makalah aqidah
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nilai suatu ilmu itu ditentukan oleh kandungan ilmu
tersebut. Semakin besar dan bermanfaat nilainya semakin
penting untuk dipelajarinya. Ilmu yang paling penting
adalah ilmu yang mengenalkan kita kepada Allah SWT, Sang
Pencipta. Sehingga orang yang tidak kenal Allah SWT
disebut kafir meskipun dia Profesor Doktor, pada
hakekatnya dia bodoh. Adakah yang lebih bodoh daripada
orang yang tidak mengenal yang menciptakannya?
Allah menciptakan manusia dengan seindah-indahnya
dan selengkap-lengkapnya dibanding dengan makhluk /
ciptaan lainnya. Kemudian Allah bimbing mereka dengan
mengutus para Rasul-Nya (Menurut hadits yang disampaikan
Abu Dzar bahwa jumlah para Nabi sebanyak 124.000 semuanya
menyerukan kepada Tauhid (dikeluarkan oleh Al-Bukhari di
At-Tarikhul Kabir 5/447 dan Ahmad di Al-Musnad 5/178-
179). Sementara dari jalan sahabat Abu Umamah disebutkan
bahwa jumlah para Rasul 313 (dikeluarkan oleh Ibnu Hibban
di Al-Maurid 2085 dan Thabrani di Al-Mu'jamul Kabir
8/139)) agar mereka berjalan sesuai dengan kehendak Sang
Pencipta melalui wahyu yang dibawa oleh Sang Rasul. Namun
1
ada yang menerima disebut mu'min ada pula yang menolaknya
disebut kafir serta ada yang ragu-ragu disebut Munafik
yang merupakan bagian dari kekafiran. Begitu pentingnya
Aqidah ini sehingga Nabi Muhammad, penutup para Nabi dan
Rasul membimbing ummatnya selama 13 tahun ketika berada
di Mekkah pada bagian ini, karena aqidah adalah landasan
semua tindakan. Dia dalam tubuh manusia seperti
kepalanya. Maka apabila suatu ummat sudah rusak, bagian
yang harus direhabilitisi adalah kepalanya lebih dahulu.
Disinilah pentingnya aqidah ini. Apalagi ini menyangkut
kebahagiaan dan keberhasilan dunia dan akherat. Dialah
kunci menuju surga.
Aqidah secara bahasa berarti sesuatu yang mengikat.
Pada keyakinan manusia adalah suatu keyakinan yang
mengikat hatinya dari segala keraguan. Aqidah menurut
terminologi syara' (agama) yaitu keimanan kepada Allah,
Malaikat-malaikat, Kitab-kitab, Para Rasul, Hari Akherat,
dan keimanan kepada takdir Allah baik dan buruknya. Ini
disebut Rukun Iman.
Dalam syariat Islam terdiri dua pangkal utama.
Pertama : Aqidah yaitu keyakinan pada rukun iman itu,
letaknya di hati dan tidak ada kaitannya dengan cara-cara
perbuatan (ibadah). Bagian ini disebut pokok atau asas.
Kedua : Perbuatan yaitu cara-cara amal atau ibadah
seperti sholat, puasa, zakat, dan seluruh bentuk ibadah
2
disebut sebagai cabang. Nilai perbuatan ini baik buruknya
atau diterima atau tidaknya bergantung yang pertama.
Makanya syarat diterimanya ibadah itu ada dua, pertama :
Ikhlas karena Allah SWT yaitu berdasarkan aqidah
islamiyah yang benar. Kedua : Mengerjakan ibadahnya
sesuai dengan petunjuk Rasulullah SAW. Ini disebut amal
sholeh. Ibadah yang memenuhi satu syarat saja, umpamanya
ikhlas saja tidak mengikuti petunjuk Rasulullah SAW
tertolak atau mengikuti Rasulullah SAW saja tapi tidak
ikhlas, karena faktor manusia, umpamanya, maka amal
tersebut tertolak. Sampai benar-benar memenuhi dua
kriteria itu. Inilah makna yang terkandung dalam Al-
Qur'an surah Al-Kahfi 110 yang artinya : "Barangsiapa
mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia
mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan
seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya."
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan hal hal
sebagai berikut :
1. Apakah Aqidah itu ?
2. Bagaimana Implementasi Aqidah saat ini ?
3. Bagaimana cara mengantisipasi bahaya penyimpangan
aqidah ?
3
C. Tujuan
Dari rumusan masalah di atas maka kita dapat mengambil
tujuan sebagai berikut
1. Untuk mengetahui pengertian dari aqidah
2. Untuk mengetahui pembagian aqidah
3. Untuk mengetahui perkembangan aqidah
4. Untuk mengetahui perkembangan aqidah saat ini
5. Untuk mengetahui penyimpangan aqidah saat ini
D. Manfaat Mempelajari Aqidah
Karena Aqidah Islamiyah bersumber dari Allah yang mutlak,
maka kesempurnaannya tidak diragukan lagi. Berbeda dengan
filsafat yang merupakan karya manusia, tentu banyak
kelemahannya. Makanya seorang mu'min harus yakin
kebenaran Aqidah Islamiyah sebagai poros dari segala pola
laku dan tindakannya yang akan menjamin kebahagiannya
dunia akherat. Dan merupakan keserasian antara ruh dan
jasad, antara siang dan malam, antara bumi dan langit dan
antara ibadah dan adat serta antara dunia dan akherat.
Faedah yang akan diperoleh orang yang menguasai Aqidah
Islamiyah adalah :
4
1. Membebaskan dirinya dari ubudiyah / penghambaan kepada
selain Allah, baik bentuknya kekuasaan, harta, pimpinan
maupun lainnya.
2. Membentuk pribadi yang seimbang yaitu selalu kepada
Allah baik dalam keadaan suka maupun duka.
3. Dia merasa aman dari berbagai macam rasa takut dan
cemas. Takut kepada kurang rizki, terhadap jiwa, harta,
keluarga, jin dan seluruh manusia termasuk takut mati.
Sehingga dia penuh tawakkal kepad Allah (outer focus of
control).
4. Aqidah memberikan kekuatan kepada jiwa , sekokoh
gunung. Dia hanya berharap kepada Allah dan ridho
terhadap segala ketentuan Allah.
Aqidah Islamiyah adalah asas persaudaraan / ukhuwah dan
persamaan. Tidak beda antara miskin dan kaya, antara
pinter dan bodoh, antar pejabat dan rakyat jelata, antara
kulit putih dan hitam dan antara Arab dan bukan, kecuali
takwanya disisi Allah SWT.
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Aqidah
‘Aqidah ( دة� ي� عق� (ال menurut bahasa Arab (etimologi)
berasal dari kata al-‘aqdu (د عق� -yang berarti ikatan, at (ال6
tautsiiqu( ق� �� ي� ث�� و yang berarti kepercayaan atau keyakinan (ال ي�yang kuat, al-ihkaamu ام) ك������� ح (الإ yang artinya mengokohkan(menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah ( ة� و ق������������ % ط ب �����������% ب (ال ر yangberarti mengikat dengan kuat.
[1] Sedangkan menurut istilah (terminologi): ‘aqidah
adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan
sedikit pun bagi orang yang meyakininya.
Jadi, ‘Aqidah Islamiyyah adalah keimanan yang teguh dan
bersifat pasti kepada Allah ل % وج dengan segala pelaksanaan از/ke-wajiban, bertauhid [2] dan taat kepada-Nya, beriman
kepada Malaikat-malaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya, Kitab-
kitab-Nya, hari Akhir, takdir baik dan buruk dan
mengimani seluruh apa-apa yang telah shahih tentang
Prinsip-prinsip Agama (Ushuluddin), perkara-perkara yang
ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma’ (konsensus)
dari Salafush Shalih, serta seluruh berita-berita qath’i
(pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang
telah ditetapkan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah yang
shahih serta ijma’ Salafush Shalih.
7
"Dan barangsiapa yang menta'ati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan
bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni'mat Allah,
yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid dan
orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya"
(QS. An-Nisa':69
B. Pembagian Aqidah
Walaupun masalah qadha' dan qadar menjadi ajang
perselisihan di kalangan umat Islam, tetapi Allah telah
membukakan hati para hambaNya yang beriman, yaitu para
Salaf Shalih yang mereka itu senantiasa rnenempuh jalan
kebenaran dalam pemahaman dan pendapat. Menurut mereka
qadha' dan qadar adalah termasuk rububiyah Allah atas
makhlukNya. Maka masalah ini termasuk ke dalam salah satu
di antara tiga macam tauhid menurut pembagian ulama:
Pertama: Tauhid Al-Uluhiyyah, ialah mengesakan Allah
dalam ibadah, yakni beribadah hanya kepada Allah dan
karenaNya semata.
Kedua: Tauhid Ar-Rububiyyah, ialah rneng esakan
Allah dalam perbuatanNya, yakni mengimani dan meyakini
bahwa hanya Allah yang Mencipta, menguasai dan mengatur
alam semesta ini.
Ketiga: Tauhid Al-Asma' was-Sifat, ialah mengesakan
Allah dalam asma dan sifatNya. Artinya mengimani bahwa
8
tidak ada makhluk yang serupa dengan Allah Subhanahu wa
Ta'ala. dalam dzat, asma maupun sifat.
Iman kepada qadar adalah termasuk tauhid ar-
rububiyah. Oleh karena itu Imam Ahmad berkata: "Qadar
adalah kekuasaan Allah". Karena, tak syak lagi, qadar
(takdir) termasuk qudrat dan kekuasaanNya yang
menyeluruh. Di samping itu, qadar adalah rahasia Allah
yang- tersembunyi, tak ada seorangpun yang dapat
mengetahui kecuali Dia, tertulis pada Lauh Mahfuzh dan
tak ada seorangpun yang dapat melihatnya. Kita tidak tahu
takdir baik atau buruk yang telah ditentukan untuk kita
maupun untuk makhluk lainnya, kecuali setelah terjadi
atau berdasarkan nash yang benar
Tauhid itu ada tiga macam, seperti yang tersebut di
atas dan tidak ada istilah Tauhid Mulkiyah ataupun Tauhid
Hakimiyah karena istilah ini adalah istilah yang baru.
Apabila yang dimaksud dengan Hakimiyah itu adalah
kekuasaan Allah Azza wa Jalla, maka hal ini sudah masuk
ke dalam kandungan Tauhid Rububiyah. Apabila yang
dikehendaki dengan hal ini adalah pelaksanaan hukum Allah
di muka bumi, maka hal ini sudah masuk ke dalam Tauhid
Uluhiyah, karena hukum itu milik Allah Subhanahu wa
Ta'ala dan tidak boleh kita beribadah melainkan hanya
kepada Allah semata. Lihatlah firman Allah pada surat
Yusuf ayat 40. [Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas]
9
C. Perkembangan Aqidah
Pada masa Rasulullah SAW, aqidah bukan merupakan
disiplin ilmu tersendiri karena masalahnya sangat jelas
dan tidak terjadi perbedaan-perbedaan faham, kalaupun
terjadi langsung diterangkan oleh beliau. Makanya kita
dapatkan keterangan para sahabat yang artinya berbunyi :
"Kita diberikan keimanan sebelum Al-Qur'an"
Nah, pada masa pemerintahan khalifah Ali bin Abi
Thalib timbul pemahaman -pemahaman baru seperti kelompok
Khawarij yang mengkafirkan Ali dan Muawiyah karena
melakukan tahkim lewat utusan masing-masing yaitu Abu
Musa Al-Asy'ari dan Amru bin Ash. Timbul pula kelompok
Syiah yang menuhankan Ali bin Abi Thalib dan timbul pula
kelompok dari Irak yang menolak takdir dipelopori oleh
Ma'bad Al-Juhani (Riwayat ini dibawakan oleh Imam Muslim,
lihat Syarh Shohih Muslim oleh Imam Nawawi, jilid 1 hal.
126) dan dibantah oleh Ibnu Umar karena terjadinya
penyimpangan-penyimpangan. Para ulama menulis bantahan-
bantahan dalam karya mereka. Terkadang aqidah juga
digunakan dengan istilah Tauhid, ushuluddin (pokok-pokok
agama), As-Sunnah (jalan yang dicontohkan Nabi Muhammad),
Al-Fiqhul Akbar (fiqih terbesar), Ahlus Sunnah wal Jamaah
(mereka yang menetapi sunnah Nabi dan berjamaah) atau
terkadang menggunakan istilah ahlul hadits atau salaf
yaitu mereka yang berpegang atas jalan Rasulullah SAW
10
dari generasi abad pertama sampai generasi abad ketiga
yang mendapat pujian dari Nabi SAW. Ringkasnya : Aqidah
Islamiyah yang shahih bisa disebut Tauhid, fiqih akbar,
dan ushuluddin. Sedangkan manhaj (metode) dan contohnya
adalah ahlul hadits, ahlul sunnah dan salaf.
D. Bahaya Penyimpangan Aqidah
Penyimpangan pada aqidah yang dialami oleh seseorang
berakibat fatal dalam seluruh kehidupannya, bukan saja di
dunia tetapi berlanjut sebagai kesengsaraan yang tidak
berkesudahan di akherat kelak. Dia akan berjalan tanpa
arah yang jelas dan penuh dengan keraguan dan menjadi
pribadi yang sakit personaliti. Biasanya penyimpangan itu
disebabkan oleh sejumlah faktor diantaranya :
1. Tidak menguasainya pemahaman aqidah yang benar karena
kurangnya pengertian dan perhatian. Akibatnya berpaling
dan tidak jarang menyalahi bahkan menentang aqidah yang
benar.
2. Fanatik kepada peninggalan adat dan keturunan. Karena
itu dia menolak aqidah yang benar. Seperti firman Allah
SWT tentang ummat terdahulu yang keberatan menerima
aqidah yang dibawa oleh para Nabi dalam Surat Al-
Baqarah 170 yang artinya : "Dan apabila dikatakan kepada
mereka, "Ikutlah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab:
"(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari
(perbuatan) nenek moyang kami." (Apabila mereka akan mengikuti juga),
11
walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun,
dan tidak mendapat petunjuk."
3. Taklid buta kepada perkataan tokoh-tokoh yang dihormati
tanpa melalui seleksi yang tepat sesuai dengan argumen
Al-Qur'an dan Sunnah. Sehingga apabila tokoh panutannya
sesat, maka ia ikut tersesat.
4. Berlebihan (ekstrim) dalam mencintai dan mengangkat
para wali dan orang sholeh yang sudah meninggal dunia,
sehingga menempatkan mereka setara dengan Tuhan, atau
dapat berbuat seperti perbuatan Tuhan. Hal itu karena
menganggap mereka sebagai penengah/arbiter antara dia
dengan Allah. Kuburan-kuburan mereka dijadikan tempat
meminta, bernadzar dan berbagai ibadah yang seharusnya
hanya ditujukan kepada Allah. Demikian itu pernah
dilakukan oleh kaumnya Nabi Nuh AS ketika mereka
mengagungkan kuburan para sholihin. Lihat Surah Nuh 23
yang artinya : "Dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan
penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwa', Yaghuts, Ya'uq dan Nasr."
5. Lengah dan acuh tak acuh dalam mengkaji ajara Islam
disebabkan silau terhadap peradaban Barat yang
materialistik itu. Tak jarang mengagungkan para pemikir
dan ilmuwan Barat serta hasil teknologi yang telah
dicapainya sekaligus menerima tingkah laku dan
kebudayaan mereka.
12
6. Pendidikan di dalam rumah tangga, banyak yang tidak
berdasar ajaran Islam, sehingga anak tumbuh tidak
mengenal aqidah Islam. Pada hal Nabi Muhammad SAW telah
memperingatkan yang artinya : "Setiap anak terlahirkan
berdasarkan fithrahnya, maka kedua orang tuanya yang
meyahudikannya, menashranikannya, atau memajusikannya" (HR:
Bukhari).
Apabila anak terlepas dari bimbingan orang tua, maka
anak akan dipengaruhi oleh acara / program televisi
yang menyimpang, lingkungannya, dan lain sebagainya.
7. Peranan pendidikan resmi tidak memberikan porsi yang
cukup dalam pembinaan keagamaan seseorang. Bayangkan,
apa yang bisa diperoleh dari 2 jam seminggu dalam
pelajaran agama, itupun dengan informasi yang kering.
Ditambah lagi mass media baik cetak maupun elektronik
banyak tidak mendidik kearah aqidah bahkan
mendistorsinya secara besar-besaran.
Tidak ada jalan lain untuk menghindar bahkan
menyingkirkan pengaruh negatif dari hal-hal yang disebut
diatas adalah mendalami, memahami dan mengaplikasikan
Aqidah Islamiyah yang shahih agar hidup kita yang sekali
dapat berjalan sesuai kehendak Sang Khalik demi
kebahagiaan dunia dan akherat kita, Allah SWT berfirman
dalam Surah An-Nisa' 69 yang artinya : "Dan barangsiapa yang
menta'ati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan
13
orang-orang yang dianugerahi ni'mat Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin,
orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah
teman yang sebaik-baiknya."
Dan juga dalam Surah An-Nahl 97 yang artinya : "Barangsiapa
yang mengerjakan amal shaleh baik laki-laki maupun perempuan, dalam
keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada
mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan."
14
BAB III
PENUTUP
Akidah Islam adalah prinsip utama dalam pemikiran
Islami yang dapat membina setiap individu muslim sehingga
memandang alam semesta dan kehidupan dengan kaca mata tauhid
dan melahirkan konotasi-konotasi valid baginya yang
merefleksikan persfektif Islam mengenai berbagai dimensi
kehidupan serta menumbuhkan perasaan-perasaan yang murni
dalam dirinya.
Atas dasar ini, akidah mencerminkan sebuah unsur
kekuatan yang mampu menciptakan mu’jizat dan merealisasikan
kemenangan-kemenangan besar di zaman permulaan Islam.
Demi membina setiap individu muslim, perlu kiranya
kita mengingatkannya tentang sumbangsih-sumbangsih akidah
yang telah dimiliki oleh orang-orang sebelumnya dan
meyakinkannya akan validitas akidah itu dalam setiap zaman
dan keselarasannya dengan segala era.
Kita bisa menyimpulkan peranan penting akidah dalam
membina manusia di berbagai sisi dan dimensi kehidupan dalam
poin-poin berikut :
1. Dalam Sisi Pemikiran.
15
Akidah menganggap manusia sebagai makhluk yang
terhormat. Adapun kesalahan yang terkadang menimpa
manusia, adalah satu hal yang biasa dan bisa
diantisipasi dengan taubat. Atas dasar ini, akidah
meyakinkannya bahwa ia mampu untuk meningkatkan diri dan
tidak membuatnya putus asa dari rahmat Allah dan ampunan-
Nya
Akidah telah berhasil memerdekakan manusia dari
penindasan politik para penguasa zalim dan membebaskannya
dari tradisi menuhankan manusia lain.
Akidah juga memberikan kebebasan penuh kepadanya.
Namun ia membatasi kebebasan itu dengan hukum-hukum
syariat, penghambaan kepada Allah supaya hal itu tidak
menimbulkan kekacauan.
Begitu juga, akidah telah berhasil membebaskannya
dari jeratan hawa nafsu, menyembah fenomena-fenomena alam
di sekitarnya dan dongengan-dongengan yang tidak benar.
Melalui proses pembebasn pemikiran ini, akidah
melakukan proses pembinaan manusia. Ia memberikan
kedudukan yang layak kepada akal, mengakui peranannya dan
membuka cakrawala pemikiran yang luas baginya. Di samping
itu, akidah juga membuka jendela keghaiban baginya,
membebaskannya dari jeratan ruang lingkup indra yang
sempit dan mengarahkan daya ciptanya yang luar biasa
16
untuk merenungkan tanda-tanda kekuasaan Allah di segenap
cakrawala raya dan diri mereka, serta menjadikan renungan
(tafakkur) ini sebagai ibadah yang paling utama.
Tidak sampai di situ saja, akidah juga mengarahkan
daya akal untuk menyingkap rahasia-rahasia sejarah yang
pernah terjadi pada umat dan bangsa-bangsa terdahulu, dan
merenungkan hikmah yang tersembunyi di balik syariat guna
mengokohkan keyakinan muslim terhadap syariat dan
validitasnya untuk setiap masa dan tempat.
Dari sisi lain, akidah mendorong manusia untuk
menuntut ilmu pengetahuan dan mengikat ilmu pengetahuan
itu dengan iman. Karena memisahkan ilmu pengetahuan dari
iman akan menimbulkan akibat jelek.
Akidah juga memerintahkan akal untuk meneliti dan
merenungkan dengan teliti untuk menyimpulkan sebuah
Ushuluddin dan melarangnya untuk bertaklid dalam hal itu.
2. Dalam Sisi Sosial.
Akidah telah berhasil melakukan perombakan besar
dalam sisi ini. Di saat masyarakat Jahiliah hanya
mementingkan diri mereka dan kemaslahatannya, dengan
mengenal akidah, mereka relah mengorbankan segala yang
mereka miliki demi agama dan kepentingan sosial.
17
Akidah telah berhasil menghancurkan tembok pemisah
yang memisahkan antara ketamakan manusia akan
kemaslahatan-kemaslahatan pribadinya dan jiwa berkorban
demi kemaslahatan umum dengan cara menumbuhkan rasa
peduli sosial dalam diri setiap individu.
Akidah telah berhasil menumbuhkan rasa peduli sosial
ini dalam diri setiap individu dengan cara-cara berikut:
menumbuhkan rasa ikut bertanggung jawab terhadap
kepentingan orang lain, menanamkan jiwa berkorban dan
mengutamakan orang lain dan mendorong setiap individu
muslim untuk hidup bersama.
Dari sisi lain, akidah telah berhasil merubah tolok
ukur hubungan sosial antar anggota masyarakat, dari tolok
ukur hubungan sosial yang berlandaskan fanatisme, suku,
warna kulit, harta dan jenis kelamin menjadi hubungan
yang berlandaskan asas-asas spiritual. Yaitu takwa,
fadhilah dan persaudaraan antar manusia.
Akidah telah berhasil merubah kondisi pertentangan
dan pergolakan yang pernah melanda masyarakat insani
menjadi kondisi salang mengenal dan tolong menolong.
Dengan ini, mereka menjadi sebuah umat bersatu yang
disegani oleh bangsa lain.
18
Di samping itu, akidah Islam juga telah berhasil
merubah tradisi-tradisi Jahiliah yang menodai kehormatan
manusia dan menimbulkan kesulitan.
3. Dalam Sisi Kejiwaan.
Akidah dapat mewujudkan ketenangan dan ketentraman
bagi manusia meskipun bencana sedang menimpa.
Dalam hal ini akidah telah menggunakan berbagai cara
dan metode untuk meringankan bencana-bencana itu di mata
manusia. Di antara cara-cara tersebut adalah menjelaskan
kriteria dunia;bahwa dunia ini adalah tempat derita dan
ujian yang penuh dengan bencana dan derita yang acap kali
menimpa manusia. Oleh karena itu, tidak mungkin bagi
manusia untuk mencari kesenangan dan ketentraman di dunia
ini.
Atas dasar ini, hendaknya ia berusaha sekuat tenaga
demi meraih kesuksesan dalam ujian Allah di dunia.
Dan di antara cara-cara tersebut adalah akidah
menegaskan bahwa setiap musibah pasti membuahkan pahala,
dan menyadarkan manusia bahwa musibah terbesar yang
adalah musibah yang menimpa agama.
19
Dari sisi lain, akidah juga membebaskan jiwa manusia
dari segala ketakutan yang dapat melumpuhkan aktifitas,
membinasakan kemampuan dan menjadikannya cemas dan
bingung.
Begitu juga akidah memotivasi manusia untuk mengenal
dirinya. Karena tanpa tanpa itu, sulit baginya untuk
dapat menguasai jiwa dan mengekangnya, dan tidak mungkin
baginya dapat mengenal Allah secara sempurna.
Dari pembahasan-pembahasan di atas, dapat kita
simpulkan bahwa penyakit-penyakit jiwa yang berbahaya
seperti fanatisme, rakus dan egoisme jika tidak diobati,
akan menimbulkan akibat-akibat sosial dan politik yang
berbahaya, seperti fitnah yang pernah menimpa muslimin
di Saqifah, sebagaimana telah dijelaskan oleh Imam Ali
a.s.
4. Dalam Sisi Akhlak.
Akidah memiliki peranan yang besar dalam membina
akhlak setiap individu muslim sesuai dengan prinsip-
prinsip agama yang pahala dan siksa disesuaikan
dengannya, dan bukan hanya sekedar wejangan yang tidak
menuntut tanggung-jawab. Lain halnya dengan aliran-aliran
pemikiran hasil rekayasa manusia biasa yang memusnahkan
perasaan diawasi oleh Allah dalam setiap gerak dan rasa
tanggung jawab di hadapan-Nya. Dengan demikian, musnahlah
20
tuntunan-tuntunan akhlak dari kehidupan manusia. Karena
akhlak tanpa iman tidak akan pernah teraktualkan dalam
kehidupan sehari-hari.
Demi mendorong masyarakat berakhlak terpuji dan
meninggalkan akhlak yang tidak mulia, akidah mengikuti
bermacam-macam metode dalam hal ini: pertama, menjelaskan
efek-efek uhkrawi dan duniawi dari akhlak yang terpuji
dan tidak terpuji.
Kedua, memperlihatkan suri teladan yang baik kepada
mereka dengan tujuan agar mereka terpengaruh oleh
akhlaknya yang mulia dan mengikuti langkahnya
DAFTAR PUSTAKA
21
[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah
Oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa,
Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan Pertama Jumadil Akhir
1425H/Agustus 2004M]
[1]. Lisaanul ‘Arab (IX/311:د karya Ibnu Manzhur (wafat (ع ق�th. 711 H) t dan Mu’jamul Wasiith (II/614:د .(ع ق�
[2]. Tauhid Rububiyyah, Uluhiyyah, dan Asma’ wa Shifat
Allah.
[3]. Lihat Buhuuts fii ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah
(hal. 11-12) oleh Dr. Nashir bin ‘Abdul Karim al-‘Aql, cet.
II/ Daarul ‘Ashimah/ th. 1419 H, ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal
Jamaa’ah (hal. 13-14) karya Syaikh Muhammad bin Ibrahim al-
Hamd dan Mujmal Ushuul Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah fil
‘Aqiidah oleh Dr. Nashir bin ‘Abdul Karim al-‘Aql.
[Disalin dari kitab Al-Qadha wal Qadar, edisi Indonesia
Qadha & Qadhar, Penyusun Syaikh Muhammad Shalih Al-Utsaimin,
Penerjemah A.Masykur Mz, Penerbit Darul Haq, Cetakan Rabi'ul
Awwal 1420H/Juni 1999M]
[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah
Oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa,
22