makalah perpajakan

32
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Menurut Rochmat Soemitro dalam buku Pengantar Singkat Hukum Pajak (Eresco, Bandung, 1992) pajak adalah gejala masyarakat, artinya pajak hanya ada di dalam masyarakat. Masyarakat adalah kumpulan manusia yang pada suatu waktu berkumpul untuk tujuan tertentu. Negara adalah masyarakat yang mempunyai tujuan tertentu. Kelangsungan hidup negara juga berarti kelangsungan hidup masyarakat dan kepentingan masyarakat. Untuk kelangsungan hidup masing-masing diperlukan biaya. Biaya hidup individu, menjadi beban dari individu yang bersangkutan dan berasal dari penghasilannya sendiri. Biaya hidup negara adalah untuk kelangsungan alat-alat negara, administrasi negara, lembaga negara, dan seterusnya, dan harus dibiayai dari penghasilan negara. Pada mulanya pajak belum merupakan suatu pungutan, tetapi hanya merupakan pemberian sukarela oleh rakyat kepada raja dalam memelihara kepentingan negara, seperti menjaga keamanan negara, menyediakan jalan umum, membayar gaji pegawai dan lain-lain. Bagi penduduk yang tidak melakukan penyetoran maka ia diwajibkan melakukan pekerjaan-pekerjaan untuk kepentingan umum untuk beberapa hari lamanya dalam satu tahun. 1

Upload: feb-akuntansiunlam

Post on 18-Jan-2023

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Menurut Rochmat Soemitro dalam buku Pengantar Singkat Hukum

Pajak (Eresco, Bandung, 1992) pajak adalah gejala masyarakat,

artinya pajak hanya ada di dalam masyarakat. Masyarakat adalah

kumpulan manusia yang pada suatu waktu berkumpul untuk tujuan

tertentu. Negara adalah masyarakat yang mempunyai tujuan

tertentu. Kelangsungan hidup negara juga berarti kelangsungan

hidup masyarakat dan kepentingan masyarakat. Untuk kelangsungan

hidup masing-masing diperlukan biaya. Biaya hidup individu,

menjadi beban dari individu yang bersangkutan dan berasal dari

penghasilannya sendiri. Biaya hidup negara adalah untuk

kelangsungan alat-alat negara, administrasi negara, lembaga

negara, dan seterusnya, dan harus dibiayai dari penghasilan

negara.

Pada mulanya pajak belum merupakan suatu pungutan, tetapi

hanya merupakan pemberian sukarela oleh rakyat kepada raja dalam

memelihara kepentingan negara, seperti menjaga keamanan negara,

menyediakan jalan umum, membayar gaji pegawai dan lain-lain. Bagi

penduduk yang tidak melakukan penyetoran maka ia diwajibkan

melakukan pekerjaan-pekerjaan untuk kepentingan umum untuk

beberapa hari lamanya dalam satu tahun.

1

Penghasilan negara adalah berasal dari rakyatnya melalui

pungutan pajak, dan atau dari hasil kekayaan alam yang ada dalam

negara itu (natural resources). Dua sumber itu merupakan sumber

terpenting yang memberikan penghasilan kepada negara. Penghasilan

itu untuk membiayai kepentingan umum yang akhirnya juga mencakup

kepentingan pribadi individu seperti kesehatan masyarakat,

pendidikan, kesejahteraan dan sebagainya. Jadi, dimana ada

kepentingan masyarakat, disana timbul pungutan pajak sehingga

pajak adalah senyawa dengan kepentingan umum.

Pungutan pajak mengurangi penghasilan atau kekayaan individu

tetapi sebaliknya merupakan penghasilan masyarakat yang kemudian

di kembalikan lagi kepada masyarakat, melaui pengeluaran-

pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan yang akhirnya

kembali lagi kepada seluruh masyarakat yang bermanfaat bagi

rakyat, baik yang membayar maupun tidak.

Pajak mempunyai peran yang sangat penting bagi kehidupan

bernegara, khususnya didalam pembangunan karena pajak merupakan

sumber penghasilan negara untuk membiayai semua pengeluaran,

termasuk pengeluaran pembangunan. Sistem pemungutan pajak di

indonesia adalah Self Assessment System yang berarti wajib pajak

diberikan kepercayaan untuk memperhitungkan, menyetorkan, dan

melaporkan sendiri atas pajak yang terhutang terhadap negara.

Disamping cara Self Assessment System terdapat cara lain yaitu sistem

pemotongan (withholding system). Withholding System merupakan cara yang

paling mudah yang dilakukan pemerintah untuk memungut pajak,

yaitu dengan cara mewajibkan wajib pajak untuk melakukan pungutan

2

dan pemungutan pajaknya oleh pihak lain. Dengan cara ini maka

pemerintah tidak perlu mengeluarkan biaya yang besar untuk

memungut pajak.

Dalam pemungutan pajak subjek dan objek pajak harus jelas.

Oleh karena itu harus dikelola dengan baik dan benar sehingga

data wajib pajak sesuai. Selain itu, tarif pajak harus ditentukan

berdasarkan ketentuan yang berlaku saat itu. Dengan demikian para

wajib pajak dapat rutin dan patuh membayar pajak. Subjek pajak

adalah orang, badan atau kesatuan lainnya yang telah memenuhi

syarat-syarat subjektif, yaitu bertempat tinggal atau

berkedudukan di Indonesia. Subjek pajak baru menjadi wajib pajak

bila telah memenuhi syarat-syarat obyektif. Objek pajak adalah

apa yang dikenakan pajak. Mengingat penting dan strategisnya

objek pajak karena menyangkut apa yang dikenakan atau tidak

dikenakannya pajak atas objek dimaksud, sehingga dalam UU

perpajakan kita selalu dengan tegas dinyatakan apa yang menjadi

objek setiap jenis pajak.

B. RUMUSAN MASALAH

Dalam makalah ini terdapat permasalahan pajak yang harus

dipecahkan. Pajak menjadi salah satu sumber utama perkembangan

perekonomian suatu negara. Adapun masalah-masalah tersebut dapat

dirumuskan sebagai berikut :

1. Apa pengertian subjek dan objek pajak?

3

2. Bagaimana cara pengelolaan subjek dan objek pajak yang baik

dan benar?

3. Apakah yang dimaksud dengan tarif pajak?

C. TUJUAN

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai beikut :

1. Mengetahui apa saja yang menjadi subjek dan objek pajak.

2. Mengetahui cara pengelolaan subjek dan objek pajak yang baik

dan benar.

3. Mengetahui penentuan tarif pajak.

D. MANFAAT

1. Dapat mengetahui masalah perpajakan di Indonesia, terutama

tentang apa saja yang menjadi subjek dan objek pajak,

bagaimana cara pengelolaan subjek dan objek pajak yang baik

dan benar, serta mengetahui bagaimana penentuan tarif pajak di

Indonesia.

2. Dapat menjadi bahan pengetahuan bagi mahasiswa tentang

perpajakan.

4

BAB II

PEMBAHASAN

A. SUBJEK DAN OBJEK PAJAK

1. Subjek Pajak

Secara garis besar subjek pajak adalah pihak-pihak

(orang maupun badan) yang akan dikenakan pajak, sedangkan

objek pajak adalah segala sesuatu yang akan dikenakan

pajak. Wajib pajak adalah subjek pajak yang telah memenuhi

syarat-syarat objektif sehingga kepadanya diwajibkan pajak.

Dengan perkataan lain. Setiap wajib pajak adalah subjek

pajak.

Subjek pajak adalah orang, badan atau kesatuan lainnya

yang telah memenuhi syarat-syarat subjektif, yaitu5

bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia. Subjek

pajak baru menjadi wajib pajak bila telah memenuhi syarat-

syarat obyektif.

Subjek pajak tidak identik dengan subjek hukum, oleh

karena itu untuk menjadi subjek pajak tidak perlu menjadi

subjek hukum. Sehingga firma, perkumpulan, warisan yang

belum terbagi sebagai satu kesatuan dapat menjadi subjek

pajak. Demikian juga orang gila, anak yang masih di bawah

umur dapat menjadi subjek atau wajib pajak, tetapi untuk

mereka perlu ditunjuk orang atau wali yang dapat

dipertanggungjawabkan untuk memenuhi kewajiban-

kewajibannya.

a. Subjek Pajak dari Pajak Penghasilan (PPh)

Secara umum pengertian subjek pajak adalah siapa yang

dikenakan pajak. Secara praktik termasuk dalam pengertian

subjek pajak meliputi orang pribadi dan warisan yang belum

terbagi sebagai satu kesatuan, badan, dan bentuk usaha

tetap. Berdasarkan Pasal 2 ayat 1 UU No. 36 Tahun 2008,

Subjek pajak tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut :

1) Orang Pribadi dan Warisan yang Belum Terbagi sebagai

Satu Kesatuan Menggantikan yang Berhak

Kedudukan orang pribadi sebagai subjek pajak dapat

bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar

Indonesia. Orang pribadi tidak melihat batasan umur dan

6

juga jenjang sosial ekonomi, dengan kata lain berlaku sama

untuk semua (non dicrimination).

     Sedangkan warisan yang belum terbagi sebagai satu

kesatuan merupakan subjek pajak pengganti, menggantikan

menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris.

Penunjukan ahli warisan tersebut dimaksudkan agar pengenaan

pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut

tetap dapat dilakasanakan, demikian juga dengan tindakan

penagihan selanjutnya.

2) Badan

Badan adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan

kesatuan baik yang melakukan usaha atau tidak melakukan

usaha yang meliputi :

1. Perseroan Terbatas (PT)

2. Perseroan Komanditer

3. Perseroan atau perkumpulan lainnya

4. Badan usaha milik negara (BUMN) atau badan usaha milik

daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun.

5. Firma

6. Kongsi

7. Koperasi

8. Dana pensiun

9. Persekutuan

10. Yayasan

11. Organisasi massa

12. Organisasi sosial politik

7

13. Bentuk usaha tetap

14. Bentuk usaha lainnya.

3) Bentuk Usaha Tetap

     Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang

digunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal

di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183

hari dalam dalam jangka waktu 12 bulan, atau juga badan

yang didirkan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia

untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di

Indonesia, yang dapat berupa :

1. Tempat kedudukan manajemen

2. Cabang perusahaan

3. Kantor perwakilan

4. Gedung kantor

5. Pabrik

6. Bengkel

7. Pertambangan dan penggalian sumber alam

8. Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi

9. Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan atau

kehutanan

10. Gudang

11. Ruang untuk promosi atau penjualan

12. Proyek konstruksi, instalasi atau proyek perakitan

13. Pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau

oleh orang lain

8

14. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang

kedudukannya tidak bebas

15. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak

didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia

yang menerima premi atau menanggung resiko di Indonesia

16. Komputer, agen elektronik atau peralatan otomatis yang

dimiliki sewa atau digunakan oleh penyelenggara

transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha

melalui internet.

b. Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri

Subjek pajak penghasilan juga dikelompokkan menjadi

subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri.

Pengelompokkan tersebut diatur dalam pasal 2 ayat 2 UU No.

26 tahun 2008

1. Subjek pajak dalam negeri

Subjek pajak dalam negeri adalah subjek pajak yang

secara fisik memang berada atau bertempat tinggal atau

bertempat kedudukan di Indonesia. Secara praktis ini dapat

dilihat dalam ketentuan berikut :

a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang

pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia lebih dari

183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi

yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan

mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.

9

b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di

Indonesia.

c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan

menggantikan yang berhak.

2. Subjek Pajak Luar Negeri

Sedangkan yang termasuk sebagai subjek pajak luar negeri

adalah sebagai berikut :

a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia,

orang  pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari

183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang

tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di

Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan

kegiatan melalui bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.

b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia

atau pun berada di Indonesia, orang pribadi yang berada

di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka

waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak

berkedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau

memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari

menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk

usaha tetap di Indonesia.

Subjek pajak dalam negeri akan menjadi pajak apabila

telah menerima atau memperoleh penghasilan, sedangkan

subjek pajak luar negeri sekaligus menjadi wajib pajak

10

sehubungan dengan penghasilan yang diterima dari sumber

penghasilan di Indonesia atau di peroleh melalui badan

usaha tetap di Indonesia.

Perbedaan yang penting antara Wajib Pajak dalam negeri

dan Wajib Pajak Luar Negeri terletak dalam pemenuhan

kewajiban pajaknya, antara lain :

1) Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak atas penghasilan

baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia maupun

dari luar Indonesia, sedangkan Wajib Pajak luar negeri

dikenai pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari

sumber penghasilan di Indonesia.

2) Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak berdasarkan

penghasilan netto dengan tarif umum, sedangkan Wajib

Pajak luar negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan

bruto dengan tarif pajak sepadan.

3) Wajib Pajak dalam negeri wajib menyampaikan Surat

Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagai sarana

untuk menetapkan pajak yang terutang dalam suatu tahun

pajak, sedangkan Wajib Pajak luar negeri tidak wajib

memberitahukan Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan

karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan

pajak yang bersifat final.

Sebagaimana diketahui bahwa pajak penghasilan merupakan

jenis pajak subjektif yang kewajiban pajaknya melekat pada

subjek pajak yang bersangkutan, artinya kewajiban pajak

11

tidak dilimpahkan kepada subjek lainnya. Oleh karenanya,

penentuan saat di mulai dan berakhirnya kewajiban pajak

subjektif menjadi penting sebagaimana diatur dalam Pasal 2

A UU PPh, yaitu sebagai berikut :

1) Bagi Subjek pajak orang pribadi yang bertempat tinggal

di Indonesia, maka kewajiban pajak subjektifnya akan

dimulai pada saat ia lahir di Indonesia dan berakhir

saat meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk

selama-lamanya.

2) Bagi subjek pajak badan yang didirikan atau bertempat

kedudukan di Indonesia, maka kewajiban pajak

subjektifnya akan dimulai pada saat badan tersebut

didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia dan

berakhir saat di bubarkan atau tidak lagi berkedudukan

di Indonesia.

3) Bagi subjek pajak orang pribadi yang berada di Indonesia

tidak lebih dari 183 hari atau badan yang tidak

didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia yang

menjalankan usaha melalui badan usaha tetap di

Indonesia, dimulai saat orang pribadi atau badan

tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dan

berakhir saat tidak lagi menjalankan usaha atau

melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap.

4) Bagi subjek pajak orang pribadi yang tidak bertempat

tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak

lebih dari 183 hari atau badan yang tidak didirikan dan

12

tidak berkedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau

memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari

menjalankan usaha atau memperoleh penghasilan melakukan

kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia,

dimulai saat orang pribadi atau badan tersebut menerima

atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dan berakhir

saat tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan

tersebut.

5) Untuk warisan yang belum terbagi dan masih dalam satu

kesatuan menggantikan yang berhak, maka kewajiban pajak

subjektifnya dimulai pada saat timbulnya warisan, yaitu

pada saat pewaris meninggal dunia, Warisan yang belum

terbagi baru menjadi wajib pajak apabila warisan

tersebut mengeluarkan penghasilan Dan berakhirnya pajak

warisan tersebut setelah warisan selesai dibagi.  

c. Undang-undang tentang Pajak Penghasilan (PPh)

1. PPh pasal 21

Subyek PPh 21 adalah penerima penghasilan yang

dipotong oleh :

a. Pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium

tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan

sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oeh

pegawai atau bukan pegawai.

13

b. Bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah,

honorarium tunjangan dan pembayara lain sehubungan

dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan.

c. Dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang

pensiun dan pembayaran lain dengan nama apapun

dalam rangka pensiun.

d. Badan yang membayar honorarium atau pembayaran

lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa

termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan

bebas.

e. Penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran

sehubungan dengan pelaksanan suatu kegiatan

2. PPh Pasal 23

Subjek pajak PPh 23 adalah Wajib Pajak dalam

Negeri atau bentuk usaha tetap. Adapun objek pajak

PPh 23 yang dipotong pajak oleh pihak yang

membayarkan adalah :

a. Sebesar 15% dari jumlah bruto atas :

Dividen

Bunga

Royalti

Hadiah

b. Sebesar 2% dari jumlah bruto atas :

14

Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan

penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan

lain sehubungan dengan penggunaan harta yang

telah dikenai Pajak Penghasilan.

Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa

manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan

jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak

Penghasilan.

Sedangkan yang bukan termasuk objek Pajak PPh 23

adalah :

1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada

bank.

2. Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan

dengan sewa guna usaha dengan hak opsi.

3. Dividen yang diterima oleh orang pribadi.

4. Bagian laba.

5. Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh

koperasi kepada anggotanya.

6. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada

badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi

sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan yang

diatur dengan peraturan Menteri Keuangan.

3. PPh Pasal 26

15

Subjek pajak PPh 26 adalah badan pemerintah,

subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan,

bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar

negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain

bentuk usaha tetap di Indonesia.

Adapun objek pajak PPh 26 yang dipotong pajak oleh

pihak yang wajib membayarkan adalah :

1. Dividen

2. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan

sehubungan dengan jaminan pengembalian utang

3. Royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan

dengan penggunaan harta

4. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan

kegiatan

5. Hadiah dan penghargaan

6. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya

7. Premi swap san transaksi lindung nilai lainnya,

serta

8. Keuntungan karena pembebasan utang.

3. PPh Pasal 4 ayat 2

Objek PPh yang dapat dikenai pajak bersifat final

adalah :

a. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan

lainnya, bunga obligasi dan surat utang Negara,

16

dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi

kepada anggota koperasi orang pribadi.

b. Penghasilan berupa hadiah undian.

c. Penghasilan dari tansaksi saham dan sekuritas

lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan

di bursa dan transaksi penjualan saham atau

pengalihan penyertaan modal pada perusahaan

pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal

ventura.

d. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa

tanah dan atau bangunan, usaha jasa konstruksi,

usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau

bangunan.

3) Subjek Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak atas Penjualan

Barang Mewah (PPN-PPnBM)

1) Subyek Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Subyek PPN adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan

melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau

Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenakan pajak berdasarkan

UU PPN, tidak termasuk pengusaha kecil yang batasannya

ditetapkan Menteri Keuangan, kecuali pengusaha kecil

tersebut memilih untuk dikukuhkan menjadi PKP.

Berdasarkan PP No. 22 Tahun 1985, PP No.28 Tahun 1988

serta PP No. 75 Tahun 1991 yang dapat disebutkan

17

beberapa contoh yang termasuk pengusaha kena pajak

sebagai subjek PPN yaitu :  

a. Pabrik

b. Importir

c. Agen utama atau penyalur utama

d. Pengusaha pemegang hak atau menggunakan paten atau

merek dagang Barang Kena Pajak.

e. Pedagang besar

f. Eksportir

g. Pedagang eceran beras

h. Pemborong atau Kontraktor

i. Pengusaha jasa bidang komunikasi

j. Pengusaha jasa angkatan udara dalam negeri

k. Pengusaha lain yang ditetapkan oleh direktur jenderal

pajak

2) Subjek Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)

Subjek Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah PKP

yang menghasilkan BKP yang tergolong mewah dalam

lingkungan perusahaan atau pekerjaannya dan pengusaha

yang mengimpor barang yang tergolong mewah.

3) Subjek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Subjek PBB adalah orang atau badan yang secara nyata

mempunyai kewajiban untuk melunasi PBB sesuai dengan

ketentuan UU PBB. Subjek PBB baru akan melunasi utang

18

PBB apabila subjek PBB tersebut secara nyata mempunyai

hak atas bumi dan bangunan dan atau memperoleh manfaat

atas bumi dan bangunan tersebut. Hak-hak atas bumi dan

bangunan dalam PBB adalah mengacu pada ketentuan Undang-

undang Agraria yaitu ; Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak

Guna Usaha, Hak Pakai, dan Hak Pengelolaan.

4) Subjek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

(BPHTB)

Subjek  pajak BPHTB adalah orang pribadi atau badan

yang memperoleh hak atas Tanah dan/atau Bangunan.

2.      Objek Pajak

a. Objek Pajak Penghasilan (PPh)

Objek PPh adalah penghasilan itu sendiri. Penghasilan

sebagai objek pajak PPh diartikan secara luas didalam pasal

4 ayat (1) dan ayat (2) yaitu “setiap tambahan kemampuan

ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak baik yang berasal dari

Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi

atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan

nama dan dalam bentuk apapun.”

Menurut ketentuan UU No. 7 Tahun 1983 yang telah

diperbaharui oleh UU No. 36 Tahun 2008 pasal 4 ayat 1 yang

termasuk dalam penghasilan adalah :

1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau

jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah,

19

tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang

pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali

ditentukan lain dalam undang-undang ini.

2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan

penghargaan.

3. Laba usaha.

4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan

harta.

5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah

dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan

pengembalian pajak.

6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena

jaminan pengembalian utang.

7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk

dividen dari asuransi kepada pemegang polis, dan

pembagian sisa hasil usaha koperasi.

8. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.

9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan

harta.

10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.

11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai

dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan peraturan

pemerintah.

12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing.

13. Karena penilaian kembali aktiva

20

14. Premi asuransi yaitu iuran yang diterima atau diperoleh

perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari wajib

pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas

15. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan

yang belum dikenakan pajak

16. Penghasilan dari usaha berbasis syariah atau pun berupa

imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam undang-undang

yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara

perpajakan

17. Surplus Bank Indonesia.

b. Objek Pajak PPN

Objek pajak PPN sesuai dengan pasal 4 UU No. 8 tahun

1984 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 18

tahun 2000 adalah :

1. Penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean yang

dilakukan oleh pengusaha dengan syarat :

Barang berwujud atau tidak berwujud yang diserahkan

merupakan barang kena pajak

Penyerahan dilakukan di dalam daerah pabean

Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau

pekerjaannya.

2. Impor barang kena pajak

3. Penyerahan barang kena pajak yang dilakukan di dalam

daerah pabean oleh pengusaha dalam syarat :

Jasa yang diserahkan merupakan jasa kena pajak,

21

Penyerahan yang dilakukan harus di dalam daerah

pabean,

Penyerahan yang dilakukan harus dalam kegiatan usaha

atau pekerjaannya.

4. Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar

daerah pabean di dalam daerah pabean

5. Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di

dalam daerah pabean.

6. Ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak.

7. Objek PPN sesuai dengan pasal 16 c UU No. 8 tahun 1984

sebagaimana telaha diuah terakhir dengan UU No. 18 tahun

2000 yaitu, kegiatan membangun sendiri yang dilakukan

tidak di dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya,

oleh orang pribadi atau badan, baik yang hasilnya akan

digunakan sendiri atau pihak lain.

8. Objek PPN berdasar pasal 16 D UU No. 8 tahun 1984 yang

sebagaimana telah diubah terakhir degan UU No. 18 tahun

2000 yaitu, penyerahan aktiva oleh pengusaha kena pajak

yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan

sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat

dikreditkan.  

c. Objek Pajak PPn BM (Barang Mewah)

Menurut pasal 5 UU No. 8 tahun 1984 sebagaimana

telah diubah terakhir dengan UU No. 18 tahun 2000 yang

termasuk objek PPn BM adalah :

22

1. Penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah

yang dilakukan oleh penguasaha yang mengasilkan

barang kena pajak yang tergolong mewah tersebut di

dalam daerah pabean dalam kegiatan usaha atau

pekerjaannya.

2. Impor barang yang kena pajak yang tergolong mewah.

d. Objek Pajak Bumi dan Bangunan

Dalam Pajak Bumi dan Bangunan yang menjadi objek pajak

adalah bumi dan atau bangunan. Pengertian bumi disini

adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan

pedalaman, serta laut wilayah Indonesia, dan tubuh bumi

yang ada di bawahnya. Sementara itu, bangunan adalah

konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap

pada tanah atau perairan.

Termasuk dalam bangunan yang dapat dikenakan pajak

adalah :

1. Bangunan tempat tinggal (rumah)

2. Gedung kantor

3. Hotel

4. Pabrik

Semua ini merupakan satu kesatuan dengan kompleks

bangunan tersebut di atas, seperti :

1) Jalan lingkungan pabrik dan emplasemennya

2) Hotel

3) Kolam renang

23

4) Tempat penampungan/kilang minyak, air, dan gas, juga

pipa minyak, fasilitas lain yang memberikan manfaat.

Sedangkan objek pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi

dan Bangunan adalah objek pajak yang :

1) Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di

bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan

kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk

memperoleh keuntungan.

2) Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau

yang sejenis lainnya.

3) Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata,

taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh

desa, dan tanah Negara yang belum dibebani suatu hak.

4) Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi

internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.

e. Objek Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

(BPHTB)

Yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah

dan atau bangunan, meliputi :

1. Pemindahan hak karena :

Jual beli

Tukar menukar

Hibah

Hibah wasiat

24

Waris

Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya

Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan

Penunjukan pembeli dalam lelang

Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan

hukum tetap

Penggabungan usaha

Peleburan usaha

Pemekaran usaha

Hadiah.

2. Pemberian hak baru karena :

Kelanjutan pelepasan hak

Di luar pelepasan hak

Adapun yang dimaksud hak atas tanah diantaranya adalah :

Hak milik

Hak guna usaha

Hak guna bangunan

Hak pakai,

Hak milik atas satuan rumah susun

Hak pengelolaan.

Sedangkan objek pajak yang tidak dikenakan Bea Perolehan

Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah objek pajak yang

diperoleh :

25

1. Perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas

perlakuan timbal balik

2. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk

pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum

3. Badan atau perwakilan organisasi internasional yang

ditetapkan dengan keputusan Menteri dengan syarat tidak

menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di luar

fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi

tersebut

4. Orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena

perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama

5. Orang pribadi atau badan karena wakaf

6. Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk

kepentingan ibadah.

f. Objek pajak Bea Materai

Dokumen yang dikenakan bea materai adalah :

1. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat

dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian

mengenai perbuatan, kenyataan, atau keadaan yang

bersifat perdata.

2. Akta-akta notaris termasuk salinannya

3. Akta-akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta tanah

termasuk rangkap-rangkapnya

4. Surat yang memuat jumlah uang

26

5. Surat berharga seperti wesel, promes, aksep, dan cek,

serta

6. Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di

muka pengadilan, yaitu surat-surat biasa dan surat-surat

kerumah tanggaan, dan surat-surat yang semula tidak

dikenakan bea materai berdasarkan tujuannnya jika

digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang

lain, lain dari maksud semula.

B.       TARIF PAJAK

Salah satu syarat pemungutan pajak adalah keadilan, baik

keadilan dalam prinsip maupun keadilan dalam pelaksanaannya.

Dengan adanya keadilan, pemerintah dapat menciptakan keseimbangan

sosial, yang sangat penting untuk kesejahteraan masyarakat pada

umumnya. Penentuan tarif pajak merupakan salah satu cara untuk

mencapai keadilan. Tarif yang dikenal dan diterapkan selama ini

dapat dibedakan menjadi empat, adalah sebagai berikut :

1. Tarif Tetap

2. Tarif proporsional atau sebanding

3. Tarif progresif

4. Tarif degresif

TARIF TETAP

27

Tarif tetap adalah tarif pajak yang jumlah nominalnya tetap

walaupun dasar pengenaan pajaknya berbeda/berubah, sehingga

jumlah pajak yang terutang adalah tetap. Tarif ini diterapkan

dalam undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai (BM).

Dalam undang-undang Bea Materai, tarif digunakan adalah Bea

Materai dengan nilai nominal sebesar Rp 500 dan Rp 1.000. Nilai

nominal dalam perkembangannya selalu berubah-ubah. Berdasarkan PP

Nomor 7 Tahun 1995 tarif Bea Materai diatas dinaikkan menjadi Rp

1.000 dan Rp 2.000 yang selanjutnya dengan PP Nomor 24 Tahun 2000

tarifnya dinaikkan lagi menjadi Rp 3.000 dan Rp 6.000.

TARIF PROPORSIONAL

Tarif proporsional atau sebanding adalah tarif pemungutan

pajak yang menggunakan persentase tetap tanpa memperhatikan

jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak, sehingga jumlah

pajak yang terutang akan berubah secara proporsional/sebanding

dengan dasar pengenaan pajaknya. Dengan demikian semakin besar

jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak, akan semakin besar

pula jumlah pajak terutang (yang harus dibayar).

Contoh : Tarif PPN 10%

Dasar Pengenaan

Pajak

Tarif

PajakJumlah Pajak

Rp 10.000.000,00 10%

Rp

1.000.000,00Rp 20.000.000,00 10% Rp

28

2.000.000,00

Rp 30.000.000,00 10%

Rp

3.000.000,00

Rp 40.000.000,00 10%

Rp

4.000.000,00

TARIF PROGRESIF

Tarif progresif adalah tarif pemungutan pajak yang

persentasenya semakin besar bila jumlah yang dijadikan dasar

pengenaan pajak juga semakin besar, sehingga jumlah pajak yang

terutang akan berubah sesuai dengan perubahan tarif dan perubahan

dasar pengenaan pajaknya.

Contoh :

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif PajakUntuk penghasilan s/d Rp.

25.000.000

Di atas Rp. 25.000.000 s/d Rp.

50.000.000

Di atas Rp. 50.000.000 s/d Rp.

100.000.000

Di atas Rp. 100.000.000 s/d Rp.

200.000.000

Di atas Rp. 200.000.000 35%

5%

10%

15%

25%

35%

29

TARIF DEGRESIF

Tarif Degresif adalah tarif pemungutan pajak yang

persentasenya semakin kecil bila jumlah yang dijadikan dasar

pengenaan pajak semakin besar. Sekalipun persentasenya semakin

kecil, tidak berarti jumlah pajak yang terutang menjadi kecil,

tetapi bisa menjadi besar karena jumlah yang dijadikan dasar

pengenaan pajaknya juga semakin besar. Tarif ini tidak pernah

dipergunakan dalam praktik perundang-undangan perpajakan.

Contoh :

BAB III

PENUTUP30

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif PajakUntuk penghasilan s/d Rp.

10.000.000

Di atas Rp. 10.000.000 s/d Rp.

50.000.000

Di atas Rp. 50.000.000

30%

25%

15%

A.      KESIMPULAN

Subjek pajak adalah pihak-pihak (orang maupun badan) yang

akan dikenakan pajak, sedangkan objek pajak adalah segala sesuatu

yang yang akan dikenakan pajak. Wajib pajak adalah subjek pajak

yang telah memenuhi syarat-syarat objektif sehingga kepadanya

diwajibkan pajak.

Salah satu syarat pemungutan pajak adalah keadilan, baik

keadilan dalam prinsip maupun keadilan dalam pelaksanaannya.

Dengan adanya keadilan, pemerintah dapat menciptakan keseimbangan

sosial, yang sangat penting untuk kesejahteraan masyarakat pada

umumnya. Penentuan tarif pajak merupakan salah satu cara untuk

mencapai keadilan.

B.       SARAN

Penghasilan negara terbesar terutama negara kita Indonesia

adalah berasal dari pajak. Pajak memiliki peranan yang sangat

penting dalam pembangunan suatu negara khususnya Indonesia. Oleh

karena itu, pengelolaan pajak harus dikelola dengan baik dan

benar agar manfaatnya dapat dirasakan oleh rakyat. Selain itu

para wajib pajak juga harus rutin dalam membayar pajak demi

tercapainya pembangunan dan pertumbuhan  ekonomi bangsa

Indonesia. Oleh karena itu, sudah seharusnya kita sebagai warga

Negara Indonesia harus memahami apa-apa saja yang menjadi subjek

31

pajak, objek pajak, serta tarif pajak yang berlaku di Negara

Indonesia.Sehingga bisa dimanfaatkan dalam kehidupan

bermasyarakat dan menjadi warga Negara yang taat terhadap pajak.

DAFTAR PUSTAKA

Erly Suandi. 2011. Hukum Pajak. Edisi Kelima. Jakarta: Salemba

Empat.

Siti Resmi. Perpajakan Teori dan Kasus. Edisi Ketujuh Buku 1.

Jakarta: Salemba Empat.

32