problem solving

43
BAB II MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA DI SD A. Model Pembelajaran Problem Solving 1. Pengertian Model Pembelajaran Model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pada strategi, metode atau prosedur pembelajaran. Istilah model pembelajaran mempunyai 4 ciri khusus yang tidak dipunyai oleh strategi atau metode pembelajaran : 1) Rasional teoritis yang logis yang disusun oleh pendidik. 2) Tujuan pembelajaran yang akan dicapai. 3) Langkah-langkah mengajar yang duperlukan agar model pembelajaran dapat dilaksanakan secara optimal. 4) Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat dicapai. Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha Weil (Rusman, 2010 : 152) . Joice dan Weil berpendapat bahwa model pembelajaran adalah pada hakekatnya merupakan suatu proses interaksi antara guru dengan siswa, baik interaksi secara langsung seperti kegiatan tatap muka maupun secara tidak langsung yaitu dengan 17

Upload: undiksha

Post on 05-Feb-2023

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB II

MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING PADA MATA

PELAJARAN MATEMATIKA DI SD

A. Model Pembelajaran Problem Solving

1. Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pada

strategi, metode atau prosedur pembelajaran. Istilah model pembelajaran

mempunyai 4 ciri khusus yang tidak dipunyai oleh strategi atau metode

pembelajaran : 1) Rasional teoritis yang logis yang disusun oleh pendidik.

2) Tujuan pembelajaran yang akan dicapai. 3) Langkah-langkah mengajar

yang duperlukan agar model pembelajaran dapat dilaksanakan secara

optimal. 4) Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran

dapat dicapai.

Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk

pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara

khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan

bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik

pembelajaran. Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan

Marsha Weil (Rusman, 2010 : 152) . Joice dan Weil berpendapat bahwa

model pembelajaran adalah pada hakekatnya merupakan suatu proses

interaksi antara guru dengan siswa, baik interaksi secara langsung seperti

kegiatan tatap muka maupun secara tidak langsung yaitu dengan

17

18

menggunakan berbagai media. Model Pembelajaran adalah suatu rencana

atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana

pembelajaran jangka panjang), merancang bahan – bahan pembelajaran,

dan membimbing di kelas atau yang lain. kemudian Joice dan Weil

mengetengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu: (1)

model interaksi sosial; (2) model pemrosesan informasi; (3) model

personal personal; dan (4) model modifikasi tingkah laku. Kendati

demikian, seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut

diidentikkan dengan strategi pembelajaran.

Di luar istilah-istilah tersebut, dalam proses pembelajaran dikenal

juga istilah desain pembelajaran. Desain pembelajaran adalah sebagai

suatu proses pemecahan masalah. Shambaugh (Sanjaya:2009) menjelaskan

tentang desain pembelajaran yakni sebagai “ An intelellectual process to

help teachers systematically analyze learner needs and constructruct

structures possibilities to responsively adrress those need. “ Jadi suatu

desain pembelajaran diarahkan untuk menganalisis kebutuhan siswa dalam

pembelajaran kemudian berupaya untuk membantu dalam menjawab

kebutuhan tersebut. Sedangkan strategi pembelajaran lebih berkenaan

dengan pola umum dan prosedur umum aktivitas pembelajaran, sedangkan

desain pembelajaran lebih merujuk kepada cara-cara merencanakan suatu

sistem lingkungan belajar tertentu setelah ditetapkan strategi pembelajaran

tertentu. Jika dianalogikan dengan pembuatan rumah, strategi

19

membicarakan tentang berbagai kemungkinan tipe atau jenis rumah yang

hendak dibangun (rumah joglo, rumah gadang, rumah modern, dan

sebagainya), masing-masing akan menampilkan kesan dan pesan yang

berbeda dan unik. Sedangkan desain adalah menetapkan cetak biru (blue

print) rumah yang akan dibangun beserta bahan-bahan yang diperlukan

dan urutan-urutan langkah konstruksinya, maupun kriteria

penyelesaiannya, mulai dari tahap awal sampai dengan tahap akhir, setelah

ditetapkan tipe rumah yang akan dibangun.

Berdasarkan uraian di atas, bahwa untuk dapat melaksanakan

tugasnya secara profesional, seorang guru dituntut dapat memahami dan

memiliki keterampilan yang memadai dalam mengembangkan berbagai

model pembelajaran yang efektif, kreatif dan menyenangkan, sebagaimana

diisyaratkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.

2. Model Pembelajaran Problem Solving

a. Pengertian Model Pembelajaran Problem Solving

Pembelajaran problem solving adalah pembelajaran pemecahan

masalah atau pembelajaran berbasis masalah.

Menurut Tan ( Rusman 2010:245), pembelajaran berbasis

masalah merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam pembelajaran berbasis masalah kemampuan berfikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok yang sistimatis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji dan mengembangkan kemampuan berfikirnya secara berkesinambungan. Pembelajaran berbasis masalah merupakan penggunaan berbagai macam kecerdasan yang diperlukan untuk melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia nyata, kemampuan untuk menghadapi segala

20

sesuatu yang baru dan kompleksitas yang ada, Tan (Rusman, 2010: 24).

Pembelajaran pemecahan masalah ialah interaksi antara

stimulus dan respon yang merupakan hubungan dua arah, belajar dan

lingkungannya. Hubungan dua arah itu terjadi antara siswa dan guru,

antar pebelajar dan pengajar. Lingkungan memberikan pengaruh dan

masukan kepada siswa berupa bantuan dan masalah dan system saraf

otak memberikan bantuan secara efektif sehingga masalah yang

dihadapi diselidiki, dinilai, dianalisis, serta dicari jalan pemecahannya.

Pengetahuan dasar dan pengalaman siswa yang telah dimiliki dan

diperoleh dari lingkungan akan menjadikan dirinya sebagai bahan dan

materi untuk memperoleh pengertian serta dijadikan pedoman untuk

mencapai tujuan belajarnya.

Boud dan Feletti ( Rusman, 2010 : 246 ) pembelajaran berbasis masalah adalah inovasi yang paling signifikan dalam pendidikan. Margetson mengemukakan bahwa kurikulum pembelajaran berbasis masalah membantu untuk meningkatkan perkembangan keterampilan belajar sepanjang hayat dalam pola fikir yang terbuka, reflektif, kritis, dan belajar aktif. Kurikulum pembelajaran berbasis masalah memfasilitasi keberhasilan memecahkan masalah, komunikasi, kerja kelompok dan keterampilan interpersonal dengan lebih baik dibanding pendekatan lain.

Pembelajaran pemecahan masalah adalah suatu kegiatan yang

didesain oleh guru dalam rangka memberi tantangan kepada siswa

melalui penugasan atau pertanyaan matematika. Fungsi guru dalam

kegiatan itu adalah memotivasi siswa agar mau menerima tantangan

dan membimbing siswa dalam proses pemecahannya. Masalah yang

diberikan harus masalah yang pemecahannya terjangkau oleh

21

kemampuan siswa. Masalah yang diluar jangkauan kemampuan siswa

dapat menurunkan motivasi mereka untuk menjawab masalah yang

dihadapi.

Pembelajaran pemecahan masalah yaitu jika seseorang

menemui masalah dan orang itu memiliki suatu obsesi/ kehendak/

keinginan untuk memecahkan masalah secara langsung. Pemecahan

masalah dapat dipandang sebagai suatu proses dimana pebelajar

menemukan perpaduan rumus/ aturan/ konsep yang sudah dipelajari

sebelumnya dan selanjutnya menerapkannya untuk memperoleh cara

pemecahan pada situasi/ keadaan baru, cara demikian juga merupakan

proses belajar yang baru. Berdasarkan pengertian tersebut di atas,

maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik pembelajaran pemecahan

masalah yaitu: 1) belajar menemukan. 2) aturan/ rumus/ konsep/

pengetahuan terdahulu. 3). memperoleh cara pemecahan 4) situasi baru

5) proses belajar baru.

Selain itu peserta didik mampu untuk menggunakan suatu

prinsip dan aturan umum dari pengalaman memecahkan masalah, yang

selanjutnya dimanfaatkan untuk memecahkan masalah. Berdasarkan

pengertian di atas, maka melalui pembelajaran pemecahan masalah

memberikan peserta didik kemampuan memecahkan masalah melalui

pengalaman secara nyata. Selain itu, melalui pembelajaran pemecahan

masalah memberikan kemampuan kepada setiap peserta didik dalam

memecahkan masalah dengan cepat, otomatis, efisien, dan efektif.

22

Menurut Wingkel (2007 : 109) Belajar memecahkan problem,

selama siswa belajar di sekolah dia akan dihadapkan pada soal – soal

untuk dipecahkan dan diatasi ( Problem Solving). Tugas mencari

penyelesaian atas suatu soal yang pemecahannya belum diketahui

malah merupakan suatu pengalaman di sekolah yang dirancang oleh

guru dan setelah tamat pendidikan siswa/orang akan dihadapkan pada

macam-macam persoalan yang harus diatasi, diharapkan pengalaman

di sekolah akan membantu dalam mencari solusi penyelesaian.

Menurut pandangan aliran pengolahan informasi (information

processing) orang menghadapi problem bilamana ada tujuan yang

ingin dicapai, tetapi belum ditemukan sarana untuk sampai ke tujuan

itu. Dalam menghadapi problem orang dapat menggunakan berbagai

strategi dan siasat, yaitu urutan langkah operasional mental tertentu

untuk menemukan penyelesaian. Bilamana orang dihadapkan pada

problem yang kelihatannya dapat di atasi dengan banyak jalan, usaha

pencarian pemecahan masalah dapat diatasi dengan cara “ Bekerja

Mundur “ yakni bertitik tolak dari tujuan yang telah diketahui dan

menemukan sarana/ jalan yang menunju kesana ( means-end analysis).

Bilamana orang dihadapkan pada problem yang pemecahannya sudah

diusahakan melalui berbagai jalan rutin dan belum ditemukan,

disarankan, untuk memperluas pencarian pemecahan masalah. Dua

cara yang dapat digunakan ialah berfikir melalui analogi dan

mencanangkannya secara spontan usul banyak mengenai jalan yang

23

dapat ditempuh. Bahwa taraf kemahiran dalam memecahkan masalah

suatu problem dapat ditingkatkan dengan memberikan latihan kepada

orang dalam penggunaan berbagai berbagai strategi, yang dapat

dipergunakan secara luas.

Model pemecahan masalah merupakan fokus dalam

pembelajaran matematika yang mencakup masalah tertutup dengan

solusi tunggal, masalah terbuka dengan solusi tidak tunggal, dan

masalah dengan berbagai cara penyelesaian. Untuk meningkatkan

kemampuan memecahkan masalah perlu dikembangkan ketrampilan

memahami masalah, membuat model matematika, menyelesaikan

masalah, dan menafsirkan solusinya.

b. Karakteristik Pembelajaran Problem Solving

Rusman ( 2010: 248), karakteristik pembelajaran problem solving adalah sebagai berikut : 1) permasalahan menjadi starting point dalam belajar 2) permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur 3) permasalahan membutuhkan perspektif ganda ( multiple perspective) 4) permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar 5) belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama 6) pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang essensial dalam proses belajar mengajar 7) belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan koperatif 8) pengembangan keterampilan inkuiri dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan 9) keterbukaan proses dalam proses belajar mengajar meliputi sintesis dan integrasi dan sebuah proses belajar, dan 10) proses belajar mengajar melibatkan evaluasi dan reviuw pengalaman siswa dan proses belajar.

Menurut Sanjaya (2009:212) pembelajaran berbasis masalah adalah serangkaian pembelajaran yang menekankan kepada proses

24

penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Karakteristik dari pembelajaran pemecahan masalah, yaitu : 1) dalam implementasi pembelajaran ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa artinya siswa tidak diharapkan hanya sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi siswa diharapkan aktif berfikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data dan pada akhirnya dapat menyimpulkan materi pelajaran. 2) aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah, yang dijadikan kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya tanpa masalah maka tidak mungkin ada proses pembelajaran. 3) pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berfikir secara ilmiah, proses berfikir dilakukan secara sistematis dan empiris. Sistematis disini artinya dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu. Sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah yang didasarkan pada data dan fakta yang jelas.

c. Langkah – langkah Pembelajaran Problem Solving

Dewey (Sanjaya, 2009 : 215 ) menjelaskan 6 langkah model

pemecahan masalah (Problem Solving ), yaitu : 1) merumuskan

masalah adalah langkah siswa menentukan masalah yang akan

dipecahkan. 2) menganalisis masalah, yaitu langkah siswa meninjau

masalah secara kritis dari berbagai sudut pandang. 3) merumuskan

hipotesis, yaitu langkah siswa merumuskan berbagai kemungkinan

pemecahan masalah sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki. 4)

mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari dan

menggambarkan informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah.

5) pengujian hipotesis, yaitu langkah siswa mengambil atau

merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan

hipotesis yang diajukan. 6) merumuskan rekomendasi pemecahan

masalah, yaitu langkah siswa menggambarkan rekomendasi yang dapat

dilakukan sesuai rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan

25

kesimpulan. Sedangkan menurut Johson ( Sanjaya , 2009 : 215)

mengemukakan ada 5 langkah pemecahan masalah melalui kegiatan

kelompok : 1) Mendefinisikan masalah, yaitu merumuskan masalah

dari peristiwa tertentu yang mengandung isu konflik, hingga siswa

menjadi jelas masalah apa yang akan dikaji. Dalam kegiatan ini guru

bisa meminta pendapat dan penjelasan siswa tentang isu-isu hangat

yang menarik untuk dipecahkan. 2) Mendiagnosis masalah, yaitu

menentukan sebab-sebab terjadinya masalah, serta menganalisis

berbagai faktor baik faktor bisa menghambat maupun faktor yang bisa

mendukung dalam penyelesaian masalah. 3) Merumuskan alternative

strategi, yaitu menguji setiap tindakan yang telah dirumuskan melalui

diskusi kelas Pada tahapan ini setiap siswa didorong untuk berfikir

mengemukakan pendapat dan argumentasi tentang kemungkinan setiap

tindakan yang dapat dilakukan. 4) Menentukan dan menerapkan

strategi pilihan, yaitu pengambilan keputusan tentang strategi mana

yang dapat dilakukan. 5) Melakukan evaluasi, baik evaluasi proses

maupun evaluasi hasil. Evaluasi proses adalah evaluasi terhadap

seluruh kegiatan pelaksanaan kegiatan; sedangkan evaluasi hasil

adalah evaluasi terhadap akibat dari penerapan strategi yang

diterapkan.

Secara umum model pemecahan masalah dilakukan dengan

langkah – langkah : 1) Menyadari masalah, yaitu pada tahapan ini guru

membimbing siswa pada kesadaran adanya kesenjangan atau gap yang

26

dirasakan oleh manusia atau lingkungan sosial. Kemampuan yang

harus dicapai siswa pada tahapan ini adalah siswa dapat menentukan

atau menangkap kesenjangan yang terjadi dari berbagai fenomena

yang ada. 2) Merumuskan masalah, yaitu kemampuan yang diharapkan

siswa dalam langkah ini adalah siswa dapat menentukan prioritas

masalah. Siswa dapat memanfaatkan pengetahuannya untuk mengkaji,

memerinci, dan menganalisis masalah sehingga pada akhirnya muncul

rumusan masalah yang jelas, spesifik dan dapat dipecahkan. 3)

Merumuskan Hipotesis, yaitu kemampuan yang diharapkan dari siswa

dalam tahapan ini siswa dapat menentukan sebab akibat dari masalah

yang ingin diselesaikan. 4) Mengumpulkan data, yaitu dalam tahapan

ini siswa didorong untuk mengumpulkan data yang relevan.

Kemampuan yang diharapkan pada tahap ini adalah kecakapan siswa

untuk mengumpulkan dan memilih data, kemudian memetakan dan

menyajikannya dalam berbagai tampilan sehingga mudah dipahami. 5)

Menguji hipotesis, yaitu kemampuan yang diharapkan dari siswa

dalam tahapan ini adalah kecakapan menelaah data dan sekaligus

membahasnya untuk melihat hubungannya dengan masalah yang

dikaji. 6) Menentukan pilihan penyelesaian, yaitu kemampuan yang

diharapkan dari siswa kecakapan memilih alternative penyelesaian

yang memungkinkan dapat dilakukan serta dapat memperhitungkan

kemungkinan yang akan terjadi sehubunagan dengan alternative yang

dipilihnya. Kalau seorang peserta didik dihadapkan pada suatu

27

masalah, pada akhirnya mereka bukan hanya sekadar memecahkan

masalah, tetapi juga belajar sesuatu yang baru. Pemecahan masalah

memegang peranan penting baik dalam pelajaran matematika maupun

dalam banyak disiplin ilmu lainnya, terutama agar pembelajaran

berjalan secara fleksibel.

Para ahli mengemukakan berbagai langkah dalam melakukan

pemecahan masalah, tetapi pada hakikatnya cara yang dikemukakan

adalah sama. Gagne ( Ruseffendi, 2005 : 169 ) mengemukakan dalam

pemecahan masalah ada lima langkah yang harus dilakukan, yang

meliputi : 1) menyajikan masalah dalam bentuk yang lebih jelas; 2)

menyatakan masalah dalam bentuk yang operasional (dapat

dipecahkan ); 3) menyusun hipotesis – hipotesis alternative dan

prosedur kerja yang diperkirakan baik untuk dipergunakan dalam

memecahkan masalah; 4) mengetes hipotesis dan melakukan kerja

untuk memperoleh hasilnya ( pengumpulan data, pengolahan data, dan

lain – lain), hasilnya mungkin lebih dari sebuah; 5) memeriksa kembali

( mengecek ) apakah hasil yang diperoleh itu benar , mungkin memilih

pula pemecahan yang paling baik.

Polya (Dekdikbud,1998: 34) memberi petunjuk langkah – langkah menyelesaikan masalah sebagai berikut : 1) pahami masalah ; apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, dan apa kondisinya; 2) rencanakan penyelesaiannya, alat ( pengetahuan: konsep atau rumus ) dan strategi ( kombinasi teknik – teknik menyelesaikan masalah) apa yang cocok diterapkan; 3) laksanakan rencana itu, lakukanlah proses pengolahan data dengan operasi dan prosedur yang direncanakan sampai ditemukan hasil; dan 4) menguji kebenaran hasil.

28

3. Taksonomi Pembelajaran Problem Solving

Wankat dan Oreovocz (Wena, 2009 : 53) mengklasifikasikan lima tingkatan pemecahan masalah, yaitu sebagai berikut: a. Rutin adalah suatu tindakan rutin atau bersifat alogaritmik yang

dilakukan tanpa membuat suatu keputusan. Beberapa operasi matematika seperti persamaan kuadrat, operasi integral, dan analisis varians.

b. Diagnostik adalah pemilihan suatu prosedur atau cara yang tepat secara rutin. Beberapa rumus yang digunakan dalam menentukan tegangan suatu balok, dan diagnosis adalah memilih prosedur yang tepat untuk memecahkan masalah tersebut.

c. Strategi adalah pemilihan prosedur secara rutin untuk memecahkan suatu masalah. Strategi merupakan bagian dari tahap analisis dan evaluasi dalam taksonomi bloom.

d. Interprestasi adalah suatu kegiatan pemecahan masalah masalah yang sesunggguhnya, karena melibatkan kegiatan mereduksi masalah yang nyata sehingga dapat dipecahkan.

e. Generalisasi adalah pengembangan prosedur yang bersifat rutin untuk memecahkan masalah yang baru.

Gambar 2.1 Taksonomi pemecahan masalah

4. Strategi Model pembelajaran Problem Solving

Wankat dan Oreovocz (Wena, 2009 : 57) mengemukakan tahap –

tahap strategi operasional dalam pemecahan masalah sebagai berikut :

TAKSONOMI PEMECAHAN

Rutin

Diagnosis

Strategi

Interpretasi

Generalisasi

29

a. Saya mampu/bisa ( I can) : tahap membangkitkan motivasi dan membangun / menumbuhkan keyakinan dari siswa.

b. Mendefiniskan (define) : membuat daftar hal yang diketahui dan tidak diketahui, menggunakan gambar grafis untuk memperjelas permasalahan.

c. Mengeksplorasi (Eksplore) : merangsang siswa untuk mengajukan pertanyaan- pertanyaaan dan membimbing untuk menganalisis dimensi permasalahan yang dihadapi.

d. Merencanakan (plan) : mengembangkan cara berfikir logis siswa untuk menganalisis masalah dan menggunakan flowchart untuk menggambarkan permasalahan yang dihadapi.

e. Mengerjakan (do it) : membimbing siswa secara sistimatis untuk memperkirakan jawaban yang mungkin untuk memecahkan masalah yang dihadapi.

f. Mengoreksi kembali (Check) : membimbing siswa untuk mengecek kembali jawaban yang dibuat, mungkin ada beberapa kesalahan yang dilakukan .

g. Generalisasi ( Generalize) : membimbing siswa untuk mengajukan pertanyaan agar pemecahanam masalah yang dilakukan masih kurang benar, apa yang harus saya lakukan ? Dalam hal ini mendorong siswa untuk melakukan umpan balik/ refleksi dan mengoreksi kembali kesalahan yang mungkin ada.

Secara operasional dan ringkas kegiatan guru dan siswa

selama proses pembelajaran dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Tahap pembelajaran: Saya mampu atau bisa; Kegiatan guru:

membangkitkan motivasi dan membangun keyakinan dari siswa;

kegiatan siswa: menumbuhkan motivasi belajar dan keyakinan

diri dalam menyelesaikan permasalahn.

2. Tahap pembelajaran: mendefinisikan; Kegiatan guru membimbing

siswa membuat daftar hal yang diketahui dan yang tidak diketahui

dalam suatu permasalah; Kegiatan siswa: menganalisis dan

membuat daftar hal tidak diketahui, dalam suatu permasalah.

3. Tahap pembelajaran: merangsang siswa untuk mengajukan

pertanyaan-pertanyaan dan membimbing untuk menaganlisis

30

dimensi permasalahan yang dihadapi; Kegiatan siswa; mengajukan

pertanyaan-pertanyaan pada guru untuk melakukan pengkajian

lebih dalam tergadap permasalahan – permasalahan yang dibahas.

4. Tahap pembelajaraan: merencanakan; Kegiatan guru: membimbing

mengembangkan cara berfikir logis siswa untuk menganalisis

masalah; Kegiatan siswa berlatih mengembangkan cara berfikir

logis untuk menganalisis masalah yang dihadapi.

5. Tahap pembelajaran: mengerjakan; Kegiatan guru: membimbing

siswa secara sistimatis untuk memperkirakan jawaban yang

mungkin untuk memecahkan masalah yang dihadapi; Kegiatan

siswa : mencari berbagai alternative pemecahan masalah.

6. Tahap pembelajaran: mengoreksi kembali; Kegiatan guru:

membimbing siswa untuk mengecek kembali jawaban yang dibuat;

Kegiatan siswa : mengecek tingkat kebenaran jawaban yang ada.

7. Tahap pembelajaran : generalisasi; Kegiatan guru: membimbing

siswa untuk mengajukan pertanyaan, apa yang harus saya pelajari

dalam pokok bahasan ini ? Bagaimana agar pemecahan masalah

yang dilakukan bisa lebih efisien? Jika pemecahan masalah yang

dilakukan masih kurang, apa yang harus saya lakukan? Dalam hal

ini mendorong siswa untuk melakukan umpan balik/refleksi dan

mengoreksi kembali kesalahan yang mungkin ada; Kegiatan siswa

: memilih atau menentukan jawaban yang paling tepat.

31

Gambar 2.2 Langkah Pemecahan Masalah Menurut Sanjaya, Wina (2006) strategi pembelalajaran pemecahan

masalah dapat diterapkan : 1) manakala guru menginginkan agar siswa tidak hanya sekadar dapat mengingat materi pelajaran, akan tetapi menguasai dan memahaminya secara penuh. 2) Apabila guru bermaksud untuk mengembangkan keterampilan berfikir rasional siswa, yaitu kemampuan menganalisis situasi, menerapkan pengetahuan yang mereka miliki dalam situasi baru, mengenal adanya perbedaan antara fakta dan pendapat, serta mengembangkan kemampuan dalam membuat judgment secara obyektif. 3) manakala guru menginginkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah serta membuat tantangan intelektual siswa. 4) Jika guru ingin mendorong siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajarnya. 5) Jika guru ingin siswa memahami hubungan antara apa yang dipelajari dengan kenyataan dalam kehidupannya ( Hubungan antara teori dengan kenyataaan)

Pemecahan masalah sistimatis adalah petunjuk untuk melakukan

membantu seseorang dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Secara

operasional tahap-tahap pemecahan masalah sistimatis terdiri atas empat

tahap berikut menurut Kramers (Wena,2009:60). a) Memahami

PEMECAHAN MASALAH

Saya mampu/ bisa

Mengidentifikasi

Mengeksplorasi

Merencanakan

Mengerjakan

Mengoreksi Kembali

Generalisasi

32

masalahnya. b) Membuat rencana penyelesaian. c) Melaksanakan rencana

penyelesaian. d) Memeriksa kembali, mengecek hasilnya.

Untuk meningkatkan keberhasilan siswa dalam menyelesaikan

suatu permasalahan, Mettes, dkkk. (1980) membangun suatu system

heuristic yang dituangkan dalam bentuk program of Action and Methods (

PAM). PAM ini merupakan strategi umum yang dapat diadaptasikan ke

dalam bidang yang lebih khusus, yang disebut dengan pemecahan masalah

sistematis. Penggunaan pemecahan masalah sistimatis dalam

menyelesaikan suatu masalah dilengkapi dengan Key relations Chart (KR

chart), yaitu lembaran yang berisi catatan tentang persamaan, rumus, dan

hukum dari materi yang dipelajari. KR chart digunakan untuk

memudahkan mengingat dan memunculkan kembali hubungan yang

diperlukan untuk menyelesaikan latihan soal yang sedang dihadapi.

Secara umum pemecahan masalah sistimatis terdiri dari empat fase

utama, yaitu analisis soal, perencanaan proses penyelesaian soal, operasi

perhitungan, dan pengecekan jawaban serta interpretasi hasil. Secara garis

besar pemecahan masalah sistimatis dapat dilihar pada gambar 2.3

33

….

Gambar 2.3 Diagram blok fase Pemecahan Masalah Sistimatis

Secara opersaional tahap – tahap pemecahan masalah tersebut

dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Tahap pembelajaran : analisis soal; tujuan: memperoleh gambaran

yang menyeluruh tentang data yang diketahui dan besaran yang tidak

diketahui atau yang ditanyakan; kegiatan guru : membimbing siswa

secara bertahap untuk melakukan analisis soal; kegiatan siswa: a)

membaca seluruh soal yang diberikan secara seksama, b)

Mentransformasi soal ke bentuk skema yang menggambarkan situasi

soal. c) Menuliskan besaran yang ditanyakan, d) Memperkirakan

jawaban (tanda, besaran dan dimensi)

2. Tahap pembelajaran: transformasi soal; tujuan: mengubah soal ke

bentuk standar; kegiatan guru: membimbing siswa melakukan

1. Analisis Soal

2a. Soal bentuk

standar

3. Operasional perhitungan

4. Pengecekan jawaban dan interpretasi hasil

2b. Penulisan hubungan yang mungkin berguna; pengecekan validitasnya terhadap kondisi soal.

2c. Pengubahan soal ke bentuk standar

2. Perencanaan proses penyelesaian soal

34

transformasi soal; kegiatan siswa : a) mengecek, apakah soalnya sudah

berbentuk standar? Jika ya, lanjutkan ke fase 3, jika tidak ikuti langkah

selanjutnya. b) menulis rumus hubungan antar besaran yang akan

digunakan : 1) menuliskan hubungan antar besaran yang bersumber

dari KR chart. 2) mengecek, apakah hubungan yang ditulis relevan

dengan soal yang sedang dihadapi. C) Mengubah soal kebentuk

standar : 1) Menulis rumus yang memuat besaran yang ditanyakan.

Apakah dalam rumus tersebut ada besaran yang tidak diketahui selain

besaran yang ditanyakan maka substitusikan besaran yang tidak

diketahui dengan rumus lain sehingga terbentuk rumus baru. Demikian

seterusnya hingga diperoleh bentuk standar. 2) Jika dengan langkah di

atas belum diperoleh bentuk standar, dapat dilakukan dengan

menyederhanakan soal dengan asumsi-asumsi atau dengan meninjau

soal dari titik pandang yang berbeda.

3. Tahap pembelajaran: operasi perhitungan; tujuan: memperoleh

jawaban soal; kegiatan guru: membimbing siswa melakukan operasi

hitungan; kegiatan siswa: a) mensubstitusikan data yang diketahui ke

dalam bentuk stansdar yang telah diperoleh, kemudian melakukan

perhitungan. b) mengecek, apakah tanda dan satuan sudah sesuai?

4. Tahap pembelajaran : pengecekan dan interpretasi; tujuan: Mengecek

apakah soal sudah diselesaikan dengan benar dan lengkap; kegiatan

guru: membimbing siswa melakukan pengecekan terhadap hasil

penyelesaian soal; kegiatan siswa : a) Mengecek jawaban dengan cara

35

membandingkan dengan perkiraan jawaban yang dibuat pada fase 1, 2)

mengecek apakah jawaaban sudah sesuai dengan yang ditanyakan? 3)

menelusuri kesalahan-kesalahan apa yang telah dilakukan.

Penggunaan systematic approach to solving problem pada

dasarnya untuk membantu siswa dalam belajar memecahkan masalah

secara bertahap seperti dilakukan oleh Gagne bahwa cara terbaik yang

dapat membantu siswa dalam pemecahan masalah adalah memecahkan

masalah selangkah demi selangkah dengan menentukan aturan tertentu.

Prosedur pendekatan sistimatis, pemecahan masalah sistimatis ini

bersifat spesifik, artinya untuk bidang studi tertentu model pemecahan

masalahnya berbeda dengan bidang studi yang lain. Di samping itu,

penyususunan pemecahan masalah sistimatis juga memperhatikan

beberapa prosedur seperti yang dikemukakan Giancoli ( Wena , 2009 : 63 )

berikut :

1) Baca masalah secara menyeluruh dan hati – hati sebelum mencoba untuk memecahkannya. Gambarkan situasi dengan sumbu-sumbu koordinat yang dapat digunakan.

2) Tulis apa yang diketahui atau yang diberikan, kemudian tuliskan apa yang ditanyakan.

3) Pikirkan tentang prinsip, definisi, dan / atau persamaan hubungan besaran yang berkaitan. Sebelum mengerjakannya yakinkan bahwa prinsip, definisi dan / atau persamaan tersebut valid. Jika ditemukan persamaan yang hanya memuat kuantitas yang diketahui dan satu tidak diketahui, selesaikan persamaan tersebut secara aljabar. Dalam beberapa hal, urutan perhitungan dan / atau kombinasi persamaan mungkin dibutuhkan.

4) Pikirkanlah dengan hati – hati tentang hasil yang diperoleh, apakah masuk akal atau tidak masuk akal.

5) Suatu hal yang sangat penting adalah perhatian satuan, serta cek penyelesaiannya.

36

Untuk memperoleh pengetahuan prosedural dibutuhkan latihan-

latihan dan umpan balik ( Dahar, 1989). Dengan prosedur pemecahan

masalah sistimatis siswa diberi kesempatan untuk bekerja secara

sistematis, siswa banyak melakukan latihan dan guru memberi petunjuk

secara menyeluruh. Dengan latihan yang dilakukan oleh siswa diharapkan

siswa memiliki keterampilan dalam pemecahan soal. Penggunaan

pemecahan masalah sistematis dalam latihan menyelesaikan soal yang

didukung oleh teori belajar Ausubel tentang belajar bermakna, yang

menekankan perlunya menghubungkan informasi baru pada konsep-

konsep yang relervan terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Dengan

menggunakan pemecahan masalah yang sistematis, siswa dilatih tidak

hanya mengetahui apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, tetapi juga

dilatih untuk menganalisa soal, mengetahui secara pasti situasi soal,

besaran yang diketahui dan yang ditanyakan serta perkiraan jawaban soal.

B. Pembelajaran Matematika

1. Hakikat Matematika

Istilah matematika berasal dari bahasa Yunani mathein atau

manthenein yang artinya mempelajari, dari kata sansekerta medha atau

widya yang artinya kepandaian, ketahuan, atau intelegensi. Ruseffendi (

2006 : 261 ) menyatakan bahwa matematika itu terorganisasikan dari

unsur – unsur yang tidak didefiniskan, definisi – definisi, aksioma-

aksioma, dan dalil-dalil, dimana dalil-dalil setelah dibuktikan

kebenarannya berlaku secara umum, karena itulah matematika sering

37

disebut ilmu deduktif. Selanjutnya dikatakan bahwa matematika adalah

pola berpikir, pola mengorganisasikan pembuktian yang logik; matematika

itu adalah bahasa, bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan

dengan cermat, jelas dan akurat representasinya dengan simbul dan padat,

lebih berupa bahasa simbul mengenai arti daripada bunyi, matematika

adalah pengetahuan struktur yang terorganisasi, sifat - sifat atau teori-teori

dibuat secara deduktif berdasarkan kepada unsur yang tidak didefinisikan,

aksioma, sifat atau teori yang telah dibuktikan kebenarannya; matematika

adalah ilmu tentang pola keteraturan pola atau ide, dan matematika itu

ialah suatu seni, keindahannya terdapat keterurutan dan keharmonisannya.

Menurut Rey ( 1984) suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni suatu

bahasa dan suatu alat. Sedangkan menurut Kline matematika itu bukan

pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri,

tetapi beradanya itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami

dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam.

Berdasarkan beberapa pernyataan pendapat para ahli matematika di

atas dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan suatu ilmu yang

berhubungan dengan penelaahan bentuk – bentuk atau struktur – struktur

yang abstrak dan hubungan diantara hal-hal itu. Untuk memahami struktur

serta hubungan-hubunganitu diperlukan penguasaan tentang konsep-

konsep yang terdapat dalam matematika itu. Hal ini berarti matematika

ialah belajar konsep dan struktur yang terdapat dalam bahan-bahan yang

38

sedang dipelajari, serta cara yang digunakan untuk mencari hubungan

diantara konsep dan struktur tadi.

Matematika disebut ilmu deduktif, karena diketahui baik isi,

maupun metode pencarian kebenaran dalam matematika berbeda dengan

ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan umumnya. Namun dalam

matematika mencari kebenaran matematika itu bisa dimulai dengan cara

induktif., tetapi seterusnya generalisasi yang benar untuk semua keadaan

harus dibuktikan secara deduktif.

2. Pengertian Belajar Matematika

Menurut pendapat tradisional, belajar adalah menambah dan

mengumpulkan sejumlah pengetahuan. Menurut pendapat modern, belajar

adalah suatu bentuk pertumbuhan dan perubahan dalam diri seseorang

yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru, dari tidak

tahu menjadi tahu. Belajar merupakan usaha yang terjadi secara sengaja

dan bersifat insindental dalam situasi instruksional formal melalui

pengalaman dan interaksi aktif dengan lingkungannya melalui

pengamatan, pencarian, pemikiran, dan penelitian untuk mendapatkan

fakta-fakta baru yang sebelumnya telah dimiliki. Belajar merupakan

kegiatan aktif yang sengaja dengan melibatkan fikiran guna mendapatkan

pemecahan masalah dan dimengertinya masalah. Kling berpendapat bahwa

proses belajar bukanlah semata-mata proses pengamatan belaka tetapi juga

proses perubahan tingkah laku. Di dalam kegiatan belajar terjadi proses

39

perubahan dari belum mampu ke arah sudah mampu yang terjadi selama

jangka waktu tertentu.

Kemampuan yang diperoleh melalui proses belajar dapat

digolongkan menjadi kemampuan kognitif meliputi pengetahuan dan

pemahaman, kemampuan afektif meliputi sikap, nilai serta kemampuan

sensorik motorik yang berhubungan kdengan keterampilan. Menurut

Bloom penggunaan taksonomi merupakan suatu bantuan untuk

meningkatkan gagasan dalam memberikan perhatian secara khusus

mengenai tingkah laku berdasarkan fakta sehubungan dengan rencana

pengajaran. Menurut Bakri belajar adalah suatu aktifitas yang dilakukan

secara sadar untuk mendapatkan sejumlah kesan dari bahan yang telah

dipelajari. Belajar dikatakan berhasil bila telah terjadi perubahan dalam

diri individu menuju perkembangan pribadi manusia seutuhnya yang

menyangkut unsur cipta, rasa, dan karsa, ranah kognitif, afektif, dan

psikomotorik. Belajar juga dikatakan suatu proses yang ditandai dengan

adanya perubahan diri seseorang, merupakan proses yang aktif, proses

mereaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu, proses yang

diarahkan kepada tujuan dan proses berbuat melalui pengalaman. Baik

belajar itu dilakukan dalam laboratorium di bawah bimbingan guru atau

usaha sendiri dan lingkungan alami dimana proses belajar itu terjadi.

Perubahan tersebut dapat terjadi karena faktor-faktor yang berasal dari

latihan. Selanjutnya Chaplin yang dikutip oleh Syah menyebutkan bahwa

belajar adalah perolehan tingkah laku yang relative menetap sebagai hasil

40

latihan dan pengamatan. Belajar tidak terjadi hanya karena proses

kematangan dari dalam saja, melainkan juga karena pengalaman yang

diperoleh seseorang yang bersifat eksistensial. Hal ini mengidentifikasikan

bahwa dalam proses belajar diakui adanya kebebasan individu yang

dilandasi oleh bakat dan minatnya untuk mengembangkan dirinya atas

tanggung jawab dan pilihannya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa belajar adalah

perubahan perilaku siswa sebagai akibat dari pengalaman yang ia dapat

melalui pengamatan, pendengaran, membaca, dan meniru, yang dapat

diamati melalui perubahan sikap, nilai dan kemampuan.

Ada beberapa mitos yang salah mengenai matematika yang beredar

dalam masyarakat sampai sekarang ini, yang sering kali mengaburkan

hakikat matematika yang sebenarnya, dengan beranggapan matematika

pelajaran eksak yang sulit dan jauh dari kehidupan. Padahal kalau kita kaji

matematika secara mendalam, ternyata matematika juga merupakan hasil

karya manusia, sehingga dengan demikian bisa dikatakan bahwa

matematika merupakan kebudayaan manusia. Hal ini sejalan dengan apa

yang diungkapkan Susilo (1998: 225) bahwa ”Matematika dipandang dari

aspek metode, cara penalaran, bahasa, dan objek penyelidikannya

memiliki kekhasan, yang keseluruhannya itu merupakan bagian dari

kebudayaan manusia yang bersifat universal”.

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari

perkembangan teknologi modern, mempunyai peranan penting dalam

41

berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan

pesat dibidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi

oleh perkembangan matematika dibidang teori bilangan, aljabar, analisis,

teori peluang dan matemtika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta

teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat

sejak dini.

Pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan

masalah yang sesuai dengan situasi ( contextual problem). Dengan

mengajukan masalah kontektual, peserta didik secara bertahap dibimbing

untuk menguasai konsep matematika. Untuk meningkatkan keefektifan

pembelajaran. Sekolah diharapkan menggunakan teknologi informasi dan

komunikasi seperti komputer, alat peraga atau media lainnya.

3. Tujuan Belajar Matematika Di SD

Depdikbud ( 1998 : 14) Tujuan pembelajaran matematika adalah agar siswa mampu : a. Kemampuan menggunakan algoritma ( prosedur pekerjaan )

• Melakukan operasi hitung. • Menyelesaikan persamaan atau pertidaksamaan

b. Melakukan manipulasi secara matematika, yaitu mampu menerapkan sifat – sifat, rumus – rumus pada suatu soal. • Menggunakan rumus luas/ volum bangun ruang, jika unsur –

unsurnya diketahui. • Menyelesaikan soal perbandingan senilai atau bebalik nilai.

c. Mengorganisir Data • Menuliskan apa yang diketahui, apa yang ditanyakan dari suatu

soal. • Mengurutkan, mengelompokkan, menyajikan data.

d. Memanfaatkan symbol, tabel, diagram dan garfik • Memahami symbol, tabel diagram, grafik yang memuat suatu

informasi. • Menyajikan informasi dalam symbol, tabel, diagram atau grafik.

42

e. Mengenal dan menemukan pola • Menyatakan aturan yang membentuk pola bila bilangan, atau pola

geometri. • Menerusklan pola untuk menentukan urutan berikutnya.

f. Menarik kesimpulan

• Menemukan suatu prinsip. • Membuktikan suatu pernyataan.

g. Membuat kalimat atau model matematika

• Menterjemahkan kalimat cerita menjadi persamaan, pertidaksamaan atau fungsi.

• Membuat model berupa diagram. h. Membuat interpretasi bangun dalam bidang atau ruang

• Menyebutkan bagian – bagian ndari bangun itu. • Menjelaskan posisi bangun itu.

i. Memahami pengukuran dan satuan – satuannya.

• Memilih satuan yang tepat, mengubah satuan, memperkirakan ukuran..

j. Menggunakan alat hitung dan alat bantu matematika

• Penggunaan kalkulator.

Sedangkan menurut Standar Isi ( Permen no 22 tahun 2006 ) Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :

a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.

b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

d. Mengomunikasikan gagasan dengan symbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

43

4. Materi Pelajaran Matematika Di SD

Menurut Russefendi ( 2005 : 6 ), ruang lingkup materi matematika pada satuan pendidikan SD meliputi aspek sebagai berikut : a. Himpunan dan Bilangan

1) Himpunan a) Himpunan dan anggota Himpunan b) Memasang-masangkan himpunan

2) Bilangan a) Banyaknya anggota suatu himpunan b) Bilangan cacah c) Bilangan asli d) Membilang e) Bilangan urutan f) Perbedaan antara bilangan cacah dengan bilangan asli 3) Himpunan terhingga dan tak terhingga 4) Himpunan Semesta 5) Hubungan antara himpunan a) Himpunan sama b) Himpunan bagian c) Himpunan Ekuivalen d) Himpunan Lepas e) Himpunan Venn 6) Pengerjaan dengan himpunan a) Gabungan himpunan b) Irisan Himpunan c) Komplemen Himpunan

b. Bilangan dan lambang bilangan 1) Bilangan dan himpunan ekuivalen 2) Lambang bilangan 3) Penulisan bilangan a) Penulisan bilangan kuno seperti Mesir, babylonia b) Penulisan bilangan Romawi c) Penulisan sistim Hindu – Arab d) Bilangan dasar lain dari 10

c. Menggunakan himpunan dan bilangan pada pengerjaan- pengerjaan . 1) Notasi dan diagram venn 2) Pengerjaan – pengerjaan a) Penambahan b) Pengurangan c) Perkalian d) Pembagian d. Sifat – sifat pokok pengerjaan dengan bilangan dan himpunan 1) Sifat pertukaran pada penambahan dan perkalian 2) Sifat pengelompokkan pada penambahan dan perkalian 3) Sifat penyebaran perkalian terhadap penambahan

44

4) Sifat “ bilangan “ nol untuk penambahan dan perkalian 5) Sifat bilangan satu dalam perkalian 6) Sifat tertutup 7) Aritmetika e. Sistim bilangan real 1) Bilangan rasional 2) Bilangan negatif 3) Bilangan irasional f. Bentuk panjang dan teknik – teknik perhitungan 1) Pengerjaan tambah 2) Pengerjaan kurang 3) Pengerjaan kali 4) Pengerjaan bagi g. Pengukuran dan hubungan antara besaran 1) Panjang, luas, isi 2) Berat 3) Waktu h. Dasar – dasar Geometri informal 1) Pembendaharaan kata dan pengertiannya 2) Titik, garis, garis sejajar, sinar, garis bersilang 3) Bidang, sudut, sisi 4) Lingkaran, daerah dimensi.

5) Benda – benda beraturan berdimensi dua da tiga dan mengukur luas dan sisinya.

i. Statistika dan Teori Kemungkinan j. Logika Matematika Dengan selesainya program Sekolah Dasar itu anak – anak diharapkan :

1) Dalam pengetahuan dan keterampilan a) Mempunyai keterampilan dan kemampuan berhitung; b) Mempunyai kemampuan melihat dan memecahkan masalah –

masalah yang berhubungan dengan benda – benda di ruang sekitar;

c) Mempunyai kemampuan menyajikan data dengan diagram/ grafik dan membaca diagram/ garfik serta mampu menggunakan rumus statistika yang sederrhana;

d) Mempunyai pengetahuan dan kemampuan menggunakan ukuran – ukuran satuan, alat – alat ukur sehari – hari;

e) Dengan menggunakan bilangan, mampu membuat perkiraan dan penaksiran;

f) Mempunyai pengetahuan tentang istilah – istilah yang tepat untuk digunakan berkomunikasi dalam matematika;

2) Kemampuan Akademis a) Mempunyai kemampuan berfikir efektif dan bertujuan dalam

pengembangan berfikir logika dalam matematika ; b) Mempunyai kemampuan membuat dan mengetes hipotesa

dalam hubungan – hubungan matematika;

45

c) Mempunyai keaslian berfikir, fleksibilitas, kemahiran, dalam pemikiran situasi Matematika;

d) Mempunyai kemampuan untuk menterapkan konsep – konsep, aturan – aturan dan cara-cara Matematika bagi situasi yang konkrit;

3) Pengertian a) Memperoleh pengertian tentang hubungan-hubungan yang

merupakan tahap pertama kepada pelajaran sistim bilangan real;

b) Mengerti hubungan-hubungan dalam ruang; c) Mengerti tentang hubungan-hubungan dari besaran-besaran

(panjang, luas, berat, isi) termasuk penggunaan satuan-satuan dalam pengukuran dan berfikir intuitif tentang peristiwa kemungkinan ;

d) Mengerti relasi antara ide-ide bilangan, ruang dan besaran – besaran ( panjang, luas, berat, isi ).

4) Sikap a) Menyadari bahwa Matematika itu berguna dalam kehidupan

sehari – hari, dan terus akan mempunyai andil dalam perkembangan masyarakat, sesuai dengan yang sudah – sudah;

b) Apresiasi, bahwa Matematika itu merupakan sistim yang berevolusi dimana perubahan dan perkembangan akan terus terjadi, dan merupakan bidang studi bagi orang yang kreatif;

c) Berpendapat bahwa Matematika merupakan ilmu yang dapat dikuasai dan ilmu yan g menyenagkan;

d) Mempunyai keyakinan akan kemampuan menyelesaikan persoalan – persoalan Matematika dan menggunakan konsep – konsep Matematika;

e) Dapat menerimabahwa belajar Matematika itu termasuk “bertanya-tanya”, menemukan sendiri” dan penelaahan kembali”, yang timbul dari keingin tahuan.

5. Faktor – faktor yang Mempengaruhi belajar Matematika

Sanjaya (2008: 197) faktor – faktor yang mempengaruhi proses

terjadinya belajar matematika ada empat, yaitu : (1) Peserta didik, (2)

Pengajar, (3) Sarana dan prasarana, (4) lingkungan

a. Peserta didik atau siswa

Peserta didik adalah manusia yang unik yang berkembang sesuai

dengan tahap perkembangannya. Perkembangan anak adalah

46

perkembangan seluruh aspek kepribadiannya, akan tetapi tempo dan

irama perkembangan masing-masing anak pada setiap aspek tidak

selalu sama. Proses pembelajaran dapat dipengaruhi oleh

perkembangan anak yang tidak sama itu, di samping karakteristik lain

yang melekat pada diri anak. Faktor yang mempengaruhi peserta

didik dalam proses pembelajaran, yaitu faktor internal ( meliputi

kematangan ), faktor eksternal dan faktor lingkungan.

b. Pengajar atau Guru

Guru adalah komponen yang sangat menentukan dalam

implementasi suatu strategi pembelajaran matematika. Tanpa guru

bagaimana bagusnya dan idealnya sutau strategi pembelajaran

matematika, maka strategi itu tidak mungkin dapat diaplikasikan.

Berhasil tidaknya pemecahan masalah matematika di dalam kelas

sangat berkaitan dengan kualitas dan kemampuan guru tersebut.

Menyadari hal itu faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses

pembelajaran matematika dengan model pemecahan masalah dalam

pembelajaran matematika, antara lain (a) Penguasan bahan atau materi

yang akan diajarkan. Seorang guru matematika yang tidak memahami

dan menguasai materi matematika yang akan diajarkan tidak mungkin

dapat mengajar matematika dengan baik (b) menguasai media dan alat

peraga serta terampil dalam menggunakannya, maka pembelajaran

pembelajaran matematika akan lebih efektif dan menyenagkan (c)

Penggunaan pendekatan dalam pembelajaran, yaitu berkaitan dengan

47

kemampuan memilih metode, strategi yang tepat dan relevan dengan

materi, situasi dan kondisi serta tingkat kemampuan siswa.

c. Sarana dan Prasarana

Sarana adalah segala sesuatu yang mendukung secara langsung

terhadap kelancaran proses pembelajaran matematika dengan

pendekatan pemecahan masalah, misalnya selain adanya buku teks dan

LKS juga diperlukan adanya tempat atau ruang belajar, laboratorium,

media dan alat pembelajaran matematika serta yang lainnya,

sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang tidak langsung

mendukung keberhasilan proses belajar mengajar, misalnya jalan,

penerangan sekolah, kamar kecil dan lain sebagainya. Kelengkapan

sarana dan prasarana merupakan faktor penting yang dapat

mempengaruhi proses pemnelajaran matematika dengan pendekatan

pemecahan masalah. Kegiatan akan berhasil dengan baik jika proses

itu sendiri berlangsung dalam suasana yang menyenangkan, dan itu

harus didukung oleh tersedianya sarana dan prasarana yang cukup dan

baik, sehingga dapat mendukung terhadap peningkatan proses dan

kualitas hasil belajar.

d. Lingkungan

Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi proses

pembelajaran, yaitu faktor organisasi kelas dan faktor iklim sosial-

psikologis. Faktor organisasi kelas meliputi jumlah siswa dalam satu

kelas terlalu banyak dapat mempengaruhi proses pembelajaran kurang

efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran, waktu yang diperlukan

48

semakin sempit, kurang mampu memanfaatkan dan menggunakan

semua sumber yang ada, terhambatnya partisipatif aktif siswa.

Sedangkan faktor sosial-psikologis, keharmonisan hubungan antara

guru dan siswa dalam proses pembelajaran, misalnya iklim sosial

antara siswa dengan siswa; dan antara siswa dengan guru, yang saling

menghargai dan saling membantu maka memungkinkan iklim belajar

yang berdampak pada motivasi belajar siswa.

Menurut Ruseffendi ( 2005 : 9 ) faktor – faktor yang akan

menentukan berhasil atau tidaknya pengajaran matematika adalah : 1)

kecerdasan siswa, 2) kesiapan siswa, 3) bakat siswa, 4) minat siswa,

5) model penyajian materi pelajaran, 6) pribadi dan sikap guru, 6)

suasana pengajaran, 7) kompetensi guru, dan 8) kondisi masyarakat

luas. Kecerdasan adalah modal yang mendasar untuk mencapai

keberhasilan dalam pendidikan, siswa yang cerdas memiliki kemauan

belajar yang tinggi. Kesiapan siswa, keberhasilan siswa dalam suatu

pelajaran atau pendidikan juga tergantung dari kesiapan siswa, baik

kesiapan mentalnya maupun kesiapan pengetahuan prasyaratnya, yaitu

kematangan mental, jasmani, emosional, dan sosial. Bakat siswa,

dengan bakat yang dimiliki siswa dapat membantu siswa belajar

dengan baik, menyelesaikan masalah soal dengan mudah dan cepat.

Kemauan belajar, salah satu tugas guru yang sering sulit dilakukan

adalah membuat siswa mau belajar apalagi belajar matematika. Minat

siswa, guru harus berupaya untuk menyajikan materi pelajaran supaya

dapat menarik minat siswa. Model penyajian materi pelajaran,

49

berdasarkan pengalaman yang berbeda – beda maka keberhasilan

siswa dalam belajar tergantung dari model penyajian materi

pelajarannya. Pribadi dan sikap guru, siswa menjadi anak yang rajin

dan aktif karena meniru gurunya yang rajin dan aktif, begitu juga

dalam pembelajaran matematika. Suasana pembelajaran merupakan

faktor yang menentukan berhasil tidaknya pendidikan siswa, misalnya

bersikap yang wajar menerima terhadap jawaban yang tidak benar,

memberikan kebebasan dan cukup waktu kesempatan kepada siswa

untuk melakukan penelaahan, berhati-hati bila menilai siswa dengan

respon lisan. Kompetensi guru, keberhasilan siswa dalam belajar akan

banyak dipengaruhi oleh kemampuan guru. Kondisi masyarakat luas,

akan mempengaruhi kebehasilan siswa dalam belajar, misalnya

pendidikan di sekolah memberikan kesempatan kepada siswa untuk

berpartisipasi secara aktif, akan terhambat oleh keadaan rumah

tangganya yang melarang anak-anaknya berbicara bebas.

Memperhatikan faktor di atas merupakan suatu komponen yang

saling berkaitan dan berhubungan satu sama lain, apabila salah satu

komponen atau faktor terabaikan, maka proses belajar mengajar tidak

berlangsung sesuai dengan yang diharapkan dalam hal ini akan

berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. faktor yang mempengaruhi

saling berhubungan erat, dimana proses belajar mengajar matematika,

hasil belajar matematika, dan penilaian matematika merupakan suatu

siklus.

50

6. Hasil belajar matematika

Hasil belajar merupakan hasil dari kegiatan belajar mengajar

setelah siswa menerima pengalaman belajranya. Dapat diamati dan diukur

dari perubahan yang terjadi dalam diri siswa berupa pengetahuan

pemahaman, keterampilan dan sikap yang tersimpan dalam ingatannya.

Hasil belajar adalah kemampuan – kemapuan yang dimiliki oleh siswa

setelah ia menerima pengalaman belajarnya dalam jangka waktu tertentu,

berupa suatu proses mengaitkan informasi baru dengan konsep relevan

yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang dan merupakan salah satu

syarat untuk terjadinya belajar bermakna. Hasil belajar merupakan suatu

puncak proses belajar yang diperoleh berkat evaluasi guru berupa nilai

aktif seorang siswa yang dikur melalui teknik evaluasi, memenuhi aspek

evaluasi dan dapat digunakan sebagai petunjuk seberapa jauh materi

pelajaran telah dikuasai oleh siswa.

Menurut Gagne hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh

berdasarkan proses belajar. Ada lima kategori tentang tentang kemampuan

yang dihasilkan proses belajar mengajar, yaitu : (1) kecakapan untuk

mengkomunikasikan pengetahuan secara verbal yang dikatagorikan

sebagai informasi verbal; (2) kecakapan dalam bertindak melalui

penilaian suatu stimulus dikataagorikan sebagai sikap; (3) kecakapan

membedakan, memahami konsep maupun aturan serta dapat memecahkan

masalah dikatakan sebagai ketrampilan intelektual; (4) kecakapan

mengelola dan mengembangkan proses berfikir melalui pemahaman,

analisis dan sintesis dikatagorikan sebagai ketrampialn strategi kognitif;

51

(5) kecakapan yang diperhatikan secara tepat dan lancar melalui gerakan

anggota tubuh dikatagorikan sebagai ketrampilan motorik.

Skinner yang dikutip oleh Sudjana, menyatakan bahwa hasil

belajar dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu : (1) keterampilan dan

kebiasaan ( skill and habit ) , hal ini berkaitan dengan kuantitas latihan

yang dilakukan seseorang dalam belajar untuk mendapatkan kemahiran

dan kemantapan memecahkan masalah; (2) kompetensi penyesuaian sosial

( Social Competence ), yaitu kemampuan seseorang untuk menangkap

peristiwa-peristiwa yang tejadi pada lingkungan sosial; (3) berfikir abstrak

( Abstrack thinking), yaitu kemampuan seseorang dalam mengasimilasi

dan mengakomodasi konsep – konsep informasi kemudian membuat

sintesa dan informasi tersebut.

Hasil belajar pada hakekatnya meupakan kompetensi kompetensi

yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai – nilai

yang diwujudkan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Kompetensi

dapat diukur melalui sejumlah hasil belajar yang indikatornya dapat diukur

dan diamati. Penilaian terhadap kompetensi hasil belajar siswa sering

disebut sebagai penilaian hasil belajar. Menurut Sudjana ( 2009 : 3 )

Penilaian hasil belajar adalah proses memberikan atau menentukan nilai

kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu.

Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh,

menganalisa, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta

didik yang dilakukan secara sistimatis dan berkesinambungan, sehingga

menjadi informasi yang berguna dan bermanfaat dalam pengambilan

52

keputusan. Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan non tes

dalam bentuk tertulis.

Dengan demikian hasil belajar adalah hasil dari kegiatan belajar

mengajar setelah siswa menerima pengalaman belajarnya dan dapat

diamati dan diukur dari perubahan yang terhadi dalam diri siswa berupa

pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan sikap yang tersimpan dalam

ingatannya.

7. Perbedaan Model Pembelajaran Problem Solving (Pemecahan

masalah) dengan Model Pembelajaran biasa yang dilaksanakan

guru.

Menurut Ruseffendi (2006 : 341) perbedaan model pembelajaran problem

solving dengan model pembelajaran konvensional adalah : a. Pemecahan masalah dapat menimbulkan keingintahuan dan adanya

motivasi, menumbuhkan sikap kreatif. b. Pemecahan masalah di samping memiliki pengetahuan dan

keterampilan (berhitung, dan lain – lain), diisyaratkan adanya kemampuan untuk terampil membaca dan membuat pernyataan yang benar.

c. Pemecahan masalah dapat menimbulkan jawaban yang asli, baru khas, dan beraneka ragam, dan dapat menambah pengetahuan baru.

d. Pemecahan masalah dapat meningkatkan aplikasi dari ilmu pengetahuan yang sudah diperolehnya.

e. Mengajak siswa memiliki prosedur pemecahan masalah, mampu membuat analisis dan sintesa, dan dituntut untuk membuat evaluasi terhadap hasil pemecahannya.

f. Pemecahan masalah merupakan kegiatan yang penting bagi siswa yang melibatkan bukan saja satu bidang studi tetapi ( bila diperlukan ) banyak bidang studi, malahan dapat melibatkan pelajaran lain di luar pelajaran sekolah; merangsang siswa untuk menggunakan segala kemampuannya.

Menurut Sanjaya ( 2009 : 218 ) adalah perbedaan model pembelajaran problem solving dengan model konvensional adalah :

a. Problem solving (pemecahan masalah) merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran.

53

b. Problem solving (pemecahan masalah) dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.

c. Problem solving (pemecahan masalah) dapat meningkatkan aktifitas pembelajaran siswa.

d. Problem solving (pemecahan masalah) dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.

e. Problem solving (pemecahan masalah) dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Disamping itu, pemecahan masalah itu juga dapat mendorong untuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya.

f. Melalui problem solving (pemecahan masalah) bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran , pada dasarnya merupakan cara berfikir dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku-buku saja.

g. Problem solving (pemecahan masalah) dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa.

h. Problem solving (pemecahan masalah) dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berfikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.

i. Problem solving (pemecahan masalah) dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasilkan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.

j. Problem solving (pemecahan masalah) dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus-menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal berakhir.

C. Landasan Metodologis Model Pembelajaran Problem Solving

1. Teori Belajar David Ausubel

Menurut Ausubel belajar dapat diklasisifikasikan ke dalam dua

dimensi, yaitu : a) dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi

atau materi pelajaran disajikan pada siswa melalui penerimaan atau

penemuan b) dimensi kedua menyangkut cara bagaimana siswa dapat

mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. Pada

tingkat pertama dalam belajar inforamsi dikomunikasikan pada siswa baik

54

dalam bentuk belajar penerimaan yang menyajikan informasi itu dalam

bentuk final, maupun dengan bentuk belajar penemuan yang

mengahruskan siswa untuk menemukan sendiri sebagian atau seluruh

materi yang akan diajarkan. Pada tingkat kedua, siswa menghubungkan

atau mengaitkan informasi itu pada pengetahuan yang telah dimilikinya,

dalam hal ini terjadi belajar bermakna. Akan tetapi siswa itu dapat juga

hanya mencoba-coba menghafalkan informasi baru itu, tanpa

menghubungkannya pada konsep – konsep yang telah ada dalam struktur

kognitifnya dalam hal ini terjadi belajaran hafalan. Ausubel membedakan

antara belajar bermakna dan belajar hapalan. Belajar bermakna merupakan

proses belajar dimana informasi baru dihubungkan dengan struktur

pengertian yang sudah dimiliki siswa yang sedang belajar. Belajar

menghafal bila siswa memperoleh informasi baru dalam pengetahuan yang

sama sekali tidak berhubungan dengan yang telah diketahui sebelumnya.

Kaitan dengan proses belajar mengajar dalam hal ini mengaitkan informasi

baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa.

2. Teori Belajar Vigosky

Perkembangan intelektual terjadi pada saat individu berhadapan

dengan pengalaman baru dan menantang, dan ketika mereka berusaha

untuk memecahkan masalah yang dimunculkan. Dalam upaya

mendapatkkan pemahaman, individu berusaha mengaitkan pengetahuan

baru dengan pengetahuan awal yang telah dimilikinya kemudian

55

membangun pengertian baru. Vigotsky menyakini bahwa interkasi sosial

dengan teman lain memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya

perkembangan intelektual siswa. Kaitan dengan proses belajar mengajar,

informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa

melalui kegiatan belajar dalam interaksi sosial dengan teman lain.

3. Teori Belajar Bruner

Jerome S. Bruner dalam bukunya” Perkembangan belajar”

menekankan bahwa setiap individu pada waktu mengalami atau mengenal

peristiwa atau benda di alam lingkungannya, menemukan cara untuk

menyatakan kembali peristiwa atau benda tersebut di dalam pikirannya,

yaitu suatu model mental tentang peristiwa atau benda yang dialaminya

atau dikenalnya. Menurut Bruner hal – hal tersebut dapat dinyatakan

sebagai proses belajar yang terbagi tiga tahapan, yaitu : Tahap Enaktif

atau tahap Kegiatan ( Enactive), Tahap Ikonik atau tahap gambar

bayangan ( Iconic) dan Tahap Simbolik ( Symbolic). Bruner menerapkan

teori itu dan merancanngnya dalam pembelajaran matematika di SD untuk

memudahkan pemahaman dan keberhasilan aanak dalam pembelajaran

matematika haruslah secara bertahap dimulai dari model konkret, model

semi konkret dan model simbol secara abstrak.

Selanjutnya untuk menentukan faktor – faktor yang mempengaruhi

proses pembelajaran matematika Bruner melakukan pengamatan terhadap

sejumlah kelas matematika. Berdasarkan hasil percobaan dan

pengalamannya telah menemukan 4 rumusan teorema ( dalil atau kaidah )

56

dalam pembelajaran matematika yakni : Teorema Penyusunan ( Teorema

Konstruksi), Teorema Notasi, Teorema Pengkontrasan Keanekaragaman (

Teorema Kontras dan Variasi ) dan Teorema Pengaitan

Pada penelitian ini setiap konsep pada materi soal cerita akan di

pelajari secara mendetil. Setiap konsep dibahas secara terperinci dan

dikemas dalam suatu masalah problem solving. Dalam proses

pembelajaran, siswa diberikan kebebasan seluas-luasnya untuk

berpendapat, bertanya, mengkritik pendapat siswa lain, dan

mengemukakan gagasan atau idenya, sehingga siswa secara tak langsung

membangun sendiri konsep-konsep matematika dalam pikirannya. Selain

itu pada proses pembelajaran ini, siswa diberikan kesempatan untuk

memberikan pendapat, ide atau gagasan yang kontras atau berbeda dengan

siswa lainnya, sehingga memungkinkan siswa lebih memaknai konsep

yang sedang dipelajari dengan memiliki beragam variasi contoh.

Pada proses perdebatan yang dilakukan pada saat pembelajaran,

siswa dalam memberikan kritiknya terhadap penyelesaian yang diajukan

siswa lain, bukan pada konsep saja, namun kritikpun diarahkan pada cara

penulisan notasi matematika yang tepat. Dengan demikian, sedikit demi

sedikit siswa belajar menggunakan notasi matematika yang tepat.

Setiap konsep dalam materi soal cerita diusahakan terkait dengan

kehidupan sehari-hari atau dengan konsep matematika lainnya. Melalui

57

pengaitan tersebut siswa memiliki kemungkinan untuk dapat membangun

hubungan-hubungan logis antar konsep.

D. Hasil Penelitian yang Relevan

Terdapat beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini, antara

lain yang telah dilakukan oleh Abdulah Ali (2008:64). Secara umum, hasil

penelitian Abdullah Ali menunjukkan bahwa pembelajaran dengan pemecahan

masalah belum sampai pada temuan-temuan yang mendasar untuk setiap

substansi pengembangan pembelajaran pemecahan masalah. Dia lebih lanjut

menyarankan diadakan penelitian pembelajaran dengan pemecahan masalah

dilhat dari berbagai dimensi sehingga diperoleh temuan – temuan yang lebih

akurat

Sementara itu, penelitian yang relevan dengan berpikir kritis, O’Daffer

dan Thoenquist (Suryadi, 2005: 46) berdasarkan hasil penelitiannya

menyatakan bahwa siswa sekolah dasar kurang menunjukkan hasil yang

memuaskan dalam akademik yang menuntut kemampuan model

pembelajaran problem solving. Selanjutnya, Syukur berdasarkan hasil

penelitiannya menyatakan bahwa model pembelajaran problem solving tidak

menyebabkan terjadinya peningkatan belajar yang cukup signifikan antara

siswa yang berkemampuan pandai, sedang, dan kurang serta komponen

disposisi berpikir kritis tidak meningkat (Syukur, 2004:87). Ini artinya

menuntut pada guru untuk lebih dapat membuat variasi pendekatan dalam

pembelajaran.

58

Suryadi, dkk ( 1999) melaporkan dalam penelitiannya bahwa

pembelajaran dengan pemecahan masalah merupakan salah satu kegiatan

matematika yang dianggap paling baik oleh para guru maupun siswa di semua

tingkatan mulai dari Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Umum.

Namun demikian hal tersebut masih dianggap sebagai bagian yang paling

rumit untuk diaplikasikan dalam pembelajaran matematika, baik bagi siswa

dalam mempelajarinya maupun bagi guru dalam mengajarkannya. Purba (

2003) hasil penelitiannya melaporkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan

pemecahan masalah dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan

hasil belajar siswa dalam mata pelajaran fisika meningkat. Hasil penelitian

Robert L. Dees ( Sutriningsih : 2001) menemukan bahwa kemampuan

pemecahan masalah dalam aljabar, soal cerita, gemetri dan pembuktiannya

memperoleh shasil yang lebih baik daripada pembelajaran konvensional.

Sedangkan hasil penelitian Robert L. Dees ( Sutriningsih : 2001)melaporkan

bahwa pemecahan masalah yang berhubungan dengan konsep – konsep spatial

dapat memberikan manfaat yang positif seperti dapat meningkatkan

kemampuan berfikir, mampu berkonsentyrasi dan termotivasi untuk

memecahkan masalah selanjutnya. Hasil penelitian Michael J. Lawson dan

Mohan Chinnapan ( 1994) menemukan (1994) menemukan bahwa dalam

pembelajaran pemecahan masalah yang disertai kulaitas hubungan

pengetahuan siswa dapat meningkatkan kemampuan pemahaman matematika.

Hasbullah (2000) melaporkan hasil temuannya bahwa terdapat perbedaan hasil

belajar matematika siswa Madrasah Aliyah yang signifikan antara siswa yang

memperoleh pembelajaran pemecahan masalah dengan siswa yang

59

memperoleh pembelajaran konvensional. Perbedaan yang paling tampak pada

aspek memahami masalah, menyusun rencana penyelesaian dan memeriksa

kembali hasil dan proses, sedangkan pada aspek melakukan perhitungan tidak

terdapat perbedaan yang signifikan.