revolusi mental dalam pandangan akhlak - jurnal iain curup

22
Belajea: Jurnal Pendidikan Islam vol. 1, no 01, 2016 STAIN Curup – Bengkulu | p-ISSN 2548-3390; e-ISSN 2548-3404 Revolusi Mental Dalam Pandangan Akhlak Reni Susanti dan Deswita Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Batusangkar [email protected] [email protected] Abstract: This paper aims to make a change of a person’s things from bad manner to better one. So the writer takessome referencesabout the opinion of IbnMiskawayh and al-Ghazhali.This mental revolution examines mental problems in view of morals. The target of the work of moral itself is a mental character or characters. Mental revolution is a change of characters that originated from a person's way of dayly life.The scope of howto change the characters and the character of a person is the habit of a person's life, which ultimately extends to lifestyle of nation or state. Mental revolution can not be separated from moral education and mental, therefore, the purpose of education in Islam is a moral education or coaching mental learners for better mental and spirited professional.It is expected from Islamic education for a human soul in full awareness of itself, in terms of an increase of hablumminannas and hablumminallah point. So that, it would appear that the concept of the perfect man became agoal of Islamic Education. Because the goal of Islamic education is to make the perfect man outwardly and spiritually. Keywords: revolution, mental, education, morals Abstrak: Tulisan ini bertujuan untuk melakukan perubahan pada insan dari yang tidak baik kepada yang lebih baik. Sehingga di sini penulis mengambil rujukan pada pendapat tokoh Ibnu Miskawaih dan al- Ghazhali. Revolusi mental ini mengkaji tentang persoalan mental dalam pandangan akhlak. Yang menjadi sasaran dari kerja akhlak itu sendiri adalah mental atau karakter. Revolusi mental merupakan perubahan dalam bentuk karakter yang berawal dari cara hidup seseorang sehari- hari. Bagaimana cara merubah karakter, watak seseorang yang cakupannya itu adalah kepada kebiasaan hidup seseorang, yang akhirnya meluas ke pola hidup bangsa atau negara. Revolusi mental tidak bisa dipisahkan dari pendidikan akhlak dan mental, karena itu, tujuan pendidikan dalam Islam itu adalah pendidikan akhlak atau pembinaan mental peserta didik yakni mental yang lebih baik dan berjiwa professional. Artinya diharapkan dari hasil pendidikan Islam itu manusia yang berjiwa penuh kesadaran dalam peningkatan dirinya dalam hal hablumminannas dan hablumminallah. Sehingga dengan begitu,

Upload: khangminh22

Post on 27-Jan-2023

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Belajea: Jurnal Pendidikan Islam vol. 1, no 01, 2016 STAIN Curup – Bengkulu | p-ISSN 2548-3390; e-ISSN 2548-3404

Revolusi Mental Dalam Pandangan Akhlak

Reni Susanti dan Deswita Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Batusangkar

[email protected] [email protected]

Abstract: This paper aims to make a change of a person’s things from bad manner to better one. So the writer takessome referencesabout the opinion of IbnMiskawayh and al-Ghazhali.This mental revolution examines mental problems in view of morals. The target of the work of moral itself is a mental character or characters. Mental revolution is a change of characters that originated from a person's way of dayly life.The scope of howto change the characters and the character of a person is the habit of a person's life, which ultimately extends to lifestyle of nation or state. Mental revolution can not be separated from moral education and mental, therefore, the purpose of education in Islam is a moral education or coaching mental learners for better mental and spirited professional.It is expected from Islamic education for a human soul in full awareness of itself, in terms of an increase of hablumminannas and hablumminallah point. So that, it would appear that the concept of the perfect man became agoal of Islamic Education. Because the goal of Islamic education is to make the perfect man outwardly and spiritually.

Keywords: revolution, mental, education, morals

Abstrak: Tulisan ini bertujuan untuk melakukan perubahan pada insan dari yang tidak baik kepada yang lebih baik. Sehingga di sini penulis mengambil rujukan pada pendapat tokoh Ibnu Miskawaih dan al-Ghazhali. Revolusi mental ini mengkaji tentang persoalan mental dalam pandangan akhlak. Yang menjadi sasaran dari kerja akhlak itu sendiri adalah mental atau karakter. Revolusi mental merupakan perubahan dalam bentuk karakter yang berawal dari cara hidup seseorang sehari-hari. Bagaimana cara merubah karakter, watak seseorang yang cakupannya itu adalah kepada kebiasaan hidup seseorang, yang akhirnya meluas ke pola hidup bangsa atau negara. Revolusi mental tidak bisa dipisahkan dari pendidikan akhlak dan mental, karena itu, tujuan pendidikan dalam Islam itu adalah pendidikan akhlak atau pembinaan mental peserta didik yakni mental yang lebih baik dan berjiwa professional. Artinya diharapkan dari hasil pendidikan Islam itu manusia yang berjiwa penuh kesadaran dalam peningkatan dirinya dalam hal hablumminannas dan hablumminallah. Sehingga dengan begitu,

2 BELAJEA : Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 1, No. 01, 2016

akan nampak bahwa konsep insan kamil itu menjadi tujuan Pendidikan Islam. Karena tujuan pendidikan Islam itu adalah menjadikan manusia yang sempurna secara lahiriah dan bathiniyah.

Kata Kunci: Revolusi, Mental, Pendidikan, akhlak

Pendahuluan

Berbicara masalah pendidikan di dalam Islam, tidak bisa dipisahkan dari

persoalan akhlak dan mental. Karena tujuan pendidikan dalam Islam itu adalah

pendidikan pada akhlak atau pembinaan mental peserta didik. Yakni menjadikan

mental peserta didik yang lebih baik dan berjiwa profesional. Artinya di

harapkan dari hasil pendidikan Islam itu manusia yang berjiwa penuh kesadaran

dalam peningkatan dirinya dalam hal hubungan dengan Allah (ḥablun minallȃh)

dan hubungan dengan sesama manusia (ḥablun minannȃs). Di sinilah konsep

insan kamil menjadi tujuan dalam pendidikan Islam, yaitu manusia yang

sempurna beriman dan bertaqwa kepada Allah dan berilmu pengetahuan yang

tinggi.

Hal ini diperkuat dengan pernyataan bahwa manusia itu mempunyai

potensi atau disebut juga dengan fitrah, sebagaimana dalam sebuah hadits yang

di kutip dari kitab al-Mu’jam al-Mufahras li Alfazh al-Hadits al-Nabawi,1

sebagaimana bunyinya:

على لد يو مولود كل وسلم عليه اهللا صلي النيب قال قال عنه اهللا ضي ر ة هرير اىب عن

>البخارئ روه.... < اوميجسانه ينصرانه او يهودانه فابواه الفطرة

Dari Abu Hurairah r.a, Rasulullah SAW bersabda: “tiap-tiap bayi yang dilahirkan

adalah dalam keadaan fitrah. Maka orang tuanyalah yang menjadikan Yahudi, Nasrani

atau Majusi...” (H.R. Bukhari).

Hadis di atas mengandung makna bahwa setiap bayi yang dilahirkan itu

memiliki potensi jasmani dan rohani yang siap untuk dikembangkan. Potensi

yang dimaksud itu adalah potensi jasmani yang tumbuh dan berkembang seiring

1 A.J. Wensik dan J.P. Mensing, al-Mu’jam al-Mufaharas li Alfazh al-Hadits al-

Nabawi, (Leiden: E.J.Brill 1985), 180

Reni dan Deswita: Revolusi Mental Dalam Pandangan Akhlak 3

dengan bertambahnya usia, sedangkan potensi rohaniah inilah yang dinamakan

dengan fitrah yang pada dasarnya siap untuk dikembangkan.

Potensi yang ada dalam diri anak tadi kalau dikaitkan dengan mental atau

batinnya, maka itulah yang dimaksud dengan perbaikan dalam hal karakter

seseorang. Persoalan mental menjadi persoalan yang tidak bisa dipisahkan dari

akhlak, karena karakter itu diartikan dengan watak, karakter atau sikap seseorang

yang erat hubungannya dengan akhlak. Secara umum karakter itu terbagi atas

dua bagian yaitu karakter mulia (akhlak mahmudah) dan karakter tercela (akhlak

mazmumah).2 Secara ruang lingkupnya karakter Islam terbagi atas dua bagian

yaitu karakter terhadap Allah dan karakter terhadap selain Allah. Sedangkan

karakter kepada yang selain Allah terbagi lagi kepada, sesama manusia, sesama

makhluk hidup dan non makhluk hidup. Kalau di perhatikan dari

penjelasan di atas, istilah karakter bisa dikatakan dengan akhlak. Sebab akhlak

adalah sikap atau perbuatan yang sudah tertanam di dalam jiwa yang

menimbulkan bermacam-macam perbuatan dengan mudah, tanpa memerlukan

pemikiran dan pertimbangan.3 Dengan demikian, akhlak itu merupakan suatu

sikap atau perbuatan seseorang yang sudah menjadi kebiasaan dalam dirinya.

Dengan istilah lain disebut dengan sikap mental.

Revolusi mental menyangkut pada keadaan kejiwaaan, roh, spiritual dan

nilai-nilai (vested interest) yang diyakini oleh seseorang atau sekelompok orang

dalam sebuah ruang lingkup kecil atau bahkan dalam sebuah Negara. Beberapa

waktu yang lalu istilah ini sangat sering kita dengar, yang melekat pada jargon

Jokowi. Sebagai sebuah jargon, maka biasanya tidak disertai penjelasan lebih

detail, apa sebenarnya maksud dari revolusi mental. Secara istilah, ada dua kata

yang membutuhkan penjelasan, yaitu revolusi dan mental. Menurut kamus besar

bahasa Indonesia (KBBI), revolusi adalah perubahan yang cukup mendasar

dalam suatu bidang,4 sedangkan mental adalah bersangkutan dengan batin dan

watak manusia, yang bukan bersifat badan dan tenaga.

Pendidikan formal melalui sekolah dapat menjadi lokus untuk memulai

revolusi mental ini. Pendidikan diarahkan pada pembentukan etos warga negara

2 Marzuki, Pendidikan Karakter, (Jakarta: Amzah, 2015), 32 3 Imam al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulum al-Din, Jilid. III, (Beirut: Dar al-Fikr, tt), 56 4 Tim Penyusun Phoenik, Kamus Besar bahasa Indonesia, (ed baru), (Jakarta;

Pustaka Phoenik, 2007), 220

4 BELAJEA : Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 1, No. 01, 2016

(citizenship). Proses pedagogis membuat etos warga negara ini ‘menumbuh’,5 atau

dapat menjadi tindakan sehari-hari. Cara mendidik perlu diarahkan dari

pengetahuan diskursif (discursive knowlegde) ke pengetahuan praktis (practical

knowledge). Artinya, membentuk etos bukanlah pembicaraan teori-teori, etika

yang abstrak, tetapi bagaimana membuat teori-teori tersebut mempengaruhi

tindakan sehari-hari. Pendidikan diarahkan menuju transformasi di tataran

kebiasaan. Pendidikan mengajarkan nilai keutamaan (virtue) yang merupakan

pengetahuan praktis. Revolusi mental membuat kejujuran dan keutamaan yang

lain menjadi sesuatu diposisi batin ketika berhadapan dengan situasi yang

konkret.6

Dalam hal pendidikan, Indonesia sangat berhasil menyediakan

pendidikan bagi warga negaranya. Keberhasilan dalam bidang pendidikan ini

terbukti dengan pemerintah Indonesia telah berhasil mengubah profil

pendidikan negara ini dalam tiga dasawarsa terakhir ini.7 Sehubungan dengan

Indonesia adalah salah satu negara yang penduduknya mayoritas Islam. Dan

mempunyai dua lembaga pendidikan yaitu agama dan umum. Pada dasarnya

pendidikan di sekolah hanya salah satu institusi perubahan, revolusi mental yang

menjadi gerakan berskala nasional, yang perlu dilakukan di setiap kelompok

dalam kehidupan sehari-hari. “transformasi sejati terjadi dalam kesetiaan

bergerak dan menggerakkan perubahan dalam hal-hal yang rutin”.

Dilema pendidikan yang terjadi sekarang ini hanya sebatas transfer ilmu

pengetahuan semata, dengan tidak memperhatikan pada mental atau akhlak anak

didik itu sendiri. Sehingga kesuksesan seorang pendidik hanya dinilai secara

materi, begitu juga sebaliknya seorang pendidik akan merasa sukses apabila anak

didik memberikan sesuatu berupa materi sebagai ucapan terimakasihnya.

Padahal kalau dikaji secara konsep seorang pendidik itu adalah tanpa tanda jasa

dan tanpa berharap pada peserta didik. Namun sekarang prinsip itu hanya

tinggal sebagai alunan nyanyi di sekolah saja lagi. Maka dilihat pada kenyataan

pendidikan sekarang itu, yang hilang dari sana adalah nilai-nilai kesadaran.

5 Jurnal, http://indoprogress.com, diakses 12 Juni 2016. 6 Karlina, Supell, dalam http://www.jokowi.id/opini/mengartikan-revolusi-mental.

com, diakses 02 Juni 2016. 7 Riaz Hassan, Keragaman Iman Studi Komparatif Masyarakat Muslim, (Jakarta:

Raja Grafindo Persda, 2006), 26

Reni dan Deswita: Revolusi Mental Dalam Pandangan Akhlak 5

Baik kesadaran sebagai pendidik maupun kesadaran sebagai peserta

didik. Maksud kesadaran di sana adalah dalam semua segi kehidupan, baik yang

berkaitan dengan diri sendiri maupun sosialisasi sesama manusia. Kesadaran

untuk beribadah kepada Allah maupun kesadaran dalam peningkatan rasa

sosialisasi sesama manusia. Maka itulah revolusi mental manjadi hal yang

diperhatikan akhir-akhir ini dalam kehidupan manusia, sebab revolusi mental

mencakup semua aspek kehidupan manusia untuk berubah dari kebiasaan yang

tidak baik kepada kebiasaan yang lebih baik.

Istilah revolusi mental bukanlah istilah baru yang kita dengar, akan tetapi

sudah merupakan istilah lama yang kembali didengungkan pada masa sekarang,

apalagi jika berhadapan dengan kajian-kajian yang bersifat Islami. Karena dalam

kajian-kajian tersebut yang menjadi sasaran utamanya adalah mental (dalam

istilah lain disebut juga dengan batin atau rohani). Sebagaimana Yahya Jaya,8

sudah lama mendengungkan revolusi mental ini dalam istilah Spiritualisasi Islam.

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Revolusi Mental

Persoalan revolusi mental merupakan persoalan yang melekat pada diri

setiap pribadi, karena mental adalah suatu yang sangat penting pada setiap

manusia. Di mana mental adalah sesuatu hal yang sangat menentukan pada diri

seseorang. Sebab mental menggambarkan bagaimana karakter dan watak dari

seseorang tersebut. Baik atau buruknya mental atau karakter itu tergantung pada

pembinaannya. Sebab pembinaan karakter bertujuan untuk membina pribadi-

pribadi agar mempunyai sifat yang baik. Namun pada dasarnya semua itu

berawal dari pendidikan yang diberikan oleh keluarga atau orang tua. Makanya di

sini peran orang tua sangat berpengaruh pada diri seorang anak.

Dalam hal ini, maka orang tua harus memiliki konsep yang lebih baik

dalam membina anaknya. Contohnya dalam penerapan nilai-nilai baik atau sifat-

sifat baik pada anak harus di mulai dari orang tua itu sendiri. Artinya orang tua

8 Dosen Fakultas Dakwah IAIN “IB” Padang, lulusan program Doktor dari IAIN Syarif Hidayatllah Jakarta, tahun 1989. Buku ini merupakan disertasi dalam penyelesaian Program Doktor di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 1989. Buku ini banyak berisi tentang kajian Spiritualisasi Islam yang di kaitkan dengan kesehatan mental menjadi hal utama bagi seseorang dalam menjalani kehidupannya. Apabila mental sehat maka seseorang akan bisa menjalani hidup ini dengan baik dan bahagia, namun sebaliknya bila mental sakit maka seseorang itu tidak akan bisa menjalani hidup dengan baik dan bahagia. Buku itu juga berangkat dari pendapat al-Ghazali dalam karyanya ihya’ ‘Ulum al-din yang bayak mengkaji tentang Islam dengan berbagai persoalannya.

6 BELAJEA : Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 1, No. 01, 2016

harus memegang prinsip suri tauladan atau ibda’ binafsih. Karena anak-anak

dalam perkembangannya masih memakai metode meniru. Bahkan dikatakan

oleh Selmin,9dalam tahap 0 (umur 3 – 6 tahun) seorang anak belum dapat

membedakan dengan jelas pemahaman dan pengertiannya sendiri atas sebuah

situasi dengan pengertian dan penafsiran orang lain.

Jadi seorang anak yang masih berusia 3 – 6 tahun belum mampu

mengambil perspektif situasi dan memahaminya secara tepat. Melalui keluarga

lah seorang anak memperoleh sosialisasi nilai dan perilaku. Proses belajar anak

pertama-tama di lakukan melalui perasaan enak dan tidak enak, nyaman dan

tidak nyaman. Apabila seorang anak merasa enak dan nyaman dengan fisiknya,

maka dia akan tenang dan diam. Sebalinya jika dia merasa tidak nyaman dengan

fisiknya, maka dia akan selalu menangis dan rewel. Makanya nyaman atau

tidaknya seorang anak, akan bergantung pada orang tuanya.

Jadi bagaimanapun tingkah laku orang tuanya, maka si anak akan

langsung menerapkan dalam dirinya. Baik berupa sikap dan perbuatan atau

perkataan sehari-hari. Berkaitan dengan hal itu, maka pola pendidikan yang

harus diterapkan oleh orang tua pada anak adalah pendidikan agama dengan

nilai-nilai yang baik. Hal ini termaktup dalam pola pendidikan Lukman pada

anaknya. Bahwa Lukman lebih mendahulukan nilai-nilai agama, dengan

menyuruh anaknya untuk tetap selalu menyembah Allah jangan mensyerikatkan

Allah, kemudian menghormati kedua orang tua. Sebagaimana terdapat dalam al-

Quran surat Lukman ayat 13-14 yang artinya : “ Dan (ingatlah ketika Lukman

berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, “wahai

anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya

mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar. (13) Dan

kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang

tuanya. Ibunya telah mengandung dalam keadaan lemah yang bertambah-

tambah dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan

kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada aku kembalimu (14)”

Dengan demikian, maka manusia selalu menjalani kehidupan dalam dua

pilihan yaitu baik dan buruk, baik apabila potensi selalu di gunakan untuk

kebaikan, sedangkan buruk apabila potensi itu di gunakan dengan kejahatan.

9 Doni Koesoema, A, Strategi Pendidikan Karakter Revolusi Mental dalam

Lembaga pendidikan, (Yogyakarta: Kanisius, 2015), 30

Reni dan Deswita: Revolusi Mental Dalam Pandangan Akhlak 7

Maka apabila manusia selalu berjalan dalam kehidupannya penuh kebaikan,

maka ia akan mendapatkan kebahagiaan. Namun sebaliknya, apabila seseorang

menjalankan hidupnya dengan kejahatan, maka ia akan mendapatkan siksaan

yang pedih. Namun dalam kondisi demikian, akan selalu ada perubahan dalam

hidup manusia tersebut. Dalam konsep perubahan tersebut, maka seseorang

dalam hidupnya akan memiliki niat untuk melakukan perubahan dalam

hidupnya.

Jean Piaget dalam bukunya Doni Koesoema “Strategi Pendidikan

karakter Revolusi mental dalam lembaga Pendidikan”,10 mengatakan bahwa

anak-anak belajar tentang nilai-nilai dan moral sebagai dampak dari proses

interaksi dengan lingkungannya, anak yang berusai 3-10 tahun, lebih cenderung

menerima peraturan yang dikomunikasikan oleh orang-orang sekitar yang

memiliki kekuasaan, terutama orang tua dan guru. Anak-anak mengetahui baik

buruk sesuai dengan aturan-aturan sederhana yang selama ini mereka pahami.

Misalnya mereka mulai mengerti bahwa “mengatakan kebenaran” adalah hal

baik karena orang-orang disekitarnya yang memiliki kekuasaan mengatakan

bahwa hal ini adalah baik, ia juga mengetahui kalau ia berbohong maka ia akan

di hukum dan sebaliknya akan memperoleh pujian dan apresiasi kalau mereka

berkata benar.

Di sini Jean Piaget mengatakan bahwa: asal mula pertumbuhan

intelegensi dalam diri anak bermula dari aktifitas sensorik yang berkembang

sesuai dengan tahapan yang mesti di lalui secara genetis. Pada prinsipnya

menurut Jean Piaget, ada empat tahap perkembangan kemampuan kognitif

sensorik, yaitu; tahap sensorik-motorik (dari lahir sampai 24 bulan), tahap pra

operasional (umur 2 - 7 tahun), tahap operasional formal (umur 12 – dewasa).

Masing-masing tahapan ini mempengaruhi bagaimana individu itu

menghubungkan antara kenyataan, fiktif dan pengetahuan. Dan terakhir tahap

tertinggi seorang individu mampu melakukan pemikiran abstrak.

Kemudian menurut Lowrence Kohlberg,11 bahwa anak mengalami

perkembangan moral dalam hidupnya melalui interaksi dengan lingkungan.

Menurut dia tahap perkembangan moral individu tersebut dilakukan melalui

tahap pra konvensional, konvensional dan pasca konvensional yang

10Ibid., 26 11Ibid., 29

8 BELAJEA : Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 1, No. 01, 2016

mengutamakan otonomi dan prinsip moral. Perkembagan moral individu adalah

meningkatnya kemampuan untuk membedakan dan mengintegrasikan perspektif

diri dan orang lain dalam mengambil keputusan. Kohlberg percaya kalau

perkembangan moral individu bertumbuh melalui pengalaman sosialnya

sehingga membentuk konflik pengetahuan dalam dirinya. Konflik kogniitf ini

akan membantu seseorang memahami dan akhirnya mampu menempatkan

perspektif moral orang lain dengan dirinya. Begitulah prinsip perkembangan

kemampuan seorang anak, yang dalam Islam di katakan bahwa “setiap anak yang

dilahirkan itu adalah suci”, makna suci di sana adalah setiap anak itu mempunyai

kemampuan. Namun kemampuan anak itu selalu memerlukan arahan dan

binaan dalam perkembangannya. Sebab potensi itu, tidak bisa berkembang

dengan sendirinya.

Pada dasarnya perubahan akan terjadi apabila seseorang mengalami suatu

kejadian atau tragedi dalam hidupnya. Namun tragedi yang akan merubah

seseorang tersebut adalah tragedi tentang kerusakan dalam hidupnya atau

sesuatu yang membuat seseorang mengalami penurunan dari yang sebelumnya.

Sehingga berusaha untuk melakukan perubahan agar menjadi lebih baik lagi.

Maka bentuk perubahan itulah yang di sebut dengan revolusi. Bentuk revolusi

tersebut adalah terjadi karena adanya kekecewaan dalam kehidupan manusia

tersebut. Adapun hal-hal yang menyebabkan terjadinya revolusi tersebut adalah

mendengarkan kata-kata inspiratif, mendengarkan pidato, ceramah atau pun bisa

juga menyaksikan sendiri kehidupan orang lain yang lebih baik dari kehidupan

dia. Sehingga ada keinginan untuk merubah hidupnya kepada yang lebih baik

lagi. Dengan prinsip hidup yang lebih baik, dan dengan tujuan yang lebih baik

lagi.

Secara religiusnya revolusi dalam kehidupan seseorang itu dalam bentuk

ujian atau musibah yang diberikan Allah pada makhluknya. Karena pada saat

Allah memberikan ujian atau musibah pada makhluknya, itu artinya Allah

menyayangi umat-Nya dengan menegur umat-Nya dalam bentuk ujian atau

musibah tersebut. Kemudian juga bisa terjadi revolusi mental itu dengan

berpindah tempat dari satu daerah ke daerah lainnya atau dalam istilah agama di

sebut dengan Hijrah. Karena konsep hijrah yang ada di dalam Islam itu

bermakna yang sangat luas. Yaitu bisa secara maknawi dan lughawi. Kemudian

revolusi mental juga bisa terjadi karena kondisi kejiwaan yang dihadapi oleh

Reni dan Deswita: Revolusi Mental Dalam Pandangan Akhlak 9

seseorang. Artinya seseorang itu menghadapi goncangan kejiwaan yang di

sebabkan oleh suatu peristiwa dalam hidupnya.

Namun dari beberapa hal yang menjadi penyebab revolusi mental

tersebut, bisa di antisipasi dari awal dengan baik. Yaitu dengan melakukan

pendidikan akhlak, karena akhlak merupakan pondasi awal dalam perubahan

pada diri pribadi seseorang. Disadari, reformasi pendidikan yang

dilaksanakan baru sebatas melakukan perombakan yang sifatnya institusional.

Belum menyentuh paradigma, mindset, atau budaya pendidikan dalam rangka

pembangunan pendidikan (education building). Agar perubahan benar-benar

bermakna dan berkesinambungan, revolusi mental mesti dilakukan.

Education building tidak mungkin akan efektif kalau sekadar mengandalkan

perombakan institusional tanpa melakukan perombakan manusianya atau sifat

mereka yang menjalankan sistem ini. Sehebat apa pun kelembagaan yang kita

ciptakan, selama ia ditangani oleh manusia yang belum mempunyai mental yang

baik, maka tidak akan membawa kebaikan.

Konsep pemahaman, pengertian, teori, prinsip, asumsi sangat penting

bagi pengembangan pendidikan karakter. Adapun tujuan pendidikan karakter

adalah untuk membentuk karakter siswa sesuai dengan apa yang kita inginkan.

Karakter di sini yang utama adalah karakter moral.12 Artinya adalah pada saat

kita berpikir, karakter seperti apa yang kita inginkan pada anak-anak kita, maka

jelaslah bahwa yang kita inginkan adalah karakter yang baik, benar dan menjaga

seluruh apa yang mereka yakini benar.

Pendidikan karakter bertujuan untuk membentuk individu menjadi

pelaku perubahan bagi dirinya sendiri dan masyarakatnya. Jadi pendidikan

karakter secara umum ingin mengajak kita mengerti bahwa pendidikan karakter

utuh dan menyeluruh ingin membentuk individu, terutama siswa, yang bukan

hanya memiliki kecerdasan unggul, berbudi pekerti, namun juga mesti dapat

menjadi pelaku perubahan bagi diri sendiri dan masyarakat. Kalau di lihat dalam

dunia pendidikan, transformasi pendidikan inilah yang selama ini hilang dalam

dunia pendidikan kita.

Dengan demikian karakter siswa dapat di bentuk dalam dua hal yaitu:

Pertama, orientasi nilai dan keutamaan yang kita yakini sebagai hal yang baik.

12Ibid., 19

10 BELAJEA : Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 1, No. 01, 2016

Orientasi itu adalah nilai-nilai inti atau dasar yang diyakini sebagai bagian dari

realisasi misi keberadaan lembaga pendidikan. Misalnya nilai dasar yang ingin

dikembangkan oleh sekolah adalah keunggulan, kejujuran, kedisiplinan,

kepedulian dan pelayanan. Maka nilai dasar ini menjadi kiblat yang selalu di

usung dalam pembentukan karakter siswa

Kedua, agar kinerja kita efektif dan tidak buang waktu, pelaku

pendidikan perlu mengetahui bagaimana proses terbentuknya karakter tertentu

dalam diri individu. Atau dengan kata lain, mengetahui proses bagaimana

individu itu mengakuisisi pemahaman, pengertian dan tindakan tentang perilaku

yang dianggap bernilai dan baik adalah hal yang sangat strategis. Dengan

mengetahui proses terbentuknya karakter individu, maka akan dapat membantu

kita melakukan intervensi pendidikan secara efektif.13

Dengan demikian pendidikan karakter itu merupakan usaha bersama

komunitas sekolah untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif bagi

pertumbuhan dan pembentukan moral tiap individu yang terlibat dalam dunia

pendidikan. Adapun yang menjadi inti dari pendidikan karakter itu adalah

mengembangkan dan menumbuhkan individu sebagai pribadi bermoral sesuai

dengan apa yang diinginkan.

Bentuk-Bentuk Revolusi Mental

Pada bagian ini penulis juga akan melihat dalam hal apa saja sasaran dari

revolusi mental tersebut. Apakah hanya sebatas karakter dan watak saja, atau

apakah di sana juga terkait dengan kebiasaan dalam kehidupan seseorang.

Namun dibalik itu semua perubahan yang secara radikal juga bisa terjadi dalam

diri seseorang ketika seseorang tersebut mendengar sebuah ide atau inspirasi,

maka di sana akan mengalami perubahan secara radikal.14 Seperti yang terjadi

pada orang-orang suci atau di sebut dengan kaum ulama atau ustaz (bahasa

Islamnya) dan paulus (bahasa Kristennya). Kemudian juga pernah terjadi

perubahan yang secara radikal di Amerika Serikat pada abad ke 18, di mana

ribuan orang mengalami pertobatan atau banyak yang mengalami perubahan

mental kepada hal yang positif. Di kota Niniweh, 120 ribu orang mengalami

perubahan mental setelah mendengarkan pidato inspiratif yang mentransformasi

13 Ibid., 19 14 File/// C:/User / Documents/revolusi-mental-jokowi-hanya-sekedar”Branding”-

sebuah ide? Diakses 26 April 2015

Reni dan Deswita: Revolusi Mental Dalam Pandangan Akhlak 11

pikiran.15 Artinya perubahan radikal akan bisa terjadi jika ada sesuatu yang

membuat seseorang berubah.

Menurut Koentjaraningrat yang di kutip dari jurnal yang di tulis oleh

Albert WS Kusen, dikatakan bahwa isu mentalitas manusia dalam konteks

pembangunan, diwajibkan mengapresiasi suatu nilai budaya yang berorientasi ke

masa depan yaitu suatu sifat hemat, suatu hasrat untuk bereksplorasi dan

berinovasi, suatu pandangan hidup yang bernilai tinggi (achievement) dari karya,

suatu nilai yang berorientasi vertikal, suatu nilai yang lebih percaya kepada

kemampuan sendiri: berdisiplin murni dan berani mengambil tanggung jawab

sendiri.16 Artinya adalah bahwa mentalitas yang baik itu adalah mental yang bisa

berkembang dengan baik, berorientasi positif ke depannya, lebih percaya

kemampuan sendiri dengan tidak mengandalkan kemampuan orang lain.

Kemudian akan bernilai tinggi dengan suatu karya yang lebih baik dan penuh

disiplin serta bertanggung jawab. Maka demikianlah konsep mentalitas yang baik

dan selalu diinginkan, sehingga akan bisalah tercapai suatu kehidupan yang

bernilai tinggi dan baik.

Dalam buku Zakiah Dradjat yang berjudul, Kesehatan Mental Peranannya

Dalam Pendidikan dan Pengajaran, mengatakan bahwa yang dimaksud dengan

kesehatan mental itu adalah terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh

antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri antara manusia

dengan dirinya sendiri dan lingkungannya, berlandaskan keimanan dan

ketaqwaan serta bertujuan untuk mencapai hidup yang bermakna dan bahagia di

dunia dan di akhirat.17 Dengan rumusan lain, kesehatan mental adalah suatu ilmu

yang berpautan dengan kesejahteraan dan kebahagiaan manusia, yang mencakup

semua bidang hubungan dengan orang lain, hubungan dengan alam dan

lingkungan serta hubungan dengan Tuhan.

Kehidupan yang baik dan bernilai tinggi tersebut tidak akan bisa dicapai

tanpa adanya peran serta dari konsep nilai, sikap dan perbuatan, yang lebih

dikenal dengan akhlak. Jadi akhlak adalah landasan dari sikap mentalitas yang

baik. Sebab akhlak sangat erat kaitannya dengan hati atau qalbu, di mana hati

15 Ibid., 16 Albert WS. Kusen, dalam File///C:/User/user/Documents/revolusi-mental-perlu-

sabuk-pengaman, 26 April 2014 17 Zakiah Drajat, Kesehatan Mental Peranannya dalam Pendidikan dan

Pengajaran, (Jakarta: Lembaga Pendidikan IAIN, 1984), 4 dan 7

12 BELAJEA : Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 1, No. 01, 2016

atau qalbu merupakan sumber dari akhlak itu sendiri, artinya kalau hatinya bersih

maka akan lahirlah akhlak baik tetapi sebaliknya jika hatinya kotor maka yang

akan muncul juga akhlak yang buruk. Kemudian bersih atau kotornya hati itu

juga sangat erat kaitannya dengan ibadah, karena yang membentuk hati bersih

atau kotor hati itu adalah ibadah. Artinya kalau ibadahnya baik maka hatinya

akan bersih dan suci, namun sebaliknya kalau ibadahnya tidak baik maka tentu

saja hatinya akan kotor dan tidak bersih.

Secara prinsipnya pola pembentukan mental itu di mulai dari usia dini,

dan keluargalah yang memegang peran utamanya. Sebagaimana yang di

ungkapkan oleh Rasulullah Saw bahwa, pembinaan mental itu memerlukan

waktu yang begitu lama dibandingkan dengan pembinaan intelegensi anak.

Makanya Rasulullah Saw dalam mengembangkan dakwah Islam lebih

mendahulukan Iman atau mental (sikap) dari pada ilmu-ilmu Islam yang lainnya.

Oang tua merupakan sekolah utama dalam pembinaan mental atau karakter

anak. Artinya Rumah itu merupakan Madrasah pertama bagi seorang anak.

Apabila anak mendapatkan pendidikan dan pembinaan yang baik dalam keluarga

dari orang tuanya, maka mental anak akan tumbuh dengan baik sehingga anak

akan bisa bergaul dengan baik bersama teman-temannya. Sebab seorang anak

sudah mempunyai modal untuk melakukan sosialisasi yang lebih luas di luar

lingkungan keluarga.

Sehingga orang tua mempunyai tanggung jawab yang sangat besar

terhadap anak-anaknya dalam menanamkan nilai-nilai baik dalam dirinya.

Memperkenalkan mana yang baik dan mana yang buruk, serta menjelaskan mana

yang boleh dan mana yang tidak boleh di dalam hidup ini. Pola penanaman nilai-

nilai baik dan buruk itu dimulai dengan sebuah kebiasaan dalam hidupnya.

Atinya sebagai orang tua harus mencontohkan pribadi yang baik kepada anak-

anaknya dalam lingkungan keluarga. Maka dengan demikian, kebiasaan baik di

dalam keluarga akan terbawa oleh si anak kedalam pergaulan dalam masyarakat.

Sehingga anak memiliki karakter yang baik dalam dirinya dan mempunyai

kehidupan yang benilai tinggi.

Agama sangat erat kaitannya dengan sikap atau perilaku seseorang

karena agama akan membentuk dari sikap maupun perilaku tersebut,

mengrahkan kepada baik maupun buruk. Agama akan membawa kepada sebuah

perlindungan bagi pemeluknya, agama berperan sebagai pelindung bagi

Reni dan Deswita: Revolusi Mental Dalam Pandangan Akhlak 13

pemeluknya dari berbagai masalah18. Sebagaimana terdapat dalam al-Quran Surat

Asy-Syura’ ayat 52, yang artinya: “Dan sesungguhnya engkau benar-benar

memberi petunjuk kepada jalan yang benar” (Q.S. Asy-Syura’: 52)

Dari ayat tersebut bisa di pahami bahwa, agama sangat berperan penting

dalam kehidupan manusia, tidak hanya di kala manusia itu susah dikala senang

pun agama juga memberikan perlindungan terhadap apa yang disenangi oleh

manusia itu. Karena itu, di dalam agama tersebut selalu di ajarkan bagaimana

cara menjalani hidup dengan baik, bagaimana sikap terhadap sesama, orang tua

dan orang yang kecil dari kita.

Dalam melihat pendidikan itu tidak hanya mentransfer ilmu

Pengetahuan saja, akan tetapi lebih luas dari itu, yaitu bagaimana membentuk

kepribadian seorang anak didik agar menjadi lebih baik. Dan makna baik di sana

tidak hanya baik secara fisik saja, akan tetapi baik dalam arti luas, yaitu baik fisik,

mental-emosional, mental-intelektual, mental-sosial dan mental-spiritual.

Makanya pendidikan itu, harus dilakukan sedini mungkin di rumah maupun di

luar rumah, formal maupun non formal. Sebagaimana di jelaskan dalam sebuah

hadits yang artinya; Didiklah anak-anakmu sebab mereka dilahirkan untuk hidup

dalam suatu zaman yang berbeda dengan zamanmu”. (H.R. Bukhari dan Muslim).

Perkembangan agama pada anak sangat ditentukan oleh pendidikan dan

pengalaman yang dilaluinya, terutama pada masa-masa 0 – 12 tahun.19 Seorang

anak pada masa anak-anak dia tidak mendapatkan pendidikan agama dan tidak

pula mempunyai pengalaman keagamaan, maka ia dikemudian hari setelah

dewasa akan cenderung berpikiran negatif terhadap agama.

Agama itu akan masuk ke dalam diri seorang anak, seyogyanya

bersamaan dengan perkembangan dan pertumbuhan pribadinya. Bahkan lebih

dari itu, yaitu sejak dalam kandungan. Oleh karena itu, di sarankan kepada ibu-

ibu yang hamil untuk selalu menjaga sikap dan akhlak yang baik. Disarankan

untuk sealu melaksanakan ibadah dan rajin membaca al-quran, agar anak nantik

kelak bisa di bimbing dan di arahkan dengan baik.

18 Dadang Hawari, al-Quran Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa,

(Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 2004), 31 19 Ibid.,

14 BELAJEA : Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 1, No. 01, 2016

Prinsip-Prinsip Revolusi Mental

Dalam melihat prinsip-prinsip revolusi mental ini, penulis berpedoman

kepada prinsip-prinsip Rasulullah Saw sebagai suri teladan. Bagaimana

Rasulullah menerapkan nilai-nilai Islam, mengubah kebiasaan masyarakat

jahiliyyah dari yang tidak baik kepada yang lebih baik. Perubahan itu beliau

lakukan salama lebih kurang 23 tahun dengan memakai metode ibda’ binafsih

artinya memulai dari diri sendiri. Namun di balik metode yang digunakan

Rasulullah tersebut, ada campur tangan Allah di sana, yaitu berupa hidayah.

Karena hidayah itu merupakan pemberian Allah pada makhluk-Nya. Artinya di

sini jika pun Rasulullah bersikukuh untuk melakukan perubahan pada umat

manusia, jika Allah tidak memberikan hidayah-Nya pada manusia itu, maka

perubahan yang dilakukan oleh Rasulullah itu juga tidak akan bisa di wujudkan.

Dengan demikian apa yang dilakukan oleh Rasulullah sangat

berhubungan dengan hidayah yang diberikan oleh Allah. Sebab Rasulullah dalam

menjalankan dakwah itu pun juga berdasarkan hidayah dari Allah. Artinya Allah

yang menentukan semua yang ada di alam ini. Namun apabila dikaitkan dengan

revolusi mental, wacana perubahan karakter itu berhubungan dengan diri pribadi

seseorang, sudah pastilah ada hubungannya dengan hidayah Allah pada diri

pribadi tersebut.

Kunci keberhasilan Rasulullah dalam revolusi mental itu, adalah

berpegang pada prinsip Ibda’ binafsih. Kemudian juga berpegang pada prinsip

yang penuh kesabaran dan lemah lembut. Bahkan Rasulullah juga berpedoman

kepada masa lalu, sebagaimana di sampaikan oleh Ahmad M. Saefuddin dalam

Samsul Nizar “Sejarah Pendidikan Islam” mengatakan bahwa “untuk dapat

mengetahui misi Nabi Muhammad Saw sebagai pendidik dan rahmat bagi

sekalian alam, harus menoleh ke belakang mempelajari sejarah keadaan

masyarakat manusia menjelang kelahiran Nabi Muhmmad Saw, sehingga jelas

wujud yang sebenarnya rahmat itu. Oleh karena itu, perlu mengungkapkan

sejarahnya bersumberkan pada al-Quran beserta tafsirnya, keterangan-

keterangan dari hadits Nabi, atsar sahabat, kitab-kitab dan buku-buku yang di

susun oleh para ahli sejarah.” 20

20 Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan

Era Rasulullah Sampai Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007), 45

Reni dan Deswita: Revolusi Mental Dalam Pandangan Akhlak 15

Tentu kita masih ingat bagaimana keadaan bangsa Arab sebelum

kedatangan Nabi Muhammad Saw, kondisi kehidupan bangsa Arab dikenal

dengan sebutan zaman jahiliyah. Hal ini disebabkan oleh kebiasaan bangsa Arab

yang berperilaku buruk dan berakhlak tercela. Mereka suka mencuri, minum

khamar, berzina, merampok, bertengkar, berperang dan bahkan terbiasa

membunuh bayi-bayi perempuan yang baru dilahirkan. Kemudian Allah Swt

mengutus seorang Rasul akhir zaman (Nabi Muhammad Saw) untuk

memperbaiki atau menyempurnakan akhlak manusia. Nabi Muhammad Saw

bersabda:”Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik”.

(HR: Bukhari dalam Shahih Bukhari kitab adab, Baihaqi dalam kitab syu’bil

Iman dan Hakim).

Beliau lah yang merubah moral atau akhlak bangsa Arab yang tidak

beradab menjadi lebih beradab. Kemudian muncul pertanyaan dalam diri ini.

Lebih penting mana, mengajarkan ilmu dahulu baru mengajarkan adab? atau

mengajarkan adab dahulu baru ilmu?. Jawabannya adalah Nabi Muhammad Saw

zaman dahulu mengajarkan adab dahulu baru setelah itu ilmu. Karena apabila

mengajarkan ilmu dahulu baru mengajarkan adab, jadinya ya seperti jaman kita

sekarang. Tidak sedikit orang pinter (baik ilmu atau agamanya) tetapi menjadi

tidak benar.

Demikianlah, bentuk prinsip-prinsip dakwah yang dijalankan oleh

Rasulullah dalam rangka revolusi mental umat manusia dari zaman jahiliyyah ke

zaman berilmu pengetahuan seperti sekarang ini. Dengan proses yang sudah di

lakukan oleh Rasulullah tersebut, sesuatu yang direvolusi tersebut adalah yang

bersifat tidak baik atau jauh lebih buruk dari yang akan di lakukan perubahan

tersebut. Artinya merevolusi itu adalah melakukan perubahan dari yang tidak

baik kepada yang lebih baik. Namun pada saat sesuatu itu tidak mengalami

perubahan, maka itu bukan di sebut dengan revolusi.

Kalau diperhatikan pada metode pendidikan yang diterapkan di derah

Amerika, maka prinsip Rasulullah ini sejalan dengan metode pendidikan yang

diterapkan di Amerika tersebut, yaitu di mana yang lebih di utamakan adalah

pendidikan mental anak, yang itu dimulai dari dini dan akan berlanjut pada anak

berusia 16 tahun atau usia remaja. Sedangkan mendidik anak untuk pandai

membaca dan berhitung itu tidaklah membutuhkan waktu yang lama cukup

dengan waktu enam (6) bulan saja. Karena mendidik untuk bidang otak itu

16 BELAJEA : Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 1, No. 01, 2016

tidak membutuhkan waktu yang begitu lama dibandingkan dengan pendidikan

watak atau karakter (mental). Namun dalam semua perubahan itu, di nyatakan

bahwa Allah tidak lah akan merubah kaumnya sebelum kaum itu sendiri

merubah dirinya sebagaimana terdapat dalam al-Qur’an Surat Ar-Raad; 11, yang

berbunyi:

)اا: عد اار( نفسهم با ما وا يغري حتئ بقوم ما يغري ال هللا ان

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sehingga kaum

itu sendiri mengubah keadaan (nasib ) mereka sendiri”. (ar-Ra’d : 11 )

Ayat di atas mengandung arti bahwa, untuk melakukan perubahan itu

berangkat dari pribadi itu sendiri. Karena untuk suatu perubahan sangat

membutuhkan usaha. Sedangkan salah satu bentuk usaha itu adalah pendidikan.

Makanya pendidikan yang di utamakan itu adalah pendidikan mental atau

karakter.

Apabila diperhatikan pada prinsipnya revolusi yang dimaksud itu adalah

merubah karakter atau watak seseorang dari yang tidak baik kepada yang lebih

baik. Perubahan ini harus di mulai dari dalam diri seseorang tersebut, tidak bisa

perubahan itu muncul dari luar dirinya, sebab karakter atau watak itu terletak di

dalam diri seseorang tersebut. Kalau di lihat dari pola pendidikan Islam metode

latihan yang dilakukan untuk revolusi mental itu adalah suatu bentuk ajaran yang

di sebut dengan tasawuf, di mana tasawuf adalah suatu latihan dalam

membentuk karakter atau watak seseorang secara religius, dengan memakai

metode zikir dan ibadah

Tasawuf adalah ruh Islam. Kalau syariat itu kita ibaratkan badan,

maka ruhnya adalah tasawuf. Badan tidak hidup kalau tidak ada ruh,

sebaliknya tidak ada kehidupan tanpa jasad. Sungguhpun keduanya saling

terkait dan saling bertalian atau tidak bisa lepas satu dengan yang lainnya.

Namun posisi ruh jauh lebih menentukan. Karena tasawuf sebagai ruh bisa

mengantarkan pada puncak spiritualitas. Dengan demikian, berarti tasawuf

sangat menentukan arah kehidupan dan tujuan akhir dari kehidupan.

Persoalan-Persoalan yang Menjadi Kajian Revolusi Mental

Adapun yang menjadi persoalan kajian dari revolusi mental di sini,

penulis lebih menitik beratkan pada konsep dasar dari revolusi tersebut yaitu,

Reni dan Deswita: Revolusi Mental Dalam Pandangan Akhlak 17

perubahan pada bidang mental atau akhlak. artinya bagaimana seseorang itu

bersikap lebih baik lagi. Baik itu dalam hal perbuatan, pemikiran ataupun

perkataan. Di mana revolusi atau sebuah perubahan itu pasti berangkat dari

suatu peristiwa yang tidak baik, artinya seseorang yang menyadari berada dalam

zona yang tidak baik akan melakukan perubahan atau revolusi.

Di lihat dari banyaknya dilema yang muncul dalam kehidupan manusia

ini, Mulai dari persoalan sosial, ekonomi sampai kepada masalah spiritual.

Artinya mencakup dua hubungan yaitu hubungan dengan Allah dan hubungan

dengan sesama manusia. Yang mana semua itu sangat melekat dalam kehidupan

manusia itu sendiri. Secara pribadi seseorang akan selalu berusaha melakukan

perubahan dalam hidupnya, agar hidup ini menjadi lebih baik lagi, baik secara

ekonomi maupun secara hubungan sosial kemasyarakatan. Dan begitu juga

dalam hidup bermasyarakat dan bernegara, tentu suatu masyarakat atau negara

tersebut ingin lebih baik lagi sehingga akan selalu meningkatkan kehidupannya.

Kembali kepada persoalan “Revolusi Mental”, bahwasanya konsep ini

bukan hanya berhenti di persoalan moralitas belaka. Sebagaimana telah

dikatakan Karlina Rohima Supelli, “Apa yang mau dibidik oleh “Revolusi

Mental” adalah transformasi etos, yaitu perubahan mendasar dalam mentalitas,

cara berpikir, cara merasa dan cara mempercayai, yang semuanya menjelma

dalam perilaku dan tindakan sehari-hari” Muara akhir dari “Revolusi Mental”

adalah perubahan cara berfikir dan cara merasa yang diterjemahkan dalam

tindakan atau perilaku baik perilaku politik, perilaku ekonomi, perilaku

pendidikan, perilaku kerja, perilaku sosial kemasyarakatan.

Harapan-harapan yang terkandung dalam “Revolusi Mental” bukanlah

sekedar anjuran-anjuran memiliki perilaku santun belaka. Lebih daripada itu

adalah membuang mental malas bekerja, membuang mental diskriminatif,

membuang mental koruptif, membuang mental menyuap.

Sebenarnya yang mau dibidik oleh “Revolusi Mental” dalam gerakannya

itu, adalah transformasi etos, yaitu yang merupakan perubahan mendasar dalam

mentalitas. cara berpikir, cara merasa dan cara mempercayai, yang semuanya

menjelma dalam perilaku dan tindakan sehari-hari. Etos ini menyangkut semua

bidang kehidupan mulai dari ekonomi, politik, sains-teknologi, seni, agama dan

sebagainya. Sehingga mentalitas bangsa (yang terungkap dalam

praktik/kebiasaan sehari-hari) lambat-laun berubah. Pengorganisasian, rumusan

18 BELAJEA : Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 1, No. 01, 2016

kebijakan dan pengambilan keputusan diarahkan untuk proses transformasi itu.

Di mana semua itu sangat berkaitan dengan akhlak, sikap, karakter atau dalam

bahasa lengkapnya yaitu mental. Dengan demikian makna mental begitu luas

apabila kita mengkajinya dalam hal kemajuan. Yang intinya adalah kesadaran diri

pribadi, dengan tidak memandang siapa orangnya.

Keutamaan (virtue) adalah pengetahuan praktis. Ini berarti bahwa dalam

proses pendidikan, Revolusi Mental adalah membuat bagaimana kejujuran dan

keutamaan lain-lainnya itu menjadi suatu disposisi batin ketika siswa berhadapan

dengan situasi konkret. Ketika berhadapan dengan kesulitan saat ulangan,

misalnya siswa tidak lagi melihat kejujuran sebagai hal yang terpisah dari dirinya.

Dia tidak lagi berpikir apakah akan mencontek atau tidak, karena kejujuran

sudah menjadi kebiasaan, sudah menjadi bibit. Kejujuran mengalir dari dirinya.

Ibarat seseorang yang mahir berenang, dia tidak lagi perlu memikirkan ritme

gerakan tangan dan kakinya. Gerakan itu menjadi bagian dari dirinya ketika dia

berada di air.

Revolusi mental ini merupakan jargon besar Indonesia sekarang dalam

rangka transformasi Indonesia yang mencakup pendidikan, hukum, politik,

termasuk bisnis. Berubah dari Negara berkekayaan sedang menjadi negara

berkekayaan besar. Sebenarnya revolusi mental adalah gagasan yang diucapkan

oleh Bung Karno kemudian dilanjutkan oleh presiden Joko Widodo dan timnya.

Revolusi mental adalah menampilkan cara kerja baru, cara berpikir, cara merasa

dan cara kita bekerja sehari hari. Dari malas menjadi rajin, dulu pesimis sekarang

optimis. Revolusi mental yang perlu di bangun adalah mental pemenang, mental

kemandirian, mental gotong rotong, mental pelayanan.

Revolusi mental maksudnya mentalitas bertemu dengan ethos. Ethos

adalah segala sesuatu yang menggerakkan kita, totalitas keyakinan kita yang lahir

menjadi antusiasme, yang lahir untuk melakukan sesuatu agar mencapai hasilnya.

Revolusi mental juga bisa dikatakan membidik ethos kerja, tranformasi ethos,

ethos kerja kita sebagai bangsa. Dengan kata lain, revolusi mental adalah bekerja.

Pada akhirnya, revolusi mental adalah sesuatu yang berputar kembali ke

titik awal. Pada perjalanan manusia atau organisasi, seringkali setelah melewati

waktu sekian lama, ada yang melenceng ke kiri dan ke kanan, dan itu yang perlu

dikembalikan ke arah yang benar, itu yang dinamakan revolusi. Seperti

menemukan kembali nilai-nilai utama dan menemukan kembali nilai-nilai dasar

Reni dan Deswita: Revolusi Mental Dalam Pandangan Akhlak 19

dalam aturan, baik untuk pekerjaan, organisasi dan apapun yang ada di dalam

kehidupan.

Revolusi Mental di Tinjau dari Sudut Pandang Akhlak

Berbicara revolusi mental dengan akhlak merupakan dua sisi mata uang

yang sangat berkaitan, di mana dua-duanya menjadi sasaran utama dalam

melakukan perubahan. Sebab dalam melakukan suatu perubahan yang bersifat

internal harus di mulai dari mental atau akhlak, sebab itu merupakan sebuah

gerakan ke dalam sebagaimana di nyatakan bahwa, revolusi mental

sesungguhnya adalah sebuah gerakan ke dalam, yaitu perbaikan sikap diri sebagai

individu, dan perbaikan evaluasi diri dari sistem yang sudah rusak karena korup,

tidak adil dan malah bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional.21

Berdasarkan penjelasan di atas, terjadinya korupsi, ketidak adilan serta

rusaknya sistem yang ada adalah akibat akhlak yang sudah menipis atau akhlak

yang sudah kurang pada diri manusia tersebut. Sehingga dengan mudahnya

melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak baik tersebut. Sehingga dengan

perlakuan tersebut menyebabkan adnya pihak-pihak yang di rugikan atau di buat

tidak nyaman. Namun walaupun demikian, ternyata itu sudah menjadi biasa saja.

Sehingga merasa tidak berdosa saja atas perbuatan tersebut.

Revolusi akhlak dan revolusi mental dua hal yang serupa tapi tidak sama.

Dikatakan serupa karena masalah akhlak sering dikaitkan, bahkan terkadang

diidentikkan dengan persoalan mental. Namun, jika dikaji dengan lebih

mendalam dan cermat, ternyata akhlak dan mental adalah dua hal yang amat

berbeda, bahkan saling bertolak belakang dan berlawanan serta bertentangan.

Revolusi mental menfokuskan pada pembangunan manusia melalui

pendidikan. Sedangkan guru adalah aktor utama terwujudnya masyarakat

terdidik. Sejarah dunia juga telah membuktikan bahwa guru merupakan pondasi

bagi pembangunan bangsa. Jika guru solid maka bangsa kita akan semakin maju

dan bersatu. Sehingga pembangunan karakter dapat dilaksanakan secara

berkelanjutan. Itu kata pakar pendidikan. Seorang guru bukan hanya

menjalankan proses pembelajaran semata, melainkan mampu membangun pola

21 Yahya Djaya, Spirituaisasi Islam dalam Menumbuh kembangkan Kepribadian

dan Kesehatan Mental, (Bandung: Ruhama, 1993), 68

20 BELAJEA : Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 1, No. 01, 2016

pikir sekaligus karakter positif siswanya, percuma mengajar tanpa bisa membuat

siswa belajar. Siswa hanya bisa menjadi “follower”.

Anak-anak tidak membutuhkan kurikulum, tetapi kehidupan yang benar-

benar mampu mengayomi mereka dengan baik, karena yang mereka butuhkan

adalah sebuah perlindungan dan perlakuan yang baik terhadap mereka. Mereka

belum mengenal apa itu kurikulum, jadi untuk apa kurikulum yang tinggi kalau

dalam memperlakukan mereka itu tidak baik. Mereka belajar dari kehidupan

nyata. Mereka hanya ingin ilmu yang bisa mencerahkan masa depan mereka.

Mereka mengidamkan keahlian yang membuat mereka bisa berkompetensi

untuk berpartisipasi membangun bangsa.

Revolusi mental memang harus diinisiasi dari proses pembelajaran yang

secara simultan berjalan di bidang-bidang lainnya. Sekurangnya 18 tahun waktu

anak Indonesia menghabiskan waktu di bangku pendidikan, mulai plaly group

hingga perguruan tinggi. Lembaga pendidikan menjadi “rumah kedua” untuk

menempa anak-anak menjadi manusia dewasa yang bermartabat dan

berkepribadian. Pastilah pendidikan sangat strategis dalam membentuk mental

anak bangsa karena proses ini berkelanjutan dan tidak pernah berakhir (never

ending process). Disinilah karakter anak mulai disemai.

Selain guru, revolusi mental juga harus terjadi pada para penyelenggara

negara, tokoh agama, dan pemuka masyarakat, yang berangsur-angsur

menularkannya kepada masyarakat agar di masa mendatang manusia Indonesia

pun meninggalkan perilaku korup, intoleran dan serakah. Keteladan mereka

sangat dinantikan.

Revolusi mental dan pendidikan karakter bertujuan untuk

mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang lebih baik, yaitu warga

negara yang memiliki kemampuan, kemauan dan menerapkan nilai-nilai

Pancasila dalam kehidupan. Revolusi mental dan pendidikan karakter

merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis

untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang

berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia,

lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan,

perkataan dan perbuatan.

Revolusi mental adalah menampilkan cara kerja baru, cara berpikir, cara

merasa dan cara kita bekerja sehari hari. Dari malas menjadi rajin, dulu pesimis

Reni dan Deswita: Revolusi Mental Dalam Pandangan Akhlak 21

sekarang optimis. Revolusi mental yang perlu di bangun adalah mental

pemenang, mental kemandirian, mental gotong rotong, mental pelayanan.

Begitulah hubungan revolusi mental dengan akhlak atau sikap dan

perilaku. Sebab keduanya itu sama-sama membutuhkan pendidikan, mental

perlu pendidikan, akhlak juga butuh pendidikan. Sehingga keduanya menyatu

dalam diri setiap insan manusia ini. Penggambaran kedua hal itu terdapat pada

ethos kerja seorang manusia atau sikap dan cara seseorang menjalani hidup ini

dengan baik. Antara mental dan akhlak itu bagaikan dua sisi mata uang yang sulit

untuk dibedakan dalam diri seseorang atau kehidupan manusia.

Penutup

Revolusi mental adalah dua kata yang memiliki pengertian yang berbeda.

Di mana revolusi adalah suatu perubahan yang bersifat drastis atau cepat.

Maksudnya adalah perubahan dari yang tidak baik kepada yang lebih baik, yang

terjadi dengan cara yang cepat. Adapun yang di rubah dalam hal ini adalah

mental atau karakter, watak. Dengan arti kata revolusi itu adalah suatu

perubahan yang terjadi dalam hidup seseorang. Kemudian istilah mental berarti

watak, karakter, sikap maupun akhlak. Arti mental dalam kehidupan sehari-hari

ini adalah berupa sikap atau watak seseorang. Sasaran mental ini adalah pada

sikap yang muncul dari dalam diri sendiri, yang bersumber pada hati. Atau bisa

jadi berangkat dari sebuah kesadaran. Jadi yang dimaksud dengan revolusi

mental itu adalah perubahan yang terjadi pada sikap, watak maupun karakter

seseorang dari yang tidak baik kepada yang lebih baik lagi.

Persoalan-persoalan yang terkait dalam revolusi mental itu adalah berupa

kebiasaan, sikap dan perilaku seseorang. Yang itu berdasarkan pada pendidikan.

Karena pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah perubahan

pada diri pribadi, karena dengan pendidikan itulah seseorang bisa meningkatkan

potensi dirinya sendiri, merubah pola hidupnya, merubah watak maupun

karakternya sehari-hari.

Revolusi mental dalam pandangan akhlak yaitu, melihat konsep

perubahan yang dikaitkan dengan akhlak, artinya mental di sana sangat erat

kaitannya dengan akhlak, karena kajian akhlak itu adalah mental itu sendiri, di

mana akhlak itu secara defenisi adalah sikap, tingkah laku atau perbuatan

seseorang yang berasal dari hatinya. Di mana hati ini akan melahirkan sikap atau

perbuatan yang baik itu bersumber dari agama atau ibadah yang dilakukannya.

22 BELAJEA : Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 1, No. 01, 2016

Revolusi mental itu mencakup pada persoalan etos kerja, kejujuran,

kedisiplinan, karakter atau watak seseorang, yang cakupannya baik secara pribadi

maupun bersama. Yang diharapkan dari revolusi mental ini adalah suatu

perubahan dalam hidup baik secara mandiri maupun bersama, kemudian

perubahan yang di harapkan itu adalah perubahan kepada hal yang lebih baik

untuk suatu kemajuan seseorang baik secara spiritual maupun mentalnya.

Revolusi mental yang dikaitkan dengan akhlak adalah berubahnya sikap

atau akhlak anak didik dari yang tidak baik kepada yang lebih baik, agar generasi

muda ini menjadi generasi yang beriman dan bertaqwa kepada Allah, memegang

teguh ajaran agamanya, nilai-nilai moral yang berlaku di dalam masyarakat.

Modal dasar dalam revolusi mental itu adalah pendidikan akhlak atau

penddidikan mental. Di sini penulis berpatokan pada pendapat Ibn Miskawaih

dan Al-Ghazali, dalam pendidikannya dengan sasaran utamanya adalah

pendidikan Islam pada bidang akhlak. Ibn Miskawaih sebagai tokoh etika

sedangkan al-Ghazali sebagai tokoh yang multidisiplin. []

Daftar Pustaka

A.J. Wensik dan J.P. Mensing, 1985 al-Mu’jam al-Mufaharas li Alfazh al-Hadits al-Nabawi, Leiden: E.J.Brill.

Djaya,Yahya, 1993. Spirituaisasi Islam dalam Menumbuhkembangkan Kepribadian dan Kesehatan Mental, Bandung: Ruhama.

Drajat, Zakiah. 1984. Kesehatan Mental Peranannya dalam Pendidikan dan Pengajaran, Jakarta: Lembaga Pendidikan IAIN.

Ghazali al-, tt. Ihya’ ‘Ulum al-Din, Jilid. III, Beirut: Dar al-Fikr,

Hassan, Riaz, 2006. Keragaman Iman Studi Komparatif Masyarakat Muslim, Jakarta; Raja Grafindo Persada.

Hawari, Dadang, 2004. al-Quran Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa.

Koesoema, A, Doni, 2011. Strategi Pendidikan Karakter Revolusi Mental dalam Lembaga pendidikan, Yogyakarta: Kanisius.

Marzuki, 2015. Pendidikan Karakter, Jakarta: Amzah.

Nizar, Samsul. 2007 Sejarah Pendidikan Islam, Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, Jakarta: Kencana.