psikologi dalam perspektif pendidikan – psi - e-journal

15
79 PSIKOLOGI PENDIDIKAN Roike R. Kowal A. Pendahuluan Pengertian secara etimologi : Psikologi Dalam Perspektif Pendidikan Psikologi Pendidikan adalah ilmu yang mempelajari bagaimana manusia belajar dalam pendidikan, pengaturan, efektivitas intervensi pendidikan, psikologi pengajaran, dan psikologi sosial dari sekolah sebagai organisasi. Pengertian Psikologi Pendidikan Secara etimologis, psikologi berasal dari kata “psyche” yang berarti jiwa atau nafas hidup, dan “logos” atau ilmu. Dilihat dari arti kata tersebut seolah-olah psikologi merupakan ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang jiwa. Psikologi pendidikan berkaitan dengan bagaimana siswa belajar dan berkembang. Pengertian Psikologi Pendidikan Menurut para Ahli: Arthur S. Reber (Syah, 1997 / hal. 12) Definisi Psikologi pendidikan adalah sebuah subdisiplin ilmu psikologi yang berkaitan dengan teori dan masalah kependidikan yang berguna dalam hal-hal sebagai berikut : - Penerapan prinsip-prinsip belajar dalam kelas - Pengembangan dan pembaharuan kurikulum - Ujian dan evaluasi bakat dan kemampuan - Sosialisasi proses-proses dan interaksi proses-proses tersebut dengan pendayagunaan ranah kognitif dan Penyenggaraan pendidikan keguruan. Menurut Muhibbin Syah, Definisi psikologi pendidikan adalah sebuah disiplin psikologi yang terjadi dalam dunia pendidikan. Barlow (Syah, 1997 / hal. 12) Definisi Psikologi pendidikan adalah .….. a body of knowledge grounded in psychological research which provides a repertoire of resource to aid you in functioning more effectively in teaching learning process. Psikologi pendidikan adalah sebuah pengetahuan berdasarkan riset psikologis yang menyediakan serangkaian sumber-sumber untuk membantu anda melaksanakan tugas-tugas seorang guru dalam proses belajar mengajar secara efektif. Tardif (Syah, 1997 / hal. 13) Definisi Psikologi pendidikan adalah sebuah bidang studi yang berhubungan dengan penerapan pengetahuan tentang perilaku manusia untuk usaha-usaha kependidikan. Witherington (Buchori dalam Syah, 1997 / hal. 13) Psikologi pendidikan sebagai “ A systematic study of process and factors involved in the education of human being.

Upload: khangminh22

Post on 07-Jan-2023

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

79

PSIKOLOGI PENDIDIKAN

Roike R. Kowal

A. Pendahuluan

Pengertian secara etimologi :

Psikologi Dalam Perspektif Pendidikan – Psikologi Pendidikan adalah ilmu yang

mempelajari bagaimana manusia belajar dalam pendidikan, pengaturan, efektivitas

intervensi pendidikan, psikologi pengajaran, dan psikologi sosial dari sekolah sebagai

organisasi. Pengertian Psikologi Pendidikan Secara etimologis, psikologi berasal dari kata

“psyche” yang berarti jiwa atau nafas hidup, dan “logos” atau ilmu. Dilihat dari arti kata

tersebut seolah-olah psikologi merupakan ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang

jiwa. Psikologi pendidikan berkaitan dengan bagaimana siswa belajar dan berkembang.

Pengertian Psikologi Pendidikan Menurut para Ahli:

Arthur S. Reber (Syah, 1997 / hal. 12)

Definisi Psikologi pendidikan adalah sebuah subdisiplin ilmu psikologi yang berkaitan

dengan teori dan masalah kependidikan yang berguna dalam hal-hal sebagai berikut :

- Penerapan prinsip-prinsip belajar dalam kelas

- Pengembangan dan pembaharuan kurikulum

- Ujian dan evaluasi bakat dan kemampuan

- Sosialisasi proses-proses dan interaksi proses-proses tersebut dengan

pendayagunaan ranah kognitif dan Penyenggaraan pendidikan keguruan.

Menurut Muhibbin Syah, Definisi psikologi pendidikan adalah sebuah disiplin psikologi

yang terjadi dalam dunia pendidikan.

Barlow (Syah, 1997 / hal. 12)

Definisi Psikologi pendidikan adalah .….. a body of knowledge grounded in psychological

research which provides a repertoire of resource to aid you in functioning more effectively

in teaching learning process.

Psikologi pendidikan adalah sebuah pengetahuan berdasarkan riset psikologis yang

menyediakan serangkaian sumber-sumber untuk membantu anda melaksanakan tugas-tugas

seorang guru dalam proses belajar mengajar secara efektif.

Tardif (Syah, 1997 / hal. 13)

Definisi Psikologi pendidikan adalah sebuah bidang studi yang berhubungan dengan

penerapan pengetahuan tentang perilaku manusia untuk usaha-usaha kependidikan.

Witherington (Buchori dalam Syah, 1997 / hal. 13)

Psikologi pendidikan sebagai “ A systematic study of process and factors involved in the

education of human being.

80

Psikologi pendidikan adalah studi sistematis tentang proses-proses dan faktor-faktor yang

berhubungan dengan pendidikan manusia.

Ensiklopedia Amerika, Psikologi pendidikan adalah ilmu yang lebih berprinsip dalam

proses pengajaran yang terlibat dengan penemuan-penemuan dan menerapkan prinsip-

prinsip dan cara untuk meningkat kan keefesien dalam pendidikan.

William James (Syah, 1997/ hal. 8) menganggap psikologi sebagai ilmu pengetahuan

tentang kehidupan mental

John B. Watson (Syah, 1997 / hal.8) mengubah definisi psikologi menurut James menjadi

ilmu pengetahuan tentang tingkah laku (behaviour) organisme.

Caplin (Syah, 1997 / hal. 8)

Mendefinisikan Psikologi sebagai“..... the science of human and animal behavior, the study

of of the organisme in all its variety and complexity as it responds to the flux and flow of the

physical and social events which make up the environment”

(Psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai perilaku manusia dan hewan, juga

penyelidikan terhadap organisme dalam segala ragam dan kerumitannya ketika mereaksi

arus dan perubahan lingkungan).

Edwin G. Boring dan Herbert S. Langfeld (Sarwono dalam Syah, 1997 / hal.8)

mendefinisikan psikologi sebagai studi tentang hakikat manusia.

Poerbakawatja dan Harahap (Syah, 1997 / hal.8) membatasi psikologi sebagai “cabang

ilmu pengetahuan yang mengadakan penyelidikan aas gejala-gejala dan kegiatan-kegiatan

jiwa”. Dimana gejala-gejala dan kegiatan-kegiatan jiwa tersebut meliputi respon organisme

dan hubungannya dengan lingkungannya.

Syah (1997 / hal.9) membuat kesimpulan tentang pengertian psikologi dari beberapa

definisi di atas, dimana psikologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan membahas

tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia, baik selaku individu maupun kelompok,

dalam hubungannya dengan lingkungan. Lingkungan dalam hal ini meliputi semua orang,

barang, keadaan dan kejadian yang ada di sekitar manusia.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Syah, 1997 / hal.10)

Pendidikan berasal dari kata “didik”, yang mendapat awal me sehingga menjadi “mendidik”

artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan

diperlukan adanya ajaran, tuntunan, dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.

Pendidikan ialah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang

dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan

Menurut McLeod (Syah, 1997 / hal. 10)

Dalam bahasa Inggris, education (pendidikan) berasal dari kata educate (mendidikan)

artinya memberi peningkatan (to elicit, to give rise to), dan mengembangkan (to evolve, to

develop).

Dalam pengertian yang sempit, education atau pendidikan berarti perbuatan atau proses

perbuatan untuk memperoleh pengetahuan.

Tardif (Syah, 1997 / hal. 10)

81

Secara luas, pendidikan adalah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang

memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan

kebutuhan. Secara luas dan representatif, pendidikan ialah .....the total process of developing

human abilities and behaviors, drawing on almost all life’s experience (seluruh tahapan

pengembangan kemampuan-kemampuan dan perilaku-perilaku manusia dan juga proses

penggunaan hampir seluruh pengalaman kehidupan)

Pendidikan Menurut Dictionary of Psychology, (Syah, 1997 / hal. 11)

The institutional procedures which are employed in accomplishing the development of

knowledge, habits, attitudes etc. Usually the term is applied to formal institution.

Jadi pendidikan berarti tahapan kegiatan yang bersifat kelembagaan (seperti sekolah,

madrasah) yang dipergunakan untuk menyempurnakan perkembangan individu dalam

menguasai pengetahuan, kebiasaan, sikap dan sebagainya. Pendidikan dapat berlangsung

secara informal dan nonformal disamping secara formal seperti sekolah, madrasah dan

institusi-institusi lainnya.

Bahkan menurut definisi di atas, pendidikan juga dapat berlangsung dengan cara mengajar

diri sendiri (self-instruction)

Poerbakawatja dan Harahap (Syah, 1997 / hal. 11)

Pendidikan adalah usaha secara sengaja dari orang dewasa untuk dengan pengaruhnya

meningkatkan si anak ke kedewasaan yang selalu diartikan mampu menimbulkan tanggung

jawab moril dari segala perbuatannya.

Pengertian Psikologi Pendidikan

Arthur S. Reber (Syah, 1997 / hal. 12)

Psikologi pendidikan adalah sebuah subdisiplin ilmu psikologi yang berkaitan dengan teori

dan masalah kependidikan yang berguna dalam hal-hal sebagai berikut :

a. Penerapan prinsip-prinsip belajar dalam kelas

b. Pengembangan dan pembaharuan kurikulum

c. Ujian dan evaluasi bakat dan kemampuan

d. Sosialisasi proses-proses dan interaksi proses-proses tersebut dengan pendayagunaan

ranah kognitife. Penyenggaraan pendidikan keguruan

Tardif (Syah, 1997 / hal. 13)

Psikologi pendidikan adalah sebuah bidang studi yang berhubungan dengan penerapan

pengetahuan tentang perilaku manusia untuk usaha-usaha kependidikan.

Witherington (Buchori dalam Syah, 1997 / hal. 13)

Psikologi pendidikan sebagai “ A systematic study of process and factors involved in the

education of human being.

Psikologi pendidikan adalah studi sistematis tentang proses-proses dan faktor-faktor yang

berhubungan dengan pendidikan manusia.

Psikologi pendidikan dideskripsikan oleh E. L. Thorndike pada tahun 1903 sebagai

“Middlemen mediating between the science of psychology and the art of teaching”. Dalam

banyak studi, secara singkat, psikologi pendidikan merupakan suatu disiplin ilmu yang

mengaplikasikan ilmu psikologi dalam dunia belajar dan guru.

Selain dari pada itu pemahaman Psikologi Pendidikan juga merupakan gabungan dari

dua bidang studi yang berbeda.

82

1 Pertama adalah psikologi yang mempelajari segala sesuatu tentang pikiran dan

perilaku manusia serta hubungannya dengan manusia. Tentu saja tidak hanya

mempelajari manusia dalam kesendiriannya, melainkan juga mempelajari manusia

dalam hubungannya dengan manusia lain.

2 Kedua adalah pendidikan itu sendiri atau lebih khusus adalah sekolah. Jadi, sebagai

sebuah subdisiplin ilmu sendiri dalam psikologi, psikologi pendidikan memfokuskan

diri pada pemahaman proses pengajaran dan belajar yang mengambil tempat dalam

lingkungan formal.

Psikologi pendidikan berminat pada teori belajar, metode pengajaran, motivasi, kognitif,

emosional, dan perkembangan moral serta hubungan orangtua anak. Selain itu psikologi

pendidikan juga mendalami sub-populasi yaitu anak-anak gifted dan yang dengan kebutuhan

khusus. Ahli lain menambahkan bahwa psikologi pendidikan berguna dalam penerapan

prinsip-prinsip belajar dalam kelas, pengembangan dan pembaruan kurikulum, ujian dan

evaluasi bakat dan kemampuan, sosialisasi proses dan interaksi proses itu dengan

pendayagunaan kognitif dan penyelenggaraan pendidikan keguruan. Karena berkecimpung

di ranah sekolah, istilah psikologi pendidikan dan psikologi sekolah sering dipertukarkan.

Teoris dan peneliti lebih diidentifikasi sebagai psikolog pendidikan, sementara praktisi di

sekolah lebih diidentifikasi sebagai psikolog sekolah. Psikologi pendidikan mengambil

masalah-masalah yang dialami oleh orang muda dalam pendidikan yang mencakup masalah

kesulitan belajar atau masalah emosi dan sosial. Mereka mengambil tugas untuk membantu

proses belajar anak dan memampukan guru menjadi lebih sadar akan faktor-faktor social

yang berkatinan dengan pengajaran dan belajar. Psikolog pendidikan biasa bekerja di

lingkungan sekolah, perguruan tinggi dan di lingkungan pendidikan anak, terutama bekerja

dengan guru dan orang tua. Mereka dapat bekerja secara langsung dengan anak (misal

memeriksa perkembangan, memberikan konseling) dan secara tidak langsung (dengan orang

tua, guru dan profesional lainnya).

Karena harus bekerja dengan manusia, psikolog pendidikan haruslah familier dengan

pendekatan-pendekatan tradisional tentang studi perilaku, humanistik, kognitif dan

psikoanalis. Mereka juga harus sadar dengan teori dan riset yang muncul dari ranah

tradisional psikologi seperti perkembangan (Piaget, Erikson, Kohlberg, Freud), bahasa

(Vygotsky dan Chomsky), motivasi (Hull, Lewin, Maslow, McClelland), testing (intelegensi

dan kepribadian) dan interpretasi tesnya.

Psikolog pendidikan juga harus mengikuti perkembangan mendadak dari area

manejemen kelas dan desain instruksional, pengukuran dan penggunaan gaya dan strategi

belajar, penelitian dalam metakognitif, peningkatan aplikasi pendidikan jarak jauh, dan

perluasan dari pengembangan dan aplikasi teknologi untuk tujuan instruksional. Karena

akan bekerja dengan pendidikan, seorang yang mempelajari materi ini perlu memperhatikan

hal-hal berikut.

Proses perkembangan siswa – proses ini tentu saja harus disadari oleh individu yang

bekerja dalam pendidikan. Perkembangan siswa – terlebih dalam ranah cipta – dengan

segala variasi dan keunikannya merupakan modal siswa untuk belajar, apapun halnya.

Cara belajar siswa – dalam hal ini berkaitan pula dengan kesulitan-kesulitan yang

83

dialami siswa dalam belajar.

Cara menghubungkan belajar dan mengajar

Pengambilan keputusan untuk pengelolaan proses belajar mengajar.

B. SEJARAH SINGKAT PERKEMBANGAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN

Psikologi pendidikan adalah cabang psikologi. Karena psikologi sebagai ilmu

pengetahuan masih muda usianya, maka psikologi pendidikan sebagai cabangnya lebih-lebih

masih muda usianya. Berhubung dengan itu, ia masih dalam proses perkembangan; di sana

sini masih banyak problem yang masih memerlukan pemecahannya; masih banyak hal-hal

yang masih perlu pengembangannya. Akan tetapi, walaupun ditinjau dari segi ilmu

pengetahuan usianya masih sangat muda, akan tetapi pemikirannya (dalam arti yang

menyangkut pendidikan dan problem jiwa) telah dipikirkan oleh orang sejak dahulu kala.

Demikianlah misalnya, sampai ada yang mengatakan bahwa saat timbulnya yang

mula-mula tentang psikologi pendidikan dapat diikuti jejaknya kembali pada Aristoteles.

Bahwa Aristoteles sebagai seorang filsuf telah menyusun periode-periode perkembangan

anak, sifat-sifat anak menurut periode dan bentuk pendidikan yang perlu diselenggarakan

sesuai dengan periode-periode itu. Walaupun demikian, tentu saja pemikirannya baru

merupakan pemikiran secar filsafat, belum merupakan pemikiran psikologi pendidikan.

Upaya-upaya yang bersifat semi ilmiah dipelopori oleh para pendidik, seperti

Pestalozzi, Herbart, Frobel dan sebagainya. Mereka itu sering dikatakan sebagai pendidik

yang mempsikologikan pendidikan, yaitu dalam wujud upaya memperbaharui pendidikan

dengan melalui bahan-bahan yang sesuai dengan tingkat usia, metode yang sesuai dengan

bahan yang diajarkan dan sebagainya, dengan mempertimbangkan tingkat-tingkat usia dan

kemampuan anak didik. Pestalozzi misalnya, dengan upayanya itu kemudian sampai pula

pada pola tujuan pendidikannya, yang disusun dengan “bahasa” psikologi pendidikan;

dikatakan olehnya bahwa tujuan pendidikan adalah tercapainya perkembangan anak yang

serasi mengenai tenaga dan daya-daya jiwa. Adapun Frobel Menyatakan bahwa tujuan

pendidikan adalah terwujudnya kepribadian melalui perkembangan sendiri, akativitas dan

kerja sama social dengan semboyan “belajar sambil bekerja”. Herbart bahkan telah

menyusun pola rangkaian cara menyampaikan bahan pelajaran, berturut-turut: persiapan,

penyajian, asosiasi, generalisasi dan aplikasi. Tentu saja sifat dan luasnya usaha yang

mereka hasilkan dan sumbangkan sesuai dengan zamannya, yaitu bahwa psikologi

sebenarnya pada zaman itu belum berdiri sebagai ilmu pengetahuan yang otonom.

Akhir abat 19 penelitian-penelitian dalam lapangan psikologi pendidikan secara

ilmiah sudah semakin maju. Di Eropa Ebbinghaus mempelajari aspek daya ingatan dalam

hubungannya dengan proses pendidikan. Dengan penelitiannya itu misalnya terkenallah

Kurve Daya Ingatan, yang menggambarkan, bahwa kemampuan mengingat mengenai

sejumlah objek kesan-kesannya semakin lama semakin berkurang (menurun), akan tetapi

tidaklah hilang sama sekali.

Pada awal abad 20 pemerintah Prancis merasa perlu untuk mengetahui prestasi

belajar para pelajar, yang dirasa semakin menurun. Pertanyaannya yang ingin dijawap,

apakah prestasi belajar itu semata-mata hanya tergantung pada soal rajin dan malasnya si

84

pelajar, ataukah ada factor kejiwaan atau mental yang ikut memegang peranan. Maka untuk

memecahkan problem itu ditunjuklah seorang ahli psikologi yang bernama Alfred Binet,

Dengan bantuan Theodore Simon, mereka menyusun sejumlah tugas yang terbentuk dalam

sebuah tes baku untuk mengetahui inteligensi para pelajar. Tes ini kemudian dikenal dengan

tes Inteligensi. Tes inteligensi Binet-Simon ini sangat terkenal, yang kemudian banyak

dipakai di Amerika Serikat, yang di negri itu mengalami revisi berkali-kali untuk mendapat

tingkat kesesuaiannya dengan masyarakat atau orang-orang Amerika. Di antara para ahli

yang mengambil bagian dalam revisi-revisi itu misalnya : Stern, Terman, Merril dan

sebaagainya.

Perlu juga diketahui, bahwa laboratorium ciptaan Wundt di Leipzig juga tidak hanya

melakukan aktivitas penelitian yang bersifat “psikologi umum”, melainkan juga memegang

peranan dalam psikologi pendidikan. Banyak orang Amerika yang belajar di Leipzig kepada

Wundt. Akibatnya setelah mereka mengembangkan psikologi itu di negaranya, termasuk

psikologi pendidikan. Terkenallah psikologi pendidikan di Amerika misalnya Charles H.

Judd, E.L. Thorndike, B.F. Skinner dan sebagainya. Orang-orang ini sangat besar

pengaruhnya terhadap pendidikan di Amerika Serikat. Terutama E.L. Thorndike, sehingga ia

dipandang sebagai Bapak Psikologi Pendidikan di Amerika Serikat. Menurut seorang pakar

psikiatri dan psikologi Amerika Serikat yang bernama Perry London, yang telah meneliti

tentang penggunaan jasa psikologi di Amerika Serikat, yang menggunakan jasa psikologi

bagi lapangan-lapangan tertentu adalah : 25% merupakan para pendidik, 25% ahli psikologi

klinis dan konsultan, 16% merupakan para peneliti psikologi sendiri, sedang yang 34%

tersebar pada lapangan atau pakar yang lain.

Di Indonesia psikologi pada umumnya dan psikologi pendidikan pada khususnya

sedang dalam proses perkembangan yang cepat. Pada mata pelajaran, misalnya di sekolah

calon guru (HK, HIK, Hoofd Acted an sebagainya). Setelah merdeka dan dengan berdirinya

Fakultas Psikologi di beberapa Universitas serta berdirinya FKIP atau IKIP di berbagai kota,

maka psikologi pada umumnya atau psikologi pendidikan khususnya, tidak hanya dipelajari

sebagai mata kuliah, melainkan juga diteliti sebagai ilmu pengetahuan. Hal ini memang amat

perlu, karena psikologi atau psikologi pendidikan yang didasarkan penelitiannya pada orang-

orang barat belum tentu sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia.

D. METODE-METODE DALAM PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN

Menurut H. Carl Wrtherington, dalam bukunya “Educational Psychology” bahwa

metode-metode pokok dalam psikologi pendidikan adalah:

1. Metode Experimental

Istilah eksperimen (percobaan) dalam psikologi, dapat diartikan sebagai suatu

pengamatan secara teliti terhadap gejala-gejala jiwa yang kita timbulkan dengan sengaja.

Hal ini dimaksudkan untuk menguji hipotesa pembuat eksperimen tentang reaksi-reaksi

individu atau kelompok dalam situasi tertentu atau di bawah kondisi tertentu. Jadi, tujuan

metode eksperimen adalah untuk mengetahui sifat-sifat umum dalam gejala kejiwaan.

Misalnya mengenai pikiran, perasaan, kemauan, ingatan, dan lain sebagainya.

(Shalahuddin,1990:23)

85

Kelebihan metode eksperimen adalah dapat melakukan pengontrolan secara ketat terhadap

faktor-faktor/variabel-variabel yang diperkirakan dapat “mencemari dan mengotori” hasil

penelitian.

Metode ini menggunakan suatu prosedur sistematik yang disebut sebagai

eksperimental design (rancangan eksperimen). Rancangan ini memiliki dua pengertian:

Adanya langkah-langkah sistematik seperti langkah- langkah penelitian ilmiah:

- Ada masalah (problem)

- Kumpulan konsep/teori yang sesuai problem

- Alternatif jawaban/hipotesis

- Di uji secara empiris sesuai dengan data lapangan

- kesimpulan dan generalisasi. (Prabowo & Puspitasari dalam Gunadarma,2002:12)

Menurut Robert E. Slavin dalam buku Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik,

metode eksperimen dibagi menjadi dua, yaitu metode eksperimen laboratorium dan

eksperimen lapangan yang diacak (Slavin,2008:21)

2. Metode Questionare

Metode ini adalah suatu rangkaian pertanyaan yang berhubungan dengan topik-topik

psikologis, sosial, pendidikan, dan lain sebagainya yang ditunjukkan atau diberikan kepada

suatu kelompok individu, dengan objek untuk memperoleh data dengan memperhatikan

masalah-masalah tertentu yang kadang-kadang juga dipakai untuk tujuan-tujuan diagnostik

atau untuk menilai ciri-ciri kepribadian.

Adapun keistimewaan metode ini antara lain adalah:

a. Tidak terlalu memakan biaya.

b. Bahwa dengan metode ini, dalam waktu yang relatif singkat dapat mengumpulkan

data

yang banyak.

3. Metode Klinis

Menurut James Drawer dalam kamus “The Penguin Dictionary of Psychology”, istilah

“clinic” dapat diartikan sebagai tempat diagnosa dan pengobatan berbagai gangguan, fisik,

perkembangan atau kelakuan. Dengan demikian metode klinis ialah jenis metode dalam

psikologi yang berusaha menyelidiki sejumlah individu yang memiliki kelainan-kelainan

secara teliti dan intensif serta dalam batas waktu yang lama. (Shalahuddin,1990:25)

Ada beberapa macam cara dalam metode klinis yang digunakan untuk menyelesaikan

masalah:

Studi kasus klinis: digunakan untuk menyelesaikan masalah disamping kesukaran

belajar, gangguan emosional, juga untuk masalah kenakalan remaja.

Studi kasus perkembangan: digunakan untuk mengetahui bagaimana jalannya

perkembangan dari satu aspek ke aspek tertentu. Contohnya bagaimana

86

perkembangan anak umur 6-9 tahun sehingga kita dapat menentukan metode

pengajaran matematika yang tidak menimbulkan terlalu banyak kecemasan.

Cara longitudinal: Penelitian ini dilakukan secara terus menerus dalam janga waktu

tertentu pada subjek yang sama, pada contoh di atas kita mengamati anak tersebut

dalam jangka waktu 3 tahun (6-9 tahun).

Cara cross sectional: Penelitian ini dilakukan dengan cara memakai sampel-sampel

yang mengawakili usia anak yang ingin diteliti (misal pada contoh di atas, kita

menggunakan sekelompok anak usia 6;00 untuk mengetahui emosi anak usia 6;00,

sekolompok anak usia 6;06 untuk mengetahui emosi anak usia 6;06, sekelompok

anak usia 7;00 untuk mengetahui emosi anak usia 7;00, dan seterusnya sampai

akhirnya kita ambil sampel dari sekelompok anak usia 9;00 untuk mengetahui emosi

anak usia 9;00. Dari kelompok-kelompok tersebut dapat diambil kesimpulan

perkembangan emosi setiap tingkat usia dapat disimpulkan perkembangan emosi

anak usia 6;00 sampai 9;00. (Prabowo & Puspitasari dalam Gunadarma,2002:10)

4. Metode Case Study

Metode case study atau study kasus adalah suatu catatan tentang pengalaman

seseorang, penyakit yang pernah diderita, pendidikan, lingkungan, perawatan dan pada

umumnya juga semua fakta yang relevan untuk masalah-masalah tertentu yang tersangkut

dalam suatu kasus medis atau klinik.

Metode ini dapat berhasil dengan baik apabila observasi dan pencatatan-pencatatan

data-datanya dilakukan dengan sebaik-baiknya. Adapun yang di observasi dan dicatat

adalah data tingkah lakunya bukan interpretasi dari kelakuan tersebut.

(Shalahuddin,1990:26)

5. Metode Introspeksi

Merupakan metode penelitian dengan cara melakukan pengamatan ke dalam diri

sendiri yaitu dengan melihat keadaan mental pada waktu tertentu. Metode ini dipakai dan

dikembangkan dalam disiplin psikologi oleh kelompok strukturaklisme (Wilhem Wundt).

Mereka mendefinisikan psikologi sebagai ilmu yang mempelajari tentang pengalaman-

pengalaman sadar individu. Menurut mereka introspeksi dapat dipakai untuk mengetahui

proses mental yang sedang berlangsung pada diri seseorang, sebagaimana pikiran,

perasaan, motif-motif yang ada pada dirinya pada waktu tertentu. Disini individu

mengamati proses mental, menganalisis, dan kemudian melaporkan perasaan yang ada

dalam dirinya. (Prabowo & Puspitasari dlm Gunadarma,2002:9)

E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses dan Hasil Belajar

Agar fungsi pendidik sebagai motivator, inspirator dan fasilitator dapat dijalankan

dengan baik, maka pendidik perlu memahami faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

proses dan hasil belajar subjek didik. Faktor-faktor itu lazim dikelompokkan atas dua

bahagian, masing-masing faktor fisiologis dan faktor psikologis (Depdikbud, 1985 :11).

1. Faktor Fisiologis

87

Faktor-faktor fisiologis ini mencakup faktor material pembelajaran, faktor lingkungan,

faktor instrumental dan faktor kondisi individual subjek didik.Material pembelajaran turut

menentukan bagaimana proses dan hasil belajar yang akan dicapai subjek didik. Karena itu,

penting bagi pendidik untuk mempertimbangkan kesesuaian material pembelajaran dengan

tingkat kemampuan subjek didik ; juga melakukan gradasi material pembelajaran dari

tingkat yang paling sederhana ke tingkat lebih kompeks.

Faktor lingkungan, yang meliputi lingkungan alam dan lingkungan sosial, juga

perlu mendapat perhatian. Belajar dalam kondisi alam yang segar selalu lebih efektif dari

pada sebaliknya. Demikian pula, belajar padapagi hari selalu memberikan hasil yang lebih

baik dari pada sore hari. Sementara itu, lingkungan sosial yang hiruk pikuk, terlalu ramai,

juga kurang kondisif bagi proses dan pencapaian hasil belajar yang optimal.

Yang tak kalah pentingnya untuk dipahami adalah faktor-faktor instrumental, baik

yang tergolong perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software). Perangkat

keras seperti perlangkapan belajar, alat praktikum, buku teks dan sebagainya sangat

berperan sebagai sarana pencapaian tujuan belajar. Karenanya, pendidik harus memahami

dan mampu mendayagunakan faktor-faktor instrumental ini seoptimal mungkin demi

efektifitas pencapaian tujuan-tujuan belajar.

Faktor fisiologis lainnya yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar adalah

kondisi individual subjek didik sendiri. Termasuk ke dalam faktor ini adalah kesegaran

jasmani dan kesehatan indra. Subjek didik yang berada dalam kondisi jasmani yang kurang

segar tidak akan memiliki kesiapan yang memadai untuk memulai tindakan belajar.

2. Faktor Psikologis

Faktor-faktor psikologis yang berpengaruh terhadap proses dan hasil

belajar jumlahnya banyak sekali, dan masing-masingnya tidak dapat dibahas secara terpisah.

Perilaku individu, termasuk perilaku belajar, merupakan totalitas penghayatan dan

aktivitas yang lahir sebagai hasil akhir saling pengaruh antara berbagai gejala, seperti

perhatian, pengamatan, ingatan, pikiran dan motif.

2.1. Perhatian

Tentulah dapat diterima bahwa subjek didik yang memberikan perhatian intensif

dalam belajar akan memetik hasil yang lebih baik. Perhatian intensif ditandai oleh besarnya

kesadaran yang menyertai aktivitas belajar. Perhatian intensif subjek didik ini dapat

dieksloatasi sedemikian rupa melalui strategi pembelajaran tertentu, seperti menyediakan

material pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan subjek didik, menyajikan material

pembelajaran dengan teknik-teknik yang bervariasi dan kreatif, seperti bermain peran (role

playing), debat dan sebagainya.

Strategi pemebelajaran seperti ini juga dapat memancing perhatian yang spontan dari

subjek didik. Perhatian yang spontan dimaksudkan adalah perhatian yang tidak disengaja,

alamiah, yang muncul dari dorongan-dorongan instingtif untuk mengetahui sesuatu, seperti

kecendrungan untuk mengetahui apa yang terjadi di sebalik keributan di samping rumah,

dan lain-lain. Beberapa hasil penelitian psikologi menunjukkan bahwa perhatian spontan

cendrung menghasilkan ingatan yang lebih lama dan intensif dari pada perhatian yang

disengaja.

88

2.2. Pengamatan

Pengamatan adalah cara pengenalan dunia oleh subjek didik melalui penglihatan,

pendengaran, perabaan, pembauan dan pengecapan. Pengamatan merupakan gerbang bai

masuknya pengaruh dari luar ke dalam individu subjek didik, dan karena itu pengamatan

penting artinya bagi pembelajaran.

Untuk kepentingan pengaturan proses pembelajaran, para pendidik perlu memahami

keseluruhan modalitas pengamatan tersebut, dan menetapkan secara analitis manakah di

antara unsur-unsur modalitas pengamatan itu yang paling dominan peranannya dalam proses

belajar. Kalangan psikologi tampaknya menyepakati bahwa unsur lainnya dalam proses

belajar. Dengan kata lain, perolehan informasi pengetahuan oleh subjek didik lebih banyak

dilakukan melalui penglihatan dan pendengaran.

Jika demikian, para pendidik perlu mempertimbangkan penampilan alat-alat peraga di

dalam penyajian material pembelajaran yang dapat merangsang optimalisasi daya

penglihatan dan pendengaran subjek didik. Alat peraga yang dapat digunakan, umpamanya ;

bagan, chart, rekaman, slide dan sebagainya.

2.3. Ingatan

Secara teoritis, ada 3 aspek yang berkaitan dengan berfungsinya ingatan, yakni (1)

menerima kesan, (2) menyimpan kesan, dan (3) memproduksi kesan. Mungkin karena

fungsi-fungsi inilah, istilah “ingatan” selalu didefinisikan sebagai kecakapan untuk

menerima, menyimpan dan mereproduksi kesan.

Kecakapan merima kesan sangat sentral peranannya dalam belajar. Melalui

kecakapan inilah, subjek didik mampu mengingat hal-hal yang dipelajarinya.

Dalam konteks pembelajaran, kecakapan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di

antaranya teknik pembelajaran yang digunakan pendidik. Teknik pembelajaran yang disertai

dengan penampilan bagan, ikhtisar dan sebagainya kesannya akan lebih dalam pada subjek

didik. Di samping itu, pengembangan teknik pembelajaran yang mendayagunakan “titian

ingatan” juga lebih mengesankan bagi subjek didik, terutama untuk material pembelajaran

berupa rumus-rumus atau urutan-urutan lambang tertentu. Contoh kasus yang menarik

adalah mengingat nama-nama kunci nada g (gudeg), d (dan), a (ayam), b (bebek) dan

sebagainya.

Hal lain dari ingatan adalah kemampuan menyimpan kesan atau mengingat.

Kemampuan ini tidak sama kualitasnya pada setiap subjek didik. Namun demikian, ada hal

yang umum terjadi pada siapapun juga : bahwa segera setelah seseorang selesai melakukan

tindakan belajar, proses melupakan akan terjadi. Hal-hal yang dilupakan pada awalnya

berakumulasi dengan cepat, lalu kemudian berlangsung semakin lamban, dan akhirnya

sebagian hal akan tersisa dan tersimpan dalam ingatan untuk waktu yang relatif lama.

Untuk mencapai proporsi yang memadai untuk diingat, menurut kalangan psikolog

pendidikan, subjek didik harus mengulang-ulang hal yang dipelajari dalam jangka waktu

yang tidak terlalu lama. Implikasi pandangan ini dalam proses pembelajaran sedemikian

rupa sehingga memungkinkan bagi subjek didik untuk mengulang atau mengingat kembali

material pembelajaran yang telah dipelajarinya. Hal ini, misalnya, dapat dilakukan melalui

pemberian tes setelah satu submaterial pembelajaran selesai.

89

Kemampuan resroduksi, yakni pengaktifan atau prosesproduksi ulang hal-hal yang

telah dipelajari, tidak kalah menariknya untuk diperhatikan. Bagaimanapun, hal-hal yang

telah dipelajari, suatu saat, harus diproduksi untuk memenuhi kebutuhan tertentu subjek

didik, misalnya kebutuhan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam ujian ; atau untuk

merespons tantangan-tangan dunia sekitar.

Pendidik dapat mempertajam kemampuan subjek didik dalam hal ini melalui

pemberian tugas-tugas mengikhtisarkan material pembelajaran yang telah diberikan.

2.4. Berfikir

Definisi yang paling umum dari berfikir adalah berkembangnya ide dan konsep

(Bochenski, dalam Suriasumantri (ed), 1983:52) di dalam diri seseorang. Perkembangan ide

dan konsep ini berlangsung melalui proses penjalinan hubungan antara bagian-bagian

informasi yang tersimpan di dalam didi seseorang yang berupa pengertian-perngertian. Dari

gambaran ini dapat dilihat bahwa berfikir pada dasarnya adalah proses psikologis dengan

tahapan-tahapan berikut : (1) pembentukan pengertian, (2) penjalinan pengertian-pengertian,

dan (3) penarikan kesimpulan.

Kemampuan berfikir pada manusia alamiah sifatnya. Manusia yang lahir dalam

keadaan normal akan dengan sendirinya memiliki kemampuan ini dengan tingkat yang

reletif berbeda. Jika demikian, yang perlu diupayakan dalam proses pembelajaran adalah

mengembangkan kemampuan ini, dan bukannya melemahkannya. Para pendidik yang

memiliki kecendrungan untuk memberikan penjelasan yang “selengkapnya” tentang satu

material pembelajaran akan cendrung melemahkan kemampuan subjek didik untuk berfikir.

Sebaliknya, para pendidik yang lebih memusatkan pembelajarannya pada pemberian

pengertian-pengertian atau konsep-konsep kunci yang fungsional akan mendorong subjek

didiknya mengembangkan kemampuan berfikir mereka. Pembelajaran seperti ni akan

menghadirkan tentangan psikologi bagi subjek didik untuk merumuskan kesimpulan-

kesimpulannya secara mandiri.

2.5. Motif

Motif adalah keadaan dalam diri subjek didik yang mendorongnya untuk melakukan

aktivitas-aktivitas tertentu. Motif boleh jadi timbul dari rangsangan luar, seperti pemberian

hadiah bila seseorang dapat menyelesaikan satu tugas dengan baik. Motif semacam ini

sering disebut motif ekstrensik. Tetapi tidak jarang pula motif tumbuh di dalam diri subjek

didik sendiri yang disebut motif intrinsik. Misalnya, seorang subjek didik gemar membaca

karena dia memang ingin mengetahui lebih dalam tentang sesuatu.

Dalam konteks belajar, motif intrinsik tentu selalu lebih baik, dan biasanya

berjangka panjang. Tetapi dalam keadaan motif intrinsik tidak cukup potensial pada subjek

didik, pendidik perlu menyiasati hadirnya motif-motif ekstrinsik. Motif ini, umpamanya,

bisa dihadirkan melalui penciptaan suasana kompetitif di antara individu maupun kelompok

subjek didik. Suasana ini akan mendorong subjek didik untuk berjuang atau berlomba

melebihi yang lain.Namun demikian, pendidik harus memonitor suasana ini secara ketat

agar tidak mengarah kepada hal-hal yang negatif.

Motif ekstrinsik bisa juga dihadirkan melalui siasat “self competition”, yakni

menghadirkan grafik prestasi individual subjek didik.Melalui grafik ini, setiap subjek didik

90

dapat melihat kemajuan-kemajuannya sendiri. Dan sekaligus membandingkannya dengan

kemajuan yang dicapai teman-temannya.Dengan melihat grafik ini, subjek didik akan

terdorong untuk meningkatkan prestasinya supaya tidak berada di bawah prestasi orang lain.

F. Peran Psikologi Pendidikan

Berbeda dengan psikologi pendidikan, psikologi andalah menekankan aspek pembahasan

pada penyajian materi-materi pelajaran dan komunikasi antara guru dengan siswa dalam

proses instruksional dalam proses belajar mengajar. Beberapa hal yang terkait dengan

psikologi pendidikan, antara lain:

psikologi pendidikan adalah pengetahuan kependidikan yang didasarkan atas hasil

temuan riset

Hasil temuan dan riset tersebut kemudian dirumuskan sedemikian rupa sehingga

menjadi konsep-konsep, teori-teori dan metode-metode serta strategi yang utuh.

Konsep, teori, metode dan strategi tersebut kemudian diestimasi sedemikian rupa

hingga menjadi repertoire of resources yakni rangkaian sumber yang berisi pendekatan

yang dapat dipilih dan digunakan untuk praktik-praktik kependidikan khususnya dalam

proses belajar mengajar.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa pendekatan psikologi pendidikan adalah

pendekatan ilmiah yang praktis dan teoritis. Dalam masalah proses ebelajar mengajar

dan hubungannya dengan psikologi pendidikan, unsur utama yang dalam pelaksanaan

sebuah sistem pendidikan dimanapun adalah proses belajar mengajar. Didalam proses

edukatif tersebut peran guru sangat penting. Sumber pengetahuan yang dapat membantu

atau menolong guru dalam pengelolaan proses belajar mengajar adalah psikologi praktis

yaitu psikologipendiidkan. Sudah tentu masih ada sumber-sumber pengetahuan lainnya

yang juga berhubungan dengan proses belajar mengajar. Pemahaman kemampuan guru

yang kompoten dan profesional dalam memanfaatkan tekhnik-tekhnik psikologi

pendidikan merupakan hal yang tak pantas ditawar-tawar.

Para ahli psikologi melakukan riset mengenai tingkah laku manusia berdasarkan metodologi

ilmiah. Mereka menarik kesimpulan bahwa berdasarkan metodologi, riset dan temuan yang

mereka temukan dalam kerangka ilmiah. Dengan demikian, maka seorang guru dan calon

guru sebelum melakukan prosese balajar mengajar memiliki pengetahuan tentang psikologi

pendidikan dan pengajaran.. Psikologi pendidikan harus dipandang sebagai suatu sumber

jawaban terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi dalam proses belajar mengajar.

Beberapa hal yang dapat dijadikan bahan dalam rangka melaksanakan proses belajar

mengajar.

Proses perkembangan siswa

Dikalangan para guru dan orang tua siswa terkadang timbul pertanyaan apakah

perbedaan usia antara siswa dengan siswa lainnya membuat perbedaan subtansial dalam

merespon pengajaran. Pertanyaan ini perlu dicari jawabannya melalaui pemahaman

tahapan-tahapan perkembangan siswa dan ciri-ciri khas yang mengiringi tahapan

perkembangan tersebut. Tahapan-tahapan perkembangan yang lebih dahulu perlu dipahami

91

adalah menjadi bahan pertimbangan pokok dalam penyelenggaraan proses belajar mengajar,

yaitu tahapan yang berhubungan dengan segala variasi dan keunikan siswa yang dimiliki.

Hal tersebut yang dapat menjadi modal dasar bagi seorang guru dalam menjalankan proses

belajar mengajar dan pembelajaran materi tertentu, sertamengikuti proses belajar mengajar

yang dikelola oleh guru bagi siswa tersebut.

Cara Belajar Siswa

Dimanapun proses belajar mengajar berlangsung, alasan utama kehadiran guru adalah untuk

membantu siswa belajar dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu sewajarnya jika seorang

guru memahami dan mengenal sepenuhnya siswa yang akan dihadapi. Pengetahuan pokok

terhadap proses belajar mengajar adalah meliputi signifikansi belajar, teori-teori belajar,

hubungan belajar dengan memori dan pengertahuan serta fase-fase yang dilalaui dlam

periwtiwa belajar.

Cara menghubungkan belajar dengan mengajar.

Tugas utama guru sebagai pendidik adalah mengajar. Mengajar adalah kegiatan

meyampaikan materi pelajara, melaui keterampilan dan menanmkan nilai-nilai moral yang

terkandung dalam materi pelajaran tersebut kepada siswa. Agar kegiatan mengajar tersebut

diterima oleh para siswa guru berusaha membangkitkan gairan dan miniat belajar siswa.

Kebangkitan miniat dan gairah belajar siswa akan mempermudah guru dalam

menghubungkankegiatan mengajar dan kegiatan belajar siswa. Oleh karena itu maka seoran

gugur maupun calon guru sangat diharapkan untuk dapat memahami seluk belauk belajar

mengajar tersebut misalnya dengan mengetahui model-model mengajar, metode dan strategi

belajar mengajar.

Pengambilan keputusan untuk pengelolaan Prose Belajar Mengajar (PBM)

Dalam mengelola Proses belajar mengajar, maka peran guru menjadi sentral dari

seluruh rangkaian kegiatan tersebut. Oleh karena itu seorang guru dituntut untuk mampu

menempatkan diri sebagai pengambil keputusan yang penuh perhitungan dari sudutpandang

psikologis. Jika tidak maka pengelolaan tahap-tahap interaksi belajar mengajar akan

tersendat-sendat dan boleh jadi akan gagal dalam mencapai tujuan proses belajar mengajar

terebut.

Dalam pengambilan keputusan perlu dipertimbangkan beberapa faktor yang dapat

menghambat seorang guru dalam mengambil keputusan yang tepat diantaranya adalah

sebagai berikut:

a. Kurangnya kesadaran guru terhadap masalah-masalah belajar yang mungkin

dihadapi oleh siswa

b. Kesetiaan terhadap gagasan lam yang sebenarnya sudah dapat diberlakukan lagi

c. Kurangnya sumber informasi yang diperlukan,

d. Ketidakcermatan observasi terhadap situasi belajar mengajar.

G. Beberapa Pertimbangan-pertimbangan Psikologis dalam Mengajar :

Dengan memahami psikologi pendidikan, seorang guru melalui pertimbangan –

pertimbangan psikologisnya diharapkan dapat :

a. Merumuskan tujuan pembelajaran secara tepat.

92

Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru akan dapat

lebih tepat dalam menentukan bentuk perubahan perilaku yang dikehendaki sebagai tujuan

pembelajaran. Misalnya, dengan berusaha mengaplikasikan pemikiran Bloom tentang

taksonomi perilaku individu dan mengaitkannya dengan teori-teori perkembangan individu

b. Memilih strategi atau metode pembelajaran yang sesuai.

Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru dapat menentukan

strategi atau metode pembelajaran yang tepat dan sesuai, dan mampu mengaitkannya dengan

karakteristik dan keunikan individu, jenis belajar dan gaya belajar dan tingkat perkembangan

yang sedang dialami siswanya.

c. Memberikan bimbingan atau bahkan memberikan konseling.

Tugas dan peran guru, di samping melaksanakan pembelajaran, juga diharapkan dapat

membimbing para siswanya. Dengan memahami psikologi pendidikan, tentunya diharapkan

guru dapat memberikan bantuan psikologis secara tepat dan benar, melalui proses hubungan

interpersonal yang penuh kehangatan dan keakraban.

e. Memfasilitasi dan memotivasi belajar peserta didik.

Memfasilitasi artinya berusaha untuk mengembangkan segenap potensi yang dimiliki siswa,

seperti bakat, kecerdasan dan minat. Sedangkan memotivasi dapat diartikan berupaya

memberikan dorongan kepada siswa untuk melakukan perbuatan tertentu, khususnya

perbuatan belajar. Tanpa pemahaman psikologi pendidikan yang memadai, tampaknya guru

akan mengalami kesulitan untuk mewujudkan dirinya sebagai fasilitator maupun motivator

belajar siswanya.

f. Menciptakan iklim belajar yang kondusif.

Efektivitas pembelajaran membutuhkan adanya iklim belajar yang kondusif. Guru

dengan pemahaman psikologi pendidikan yang memadai memungkinkan untuk dapat

menciptakan iklim sosio-emosional yang kondusif di dalam kelas, sehingga siswa dapat

belajar dengan nyaman dan menyenangkan.

g. Berinteraksi secara tepat dengan siswanya.

Pemahaman guru tentang psikologi pendidikan memungkinkan untuk terwujudnya

interaksi dengan siswa secara lebih bijak, penuh empati dan menjadi sosok yang

menyenangkan di hadapan siswanya.

h. Menilai hasil pembelajaran yang adil.

Pemahaman guru tentang psikologi pendidikan dapat mambantu guru dalam

mengembangkan penilaian pembelajaran siswa yang lebih adil, baik dalam teknis penilaian,

pemenuhan prinsip-prinsip penilaian maupun menentukan hasil-hasil penilaian.

Penutup.

Sebagi objek sasaran dalam proses belajar mengajar adalah anak didik sebagai

manusia individu yang memiliki perilaku, karakteristik dan kemampuan yang berbeda satu

93

sama lain, maka dalam proses belajar mengajar, seorang pendidik perlu memperhatikan

faktor psikologi karena pendidikan sebagai suatu proses perubahan tingkah laku yang

diperolah melalui belajar mengajar, tidak dapat dipisahkan dari psikologi.

Guru sebagai pendidik/pengajar menjadi subjek yang mutlak harus memiliki pengetahuan

psikologi sehingga proses belajar mengajar bisa berjalan dengan baik, setidaknya dalam

meminimalisir kegagalan dalam menyampaikan mataeri pelajaran.

RUJUKAN :

http://merahitam.com/pengertian-psikologi-pendidikan-adalah.html

http://www.andragogi.com/document/psikologi_pendidikan.htm

Ahmadi, Abu dan Supriyono Widodo. 1990. Psikologi Belajar (Jakarta:Rineka Cipta).

Abror, Rachman.1993. Psikologi Pendidikan (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya)

http://belajarpsikologi.com/pengertian-psikologi-pendidikan/

http://ilmupsikologi.blogspot.com/2009/05/pengertian-psikologi-pendidikan.html

http://edukasi.kompasiana.com/2012/04/01/metode-metode-dalam-psikologi-pendidikan/