Gula yang tinggi dalam darah akan

bereaksi dengan protein sehingga mengubah struktur dan fungsi sel,

termasuk membran basal glomerulus. Akibatnya, penghalang protein

14

rusak dan terjadi kebocoran protein ke urin (albuminuria). Hal ini

berpengaruh buruk pada ginjal. Menurut situs Nephrology Channel,

tahap situs Nephrology Channel, tahap mikroalbuminuria ditandai

dengan keluarnya 30 mg albumin dalam urin selama 24 jam. Jika

diabaikan, kondisi ini akan berlanjut terus sampai tahap gagal ginjal

terminal. Karena itu, penderita diabetes harus diperiksa kadar

mikroalbuminurianya setiap tahun.

Penderita diabetes tipe 1 secara bertahap akan sampai pada

kondisi nefropati diabetik atau gangguan ginjal akibat diabetes. Sekitar

lima sampai 15 persen diabetes tipe 2 juga berisiko mengalami kondisi

ini. Gangguan ginjal, menyebabkan fungsi ekskresi, filtrasi dan

hormonal ginjal terganggu. Akibat terganggunya pengeluaran zat-zat

racun lewat urin, zat racun tertimbun di tubuh. Tubuh membengkak dan

timbul risiko kematian.

- Sepsis

Infeksi yang terjadi pada seluruh tubuh dengan penyebaran melalui

peredaran darah, sepsis pada diabetes biasanya terjadi akibat gangren

diabetik yang tidak ditangani secara cepat dan tepat.

2.8 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :

a. Pemeriksaan darah

Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan

dua jam post prandial > 200 mg/dl.

b. Urine

Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pada pemeriksaan urine

dapat diketahui ureum, kreatinin, SGOT dan SPGT.Pemeriksaan dilakukan dengan

cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine :

hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan dengan pemerikaan glukosa darah sewaktu

dan kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa

oral (TTGO) standar.

Kadar gukosa darah puasa dan acak dengan metode enzymatik sebagai patokan

penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)

15

a. Kadar glukosa darah sewaktu

- Plasma vena : <100 = bukan DM

100 – 200 = belum pasti DM

>200 = DM

- Darah kapiler : <80 = bukan DM

80 – 100 = belum pasti DM

> 200 = DM

b. Kadar glukosa darah puasa

- Plasma vena : <110 = bukan DM

110 – 120 = belum pasti DM

> 126 = DM

- Darah kapiler : <90 = bukan DM

90 – 110 = belum pasti DM

> 110 = DM

c. Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali

pemeriksaan :

1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)

2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)

3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah

mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl.

2.9 Penatalaksanaan

Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas

insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler

serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar

glukosa darah normal. Tujuan penatalaksanaan DM untuk jangka pendek adalah

menghilangkan keluhan / gejala DM. Tujuan jangka panjang adalah untuk mencegah

komplikasi. Tujuan tersebut dilaksanakan dengan cara menurunkan kadar glukosa,

lipid dan insulin. Untuk memudahkan terapinya, tujuan tersebut adalah kegiatan,

dilaksanakan dalam bentuk pengelolaan pasien holistik dan mengajarkan kegiatan

mandiri, pelaksanaannya dengan :

16

1. Perencanaan makan / diit (meal planning).

Jenis makanan yang harus anda ikuti ketika menderita diabetes bukan berarti

menyangkal makanan yang tersaji di depan anda. Tetapi yang di maksud adalah

makanan yang sehat bagi anda, dan menolak makanan yang tidak baik. Sebenarnya

al in merupakan nasehat yang di berikan ahli bagi setiap orang tanpa peduli

menderita diabetes atau tidak. Perbedaan bahwa makanan sehat dapat membuat

sehat seluruh tubuh dan keadaan baik itu akan lebih berharga saat anda terkena

dibetes, selain untuk hasil pengobatan yang efektif.

a. Jumlah kalori tepat

Pasien kurus diet 2100-2500 kalori

Pasien sedang diet 1700-1900 kalori

Pasien gemuk diet 1100-1500 kalori

b. Makanan yang mengandung serat tinggi, misalnya : sayur-sayuran dan buah

c. Komposisi makanan : Protein 15-20 %, lemak 20-25 %, karbohidrat 60-70 %.

d. Gula dan produk lain dari gula tidak dianjurkan.

1) Syarat diet DM hendaknya dapat:

1) Memperbaiki kesehatan umum penderita

2) Mengarahkan pada berat badan normal

3) Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda

4) Mempertahankan kadar KGD normal

5) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik

6) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.

7) Menarik dan mudah diberikan

2) Prinsip diet DM, adalah:

1) Jumlah sesuai kebutuhan

2) Jadwal diet ketat

3) Jenis: boleh dimakan/tidak

3) Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan

kandungan kalorinya.

1) Diit DM I : 1100 kalori

2) Diit DM II : 1300 kalori

3) Diit DM III : 1500 kalori

17

4) Diit DM IV : 1700 kalori

5) Diit DM V : 1900 kalori

6) Diit DM VI : 2100 kalori

7) Diit DM VII : 2300 kalori

8) Diit DM VII : 2500 kalori

Diit I s/d II : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk

Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan

normal

Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja,

atau diabetes komplikasi.

4) Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman

3 J yaitu:

J I : jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah

J II : jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya.

J III : jenis makanan yang manis harus dihindari

Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh

status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung

Percentage of relative body weight (BBR= berat badan normal) dengan rumus:

BB (Kg)BBR = X 100 % TB (cm) – 100

1) Kurus (underweight) : BBR < 90 %

2) Normal (ideal) : BBR 90 – 110 %

3) Gemuk (overweight) : BBR > 110 %

4) Obesitas, apabila : BBR > 120 %

- Obesitas ringan : BBR 120 – 130 %

- Obesitas sedang : BBR 130 – 140 %

- Obesitas berat : BBR 140 – 200 %

- Morbid : BBR > 200 %

Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita

DM yang bekerja biasa adalah:

1) kurus : BB X 40 – 60 kalori sehari

2) Normal : BB X 30 kalori sehari

18

3) Gemuk : BB X 20 kalori sehari

4) Obesitas : BB X 10-15 kalori sehari

2. Aktivitas fisik/ Latihan Jasmani

Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah:

a. Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan setiap 1

½ jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita

dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan

sensitivitas insulin dengan reseptornya.

b. Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore

c. Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen

d. Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein

e. Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang

pembentukan glikogen baru

f. Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran

asam lemak menjadi lebih baik.

g. Memperbaiki sel-sel tubuh dan pemakaian glukosa oleh sel tubuh menjadi

baik.

h. Latihan jasmani yang disenangi dapat meningkatkan kebugaran tubuh dan otot-

otot besar.

i. Dilakukan sesudah makan 3-5 kali seminggu.

j. Jenis olahraga : Jalan, jogging, berenang dan bersepeda

3. Health Education

Sangat perlu untuk motivasi pasien dalam pelaksanaan Diabetes Millitus dan

tidak terjadi komplikasi. Pengetahuan yang perlu diberikan antara lain :

- Pengertian DM dan komplikasi

- Penatalaksanaan DM

- Perencanaan makan

- Latihan jasmani/olahraga

- Monitoring kadar gula darah

- Perawatan kaki

4. Obat-obatan

19

a. Diberikan bila perencanaan makan dan latihan jasmani tidak menurunkan kadar

gula darah

b. Jenis obat hiperglikemi oral dan insulin

1. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)

a) Mekanisme kerja sulfanilurea

- kerja OAD tingkat prereseptor :

pankreatik, ekstra pancreas

- kerja OAD tingkat reseptor

b) Mekanisme kerja Biguanida

Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain

yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:

1) Biguanida pada tingkat prereseptor ekstra pankreatik

- Menghambat absorpsi karbohidrat

- Menghambat glukoneogenesis di hati

- Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin

2) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin

3) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler

2. Insulin

a) Indikasi penggunaan

insulin

1. DM tipe I

2. DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD

3. DM kehamilan

4. DM dan gangguan faal hati yang berat

5. DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)

6. DM dan TBC paru akut

7. DM dan koma lain pada DM

8. DM operasi

9. DM patah tulang

10. DM dan underweight

11. DM dan penyakit Graves

b) Beberapa cara pemberian

insulin

20

(1) Suntikan insulin subkutan

Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam,

sesudah suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan

tergantung pada beberapa factor antara lain:

(a) lokasi suntikan

ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yitu dinding

perut, lengan, dan paha. Dalam memindahkan suntikan (lokasi)

janganlah dilakukan setiap hari tetapi lakukan rotasi tempat

suntikan setiap 14 hari, agar tidak memberi perubahan kecepatan

absorpsi setiap hari.

(b) Pengaruh latihan pada absorpsi insulin

Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan

dalam waktu 30 menit setelah suntikan insulin karena itu

pergerakan otot yang berarti, hendaklah dilaksanakan 30 menit

setelah suntikan.

(c) Pemijatan (Masage)

Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin.

(d) Suhu

Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan

mempercepat absorpsi insulin.

(e) Dalamnya suntikan

Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin

dicapai. Ini berarti suntikan intramuskuler akan lebih cepat

efeknya daripada subcutan.

(f) Konsentrasi insulin

Apabila konsentrasi insulin berkisar 40 – 100 U/ml, tidak

terdapat perbedaan absorpsi. Tetapi apabila terdapat penurunan

dari u –100 ke u – 10 maka efek insulin dipercepat.

(2) Suntikan intramuskular dan intravena

Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma diabetik

atau pada kasus-kasus dengan degradasi tempat suntikan subkutan.

Sedangkan suntikan intravena dosis rendah digunakan untuk terapi

koma diabetik.

21

5. Operasi

Cangkok pankreas. Pendekatan terbaru untuk cangkok pancreas

adalah segmental dari donor hidup saudara kembar identik

(Tjokroprawiro, 1992).

22

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

Ny H berusia 42 tahun dibawa keluarganya ke RS. Bina Sehat tanggal 25 April

2015 dengan keluhan sering BAK 10-15x/hari, kesemutan pada kedua kaki, Mudah merasa

haus dan sering mual muntah. cepat lelah sejak dua minggu yang lalu. Klien sering buang

air kecil pada malam hari sehingga klien sering terbangun pada malam hari dan

mengganggu tidurnya. Klien mengatakan pandangannya kabur. Saat hamil, klien

mengalami diabetes kehamilan dan memiliki riwayat hipertensi. Dari pengkajian di dapat

BB awal 85 kg, dan BB akhir 73 kg TD : 140/100 mmHg, N: 135x/menit, RR : 25

x/menit, suhu : 36,8 ̊̊C. Hasil tes GDA : 355. Diagnosa medis : Diabetes Melitus tipe II.

3.1 PENGKAJIAN

I. Identitas Klien

Nama : Ny H

Usia : 42 Tahun

Suku bangsa : Jawa

Alamat : Pacet, Mojokerto

Tgl. MRS : 25 april 2015

Diagnosa Medis : Diabetes mellitus tipe II

3.2 RIWAYAT KEPERAWATAN

a. Keluhan Utama

Klien mengeluh sering BAK

b. Riwayat Penyakit Dahulu

Klien mempunyai riwayat hipertensi

c. Riwayat Keluarga

Keluarga tidak memiliki riwayat diabetes

d. Riwayat Penyakit Sekarang

Klien datang dengan keluhan sering BAK 10-15x/hari, kesemutan pada kedua kaki,

Mudah merasa haus dan sering mual muntah. cepat lelah sejak dua minggu yang

lalu. Klien sering buang air kecil pada malam hari sehingga klien sering terbangun

23

pada malam hari dan mengganggu tidurnya. Klien mengatakan pandangannya

kabur.

3.3 PEMERIKSAAN FISIK

a. Keadaan Umum :

Kesadaran compos mentis, GCS 4-5-6 tampak lemah

b. Tanda-tanda vital

Suhu : 36,8 0C

Nadi : 135 X/menit.

Tekanan darah : 140/100 mmHg.

RR : 25 x/menit

Berat badan awal : 85 kg

Berat badan akhir : 73 kg

c. Pemeriksaan Fisik B1-B6

1. Breath (1)

Inspeksi : Dada simetris, tidak ada pernafasan cuping hidung dan tidak ada

bantuan otot pernafasan, RR= 25x/menit

Palpasi : Vocal fremitus kanan kiri sama

Perkusi : Sonor

Auskultasi : Vesikuler pada kedua lapang paru, tidak ada suara napas tambahan

ronchi dan wheezing

2. Blood (B2)

Inspeksi : Tidak terlihat distensi vena jugularis,

Palpasi : Nadi = 135x/menit

Auskultasi : TD = 140/100 mmHg

3. Brain (B3)

Inspeksi : composmentis, GCS 4-5-6

4. Bladder (B4)

Inspeksi :Terpasang kateter, Frekuensi BAK 10-15x/hari, warna kuning

kecoklatan, bau khas amoniak

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada kandung kemih

24

5. Bowel (B5)

Inspeksi : Simetris, tidak ada luka bekas post-op

Auskultasi : Bising usus 8x/menit,

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan abdomen

Perkusi : Suara hipertimpani abdomen, distensi abdomen

6. Bone (B6)

Inspeksi : Kulit kering, penurunan tonus otot, terpasang Infus pada tangan

bagian kiri. Tidak ada ulkus pada ekstrimitas.

Palpasi : Turgor kulit menurun.

d. Pemeriksaan penunjang

Hasil Harga normal Keterangan

Laboratorium : SGOT 45 5 – 34 U/L Tinggi

SGBT 68 10 – 35 U/L Tinggi

Kolesterol

Traekstrigliserida

150

301

0 – 240 mg/DL

30 – 200 mg/DL

Normal

Tinggi

Uric acid 10,6 3,5 – 7,2 ml/DL Tinggi

3.4 ANALISA DATA

Data Etiologi Problem

DS: klien mengatakan sering

BAK

Klien mengatakan merasa

mudah haus

DO: frekuensi BAK : 10-

15x/hari

Turgor kulit menurun

Suhu : 36,8 0C

Nadi : 135 X/menit.

Tekanan darah :

Pola hidup buruk, diet tidak

seimbang, tinggi karbo

Defisiensi insulin

DM tipe II

Hambatan transport glukosa

ke intra sel

Kekurangan volume cairan

25

140/100 mmHg.

RR : 25 x/menit

Hiperglikemi

glikosuria

diuresis osmotik

poliuri

respon sel tubuh

dehidrasi

DS : klien mengeluh

penglihatan kabur

DO : visus dengan snellen

card kurang dari 6m

Suhu : 36,8 0C

Nadi : 135 x/menit.

Tekanan darah :140/100

mmHg.

RR : 25 x/menit

Peningkatan Glukagon

glukoneogenesis

Hipermetabolisme

Peningkatan metabolisme

lemak

ketogenesis

ketonemia

penurunan konsentrasi pH

respon sistemik, malaise

Mual, muntah

Intake nutrisi tidak adekuat

Nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh

26

DS: klien mengatakan pola

tidurnya terganggu karena

sering terbangun pada malam

hari karena sering BAK

DO:

Lingkar hitam pada mata

Suhu : 36,8 0C

Nadi : 135 x/menit.

Tekanan darah :140/100

mmHg.

RR : 25 x/menit

Pola hidup buruk, diet tidak

seimbang, tinggi karbo

Defisiensi insulin

DM tipe II

Hambatan transport glukosa

ke intra sel

Hiperglikemi

glikosuria

diuresis osmotik

poliuri

Terjadi pada malam hari

(nokturia)

Gangguan pola tidur

DS : klien mengeluh

penglihatannya kabur

DO :

- Visus dengan snellen card

kurang dari 6m

- Klien perlu bantuan orang

lain saat berjalan

- TTV

Suhu : 36,8 0C

Nadi : 135 x/menit.

Tekanan darah :140/100

mmHg.

RR : 25 x/menit

Pola hidup buruk, diet tidak

seimbang, tinggi karbo

Defisiensi insulin

DM tipe II

Hambatan transport glukosa

ke intra sel

Hiperglikemi

viskositas darah meningkat

Resiko tinggi cedera

27

aliran darah lambat

gangguan mikrovaskular

Gangguan pembuluh darah

mata

Retinopati

Gangguan penglihatan

Resiko tinggi cedera

3.5 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.

2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan, status

hipermetabolisme, penurunan masukan oral.

3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nokturia

4. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan perubahan sensori perceptual

3.6 INTERVENSI

NO DX TUJUAN DAN

KH

INTERVENSI RASIONAL

1. Kekurangan

volume cairan

berhubungan

dengan deurisis

osmotik

Tujuan :

setelah

dilakukan

tindakan

keperawatan

selama 2x24 jam

di harapkan

kebutuhan

1. Observasi tanda-

tanda vital.

2. Berikan

pengawasan

secara ketat

tentang lama dan

frekuensi urin

berlebihan,

1. Penurunan volume

cairan darah atau

hipovolemik akibat

diuresis osmosis

dapat

dimanifestasikan

oleh hipotensi,

takikardi, nadi

28

volume cairan

klien terpenuhi

KH :

klien

menunjukkan

hidrasi yang

adekuat di

buktikan oleh

ttv stabil,nadi

perifer dapat di

raba, tugor kulit

dan pengisian

kapiler baik,

haluaran urin

normal dan

kadar elektrolit

dalam batas

normal.

adanya mual

muntah serta

distensi

abdomen.

3. Observasi turgor

kulit dan

kelembapan

membrane

mukosa.

4. Pantau masukan

cairan dan

pengeluaran urin

monitor intake

dan urin output

setiap 8 jam.

5. Pertahankan

untuk

memberikan

cairan (1500-

2500 ml) atau

dalam batas

yang dapat

ditoleransi

jantung jika

pemasukan

cairan melalui

oral sudah dapat

diberikan.

6. Tingkatkan

lingkungan yang

dapat

memberikan rasa

nyaman, berikan

selimut tipis

teraba lemah.

2. Membantu dalam

memperkirakan

kekurangan volume

total. Semakin tinggi

lama dan frekuensi

haluaran urin maka

semakin banyak

resiko kehilangan

cairan. Kekurangan

cairan dan elektrolit

dapat mengubah

motilitas lambung.

3. Penurunan turgor

kulit sebagai

indicator penurunan

volume cairan pada

sel

4. Memberikan

perkiraan kebutuhan

cairan pengganti dan

fungsi ginjal

5. Mempertahankan

komposisi cairan

dalam tubuh,

volume sirkulasi dan

menghindari over

lead jantung

6. Menghindari

pemanasan yang

berlebihan terhadap

klien yang dapat

29

sesuai

kebutuhan.

7. Kolaborasi :

a. Berikan

terapi cairan

IV normal

salin

b. Pantau

pemeriksaan

laboratorium

seperti Ht,

BUN,

Osmolalitas

darah,

Natrium, dan

Kalium

meningkatkan

kehilangan cairan.

7. a) Memenuhi

kebutuhan cairan

dalam tubuh sesuai

indikasi

b) Ht : Pengawasan

tingkat hidrasi dan

seringkali meningkat

akibat hemokosentrasi

yang terjadi setelah

diuresisi osmotik.

c) BUN : Peningkatan

nilai dapat

mencerminkan

kerusakan sel karena

dehidrasi atau tanda

awitan kegagalan

ginjal.

Osmolalitas darah :

Meningkat sehubungan

dengan adanya

hiperglikemia dan

dehidrasi.

Natrium : Kadar

natrium yang tinggi

mencerminkan

kehilangan cairan berat.

Kalium : sebagai

deteksi terjadinya

hiperkalemi sebagai

respon dari asidosis.

30

2. Perubahan

nutrisi : kurang

dari kebutuhan

tubuh

berhubungan

dengan

ketidakcukupan

insulin penurunan

masukan oral,

status

hipermetabolisme

.

Tujuan: setelah

dilakukan

tindakan

keperawatan

selama 2x24

jm diharapkan

Kebutuhan

nutrisi klien

terpenuhi.

KH :

Klien dapat

mencerna

nutrisi yang

tepat .

Berat badan

ada

penambaha

n kearah

rentang

1. Timbang berat

badan setiap hari

atau sesuai

indikasi.

2. Tentukan

program diet dan

pola makan klien

dan bandingkan

dengan makanan

yang dapat

dihabiskan oleh

klien.

3. Identifikasi

makanan yang

disukai/dikehend

aki termasuk

kebutuhan

etnik/kultural.

4. Berikan makanan

cair dengan

nutrien seimbang

dan elektrolit

segera jika klien

sudah dapat

mentoleransinya

melalui

pemberian cairan

melalui oral.

5. Libatkan

keluarga klien

pada perencanaan

makan sesuai

indikasi.

6. Kolaborasi :

1. Mengkaji

pemasukan makanan

yang adekuat

(termasuk absorbsi

dan utilisasinya).

2. Mengidentifikasi

kekurangan dan

penyimpangan dari

kebutuhan

terapeutik.

3. Jika makanan yang

disukai klien dapat

dimasukkan dalam

perencanaan makan,

kerjasama ini dapat

diupayakan setelah

pulang.

4. Pemberian makanan

oral lebih baik jika

kesadaran dan

fungsi GI klien baik

5. Meningkatkan rasa

keterlibatannya;

memberikan

informasi pada

keluarga untuk

memahami nutrisi

klien.

6. Insulin reguler

memiliki awitan

cepat dan karenanya

dengan cepat pula

dapat membantu

memindahkan

31

Berikan

pengobatan

insulin secara

teratur sesuai

indikasi.

glukosa ke dalam

sel.

3. Gangguan pola

tidur berhubungan

dengan nokturia.

Tujuan : pola

tidur dapat

terpenuhi dalam

waktu 2x24 jam

KH :

Klien terlihat

tenang

Tidur

terpenuhi ±

10-11

jam/hari

Tidak

terbangun

pada malam

hari

1. Ciptakan

lingkungan yang

tenang.

2. Pasang pemper

sebelum tidur.

3. Hindarkan

makanan yang

banyak

mengandung air.

4. Kolaborasi

dengan tim medis

dalam pemberian

terapi.

1. Lingkungan yang

tenang dapat

mempermudah tidur.

2. Antisipasi apabila

klien ngompol.

3. Dapat

memperbanyak

produksi urin.

4. Pemberian obat

yang tepat dapat

mempercepat proses

penyembuhan.

4. Resiko tinggi

cedera

berhubungan

dengan perubahan

sensori perseptual

Tujuan : setelah

di lakukan

tindakan

keperawatan

2x24 jam klien

tidak mengalami

injury

KH : klien dapat

memenuhi

kebutuhannya

tanpa

1. Lindungi klien

dari cidera

(gunakan

pengikat) ketika

tingkat kesadaran

klien terganggu.

Berikan bantalan

lunak pada pagar

tempat tidur dan

berikan jalan

napas buatan

yang lunak jika

1. Klien mengalami

disorientasi

merupakan awal

kemungkinan

timbulnya cedera,

terutama malam hari

dan perlu

pencegahan sesuai

indikasi. Munculnya

kejang perlu

diantisipasi untuk

mencegah trauma

32

mengalami

injury

pasien

kemungkinan

mengalami

kejang.

2. Evaluasi lapang

pandang

penglihatan

sesuai indikasi.

3. Selidiki adanya

parestesia, nyeri,

atau kehilangan

sensori pada

paha/kaki. Lihat

adanya ulkus,

daerah

kemerahan,

tempat-tempat

tertekan,

kehilangan

denyut nadi

perifer.

4. Berikan tempat

tidur yang

lembut. Pelihara

kehangatan

kaki/tangan,

hindari terpajan

terhadap air

panas atau dingin

atau penggunaan

bantalan/pemanas

5. Bantu klien

dalam ambulasi

atau perubahan

fisisk, aspirasi dsb.

2. Edema/lepasnya

retina, hemoragis,

katarak, atau

paralisis otot

ekstraokukler

sementara

mengganggu

penglihatan yang

memerlukan terapi

korektif dan/atau

perawatan

penyokong.

3. Neuropati perifer

dapat

mengakibatkan rasa

tidak nyaman yang

berat, kehilangan

sensasi

sentuh/distorsi yang

mempunyai resiko

tinggi terhadap

kerusakan kulit dan

gangguan

keseimbangan.

4. Meningkatkan rasa

nyaman dan

menurunkan

kemungkinan

kerusakan kulit

karena panas.

5. Meningkatkan rasa

nyaman klien

terutama ketika rasa

33

posisi.

6. Bantu dengan

memblok saraf

setempat,

mempertahankan

unit TENS.

keseimbangan

dipengaruhi.

6. Dapat memberikan

rasa nyaman yang

berhubungan dengan

neuropati.

3.7 IMPLEMENTASI

TANGGAL WAKTU DIAGNOSA KEPERAWATAN

IMPLEMENTASI

25 April 2015 09.00 Kekurangan volume

cairan berhubungan

dengan deurisis osmotik

1. Mengobservasi tanda-tanda

vital

2. Mengobservasi frekuensi

urin berlebihan, adanya mual

muntah serta distensi

abdomen

3. Mengobservasi turgor kulit

dan kelembapan membrane

mukosa

4. Memantau masukan cairan

dan pengeluaran urin monitor

intake dan urin output setiap

8 jam

5. Pertahankan untuk

memberikan cairan (1500-

2500 ml) atau dalam batas

yang dapat ditoleransi

jantung jika pemasukan

cairan melalui oral sudah

dapat diberikan.

6. Meningkatkan kenyamanan

lingkungan seperti

memberikan selimut tipis

sesuai kebutuha

34

7. Kolaborasi :

a. Berikan terapi cairan IV

normal salin

b. Pantau pemeriksaan

laboratorium seperti Ht,

BUN, Osmolalitas darah,

Natrium, dan Kalium

25 April 2015 09.00 Perubahan nutrisi : kurang

dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan

ketidakcukupan insulin

penurunan masukan oral,

status hipermetabolisme

1. Menimbang berat badan

setiap hari atau sesuai

indikasi.

2. Menentukan program diet

dan pola makan klien dan

bandingkan dengan makanan

yang dapat dihabiskan oleh

klien.

3. Mengidentifikasi makanan

yang disukai/dikehendaki

termasuk kebutuhan

etnik/kultural.

4. Memberikan makanan cair

dengan nutrien seimbang dan

elektrolit segera jika klien

sudah dapat mentoleransinya

melalui pemberian cairan

melalui oral.

5. Melibatkan keluarga klien

pada perencanaan makan

sesuai indikasi.

6. Kolaborasi :

Memberikan pengobatan insulin secara teratur sesuai indikasi.

25 April 2015 09.00 Gangguan pola tidur

berhubungan dengan

nokturia.

1. Menciptakan lingkungan

yang tenang.

2. Memasang pemper sebelum

35

tidur.

3. Menghindarkan makanan

yang banyak mengandung

air.

4. Kolaborasi dengan tim medis

dalam pemberian terapi.

25 April 2015 09.00 Resiko tinggi cidera

berhubungan dengan

perubahan sensori

perceptual.

1. memberikan bantalan lunak

pada pagar tempat tidur dan

berikan jalan napas buatan

yang lunak jika pasien

kemungkinan mengalami

kejang dan terjadi penurunan

kesadaran.

2. Mengevaluasi lapang

pandang penglihatan sesuai

indikasi.

3. Observasi adanya parestesia,

nyeri, kehilangan sensori

pada paha/kaki, adanya

ulkus, daerah kemerahan,

tempat-tempat tertekan,

kehilangan denyut nadi

perifer.

4. Memberikan tempat tidur

yang lembut, memelihara

kehangatan kaki/tangan,

menghindari terpajan

terhadap air panas atau

dingin atau penggunaan

bantalan/pemanas.

5. Membantu klien dalam

ambulasi atau perubahan

posisi.

36

6. Membantu dengan memblok

saraf setempat,

mempertahankan unit TENS.

3.8 EVALUASI

DIAGNOSA

KEPERAWATAN

JAM EVALUASI Paraf

1.Kekurangan volume

cairan berhubungan

dengan deurisis

osmotik

25 April 2015

23.00 WIB

S =

Klien mengatakan frekuensi BAK

berkurang

O =

- Turgor kulit meningkat

- Frekuensi BAK 5-6x/hari

- Kesadaran composmentis

- Membran mukosa tidak kering

- TTV :

S : 36,5 0C

N : 110x/mnt, teratur

TD : 130/95 mmHg

RR : 22 x/mnt

A = Masalah teratasi

P = Intervensi Dihentikan

Suhu : 36,8

Nadi : 135 X/menit.

Tekanan darah : 140/100

mmHg.

RR : 25 x/menit

2. Nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh

berhubungan dengan

ketidakcukupan

26 April 2015

16.00 WIB

S =

Klien mengatakan tidak mual

O =

37

insulin penurunan

masukan oral, status

hipermetabolisme

- Kesadaran composmentis

- Klien tidak muntah

- Tidak terjadi penurunan BB

- Peningkatan tonus otot

- TTV :

S : 36,5 0C

N : 95x/mnt, teratur

TD : 135/95 mmHg

RR : 21 x/mnt

A = Masalah teratasi

P = Intervensi Dihentikan

1. 3. 3. Gangguan

pola tidur

berhubungan

dengan nokturia

26 April 2015

16.00 WIB

S =

Klien mengatakan frekuensi BAK

berkurang

Klien mengatakan dapat tidur nyenyak

O =

- Kesadaran composmentis

- Keadaan umum baik

- Lingkar hitam pada mata

Klien berkurang

- Klien tidak tebangun pada malam hari

- TTV :

S : 36,5 0C

N : 90x/mnt, teratur

TD : 135/90 mmHg

RR : 22 x/mnt

A = Masalah teratasi

P = Intervensi Dihentikan

2. 3 4. Resiko

tinggi cedera

berhubungan

dengan

25 April 2015

16.15 WIB

S =

Klien mengatakan frekuensi BAK

berkurang

Klien mengatakan dapat tidur nyenyak

38

perubahan

sensori

O =

- Kesadaran composmentis

- Keadaan umum baik

- Klien dapat memenuhi kebutuhannya

tanpa mengalami cedera

- Klien dapat berorientasi dengan

lingkungan

- TTV :

S : 36,2 0C

N : 95x/mnt, teratur

TD : 130/95 mmHg

RR : 19 x/mnt

A = Masalah teratasi

P = Intervensi Dihentikan

39

40

DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer dkk. 19., Kapita selekta kedokteran. Media Aesculapius. Jakarta: FKUI.

Arjatmo Tjokronegoro, dkk. 1996. Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Jakarta: FKUI.

Doengoes Marillyn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

41