problem solving
TRANSCRIPT
BAB II
MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING PADA MATA
PELAJARAN MATEMATIKA DI SD
A. Model Pembelajaran Problem Solving
1. Pengertian Model Pembelajaran
Model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pada
strategi, metode atau prosedur pembelajaran. Istilah model pembelajaran
mempunyai 4 ciri khusus yang tidak dipunyai oleh strategi atau metode
pembelajaran : 1) Rasional teoritis yang logis yang disusun oleh pendidik.
2) Tujuan pembelajaran yang akan dicapai. 3) Langkah-langkah mengajar
yang duperlukan agar model pembelajaran dapat dilaksanakan secara
optimal. 4) Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran
dapat dicapai.
Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk
pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara
khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan
bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik
pembelajaran. Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan
Marsha Weil (Rusman, 2010 : 152) . Joice dan Weil berpendapat bahwa
model pembelajaran adalah pada hakekatnya merupakan suatu proses
interaksi antara guru dengan siswa, baik interaksi secara langsung seperti
kegiatan tatap muka maupun secara tidak langsung yaitu dengan
17
18
menggunakan berbagai media. Model Pembelajaran adalah suatu rencana
atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana
pembelajaran jangka panjang), merancang bahan – bahan pembelajaran,
dan membimbing di kelas atau yang lain. kemudian Joice dan Weil
mengetengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu: (1)
model interaksi sosial; (2) model pemrosesan informasi; (3) model
personal personal; dan (4) model modifikasi tingkah laku. Kendati
demikian, seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut
diidentikkan dengan strategi pembelajaran.
Di luar istilah-istilah tersebut, dalam proses pembelajaran dikenal
juga istilah desain pembelajaran. Desain pembelajaran adalah sebagai
suatu proses pemecahan masalah. Shambaugh (Sanjaya:2009) menjelaskan
tentang desain pembelajaran yakni sebagai “ An intelellectual process to
help teachers systematically analyze learner needs and constructruct
structures possibilities to responsively adrress those need. “ Jadi suatu
desain pembelajaran diarahkan untuk menganalisis kebutuhan siswa dalam
pembelajaran kemudian berupaya untuk membantu dalam menjawab
kebutuhan tersebut. Sedangkan strategi pembelajaran lebih berkenaan
dengan pola umum dan prosedur umum aktivitas pembelajaran, sedangkan
desain pembelajaran lebih merujuk kepada cara-cara merencanakan suatu
sistem lingkungan belajar tertentu setelah ditetapkan strategi pembelajaran
tertentu. Jika dianalogikan dengan pembuatan rumah, strategi
19
membicarakan tentang berbagai kemungkinan tipe atau jenis rumah yang
hendak dibangun (rumah joglo, rumah gadang, rumah modern, dan
sebagainya), masing-masing akan menampilkan kesan dan pesan yang
berbeda dan unik. Sedangkan desain adalah menetapkan cetak biru (blue
print) rumah yang akan dibangun beserta bahan-bahan yang diperlukan
dan urutan-urutan langkah konstruksinya, maupun kriteria
penyelesaiannya, mulai dari tahap awal sampai dengan tahap akhir, setelah
ditetapkan tipe rumah yang akan dibangun.
Berdasarkan uraian di atas, bahwa untuk dapat melaksanakan
tugasnya secara profesional, seorang guru dituntut dapat memahami dan
memiliki keterampilan yang memadai dalam mengembangkan berbagai
model pembelajaran yang efektif, kreatif dan menyenangkan, sebagaimana
diisyaratkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
2. Model Pembelajaran Problem Solving
a. Pengertian Model Pembelajaran Problem Solving
Pembelajaran problem solving adalah pembelajaran pemecahan
masalah atau pembelajaran berbasis masalah.
Menurut Tan ( Rusman 2010:245), pembelajaran berbasis
masalah merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam pembelajaran berbasis masalah kemampuan berfikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok yang sistimatis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji dan mengembangkan kemampuan berfikirnya secara berkesinambungan. Pembelajaran berbasis masalah merupakan penggunaan berbagai macam kecerdasan yang diperlukan untuk melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia nyata, kemampuan untuk menghadapi segala
20
sesuatu yang baru dan kompleksitas yang ada, Tan (Rusman, 2010: 24).
Pembelajaran pemecahan masalah ialah interaksi antara
stimulus dan respon yang merupakan hubungan dua arah, belajar dan
lingkungannya. Hubungan dua arah itu terjadi antara siswa dan guru,
antar pebelajar dan pengajar. Lingkungan memberikan pengaruh dan
masukan kepada siswa berupa bantuan dan masalah dan system saraf
otak memberikan bantuan secara efektif sehingga masalah yang
dihadapi diselidiki, dinilai, dianalisis, serta dicari jalan pemecahannya.
Pengetahuan dasar dan pengalaman siswa yang telah dimiliki dan
diperoleh dari lingkungan akan menjadikan dirinya sebagai bahan dan
materi untuk memperoleh pengertian serta dijadikan pedoman untuk
mencapai tujuan belajarnya.
Boud dan Feletti ( Rusman, 2010 : 246 ) pembelajaran berbasis masalah adalah inovasi yang paling signifikan dalam pendidikan. Margetson mengemukakan bahwa kurikulum pembelajaran berbasis masalah membantu untuk meningkatkan perkembangan keterampilan belajar sepanjang hayat dalam pola fikir yang terbuka, reflektif, kritis, dan belajar aktif. Kurikulum pembelajaran berbasis masalah memfasilitasi keberhasilan memecahkan masalah, komunikasi, kerja kelompok dan keterampilan interpersonal dengan lebih baik dibanding pendekatan lain.
Pembelajaran pemecahan masalah adalah suatu kegiatan yang
didesain oleh guru dalam rangka memberi tantangan kepada siswa
melalui penugasan atau pertanyaan matematika. Fungsi guru dalam
kegiatan itu adalah memotivasi siswa agar mau menerima tantangan
dan membimbing siswa dalam proses pemecahannya. Masalah yang
diberikan harus masalah yang pemecahannya terjangkau oleh
21
kemampuan siswa. Masalah yang diluar jangkauan kemampuan siswa
dapat menurunkan motivasi mereka untuk menjawab masalah yang
dihadapi.
Pembelajaran pemecahan masalah yaitu jika seseorang
menemui masalah dan orang itu memiliki suatu obsesi/ kehendak/
keinginan untuk memecahkan masalah secara langsung. Pemecahan
masalah dapat dipandang sebagai suatu proses dimana pebelajar
menemukan perpaduan rumus/ aturan/ konsep yang sudah dipelajari
sebelumnya dan selanjutnya menerapkannya untuk memperoleh cara
pemecahan pada situasi/ keadaan baru, cara demikian juga merupakan
proses belajar yang baru. Berdasarkan pengertian tersebut di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik pembelajaran pemecahan
masalah yaitu: 1) belajar menemukan. 2) aturan/ rumus/ konsep/
pengetahuan terdahulu. 3). memperoleh cara pemecahan 4) situasi baru
5) proses belajar baru.
Selain itu peserta didik mampu untuk menggunakan suatu
prinsip dan aturan umum dari pengalaman memecahkan masalah, yang
selanjutnya dimanfaatkan untuk memecahkan masalah. Berdasarkan
pengertian di atas, maka melalui pembelajaran pemecahan masalah
memberikan peserta didik kemampuan memecahkan masalah melalui
pengalaman secara nyata. Selain itu, melalui pembelajaran pemecahan
masalah memberikan kemampuan kepada setiap peserta didik dalam
memecahkan masalah dengan cepat, otomatis, efisien, dan efektif.
22
Menurut Wingkel (2007 : 109) Belajar memecahkan problem,
selama siswa belajar di sekolah dia akan dihadapkan pada soal – soal
untuk dipecahkan dan diatasi ( Problem Solving). Tugas mencari
penyelesaian atas suatu soal yang pemecahannya belum diketahui
malah merupakan suatu pengalaman di sekolah yang dirancang oleh
guru dan setelah tamat pendidikan siswa/orang akan dihadapkan pada
macam-macam persoalan yang harus diatasi, diharapkan pengalaman
di sekolah akan membantu dalam mencari solusi penyelesaian.
Menurut pandangan aliran pengolahan informasi (information
processing) orang menghadapi problem bilamana ada tujuan yang
ingin dicapai, tetapi belum ditemukan sarana untuk sampai ke tujuan
itu. Dalam menghadapi problem orang dapat menggunakan berbagai
strategi dan siasat, yaitu urutan langkah operasional mental tertentu
untuk menemukan penyelesaian. Bilamana orang dihadapkan pada
problem yang kelihatannya dapat di atasi dengan banyak jalan, usaha
pencarian pemecahan masalah dapat diatasi dengan cara “ Bekerja
Mundur “ yakni bertitik tolak dari tujuan yang telah diketahui dan
menemukan sarana/ jalan yang menunju kesana ( means-end analysis).
Bilamana orang dihadapkan pada problem yang pemecahannya sudah
diusahakan melalui berbagai jalan rutin dan belum ditemukan,
disarankan, untuk memperluas pencarian pemecahan masalah. Dua
cara yang dapat digunakan ialah berfikir melalui analogi dan
mencanangkannya secara spontan usul banyak mengenai jalan yang
23
dapat ditempuh. Bahwa taraf kemahiran dalam memecahkan masalah
suatu problem dapat ditingkatkan dengan memberikan latihan kepada
orang dalam penggunaan berbagai berbagai strategi, yang dapat
dipergunakan secara luas.
Model pemecahan masalah merupakan fokus dalam
pembelajaran matematika yang mencakup masalah tertutup dengan
solusi tunggal, masalah terbuka dengan solusi tidak tunggal, dan
masalah dengan berbagai cara penyelesaian. Untuk meningkatkan
kemampuan memecahkan masalah perlu dikembangkan ketrampilan
memahami masalah, membuat model matematika, menyelesaikan
masalah, dan menafsirkan solusinya.
b. Karakteristik Pembelajaran Problem Solving
Rusman ( 2010: 248), karakteristik pembelajaran problem solving adalah sebagai berikut : 1) permasalahan menjadi starting point dalam belajar 2) permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur 3) permasalahan membutuhkan perspektif ganda ( multiple perspective) 4) permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar 5) belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama 6) pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang essensial dalam proses belajar mengajar 7) belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan koperatif 8) pengembangan keterampilan inkuiri dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan 9) keterbukaan proses dalam proses belajar mengajar meliputi sintesis dan integrasi dan sebuah proses belajar, dan 10) proses belajar mengajar melibatkan evaluasi dan reviuw pengalaman siswa dan proses belajar.
Menurut Sanjaya (2009:212) pembelajaran berbasis masalah adalah serangkaian pembelajaran yang menekankan kepada proses
24
penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Karakteristik dari pembelajaran pemecahan masalah, yaitu : 1) dalam implementasi pembelajaran ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa artinya siswa tidak diharapkan hanya sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi siswa diharapkan aktif berfikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data dan pada akhirnya dapat menyimpulkan materi pelajaran. 2) aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah, yang dijadikan kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya tanpa masalah maka tidak mungkin ada proses pembelajaran. 3) pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berfikir secara ilmiah, proses berfikir dilakukan secara sistematis dan empiris. Sistematis disini artinya dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu. Sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah yang didasarkan pada data dan fakta yang jelas.
c. Langkah – langkah Pembelajaran Problem Solving
Dewey (Sanjaya, 2009 : 215 ) menjelaskan 6 langkah model
pemecahan masalah (Problem Solving ), yaitu : 1) merumuskan
masalah adalah langkah siswa menentukan masalah yang akan
dipecahkan. 2) menganalisis masalah, yaitu langkah siswa meninjau
masalah secara kritis dari berbagai sudut pandang. 3) merumuskan
hipotesis, yaitu langkah siswa merumuskan berbagai kemungkinan
pemecahan masalah sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki. 4)
mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari dan
menggambarkan informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah.
5) pengujian hipotesis, yaitu langkah siswa mengambil atau
merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan
hipotesis yang diajukan. 6) merumuskan rekomendasi pemecahan
masalah, yaitu langkah siswa menggambarkan rekomendasi yang dapat
dilakukan sesuai rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan
25
kesimpulan. Sedangkan menurut Johson ( Sanjaya , 2009 : 215)
mengemukakan ada 5 langkah pemecahan masalah melalui kegiatan
kelompok : 1) Mendefinisikan masalah, yaitu merumuskan masalah
dari peristiwa tertentu yang mengandung isu konflik, hingga siswa
menjadi jelas masalah apa yang akan dikaji. Dalam kegiatan ini guru
bisa meminta pendapat dan penjelasan siswa tentang isu-isu hangat
yang menarik untuk dipecahkan. 2) Mendiagnosis masalah, yaitu
menentukan sebab-sebab terjadinya masalah, serta menganalisis
berbagai faktor baik faktor bisa menghambat maupun faktor yang bisa
mendukung dalam penyelesaian masalah. 3) Merumuskan alternative
strategi, yaitu menguji setiap tindakan yang telah dirumuskan melalui
diskusi kelas Pada tahapan ini setiap siswa didorong untuk berfikir
mengemukakan pendapat dan argumentasi tentang kemungkinan setiap
tindakan yang dapat dilakukan. 4) Menentukan dan menerapkan
strategi pilihan, yaitu pengambilan keputusan tentang strategi mana
yang dapat dilakukan. 5) Melakukan evaluasi, baik evaluasi proses
maupun evaluasi hasil. Evaluasi proses adalah evaluasi terhadap
seluruh kegiatan pelaksanaan kegiatan; sedangkan evaluasi hasil
adalah evaluasi terhadap akibat dari penerapan strategi yang
diterapkan.
Secara umum model pemecahan masalah dilakukan dengan
langkah – langkah : 1) Menyadari masalah, yaitu pada tahapan ini guru
membimbing siswa pada kesadaran adanya kesenjangan atau gap yang
26
dirasakan oleh manusia atau lingkungan sosial. Kemampuan yang
harus dicapai siswa pada tahapan ini adalah siswa dapat menentukan
atau menangkap kesenjangan yang terjadi dari berbagai fenomena
yang ada. 2) Merumuskan masalah, yaitu kemampuan yang diharapkan
siswa dalam langkah ini adalah siswa dapat menentukan prioritas
masalah. Siswa dapat memanfaatkan pengetahuannya untuk mengkaji,
memerinci, dan menganalisis masalah sehingga pada akhirnya muncul
rumusan masalah yang jelas, spesifik dan dapat dipecahkan. 3)
Merumuskan Hipotesis, yaitu kemampuan yang diharapkan dari siswa
dalam tahapan ini siswa dapat menentukan sebab akibat dari masalah
yang ingin diselesaikan. 4) Mengumpulkan data, yaitu dalam tahapan
ini siswa didorong untuk mengumpulkan data yang relevan.
Kemampuan yang diharapkan pada tahap ini adalah kecakapan siswa
untuk mengumpulkan dan memilih data, kemudian memetakan dan
menyajikannya dalam berbagai tampilan sehingga mudah dipahami. 5)
Menguji hipotesis, yaitu kemampuan yang diharapkan dari siswa
dalam tahapan ini adalah kecakapan menelaah data dan sekaligus
membahasnya untuk melihat hubungannya dengan masalah yang
dikaji. 6) Menentukan pilihan penyelesaian, yaitu kemampuan yang
diharapkan dari siswa kecakapan memilih alternative penyelesaian
yang memungkinkan dapat dilakukan serta dapat memperhitungkan
kemungkinan yang akan terjadi sehubunagan dengan alternative yang
dipilihnya. Kalau seorang peserta didik dihadapkan pada suatu
27
masalah, pada akhirnya mereka bukan hanya sekadar memecahkan
masalah, tetapi juga belajar sesuatu yang baru. Pemecahan masalah
memegang peranan penting baik dalam pelajaran matematika maupun
dalam banyak disiplin ilmu lainnya, terutama agar pembelajaran
berjalan secara fleksibel.
Para ahli mengemukakan berbagai langkah dalam melakukan
pemecahan masalah, tetapi pada hakikatnya cara yang dikemukakan
adalah sama. Gagne ( Ruseffendi, 2005 : 169 ) mengemukakan dalam
pemecahan masalah ada lima langkah yang harus dilakukan, yang
meliputi : 1) menyajikan masalah dalam bentuk yang lebih jelas; 2)
menyatakan masalah dalam bentuk yang operasional (dapat
dipecahkan ); 3) menyusun hipotesis – hipotesis alternative dan
prosedur kerja yang diperkirakan baik untuk dipergunakan dalam
memecahkan masalah; 4) mengetes hipotesis dan melakukan kerja
untuk memperoleh hasilnya ( pengumpulan data, pengolahan data, dan
lain – lain), hasilnya mungkin lebih dari sebuah; 5) memeriksa kembali
( mengecek ) apakah hasil yang diperoleh itu benar , mungkin memilih
pula pemecahan yang paling baik.
Polya (Dekdikbud,1998: 34) memberi petunjuk langkah – langkah menyelesaikan masalah sebagai berikut : 1) pahami masalah ; apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, dan apa kondisinya; 2) rencanakan penyelesaiannya, alat ( pengetahuan: konsep atau rumus ) dan strategi ( kombinasi teknik – teknik menyelesaikan masalah) apa yang cocok diterapkan; 3) laksanakan rencana itu, lakukanlah proses pengolahan data dengan operasi dan prosedur yang direncanakan sampai ditemukan hasil; dan 4) menguji kebenaran hasil.
28
3. Taksonomi Pembelajaran Problem Solving
Wankat dan Oreovocz (Wena, 2009 : 53) mengklasifikasikan lima tingkatan pemecahan masalah, yaitu sebagai berikut: a. Rutin adalah suatu tindakan rutin atau bersifat alogaritmik yang
dilakukan tanpa membuat suatu keputusan. Beberapa operasi matematika seperti persamaan kuadrat, operasi integral, dan analisis varians.
b. Diagnostik adalah pemilihan suatu prosedur atau cara yang tepat secara rutin. Beberapa rumus yang digunakan dalam menentukan tegangan suatu balok, dan diagnosis adalah memilih prosedur yang tepat untuk memecahkan masalah tersebut.
c. Strategi adalah pemilihan prosedur secara rutin untuk memecahkan suatu masalah. Strategi merupakan bagian dari tahap analisis dan evaluasi dalam taksonomi bloom.
d. Interprestasi adalah suatu kegiatan pemecahan masalah masalah yang sesunggguhnya, karena melibatkan kegiatan mereduksi masalah yang nyata sehingga dapat dipecahkan.
e. Generalisasi adalah pengembangan prosedur yang bersifat rutin untuk memecahkan masalah yang baru.
Gambar 2.1 Taksonomi pemecahan masalah
4. Strategi Model pembelajaran Problem Solving
Wankat dan Oreovocz (Wena, 2009 : 57) mengemukakan tahap –
tahap strategi operasional dalam pemecahan masalah sebagai berikut :
TAKSONOMI PEMECAHAN
Rutin
Diagnosis
Strategi
Interpretasi
Generalisasi
29
a. Saya mampu/bisa ( I can) : tahap membangkitkan motivasi dan membangun / menumbuhkan keyakinan dari siswa.
b. Mendefiniskan (define) : membuat daftar hal yang diketahui dan tidak diketahui, menggunakan gambar grafis untuk memperjelas permasalahan.
c. Mengeksplorasi (Eksplore) : merangsang siswa untuk mengajukan pertanyaan- pertanyaaan dan membimbing untuk menganalisis dimensi permasalahan yang dihadapi.
d. Merencanakan (plan) : mengembangkan cara berfikir logis siswa untuk menganalisis masalah dan menggunakan flowchart untuk menggambarkan permasalahan yang dihadapi.
e. Mengerjakan (do it) : membimbing siswa secara sistimatis untuk memperkirakan jawaban yang mungkin untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
f. Mengoreksi kembali (Check) : membimbing siswa untuk mengecek kembali jawaban yang dibuat, mungkin ada beberapa kesalahan yang dilakukan .
g. Generalisasi ( Generalize) : membimbing siswa untuk mengajukan pertanyaan agar pemecahanam masalah yang dilakukan masih kurang benar, apa yang harus saya lakukan ? Dalam hal ini mendorong siswa untuk melakukan umpan balik/ refleksi dan mengoreksi kembali kesalahan yang mungkin ada.
Secara operasional dan ringkas kegiatan guru dan siswa
selama proses pembelajaran dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Tahap pembelajaran: Saya mampu atau bisa; Kegiatan guru:
membangkitkan motivasi dan membangun keyakinan dari siswa;
kegiatan siswa: menumbuhkan motivasi belajar dan keyakinan
diri dalam menyelesaikan permasalahn.
2. Tahap pembelajaran: mendefinisikan; Kegiatan guru membimbing
siswa membuat daftar hal yang diketahui dan yang tidak diketahui
dalam suatu permasalah; Kegiatan siswa: menganalisis dan
membuat daftar hal tidak diketahui, dalam suatu permasalah.
3. Tahap pembelajaran: merangsang siswa untuk mengajukan
pertanyaan-pertanyaan dan membimbing untuk menaganlisis
30
dimensi permasalahan yang dihadapi; Kegiatan siswa; mengajukan
pertanyaan-pertanyaan pada guru untuk melakukan pengkajian
lebih dalam tergadap permasalahan – permasalahan yang dibahas.
4. Tahap pembelajaraan: merencanakan; Kegiatan guru: membimbing
mengembangkan cara berfikir logis siswa untuk menganalisis
masalah; Kegiatan siswa berlatih mengembangkan cara berfikir
logis untuk menganalisis masalah yang dihadapi.
5. Tahap pembelajaran: mengerjakan; Kegiatan guru: membimbing
siswa secara sistimatis untuk memperkirakan jawaban yang
mungkin untuk memecahkan masalah yang dihadapi; Kegiatan
siswa : mencari berbagai alternative pemecahan masalah.
6. Tahap pembelajaran: mengoreksi kembali; Kegiatan guru:
membimbing siswa untuk mengecek kembali jawaban yang dibuat;
Kegiatan siswa : mengecek tingkat kebenaran jawaban yang ada.
7. Tahap pembelajaran : generalisasi; Kegiatan guru: membimbing
siswa untuk mengajukan pertanyaan, apa yang harus saya pelajari
dalam pokok bahasan ini ? Bagaimana agar pemecahan masalah
yang dilakukan bisa lebih efisien? Jika pemecahan masalah yang
dilakukan masih kurang, apa yang harus saya lakukan? Dalam hal
ini mendorong siswa untuk melakukan umpan balik/refleksi dan
mengoreksi kembali kesalahan yang mungkin ada; Kegiatan siswa
: memilih atau menentukan jawaban yang paling tepat.
31
Gambar 2.2 Langkah Pemecahan Masalah Menurut Sanjaya, Wina (2006) strategi pembelalajaran pemecahan
masalah dapat diterapkan : 1) manakala guru menginginkan agar siswa tidak hanya sekadar dapat mengingat materi pelajaran, akan tetapi menguasai dan memahaminya secara penuh. 2) Apabila guru bermaksud untuk mengembangkan keterampilan berfikir rasional siswa, yaitu kemampuan menganalisis situasi, menerapkan pengetahuan yang mereka miliki dalam situasi baru, mengenal adanya perbedaan antara fakta dan pendapat, serta mengembangkan kemampuan dalam membuat judgment secara obyektif. 3) manakala guru menginginkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah serta membuat tantangan intelektual siswa. 4) Jika guru ingin mendorong siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajarnya. 5) Jika guru ingin siswa memahami hubungan antara apa yang dipelajari dengan kenyataan dalam kehidupannya ( Hubungan antara teori dengan kenyataaan)
Pemecahan masalah sistimatis adalah petunjuk untuk melakukan
membantu seseorang dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Secara
operasional tahap-tahap pemecahan masalah sistimatis terdiri atas empat
tahap berikut menurut Kramers (Wena,2009:60). a) Memahami
PEMECAHAN MASALAH
Saya mampu/ bisa
Mengidentifikasi
Mengeksplorasi
Merencanakan
Mengerjakan
Mengoreksi Kembali
Generalisasi
32
masalahnya. b) Membuat rencana penyelesaian. c) Melaksanakan rencana
penyelesaian. d) Memeriksa kembali, mengecek hasilnya.
Untuk meningkatkan keberhasilan siswa dalam menyelesaikan
suatu permasalahan, Mettes, dkkk. (1980) membangun suatu system
heuristic yang dituangkan dalam bentuk program of Action and Methods (
PAM). PAM ini merupakan strategi umum yang dapat diadaptasikan ke
dalam bidang yang lebih khusus, yang disebut dengan pemecahan masalah
sistematis. Penggunaan pemecahan masalah sistimatis dalam
menyelesaikan suatu masalah dilengkapi dengan Key relations Chart (KR
chart), yaitu lembaran yang berisi catatan tentang persamaan, rumus, dan
hukum dari materi yang dipelajari. KR chart digunakan untuk
memudahkan mengingat dan memunculkan kembali hubungan yang
diperlukan untuk menyelesaikan latihan soal yang sedang dihadapi.
Secara umum pemecahan masalah sistimatis terdiri dari empat fase
utama, yaitu analisis soal, perencanaan proses penyelesaian soal, operasi
perhitungan, dan pengecekan jawaban serta interpretasi hasil. Secara garis
besar pemecahan masalah sistimatis dapat dilihar pada gambar 2.3
33
….
Gambar 2.3 Diagram blok fase Pemecahan Masalah Sistimatis
Secara opersaional tahap – tahap pemecahan masalah tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Tahap pembelajaran : analisis soal; tujuan: memperoleh gambaran
yang menyeluruh tentang data yang diketahui dan besaran yang tidak
diketahui atau yang ditanyakan; kegiatan guru : membimbing siswa
secara bertahap untuk melakukan analisis soal; kegiatan siswa: a)
membaca seluruh soal yang diberikan secara seksama, b)
Mentransformasi soal ke bentuk skema yang menggambarkan situasi
soal. c) Menuliskan besaran yang ditanyakan, d) Memperkirakan
jawaban (tanda, besaran dan dimensi)
2. Tahap pembelajaran: transformasi soal; tujuan: mengubah soal ke
bentuk standar; kegiatan guru: membimbing siswa melakukan
1. Analisis Soal
2a. Soal bentuk
standar
3. Operasional perhitungan
4. Pengecekan jawaban dan interpretasi hasil
2b. Penulisan hubungan yang mungkin berguna; pengecekan validitasnya terhadap kondisi soal.
2c. Pengubahan soal ke bentuk standar
2. Perencanaan proses penyelesaian soal
34
transformasi soal; kegiatan siswa : a) mengecek, apakah soalnya sudah
berbentuk standar? Jika ya, lanjutkan ke fase 3, jika tidak ikuti langkah
selanjutnya. b) menulis rumus hubungan antar besaran yang akan
digunakan : 1) menuliskan hubungan antar besaran yang bersumber
dari KR chart. 2) mengecek, apakah hubungan yang ditulis relevan
dengan soal yang sedang dihadapi. C) Mengubah soal kebentuk
standar : 1) Menulis rumus yang memuat besaran yang ditanyakan.
Apakah dalam rumus tersebut ada besaran yang tidak diketahui selain
besaran yang ditanyakan maka substitusikan besaran yang tidak
diketahui dengan rumus lain sehingga terbentuk rumus baru. Demikian
seterusnya hingga diperoleh bentuk standar. 2) Jika dengan langkah di
atas belum diperoleh bentuk standar, dapat dilakukan dengan
menyederhanakan soal dengan asumsi-asumsi atau dengan meninjau
soal dari titik pandang yang berbeda.
3. Tahap pembelajaran: operasi perhitungan; tujuan: memperoleh
jawaban soal; kegiatan guru: membimbing siswa melakukan operasi
hitungan; kegiatan siswa: a) mensubstitusikan data yang diketahui ke
dalam bentuk stansdar yang telah diperoleh, kemudian melakukan
perhitungan. b) mengecek, apakah tanda dan satuan sudah sesuai?
4. Tahap pembelajaran : pengecekan dan interpretasi; tujuan: Mengecek
apakah soal sudah diselesaikan dengan benar dan lengkap; kegiatan
guru: membimbing siswa melakukan pengecekan terhadap hasil
penyelesaian soal; kegiatan siswa : a) Mengecek jawaban dengan cara
35
membandingkan dengan perkiraan jawaban yang dibuat pada fase 1, 2)
mengecek apakah jawaaban sudah sesuai dengan yang ditanyakan? 3)
menelusuri kesalahan-kesalahan apa yang telah dilakukan.
Penggunaan systematic approach to solving problem pada
dasarnya untuk membantu siswa dalam belajar memecahkan masalah
secara bertahap seperti dilakukan oleh Gagne bahwa cara terbaik yang
dapat membantu siswa dalam pemecahan masalah adalah memecahkan
masalah selangkah demi selangkah dengan menentukan aturan tertentu.
Prosedur pendekatan sistimatis, pemecahan masalah sistimatis ini
bersifat spesifik, artinya untuk bidang studi tertentu model pemecahan
masalahnya berbeda dengan bidang studi yang lain. Di samping itu,
penyususunan pemecahan masalah sistimatis juga memperhatikan
beberapa prosedur seperti yang dikemukakan Giancoli ( Wena , 2009 : 63 )
berikut :
1) Baca masalah secara menyeluruh dan hati – hati sebelum mencoba untuk memecahkannya. Gambarkan situasi dengan sumbu-sumbu koordinat yang dapat digunakan.
2) Tulis apa yang diketahui atau yang diberikan, kemudian tuliskan apa yang ditanyakan.
3) Pikirkan tentang prinsip, definisi, dan / atau persamaan hubungan besaran yang berkaitan. Sebelum mengerjakannya yakinkan bahwa prinsip, definisi dan / atau persamaan tersebut valid. Jika ditemukan persamaan yang hanya memuat kuantitas yang diketahui dan satu tidak diketahui, selesaikan persamaan tersebut secara aljabar. Dalam beberapa hal, urutan perhitungan dan / atau kombinasi persamaan mungkin dibutuhkan.
4) Pikirkanlah dengan hati – hati tentang hasil yang diperoleh, apakah masuk akal atau tidak masuk akal.
5) Suatu hal yang sangat penting adalah perhatian satuan, serta cek penyelesaiannya.
36
Untuk memperoleh pengetahuan prosedural dibutuhkan latihan-
latihan dan umpan balik ( Dahar, 1989). Dengan prosedur pemecahan
masalah sistimatis siswa diberi kesempatan untuk bekerja secara
sistematis, siswa banyak melakukan latihan dan guru memberi petunjuk
secara menyeluruh. Dengan latihan yang dilakukan oleh siswa diharapkan
siswa memiliki keterampilan dalam pemecahan soal. Penggunaan
pemecahan masalah sistematis dalam latihan menyelesaikan soal yang
didukung oleh teori belajar Ausubel tentang belajar bermakna, yang
menekankan perlunya menghubungkan informasi baru pada konsep-
konsep yang relervan terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Dengan
menggunakan pemecahan masalah yang sistematis, siswa dilatih tidak
hanya mengetahui apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, tetapi juga
dilatih untuk menganalisa soal, mengetahui secara pasti situasi soal,
besaran yang diketahui dan yang ditanyakan serta perkiraan jawaban soal.
B. Pembelajaran Matematika
1. Hakikat Matematika
Istilah matematika berasal dari bahasa Yunani mathein atau
manthenein yang artinya mempelajari, dari kata sansekerta medha atau
widya yang artinya kepandaian, ketahuan, atau intelegensi. Ruseffendi (
2006 : 261 ) menyatakan bahwa matematika itu terorganisasikan dari
unsur – unsur yang tidak didefiniskan, definisi – definisi, aksioma-
aksioma, dan dalil-dalil, dimana dalil-dalil setelah dibuktikan
kebenarannya berlaku secara umum, karena itulah matematika sering
37
disebut ilmu deduktif. Selanjutnya dikatakan bahwa matematika adalah
pola berpikir, pola mengorganisasikan pembuktian yang logik; matematika
itu adalah bahasa, bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan
dengan cermat, jelas dan akurat representasinya dengan simbul dan padat,
lebih berupa bahasa simbul mengenai arti daripada bunyi, matematika
adalah pengetahuan struktur yang terorganisasi, sifat - sifat atau teori-teori
dibuat secara deduktif berdasarkan kepada unsur yang tidak didefinisikan,
aksioma, sifat atau teori yang telah dibuktikan kebenarannya; matematika
adalah ilmu tentang pola keteraturan pola atau ide, dan matematika itu
ialah suatu seni, keindahannya terdapat keterurutan dan keharmonisannya.
Menurut Rey ( 1984) suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni suatu
bahasa dan suatu alat. Sedangkan menurut Kline matematika itu bukan
pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri,
tetapi beradanya itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami
dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam.
Berdasarkan beberapa pernyataan pendapat para ahli matematika di
atas dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan suatu ilmu yang
berhubungan dengan penelaahan bentuk – bentuk atau struktur – struktur
yang abstrak dan hubungan diantara hal-hal itu. Untuk memahami struktur
serta hubungan-hubunganitu diperlukan penguasaan tentang konsep-
konsep yang terdapat dalam matematika itu. Hal ini berarti matematika
ialah belajar konsep dan struktur yang terdapat dalam bahan-bahan yang
38
sedang dipelajari, serta cara yang digunakan untuk mencari hubungan
diantara konsep dan struktur tadi.
Matematika disebut ilmu deduktif, karena diketahui baik isi,
maupun metode pencarian kebenaran dalam matematika berbeda dengan
ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan umumnya. Namun dalam
matematika mencari kebenaran matematika itu bisa dimulai dengan cara
induktif., tetapi seterusnya generalisasi yang benar untuk semua keadaan
harus dibuktikan secara deduktif.
2. Pengertian Belajar Matematika
Menurut pendapat tradisional, belajar adalah menambah dan
mengumpulkan sejumlah pengetahuan. Menurut pendapat modern, belajar
adalah suatu bentuk pertumbuhan dan perubahan dalam diri seseorang
yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru, dari tidak
tahu menjadi tahu. Belajar merupakan usaha yang terjadi secara sengaja
dan bersifat insindental dalam situasi instruksional formal melalui
pengalaman dan interaksi aktif dengan lingkungannya melalui
pengamatan, pencarian, pemikiran, dan penelitian untuk mendapatkan
fakta-fakta baru yang sebelumnya telah dimiliki. Belajar merupakan
kegiatan aktif yang sengaja dengan melibatkan fikiran guna mendapatkan
pemecahan masalah dan dimengertinya masalah. Kling berpendapat bahwa
proses belajar bukanlah semata-mata proses pengamatan belaka tetapi juga
proses perubahan tingkah laku. Di dalam kegiatan belajar terjadi proses
39
perubahan dari belum mampu ke arah sudah mampu yang terjadi selama
jangka waktu tertentu.
Kemampuan yang diperoleh melalui proses belajar dapat
digolongkan menjadi kemampuan kognitif meliputi pengetahuan dan
pemahaman, kemampuan afektif meliputi sikap, nilai serta kemampuan
sensorik motorik yang berhubungan kdengan keterampilan. Menurut
Bloom penggunaan taksonomi merupakan suatu bantuan untuk
meningkatkan gagasan dalam memberikan perhatian secara khusus
mengenai tingkah laku berdasarkan fakta sehubungan dengan rencana
pengajaran. Menurut Bakri belajar adalah suatu aktifitas yang dilakukan
secara sadar untuk mendapatkan sejumlah kesan dari bahan yang telah
dipelajari. Belajar dikatakan berhasil bila telah terjadi perubahan dalam
diri individu menuju perkembangan pribadi manusia seutuhnya yang
menyangkut unsur cipta, rasa, dan karsa, ranah kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Belajar juga dikatakan suatu proses yang ditandai dengan
adanya perubahan diri seseorang, merupakan proses yang aktif, proses
mereaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu, proses yang
diarahkan kepada tujuan dan proses berbuat melalui pengalaman. Baik
belajar itu dilakukan dalam laboratorium di bawah bimbingan guru atau
usaha sendiri dan lingkungan alami dimana proses belajar itu terjadi.
Perubahan tersebut dapat terjadi karena faktor-faktor yang berasal dari
latihan. Selanjutnya Chaplin yang dikutip oleh Syah menyebutkan bahwa
belajar adalah perolehan tingkah laku yang relative menetap sebagai hasil
40
latihan dan pengamatan. Belajar tidak terjadi hanya karena proses
kematangan dari dalam saja, melainkan juga karena pengalaman yang
diperoleh seseorang yang bersifat eksistensial. Hal ini mengidentifikasikan
bahwa dalam proses belajar diakui adanya kebebasan individu yang
dilandasi oleh bakat dan minatnya untuk mengembangkan dirinya atas
tanggung jawab dan pilihannya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa belajar adalah
perubahan perilaku siswa sebagai akibat dari pengalaman yang ia dapat
melalui pengamatan, pendengaran, membaca, dan meniru, yang dapat
diamati melalui perubahan sikap, nilai dan kemampuan.
Ada beberapa mitos yang salah mengenai matematika yang beredar
dalam masyarakat sampai sekarang ini, yang sering kali mengaburkan
hakikat matematika yang sebenarnya, dengan beranggapan matematika
pelajaran eksak yang sulit dan jauh dari kehidupan. Padahal kalau kita kaji
matematika secara mendalam, ternyata matematika juga merupakan hasil
karya manusia, sehingga dengan demikian bisa dikatakan bahwa
matematika merupakan kebudayaan manusia. Hal ini sejalan dengan apa
yang diungkapkan Susilo (1998: 225) bahwa ”Matematika dipandang dari
aspek metode, cara penalaran, bahasa, dan objek penyelidikannya
memiliki kekhasan, yang keseluruhannya itu merupakan bagian dari
kebudayaan manusia yang bersifat universal”.
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari
perkembangan teknologi modern, mempunyai peranan penting dalam
41
berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan
pesat dibidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi
oleh perkembangan matematika dibidang teori bilangan, aljabar, analisis,
teori peluang dan matemtika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta
teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat
sejak dini.
Pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan
masalah yang sesuai dengan situasi ( contextual problem). Dengan
mengajukan masalah kontektual, peserta didik secara bertahap dibimbing
untuk menguasai konsep matematika. Untuk meningkatkan keefektifan
pembelajaran. Sekolah diharapkan menggunakan teknologi informasi dan
komunikasi seperti komputer, alat peraga atau media lainnya.
3. Tujuan Belajar Matematika Di SD
Depdikbud ( 1998 : 14) Tujuan pembelajaran matematika adalah agar siswa mampu : a. Kemampuan menggunakan algoritma ( prosedur pekerjaan )
• Melakukan operasi hitung. • Menyelesaikan persamaan atau pertidaksamaan
b. Melakukan manipulasi secara matematika, yaitu mampu menerapkan sifat – sifat, rumus – rumus pada suatu soal. • Menggunakan rumus luas/ volum bangun ruang, jika unsur –
unsurnya diketahui. • Menyelesaikan soal perbandingan senilai atau bebalik nilai.
c. Mengorganisir Data • Menuliskan apa yang diketahui, apa yang ditanyakan dari suatu
soal. • Mengurutkan, mengelompokkan, menyajikan data.
d. Memanfaatkan symbol, tabel, diagram dan garfik • Memahami symbol, tabel diagram, grafik yang memuat suatu
informasi. • Menyajikan informasi dalam symbol, tabel, diagram atau grafik.
42
e. Mengenal dan menemukan pola • Menyatakan aturan yang membentuk pola bila bilangan, atau pola
geometri. • Menerusklan pola untuk menentukan urutan berikutnya.
f. Menarik kesimpulan
• Menemukan suatu prinsip. • Membuktikan suatu pernyataan.
g. Membuat kalimat atau model matematika
• Menterjemahkan kalimat cerita menjadi persamaan, pertidaksamaan atau fungsi.
• Membuat model berupa diagram. h. Membuat interpretasi bangun dalam bidang atau ruang
• Menyebutkan bagian – bagian ndari bangun itu. • Menjelaskan posisi bangun itu.
i. Memahami pengukuran dan satuan – satuannya.
• Memilih satuan yang tepat, mengubah satuan, memperkirakan ukuran..
j. Menggunakan alat hitung dan alat bantu matematika
• Penggunaan kalkulator.
Sedangkan menurut Standar Isi ( Permen no 22 tahun 2006 ) Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :
a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
d. Mengomunikasikan gagasan dengan symbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
43
4. Materi Pelajaran Matematika Di SD
Menurut Russefendi ( 2005 : 6 ), ruang lingkup materi matematika pada satuan pendidikan SD meliputi aspek sebagai berikut : a. Himpunan dan Bilangan
1) Himpunan a) Himpunan dan anggota Himpunan b) Memasang-masangkan himpunan
2) Bilangan a) Banyaknya anggota suatu himpunan b) Bilangan cacah c) Bilangan asli d) Membilang e) Bilangan urutan f) Perbedaan antara bilangan cacah dengan bilangan asli 3) Himpunan terhingga dan tak terhingga 4) Himpunan Semesta 5) Hubungan antara himpunan a) Himpunan sama b) Himpunan bagian c) Himpunan Ekuivalen d) Himpunan Lepas e) Himpunan Venn 6) Pengerjaan dengan himpunan a) Gabungan himpunan b) Irisan Himpunan c) Komplemen Himpunan
b. Bilangan dan lambang bilangan 1) Bilangan dan himpunan ekuivalen 2) Lambang bilangan 3) Penulisan bilangan a) Penulisan bilangan kuno seperti Mesir, babylonia b) Penulisan bilangan Romawi c) Penulisan sistim Hindu – Arab d) Bilangan dasar lain dari 10
c. Menggunakan himpunan dan bilangan pada pengerjaan- pengerjaan . 1) Notasi dan diagram venn 2) Pengerjaan – pengerjaan a) Penambahan b) Pengurangan c) Perkalian d) Pembagian d. Sifat – sifat pokok pengerjaan dengan bilangan dan himpunan 1) Sifat pertukaran pada penambahan dan perkalian 2) Sifat pengelompokkan pada penambahan dan perkalian 3) Sifat penyebaran perkalian terhadap penambahan
44
4) Sifat “ bilangan “ nol untuk penambahan dan perkalian 5) Sifat bilangan satu dalam perkalian 6) Sifat tertutup 7) Aritmetika e. Sistim bilangan real 1) Bilangan rasional 2) Bilangan negatif 3) Bilangan irasional f. Bentuk panjang dan teknik – teknik perhitungan 1) Pengerjaan tambah 2) Pengerjaan kurang 3) Pengerjaan kali 4) Pengerjaan bagi g. Pengukuran dan hubungan antara besaran 1) Panjang, luas, isi 2) Berat 3) Waktu h. Dasar – dasar Geometri informal 1) Pembendaharaan kata dan pengertiannya 2) Titik, garis, garis sejajar, sinar, garis bersilang 3) Bidang, sudut, sisi 4) Lingkaran, daerah dimensi.
5) Benda – benda beraturan berdimensi dua da tiga dan mengukur luas dan sisinya.
i. Statistika dan Teori Kemungkinan j. Logika Matematika Dengan selesainya program Sekolah Dasar itu anak – anak diharapkan :
1) Dalam pengetahuan dan keterampilan a) Mempunyai keterampilan dan kemampuan berhitung; b) Mempunyai kemampuan melihat dan memecahkan masalah –
masalah yang berhubungan dengan benda – benda di ruang sekitar;
c) Mempunyai kemampuan menyajikan data dengan diagram/ grafik dan membaca diagram/ garfik serta mampu menggunakan rumus statistika yang sederrhana;
d) Mempunyai pengetahuan dan kemampuan menggunakan ukuran – ukuran satuan, alat – alat ukur sehari – hari;
e) Dengan menggunakan bilangan, mampu membuat perkiraan dan penaksiran;
f) Mempunyai pengetahuan tentang istilah – istilah yang tepat untuk digunakan berkomunikasi dalam matematika;
2) Kemampuan Akademis a) Mempunyai kemampuan berfikir efektif dan bertujuan dalam
pengembangan berfikir logika dalam matematika ; b) Mempunyai kemampuan membuat dan mengetes hipotesa
dalam hubungan – hubungan matematika;
45
c) Mempunyai keaslian berfikir, fleksibilitas, kemahiran, dalam pemikiran situasi Matematika;
d) Mempunyai kemampuan untuk menterapkan konsep – konsep, aturan – aturan dan cara-cara Matematika bagi situasi yang konkrit;
3) Pengertian a) Memperoleh pengertian tentang hubungan-hubungan yang
merupakan tahap pertama kepada pelajaran sistim bilangan real;
b) Mengerti hubungan-hubungan dalam ruang; c) Mengerti tentang hubungan-hubungan dari besaran-besaran
(panjang, luas, berat, isi) termasuk penggunaan satuan-satuan dalam pengukuran dan berfikir intuitif tentang peristiwa kemungkinan ;
d) Mengerti relasi antara ide-ide bilangan, ruang dan besaran – besaran ( panjang, luas, berat, isi ).
4) Sikap a) Menyadari bahwa Matematika itu berguna dalam kehidupan
sehari – hari, dan terus akan mempunyai andil dalam perkembangan masyarakat, sesuai dengan yang sudah – sudah;
b) Apresiasi, bahwa Matematika itu merupakan sistim yang berevolusi dimana perubahan dan perkembangan akan terus terjadi, dan merupakan bidang studi bagi orang yang kreatif;
c) Berpendapat bahwa Matematika merupakan ilmu yang dapat dikuasai dan ilmu yan g menyenagkan;
d) Mempunyai keyakinan akan kemampuan menyelesaikan persoalan – persoalan Matematika dan menggunakan konsep – konsep Matematika;
e) Dapat menerimabahwa belajar Matematika itu termasuk “bertanya-tanya”, menemukan sendiri” dan penelaahan kembali”, yang timbul dari keingin tahuan.
5. Faktor – faktor yang Mempengaruhi belajar Matematika
Sanjaya (2008: 197) faktor – faktor yang mempengaruhi proses
terjadinya belajar matematika ada empat, yaitu : (1) Peserta didik, (2)
Pengajar, (3) Sarana dan prasarana, (4) lingkungan
a. Peserta didik atau siswa
Peserta didik adalah manusia yang unik yang berkembang sesuai
dengan tahap perkembangannya. Perkembangan anak adalah
46
perkembangan seluruh aspek kepribadiannya, akan tetapi tempo dan
irama perkembangan masing-masing anak pada setiap aspek tidak
selalu sama. Proses pembelajaran dapat dipengaruhi oleh
perkembangan anak yang tidak sama itu, di samping karakteristik lain
yang melekat pada diri anak. Faktor yang mempengaruhi peserta
didik dalam proses pembelajaran, yaitu faktor internal ( meliputi
kematangan ), faktor eksternal dan faktor lingkungan.
b. Pengajar atau Guru
Guru adalah komponen yang sangat menentukan dalam
implementasi suatu strategi pembelajaran matematika. Tanpa guru
bagaimana bagusnya dan idealnya sutau strategi pembelajaran
matematika, maka strategi itu tidak mungkin dapat diaplikasikan.
Berhasil tidaknya pemecahan masalah matematika di dalam kelas
sangat berkaitan dengan kualitas dan kemampuan guru tersebut.
Menyadari hal itu faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses
pembelajaran matematika dengan model pemecahan masalah dalam
pembelajaran matematika, antara lain (a) Penguasan bahan atau materi
yang akan diajarkan. Seorang guru matematika yang tidak memahami
dan menguasai materi matematika yang akan diajarkan tidak mungkin
dapat mengajar matematika dengan baik (b) menguasai media dan alat
peraga serta terampil dalam menggunakannya, maka pembelajaran
pembelajaran matematika akan lebih efektif dan menyenagkan (c)
Penggunaan pendekatan dalam pembelajaran, yaitu berkaitan dengan
47
kemampuan memilih metode, strategi yang tepat dan relevan dengan
materi, situasi dan kondisi serta tingkat kemampuan siswa.
c. Sarana dan Prasarana
Sarana adalah segala sesuatu yang mendukung secara langsung
terhadap kelancaran proses pembelajaran matematika dengan
pendekatan pemecahan masalah, misalnya selain adanya buku teks dan
LKS juga diperlukan adanya tempat atau ruang belajar, laboratorium,
media dan alat pembelajaran matematika serta yang lainnya,
sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang tidak langsung
mendukung keberhasilan proses belajar mengajar, misalnya jalan,
penerangan sekolah, kamar kecil dan lain sebagainya. Kelengkapan
sarana dan prasarana merupakan faktor penting yang dapat
mempengaruhi proses pemnelajaran matematika dengan pendekatan
pemecahan masalah. Kegiatan akan berhasil dengan baik jika proses
itu sendiri berlangsung dalam suasana yang menyenangkan, dan itu
harus didukung oleh tersedianya sarana dan prasarana yang cukup dan
baik, sehingga dapat mendukung terhadap peningkatan proses dan
kualitas hasil belajar.
d. Lingkungan
Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi proses
pembelajaran, yaitu faktor organisasi kelas dan faktor iklim sosial-
psikologis. Faktor organisasi kelas meliputi jumlah siswa dalam satu
kelas terlalu banyak dapat mempengaruhi proses pembelajaran kurang
efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran, waktu yang diperlukan
48
semakin sempit, kurang mampu memanfaatkan dan menggunakan
semua sumber yang ada, terhambatnya partisipatif aktif siswa.
Sedangkan faktor sosial-psikologis, keharmonisan hubungan antara
guru dan siswa dalam proses pembelajaran, misalnya iklim sosial
antara siswa dengan siswa; dan antara siswa dengan guru, yang saling
menghargai dan saling membantu maka memungkinkan iklim belajar
yang berdampak pada motivasi belajar siswa.
Menurut Ruseffendi ( 2005 : 9 ) faktor – faktor yang akan
menentukan berhasil atau tidaknya pengajaran matematika adalah : 1)
kecerdasan siswa, 2) kesiapan siswa, 3) bakat siswa, 4) minat siswa,
5) model penyajian materi pelajaran, 6) pribadi dan sikap guru, 6)
suasana pengajaran, 7) kompetensi guru, dan 8) kondisi masyarakat
luas. Kecerdasan adalah modal yang mendasar untuk mencapai
keberhasilan dalam pendidikan, siswa yang cerdas memiliki kemauan
belajar yang tinggi. Kesiapan siswa, keberhasilan siswa dalam suatu
pelajaran atau pendidikan juga tergantung dari kesiapan siswa, baik
kesiapan mentalnya maupun kesiapan pengetahuan prasyaratnya, yaitu
kematangan mental, jasmani, emosional, dan sosial. Bakat siswa,
dengan bakat yang dimiliki siswa dapat membantu siswa belajar
dengan baik, menyelesaikan masalah soal dengan mudah dan cepat.
Kemauan belajar, salah satu tugas guru yang sering sulit dilakukan
adalah membuat siswa mau belajar apalagi belajar matematika. Minat
siswa, guru harus berupaya untuk menyajikan materi pelajaran supaya
dapat menarik minat siswa. Model penyajian materi pelajaran,
49
berdasarkan pengalaman yang berbeda – beda maka keberhasilan
siswa dalam belajar tergantung dari model penyajian materi
pelajarannya. Pribadi dan sikap guru, siswa menjadi anak yang rajin
dan aktif karena meniru gurunya yang rajin dan aktif, begitu juga
dalam pembelajaran matematika. Suasana pembelajaran merupakan
faktor yang menentukan berhasil tidaknya pendidikan siswa, misalnya
bersikap yang wajar menerima terhadap jawaban yang tidak benar,
memberikan kebebasan dan cukup waktu kesempatan kepada siswa
untuk melakukan penelaahan, berhati-hati bila menilai siswa dengan
respon lisan. Kompetensi guru, keberhasilan siswa dalam belajar akan
banyak dipengaruhi oleh kemampuan guru. Kondisi masyarakat luas,
akan mempengaruhi kebehasilan siswa dalam belajar, misalnya
pendidikan di sekolah memberikan kesempatan kepada siswa untuk
berpartisipasi secara aktif, akan terhambat oleh keadaan rumah
tangganya yang melarang anak-anaknya berbicara bebas.
Memperhatikan faktor di atas merupakan suatu komponen yang
saling berkaitan dan berhubungan satu sama lain, apabila salah satu
komponen atau faktor terabaikan, maka proses belajar mengajar tidak
berlangsung sesuai dengan yang diharapkan dalam hal ini akan
berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. faktor yang mempengaruhi
saling berhubungan erat, dimana proses belajar mengajar matematika,
hasil belajar matematika, dan penilaian matematika merupakan suatu
siklus.
50
6. Hasil belajar matematika
Hasil belajar merupakan hasil dari kegiatan belajar mengajar
setelah siswa menerima pengalaman belajranya. Dapat diamati dan diukur
dari perubahan yang terjadi dalam diri siswa berupa pengetahuan
pemahaman, keterampilan dan sikap yang tersimpan dalam ingatannya.
Hasil belajar adalah kemampuan – kemapuan yang dimiliki oleh siswa
setelah ia menerima pengalaman belajarnya dalam jangka waktu tertentu,
berupa suatu proses mengaitkan informasi baru dengan konsep relevan
yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang dan merupakan salah satu
syarat untuk terjadinya belajar bermakna. Hasil belajar merupakan suatu
puncak proses belajar yang diperoleh berkat evaluasi guru berupa nilai
aktif seorang siswa yang dikur melalui teknik evaluasi, memenuhi aspek
evaluasi dan dapat digunakan sebagai petunjuk seberapa jauh materi
pelajaran telah dikuasai oleh siswa.
Menurut Gagne hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh
berdasarkan proses belajar. Ada lima kategori tentang tentang kemampuan
yang dihasilkan proses belajar mengajar, yaitu : (1) kecakapan untuk
mengkomunikasikan pengetahuan secara verbal yang dikatagorikan
sebagai informasi verbal; (2) kecakapan dalam bertindak melalui
penilaian suatu stimulus dikataagorikan sebagai sikap; (3) kecakapan
membedakan, memahami konsep maupun aturan serta dapat memecahkan
masalah dikatakan sebagai ketrampilan intelektual; (4) kecakapan
mengelola dan mengembangkan proses berfikir melalui pemahaman,
analisis dan sintesis dikatagorikan sebagai ketrampialn strategi kognitif;
51
(5) kecakapan yang diperhatikan secara tepat dan lancar melalui gerakan
anggota tubuh dikatagorikan sebagai ketrampilan motorik.
Skinner yang dikutip oleh Sudjana, menyatakan bahwa hasil
belajar dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu : (1) keterampilan dan
kebiasaan ( skill and habit ) , hal ini berkaitan dengan kuantitas latihan
yang dilakukan seseorang dalam belajar untuk mendapatkan kemahiran
dan kemantapan memecahkan masalah; (2) kompetensi penyesuaian sosial
( Social Competence ), yaitu kemampuan seseorang untuk menangkap
peristiwa-peristiwa yang tejadi pada lingkungan sosial; (3) berfikir abstrak
( Abstrack thinking), yaitu kemampuan seseorang dalam mengasimilasi
dan mengakomodasi konsep – konsep informasi kemudian membuat
sintesa dan informasi tersebut.
Hasil belajar pada hakekatnya meupakan kompetensi kompetensi
yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai – nilai
yang diwujudkan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Kompetensi
dapat diukur melalui sejumlah hasil belajar yang indikatornya dapat diukur
dan diamati. Penilaian terhadap kompetensi hasil belajar siswa sering
disebut sebagai penilaian hasil belajar. Menurut Sudjana ( 2009 : 3 )
Penilaian hasil belajar adalah proses memberikan atau menentukan nilai
kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu.
Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh,
menganalisa, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta
didik yang dilakukan secara sistimatis dan berkesinambungan, sehingga
menjadi informasi yang berguna dan bermanfaat dalam pengambilan
52
keputusan. Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan non tes
dalam bentuk tertulis.
Dengan demikian hasil belajar adalah hasil dari kegiatan belajar
mengajar setelah siswa menerima pengalaman belajarnya dan dapat
diamati dan diukur dari perubahan yang terhadi dalam diri siswa berupa
pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan sikap yang tersimpan dalam
ingatannya.
7. Perbedaan Model Pembelajaran Problem Solving (Pemecahan
masalah) dengan Model Pembelajaran biasa yang dilaksanakan
guru.
Menurut Ruseffendi (2006 : 341) perbedaan model pembelajaran problem
solving dengan model pembelajaran konvensional adalah : a. Pemecahan masalah dapat menimbulkan keingintahuan dan adanya
motivasi, menumbuhkan sikap kreatif. b. Pemecahan masalah di samping memiliki pengetahuan dan
keterampilan (berhitung, dan lain – lain), diisyaratkan adanya kemampuan untuk terampil membaca dan membuat pernyataan yang benar.
c. Pemecahan masalah dapat menimbulkan jawaban yang asli, baru khas, dan beraneka ragam, dan dapat menambah pengetahuan baru.
d. Pemecahan masalah dapat meningkatkan aplikasi dari ilmu pengetahuan yang sudah diperolehnya.
e. Mengajak siswa memiliki prosedur pemecahan masalah, mampu membuat analisis dan sintesa, dan dituntut untuk membuat evaluasi terhadap hasil pemecahannya.
f. Pemecahan masalah merupakan kegiatan yang penting bagi siswa yang melibatkan bukan saja satu bidang studi tetapi ( bila diperlukan ) banyak bidang studi, malahan dapat melibatkan pelajaran lain di luar pelajaran sekolah; merangsang siswa untuk menggunakan segala kemampuannya.
Menurut Sanjaya ( 2009 : 218 ) adalah perbedaan model pembelajaran problem solving dengan model konvensional adalah :
a. Problem solving (pemecahan masalah) merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran.
53
b. Problem solving (pemecahan masalah) dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
c. Problem solving (pemecahan masalah) dapat meningkatkan aktifitas pembelajaran siswa.
d. Problem solving (pemecahan masalah) dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
e. Problem solving (pemecahan masalah) dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Disamping itu, pemecahan masalah itu juga dapat mendorong untuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya.
f. Melalui problem solving (pemecahan masalah) bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran , pada dasarnya merupakan cara berfikir dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku-buku saja.
g. Problem solving (pemecahan masalah) dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa.
h. Problem solving (pemecahan masalah) dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berfikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
i. Problem solving (pemecahan masalah) dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasilkan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
j. Problem solving (pemecahan masalah) dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus-menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal berakhir.
C. Landasan Metodologis Model Pembelajaran Problem Solving
1. Teori Belajar David Ausubel
Menurut Ausubel belajar dapat diklasisifikasikan ke dalam dua
dimensi, yaitu : a) dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi
atau materi pelajaran disajikan pada siswa melalui penerimaan atau
penemuan b) dimensi kedua menyangkut cara bagaimana siswa dapat
mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. Pada
tingkat pertama dalam belajar inforamsi dikomunikasikan pada siswa baik
54
dalam bentuk belajar penerimaan yang menyajikan informasi itu dalam
bentuk final, maupun dengan bentuk belajar penemuan yang
mengahruskan siswa untuk menemukan sendiri sebagian atau seluruh
materi yang akan diajarkan. Pada tingkat kedua, siswa menghubungkan
atau mengaitkan informasi itu pada pengetahuan yang telah dimilikinya,
dalam hal ini terjadi belajar bermakna. Akan tetapi siswa itu dapat juga
hanya mencoba-coba menghafalkan informasi baru itu, tanpa
menghubungkannya pada konsep – konsep yang telah ada dalam struktur
kognitifnya dalam hal ini terjadi belajaran hafalan. Ausubel membedakan
antara belajar bermakna dan belajar hapalan. Belajar bermakna merupakan
proses belajar dimana informasi baru dihubungkan dengan struktur
pengertian yang sudah dimiliki siswa yang sedang belajar. Belajar
menghafal bila siswa memperoleh informasi baru dalam pengetahuan yang
sama sekali tidak berhubungan dengan yang telah diketahui sebelumnya.
Kaitan dengan proses belajar mengajar dalam hal ini mengaitkan informasi
baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa.
2. Teori Belajar Vigosky
Perkembangan intelektual terjadi pada saat individu berhadapan
dengan pengalaman baru dan menantang, dan ketika mereka berusaha
untuk memecahkan masalah yang dimunculkan. Dalam upaya
mendapatkkan pemahaman, individu berusaha mengaitkan pengetahuan
baru dengan pengetahuan awal yang telah dimilikinya kemudian
55
membangun pengertian baru. Vigotsky menyakini bahwa interkasi sosial
dengan teman lain memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya
perkembangan intelektual siswa. Kaitan dengan proses belajar mengajar,
informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa
melalui kegiatan belajar dalam interaksi sosial dengan teman lain.
3. Teori Belajar Bruner
Jerome S. Bruner dalam bukunya” Perkembangan belajar”
menekankan bahwa setiap individu pada waktu mengalami atau mengenal
peristiwa atau benda di alam lingkungannya, menemukan cara untuk
menyatakan kembali peristiwa atau benda tersebut di dalam pikirannya,
yaitu suatu model mental tentang peristiwa atau benda yang dialaminya
atau dikenalnya. Menurut Bruner hal – hal tersebut dapat dinyatakan
sebagai proses belajar yang terbagi tiga tahapan, yaitu : Tahap Enaktif
atau tahap Kegiatan ( Enactive), Tahap Ikonik atau tahap gambar
bayangan ( Iconic) dan Tahap Simbolik ( Symbolic). Bruner menerapkan
teori itu dan merancanngnya dalam pembelajaran matematika di SD untuk
memudahkan pemahaman dan keberhasilan aanak dalam pembelajaran
matematika haruslah secara bertahap dimulai dari model konkret, model
semi konkret dan model simbol secara abstrak.
Selanjutnya untuk menentukan faktor – faktor yang mempengaruhi
proses pembelajaran matematika Bruner melakukan pengamatan terhadap
sejumlah kelas matematika. Berdasarkan hasil percobaan dan
pengalamannya telah menemukan 4 rumusan teorema ( dalil atau kaidah )
56
dalam pembelajaran matematika yakni : Teorema Penyusunan ( Teorema
Konstruksi), Teorema Notasi, Teorema Pengkontrasan Keanekaragaman (
Teorema Kontras dan Variasi ) dan Teorema Pengaitan
Pada penelitian ini setiap konsep pada materi soal cerita akan di
pelajari secara mendetil. Setiap konsep dibahas secara terperinci dan
dikemas dalam suatu masalah problem solving. Dalam proses
pembelajaran, siswa diberikan kebebasan seluas-luasnya untuk
berpendapat, bertanya, mengkritik pendapat siswa lain, dan
mengemukakan gagasan atau idenya, sehingga siswa secara tak langsung
membangun sendiri konsep-konsep matematika dalam pikirannya. Selain
itu pada proses pembelajaran ini, siswa diberikan kesempatan untuk
memberikan pendapat, ide atau gagasan yang kontras atau berbeda dengan
siswa lainnya, sehingga memungkinkan siswa lebih memaknai konsep
yang sedang dipelajari dengan memiliki beragam variasi contoh.
Pada proses perdebatan yang dilakukan pada saat pembelajaran,
siswa dalam memberikan kritiknya terhadap penyelesaian yang diajukan
siswa lain, bukan pada konsep saja, namun kritikpun diarahkan pada cara
penulisan notasi matematika yang tepat. Dengan demikian, sedikit demi
sedikit siswa belajar menggunakan notasi matematika yang tepat.
Setiap konsep dalam materi soal cerita diusahakan terkait dengan
kehidupan sehari-hari atau dengan konsep matematika lainnya. Melalui
57
pengaitan tersebut siswa memiliki kemungkinan untuk dapat membangun
hubungan-hubungan logis antar konsep.
D. Hasil Penelitian yang Relevan
Terdapat beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini, antara
lain yang telah dilakukan oleh Abdulah Ali (2008:64). Secara umum, hasil
penelitian Abdullah Ali menunjukkan bahwa pembelajaran dengan pemecahan
masalah belum sampai pada temuan-temuan yang mendasar untuk setiap
substansi pengembangan pembelajaran pemecahan masalah. Dia lebih lanjut
menyarankan diadakan penelitian pembelajaran dengan pemecahan masalah
dilhat dari berbagai dimensi sehingga diperoleh temuan – temuan yang lebih
akurat
Sementara itu, penelitian yang relevan dengan berpikir kritis, O’Daffer
dan Thoenquist (Suryadi, 2005: 46) berdasarkan hasil penelitiannya
menyatakan bahwa siswa sekolah dasar kurang menunjukkan hasil yang
memuaskan dalam akademik yang menuntut kemampuan model
pembelajaran problem solving. Selanjutnya, Syukur berdasarkan hasil
penelitiannya menyatakan bahwa model pembelajaran problem solving tidak
menyebabkan terjadinya peningkatan belajar yang cukup signifikan antara
siswa yang berkemampuan pandai, sedang, dan kurang serta komponen
disposisi berpikir kritis tidak meningkat (Syukur, 2004:87). Ini artinya
menuntut pada guru untuk lebih dapat membuat variasi pendekatan dalam
pembelajaran.
58
Suryadi, dkk ( 1999) melaporkan dalam penelitiannya bahwa
pembelajaran dengan pemecahan masalah merupakan salah satu kegiatan
matematika yang dianggap paling baik oleh para guru maupun siswa di semua
tingkatan mulai dari Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Umum.
Namun demikian hal tersebut masih dianggap sebagai bagian yang paling
rumit untuk diaplikasikan dalam pembelajaran matematika, baik bagi siswa
dalam mempelajarinya maupun bagi guru dalam mengajarkannya. Purba (
2003) hasil penelitiannya melaporkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan
pemecahan masalah dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan
hasil belajar siswa dalam mata pelajaran fisika meningkat. Hasil penelitian
Robert L. Dees ( Sutriningsih : 2001) menemukan bahwa kemampuan
pemecahan masalah dalam aljabar, soal cerita, gemetri dan pembuktiannya
memperoleh shasil yang lebih baik daripada pembelajaran konvensional.
Sedangkan hasil penelitian Robert L. Dees ( Sutriningsih : 2001)melaporkan
bahwa pemecahan masalah yang berhubungan dengan konsep – konsep spatial
dapat memberikan manfaat yang positif seperti dapat meningkatkan
kemampuan berfikir, mampu berkonsentyrasi dan termotivasi untuk
memecahkan masalah selanjutnya. Hasil penelitian Michael J. Lawson dan
Mohan Chinnapan ( 1994) menemukan (1994) menemukan bahwa dalam
pembelajaran pemecahan masalah yang disertai kulaitas hubungan
pengetahuan siswa dapat meningkatkan kemampuan pemahaman matematika.
Hasbullah (2000) melaporkan hasil temuannya bahwa terdapat perbedaan hasil
belajar matematika siswa Madrasah Aliyah yang signifikan antara siswa yang
memperoleh pembelajaran pemecahan masalah dengan siswa yang