makalah perpajakan
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Menurut Rochmat Soemitro dalam buku Pengantar Singkat Hukum
Pajak (Eresco, Bandung, 1992) pajak adalah gejala masyarakat,
artinya pajak hanya ada di dalam masyarakat. Masyarakat adalah
kumpulan manusia yang pada suatu waktu berkumpul untuk tujuan
tertentu. Negara adalah masyarakat yang mempunyai tujuan
tertentu. Kelangsungan hidup negara juga berarti kelangsungan
hidup masyarakat dan kepentingan masyarakat. Untuk kelangsungan
hidup masing-masing diperlukan biaya. Biaya hidup individu,
menjadi beban dari individu yang bersangkutan dan berasal dari
penghasilannya sendiri. Biaya hidup negara adalah untuk
kelangsungan alat-alat negara, administrasi negara, lembaga
negara, dan seterusnya, dan harus dibiayai dari penghasilan
negara.
Pada mulanya pajak belum merupakan suatu pungutan, tetapi
hanya merupakan pemberian sukarela oleh rakyat kepada raja dalam
memelihara kepentingan negara, seperti menjaga keamanan negara,
menyediakan jalan umum, membayar gaji pegawai dan lain-lain. Bagi
penduduk yang tidak melakukan penyetoran maka ia diwajibkan
melakukan pekerjaan-pekerjaan untuk kepentingan umum untuk
beberapa hari lamanya dalam satu tahun.
1
Penghasilan negara adalah berasal dari rakyatnya melalui
pungutan pajak, dan atau dari hasil kekayaan alam yang ada dalam
negara itu (natural resources). Dua sumber itu merupakan sumber
terpenting yang memberikan penghasilan kepada negara. Penghasilan
itu untuk membiayai kepentingan umum yang akhirnya juga mencakup
kepentingan pribadi individu seperti kesehatan masyarakat,
pendidikan, kesejahteraan dan sebagainya. Jadi, dimana ada
kepentingan masyarakat, disana timbul pungutan pajak sehingga
pajak adalah senyawa dengan kepentingan umum.
Pungutan pajak mengurangi penghasilan atau kekayaan individu
tetapi sebaliknya merupakan penghasilan masyarakat yang kemudian
di kembalikan lagi kepada masyarakat, melaui pengeluaran-
pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan yang akhirnya
kembali lagi kepada seluruh masyarakat yang bermanfaat bagi
rakyat, baik yang membayar maupun tidak.
Pajak mempunyai peran yang sangat penting bagi kehidupan
bernegara, khususnya didalam pembangunan karena pajak merupakan
sumber penghasilan negara untuk membiayai semua pengeluaran,
termasuk pengeluaran pembangunan. Sistem pemungutan pajak di
indonesia adalah Self Assessment System yang berarti wajib pajak
diberikan kepercayaan untuk memperhitungkan, menyetorkan, dan
melaporkan sendiri atas pajak yang terhutang terhadap negara.
Disamping cara Self Assessment System terdapat cara lain yaitu sistem
pemotongan (withholding system). Withholding System merupakan cara yang
paling mudah yang dilakukan pemerintah untuk memungut pajak,
yaitu dengan cara mewajibkan wajib pajak untuk melakukan pungutan
2
dan pemungutan pajaknya oleh pihak lain. Dengan cara ini maka
pemerintah tidak perlu mengeluarkan biaya yang besar untuk
memungut pajak.
Dalam pemungutan pajak subjek dan objek pajak harus jelas.
Oleh karena itu harus dikelola dengan baik dan benar sehingga
data wajib pajak sesuai. Selain itu, tarif pajak harus ditentukan
berdasarkan ketentuan yang berlaku saat itu. Dengan demikian para
wajib pajak dapat rutin dan patuh membayar pajak. Subjek pajak
adalah orang, badan atau kesatuan lainnya yang telah memenuhi
syarat-syarat subjektif, yaitu bertempat tinggal atau
berkedudukan di Indonesia. Subjek pajak baru menjadi wajib pajak
bila telah memenuhi syarat-syarat obyektif. Objek pajak adalah
apa yang dikenakan pajak. Mengingat penting dan strategisnya
objek pajak karena menyangkut apa yang dikenakan atau tidak
dikenakannya pajak atas objek dimaksud, sehingga dalam UU
perpajakan kita selalu dengan tegas dinyatakan apa yang menjadi
objek setiap jenis pajak.
B. RUMUSAN MASALAH
Dalam makalah ini terdapat permasalahan pajak yang harus
dipecahkan. Pajak menjadi salah satu sumber utama perkembangan
perekonomian suatu negara. Adapun masalah-masalah tersebut dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1. Apa pengertian subjek dan objek pajak?
3
2. Bagaimana cara pengelolaan subjek dan objek pajak yang baik
dan benar?
3. Apakah yang dimaksud dengan tarif pajak?
C. TUJUAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai beikut :
1. Mengetahui apa saja yang menjadi subjek dan objek pajak.
2. Mengetahui cara pengelolaan subjek dan objek pajak yang baik
dan benar.
3. Mengetahui penentuan tarif pajak.
D. MANFAAT
1. Dapat mengetahui masalah perpajakan di Indonesia, terutama
tentang apa saja yang menjadi subjek dan objek pajak,
bagaimana cara pengelolaan subjek dan objek pajak yang baik
dan benar, serta mengetahui bagaimana penentuan tarif pajak di
Indonesia.
2. Dapat menjadi bahan pengetahuan bagi mahasiswa tentang
perpajakan.
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. SUBJEK DAN OBJEK PAJAK
1. Subjek Pajak
Secara garis besar subjek pajak adalah pihak-pihak
(orang maupun badan) yang akan dikenakan pajak, sedangkan
objek pajak adalah segala sesuatu yang akan dikenakan
pajak. Wajib pajak adalah subjek pajak yang telah memenuhi
syarat-syarat objektif sehingga kepadanya diwajibkan pajak.
Dengan perkataan lain. Setiap wajib pajak adalah subjek
pajak.
Subjek pajak adalah orang, badan atau kesatuan lainnya
yang telah memenuhi syarat-syarat subjektif, yaitu5
bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia. Subjek
pajak baru menjadi wajib pajak bila telah memenuhi syarat-
syarat obyektif.
Subjek pajak tidak identik dengan subjek hukum, oleh
karena itu untuk menjadi subjek pajak tidak perlu menjadi
subjek hukum. Sehingga firma, perkumpulan, warisan yang
belum terbagi sebagai satu kesatuan dapat menjadi subjek
pajak. Demikian juga orang gila, anak yang masih di bawah
umur dapat menjadi subjek atau wajib pajak, tetapi untuk
mereka perlu ditunjuk orang atau wali yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk memenuhi kewajiban-
kewajibannya.
a. Subjek Pajak dari Pajak Penghasilan (PPh)
Secara umum pengertian subjek pajak adalah siapa yang
dikenakan pajak. Secara praktik termasuk dalam pengertian
subjek pajak meliputi orang pribadi dan warisan yang belum
terbagi sebagai satu kesatuan, badan, dan bentuk usaha
tetap. Berdasarkan Pasal 2 ayat 1 UU No. 36 Tahun 2008,
Subjek pajak tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut :
1) Orang Pribadi dan Warisan yang Belum Terbagi sebagai
Satu Kesatuan Menggantikan yang Berhak
Kedudukan orang pribadi sebagai subjek pajak dapat
bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar
Indonesia. Orang pribadi tidak melihat batasan umur dan
6
juga jenjang sosial ekonomi, dengan kata lain berlaku sama
untuk semua (non dicrimination).
Sedangkan warisan yang belum terbagi sebagai satu
kesatuan merupakan subjek pajak pengganti, menggantikan
menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris.
Penunjukan ahli warisan tersebut dimaksudkan agar pengenaan
pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut
tetap dapat dilakasanakan, demikian juga dengan tindakan
penagihan selanjutnya.
2) Badan
Badan adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha atau tidak melakukan
usaha yang meliputi :
1. Perseroan Terbatas (PT)
2. Perseroan Komanditer
3. Perseroan atau perkumpulan lainnya
4. Badan usaha milik negara (BUMN) atau badan usaha milik
daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun.
5. Firma
6. Kongsi
7. Koperasi
8. Dana pensiun
9. Persekutuan
10. Yayasan
11. Organisasi massa
12. Organisasi sosial politik
7
13. Bentuk usaha tetap
14. Bentuk usaha lainnya.
3) Bentuk Usaha Tetap
Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang
digunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal
di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183
hari dalam dalam jangka waktu 12 bulan, atau juga badan
yang didirkan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia
untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di
Indonesia, yang dapat berupa :
1. Tempat kedudukan manajemen
2. Cabang perusahaan
3. Kantor perwakilan
4. Gedung kantor
5. Pabrik
6. Bengkel
7. Pertambangan dan penggalian sumber alam
8. Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi
9. Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan atau
kehutanan
10. Gudang
11. Ruang untuk promosi atau penjualan
12. Proyek konstruksi, instalasi atau proyek perakitan
13. Pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau
oleh orang lain
8
14. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang
kedudukannya tidak bebas
15. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia
yang menerima premi atau menanggung resiko di Indonesia
16. Komputer, agen elektronik atau peralatan otomatis yang
dimiliki sewa atau digunakan oleh penyelenggara
transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha
melalui internet.
b. Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri
Subjek pajak penghasilan juga dikelompokkan menjadi
subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri.
Pengelompokkan tersebut diatur dalam pasal 2 ayat 2 UU No.
26 tahun 2008
1. Subjek pajak dalam negeri
Subjek pajak dalam negeri adalah subjek pajak yang
secara fisik memang berada atau bertempat tinggal atau
bertempat kedudukan di Indonesia. Secara praktis ini dapat
dilihat dalam ketentuan berikut :
a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang
pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia lebih dari
183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi
yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan
mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
9
b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di
Indonesia.
c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan
menggantikan yang berhak.
2. Subjek Pajak Luar Negeri
Sedangkan yang termasuk sebagai subjek pajak luar negeri
adalah sebagai berikut :
a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia,
orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari
183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang
tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.
b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia
atau pun berada di Indonesia, orang pribadi yang berada
di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka
waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak
berkedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk
usaha tetap di Indonesia.
Subjek pajak dalam negeri akan menjadi pajak apabila
telah menerima atau memperoleh penghasilan, sedangkan
subjek pajak luar negeri sekaligus menjadi wajib pajak
10
sehubungan dengan penghasilan yang diterima dari sumber
penghasilan di Indonesia atau di peroleh melalui badan
usaha tetap di Indonesia.
Perbedaan yang penting antara Wajib Pajak dalam negeri
dan Wajib Pajak Luar Negeri terletak dalam pemenuhan
kewajiban pajaknya, antara lain :
1) Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak atas penghasilan
baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia maupun
dari luar Indonesia, sedangkan Wajib Pajak luar negeri
dikenai pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari
sumber penghasilan di Indonesia.
2) Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak berdasarkan
penghasilan netto dengan tarif umum, sedangkan Wajib
Pajak luar negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan
bruto dengan tarif pajak sepadan.
3) Wajib Pajak dalam negeri wajib menyampaikan Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagai sarana
untuk menetapkan pajak yang terutang dalam suatu tahun
pajak, sedangkan Wajib Pajak luar negeri tidak wajib
memberitahukan Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan
pajak yang bersifat final.
Sebagaimana diketahui bahwa pajak penghasilan merupakan
jenis pajak subjektif yang kewajiban pajaknya melekat pada
subjek pajak yang bersangkutan, artinya kewajiban pajak
11
tidak dilimpahkan kepada subjek lainnya. Oleh karenanya,
penentuan saat di mulai dan berakhirnya kewajiban pajak
subjektif menjadi penting sebagaimana diatur dalam Pasal 2
A UU PPh, yaitu sebagai berikut :
1) Bagi Subjek pajak orang pribadi yang bertempat tinggal
di Indonesia, maka kewajiban pajak subjektifnya akan
dimulai pada saat ia lahir di Indonesia dan berakhir
saat meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk
selama-lamanya.
2) Bagi subjek pajak badan yang didirikan atau bertempat
kedudukan di Indonesia, maka kewajiban pajak
subjektifnya akan dimulai pada saat badan tersebut
didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia dan
berakhir saat di bubarkan atau tidak lagi berkedudukan
di Indonesia.
3) Bagi subjek pajak orang pribadi yang berada di Indonesia
tidak lebih dari 183 hari atau badan yang tidak
didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia yang
menjalankan usaha melalui badan usaha tetap di
Indonesia, dimulai saat orang pribadi atau badan
tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dan
berakhir saat tidak lagi menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap.
4) Bagi subjek pajak orang pribadi yang tidak bertempat
tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak
lebih dari 183 hari atau badan yang tidak didirikan dan
12
tidak berkedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari
menjalankan usaha atau memperoleh penghasilan melakukan
kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia,
dimulai saat orang pribadi atau badan tersebut menerima
atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dan berakhir
saat tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan
tersebut.
5) Untuk warisan yang belum terbagi dan masih dalam satu
kesatuan menggantikan yang berhak, maka kewajiban pajak
subjektifnya dimulai pada saat timbulnya warisan, yaitu
pada saat pewaris meninggal dunia, Warisan yang belum
terbagi baru menjadi wajib pajak apabila warisan
tersebut mengeluarkan penghasilan Dan berakhirnya pajak
warisan tersebut setelah warisan selesai dibagi.
c. Undang-undang tentang Pajak Penghasilan (PPh)
1. PPh pasal 21
Subyek PPh 21 adalah penerima penghasilan yang
dipotong oleh :
a. Pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium
tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oeh
pegawai atau bukan pegawai.
13
b. Bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah,
honorarium tunjangan dan pembayara lain sehubungan
dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan.
c. Dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang
pensiun dan pembayaran lain dengan nama apapun
dalam rangka pensiun.
d. Badan yang membayar honorarium atau pembayaran
lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa
termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan
bebas.
e. Penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran
sehubungan dengan pelaksanan suatu kegiatan
2. PPh Pasal 23
Subjek pajak PPh 23 adalah Wajib Pajak dalam
Negeri atau bentuk usaha tetap. Adapun objek pajak
PPh 23 yang dipotong pajak oleh pihak yang
membayarkan adalah :
a. Sebesar 15% dari jumlah bruto atas :
Dividen
Bunga
Royalti
Hadiah
b. Sebesar 2% dari jumlah bruto atas :
14
Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan
lain sehubungan dengan penggunaan harta yang
telah dikenai Pajak Penghasilan.
Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa
manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan
jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak
Penghasilan.
Sedangkan yang bukan termasuk objek Pajak PPh 23
adalah :
1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada
bank.
2. Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan
dengan sewa guna usaha dengan hak opsi.
3. Dividen yang diterima oleh orang pribadi.
4. Bagian laba.
5. Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh
koperasi kepada anggotanya.
6. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada
badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi
sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan yang
diatur dengan peraturan Menteri Keuangan.
3. PPh Pasal 26
15
Subjek pajak PPh 26 adalah badan pemerintah,
subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan,
bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar
negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain
bentuk usaha tetap di Indonesia.
Adapun objek pajak PPh 26 yang dipotong pajak oleh
pihak yang wajib membayarkan adalah :
1. Dividen
2. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan
sehubungan dengan jaminan pengembalian utang
3. Royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan
dengan penggunaan harta
4. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan
kegiatan
5. Hadiah dan penghargaan
6. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
7. Premi swap san transaksi lindung nilai lainnya,
serta
8. Keuntungan karena pembebasan utang.
3. PPh Pasal 4 ayat 2
Objek PPh yang dapat dikenai pajak bersifat final
adalah :
a. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan
lainnya, bunga obligasi dan surat utang Negara,
16
dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi
kepada anggota koperasi orang pribadi.
b. Penghasilan berupa hadiah undian.
c. Penghasilan dari tansaksi saham dan sekuritas
lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan
di bursa dan transaksi penjualan saham atau
pengalihan penyertaan modal pada perusahaan
pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal
ventura.
d. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa
tanah dan atau bangunan, usaha jasa konstruksi,
usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau
bangunan.
3) Subjek Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak atas Penjualan
Barang Mewah (PPN-PPnBM)
1) Subyek Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Subyek PPN adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau
Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenakan pajak berdasarkan
UU PPN, tidak termasuk pengusaha kecil yang batasannya
ditetapkan Menteri Keuangan, kecuali pengusaha kecil
tersebut memilih untuk dikukuhkan menjadi PKP.
Berdasarkan PP No. 22 Tahun 1985, PP No.28 Tahun 1988
serta PP No. 75 Tahun 1991 yang dapat disebutkan
17
beberapa contoh yang termasuk pengusaha kena pajak
sebagai subjek PPN yaitu :
a. Pabrik
b. Importir
c. Agen utama atau penyalur utama
d. Pengusaha pemegang hak atau menggunakan paten atau
merek dagang Barang Kena Pajak.
e. Pedagang besar
f. Eksportir
g. Pedagang eceran beras
h. Pemborong atau Kontraktor
i. Pengusaha jasa bidang komunikasi
j. Pengusaha jasa angkatan udara dalam negeri
k. Pengusaha lain yang ditetapkan oleh direktur jenderal
pajak
2) Subjek Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
Subjek Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah PKP
yang menghasilkan BKP yang tergolong mewah dalam
lingkungan perusahaan atau pekerjaannya dan pengusaha
yang mengimpor barang yang tergolong mewah.
3) Subjek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Subjek PBB adalah orang atau badan yang secara nyata
mempunyai kewajiban untuk melunasi PBB sesuai dengan
ketentuan UU PBB. Subjek PBB baru akan melunasi utang
18
PBB apabila subjek PBB tersebut secara nyata mempunyai
hak atas bumi dan bangunan dan atau memperoleh manfaat
atas bumi dan bangunan tersebut. Hak-hak atas bumi dan
bangunan dalam PBB adalah mengacu pada ketentuan Undang-
undang Agraria yaitu ; Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak
Guna Usaha, Hak Pakai, dan Hak Pengelolaan.
4) Subjek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB)
Subjek pajak BPHTB adalah orang pribadi atau badan
yang memperoleh hak atas Tanah dan/atau Bangunan.
2. Objek Pajak
a. Objek Pajak Penghasilan (PPh)
Objek PPh adalah penghasilan itu sendiri. Penghasilan
sebagai objek pajak PPh diartikan secara luas didalam pasal
4 ayat (1) dan ayat (2) yaitu “setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi
atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan
nama dan dalam bentuk apapun.”
Menurut ketentuan UU No. 7 Tahun 1983 yang telah
diperbaharui oleh UU No. 36 Tahun 2008 pasal 4 ayat 1 yang
termasuk dalam penghasilan adalah :
1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau
jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah,
19
tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang
pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali
ditentukan lain dalam undang-undang ini.
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan
penghargaan.
3. Laba usaha.
4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan
harta.
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah
dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan
pengembalian pajak.
6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena
jaminan pengembalian utang.
7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk
dividen dari asuransi kepada pemegang polis, dan
pembagian sisa hasil usaha koperasi.
8. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta.
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai
dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan peraturan
pemerintah.
12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing.
13. Karena penilaian kembali aktiva
20
14. Premi asuransi yaitu iuran yang diterima atau diperoleh
perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari wajib
pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
15. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan
yang belum dikenakan pajak
16. Penghasilan dari usaha berbasis syariah atau pun berupa
imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam undang-undang
yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara
perpajakan
17. Surplus Bank Indonesia.
b. Objek Pajak PPN
Objek pajak PPN sesuai dengan pasal 4 UU No. 8 tahun
1984 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 18
tahun 2000 adalah :
1. Penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean yang
dilakukan oleh pengusaha dengan syarat :
Barang berwujud atau tidak berwujud yang diserahkan
merupakan barang kena pajak
Penyerahan dilakukan di dalam daerah pabean
Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau
pekerjaannya.
2. Impor barang kena pajak
3. Penyerahan barang kena pajak yang dilakukan di dalam
daerah pabean oleh pengusaha dalam syarat :
Jasa yang diserahkan merupakan jasa kena pajak,
21
Penyerahan yang dilakukan harus di dalam daerah
pabean,
Penyerahan yang dilakukan harus dalam kegiatan usaha
atau pekerjaannya.
4. Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar
daerah pabean di dalam daerah pabean
5. Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di
dalam daerah pabean.
6. Ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak.
7. Objek PPN sesuai dengan pasal 16 c UU No. 8 tahun 1984
sebagaimana telaha diuah terakhir dengan UU No. 18 tahun
2000 yaitu, kegiatan membangun sendiri yang dilakukan
tidak di dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya,
oleh orang pribadi atau badan, baik yang hasilnya akan
digunakan sendiri atau pihak lain.
8. Objek PPN berdasar pasal 16 D UU No. 8 tahun 1984 yang
sebagaimana telah diubah terakhir degan UU No. 18 tahun
2000 yaitu, penyerahan aktiva oleh pengusaha kena pajak
yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan
sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat
dikreditkan.
c. Objek Pajak PPn BM (Barang Mewah)
Menurut pasal 5 UU No. 8 tahun 1984 sebagaimana
telah diubah terakhir dengan UU No. 18 tahun 2000 yang
termasuk objek PPn BM adalah :
22
1. Penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah
yang dilakukan oleh penguasaha yang mengasilkan
barang kena pajak yang tergolong mewah tersebut di
dalam daerah pabean dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya.
2. Impor barang yang kena pajak yang tergolong mewah.
d. Objek Pajak Bumi dan Bangunan
Dalam Pajak Bumi dan Bangunan yang menjadi objek pajak
adalah bumi dan atau bangunan. Pengertian bumi disini
adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan
pedalaman, serta laut wilayah Indonesia, dan tubuh bumi
yang ada di bawahnya. Sementara itu, bangunan adalah
konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap
pada tanah atau perairan.
Termasuk dalam bangunan yang dapat dikenakan pajak
adalah :
1. Bangunan tempat tinggal (rumah)
2. Gedung kantor
3. Hotel
4. Pabrik
Semua ini merupakan satu kesatuan dengan kompleks
bangunan tersebut di atas, seperti :
1) Jalan lingkungan pabrik dan emplasemennya
2) Hotel
3) Kolam renang
23
4) Tempat penampungan/kilang minyak, air, dan gas, juga
pipa minyak, fasilitas lain yang memberikan manfaat.
Sedangkan objek pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi
dan Bangunan adalah objek pajak yang :
1) Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di
bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan
kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk
memperoleh keuntungan.
2) Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau
yang sejenis lainnya.
3) Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata,
taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh
desa, dan tanah Negara yang belum dibebani suatu hak.
4) Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi
internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.
e. Objek Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB)
Yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah
dan atau bangunan, meliputi :
1. Pemindahan hak karena :
Jual beli
Tukar menukar
Hibah
Hibah wasiat
24
Waris
Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya
Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan
Penunjukan pembeli dalam lelang
Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan
hukum tetap
Penggabungan usaha
Peleburan usaha
Pemekaran usaha
Hadiah.
2. Pemberian hak baru karena :
Kelanjutan pelepasan hak
Di luar pelepasan hak
Adapun yang dimaksud hak atas tanah diantaranya adalah :
Hak milik
Hak guna usaha
Hak guna bangunan
Hak pakai,
Hak milik atas satuan rumah susun
Hak pengelolaan.
Sedangkan objek pajak yang tidak dikenakan Bea Perolehan
Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah objek pajak yang
diperoleh :
25
1. Perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas
perlakuan timbal balik
2. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk
pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum
3. Badan atau perwakilan organisasi internasional yang
ditetapkan dengan keputusan Menteri dengan syarat tidak
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di luar
fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi
tersebut
4. Orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena
perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama
5. Orang pribadi atau badan karena wakaf
6. Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk
kepentingan ibadah.
f. Objek pajak Bea Materai
Dokumen yang dikenakan bea materai adalah :
1. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat
dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian
mengenai perbuatan, kenyataan, atau keadaan yang
bersifat perdata.
2. Akta-akta notaris termasuk salinannya
3. Akta-akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta tanah
termasuk rangkap-rangkapnya
4. Surat yang memuat jumlah uang
26
5. Surat berharga seperti wesel, promes, aksep, dan cek,
serta
6. Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di
muka pengadilan, yaitu surat-surat biasa dan surat-surat
kerumah tanggaan, dan surat-surat yang semula tidak
dikenakan bea materai berdasarkan tujuannnya jika
digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang
lain, lain dari maksud semula.
B. TARIF PAJAK
Salah satu syarat pemungutan pajak adalah keadilan, baik
keadilan dalam prinsip maupun keadilan dalam pelaksanaannya.
Dengan adanya keadilan, pemerintah dapat menciptakan keseimbangan
sosial, yang sangat penting untuk kesejahteraan masyarakat pada
umumnya. Penentuan tarif pajak merupakan salah satu cara untuk
mencapai keadilan. Tarif yang dikenal dan diterapkan selama ini
dapat dibedakan menjadi empat, adalah sebagai berikut :
1. Tarif Tetap
2. Tarif proporsional atau sebanding
3. Tarif progresif
4. Tarif degresif
TARIF TETAP
27
Tarif tetap adalah tarif pajak yang jumlah nominalnya tetap
walaupun dasar pengenaan pajaknya berbeda/berubah, sehingga
jumlah pajak yang terutang adalah tetap. Tarif ini diterapkan
dalam undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai (BM).
Dalam undang-undang Bea Materai, tarif digunakan adalah Bea
Materai dengan nilai nominal sebesar Rp 500 dan Rp 1.000. Nilai
nominal dalam perkembangannya selalu berubah-ubah. Berdasarkan PP
Nomor 7 Tahun 1995 tarif Bea Materai diatas dinaikkan menjadi Rp
1.000 dan Rp 2.000 yang selanjutnya dengan PP Nomor 24 Tahun 2000
tarifnya dinaikkan lagi menjadi Rp 3.000 dan Rp 6.000.
TARIF PROPORSIONAL
Tarif proporsional atau sebanding adalah tarif pemungutan
pajak yang menggunakan persentase tetap tanpa memperhatikan
jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak, sehingga jumlah
pajak yang terutang akan berubah secara proporsional/sebanding
dengan dasar pengenaan pajaknya. Dengan demikian semakin besar
jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak, akan semakin besar
pula jumlah pajak terutang (yang harus dibayar).
Contoh : Tarif PPN 10%
Dasar Pengenaan
Pajak
Tarif
PajakJumlah Pajak
Rp 10.000.000,00 10%
Rp
1.000.000,00Rp 20.000.000,00 10% Rp
28
2.000.000,00
Rp 30.000.000,00 10%
Rp
3.000.000,00
Rp 40.000.000,00 10%
Rp
4.000.000,00
TARIF PROGRESIF
Tarif progresif adalah tarif pemungutan pajak yang
persentasenya semakin besar bila jumlah yang dijadikan dasar
pengenaan pajak juga semakin besar, sehingga jumlah pajak yang
terutang akan berubah sesuai dengan perubahan tarif dan perubahan
dasar pengenaan pajaknya.
Contoh :
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif PajakUntuk penghasilan s/d Rp.
25.000.000
Di atas Rp. 25.000.000 s/d Rp.
50.000.000
Di atas Rp. 50.000.000 s/d Rp.
100.000.000
Di atas Rp. 100.000.000 s/d Rp.
200.000.000
Di atas Rp. 200.000.000 35%
5%
10%
15%
25%
35%
29
TARIF DEGRESIF
Tarif Degresif adalah tarif pemungutan pajak yang
persentasenya semakin kecil bila jumlah yang dijadikan dasar
pengenaan pajak semakin besar. Sekalipun persentasenya semakin
kecil, tidak berarti jumlah pajak yang terutang menjadi kecil,
tetapi bisa menjadi besar karena jumlah yang dijadikan dasar
pengenaan pajaknya juga semakin besar. Tarif ini tidak pernah
dipergunakan dalam praktik perundang-undangan perpajakan.
Contoh :
BAB III
PENUTUP30
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif PajakUntuk penghasilan s/d Rp.
10.000.000
Di atas Rp. 10.000.000 s/d Rp.
50.000.000
Di atas Rp. 50.000.000
30%
25%
15%
A. KESIMPULAN
Subjek pajak adalah pihak-pihak (orang maupun badan) yang
akan dikenakan pajak, sedangkan objek pajak adalah segala sesuatu
yang yang akan dikenakan pajak. Wajib pajak adalah subjek pajak
yang telah memenuhi syarat-syarat objektif sehingga kepadanya
diwajibkan pajak.
Salah satu syarat pemungutan pajak adalah keadilan, baik
keadilan dalam prinsip maupun keadilan dalam pelaksanaannya.
Dengan adanya keadilan, pemerintah dapat menciptakan keseimbangan
sosial, yang sangat penting untuk kesejahteraan masyarakat pada
umumnya. Penentuan tarif pajak merupakan salah satu cara untuk
mencapai keadilan.
B. SARAN
Penghasilan negara terbesar terutama negara kita Indonesia
adalah berasal dari pajak. Pajak memiliki peranan yang sangat
penting dalam pembangunan suatu negara khususnya Indonesia. Oleh
karena itu, pengelolaan pajak harus dikelola dengan baik dan
benar agar manfaatnya dapat dirasakan oleh rakyat. Selain itu
para wajib pajak juga harus rutin dalam membayar pajak demi
tercapainya pembangunan dan pertumbuhan ekonomi bangsa
Indonesia. Oleh karena itu, sudah seharusnya kita sebagai warga
Negara Indonesia harus memahami apa-apa saja yang menjadi subjek
31
pajak, objek pajak, serta tarif pajak yang berlaku di Negara
Indonesia.Sehingga bisa dimanfaatkan dalam kehidupan
bermasyarakat dan menjadi warga Negara yang taat terhadap pajak.
DAFTAR PUSTAKA
Erly Suandi. 2011. Hukum Pajak. Edisi Kelima. Jakarta: Salemba
Empat.
Siti Resmi. Perpajakan Teori dan Kasus. Edisi Ketujuh Buku 1.
Jakarta: Salemba Empat.
32