s1 kepeawatan
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut laporan WHO, Indonesia menempati urutan ke empat terbesar dari
jumlah penderita diabetes melitus dengan prevalensi 8,6% dari total penduduk
sedangkan posisi urutan diatasnya yaitu India, China dan Amerika Serikat dan WHO
memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun
2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Senada dengan WHO, International
Diabetes Foundation (IDF) pada tahun 2009 memprediksi kenaikan jumlah
penyandang DM dari 7 juta pada tahun 2009 menjadi 12 juta pada tahun 2030. Dari
laporan tersebut menunjukkan peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali
lipat pada tahun 2030 (PERKENI, 2011).
Laporan dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian
Kesehatan (RISKESDAS) tahun 2013 menyebutkan terjadi peningkatan prevalensi
pada penderita diabetes melitus yang diperoleh berdasarkan wawancara yaitu 1,1%
pada tahun 2007 menjadi 1,5% pada tahun 2013 sedangkan prevalensi diabetes
melitus berdasarkan diagnosis dokter atau gejala pada tahun 2013 sebesar 2,1%
dengan prevalensi terdiagnosis dokter tertinggi pada daerah Sulawesi Tengah (3,7%)
dan paling rendah pada daerah Jawa Barat (0,5%). Masih dari data RISKESDAS
tersebut menyebutkan prevalensi dari penderita DM cenderung meningkat pada
perempuan dibandingkan dengan laki-laki dan terjadi peningkatan prevalensi penyakit
diabetes melitus sesuai dengan pertambahan umur namun mulai umur ≥ 65 tahun
cenderung menurun dan tersebut cenderung lebih tinggi bagi penderita yang tinggal
diperkotaan dibandingkan dengan dipedesaan. Jika ditinjau dari segi pendidikan
menurut RISKESDAS bahwa prevalensi diabetes melitus cenderung lebih tinggi pada
masyarakat dengan tingkat pendidikan tinggi serta dengan kuintil indeks kepemilikan
yang tinggi (RISKESDAS, 2013).
Dari sekian banyak penderita DM sering terjadi masalah-masalah yang
meliputi ketoacidosis diabetikum (DKA) koma non karosis heparosmolar (koma
hiperglikemia), mikroangiopati, retinopati diabetika (gangguan ginjal yang
diakibatkan karena penderita mengidap DM yang cukup lama). Retinopati diabetika
dapat menyababkan beberapa bentuk kerusakan pada mata seperti katarak dan
glaucoma atau meningkatnya tekanan pada bola mata, tetapi yang sering terjadi adalah
bentuk retinopati yang menyebabkan kebutaan.
1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas , maka penulisan mengambil rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Apa definisi diabetes mellitus?
2. Bagaimana anatomi fisiologi diabetes mellitus?
3. Apa saja klasifikasi diabetes mellitus?
4. Apa etiologi diabetes mellitus?
5. Bagaimana patofisiologi diabetes mellitus?
6. Bagaimana manifestasi klinis diabetes mellitus?
7. Apa komplikasi diabetes mellitus?
8. Apa saja pemeriksaan penunjang diabetes mellitus?
9. Bagaimana penatalaksaan medis diabetes mellitus?
10. Bagaimana asuhan keperawatan berdasarkan kasus pada diabetes mellitus?
1.3 Tujuan Penulisan
Sesuai dengan permasalahan diatas, tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan
laporan pendahuluan ini adalah:
1. Mengetahui dan memahami definisi diabetes mellitus
2. Mengetahui dan memahami anatomi fisiologi diabetes mellitus
3. Mengetahui dan memahami klasifikasi dabetes mellitus
4. Mengetahui dan memahami etiologi diabetes mellitus
5. Mengetahui dan memahami patofisiologi diabetes mellitus
6. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis diabetes mellitus
7. Mengetahui dan memahami komplikasi diabetes mellitus
8. Mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang diabetes mellitus
9. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan medis diabetes mellitus
10. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan berdasarkan kasus pada diabetes
mellitus
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Diabetes Melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth,
2002). Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang
yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat
kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002). Diabetes Melitus
(DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolic akibat
gangguan hormonal’ yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal,
saraf dan pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan
dangan mikroskop elektron ( Arif Mansjoer dkk 2001)
Diabetes Melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis
termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Secara
klinis ditandai dengan hiperglikemia puasa, aterosklerotik dan mikroangiopati dan
neuropati (Sylfia A. Price dan Lorraine M. Wilson, 1995).
2.2 Anatomi Fisiologi
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira – kira 15 cm,
lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata – rata 60 – 90
gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.
Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik
hewan maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada
lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan
yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian
ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis,
kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang
membentuk usus.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :
1. Sekresi enzim pencernaan ke dalam duodenum.
2. Pulau Langerhans yang tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi
3
insulin dan glukagon langsung ke darah.
Pulau – pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pamkreas
tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1 – 3 % dari berat total pankreas.
Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar
pulau langerhans yang terkecil adalah 50 , sedangkan yang terbesar 300 , terbanyak
adalah yang besarnya 100 – 225 . Jumlah semua pulau langerhans di pankreas
diperkirakan antara 1 – 2 juta.
Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu :
1. Sel – sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20 – 40 % ; memproduksi glikagon yang
manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like
activity “.
2. Sel – sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60 – 80 % , membuat insulin.
3. Sel – sel D ( delta ), jumlahnya sekitar 5 – 15 %, membuat somatostatin.
Masing – masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat
pewarnaan. Di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat
dan banyak mengandung pembuluh darah kapiler. Pada penderita DM, sel beha sering
ada tetapi berbeda dengan sel beta yang normal dimana sel beta tidak menunjukkan
reaksi pewarnaan untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi.
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin
manusia. Molekul insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu
rantai A dan B. Kedua rantai ini dihubungkan oleh dua jembatan ( perangkai ), yang
terdiri dari disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30
asam amino. Insulin dapat larut pada pH 4 – 7 dengan titik isoelektrik pada 5,3.
Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan protein reseptor yang
besar di dalam membrana sel.
Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam butiran
berselaput yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi
efek umpan balik kadar glukosa darah pada pankreas. Bila kadar glukosa darah
meningkat diatas 100 mg/100ml darah, sekresi insulin meningkat cepat. Bila kadar
glukosa normal atau rendah, produksi insulin akan menurun.
Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan
hormon gastrointestina merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-beda.
Fungsi metabolisme utama insulin untuk meningkatkan kecepatan transport glukosa
melalui membran sel ke jaringan terutama sel – sel otot, fibroblas dan sel lemak.
4
2.3 Klasifikasi
a. Diabetes tipe 1 (Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) / Diabetes
Mellitus Tergantung Insulin (DMTI)).
Disebabkan oleh distruksi sel Beta pulau langerhans akibat proses auto
imun dan idiopatik.
b. Diabetes tipe 2 (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM)
/Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI).
Disebabkan kegagalan relatif sel beta dan resistensi insulin. Resistensi
Insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan
glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati.
Sel beta tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya
terjadi defisiensi insulin,ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi
insulin pada rangsangan glukosa maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan
perangsang sekresi insulin lain, berarti sel beta pankreas mengalami desentisisasi
terhadap glukosa.
c. Diabetes Melitus Gestasional (DMG).
Diabetes yang terjadi pada masa kehamilan, diabetes ini di anggap dari
peningkatan kebutuhan energi dan kadar estrogen dan hormon pertumbuhan yang
terus menerus tinggi selama kehamilan.
Klasifikasi Pada kaki Diabetik
1. Wagner ( 1983 ) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan , yaitu :
Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai
kelainan bentuk kaki seperti “ claw, callus “.
Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
2. Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren kaki menjadi dua
golongan :
5
1. Kaki Diabetik akibat Iskemia ( KDI )
Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya makroangiopati
(arterosklerosis ) dari pembuluh darah besar ditungkai, terutama di daerah betis.
Gambaran klinis KDI :
- Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat.
- Pada perabaan terasa dingin.
- Pulsasi pembuluh darah kurang kuat.
- Didapatkan ulkus sampai gangren.
2. Kaki Diabetik akibat Neuropati ( KDN )
Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari
sirkulasi. Klinis di jumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa,
oedem kaki, dengan pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik.
2.4 Etiologi
Etiologi diabetes mellitus American Diabet Association (1997) sesuai anjuran
PERKENI (Perkumpulan Endrokonologi Indonesia)
a. Diabetes tipe 1 (Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) / Diabetes
Mellitus Tergantung Insulin (DMTI). Disebabkan oleh distruksi sel Beta pulau
langerhans akibat proses auto imun dan idiopatik.
Faktor genetic
Penderita tidak mewarisi diabetes tipe itu sendiri, tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe1.
Faktor Imunologi
Destruksi autoimun sel beta yang dicetuskan oleh lingkungan, individu
dengan sensitivitas secara genetic tampaknya memberikan respon dengan
memproduksi antibody terhadap sel beta dan mengakibatkan berkurangnya
sekresi insulin yang dirangsang oleh glukosa. Terjadi peningkatan antibody
terhadap sel beta oulau langerhans yang ditunjukkan terhadap komponen
antigen tertentu dari sel beta. Kemungkinan individu pengidap DM tipe 1
memiliki kesamaan antigen antara sel beta pancreas mereka dengan virus
atau obat tertentu, sehingga sistem imun gagal mengenali bahwa sel
pancreas adalah selfbody. Obat-obatan kimia yang dapat meningkatkan
resiko diabetes seperti tiazid diuretik, interferon alpha dan beta blocker.
6
Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta pancreas. Faktor lingkungan sangat erat
kaitannya dengan autoimun.
b. Diabetes tipe 2 (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) /Diabetes
Melitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI).
Disebabkan kegagalan relatif sel beta dan resistensi insulin. Resistensi
Insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan
glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati.
Sel beta tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya
terjadi defisiensi insulin,ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi
insulin pada rangsangan glukosa maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan
perangsang sekresi insulin lain, berarti sel beta pankreas mengalami desentisisasi
terhadap glukosa.
Penyebab dan Gejala dari DM Tipe 2 :
1. Resistensi Insulin
Penurunan kemampuan insulin untuk bekerja secara efektif pada jaringan
target terutama otot dan liver merupakan gambaran utama DM tipe 2 dan
merupakan kombinasi antara faktor genetik dan obesitas. Resistensi insulin
bersifat relatif. Tingginya jumlah insulin yang dibutuhkan untuk menormalkan
kadar glukosa plasma menandakan penurunan sensitivitas dan respon reseptor
insulin. Mekanisme pasti mengenai resistensi insulin pada DM tipe 2 belum
diketahui dengan pasti. Penurunan reseptor insulin dan aktivitas tirosin kinase
pada otot rangka merupakan efek sekunder hiperinsulinemia.
2. Gangguan Sekresi Insulin
Etiologi penurunan kapasitas sekresi insulin pada DM tipe 2 masih
belum jelas. Defek genetik sekunder diduga meningkatkan resistensi insulin
yang memicu kegagalan sel beta pankreas. Pulau polipeptida amiloid atau
amylin yang disekresikan oleh sel beta akan membentuk deposit amiloid fibrilar.
Deposit ini dapat ditemukan pada pasien yang telah lama menderita DM tipe 2.
3. Pola Makan yang Salah
7
Kurang gizi atau kelebihan berat badankeduanya meningkatkan resiko
terkena diabetes mellitus. Kurang gizi (malnutrisi) dapat merusak pankreas,
sedangkan berat badan lebih (obesitas) mengakibatkan gangguan kerja insulin
( resistensi insulin).
4. Peningkatan Produksi Glukosa Hepatik
Pada DM tipe 2, resistensi insulin pada liver merefleksikan kegagalan
hiperinsulinemia untuk menghambat glukoneogenesis sehingga terjadi
hiperglikemia pada keadaan puasa dan penurunan penyimpanan glikogen oleh
liver pada fase postprandial. Peningkatan produksi glukosa hepatik terjadi pada
awal sindrom diabetes.
5. Obesitas
80% dari penderita NIDDM adalah klien dengan riwayat obesitas.
c. Diabetes Melitus Gestasional (DMG).
Diabetes yang terjadi pada masa kehamilan, diabetes ini di anggap dari
peningkatan kebutuhan energi dan kadar estrogen dan hormon pertumbuhan yang
terus menerus tinggi selama kehamilan, hormon estrogen dan pertumbuhan
merangsang pengeluaran insulin dan dapat menyebabkan gambaran sekresi
belebihan insulin seperti DM tipe I.
8
2.6 Manifestasi Klinis
Menurut Askandar (1998) seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes Mellitus
apabila menderita dua dari tiga gejala yaitu
a. Keluhan TRIAS: Banyak minum, Banyak kencing dan Penurunan berat badan.
b. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl
c. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl
Sedangkan menurut Waspadji (1996) keluhan yang sering terjadi pada penderita
Diabetes Mellitus adalah: Poliuria, Polidipsia, Polifagia, Berat badan menurun,
Lemah, Kesemutan, Gatal, Visus menurun, Bisul/luka, Keputihan.
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM
umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan
akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia
terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya
bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan
yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa
kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada
tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
Secara umum gejala pada penderita diabetes adalah sebagai berikut Waspadji
(1996) :
- Polidipsi
Klien akan mudah merasa haus, hal ini disebabkan karena hiperglikemi akibat
transport glukosa ke intrasel menurun. Saat melebihi batas ambang ginjal, terjadi
glikosuria yang menyebabkan diuresis osmotik sehingga efek dalam sel mengalami
dehidrasi. Inilah yang memeberikan sinyal rasa haus berlebihan pada penderita
diabetes. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya
mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi
polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.
- Poliuri
Tingginya frekuensi berkemih sehingga hanya dalam satu malam dapat mencapai
20-30 kali.
10
- Poliphagi
Timbulnya keinginan untuk makan lebih banyak namun tidak disertai dengan
peningkatan berat badan. Rasa mudah lapar disebabkan oleh respon sel yang
kekurangan energi untuk melakukan metabolisme normal. Gejala yang biasa terjadi
pada hipoglikemia seperti sering merasa lapar ini umumnya tidak ada pada DM
usia lanjut.
- Penurunan Berat Badan
Hal ini disebabkan karena terjadi pembakaran protein dan lemak yang dapat
menurunkan berat badan.
- Kelemahan dan mengantuk
Kelemahan pada penderita diabetes dikarenakan oleh penurunan berat badan secara
drastis akibat terjadinya proses pembakaran lemak dan protein. Sedangkan
mengantuk umumnya tidak ditemukan pada DM usia lanjut.
- Kesemutan (Parestesia)
Pada dasarnya kesemutan merupakan suatu gejala dari gangguan sistem saraf
sensorik akibat rangsang listrik di sistem itu tidak tersalur secara penuh. Terjadi
hambatan atau kerusakan pembuluh-pembuluh darah. Akibatnya, darah yang
mengalir di ujung-ujung syaraf berkurang. Gejala yang dirasakan biasanya telapak
kaki terasa tebal, terkadang panas, dan kesemutan di ujung jari terus-menerus.
Kemudian dapat juga disertai rasa nyeri yang menikam, seperti ditusuk-tusuk di
ujung telapak kaki, terutama pada malam hari.
- Gatal-gatal
Rasa gatal timbul disebabkan oleh tingginya kadar gula dalam darah yang melebihi
batas normal sehingga dapat memicu terjadinya infeksi jamur dan iritabilitas ujung
syaraf atau kelainan metabolik pada kulit.
- Penglihatan kabur
11
Gangguan persepsi sensori berupa penglihatan kabur terjadi akibat gangguan
makrovaskular pada retina, sehingga menyebabkan perubahan sensori pandangan
kabur yang dirasakan oleh klien.
Keluhan umum pasien DM bisa saja tidak ditemukan secara jelas. Sebaliknya
yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif
kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan
patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari
kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering
muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada
tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar
sembuh dengan pengobatan lazim.
Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang
tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan
inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan,
akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak
terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.
2.7 Komplikasi
Komplikasi pada diabetes melitus adalah sebagai berikut (Kapita Selekta, 2002) :
1. Akut
- Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah komplikasi diabetes tipe 1. Hipoglikemia (kadar
glukosa darah yang abnormal rendah) terjadi apabila kadar gula darah turun
dibawah 50 hingga 60 mg/dl (2,7 hingga 3.3 mmol/L). keadaan ini dapat
terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan,
konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karenan aktivitas fisik yang
berat (Brunner & suddart,2001). Biasanya sering terjadi sebelum makan,
terutama jika menunda makan atau jika tidak makan makanan kecil.
Hipoglikemia tengah malam dapat terjadi karena memuncakkan NPH
malam hari atau insulin lente, terutama pada pasien yang tidak makan
makanan kecil sebelum tidur.(Brunner dan suddart ,2000)
- Hiperglikemi
12
Krisis hiperglikemia merupakan komplikasi akut yang dapat terjadi
pada diabetes Mellitus (DM), baik tipe 1 maupun tipe 2. Keadaan tersebut
merupakan komplikasi serius yang mungkin terjadi sekalipun pada DM
yang terkontrol baik. Dapat terbagi menjadi 2, yaitu hiperglikemia pre
diabetes dan hiperglikemia diabetes mellitus. Hiperglikemia pre diabetes
terjadi glukosa puasa dan toleransi glukosa terganggu, dengan kadar
glukosa plasma puasa 100-125 mg/dl dan kadar glukosa 2 jam setelah
glucose challenge sebesar 140-199 mg/dl. Sedangkan hiperglikemia
diabetes mellitus adalah dimana kadar glukosa plasma puasa sebesar ≥126
mg/dl dan kadar glukosa plasma 2 jam setelah glucose challenge ≥200
mg/dl.
Krisis hiperglikemia dapat terjadi dalam bentuk ketoasidosis
diabetik (KAD), status hiperosmolar hiperglikemik (SHH) atau kondisi
yang mempunyai elemen kedua keadaan diatas. KAD adalah keadaan yang
ditandai dengan asidosis metabolik akibat pembentukan keton yang
berlebihan, sedangkan SHH ditandai dengan hiperosmolalitas berat dengan
kadar glukosa serum yang biasanya lebih tinggi dari KAD murni
-Ketoasidosis
Ketoasidosis adalah salah satu komplikasi akut Diabetes Melitus yang
terjadi disebabkan karena kadar glukosa pada darah sangat tinggi. KAD
adalah keadaan yang ditandai dengan asidosis metabolik akibat
pembentukan keton yang berlebihan, sedangkan SHH ditandai dengan
hiperosmolalitas berat dengan kadar glukosa serum yang biasanya lebih
tinggi dari KAD murni. Kondisi ketoasidosis dapat terjadi kapan saja
terutama pada penderita Diabetes Melitus tipe 1. Berbeda dengan Diabetes
Melitus tipe 1, pada Diabetes Melitus tipe 2, ketoasidosis terjadi pada
keadaan-keadaan tertentu. Hal ini karena biasanya penderita Diabetes
Melitus tipe 2 lebih sering mengalami koma hiperosmolar non ketotik.
Acapkali terjadinya ketoasidosis diawali dari tidak patuhnya pada pola diet
yang telah ditetapkan. Disamping itu, ketoasidosis sering juga terpicu oleh
jarangnya para penderita untuk melakukan pemeriksaan kadar glukosa
darah serta kadar gula urin secara berkala.
13
- Hiperglikemi hiperosmolar non ketotik
Keadaan koma akibat dari komplikasi diabetes melitus di mana terjadi
gangguan metabolisme yang menyebabkan: kadar gula darah sangat tinggi,
meningkatkan dehidrasi hipertonik dan tanpa disertai ketosis serum, biasa
terjadi pada DM tipe II. Merupakan komplikasi akut dari diabetes melitus di
mana penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan
kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma.
Ini terjadi pada penderita diabetes tipe II.
2. Kronik
- Makro angiopati
Gangguan vaskularisasi pada pembuluh darah besar, pembuluh darah
jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak, aterosklerosis, gangren
ekstrimitas dan CVA.
- Mikroangiopati
Kerusakan pembuluh darah kecil misalnya mengenai pembuluh darah retina
dan dapat menyebabkan kebutaan. Nefropati diabetik dan neuropati
diabetik.
Neuropati diabetik
Menyebabkan insensitivitas atau hilangnya kemampuan untuk
merasakan nyeri, panas, dan dingin. Diabetes yang menderita neuropati
dapat berkembang menjadi luka, parut, lepuh, atau luka karena tekanan
yang tidak disadari akibat adanya insensitivitas. Apabila cedera kecil
ini tidak ditangani, maka akibatnya dapat terjadi komplikasi dan
menyebabkan ulserasi dan bahkan amputasi. neuropati juga dapat
menyebabkan deformitas.
Nefropati Diabetik
Nefropati diabetik adalah gangguan fungsi ginjal akibat
kebocoran selaput penyaring darah. Sebagaimana diketahui, ginjal terdiri
dari jutaan unit penyaring (glomerulus). Setiap unit penyaring memiliki
membran/selaput penyaring. Kadar gula darah tinggi secara perlahan
akan merusak selaput penyaring ini. Gula yang tinggi dalam darah akan
bereaksi dengan protein sehingga mengubah struktur dan fungsi sel,
termasuk membran basal glomerulus. Akibatnya, penghalang protein
14
rusak dan terjadi kebocoran protein ke urin (albuminuria). Hal ini
berpengaruh buruk pada ginjal. Menurut situs Nephrology Channel,
tahap situs Nephrology Channel, tahap mikroalbuminuria ditandai
dengan keluarnya 30 mg albumin dalam urin selama 24 jam. Jika
diabaikan, kondisi ini akan berlanjut terus sampai tahap gagal ginjal
terminal. Karena itu, penderita diabetes harus diperiksa kadar
mikroalbuminurianya setiap tahun.
Penderita diabetes tipe 1 secara bertahap akan sampai pada
kondisi nefropati diabetik atau gangguan ginjal akibat diabetes. Sekitar
lima sampai 15 persen diabetes tipe 2 juga berisiko mengalami kondisi
ini. Gangguan ginjal, menyebabkan fungsi ekskresi, filtrasi dan
hormonal ginjal terganggu. Akibat terganggunya pengeluaran zat-zat
racun lewat urin, zat racun tertimbun di tubuh. Tubuh membengkak dan
timbul risiko kematian.
- Sepsis
Infeksi yang terjadi pada seluruh tubuh dengan penyebaran melalui
peredaran darah, sepsis pada diabetes biasanya terjadi akibat gangren
diabetik yang tidak ditangani secara cepat dan tepat.
2.8 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
a. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan
dua jam post prandial > 200 mg/dl.
b. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pada pemeriksaan urine
dapat diketahui ureum, kreatinin, SGOT dan SPGT.Pemeriksaan dilakukan dengan
cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine :
hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan dengan pemerikaan glukosa darah sewaktu
dan kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa
oral (TTGO) standar.
Kadar gukosa darah puasa dan acak dengan metode enzymatik sebagai patokan
penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)
15
a. Kadar glukosa darah sewaktu
- Plasma vena : <100 = bukan DM
100 – 200 = belum pasti DM
>200 = DM
- Darah kapiler : <80 = bukan DM
80 – 100 = belum pasti DM
> 200 = DM
b. Kadar glukosa darah puasa
- Plasma vena : <110 = bukan DM
110 – 120 = belum pasti DM
> 126 = DM
- Darah kapiler : <90 = bukan DM
90 – 110 = belum pasti DM
> 110 = DM
c. Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali
pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl.
2.9 Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas
insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler
serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar
glukosa darah normal. Tujuan penatalaksanaan DM untuk jangka pendek adalah
menghilangkan keluhan / gejala DM. Tujuan jangka panjang adalah untuk mencegah
komplikasi. Tujuan tersebut dilaksanakan dengan cara menurunkan kadar glukosa,
lipid dan insulin. Untuk memudahkan terapinya, tujuan tersebut adalah kegiatan,
dilaksanakan dalam bentuk pengelolaan pasien holistik dan mengajarkan kegiatan
mandiri, pelaksanaannya dengan :
16
1. Perencanaan makan / diit (meal planning).
Jenis makanan yang harus anda ikuti ketika menderita diabetes bukan berarti
menyangkal makanan yang tersaji di depan anda. Tetapi yang di maksud adalah
makanan yang sehat bagi anda, dan menolak makanan yang tidak baik. Sebenarnya
al in merupakan nasehat yang di berikan ahli bagi setiap orang tanpa peduli
menderita diabetes atau tidak. Perbedaan bahwa makanan sehat dapat membuat
sehat seluruh tubuh dan keadaan baik itu akan lebih berharga saat anda terkena
dibetes, selain untuk hasil pengobatan yang efektif.
a. Jumlah kalori tepat
Pasien kurus diet 2100-2500 kalori
Pasien sedang diet 1700-1900 kalori
Pasien gemuk diet 1100-1500 kalori
b. Makanan yang mengandung serat tinggi, misalnya : sayur-sayuran dan buah
c. Komposisi makanan : Protein 15-20 %, lemak 20-25 %, karbohidrat 60-70 %.
d. Gula dan produk lain dari gula tidak dianjurkan.
1) Syarat diet DM hendaknya dapat:
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda
4) Mempertahankan kadar KGD normal
5) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
6) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.
7) Menarik dan mudah diberikan
2) Prinsip diet DM, adalah:
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis: boleh dimakan/tidak
3) Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan
kandungan kalorinya.
1) Diit DM I : 1100 kalori
2) Diit DM II : 1300 kalori
3) Diit DM III : 1500 kalori
17
4) Diit DM IV : 1700 kalori
5) Diit DM V : 1900 kalori
6) Diit DM VI : 2100 kalori
7) Diit DM VII : 2300 kalori
8) Diit DM VII : 2500 kalori
Diit I s/d II : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk
Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan
normal
Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja,
atau diabetes komplikasi.
4) Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman
3 J yaitu:
J I : jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah
J II : jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya.
J III : jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh
status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung
Percentage of relative body weight (BBR= berat badan normal) dengan rumus:
BB (Kg)BBR = X 100 % TB (cm) – 100
1) Kurus (underweight) : BBR < 90 %
2) Normal (ideal) : BBR 90 – 110 %
3) Gemuk (overweight) : BBR > 110 %
4) Obesitas, apabila : BBR > 120 %
- Obesitas ringan : BBR 120 – 130 %
- Obesitas sedang : BBR 130 – 140 %
- Obesitas berat : BBR 140 – 200 %
- Morbid : BBR > 200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita
DM yang bekerja biasa adalah:
1) kurus : BB X 40 – 60 kalori sehari
2) Normal : BB X 30 kalori sehari
18
3) Gemuk : BB X 20 kalori sehari
4) Obesitas : BB X 10-15 kalori sehari
2. Aktivitas fisik/ Latihan Jasmani
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah:
a. Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan setiap 1
½ jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita
dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan
sensitivitas insulin dengan reseptornya.
b. Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore
c. Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen
d. Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein
e. Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang
pembentukan glikogen baru
f. Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran
asam lemak menjadi lebih baik.
g. Memperbaiki sel-sel tubuh dan pemakaian glukosa oleh sel tubuh menjadi
baik.
h. Latihan jasmani yang disenangi dapat meningkatkan kebugaran tubuh dan otot-
otot besar.
i. Dilakukan sesudah makan 3-5 kali seminggu.
j. Jenis olahraga : Jalan, jogging, berenang dan bersepeda
3. Health Education
Sangat perlu untuk motivasi pasien dalam pelaksanaan Diabetes Millitus dan
tidak terjadi komplikasi. Pengetahuan yang perlu diberikan antara lain :
- Pengertian DM dan komplikasi
- Penatalaksanaan DM
- Perencanaan makan
- Latihan jasmani/olahraga
- Monitoring kadar gula darah
- Perawatan kaki
4. Obat-obatan
19
a. Diberikan bila perencanaan makan dan latihan jasmani tidak menurunkan kadar
gula darah
b. Jenis obat hiperglikemi oral dan insulin
1. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
a) Mekanisme kerja sulfanilurea
- kerja OAD tingkat prereseptor :
pankreatik, ekstra pancreas
- kerja OAD tingkat reseptor
b) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain
yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
1) Biguanida pada tingkat prereseptor ekstra pankreatik
- Menghambat absorpsi karbohidrat
- Menghambat glukoneogenesis di hati
- Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
2) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin
3) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler
2. Insulin
a) Indikasi penggunaan
insulin
1. DM tipe I
2. DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
3. DM kehamilan
4. DM dan gangguan faal hati yang berat
5. DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
6. DM dan TBC paru akut
7. DM dan koma lain pada DM
8. DM operasi
9. DM patah tulang
10. DM dan underweight
11. DM dan penyakit Graves
b) Beberapa cara pemberian
insulin
20
(1) Suntikan insulin subkutan
Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam,
sesudah suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan
tergantung pada beberapa factor antara lain:
(a) lokasi suntikan
ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yitu dinding
perut, lengan, dan paha. Dalam memindahkan suntikan (lokasi)
janganlah dilakukan setiap hari tetapi lakukan rotasi tempat
suntikan setiap 14 hari, agar tidak memberi perubahan kecepatan
absorpsi setiap hari.
(b) Pengaruh latihan pada absorpsi insulin
Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan
dalam waktu 30 menit setelah suntikan insulin karena itu
pergerakan otot yang berarti, hendaklah dilaksanakan 30 menit
setelah suntikan.
(c) Pemijatan (Masage)
Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin.
(d) Suhu
Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan
mempercepat absorpsi insulin.
(e) Dalamnya suntikan
Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin
dicapai. Ini berarti suntikan intramuskuler akan lebih cepat
efeknya daripada subcutan.
(f) Konsentrasi insulin
Apabila konsentrasi insulin berkisar 40 – 100 U/ml, tidak
terdapat perbedaan absorpsi. Tetapi apabila terdapat penurunan
dari u –100 ke u – 10 maka efek insulin dipercepat.
(2) Suntikan intramuskular dan intravena
Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma diabetik
atau pada kasus-kasus dengan degradasi tempat suntikan subkutan.
Sedangkan suntikan intravena dosis rendah digunakan untuk terapi
koma diabetik.
21
5. Operasi
Cangkok pankreas. Pendekatan terbaru untuk cangkok pancreas
adalah segmental dari donor hidup saudara kembar identik
(Tjokroprawiro, 1992).
22
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Ny H berusia 42 tahun dibawa keluarganya ke RS. Bina Sehat tanggal 25 April
2015 dengan keluhan sering BAK 10-15x/hari, kesemutan pada kedua kaki, Mudah merasa
haus dan sering mual muntah. cepat lelah sejak dua minggu yang lalu. Klien sering buang
air kecil pada malam hari sehingga klien sering terbangun pada malam hari dan
mengganggu tidurnya. Klien mengatakan pandangannya kabur. Saat hamil, klien
mengalami diabetes kehamilan dan memiliki riwayat hipertensi. Dari pengkajian di dapat
BB awal 85 kg, dan BB akhir 73 kg TD : 140/100 mmHg, N: 135x/menit, RR : 25
x/menit, suhu : 36,8 ̊̊C. Hasil tes GDA : 355. Diagnosa medis : Diabetes Melitus tipe II.
3.1 PENGKAJIAN
I. Identitas Klien
Nama : Ny H
Usia : 42 Tahun
Suku bangsa : Jawa
Alamat : Pacet, Mojokerto
Tgl. MRS : 25 april 2015
Diagnosa Medis : Diabetes mellitus tipe II
3.2 RIWAYAT KEPERAWATAN
a. Keluhan Utama
Klien mengeluh sering BAK
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien mempunyai riwayat hipertensi
c. Riwayat Keluarga
Keluarga tidak memiliki riwayat diabetes
d. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien datang dengan keluhan sering BAK 10-15x/hari, kesemutan pada kedua kaki,
Mudah merasa haus dan sering mual muntah. cepat lelah sejak dua minggu yang
lalu. Klien sering buang air kecil pada malam hari sehingga klien sering terbangun
23
pada malam hari dan mengganggu tidurnya. Klien mengatakan pandangannya
kabur.
3.3 PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum :
Kesadaran compos mentis, GCS 4-5-6 tampak lemah
b. Tanda-tanda vital
Suhu : 36,8 0C
Nadi : 135 X/menit.
Tekanan darah : 140/100 mmHg.
RR : 25 x/menit
Berat badan awal : 85 kg
Berat badan akhir : 73 kg
c. Pemeriksaan Fisik B1-B6
1. Breath (1)
Inspeksi : Dada simetris, tidak ada pernafasan cuping hidung dan tidak ada
bantuan otot pernafasan, RR= 25x/menit
Palpasi : Vocal fremitus kanan kiri sama
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler pada kedua lapang paru, tidak ada suara napas tambahan
ronchi dan wheezing
2. Blood (B2)
Inspeksi : Tidak terlihat distensi vena jugularis,
Palpasi : Nadi = 135x/menit
Auskultasi : TD = 140/100 mmHg
3. Brain (B3)
Inspeksi : composmentis, GCS 4-5-6
4. Bladder (B4)
Inspeksi :Terpasang kateter, Frekuensi BAK 10-15x/hari, warna kuning
kecoklatan, bau khas amoniak
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada kandung kemih
24
5. Bowel (B5)
Inspeksi : Simetris, tidak ada luka bekas post-op
Auskultasi : Bising usus 8x/menit,
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan abdomen
Perkusi : Suara hipertimpani abdomen, distensi abdomen
6. Bone (B6)
Inspeksi : Kulit kering, penurunan tonus otot, terpasang Infus pada tangan
bagian kiri. Tidak ada ulkus pada ekstrimitas.
Palpasi : Turgor kulit menurun.
d. Pemeriksaan penunjang
Hasil Harga normal Keterangan
Laboratorium : SGOT 45 5 – 34 U/L Tinggi
SGBT 68 10 – 35 U/L Tinggi
Kolesterol
Traekstrigliserida
150
301
0 – 240 mg/DL
30 – 200 mg/DL
Normal
Tinggi
Uric acid 10,6 3,5 – 7,2 ml/DL Tinggi
3.4 ANALISA DATA
Data Etiologi Problem
DS: klien mengatakan sering
BAK
Klien mengatakan merasa
mudah haus
DO: frekuensi BAK : 10-
15x/hari
Turgor kulit menurun
Suhu : 36,8 0C
Nadi : 135 X/menit.
Tekanan darah :
Pola hidup buruk, diet tidak
seimbang, tinggi karbo
Defisiensi insulin
DM tipe II
Hambatan transport glukosa
ke intra sel
Kekurangan volume cairan
25
140/100 mmHg.
RR : 25 x/menit
Hiperglikemi
glikosuria
diuresis osmotik
poliuri
respon sel tubuh
dehidrasi
DS : klien mengeluh
penglihatan kabur
DO : visus dengan snellen
card kurang dari 6m
Suhu : 36,8 0C
Nadi : 135 x/menit.
Tekanan darah :140/100
mmHg.
RR : 25 x/menit
Peningkatan Glukagon
glukoneogenesis
Hipermetabolisme
Peningkatan metabolisme
lemak
ketogenesis
ketonemia
penurunan konsentrasi pH
respon sistemik, malaise
Mual, muntah
Intake nutrisi tidak adekuat
Nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
26
DS: klien mengatakan pola
tidurnya terganggu karena
sering terbangun pada malam
hari karena sering BAK
DO:
Lingkar hitam pada mata
Suhu : 36,8 0C
Nadi : 135 x/menit.
Tekanan darah :140/100
mmHg.
RR : 25 x/menit
Pola hidup buruk, diet tidak
seimbang, tinggi karbo
Defisiensi insulin
DM tipe II
Hambatan transport glukosa
ke intra sel
Hiperglikemi
glikosuria
diuresis osmotik
poliuri
Terjadi pada malam hari
(nokturia)
Gangguan pola tidur
DS : klien mengeluh
penglihatannya kabur
DO :
- Visus dengan snellen card
kurang dari 6m
- Klien perlu bantuan orang
lain saat berjalan
- TTV
Suhu : 36,8 0C
Nadi : 135 x/menit.
Tekanan darah :140/100
mmHg.
RR : 25 x/menit
Pola hidup buruk, diet tidak
seimbang, tinggi karbo
Defisiensi insulin
DM tipe II
Hambatan transport glukosa
ke intra sel
Hiperglikemi
viskositas darah meningkat
Resiko tinggi cedera
27
aliran darah lambat
gangguan mikrovaskular
Gangguan pembuluh darah
mata
Retinopati
Gangguan penglihatan
Resiko tinggi cedera
3.5 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan, status
hipermetabolisme, penurunan masukan oral.
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nokturia
4. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan perubahan sensori perceptual
3.6 INTERVENSI
NO DX TUJUAN DAN
KH
INTERVENSI RASIONAL
1. Kekurangan
volume cairan
berhubungan
dengan deurisis
osmotik
Tujuan :
setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 2x24 jam
di harapkan
kebutuhan
1. Observasi tanda-
tanda vital.
2. Berikan
pengawasan
secara ketat
tentang lama dan
frekuensi urin
berlebihan,
1. Penurunan volume
cairan darah atau
hipovolemik akibat
diuresis osmosis
dapat
dimanifestasikan
oleh hipotensi,
takikardi, nadi
28
volume cairan
klien terpenuhi
KH :
klien
menunjukkan
hidrasi yang
adekuat di
buktikan oleh
ttv stabil,nadi
perifer dapat di
raba, tugor kulit
dan pengisian
kapiler baik,
haluaran urin
normal dan
kadar elektrolit
dalam batas
normal.
adanya mual
muntah serta
distensi
abdomen.
3. Observasi turgor
kulit dan
kelembapan
membrane
mukosa.
4. Pantau masukan
cairan dan
pengeluaran urin
monitor intake
dan urin output
setiap 8 jam.
5. Pertahankan
untuk
memberikan
cairan (1500-
2500 ml) atau
dalam batas
yang dapat
ditoleransi
jantung jika
pemasukan
cairan melalui
oral sudah dapat
diberikan.
6. Tingkatkan
lingkungan yang
dapat
memberikan rasa
nyaman, berikan
selimut tipis
teraba lemah.
2. Membantu dalam
memperkirakan
kekurangan volume
total. Semakin tinggi
lama dan frekuensi
haluaran urin maka
semakin banyak
resiko kehilangan
cairan. Kekurangan
cairan dan elektrolit
dapat mengubah
motilitas lambung.
3. Penurunan turgor
kulit sebagai
indicator penurunan
volume cairan pada
sel
4. Memberikan
perkiraan kebutuhan
cairan pengganti dan
fungsi ginjal
5. Mempertahankan
komposisi cairan
dalam tubuh,
volume sirkulasi dan
menghindari over
lead jantung
6. Menghindari
pemanasan yang
berlebihan terhadap
klien yang dapat
29
sesuai
kebutuhan.
7. Kolaborasi :
a. Berikan
terapi cairan
IV normal
salin
b. Pantau
pemeriksaan
laboratorium
seperti Ht,
BUN,
Osmolalitas
darah,
Natrium, dan
Kalium
meningkatkan
kehilangan cairan.
7. a) Memenuhi
kebutuhan cairan
dalam tubuh sesuai
indikasi
b) Ht : Pengawasan
tingkat hidrasi dan
seringkali meningkat
akibat hemokosentrasi
yang terjadi setelah
diuresisi osmotik.
c) BUN : Peningkatan
nilai dapat
mencerminkan
kerusakan sel karena
dehidrasi atau tanda
awitan kegagalan
ginjal.
Osmolalitas darah :
Meningkat sehubungan
dengan adanya
hiperglikemia dan
dehidrasi.
Natrium : Kadar
natrium yang tinggi
mencerminkan
kehilangan cairan berat.
Kalium : sebagai
deteksi terjadinya
hiperkalemi sebagai
respon dari asidosis.
30
2. Perubahan
nutrisi : kurang
dari kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan
ketidakcukupan
insulin penurunan
masukan oral,
status
hipermetabolisme
.
Tujuan: setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 2x24
jm diharapkan
Kebutuhan
nutrisi klien
terpenuhi.
KH :
Klien dapat
mencerna
nutrisi yang
tepat .
Berat badan
ada
penambaha
n kearah
rentang
1. Timbang berat
badan setiap hari
atau sesuai
indikasi.
2. Tentukan
program diet dan
pola makan klien
dan bandingkan
dengan makanan
yang dapat
dihabiskan oleh
klien.
3. Identifikasi
makanan yang
disukai/dikehend
aki termasuk
kebutuhan
etnik/kultural.
4. Berikan makanan
cair dengan
nutrien seimbang
dan elektrolit
segera jika klien
sudah dapat
mentoleransinya
melalui
pemberian cairan
melalui oral.
5. Libatkan
keluarga klien
pada perencanaan
makan sesuai
indikasi.
6. Kolaborasi :
1. Mengkaji
pemasukan makanan
yang adekuat
(termasuk absorbsi
dan utilisasinya).
2. Mengidentifikasi
kekurangan dan
penyimpangan dari
kebutuhan
terapeutik.
3. Jika makanan yang
disukai klien dapat
dimasukkan dalam
perencanaan makan,
kerjasama ini dapat
diupayakan setelah
pulang.
4. Pemberian makanan
oral lebih baik jika
kesadaran dan
fungsi GI klien baik
5. Meningkatkan rasa
keterlibatannya;
memberikan
informasi pada
keluarga untuk
memahami nutrisi
klien.
6. Insulin reguler
memiliki awitan
cepat dan karenanya
dengan cepat pula
dapat membantu
memindahkan
31
Berikan
pengobatan
insulin secara
teratur sesuai
indikasi.
glukosa ke dalam
sel.
3. Gangguan pola
tidur berhubungan
dengan nokturia.
Tujuan : pola
tidur dapat
terpenuhi dalam
waktu 2x24 jam
KH :
Klien terlihat
tenang
Tidur
terpenuhi ±
10-11
jam/hari
Tidak
terbangun
pada malam
hari
1. Ciptakan
lingkungan yang
tenang.
2. Pasang pemper
sebelum tidur.
3. Hindarkan
makanan yang
banyak
mengandung air.
4. Kolaborasi
dengan tim medis
dalam pemberian
terapi.
1. Lingkungan yang
tenang dapat
mempermudah tidur.
2. Antisipasi apabila
klien ngompol.
3. Dapat
memperbanyak
produksi urin.
4. Pemberian obat
yang tepat dapat
mempercepat proses
penyembuhan.
4. Resiko tinggi
cedera
berhubungan
dengan perubahan
sensori perseptual
Tujuan : setelah
di lakukan
tindakan
keperawatan
2x24 jam klien
tidak mengalami
injury
KH : klien dapat
memenuhi
kebutuhannya
tanpa
1. Lindungi klien
dari cidera
(gunakan
pengikat) ketika
tingkat kesadaran
klien terganggu.
Berikan bantalan
lunak pada pagar
tempat tidur dan
berikan jalan
napas buatan
yang lunak jika
1. Klien mengalami
disorientasi
merupakan awal
kemungkinan
timbulnya cedera,
terutama malam hari
dan perlu
pencegahan sesuai
indikasi. Munculnya
kejang perlu
diantisipasi untuk
mencegah trauma
32
mengalami
injury
pasien
kemungkinan
mengalami
kejang.
2. Evaluasi lapang
pandang
penglihatan
sesuai indikasi.
3. Selidiki adanya
parestesia, nyeri,
atau kehilangan
sensori pada
paha/kaki. Lihat
adanya ulkus,
daerah
kemerahan,
tempat-tempat
tertekan,
kehilangan
denyut nadi
perifer.
4. Berikan tempat
tidur yang
lembut. Pelihara
kehangatan
kaki/tangan,
hindari terpajan
terhadap air
panas atau dingin
atau penggunaan
bantalan/pemanas
5. Bantu klien
dalam ambulasi
atau perubahan
fisisk, aspirasi dsb.
2. Edema/lepasnya
retina, hemoragis,
katarak, atau
paralisis otot
ekstraokukler
sementara
mengganggu
penglihatan yang
memerlukan terapi
korektif dan/atau
perawatan
penyokong.
3. Neuropati perifer
dapat
mengakibatkan rasa
tidak nyaman yang
berat, kehilangan
sensasi
sentuh/distorsi yang
mempunyai resiko
tinggi terhadap
kerusakan kulit dan
gangguan
keseimbangan.
4. Meningkatkan rasa
nyaman dan
menurunkan
kemungkinan
kerusakan kulit
karena panas.
5. Meningkatkan rasa
nyaman klien
terutama ketika rasa
33
posisi.
6. Bantu dengan
memblok saraf
setempat,
mempertahankan
unit TENS.
keseimbangan
dipengaruhi.
6. Dapat memberikan
rasa nyaman yang
berhubungan dengan
neuropati.
3.7 IMPLEMENTASI
TANGGAL WAKTU DIAGNOSA KEPERAWATAN
IMPLEMENTASI
25 April 2015 09.00 Kekurangan volume
cairan berhubungan
dengan deurisis osmotik
1. Mengobservasi tanda-tanda
vital
2. Mengobservasi frekuensi
urin berlebihan, adanya mual
muntah serta distensi
abdomen
3. Mengobservasi turgor kulit
dan kelembapan membrane
mukosa
4. Memantau masukan cairan
dan pengeluaran urin monitor
intake dan urin output setiap
8 jam
5. Pertahankan untuk
memberikan cairan (1500-
2500 ml) atau dalam batas
yang dapat ditoleransi
jantung jika pemasukan
cairan melalui oral sudah
dapat diberikan.
6. Meningkatkan kenyamanan
lingkungan seperti
memberikan selimut tipis
sesuai kebutuha
34
7. Kolaborasi :
a. Berikan terapi cairan IV
normal salin
b. Pantau pemeriksaan
laboratorium seperti Ht,
BUN, Osmolalitas darah,
Natrium, dan Kalium
25 April 2015 09.00 Perubahan nutrisi : kurang
dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin
penurunan masukan oral,
status hipermetabolisme
1. Menimbang berat badan
setiap hari atau sesuai
indikasi.
2. Menentukan program diet
dan pola makan klien dan
bandingkan dengan makanan
yang dapat dihabiskan oleh
klien.
3. Mengidentifikasi makanan
yang disukai/dikehendaki
termasuk kebutuhan
etnik/kultural.
4. Memberikan makanan cair
dengan nutrien seimbang dan
elektrolit segera jika klien
sudah dapat mentoleransinya
melalui pemberian cairan
melalui oral.
5. Melibatkan keluarga klien
pada perencanaan makan
sesuai indikasi.
6. Kolaborasi :
Memberikan pengobatan insulin secara teratur sesuai indikasi.
25 April 2015 09.00 Gangguan pola tidur
berhubungan dengan
nokturia.
1. Menciptakan lingkungan
yang tenang.
2. Memasang pemper sebelum
35
tidur.
3. Menghindarkan makanan
yang banyak mengandung
air.
4. Kolaborasi dengan tim medis
dalam pemberian terapi.
25 April 2015 09.00 Resiko tinggi cidera
berhubungan dengan
perubahan sensori
perceptual.
1. memberikan bantalan lunak
pada pagar tempat tidur dan
berikan jalan napas buatan
yang lunak jika pasien
kemungkinan mengalami
kejang dan terjadi penurunan
kesadaran.
2. Mengevaluasi lapang
pandang penglihatan sesuai
indikasi.
3. Observasi adanya parestesia,
nyeri, kehilangan sensori
pada paha/kaki, adanya
ulkus, daerah kemerahan,
tempat-tempat tertekan,
kehilangan denyut nadi
perifer.
4. Memberikan tempat tidur
yang lembut, memelihara
kehangatan kaki/tangan,
menghindari terpajan
terhadap air panas atau
dingin atau penggunaan
bantalan/pemanas.
5. Membantu klien dalam
ambulasi atau perubahan
posisi.
36
6. Membantu dengan memblok
saraf setempat,
mempertahankan unit TENS.
3.8 EVALUASI
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
JAM EVALUASI Paraf
1.Kekurangan volume
cairan berhubungan
dengan deurisis
osmotik
25 April 2015
23.00 WIB
S =
Klien mengatakan frekuensi BAK
berkurang
O =
- Turgor kulit meningkat
- Frekuensi BAK 5-6x/hari
- Kesadaran composmentis
- Membran mukosa tidak kering
- TTV :
S : 36,5 0C
N : 110x/mnt, teratur
TD : 130/95 mmHg
RR : 22 x/mnt
A = Masalah teratasi
P = Intervensi Dihentikan
Suhu : 36,8
Nadi : 135 X/menit.
Tekanan darah : 140/100
mmHg.
RR : 25 x/menit
2. Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
ketidakcukupan
26 April 2015
16.00 WIB
S =
Klien mengatakan tidak mual
O =
37
insulin penurunan
masukan oral, status
hipermetabolisme
- Kesadaran composmentis
- Klien tidak muntah
- Tidak terjadi penurunan BB
- Peningkatan tonus otot
- TTV :
S : 36,5 0C
N : 95x/mnt, teratur
TD : 135/95 mmHg
RR : 21 x/mnt
A = Masalah teratasi
P = Intervensi Dihentikan
1. 3. 3. Gangguan
pola tidur
berhubungan
dengan nokturia
26 April 2015
16.00 WIB
S =
Klien mengatakan frekuensi BAK
berkurang
Klien mengatakan dapat tidur nyenyak
O =
- Kesadaran composmentis
- Keadaan umum baik
- Lingkar hitam pada mata
Klien berkurang
- Klien tidak tebangun pada malam hari
- TTV :
S : 36,5 0C
N : 90x/mnt, teratur
TD : 135/90 mmHg
RR : 22 x/mnt
A = Masalah teratasi
P = Intervensi Dihentikan
2. 3 4. Resiko
tinggi cedera
berhubungan
dengan
25 April 2015
16.15 WIB
S =
Klien mengatakan frekuensi BAK
berkurang
Klien mengatakan dapat tidur nyenyak
38
perubahan
sensori
O =
- Kesadaran composmentis
- Keadaan umum baik
- Klien dapat memenuhi kebutuhannya
tanpa mengalami cedera
- Klien dapat berorientasi dengan
lingkungan
- TTV :
S : 36,2 0C
N : 95x/mnt, teratur
TD : 130/95 mmHg
RR : 19 x/mnt
A = Masalah teratasi
P = Intervensi Dihentikan
39