makalah relasi dokter-pasien-perawat
Embed Size (px)
TRANSCRIPT
Relasi Dokter-Pasien-PerawatMakalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Pak Andika
S, S.Kep,Ns
Disusun oleh :
1. Ria Rois S. (201401069) 10. Taqwimi (201401078)2. Ridha Wahyu N. (201401070) 11. Tiara
Agustina (201401079)3. Riki Pradana (201401071) 12. Tria Mei Lana W.
(201401080)4. Rindi Diah S. (201401072) 13. Weni Nengtias
(201401081)5. Shela Comalida (201401073) 14. Wijiati (201401082)6. Siti Enisa N. A. (201401074) 15. Wike
Suhartini (201201083)
i
7. Stela Sela S. (201401075) 16. Yansensius B. B. (201401084)
8. Stiwi J. O. B. (201401076) 17. Yeni Rahmawati (201401085)9. Sulistyo Nugroho (201401077) 18. Yoghi
Prasetyo (201401086)
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATANSTIKES KARYA HUSADA PARE KEDIRI
JL. Soekarno Hatta No. 7, Kotak Pos 153, Telp. (0354)395203, Fax. (0354) 393888 Pare, Kediri
Tahun 2014/2015KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan ke hadhirat Tuhan Yang Maha
Esa yang telah memberikan keluasan waktu dan kesehatan kepada
para penulis untuk dapat menyelesaikan tugas makalah mata
kuliah“Humaniora”. Jenis tugas yang diberikan adalah
pemaparan pokok bahasan “Relasi Dokter-Perawat-Pasien”.
Melalui penugasan ini diharapkan para mahasiswa dapat
memahami tentangRelasi Dokter-Perawat-Pasien yang pada
gilirannya dapat diimplementasikan dalam kegiatan
pembelajaran.
Kami menyadari, sebagai mahasiswa yang pengetahuannya
belum seberapa dan masih perlu banyak belajar dalam penulisan
makalah, makalah ini masih banyak memiliki kekurangan dan
jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan
ii
adanya kritik dan saran yang positif agar makalah ini menjadi
lebih baik dan berguna di masa yang akan datang.
Pare, 5 November 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul.......................................... i
Kata Pengantar.........................................ii
Daftar Isi.............................................iii
BAB 1 : Pendahuluan
iii
1.1 Latar Belakang Masalah........................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................. 2
1.3 Tujuan........................................... 2
1.4 Manfaat ......................................... 2
BAB 2 : Pembahasan
2.1 Komunikasi dan relasi bidang kesehatan........... 3
2.2 Faktor yang mempengaruhi keberhasilan relasi..... 3
2.3 Tipe-tipe relasi dalam pelayanan kessehatan...... 4
2.4 Relasi sebagai terapi............................ 6
2.5 Relasi sebagai terapi hambatan utama dan penyebab
kegagalan.............................................. 7
2.6 Kegagalan relasi penderita dan faktor utama kegagalan
komunikasi............................................. 9
BAB 3 : Penutup
3.1 Kesimpulan.......................................11
3.2 Saran............................................11
Daftar Pustaka.........................................12
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangAsuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian
kegiatan pada praktik keperawatan, yang diberikan kepada
pasien pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan dengan
menggunakan proses keperawatan, berpedoman pada standar
asuhan keperawatan dalam lingkup wewenang serta
tanggung jawabkeperawatan (Hartianah.Z, 1997),dalam
menjalankan asuhan keperawatan, Perawat selalu mengadakan
hubungan dengan pasien (Robert Priharjo,1995). Disisi lain
peningkatan hubungan antara perawat dengan pasien dapat
dilakukan melalui penerapan proses keperawatan (Nursalam,
2001).
Dasar hubungan perawat, dokter, dan pasien merupakan
mutual humanity dan pada hakekatnya hubungan yang saling
ketergantungan dalam mewujudkan harapan pasien terhadap
keputusan tindakan asuhan keperawatan.
Untuk memulai memahami hubungan secara manusiawi pada
pasien, perawat sebagai pelaksana asuhan keperawatan harus
memahami bahwa penyebab bertambahnya kebutuhan manusiawi
secara universal menimbulkan kebutuhan baru, dan membuat
seseorang (pasien) yang rentan untuk menyalahgunakan.
Dengan demikian bagaimanapun hakekat hubungan tersebut
adalah bersifat dinamis, dimana pada waktu tertentu hubungan
tersebut dapat memperlihatkan karakteristik dari salah satu
1
atau semua pada jenis hubungan, dan perawat harus mengetahui
bahwa pasien yang berbeda akan memperlihatkan reaksi-
reaksi yang berbeda terhadap ancaman suatu penyakit yang
telah dialami, dan dapat mengancam humanitas pasien.
Oleh sebab itu sebagai perawat professional, harus
dapat mengidentifikasi komponen- konponen yang berpengaruh
terhadap seseorang dalam membuat keputusan etik. Faktor-
faktor tersebut adalah : faktor agama, sosial, pendidikan,
ekonomi, pekerjaan/ posisi pasien termasuk perawat, dokter
dan hak-hak pasien, yang dapat mengakibatkan pasien perlu
mendapat bantuan perawat dan dokter dalan ruang lingkup
pelayanan kesehatan. Disamping harus menentukan bagaimana
keadaan tersebut dapat mengganggu humanitas pasien sehubungan
dengan integritas pasien sebagai manusia yang holistic.
1.2 Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang masalah yang penulis
kemukakan, rumusan masalah yang ingin diungkapkan yaitu :
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan komunikasi dan relasi bidang
kesehatan?
1.2.2 Apa saja faktor yang mempengaruhi keberhasilan
relasi?
1.2.3 Apa saja tipe-tipe relasi dalam pelayanan kesehatan?
1.2.4 Apa yang dimaksud dengan relasi sebagai terapi?
1.2.5 Apa yang dimaksud dengan relasi sebagai hambatan dan
penyebab kegagalan?
1.2.6 Apa penyebab kegagalan relasi penderita dan faktor
utama kegagalan komunikasi?
2
1.3 Tujuan1.3.1 Untuk mengetahui pengertian komunikasi dan relaasi
bidang kesehatan.
1.3.2 Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi
keberhasilan relasi.
1.3.3 Untuk mengetahui tipe-tipe relasi dalam pelayanan
kesehatan.
1.3.4 Untuk mengetahui pengertian relasi sebagai terapi.
1.3.5 Untuk mengetahui pengertian relasi sebagai hambatan
dan penyebab kegagalan.
1.3.6 Untuk mengetahui penyebab kegagalan relasi penderita
dan faktor utama kegagalan komunikasi.
1.4 Manfaat Manfaat dari makalah ini adalah dapat memberi
pengetahuan dan informasi tentang relasi dokteer-pasien-
perawat..
BAB II
3
PEMBAHASAN
2.1 Komunikasi dan Relasi Bidang Kesehatan 1. Pengertian Komunikasi
Istilah ‘komunikasi’ (communication) berasal dari
bahasa Latin ‘communicatus’ yang artinya berbagi atau
menjadi milik bersama. Dengan demikian komunikasi menunjuk
pada suatu upaya yang bertujuan berbagi untuk mencapai
kebersamaan.
Sedangkan komunikasi kesehatan yaitu proses penyampaian
pesan kesehatan oleh komunikator melalui saluran/media
tertentu pada komunikan dengan tujuan untuk mendorong
perilaku manusia tercapainya kesejahteraan sebagai kekuatan
yang mengarah kepada keadaan (status) sehat utuh secara
fisik, mental (rohani) dan sosial.
2. Pengertian Relasi
Relasi merupakan istilah umum yang sering digunakan
untuk menggambarkan suatu hubungan kerja sam yang dilakukan
pihak tertentu.
2.2 Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Relasi Faktor yang mempengaruhi keberhasilan relasi :
1. Kehangatan dan ketulusan.
Bersikap hangat dan tulus bukanlah suatu keterampilan
praktis tetapi suatu kerangka pikiran yang di dalamnya
terdapat penerimaan dan penghargaan pada keunikan setiap
pribadi.Untuk mencapainya, diperlukan penciptaan suatu
4
kondisi dimana pasien merasa aman, terjadi saling pemahaman
dalam pendapat serta pikiran.Penerimaan pada pasien dapat
dilakukan dengan mendengarkan keluh kesahnya secara
penuh.Ini adalah karakteristik dari situasi pasien yang
dating untuk meminta tolong, menjadi sadar bahwa perawat
memahami perasaannya dan siap untuk membantunya.
2. Pemahaman yang empatik.
Empati adalah merasakan perasaan orang lain, tetapi
tidak sama dengan mengalami pengalaman itu sendiri. Dalam
keperawatan, empati dapat berarti mempersepsikan dunia
sebagaimana pasien mempersepsikannya.Empati bukanlah
simpati untuk situasi atau dilemma seseorang tetapi sebuah
kemampuan untuk merefleksikan sebuah objektif perasaan dari
pasien, yang tidak diungkapkan secara lisan.
3. Perhatian positif yang tak bersyarat.
Perawat harus berfokus pada pemahaman mereka tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi perawatan pasien, bukan
hanya pada persepsi dari dirinya sendiri atau dari orang
lain. Memiliki perhatian positif yang tidak bersyarat
terhadap pasien, termasuk di dalamnya mengakui suatu
kebaikan pada diri pasien tersebut
4. Sifat konkrit.
Konsep tentang sifat konkrit berhubungan dengan
pengertian yang saling menguntungkan dan akurat tentang
perbendaharaan kata yang digunakan oleh pasien, terutama
dalam menggambarkan emosinya.Misal : Kata ‘sedih’ dan
‘senang’ bersifat subjektif. Perawat perlu memperjelas arti
5
kata itu secara perseorangan dengan si pasien untuk dapat
menangkap isi pembicaraan.
5. Kesegeraan.
Sifat segera mengacu pada situasi yang sedang terjadi,
bukan pada masa lalu atau masa datang.Misal : ketika pasien
mengungkapkan perasaan tentang pemeriksaan terakhir, kita
perlu menanggapinya tentang hasil pemeriksaan saat itu,
bukan pada perasaannya sebelum pemeriksaan dilakukan.
6. Konfrontasi.
Konfrontasi berarti perlawanan/pertentangan terhadap
suatu hal.Terkadang orang membuat generalisasi tentang
kejadian, orang, dan perasaan.Untuk membantu pasien,
mungkin kita perlu meng-konfrontasi mereka, mengajak mereka
untuk menemukan kebenaran.Misal : Kasus dimana lansia yang
sakit dibawa ke RS, beliau berpendapat bahwa RS adalah
tempat dimana orang meninggal dan bukan untuk membaik.
Untuk meningkatkan motivasi pasien, perawat memberikan ke-
optimisan pada pasien bahwa mereka akan sembuh.
2.3 Tipe-Tipe Relasi dalam Pelayanan Kesehatan1. Relasi Dokter dan Perawat
Hubungan perawat-dokter adalah satu bentuk hubungan
interaksi yang telah cukup lama dikenal ketika memberikan
bantuan kepada pasien.Perspektif yang berbeda dalam
memendang pasien,dalam prakteknya menyebabkan munculnya
hambatan-hambatan teknik dalam melakukan proses kolaborasi.
Kendalap sikologi keilmuan dan individual, factor sosial,
serta budaya menempatkan kedua profesi ini memunculkan
6
kebutuhan akan upaya kolaborsi yang dapat menjadikan
keduanya lebih solid dengan semangat kepentingan pasien.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa banyak aspek
positif yang dapat timbul jika hubungan kolaborasi dokter-
perawat berlangsung baik. American Nurses Credentialing
Center (ANCC) melakukan risetnya pada 14 Rumah Sakit
melaporkan bahwa hubungan dokter-perawat bukan hanya
mungkin dilakukan, tetapi juga berlangsung pada hasil yang
dialami pasien ( Kramer dan Schamalenberg, 2003). Terdapat
hubungan kolerasi positif antara kualitas huungan dokter
perawat dengan kualitas hasil yang didapatkan pasien.
2. Relasi Dokter dan Pasien
Pandangan pasien tentang sakit berbeda dengan pandangan
dokter
Pandangan yang sama adalah semua berupaya untuk
kesembuhan
Tindakan dokter diatur oleh UU, etika profesi, dll
menurut standar medis
Menurut Mechanic, dokter punya 2 peranan:
Sebagai orang berpengetahuan (ahli)
Sebagai orang berfigur baik dan akrab
Pasien hanya mampu mengevaluasi dokter dari peranan
yang kedua.
Menurut Szazs & Molander hubungan Dokter-Pasien ada 3
tipe:
Hubungan Aktif-Pasif
Hubungan Pemberi petunjuk-kooperatif
Hubungan Partisipatif
7
Pada praktek yang tidak stabil timbul kecenderungan si
pasien memberikan petunjuk dan dokter menurutinya
(Friedson)
Karena takut kehilangan status dan penghasilan, dokter
seringkali mengikuti keinginan pasien (Duff &
Hollingshead)
3. Relasi Perawat dan Pasien
Menurut Husted dan Husted, 1990 :
Seorang pasien dalam situasi menjadi pasien mempunyai
tujuan tertentu .
Seorang perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
juga mempunyai tujuan tertentu.
Kondisi yang dihadapi pasien merupakan penentu peran
perawat terhadap pasien.
Konteks hubungan perawat dan pasien.
Dalam konteks hubungan perawat dan pasien, perawat
dapat berperan Sebagai konselor pada saat pasien
mengungkapkan kejadian dan perasaan tentang
penyakitnya.
Perawat juga dapat berperan sebagai pengganti orang tua
(terutama pada pasien anak), saudara kandung, atau
teman bagi pasien dalam ungkapan perasaan-perasaannya.
Dalam konteks hubungan perawat dan pasien, maka setiap
hubungan harus didahului dengan kontrak dan kesepakatan
bersama, pasien mempunyai peran sebagai pasien dan
perawat sebagai pelaksana asuhan keperawatan.
8
Kesepakatan ini menjadi parameter bagi perawat dalam
menentukan setiap tindakan etis.
4. Relasi Petugas Kesehatan dan Masyarakat
Proses penyembuhan penyakit tidak hanya ditangani oleh
dokter. Dengan meningkatnya variasi penyakit dan kerumitan
teknologi kedokteran, diperlukan bantuan tenaga lain,
seperti perawat, bidan, penata roentgen, ahli gizi,dsb.
Yang kesemuanya bergabung menjadi tim petugas
kesehatan.Seperti halnya dokter, petugas kesehatan juga
mempunyai karakteristik yang bisa menghambatkomunikasinya
dengan masyarakat antara lain: perbedaan status sosial,
budaya dan bahasa, harapanmasyarakat terhadap kemampuan
petugas, serta kecenderungan sikap otoriter terutama
dalam penyebaran penyakit akut. Untuk itu diperlukan
kemauan untuk mempelajari bahasa dan budayasetempat agar
petugas tidak dianggap orang asing oleh penduduk asli dan supaya
komunikasi denganmasyarakat dapat lebih lancar.
2.4 Relasi sebagai TerapiRogger menggambarkan apa yang diperlukan oleh seorang
ahli terapi, guna mengembangkan helping relationship (relasi
membantu) dengan kliennya. Mula-mula terapis (konselor) harus
membiarkan klien mengetahui dirinya berguna. Bahwa klien
sendiri punya kapasitas untuk kesesuaian, apa yang di gunakan
dan di kerjakan secara akurat merefleksikan apa yang di
rasakan dan yang di makksud. Kesesuaian pada ahli trapis
(konselor) di alami oleh klien sebagai hal ketergantungan.
Selanjutnya konselor di anjurkan untuk bersikap terbuka,
9
hangat dan sugguh-sungguh terhadap klien, adalah berlawanan
dengan pelaksanaan terapis lainnya (seperti psikoanalisa).
Selanjutnya Rogger berpendapat bahwa penerimaan terapis
(konselor) terhadap klien sebagai hal yang penting. Konselor
harus berkeinginan untuk menemani orang kemana saja
perasaannya membawa, tak peduli betapa kuat dalam destruktif
atau tak normal kelihatannya. Konselor harus memperbolehkan
klen merasa dia di terima sepertia apa adanya, tanpa
penilaian.
Cliened centered therapy meniadakan nilai diagnosa
praktek terapi standar. Juga meniadakan pandangan bahwa orang
di bentuk dan di tentukan oleh pengalaman masa lampaunya.
Konsep tersebut mengabaikan teknik yang melihat sebagai
tujuan terapi. Bukanya penyembuhan konvensional, tetapi
pertumbuhan. Atas alasan tersebut, Rogger melihat interaksi
ahli terapi dan klien, sebagai suatu hal dari relasi manusia
yang luas dan membantu perumbuhannya. Relasi yang membantu
(helping relationship) iala relasi dimana paling tidak satu
pihak dari pihak-pihak mempunyai keinginan memajukan
pertumbuhan, pengembangan, kematangan fungsi yang di
tinggalkan dan menghadapi kehidupan orang lain.
2.5 Relasi sebagai Terapi Hambatan Utama dan Penyebab
Kegagalan
Hambatan yang alami:
1. Belum disosialisasikannya keputusan dirjen
pelayanan medik tentang pelayanan buku pedoman
pelayanan reabilitasi mrdis di rumah sakit.
10
2. Pengakuan dan penerimaan pekerja sosial medis yang
masih rendah.
3. Kebijakan rumah sakit yang menyangkut uraian tugas
fungsipekerjaan sosial belum diikuti dengan perenanaan,
anggaran, dan reqruitment tenaga pekerja sosial medis
dengan rasio dan kualifikasi yang memadai
Penyebab kegagalan terapi obat :
Dosis yang kurang adekuat, kurangnya masa terapi,
kesalahan menetapkan etiologi, faktor pasien, gangguan
farmakokinetik, pemilihan obat yang tidak tepat dan lain-
lain adalah faktor-faktor yang dapat menjadi penyebab
timbulnya kegagalan terapi.
Dosis yang kurang adekuat menyebabkan tidak
tercapainya kadar minimum obat dalam darah untuk
menimbulkan efek. Kadar minimum obat dalam darah adalah
syarat yang harus dipenuhi agar obat dapat menimbulkan
efek yang diharapkan. Penggunaan obat-obatan dengan dosis
yang tidak adekuat tidak akan memberikan manfaat apapun
terhadap tubuh. Oleh karena itu diperlukan penetapan
dosis yang ideal untuk tiap individu. Penetapan dosis
berdasarkan luas permukaan tubuh adalah cara penetapan
dosis yang terbaik, namun bila tidak memungkinkan,
penetapan berdasarkan berat badan dan umur sudah cukup
memadai, yang mana penetapan berdasarkan berat badan
lebih utama daripada berdasarkan umur.
Kurangnya masa terapi juga menjadi faktor penentu
keberhasilan atau kegagalan pengobatan. Terutama untuk
11
obat-obat yang membutuhkan kadar yang konstan dalam darah
dan jaringan tubuh selama beberapa waktu sebelum akhirnya
memberikan hasil terapi yang positif. Antibiotika adalah
salah satu contoh obat yang membutuhkan masa terapi yang
lengkap untuk menghasilkan paparan konstan terhadap
bakteri jahat penyebab penyakit. Paparan yang konstan
akan menekan pertumbuhan sekaligus membunuh bakteri
penyebab penyakit hingga tuntas.
Kesalahan dalam menetapkan etiologi penyakit akan
menelurkan pengobatan yang tidak tepat dan tidak
rasional. Pengobatan tidak tepat hanya akan merugikan
pihak pengguna obat dalam hal ini adalah pihak pasien.
Selain itu, pengobatan yang tidak tepat juga tidak akan
memberikan kesembuhan kepada penderita, karena target
pengobatannya tidak tepat.
Kegagalan terapi juga dapat disebabkan oleh gangguan
farmakokinetik obat. Gangguan farmakokinetik dapat berupa
gangguan penyerapan obat pada tempat absorpsinya,
gangguan distribusi obat dalam tubuh, gangguan
metabolisme obat dan gangguan pengeluaran obat dari dalam
tubuh. Gangguan farmakokinetik akan memicu timbulnya
gangguan bioavailabilitas, yakni gangguan kadar obat
dalam dalam darah yang aktif dan siap memberikan efek
pengobatan. Penurunan bioavailabilitas dapat menyebabkan
berkurangnya efek terapi, sebaliknya bila
12
bioavailabilitas meningkat drastis, akan memicu munculnya
efek toksik (berbahaya) kepada tubuh.
Pemilihan obat juga menjadi salah satu penentu
keberhasilan atau kegagalan pengobatan. Pemilihan obat
harus berdasarkan etiologi penyakit dan faktor-faktor
lain yang harus turut dipertimbangkan.
faktor-faktor tersebut antara lain: umur pasien,
fungsi hati dan ginjal, penyakit lain yang diderita
pasien selain penyakit yang dijadikan target pengobatan,
obat-obatan yang sedang dikonsumsi serta keadaan biologis
pasien seperti masa kehamilan atau menyusui.
2.6 Kegagalan Relasi Penderita dan Faktor Utama
Kegagalan KomunikasiSalah satu penyumbang faktor yang terbesar terjadinya
ketidakpuasan pasien adalah masalah komunikasi yang
dibangun sewaktu tenaga kesehatan menggali informasi dari
pasien.dalam praktik medis disebut dengan anamnesis.
Beberapa fakta empiric yang sering diresahkan masyarakat
adalah sikap tenaga kesehatan yang kurang ramah, kurang
empati dan kurang mengayomi pasien-pasiennya.Pasien hanya
didibaratkan sebagai sebuah mesin yang tunduk pada perintah
tenaga kesehatan tanpa memperhatikan feedback langsung dari
lawan bicaranya.
Ketidaksempurnaan tenaga kesehatan dalam membangun
komunikasi terhadap pasien akan berakibat buruk terhadap
proses terapeutik yang dikelolanya nanti. Karena tak
13
jarang, tenaga kesehatan terlalu intervensif dalam
melakukan anamnesis.Seorang tenaga kesehatan menurut sebuah
penelitian di Amerika, umumnya menyela keluhan yang
disampaikan pasiennya setelah 22 detik.Artinya, tenaga
kesehatan sering tidak sabar menunggu Anda menyelesaikan
semua keluhan, dan lebih suka menghentikannya di tengah-
tengah pembicaraan.Padahal, jika tenaga kesehatan mau
bersikap lebih sabar sedikit saja terhadap pasiennya, dan
mendengarkan semua penjelasan yang disampaikan, hal itu
tidak memakan waktu lama. Penelitian yang dilakukan di
Swiss, menyimpulkan: Pasien rata-rata hanya butuh waktu dua menit
untuk menyelesaikan semua keluhan yang dirasakan. Menurut Dr. Wolf
Langewitz dari University Hospital di Basle, gejala serupa
hampir terjadi di semua negara.“Diperkirakan tenaga
kesehatan mengambil alih pembicaraan setelah 30
detik.Begitulah tenaga kesehatan akan memulai dengan
serangkaian pertanyaan dan jarang memberi kesempatan kepada
pasien untuk bicara.”
Seringnya kebiasaan menyela pembicaraan yang dilakukan
para tenaga kesehatan dapat mempengaruhi kualitas informasi
yang diperolehnya nanti.Pasien mungkin ingat ketika tenaga
kesehatan menyela pembicaraan mereka.Bisa jadi pasien
beranggapan bahwa ada yang salah dari apa-apa yang mereka
sampaikan, sementara tenaga kesehatan menghujani
pertanyaan-pertanyaan tertutup di saat yang kurang
tepat.Akibatnya, psikologis pasien bisa terganggu karena
hal-hal yang kurang bijak ini.
14
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Komunikasi kesehatan yaitu proses penyampaian pesan
kesehatan oleh komunikator melalui saluran/media
tertentu pada komunikan dengan tujuan untuk mendorong
perilaku manusia tercapainya kesejahteraan sebagai
kekuatan yang mengarah kepada keadaan (status) sehat
utuh secara fisik, mental (rohani) dan sosial.
2. Relasi merupakan istilah umum yang sering digunakan
untuk menggambarkan suatu hubungan kerja sam yang
dilakukan pihak tertentu.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan relasi
:
a. Kehangatan dan ketulusan
b. Pemahaman yang empatik
c. Perhatian positif yang tak bersyarat.
d. Sifat konkrit
e. Kesegeraan
f. Konfrontasi
4. Tipe-tipe relasi dalam pelayanan
a. Relasi Dokter dan Perawat.
b. Relasi Dokter dan Pasien.
c. Relasi Perawat dan Pasien.
d. Relasi Petugas Kesehatan dan Masyarakat.
3.2 Saran
16
Seperti yang diketahui, relasi dan komnikasi sangat
diperlukan di berbagai bidang terutama bidang kesahatan.
Relasi yang baik harus dibangun oleh dokter-perawat-pasien
untuk kesuksesan suatu proses pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA
http://ricobachtiar.wordpress.com/2009/07/22/penyebab-
kegagalan-terapi-obat/
https://books.google.co.id/books?
id=Ym2fAgAAQBAJ&pg=PA65&lpg=PA65&dq=relasi+sebagai+terapi&s
ource=bl&ots=CFlQo6KxuX&sig=86LtFYT5Kl46XsqRGFvSpvDDncY&hl=
id&sa=X&ei=jgGRVPrcOcKouwSxtYGgCw&redir_esc=y#v=onepage&q=r
elasi%20sebagai%20terapi&f=false
thewedokayu.blogspot.com/2011/03/makalah-komunikasi-
kesehatan-hubungan_10.html
17